Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PRAKTIKUM

TOKSIKOLOGI KLINIK

Disusun Oleh:

Aulia Maudi Salsabila (1191013)

D-III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


NASIONAL
SURAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Praktikum
Toksikologi ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari laporan
praktikum ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Praktikum
Toksikologi. Terlebih dahulu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Wimpy, M.Pd dan Ibu Ister Budiana WR, S.Pd selaku Pengampu Praktikum
Toksikologi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan mengenai materi toksikologi di semester 6 ini. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dibutuhkan
demi kesempurnaan laporan ini.

Surakarta, 17 Mei 2022

Aulia Maudi Salsabila


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................3
FRAKSI A................................................................................................................1
UJI ASAM SALISILAT PADA URINE.................................................................1
FRAKSI B................................................................................................................5
UJI BARBITURAT PADA URINE........................................................................5
FRAKSI C................................................................................................................8
UJI COFFEIN PADA URINE.................................................................................8
FRAKSI D..............................................................................................................12
UJI PAPAVERIN PADA URINE.........................................................................12
HPLC.....................................................................................................................16
High Performance Liquid Chromatography..........................................................16
ALKOHOL............................................................................................................19
UJI KUALITATIF ALHOKOL PADA URINE....................................................19
LAPORAN RESMI................................................................................................22
UJI NARKOBA.....................................................................................................22
PEMERIKSAAN LOGAM BERAT KUALITATIF.............................................25
(Pb, Cd, Cu, dan Zn)..............................................................................................25
PEMERIKSAAN LOGAM BERAT AAS 29
Pemeriksaan Enzim Cholinesterase.......................................................................33
Pengukuran Kadar COHb......................................................................................36
FRAKSI A
UJI ASAM SALISILAT PADA URINE

Sampel : Urine Laboratorium


No Sampel : Sampel Lab. No 5
Percobaan : Uji Fraksi A (asam salisilat) pada urine
Prinsip : Penyarian Fraksi A

A. Tujuan
Melakukan pengujian asam salisilat dalam sampel urine laboratorium
B. Prinsip
Pemisahan asam salisilat dari sampel urine dengan metode Stass Otto (Fraksi A)
C. Teori
Asam salisilat (asam ortohidroksibenzoat) merupakan asam yang bersifat
iritan lokal dan turunan dari senyawa aldehid.Asam salisilat bebas hanya
memiliki efek antipiretik dan analgetik yang rendah.Karena timbul rangsangan
pada mukosa lambung pada dosis tinggi, maka asam salisilat hanya
dipergunakan dalam bentuk garamnya.Asam salisilat dipergunakan untuk
mengobati sejumlah masalah kulit, seperti jerawat, kulit, ketombe, dan
masalah kulit lainnya, bisa juga untuk mengawetkan makanan, antiseptic, dan
campuran pasta gigi, serta bahan utama aspirin.
D. Prosedur
1. Ekstraksi Fraksi A
2. Uji Asam Salisilat
a. Uji Jorisson
Cara uji : ekstrak ditambah FeCl3. Hasil positif berwarna ungu
Hasil : (+) Terjadi warna ungu
b. Uji Vitalli-Morrin
Cara uji : ekstrak ditambah 1 tetes HNO3 conc dipanaskan, setelah
dingin tambahkan 2 tetes aseton dan 2 tetes KOH 2N. Hasil positif
berwarna kuning
Hasil : (+) terjadi warna kuning
1
c. Uji Zwikker B
Cara uji : ekstrak ditambah 2 tetes zwikker B, hasil positif terbentuk
endapan hijau
Hasil : (+) terjadi endapan hijau
d. Uji Marquis
Cara uji : ekstrak ditambah 2 tetes formaldehid dan 3 tetes H2SO4
p.a berlebih.
terbentuk warna merah keungguan (merah karmin).
Hasil : (+) terjadi cincin warna merah ungu

E. Hasil
No. Nama Uji Hasil

1. Uji Jorisson (+) warna ungu

2. Uji Vitali-Morin (+) warna kuning

3 Uji Zwikker B (+) endapan hijau

4. Uji Marquiz (+) cincin merah karmin

F. Kesimpulan
Pada sampel urine laboratorium yang diperiksa mengandung asam salisilat
dengan hasil positif pada uji jorisson, vitalli-morin, zwiker B, dan marquis.

G. Pembahasan
Pada pencarian Fraksi A (Asam Salisilat) uji kualitatif spesifik yang
dilakukan pada percobaan ini adalah uji Jorisson. Analisa kualitatif melalui
uji Jorisson dapat dilakukan dengan menambahkan beberapa tetes FeCl3
kedalam sampel yang sudah diekstraksi. Apabila berubah menjadi warna
ungu berarti sampel positif mengandung salisilat. FeCl3 digunakan untuk
mengetahui adanya gugus fenol yang ada pada asam salisilat yang terdapat
didalam sampel (Al Dharma, 2019).

2
Proses ekskresi obat oleh ginjal meliputi 3 proses, yaitu filtrasi
glomerulus, sekresi tubular aktif dan reabsorpsi tubular. Filtrasi glomerulus
merupakan suatu proses tidak langsung yang terjadi untuk sebagian besar
molekul-molekul kecil (BM < 500), meliputi obat-obat yang tidak
terdisosiasi/tidak terionisasi dan terdisosinasi/terionisasi. Obat-obat yang
terikat protein merupakan molekul-molekul besar dan tidak dapat difiltrasi
pada glomerulus. Laju filtrasi glomerulus normal sebesar 125-130 ml/menit.
Filtrasi glomerulus berhubungan langsung dengan konsentrasi obat bebas
atau yang terikat bukan dengan protein dalam plasma. Bila konsentrasi obat
bebas dalam plasma naik, filtrasi glomerulus obat akan naik secara
proporsional (Rahmania, 2011).

Reabsorpsi obat-obat yang bersifat asam atau basa lemah dipengaruhi


oleh dua faktor yang secara bersamaan menjadi determinan persentase
obat terdisosiasi/terionisasi atau tidak, yaitu pH cairan dalam tubulus
ginjal (pH urin) dan pKa obat. Umumnya jenis obat yang tak
terdisosiasi, lebih larut dalam lemak (sedikit larut dalam air) dan
mempunyai permeabilitas membran lebih besar. Obat-obat tersebut
dengan mudah direabsorpsi dari tubulus ginjal kembali ke dalam tubuh.
Proses reabsorpsi obat ini secara bermakna dapat mengurangi jumlah
obat yang diekskresi. Nilai pKa obat tetap, tapi pH urin normal dapat
berubah dari 4,5 sampai 8,0, bergantung pada diet, patofisiologi, dan
masukan obat. Diet sayur-sayuran atau diet kaya karbohidrat akan
mengakibatkan pH urin lebih tinggi, sedangkan diet kaya protein akan
mengakibatkan pH urin yang rendah. Obat-obat seperti asam askorbat
dan antasid dapat mengubah pH urin bila diberikan dalam jumlah besar.
Keadaan patofisiologis seperti asidosis atau alkalosis ataupun keadaan
toksik seperti keracunan aspirin, juga dapat mengakibatkan perubahan pH
urin (Rahmania, 2011).

H. Daftar Pustaka

Al Dharma, B. 2019. Analisis Asam Salisilat Dalam Kecap Berbagai Merek Yang
3
Dijual Di Pasar Palimanan Kabupaten Cirebon. PHARMACY: Jurnal
Farmasi Indonesia. Vol. 16, No. 02, Hlm. 178-187
Rahmania, H. 2011. Pengaruh pH Urin terhadap Jumlah Kumulatif Asam Salisilat
yang Diekskresikan melalui Saluran Kemih pada Tikus Putih Jantan
yang Diberikan Asetosal Secara Oral. Skripsi. Universitas Indonesia

I. Lampiran

4
FRAKSI B
UJI BARBITURAT PADA URINE

Sampel : Urin Laboratorium


No. Sampel : Sampel Lab No 5
Percobaan : Uji Fraksi B (Barbiturat) pada urine
Prinsip : Penyarian Fraksi B

A. Tujuan
Melakukan pengujian barbiturat dalam sampel urine laboratorium
B. Prinsip
Pemisahan papaverin dari sampel urine dengan metode Stass Otto (Fraksi
B)
C. Teori
Barbiturate merupakan obat yang berfungsi sebagai antidepresan sistem
saraf pusat, memberikan efek sedase ringan sampai anestesi
total.Barbiturate juga efektif sebagai hipnotik dan memiliki potensi
kecanduan, baik fisik dan psikologis.Efek samping yang disebabkan oleh
barbiturate adalah vertigo, mual, alergi, rasa nyeri. Reaksi obat yang
dihasilkan dari kombinasi barbiturate dengan depresan lain misal etanol
akan meningkatkan efek depresinya.
D. Prosedur
1. Ekstraksi Fraksi B
2. Uji Barbiturat
a. Uji Millon
Cara uji : Ekstrak + reagen Millon terbentuk endapan putih
Hasil : (+) terdapat endapan putih
b. Uji Parry
Cara uji : Ektrak + reagen Parry terbentuk warna biru
Hasil : (+) terbentuk warna biru.
c. Uji Zwikker B
Cara uji : Ektrak + reagen Zwiker B terbentuk endapan hijau
larutan biru
5
Hasil : (+) terbentuk endapan hijau, larutan biru .
d. Uji Jorisson
Cara uji : Ektrak + reagen FeCl3 5% terbentuk endapan
coklat kemerahan
Hasil : (+)terbentuk endapan coklat kemerahan.
e. Uji Ekstrak ditambah 2 tetes FeCl 3 dan 2 tetes K 4 Fe(CN) 6
terbentuk endapan biru dalam larutan hijau
Hasil : (+) terbentuk endapan biru, larutan hijau
E. Pembahasan
Senyawa golongan barbiturat merupakan senyawa golongan asam
lemah. Senyawa obat dengan gugus fungsional asam atau basa akan
mengalami disosiasi atau mengalami protonasi dalam larutan berair sesuai
dengan nilai pH larutan. Dengan demikian, proses ekstraksi dapat
dioptimalkan dengan pengaturan pH. Pada pH rendah, ketika asam tidak
mengalami disosiasi, maka asam akan terekstraksi dengan efisiensi
tertinggi D ~ KD. Ketika nilai pH ditingkatkan, maka nilai D menurun.
Pada pH tinggi, asam akan mengalami disosiasi secara sempurna menjadi
anion Adan tidak ada yang terekstraksi.[5]Sehingga diperlukan suatu
keadaan asam agar senyawanya tidak mengalami ionisasi dan nantinya
akan terlarut pada fase organik (Maharani et al, 2019).
Golongan barbiturat merupakan golongan depresan yang dapat
mengakibatkan ketergantungan secara fisik dan psikologis bila digunakan
dalam waktu lama dan telah banyak menyebabkan kematian karena
overdosis. TLC-Spektrofotodensitometri merupakan salah satu metode
analisis yang dapat digunakan untuk uji skrining dan konfirmasi senyawa
(Subadra et al, 2019)

F. Kesimpulan
Pada sampel urine yang diperiksa mengandung barbiturate dengan hasil
positif pada uji millon, parry, zwiker B, jorisson, dan FeCl3 + K4Fe(CN)6

G. Daftar Pustaka
6
Maharani, G., Rismayani, P., Devi, N., Winarni, N., & Sari, P. (2019).
Blink Test Golongan Senyawa Psikotropika Dalam Sampel
Urine. Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences, 9(2),
97-107.
Subadra, I. N., Kusuma, L. P. M. K. D., dan Widjaja, I. W. (2019).
Pemanfaatan Geseran Pola Spektrum UV SENYAWA Golongan
Barbiturat Dalam Uji Konfirmasi Dengan Metode TLC-
Spektrofotodensitometri. Indonesian Journal of Legal and
Forensic Sciences (IJLFS), 9(1), 19-35.

H. Lampiran

7
FRAKSI C
UJI COFFEIN PADA URINE

Sampel : Urine Laboratorium


No Sampel : Sampel Lab No 5
Percobaan : Uji Fraksi C (coffein) pada urine
Prinsip : Penyarian Fraksi C

A. Tujuan
Melakukan pengujian coffein dalam sampel urine laboratorium
B. Prinsip
Pemisahan coffein dari sampel urine dengan metode Stass Otto (Fraksi C)
C. Teori
Kafein adalah senyawa alkoid xantina berbentuk Kristal dan berasa pahit yang
bekerja sebagai obat perangsang psioaktif dan diuretic ringan. Teh
mengandung kadar kafein yang lebih tinggi daripada kopi, namun umunya tek
disajikan dalam kadar sajian yang jauh lebih rendah. Minuman ringan
biasanya mengandung 10-50 mg kafein per sajian. Konsumsi kafein secara
berkelanjutan akan menyebabkan tubuh keracunan kafein, dengan gejala
keresahan, insomnia, dieresis (pada kadar minimal 250 mg kafein). Jika lebih
dari 1 g kafein dikonsumsi dalam 1 hari, menyebabkan gejala kejang otot dan
gejolak psikomotor. Selain itu, peran kafein dapat dilakukan dengan cara
memblokir reseptor adenosine (mencegah rasa kantuk) dan membuat otak
mengirimkan sinyal kepada kelenjar adrenal ginjal untuk memproduksi lebih
banyak apinefrin/adrenalin yang berperan dalam meningkatkan kesiagaan
tubuh.
D. Prosedur
1. Ekstraksi Fraksi C
2. Uji Coffein
a. Uji Murexide:

8
Cara uji : 10 tetes ekstrak + 10 tetes H2O2 + 10 tetes HCl conc (pada
cawan penguap) dipanaskan sampai kering jika (+) terbentuk warna
kuning merah + NH4OH conc terbentuk merah violet.
Hasil : (-) tidak terbentuk warna merah violet
b. Uji Kalium Ferosianat
Cara uji : Ekstrak + 2 tetes K4Fe(CN)6 terbentuk warna kuning
Hasil : (+) terbentuk warna kuning
c. Uji Parry
Cara uji : Ektrak + reagen Parry + NH4OH terbentuk larutan biru
kehijauan
Hasil : (+) terbentuk larutan biru kehijauan
d. Uji Mayer
Cara uju : Ekstrak + reagen Mayer + H 2SO4 terbentuk putih
kekuningan
Hasil : (+) terbentuk putih kekuningan
e. Uji Ekstrak + NaOH 2N + AgNO3 2N terbentuk endapan hitam
Hasil : (+) terbentuk endapan hitam
f. Uji Jorison
Cara uji : Ektrak + FeCl3 5% terbentuk endapan oranye
Hasil : (+) terbentuk endapan oranye
g. Uji Zwikker B
Cara uji : 10 tetes ekstrak+ 10 tetes Cobalt nitrat + sepucuk sendok
Na2B4O7
atau 2 tetes NH4OH conc terbentuk endapan biru violet
Hasil : (+) terbentuk endapan biru violet
h. Uji Marquis
Cara uji : Ektrak + Formal Dehide + H2SO4 terbentuk cincin coklat.
Hasil : (+) terbentuk cincin coklat
E. Pembahasan
Kafein merupakan senyawa basa purin sederhana dan bersifat moderat larut
sekitar 2 g/100 ml dalam air pada suhu kamar. Rasanya Pahit, zat tidak
9
berbau, dengan titik leleh 235-238oC. Memiliki sifat stimulan karena kafein
sebuah turunan trimetil purin sederhana yang memiliki cincin imidazol yang
menyatu dengan cincin pirimidin dan itu aromatik meskipun terdapat dua
gugus karbonil. Dengan tidak adanya kafein ketika seseorang tidak tidur dan
beberapa jumlah adenosin hadir di system saraf pusat (neuron) (Krishna et al,
2018). Konsumsi kafein berlebihan dapat menimbulkan efek samping, seperti
gugup, mual, gelisah, kejang dan insomnia (Permata, 2019)
F. Kesimpulan
Pada sampel laboratorium yang diperiksa mengandung coffein dengan hasil
positif pada semua uji kecuali uji murexide.
G. Daftar Pustaka
Krishna, SPSBJ., & Padmavathy, S. (2018). A Short Review on the Effect of
Functional Group in Methylxanthine (Caffeine) Class of
Drugs. Biochem Pharmacol (Los Angel), 7(257), 2167-0501.
Permata, Yade Metri., Pardede, Tuty Roida., Masfria., Muchlisyam. 2019.
Penuntun Praktikum Kimia Farmasi Kualitatif (pp. 53).
Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif. Fakultas Farmasi.
Universitas Sumatera Utara. Medan.

H. Lampiran

10
11
FRAKSI D
UJI PAPAVERIN PADA URINE
Sampel : Urine Laboratorium
No Sampel : Sampel Lab No 5
Percobaan : Uji Fraksi D (papaverin) pada urine
Prinsip : Penyarian Fraksi D

A. Tujuan
Melakukan pengujian papaverin dalam sampel urine laboratorium
B. Prinsip
Pemisahan papaverin dari sampel urine dengan metode Stass Otto (Fraksi D)
C. Teori
Papaverin adalah opium alkaloid obat antispasmodic digunakan dalam
pengobatan kejang visceral, dan kadang-kdang pada pengobatan disfungsi
ereksi. Efrek samping yang disebabkan oleh papaverin antara lain
sembelit,tingkat transaminase meningkat, peningkatan kadar alkali phospatase,
mengantuk, dan vertigo.
D. Prosedur
1. Ekstraksi Fraksi D
2. Uji Papaverin
a. Uji Marquis
Cara uji : Ektrak + Formalin + H2SO4 (p) terbentuk larutan kuning
Hasil : (+) terbentuk warna kuning
b. Uji Ektrak + reagen Dagendrof terbentuk warna merah
Hasil : (+) terbentuk warna merah
c. Uji Parry
Cara uji : Ektrak + reagen Parry + NH4OH terbentuk larutan biru
kehijauan
Hasil : (+) terbentuk larutan biru kehijauan
d. Uji Zwiker B
Cara uji : Ektrak + 10 tetes cobalt nitrat+ NH4OH terbentuk endapan
hijau larutan biru

12
Hasil : (+) endapan hijau larutan biru
e. Uji Ektrak + K4Fe(CN)6 terbentuk larutan kuning
f. Hasil : (+) terbentuk larutan kuning
g. Uji Jorisson
Cara uji : Ektrak + FeCl 5% terbentuk endapan oranye
Hasil : (+) terbentuk endapan oranye
h. Uji Ektrak + FeCl3 2N + K4Fe(CN)6 terbentuk larutan biru
kehijauan
i. Hasil : (+) terbentuk larutan biru kehijauan
j. Uji Mayer
Cara uji : Ektrak + reagen H2SO4 terbentuk larutan putih kekuningan
Hasil : (+) terbentuk larutan putih kekuningan
k. Uji Ektrak + NaOH 2N + AgNO3 terbentuk endapan hitam
Hasil : (+) terbentuk endapan hitam
I. Pembahasan
Diazepam akan menghambat Susunan Saraf Pusat (SSP) dengan efek
utamanya adalah sedasi, hipnotik, relaksasi otot, dan anti konvulsi (Trevor
A and Walter L.W, 1995). Pemberian dalam dosis rendah bersifat sedatif,
sedangkan dalam dosis besar bersifat hipnotik (Mansjoer, 2005).
Diazepam mempunyai onset kerja 10 menit. Diazepam bersifat mendepresi
sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi (Endang S, 1993). Setelah
pemberian premedikasi diazepam, tekanan sistolik dan Mean Arterial
Pressure (MAP) menurun secara signifikan (Kitajima et al., 2004).
Sebagai premedikasi anestesi, diazepam dapat diberikan secara oral,
intramuskular, dan intravena (Gillman, 2001). Obat ini 99 % terikat pada
plasma albumin. Lama pengaruh diazepam disebabkan karena lamanya
waktu eksresi dan lamanya pembentukan metabolit. Hasil metabolisme
diazepam utama adalah desmetil diazepam (Vincent J. Collins, 1996)

J. Kesimpulan
13
Pada sampel urine laboratorium yang diperiksan mengandung diazepam,
positif pada semua uji
K. Daftar Pustaka
Mansjoer, Arif dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1
Cetakan keenam. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI

L. Lampiran

14
15
HPLC
High Performance Liquid Chromatography

Sampel : Urine
No Sampel : Sampel Lab No. 5
Percobaan : Uji HPLC
Prinsip : Analisis dilakukan dengan cara memisahlan molekul
berdasarkan perbedaan struktur ataupun komposisinya.
Pemisahan tersebut terjadi saat sampel bergerak melewati fase
diam (dapat berupa zat padat atau cair) karena terbawa oleh fase
gerak (dapat berupa zat cair atau gas).

A. Prosedur Kerja
A. Pembuatan fase gerak
Persiapkan methanol 140 mL, air 35 mL dan asam asetat glasial 15
mL. Campur, saring dan didegasing.
B. Pembuatan pelarut campuran Persiapkan methanol dan asam asetat
glasial (95 : 5) sebanyak 55 mL Campur dan saring kemudian
didegasing
C. Pembuatan stok larutan baku Timbang 10.0 mg Cofein tambahkan
pelarut campuran, masukkan ke labu takar 50.0 mL Ambil 0,5 mL
ditambahkan ke pelarut campuran ad 10.0 mL. saring kemudian
didegasing selama 15 menit D. Penentuan panjang gelombang
maksimal Ambil 0,5 mL larutan stok Cafein ad 10,0 mL pelarut
campuran Masukkan kedalam spektrofotometri UV Vis baca
absorbansi maksimal (secara teoritis 276 nm)
E. Penetapan kadar Detector : UV nm
Colom : C 18 column (octadecyl silica) 15
Flow rate : 1m/menit
Fase gerak : methanol 140ml, air 35 ml, asam asetat glasial 15 mL
a. Cuci kolom HPLC dengan menggunakan methanol kemudian
baseline dengan fase gerak
b. Injeksikan baku dan sampel dalam kolom HPLC
c. Catat kromatogram yang diperoleh, tentukan kadar kafein. Kadar
terukur

16
B. Hasil
AUC sampel
Kadar = _____________ x konsentrasi baku
AUC baku

1940
= x 10
3060967
= 0,006337866
= 0,0063 ppm

C. Kesimpulan
Pada sampel Lab No. 5 yang diperiksa kadar caffein dengan HPLC
didapat kadar 0,0063 ppm.

D. Pembahasan
Metode analisis obat yang direkomendasikan oleh Farmakope saat
ini didasarkan pada teknik kromatografi (Cielecka- Piontek, 2013).
Salah satu metode kromatografi yaitu High Performance Liquid
Chromatography (HPLC), merupakan teknik kromatografi cair
(LC) yang digunakan untuk pemisahan berbagai komponen dalam
campuran. HPLC juga digunakan untuk identifikasi dan
kuantifikasi senyawa dalam proses pengembangan obat dan telah
digunakan di seluruh dunia sejak beberapa dekade. Tujuan
penggunaan HPLC adalah memisahkan molekul dalam waktu
minimum. Pompa pada sistem HPLC konvensional hanya
mencapai tekanan 400 bars (Annissa dkk, 2019)

E. Daftar Pustaka
Annissa, S., Musfiroh, I., dan Indriati, L. (2019). Perbandingan
Metode Analisis Instrumen HPLC dan UHPLC: Article
Review. Farmaka, 17(3), 189-197.

17
F. Lampiran

18
ALKOHOL
UJI KUALITATIF ALHOKOL PADA URINE
Sampel : Urine Laboratorium
No Sampel : Sampel Lab No 5
Percobaan : Uji Kualitatof Alkohol pada sampel urine
Prinsip : Penyarian alkohol dengan Rapid Urine Alkohol Test

A. Tujuan
Sebagai screening untuk mendeteksi keberadaan etil alkohol dalam urine.
B. Prinsip
Rapid urine alkohol test dibuat berdasarkan tingkat spesifisitas tinggi alcohol
oxidase (ALOx) untuk ethyl alcohol dengan keberadaan peroxidase dan enzim
substrate seperti tetramethylbenzidine (TMB).
ALOx/Peroxidasese
Reaksi : EtOH + TMB CH3CHO + Colored TMB
C. Teori
Keracunan alkohol dapat menyebabkan berkurangnya kesadaran, koma,
kematian, dan keguguran. Blood Alcohol Content (BAC) pada tingkat berapa
seseorang menjadi keracunan adalah beragam. Departemen Transportasi
Amerika Serikat menetapkan BAC 0,02% (0,02g/dL) sebagai cut-off alcohol
dengan hasil positif. Pengetesan ethyl alcohol dalam darah, saliva dan urine
umum digunakan untuk mengukur apakah seseorang telah melanggar hukum,
keracunan alkohol, dsb. Teknik kromatografi dengan gas serta metode
menggunakan enzim tersedia secara komersial untuk mendeteksi ethyl alcohol
dalam cairan tubuh manusia. Rapid Urine alkohol test didesain sebagai
screening tes yang cepat untuk mendeteksi apakah kadar alkohol dalam
specimen urine melebihi 0,04% BAC (40 mg/dl = 0,04g/dl)
D. Prosedur
1. Bawa test dan specimen ke suhu ruang.
2. Keluarkan test strip dari bungkus

19
3. Celupkan strip ke dalam urine dengan arah panah menunjuk tegak lurus
pada sampel. Tinggi sampel yang tercelup tidak boleh melebihi batas
tinggi maksimal pada strip.
4. Tahan sampai muncul warna kemerahan pada test (± 30 detik).
5. Letakkan strip pada permukaan datar, bersih dan tidak menyerap.
6. Baca hasil dalam waktu 4 menit setelah menambahkan sampel.
G. Interpretasi Hasil
 Negatif: Tidak ada atau hampir tidak ada perubahan warna pada reactive
pad apabila dibandingkan dengan background. Hasil negatif
mengindikasikan kadar alkohol dalam urine lebih rendah dari 0.04%
 Positif: Reactive pad berubah warna (Biru). Hasil positif mengindikasikan
kadar alkohol dalam urine sejumlah atau lebih tinggi dari 0,04%.
 Invalid: Test dinyatakan gagal hanya apabila sudut reactive pad berubah
menjadi warna, dapat disebabkan volume sampel yang salah, prosedur
kerja yang keliru, tes yang sudah kadaluarsa. Tes perlu diulang.
H. Pembahasan
Tes urine alkohol merupakan salah satu cara yang paling mudah dan
paling murah untuk mengetahui seseorang mengkonsumsi alkohol atau tidak.
Dalam proses pengujian keberadaan kadar alkohol didalam urine seseorang
tidak bisa diketahui secara langsung, tetapi membutuhkan waktu minimal 2
jam untuk bisa mendeteksi adanya alkohol. Pengukuran alkohol selama ini
telah dilakukan dengan menggunakan alat pendeteksi alkohol melalui bau
mulut manusia yang mudah dibawa dan dioperasikan. alkohol yang
dikonsumsi beberapa menit akan masuk kedalam darah maupun akan terurai
bersama urine.
Konsumsi Alkohol dapat memicu berbagai gangguan penyakit, seperti
memicu terjadinya penyakit utamanya TBC, mulut, nasofaring, kanker faring
dan orofaring lainnya, kanker esofagus, kanker usus besar dan rektum, kanker
hati, kanker payudara wanita, diabetes mellitus (Rasyid, 2021)

20
I. Kesimpulan
Pada sampel No. 5 yang diperiksa tidak mengandung alkohol dengan hasil
negatif atau tidak ada perubahan warna pada reactive pad.
J. Daftar Pustaka
Haryowati, A. D., Sutanto, H., dan Arifin, Z. (2010). Rancang bangun deteksi
alkohol pada urine dengan sensor TGS 2620 berbasis mikrokontroler
AT89S51. Berkala Fisika, 12(3), 97-100.
Rasyid, N. Q., Muawanah, M., dan Suardi, S. (2021). Metode Sederhana
Untuk Mendeteksi Keracunan Alkohol Dalam Saliva. Jurnal Media
Analis Kesehatan, 12(2), 86-93.

K. Lampiran

21
LAPORAN RESMI
UJI NARKOBA

Sampel : Urine laboratorium


No sampel : Sampel Lab No. 5
A. Tujuan :
Sebagai pemeriksaan skrining untuk deteksi narkoba dalam urine secara
kualitatif.
B. Prinsip :
Prinsip pengujian ini adalah immunoassay aliran lateral kromatografi satu
langkah, strip tes meliputi 1) konjugat pad berwarna burgundy yang
mengandung mouse anti-amphetamine antibody berpasangan dengan
colloidal gold dan 2) membran nitroselulosa yang mengandung garis test
(T) dan control (C). Garis uji dilapisi dengan amfetamin-BSA, dan pada
garis kontrol dilapisi dengan goat anti rabbit IgG antibodi.
C. Alat dan Bahan :
Sampel urine, strip test, kit insert
D. Prosedur Kerja :
1. Letakkan sampel dan strip test pada suhu ruang
2. Buka kantong foil pada ujungnya dan keluarkan perangkat tes
3. Celupkan strip test ke dalam sampel selama kurang lebih 10 detik.
Celupkan strip test sampai batas tanda maksimal
4. Keluarkan strip test dari sampel, letakkan pada permukaan datar dan
kering
5. Baca hasil tes antara 4 hingga 7 menit setelah dilakukan pencelupan
E. Interprestasi Hasil :
(+) jika terbentuk garis pada garis control
(-) jika terbentuk garis pada garis control dan garis test
Invalid jika pada garis control tidak muncul dalam waktu 5 menit setelah
pencelupan

22
F. Hasil : (-) Negatif/pada sampel terbentuk garis pada control line dan test
line.

G. Kesimpulan : Pada sampel No. 5 yang diperiksa tidak mengandung


amphetamine dengan hasil negatif atau terbentuk garis pada control line
dan test line.
H. Pembahasan :
Uji skrining dilakukan dengan menggunakan strip test. Tes ini
merupakan tes immunoassay dimana penentuan zat tertentu yang terdapat
dalam urine ditentukan secara antigen-antibodi (BNN, 2008 dalam
Rosalinda dan Harningsih, 2021). Hasil pemeriksaan dengan metode strip
test ini masih mungkin merupakan hasil positif ataupun negative palsu.
Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh adanya reaksi silang (cross
reaction). Reaksi silang dapat timbul karena enzim-enzim dalam alat uji
skrining terkadang membentuk ikatan tidak spesifik dengan suatu zat/obat
akibat adanya kemiripan struktur zat/obat tersebut dengan golongan
narkotika atau psikotropika yang akan diuji. Sedangkan nilai negative
palsu dapat disebabkan karena kadar senyawa yang diperiksa lebih rendah
dari tetapan cut-off alat strip test (Rosalinda dan Harningsih, 2021). Strip
test yang digunakan pada pemeriksaan mempunyai nilai cut-off terhadap
amphetamine pada 1000ng/ml. dengan senyawa yang dapat
mengakibatkab cross-reactive adalah d-Amphetamine, l-Amphetamine,
d-,l- Amphetamine dan 3,4-methylenedioxyamphetamine (MDA).
Hasil pengujian ini hanya sebatas uji skrining dengan menggunakan
strip test yang masih memerlukan uji konfirmasi untuk mendapatkan data
yang lebih valid mengenai jenis zat yang sebenarnya terkandung didalam
sampel urine tersebut. Hasil yang didapat dapat dilihat bahwa seluruh
sampel yang diperiksa negative tidak mengandung psikotropika golongan
amphetamine. Pembacaan hasil negative pada sampel apabila terbentuk
garis pada control dan test. Pembacaan hasil positif apabila terbentuk garis
pada kontrol.

23
I. Daftar Pustaka :
Rosalinda dan Harningsih, T. 2021. GAMBARAN UJI KUALITATIF
BENZODIAZEPINE MENGGUNAKAN METODE STRIP
TEST PADA URINE MAHASISWA TINGKAT AKHIR DI
SURAKARTA. Serulingmas Health Journal. Vol. 1, No. 1
Alfa Scientific Designs Inc. ANSWER Amphetamine Urine Test Dip-
Strip. Poway. USA. Kit Insert

J. Lampiran

24
PEMERIKSAAN LOGAM BERAT KUALITATIF
(Pb, Cd, Cu, dan Zn)

Sampel : Terasi, Ikan Asin, dan Darah


No. Sampel : Sampel Lab No. 5
Percobaan : Uji Pb, Uji Cd, Uji Cu, Uji Zn
Prinsip : Uji Kualitatif
Pereaksi = ditizon (difeniltiokarbazon) 0,005 % dalam
Chloroform 5 ml sampel kedalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan 1 mL Na2S 10%, kocok dan amati. Jika terjadi
kekeruhan berarti mengandung logam.
A. Hasil Percobaan
1. Pemeriksaan Pb
Sampel Hasil
Terasi (-) tidak berwarna merah tua
Terasi + Pb (+) berwarna merah tua
Ikan Asin (-) tidak berwarna merah tua
Ikan Asin + Pb (+) berwarna merah tua
Darah (-) tidak berwarna merah tua
Darah + Pb (+) berwarna merah tua

2. Pemeriksaan Cd
Sampel Hasil
Terasi (-) tidak berwarna merah muda
Terasi + Cd (-) tidak berwarna merah muda
Ikan Asin (-) tidak berwarna merah muda
Ikan Asin + Cd (-) tidak berwarna merah muda
Darah (-) tidak berwarna merah muda
Darah + Cd (+) berwarna merah muda
25
3. Pemeriksaan Cu
Sampel Hasil
Terasi (-) tidak terbentuk warna ugu
Terasi + Cu (+) terbentuk warna ungu
Ikan Asin (-) tidak terbentuk warna ugu
Ikan Asin + Cu (+) terbentuk warna ungu
Darah (-) tidak terbentuk warna ugu
Darah + Cu (+) terbentuk warna ungu

4. Pemeriksaan Zn
Sampel Hasil
Terasi (-) tidak terjadi warna merah muda
Terasi + Zn (+) terjadi warma merah muda
Ikan Asin (-) tidak terjadi warna merah muda
Ikan Asin + Zn (+) terjadi warma merah muda
Darah (-) tidak terjadi warna merah muda
Darah + Zn (+) terjadi warma merah muda

B. Pembahasan
Logam digunakan untuk membuat alat perlengkapan rumah tangga
seperti: sendok, garpu, pisau dan berbagai alat rumah tangga lainnya. Fungsi
beberapa logam diantaranya yaitu: kromium (Cr) pewarna cemerlang pada
perkakas dari logam, kobalt (Co) sebagai bahan magnet yang kuat pada
mikrofon, tembaga (Cu) sebagai kawat listrik, nikel (Ni) sebagai bahan baja
tahan karat atau stainless steel, timbal (Pb) sebagai bahan baterai pada mobil,

26
Seng (Zn) sebagai bahan pelapis kaleng, dan merkuri (Hg) sebagai bahan
pelarut emas (Widowati dalam Saputro et al, 2012).
Logam berat yang dipilih untuk diidentifikasi adalah timbal (Pb),
kadmium (Cd), tembaga (Cu), dan seng (Zn). Keempat jenis logam ini dipilih
kerena wilayah sungai Pabelan yang berada di daerah perkotaan yang
memiliki kepadatan penduduk dengan berbagai aktivitasnya yang
mengindikasikan terjadinya pencemaran di sungai Pabelan. Keempat jenis
logam tersebut juga memiliki tingkat toksisitas yang tinggi sehingga
berpengaruh terhadap kesehatan penduduk disekitar sungai Pabelan. Kadar
standar baku mutu logam berat dalam ppm (part per million) pada ikan adalah
(Cd) 0,01 ppm, (Cr) 0,05 ppm, (Cu) 0,02 ppm, (Pb) 0,1 ppm, (Hg) 0,01 ppm,
dan (Zn) 0,1 ppm (Widowati, dkk., 2008). Kandungan logam berat pada ikan
Sapu-sapu (Hypostomus plecostomus) dapat dilketahui dengan cara analisa
kualitatif logam berat secara ekstraksi menggunakan larutan ditizon. Ekstraksi
logam berat menggunakan ditizon dapat mengidentifikasi logam dalam
konsentrasi antara 1-0,1 ppm” (Sembiring dalam Saputro et al, 2012).
Departemen Kesehatan New York (dalam Arifiana et al, 2018)
menyatakan bahwa timbal berbahaya bagi orang dewasa, anak-anak dan bayi
karena dapat mempengaruhi perkembangan otak dan sistem saraf.Widowati
pada tahun 2008, menyatakan bahwa metoksisitas timbal digolongkan
berdasarkan organ yang dipengaruhinya, misalnya pada system
kardiovaskular, akumulasi Pb menyebabkan peningkatan premeabilitas
pembuluh darah. Disisi lain, konsumsi Cd dalam kadar rendah dalam waktu
yang lama dapat menyebabkan penumpukan logam di ginjal dengan
kemungkinan kerusakan. Paparan tingkat rendah Cd juga dapat menyebabkan
tulang menjadi rapuh dan mudah patah (Bocca dalam Arifiana et al, 2018).
C. Daftar Pustaka
Arifiana, D dan Fernanda, HF. 2018. ANALISIS KUALITATIF DAN
KUANTITATIF CEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN
KADMIUM (Cd) PADA PRODUK KOSMETIK PENSIL ALIS
MENGGUNAKANSPEKTROFOTOMETER SERAPAN
ATOM(SSA). Journal of Research and Technology, Vol. 4 No. 1.

27
Saputro, A., Hariyatmi., Setyaningsih, E. 2012. IDENTIFIKASI
KUALITATIF KANDUNGAN LOGAM BERAT (Pb, Cd, Cu, dan
Zn) PADA IKAN SAPU-SAPU (Hypostomus plecostomus) DI
SUNGAI PABELAN KARTASURA TAHUN 2012. Seminar
Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP UNS.

D. Lampiran

Cd

Pb

Cu

Zn

28
PEMERIKSAAN LOGAM BERAT AAS

Sampel : Darah
Percobaan : Uji Logam berat AAS
I. TUJUAN :
Untuk mengetahui kandungan timbal pada sampel darah manusia.

II. PRINSIP KERJA :


Prinsip kerja AAS ini didasarkan pada proses pemecahan molekul
menjadi atom menggunakan api atau listrik. Atom-atom dalam keadaan
dasar ini dapat menyerap cahaya yang dipancarkan oleh sumber cahaya.
Pada tahap ini dan atom-atom tersebut akan tereksitasi. Cahaya yang tidak
ikut terserap oleh atom ditransmisikan dan dipancarkan oleh detektor dan
kemudian berubah menjadi sinyal yang terukur. Panjang gelombang
cahaya tergantung pada susunan elektron atom. Intensitas tergantung pada
jumlah atom dalam keadaan dasar (ground state). Oleh karena itu analisis
kuantitatif dan kualitatif dapat menggunakan intrumentasi AAS.

III. ALAT DAN BAHAN :


Alat : Mikropipet, labu ukur, beaker glass, cawan porselen,
seperangkat alat destruksi, timbangan digital dan neraca analitik, desikator
vacum, tanur dan furnace, penangas listrik, hot plate, stirrer, lemari asam,
pot salep, botol semprot, batang pengaduk dan penjepit tabung dan Atomic
Absorption Spectrophotometer (AAS).
Bahan : Bahan-bahan yang digunakan antara lain sampel darah,
aquadest, aseton, HNO3, HCI, HClO4(p) kertas saring larutan induk Pb
1000 mg/L dan larutan standar Pb.

IV. CARA KERJA :


1. Pengambilan darah vena
29
2. Pembuatan larutan standar Pb 100 ppm
Diambil 10 mL larutan standar induk Pb 1000 ppm kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL lalu diencerkan dengan
aquades menjadi 100 mL sampai tanda batas.
3. Pembuatan larutan standar Pb 10 ppm (Standard Methods 22nd
edition)
Diambil 10 mL larutan standar induk Pb 100 ppm kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL lalu diencerkan dengan
aquades menjadi 100 mL sampai tanda batas.
4. Preparasi sampel darah
Sampel darah operator SPBU diambil menggunakan jarum suntik.
Sampel darah yang didapatkan kemudian dimasukkan dalam masing-
masing tabung darah yang sudah berisikan Ethylene Diamine Tetra
Acetic (EDTA) sebagai antikoagulan sampel agar tidak terjadi
penggumpalan darah, selanjutnya diberi label sesuai dengan nama,
lamanya bekerja dan. Setelah dilakukan proses pengambilan sampel
selanjutnya sampel darah tersebut dimasukkan ke dalam coolbox
untuk diawetkan.
5. Destruksi sampel darah
Sampel darah Operator SPBU sebanyak 2 mL dimasukkan ke
dalam cawan porselen. Kemudian dilarutkan dengan penambahan 5
mL larutan dengan HNO3(P). Lalu sampel didestruksi dengan alat
destruksi pada suhu 950C selama 3 menit sehingga larutan berubah
menjadi kuning jernih. Selanjutnya cawan porselen diangkat dan
didinginkan pada suhu kamar selama 1 jam. Setiap larutan sampel
tersebut kemudian diencerkan dengan aquadest menggunakan labu
ukur 50 mL hingga tanda batas.
6. Optimasi pengukuran kadar timbal
Diatur Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) dan
optimalkan, dimana optimasi alat AAS yang dilakukan adalah dengan
cara alat dihidupkan dan dipanaskan selama kurang lebih 5 sampai 10
30
menit. Setelah itu dimasukkan larutan sampel standar ke dalam alat
AAS untuk dianalisis. Kemudian masukkan larutan sampel rambut
dan darah yang siap dianalisis. Diukur absorbansinya dengan panjang
gelombang resonansi yang dapat dipakai pada penentuan timbal 217,0
nm. Masing-masing sampel dilakukan pengulangan 3 kali.
V. HASIL : 5, 83 ppm
KESIMPULAN : Pada sampel Darah yang diperiksa mengandung logam
berat
VI. PEMBAHASAN :
Timbal yang merupakan salah satu unsur logam berat yang terdapat
dalam bahan bakar minyak yaitu bensin yang dapat mencemari udara.
Timbal umumnya dikenal sebagai timah hitam dan biasa digunakan
sebagai campuran bahan bakar bensin. Timbal dapat masuk ke dalam
tubuh manusia melalui saluran pencernaan (digesti) atau melalui saluran
pernafasan (inhalasi). Proses masuknya ion logam Pb ke dalam tubuh
dapat melalui berbagai cara dan akan terakumulasi dalam organ–organ
tubuh. Meskipun tubuh manusia dapat mengekskresi timbal, namun hal itu
tidak sebanding dengan absorbsinya sehingga dapat menimbulkan efek
negatif baik akut maupun kronis. Ion logam Pb yang ada di dalam darah
diikat oleh eritrosit yang dikirim ke jaringan lunak (sumsum tulang, sistem
saraf, ginjal, hati) dan ke jaringan keras (tulang, kuku, rambut, gigi)
(Wiratama et al, 2018).
Faktor–faktor yang dapat mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap
logam berat, khususnya Pb adalah nutrisi, kehamilan dan umur.
Kekurangan gizi akan meningkatkan kadar Pb yang bebas dalam darah.
Kadar Ca dan Fe yang tinggi dalam makanan akan menurunkan
penyerapan Pb dan sebaliknya bila kekurangan Ca dan Fe, penyerapan Pb
akan meningkat. Dinyatakan juga bahwa defisiensi Fe dan Pb akan
mengakibatkan gangguan ekskresi Pb dari tulang sehingga meningkatkan
kadarnya pada jaringan lunak dan menyebabkan hemotoksisitas (Wiratama
et al, 2018).
31
VII. Daftar Pustaka :
Wiaratama, S., Sitorus, S., Kartika, R. 2018. STUDI BIOAKUMULASI
ION LOGAM PB DALAM RAMBUT DAN DARAH
OPERATOR STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR
UMUM, JALAN SENTOSA, SAMARINDA. Jurnal Atomik, 03
(1) hal 1-8.

VIII. Lampiran

32
Pemeriksaan Enzim Cholinesterase

Sampel : Serum Laboratorium


Percobaan : Pemgukuran kadar enzim cholinesterase pada sampel serum

A. Tujuan : Mengetahui cara pemeriksaan enzim Cholinesterase dan


mengetahui aktivitas enzim Cholinesterase dalam serum yang diperiksa .
B. Prinsip Reaksi :
Butyrylthiocholine + H2O cholinesterase Thiocholine + butyrate
2 thiocholine + 2 [Fe(CN)6]3- + H2O Choline + 2 [Fe(CN) 6]4- +
H2O
C. Dasar Teori :
Asetylcholinesterase (ChE) adalah enzim yang berfungsi menghidrolisis
acetylcholine.Active site dari cholinesterase terdiri dari 2 sub, yaitu esteratic
site dan aniotik site. Cholinesterase atau disebut enzim asetylcholinesterase
adalah suatu enzim yang terdapat didalam membran sel terminal syaraf
kolinergik juga pada membran lainnya, seperti dalam plasma darah, sel
plasenta yang berfungsi sebagai katalis untuk menghidrolisis acetylcholine
menjadi choline dan acetat. Acetylcholine adalah suatu agen yang terdapat
dalam fraksi ujung syaraf dari sistem syaraf yang akan menghambat
penyebaran impuls dari neuron ke post ganglionik.
Cholinesterase disintesis didalam hati atau liver, terdapat dalam sinaps,
plasma darah dan sel darah merah. Sekurang- kurangnya ada 3 jenis
cholinesterase utama, yaitu enzim cholinesterase yang terdapat dalam sinaps,
cholinesterase dalam plasma, dan cholinesterase dalam sel darah merah.
Cholinesterse sel darah merah merupakan enzim yang ditemukan dalam sistem
syaraf, sedangkan cholinesterase plasma diproduksi didalam hati.
Cholinesterase dalam darah umumnya digunakan sebagai parameter keracunan
pestisida, karena cara ini lebih mudah dibandingkan pengukuran
cholinesterase dalam sinaps.
D. Alat dan Bahan :
33
1. Kuvet R1 = Pyrophospate 95 mmol/L
2. Clinipet 20 µl, 250 µl, 1000 µl Potasium hexacyanoferrate 2,5 mmol/L
3. Tip putih, tip kuning dan tip biru R2 = Butyrylthiochdine 7,5 mmol/L
4. Spektrofotometer
5. Tissue

E. Cara Kerja :
Masukkan kedalam tabung reaksi
Blanko Pemeriksaan

Aquadest 20 µl -

Serum - 20 µl

R1 1000 µl 1000 µl

Dicampur, diinkubasi 3 menit, kemudian ditambah


R2 250 µl 250 µl

Dicampur, dibaca absorbans setelah 2 menit, pembiasan pada menit ke 1, 2,


dan 3, pada panjang gelombang 405 nm.
F. Nilai Normal :
Laki – laki = 4620 – 11500 u/l
Perempuan = 3990 – 10800 u/l
G. HASIL : 4315.50 u/l
H. KESIMPULAN : Pada sampel laboratorium yang diperiksa enzim
kolinesterase didapatkan hasil 4315 u/l atau dapat dikatakan normal karena
masuk dalam satuan harga normal probandus perempuan.
I. PEMBAHASAN :
Penentuan aktivitas kolinesterase didasarkan pada banyak prinsip. Secara
umum, enzim diinkubasi dalam campuran buffer dan reaksi enzimatik dimulai
dengan menambahkan substrat. Bagian yang berbeda dari campuran reaksi
ditentukan (terus menerus atau tidak kontinu), yaitu substrat yang tidak
dihidrolisis atau produk reaksi, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kondisi harus dipilih dengan sangat hati-hati karena faktor yang berbeda yang
34
mempengaruhi aktivitas. Menurut prosedur dan instrumentasi laboratorium,
metode penentuan cholinesterase yang paling umum antara lain:
Elektrofotometri, titrasi, manometrik, deteksi kolorimetri substrat yang tidak
terhidrolisis, pengukuran dengan perubahan pH menggunakan indikator,
spektrofotometri, fluorimetri, radiometrik, kalorimetri, polarografi, enzimatik
dan lainnya misalnya spektroskopi inframerah dekat (near infra red). Metode
ini juga cocok untuk deteksi inhibitor kolinesterase menggunakan biosensor
atau uji imunokimia (Rahayu dan Solihat, 2018).
Penurunan kadar kolinesterase plasma (kurang dari 50%) adalah
indicator toksisitas organofosfat yang kurang andal, namun lebih mudah untuk
diuji dan lebih umum dilakukan. Depresi lebih dari 90% dapat terjadi pada
keracunan parah, dan biasanya terkait dengan kematian (Rahayu dan Solihat,
2018). Namun dalam keadaan yang sangat langka, sampel pasien dengan
kondisi gammopathy akan memberikan hasil false positive/negative.

J. DAFTAR PUSTAKA
Rahayu, M dan Solihat, MF. 2018. Bahan Ajar TLM: Toksikologi Klinik.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
DiaSys Diagnostic System GmbH. Cholinesterase Fluid Stable. Holzheim
Germany. Kit Insert

K. Lampiran

35
Pengukuran Kadar COHb

Sampel : Darah Laboratorium


No. sampel : Sampel Lab No.5
Percobaan : Pengukuran kadar COHb dilakukan dengan metode sel difusi
Conway

A. TUJUAN
Untuk mengetahui kadar karboksihemoglobin (COHb) pada sampel darah
manusia.
B. PRINSIP
C. ALAT DAN BAHAN
Alat : Spuit, tourniquet, tabung vacutainer K2EDTA, holder, kapas alcohol,
pipet ukur (5ml), pipet ukur (1ml), pushball, labu takar, mikropipet (10-
1000µl), blue tip, yellow tip, cawan Conway, kuvet, spektrofotometer UV-
Vis.
Bahan : bahan-bahan yang digunakan anatara lain sampel darah, KI 5%, PdCl 2
0,005 N, H2SO4 5N, aquadesh.
D. CARA KERJA
1. Pengambilan darah vena
2. Penentuan Panjang gelombang maksimum
a. Dimasukkan 10 ml aquades dalam labu takar 25 ml
b. Ditambahkan 1 ml larutan KI 5%
c. Ditambahkan 1,00 ml reagenPdCl20,005 N
d. Ditambahkan aquades sampai tanda kalibrasi
e. Dibaca absorbansi
3. Penentuan Operating Time
a. Dimasukkan 10 ml aquades dalam labu takar 25 ml
b. Ditambahkan 0,25 ml darah
c. Ditambahkan 1 ml larutan KI 5%
d. Ditambahkan 1,00 ml reagenPdCl20,005 N
36
e. Ditambahkan aquades sampai tanda kalibrasi
f. Dibaca absorbansi larutan pada 0 sampai 120 menit pada λ maksimal
4. Pembuatan Kurva Baku
a. Disiapkan 6 buah labu ukur 25 ml, Masing-masing labu ukur diisi
aquadest 10 ml dan 1 ml KI 5%
b. Ditambahkan ke dalam labu ukur 1 - 6 masing-masing larutan
PdCl20,005 N sebagai berikut :
1 = 0,00ml
2 = 0,50 ml
3 = 1,00 ml
4 = 1,50 ml
5 = 2,00 ml
6 = 2,50 ml
c. Ditambahkan aquadest sampai tanda batas kalibrasi, homogenkan
d. Dibaca absorbansi larutan pada panjang gelombang maksimal.
5. Prosedur Pemeriksaan COHb
a. Dibersihkan bagian ceruk conway menggunakan cairan pembersih,
kemudian dibersihkan dengan aquades
b. Ceruk cawan conway diisi sebagai berikut:
A = 1,0 ml larutan PdCl2
B = 0, 2 ml H2SO45N
C = 1,5 ml aquades
c. Ditambahkan 0,25 ml darah pada bagian A yang berisi aquades
d. Cawan conway ditutup dan dibiarkan selama operating time
e. Setelah operating time terpenuhi, dipipet 0,25larutanPdCl2, ujung
pipet harus menyentuh dasar agar lapisan tipis logam Pd tidak terhisap
f. Setelah operating time terpenuhi, dipipet 0,25 larutan PdCl2, ujung
pipet harus menyentuh dasar agar lapisan tipis logam Pd tidak terhisap
g. Dituang isi pipet ke dalam labu ukur 25 ml yang sebelumnya telah
diisi 10 ml aquades dan 1 ml KI 5%
h. Ditambahkan aquades sampai tanda, kemudian homogenkan
37
i. Diukur absorbansi larutan menggunakan spektrofotometer UV-Vis
pada λ maksimal
j. Digunakan aquades sebagai blangko absorben (absorben = 0)
E. HARGA NORMAL : < 3,5%

F. HASIL : 0,3975%

G. KESIMPULAN : Sampel darah yang diperiksa terdapat kadar COHb dengan

kadar 0,3975% atau dapat dikatakan normal karena kurang dari 3,5%.

H. PEMBAHASAN :

Karbon monoksida adalah senyawa yang tidak berwarna dan berpontensi


untuk menyebabkan keracunan. Baku mutu CO untuk kegiatan lalu lintas
kendaraan bermotor dimana adalah 3.000 μg/Nm3. Gas CO merupakan hasil
pembakaran tidak sempurna dari kendaraan bermotor, alat pemanas dan
peralatan yang menggunakan bahan api. Senyawa CO mempunyai potensi
bersifat beracun yang berbahaya terhadap manusia, karena mampu
membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu hemoglobin
(Dharmawan dan Susanti, 2012).
CO masuk ke dalam tubuh manusia melalui proses inhalasi. Selanjutnya
CO akan masuk ke dalam alveoli dan menyebar ke dalam peredaran darah.
Gas CO bergerak dari alveoli yang memiliki tekanan lebih tinggi ke dalam
pembuluh darah yang memiliki tekanan lebih rendah daripada alveoli (Isnaini
dalam Susilowati et al, 2021). CO lebih mudah mengikat hemoglobin daripada
oksigen dengan nilai tingkat afinitas sebesar 245 kali. Hal tersebut
menyebabkan terhambatnya pengikatan hemoglobin dengan oksigen. CO yang
telah mengikat hemoglobin akan membentuk karboksihemoglobin (HbCO)
(WHO dalam Susilowati et al, 2021).
I. DAFTAR PUSTAKA

Dharmawan, W dan Susanti, D,. 2012. Pengukuran Sensitivitas Sensor Gas


CO dari Material WO3 Hasil Proses Sol Gel dan Kalsinasi
Terhadap Variasi Konsentrasi dan Temperatur Operasi. Jurnal
Teknik Pomit, Vol 1, No 1, 1-5.
38
Susilowati, IT., Widihastuti, LA., Juniawati, ER. 2021. ANALISA KADAR
KARBOKSIHEMOGLOBIN (HbCO) PADA DRIVER OJEK
ONLINE (GO-JEK) DAN PETUGAS SUKARELAWAN
PENGATUR LALULINTAS DI SURAKARTA. Jurnal Kesehatan
Kusuma Husada. Hlm. 82-88.

J. Lampiran

39

Anda mungkin juga menyukai