Anda di halaman 1dari 9

PENUNTUN PRAKTIKUM

BIOKIMIA KLINIS
PROGRAM STUDI S1

Tim Dosen
Praktikum Biokimia
(URINALISIS)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2020

1
PRAKTIKUM VI
URINALISIS

DASAR TEORI
Komponen urin terdiri dari sebagian besar air dan produk akhir dari deaminasi asam
amino dalam bentuk urea, metabolisme purin dalam bentuk asam urat, penguraian otot dalam
bentuk kreatinin, sintesis heme forfirin, katabolisme hormon, obat dan bahan kimia.
Konsentrasi zat-zat tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti makanan, aktivitas fisik,
metabolisme tubuh, fungsi endrokrin, dan lain sebagainya.
Urin terbentuk sebagai hasil dari 3 tahapan proses yaitu filtrasi di glomerulus serta
reabsorbsi dan sekresi di tubulus ginjal. Analisis urin dilakukan untuk mengetahui gambaran
fungsi ginjal atau metabolisme terkait. Diperlukan prosedur yang benar mulai dari
pengumpulan spesimen, penyimpanan dan pengujian sampel serta pelaporan hasil agar hasil
analisis dapat menggambarkan fungsi/metabolisme sistem urinaria.
Spesimen urin ada beberapa macam yaitu urin sewaktu, urin 24 jam, urin postprandial,
urin pagi, dll. Urin 24 jam biasanya digunakan untuk mendapat gambaran metabolisme suatu
zat tertentu selama 24 jam; urin postprandial adalah urin yang diambil 2-3 jam setelah makan
untuk melihat pola metabolisme glukosa; urin pagi bersifat lebih pekat sehingga lebih sensitif
untuk pemeriksaan zat-zat yang kadarnya rendah seperti hormon hCG untuk deteksi kehamilan.
Urin ditampung pada wadah bermulut lebar yang kering. Cara menampung yang benar
dilakukan untuk meminimalisasi kontaminasi dari organ pengeluarannya adalah sebagai
berikut: bilas alat kelamin bagian luar dengan air bersih; urin yang keluar pertama kali dibuang,
urin yang keluar berikutnya ditampung secukupnya, dan urin sisanya dibuang (mid-stream
urine); Wadah penampung yang digunakan harus diberi identitas yang adekuat yaitu nama,
jenis kelamin, tanggal lahir, nomor laboratorium serta waktu pengambilan spesimen agar tidak
tertukar.
Bila pemeriksaan tidak segera dilakukan maka urin dapat disimpan selama 24 jam pada
suhu 4oC. Lebih dari 24 jam maka urin harus diberi pengawet. Pengawet bertujuan untuk
menghambat penguraian urea oleh bakteri yang dapat menyebabkan terbentuknya ammoniak
dan meningkatkan pH urin. Perubahan komposisi urin dapat terjadi akibat pengendapan pada
pH yang tidak sesuai.

2
Pengawetan urin dapat dilakukan dengan cara:
1. Disimpan pada suhu 4 0C.
2. Formalin 40%: 1 tetes formalin 40% untuk 10 ml urin, atau 10 ml formalin 40% untuk urin
24 jam.
3. Tablet formalin: 1 tablet untuk 60 ml urin.
4. HCl pekat: 10 mL HCl pekat untuk urin 24 jam
5. Thimol L: satu kristal ukuran 5 mm untuk 100 mL urin
6. Na2CO3: 5 – 10 gram untuk urin 24 jam
7. Klorheksidin glokonat 2 g/L: 5 mL untuk urin 24 jam.
8. 1 atau 2 tetes toluene.
Pemeriksaan urin terdiri dari pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan
makroskopik meliputi pemeriksaan sifat fisik (volume, berat jenis, bau, warna, kejernihan dan
pH) dan pemeriksaan kimia urin (glukosa, benda keton, zat warna urin dan protein),
pemeriksaan kadar kreatinin dan ureum, dll.
Urin normal berwarna kuning karena merupakan campuran pigmen – pigmen seperti
uroetrin, urokron dan porfirin. Warna bervariasi dari berat jenis, pengaruh adanya metabolit,
makanan, obat – obatan dan pigmen.
pH normal urin: 5,0 – 8,0 (rata-rata 5,5 – 6,5). pH urin yang terlalu asam dapat disebabkan
oleh kelaparan, diet tinggi protein, metabolisme lemak, obat-obatan untuk mencegah batu
CaPO4, asidosis dan adanya bakteri yang memproduksi asam. pH urin yang terlalu basa
disebabkan oleh diet buah-buahan, alkalosis, obat-obatan yang digunakan untuk mencegah
pembentukan asam urat dan oksalat, ammonia, dan bakteri.
Berat jenis urin normal berkisar antara 1,016 – 1,022. Berat jenis dapat meningkat bila
urin mengandung lebih banyak zat-zat terlarut didalamnya. Urin penderita diabetes misalnya,
mempunyai berat jenis yang lebih besar dibanding orang sehat.
Urin terbentuk setelah plasma darah mengalami ultrafiltrasi, reabsorbsi dan sekresi di
ginjal. Faal ginjal normal mampu membuat urin menjadi bebas dari protein, glukosa dan
partikel atau zat terlarut lain. Bila zat-zat ini ditemukan dalam jumlah yang berlebih dari batas
normal maka kemungkinan faal ginjal tidak berfungsi dengan baik.

3
Pemeriksaan mikroskopik mengidentifikasi adanya sedimen urin yang dapat dapat dibagi
menjadi 2 jenis yaitu unsur organik dan anorganik.
A. Unsur organik
1. sel epitel 6. benang lendir
2. leukosit 7. spermatozoa
3. eritrosit 8. silindroid
4. silinder 9. potongan jaringan
5. oval fat bodies 10. bakteri, yeast

B. Unsur anorganik
- bahan amorf: urat (dalam urin asam), fosfat dalam urin basa)
- Kristal-kristal:
1. dalam urin asam: asam urat , Na urat, Ca oksalat
2. dalam urin alkali: amm. magnesium fosfat (triple fosfat), Ca karbonat, ammonium
biurat

Kristal-kristal kebanyakan tidak terlalu memberikan arti klinis penting kecuali: kristal
cystine, asam urat, leucine dan tirosin.

Tripel fosfat Ca oksalat Ca Karbonat Urat amorf

Bilirubin Beberapa Ca oksalat Ammoniu Tirosin


kristal obat monohidrat m biurat

4
PERSIAPAN
Spesimen urin normal diperoleh dari mahasiswa peserta praktikum, untuk itu sebelum
praktikum dimulai mahasiswa membawa urin dalam wadah penampung dengan identitas
lengkap (nama, tanggal pengambilan spesimen urin, jenis kelamin).

PROSEDUR KERJA :
A. PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK
A. 1. SIFAT FISIK (WARNA, KEJERNIHAN, VOLUME, BAU, BERAT JENIS, PH)
a. Volume dan bau urin
Buka tutup wadah penampung dan amati bau urin yang tercium segera setelah
tutup penampung urin dibuka. Catat hasilnya: tidak berbau, bau ammonia, bau
buah-buahan, dsb. Bila pemeriksaan volume diperlukan, pindahkanlah isi urin ke
dalam gelas ukur dan catatlah volumenya.
b. Warna dan kejernihan.
Tuang urin secukupnya pada tabung reaksi bersih dan kering. Amati warna urin
dengan menggunakan latar belakang terang. Catat warnanya dan kejernihannya.
Bila ada kekeruhan laporkan kekeruhan dalam bentuk positif 1,2,3.
c. pH
Gunakan dipstick yang tersedia. Ikuti prosedur yang tertera pada lampiran
keterangan dipstick dan analisa hasilnya.
d. Berat jenis
Gunakan dipstick yang tersedia. Ikuti prosedur yang tertera pada lampiran
keterangan dipstick dan analisa hasilnya.

A. 2. SIFAT KIMIA (ZAT PEREDUKSI, PROTEIN, BENDA KETON, ZAT


WARNA URIN)
a. Zat pereduksi
Pemeriksaan yang bisa dilakukan terhadap adanya zat pereduksi adalah glukosa.
Pemeriksaan darah dalam urin dapat digunakan pereaksi: Benedict, Fehling dan
Tromer. Prinsip reaksi ini adalah terjadi reduksi larutan kupri dalam suasana basa
oleh glukosa menjadi endapan merah bata kupro oksida (Cu2O) dan Glukosa yang
teroksidasi. Namun pada praktikum ini hanya dilakukan uji dengan reaksi
Benedict.

5
Syarat pemeriksaan zat pereduksi:
Urin harus jernih bila perlu harus disaring, bila urin tersebut mengandung protein
maka protein urin tersebut harus dihilangkan dengan penambahan asam trikloro
asetat (TCA) 20% sebanyak 1/10 volume, kemudian disaring.
Pereaksi benedict:
17,3 g CuSO4. 5H2O / 100 mL

173 g Na. Sitrat dan 100 g Na2CO3 anhidrat dilarutkan dalam 700 mL,
dipanaskan, campur kedua larutan tersebut dan diadkan sampai 1 liter.
Cara:
5 tetes urin + 5 mL pereaksi benedict, kemudian dipanaskan, amati endapan yang
terbentuk.
Pelaporan
1 + --- Warna endapan hijau kekuningan, kadar glukosa < 0,25%
2 + --- Warna endapan kuning, kadar glukosa kurang lebih 0,25%.
3 + --- Warna endapan jingga, kadar glukosa kurang lebih 2%.
4 + --- Warna endapan merah, kadar glukosa kurang lebih 3%.

b. Benda Keton
Reaksi yang digunakan pada praktikum ini yaitu reaksi Rothera yang kurang
sensitif terhadap asam β-OH butirat. Reaksi rothera sensitif terhadap aseton.
Reaksi Rothera
Pereaksi rothera: 200 g (NH4)2SO4 + 5 g natrium nitroprusit, campur baik – baik
dalam mortir. Buat r.p (recenter paratus: selalu dibuat baru).
Cara: 5 mL urin + satu sendok kecil pereaksi rothera + NH4OH pekat. Bila terjadi
warna ungu berarti dalam urine mengandung aseton atau asam diasetat. Gunakan
urin yang segar, karena jika tidak, asam diasetat sudah berubah menjadi aseton.
c. Protein
Metode Uji terhadap adanya protein yang digunakan disini hanya dapat mendeteksi
protein yang umum saja. Protein seperti Bence Jones tidak dapat dideteksi dengan
cara biasa ini. Dua metode umum adalah metode pemanasan asam asetat dan
dengan asam sulfosalisilat.

6
Reaksi pemanasan:
Lima mL urin dipanaskan. Bila terjadi kekeruhan, kekeruhan ini dapat disebabkan
adanya protein, CaCO3, Ca3(PO4)2, bila kekeruhan ini ditambah beberapa tetes asam

cuka 5% menjadi jernih, maka kekeruhan ini disebabkan oleh CaCO3 atau

Ca3(PO4)2. Jika ditambah asam cuka 5% tetap keruh, maka protein positif.

Reaksi Asam Sufosalisilat 20%


Lima mL urin + 5 tetes asam sufosalisilat 20%. Jika protein positif, maka terjadi
kekeruhan atau endapan.
Penilaian Hasil :
1 + --- keruh sedikit (keloid)
2 + --- keruh dengan butir - butir
3 + --- keruh dengan berkeping - keping
4 + --- keruh dengan bergumpal

d. Zat Warna Urin (urobilinogen)


Pemeriksaan urobilinogen dengan reaksi Wallace Diamond (Erlich).
Syarat: Urin harus segar, bila tidak segar maka urobilinogen akan dioksidasi menjadi
urobilin. ereaksi Wallace Diamond:
- 2 g para diamentil amino benzaldehid.
- 20 mL HCl pekat
- 60 mL aquades - simpan dalam botol coklat.
Cara:
a. 1 mL urin + 9 mL aquades + 1 mL pereaksi Wallace Diamond, bila merah
berarti positif.
b. Kemudian diambil 5 mL dari larutan tersebut diatas (a) + 5 aquades + 1 mL
pereaksi, bila merah berarti positif (pengeceran 1/20x).
c. Kemudian diambil 5 mL larutan b + 5 mL aquades + 1 mL pereaksi, bila
merah berarti positif (pengenceran 1/40x).
d. Kemudian diambil 5 mL larutan c + 5 mL aquades + 1 mL pereaksi, bila
merah berarti positif.
Catatan: Bila masih memberikan warna merah, terus dilakukan pengenceran
sampai tidak memberikan warna merah.

7
HASIL LABORATORIUM

No. Kode Sampel : Dokter :


Nama Pasien :
Jenis Kelamin : Tanggal:
Umur :
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Urine
Pemeriksaan Fisik Urin
Warna ..... Kuning
Bau ..... Ammonia
PH ..... 4,8 – 7,4
Kejernihan ..... jernih
Berat Jenis Urin ..... 1,003 – 1,030
Pemeriksaan Kimia Urin
Glukosa ..... -/Negatif
Reduksi (Metode: Benedict) ..... -/Negatif
Protein ..... -/Negatif
Protein (Metode: Pemanasan) ..... -/Negatif
Protein (Metode: Asam Sulfosalisilat) ..... -/Negatif
Benda Keton ..... -/Negatif
Benda Keton (Metode: Rothera) ..... -/Negatif
Zat Warna dalam Urin
Bilirubin ..... -/Negatif
Urobilinogen ..... Normal
Urobilinogen (Metode: Wallace Diamond) ..... Normal
Kristal ..... -/Negatif

Jakarta,
Penanggung jawab,

( )

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Stryer, L., editor, Biokimia 2nd ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;1996
2. Devlin, T.M., Editor, Textbook of Biochemistry with Clinical Correlation.5th ed. New
York : Willey-Liss;2002
3. Kellerman G, editor. Abnormal Laboratory Results.2nd ed. North Ryde NSW : Mc
Graw Hill; 2006
4. Koda-Kimble, M.A et al. Applied Therapeutics : The Clinical Use of Drugs.8th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2004
5. Bollag, D. M., Rozycki, M. D. & Eedelstein, S. J. 1996. Protein Methods, USA, Wiley-
Liss.
6. Miale, J.B., Laboratory Medicine: Hematology, C. V Mosby Co , St. Louis,
1972, p. 494.
7. Van Kampen, E.J., and Zijlstra, W.G., Clin. Chem. Acta 6. 538 (1961).
8. Tiez, N.W., Fundamentals of Clinical Chemistry, W.B. Saunders Co., Philadelphia,
1976, p. 411.
9. Young, O.S., Pestaner, L.C. and Gibberman, V , Clin. Chem., Vol. 21, p. 316 D (1975).
10. Dharma R, Immanuel S, Wirawan R. Penilaian hasil pemeriksaan hematologi rutin.
Cermin Dunia Kedokteran. 1983; 30: 28-31.
11. Gandasoebrata R. Penuntun laboratorium klinik. Jakarta: Dian Rakyat; 2009. hal. 11-
42.
12. Ronald AS, Richard AMcP, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari, editor
: Huriawati Hartanto, Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium, edisi 11. Jakarta:
EGC; 2004.
13. Theml H, Diem H, Haferlach T. Color atlas of hematology; principal microscopic and
clinical diagnosis. 2nd ed. Stuttgart: Thieme; 2004.
14. Vajpayee N, Graham SS, Bem S. Basic examination of blood and bone marrow. In:
Henry’s clinical diagnosis and management by laboratory methods. 21st ed. Editor:
McPherson RA, Pincus MR. China: Saunders Elsevier; 2006. hal. 9-20.

Anda mungkin juga menyukai