Anda di halaman 1dari 24

FILUM PLATYHELMINTHES, NEMATHELMINTES DAN ANNELIDA

JURNAL BELAJAR

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

Keanekaragaman Hewan

Yang dibina oleh ibu Dr. Sri Endah Indriwati, M. Pd.

Oleh:

YANANG SURYA PUTRA HARDYANTO

NIM. 160341606061/OFFERING A 2016

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

SEPTEMBER 2017
JURNAL BELAJAR

KEANEKARAGAMAN HEWAN (KH)

Dosen Pengampu Dr. Hj. Sri Endah Indriwati

Hari, tanggal : Rabu – Kamis /

Nama / NIM : Yanang Surya Putra Hardyanto/ 160341606061

Kelas :A

Prodi : S1 Pendidikan Biologi

Topik : RPS (Rencana Perkuliahan Semester)

I. KONSEP BELAJAR

Filum Platyhelminthes, Filum


Nemathelminthes, Filum Annelida

Anatomi dan
Pengertian Ciri Umum Fisiologi
Morfologi

Klasifikasi Habitat dan Peranan


II. BUKTI BELAJAR
1. FILUM PLATYHELMINTHES
a. Pengertian

Platyhelminthes berasal dari bahasa Yunani yaitu platy + helminthes ; platy =


pipih, helminthes = cacing. Bila dibandingkan dengan Porifera dan Coelenterata,
maka kedudukan phylum Platyhelminthes adalah lebih tinggi setingkat.

Cacing ini kebanyakan bersifat hemafrodit, yaitu memiliki dua kelamin, jantan
dan betina, dalam satu tubuh. Namun demikian mereka tetap melakukan
perkawinan antara 2 individu. Platyhelmintes tidak memiliki sistem pernapasan
dan sistem peredaran darah. Sistem pencernaannya tidak sempurna, karena
mereka belum mempunyai anus (Ferdinan dkk, 2009).

b. Ciri Umum
Paltyhelmintes memiliki karakteristik sebagai berikut :
 Platyhelmintehes merupakan cacing yang mempunyai simetri bilateral,
dan tubuhnya pipih secara dorsoventral.
 Bentuk tubuhnya bervariasi, dari yang berbentuk pipih memanjang, pita,
hingga menyerupai daun.
 Ukuran tubuhnya bervariasi.
 Sebagian besar cacing pipih berwarna putih atau tidak berwarna.
Sementara yang hidup bebas ada yang berwarna coklat, abu-abu, hitam
atau berwarna cerah.
 Ujung anterior berupa kepala.
 Pada bagian ventral terdapat mulut dan lubang genital. Mulut dan lubang
genital tampak jelas pada Tuberllaria, tetapi tidak tampak jelas pada
Trematoda dan Cestoda.
 Ada organ yang menghasilkan sekresi (alat cengkeram dan alat penghisap)
yang bersifat perekat untuk menempel dan melekat, misalnya “oral
sucker” dan :ventral sucker” pada Trematoda (Ibrohim dkk, 2016).
c. Struktur Tubuh
Paltyhelmintes memiliki struktur tubuh sebagai berikut :
 Bentuk tubuh Platyhelminthes pipih memanjang, seperti pita, dan seperti
daun.
 Panjang tubuh bervariasi.
 Tubuh tertutup oleh lapisan epidermis bersilia yang tersusun atas sel-sel
sinsitium, sementara pada Trematoda dan Cestoda parasit tidak memiliki
epidermis bersilia dan tubuhnya tertutup oleh kutikula.
 Kerangka luar dan dalam sama sekali tidak ada sehingga tubuhnya lunak.
 Tidak memiliki rongga tubuh.
 Ruangan didalam tubuh yang ada diantara berbagai organ terisi dengan
mesenkim yang disebut parenkim (Ibrohim dkk, 2016).

(George, 2006)
d. Habitat
Hewan yang tergolong kelas Tubellaria umumnya hidup bebas di alam.
Hewan itu hidup di lingkunga berair. Contohnya Dugesia (Planaria). Dugesia
dapat dijumpai di lingkungan air tawar, yaitu kolam, danau, mata air, dll. Hewan
ini suka berlindung di bawah bebatuan, daunbatang kayu tumbang, atau berbagai
macam subtrat. Hewan ini dalam perairan tidak mudah tampak, kecuali jika
sedang bergerak. Hal ini disebabkan oleh ukuran tubuhnya yang kecil, pipih,
warnanya yang gelap.
Cacing pipih yang tergolongTrematoda kebanyakan bersifat parasit, yang
membutuhkan bebrapa macam inang untuk kelangsungan hidupnya. Cacing
dwasanya hidup pada hewan vertebrata sebagai inang definit, tetapi setiap jenis
cacing mempunyai inang yang khas. Anggota cacing Cestoda kebanyakan hidup
parasit. Cacing dewasa dan lavarnya hidup pada inang yang berbeda, tetapi
semuanya termasuk hewan vertebrata (Ibrohim dkk, 2016).

e. Klasifikasi
Filum Patyhelminthes dibagi menjadi tiga kelas antara lain :
1. Kelas Turbellaria

Ciri khas dari Turbellaria adalah adanya sel kelenjar yang jumlahnya banyak.
Kelenjar tersebut terletak di dalam lapisan epidermis, dan ebagian terletak di
bagian mesenkim. Kelenjar tersebut menghasilkan mukosa yang berfungsi untuk
merekat, untuk menutup subtrat yang akan dilalui, dan untuk melibas mangsa
(Ibrohim, 2016).

Keberadaan: 4000+ spesies di seluruh dunia; hidup di batu dan permukaan


sedimen di air, di tanah basah, dan di bawah batang kayu. Hampir semua
Turbellaria hidup bebas (bukan parasit) dan sebagian besar adalah hewan laut.

Kebanyakan turbellaria berwarna bening, hitam, atau abu-abu. Namun, beberapa


spesies laut, khususnya di turumbu karang, memiliki corak warna lebih cerah.
Panjang mulai kurang dari 1 mm hingga 50 cm. Spesies terbesar bertubuh seperti
kertas (Geoege, 2006).
Selain itu Turbellaria memiliki ciri yang lain yaitu :
 Panjang tubuh 5 – 25 mm.
 Hidup di air tawar jernih.
 Sistem saraf tangga tali.
 Sistem reproduksi :
a. Bersifat hemafrodit
b. Aseksual dengan cara fragmentasi. Bila terpotong, setiap potongan
tubuh menjadi planaria baru.
c. Seksual, yaitu pembuahan silang.
 Daya regenerasi tinggi .
Kelas Turbellaria terdiri dari 5 ordo :
 Ordo 1 Acoela, contoh : Convoluta.
 Ordo 2 Rhabdocoela
Ordo ini dibagi menjadi 4 sub-ordo :
Sub-ordo 1 Notandropora, contoh : Catenula, Rhycoscolex.
Sub-ordo 2 Opisthandropora, contoh : Macrocostomum, Microcostomum.
Sub-ordo 3 Lecithopora, contoh : Anoplodium, Mesostoma.
Sub-ordo 4 Temnocephalida, contoh : Temnochepola, Monodiscus.
 Ordo 3 Alloeocoela, mempunyai 4 sub-ordo :
Sub-ordo 1 Archopola, contohnya : Proporoplana.
Sub-ordo 2 Lecithoepitheliata, contohnya : Prorhynchus.
Sub-ordo 3 Cumulata, contohnya : Hypotrichina.
Sub-ordo 4 Seriata, contohnya : Otoplana, Bothrioplana.
 Ordo 4 Tricladida
Memiliki 3 sub-ordo :
Sub-ordo 1 Maricola, contohnya : Bdelloura, Ectoplana.
Sub-ordo 2 Paludicola, contohnya : Planaria atau Dugesia.
Sub-ordo 3 Tericolla, contohnya : Bipalium, Geoplana.
 Ordo 5 Polikladida
Terdiri atas 2 sub-ordo :
Sub-ordo 1 Acotylea, contohnya : Notoplana, Yungia.
Sub-ordo 2 Cotylea, contohnya : Thysanozoon (Ibrohim, 2016).
2. Kelas Trematoda
Trematoda merupakan hewan yang hidup secara ektoparasit dan endoparasit.
Karakteristik Trematoda sebagai berikut :
a. Tubuhnya berbentuk seperti daun.
b. Dinding tubuh tidak tersusun oleh epidermis dan silia.
c. Tubuhnya tidak bersegmen dan tertutup oleh kutikula.
d. Mempunyai alat pengisap yang berkembang baik.
e. Saluran pencernaan makanannya lengkap, tapa anus.
f. Tediri dari mulut, faring, dan untestin.
g. Organ ekskresi berupa protonefrida.
Tremotoda merupakan kelompok platyhelminthes yang memiliki alat hisap
dan alat kait untuk menempelkan diri pada inangnya. Trematoda merupakan
platyhelminthes yang hidupnya parasit. Tubuh bagian luarnya ditutupi oleh
kutikula yang berfungsi agar tubuhnya tidak tercerna oleh sel tubuh inangya.
Hewan jenis ini tidak memiliki silia pada permukaan luar tubuh. Makanan dari
trematoda merupakan cairan atau jaringan tubuh inangnya. Dinding tubuhnya
memiliki otot dan saraf (Ferdinan dkk, 2009).

Kelas Trematoda terdiri dari 3 ordo :

 Ordo 1 Monogenia
 Ordo 2 Aspidobothria, contoh : Aspidogaster.
 Ordo 3 Digenia, contoh : Fasciola, Schistoma, Bucephalus, Clororchis.
3. Kelas Cestoda
Anggota Cestoda umumnya hidup sebagai endoparasit pada intestin
vertebrata. Tubuhnya tidak memiliki epidermis dan silia, tetapi tertutup oleh
kutikula. Tubuhnya terbagi menjadi beberapa atau banyak segmen yang
disebut proglotid, jarang ada yang tidak bersegmen. Ujung anterior tubuh
dilengkapi dengan alat pelengkapt, yaitu alat pencengkeram dan penghisap,
kecuali pada Cestodaria. Mulut dan saluran pencernaan tidak ada. Sistem
ekresi terdir dari protonefrida yang berakhir pada bola-bola api.
Kelas Cestoda terdiri dari atas 2 sub-kelas dan 7 ordo :
 Sub-kelas 1 Cestodaria
Karakteristik :
a. Endoparasit berada dalam soelom atau intestin vertebrata.
b. Tubuhnya tidak bersegmen.
c. Tidak memiliki skoleks.
d. Organ reproduksi hanya 1 set.
e. Larva memiliki 10 alat pencengkeram.

Sub-kelas Cestoda terdiri dari 2 ordo :

Ordo 1 Amphilinidea, contoh : Amphilina.

Ordo 2 Gyrocotylidea, contoh : Gyrocotyle.


 Sub-kelas 2 Eucestoda
Karakteristik :
a. Tubuhnya sangat panjang dan berbentuk pita.
b. Bersegmen banyak, jarang yang tidak bersegmen.
c. Ujung anterior tubuh muncul sebagai skoleks yang mempunyai
struktur adesiv.
d. Tiap segmen atau proglotid mempunyai lebih dari satu set organ
reproduksi.
e. Larvanya mempunyai 6 “hooks”.
Sub-kelas Cestoda terdiri dari 5 ordo :
Ordo 1 Tetraphyllidea, contoh : Phyllobothrium.
Ordo 2 Diphilidea, contohnya : Echinobothrium.
Ordo 3 Tripanorycha, contohnya : Haplobothrium, Tetrarynchus.
Ordo 4 Pseudophyllidea, contohnya : Bothriocephalus.
Ordo 5 Taenioidea (Cyclophyllidea), contohnya : Taenia (Ibrohim,
2016).
f. Fisiologi
a) Sistem Gerak

Cacing yang hidup bebas bergerak secara aktif, seperti Planaria. Hewan ini
bergerak ke arah tempat yang teduh untuk menghindari terik matahari. Hewan
ini bergerak dengan cara merayap dan meluncur.

1) Gerak merayap : tubuh cacing memanjang sebagai akibat dari


kontraksi otot sirkular dan drosoventral. Kemudian bagian depan
tubuh mencengkeram pada substrat dengan mukosa atau alat perekat
khusus. Dengan mengkontraksikan otot-otot longitudinal, bagian
tubuh belakang tertarik ke arah depan. Gerakan otot-otot obligus
menyebabkan tubuh membelok.
2) Gerak meluncur : terjadi dengan bantuan silia yang ada pada bagian
ventral tubuhnya dan zat lender yang dihasilkan oleh kelenjar lendir
dari bagian tepi tubuh. Zat lendir itu merupakan “ jalur ” yang akan
dilalui. Gerakan silia yang menyentuh jalur lendir menyebabkan
hewan bergerak. Selama berjalan meluncur, gelombang yang bersifat
teratur tampak bergerak dari kepala ke arah belakang (Ibrohim, 2016).
b) Sistem Respirasi
Cacing pipih belum memiliki alat pernafasan khusus. Pengambilan
oksigen bagi anggota yang hidup bebas dilakukan secara difusi melalui
permukaan tubuh. Sementara anggota yang hidup sebagai endoparasit
bernapas secara an aerob karena cacing endoparasit hidup hidup pada
lingkungan yang kekurangan oksigen (Ibrohim, 2016).
c) Sistem Pencernaan
1) Turbellaria memiliki sistem saluran pencernaan makanan yang
terdiri dari : mulut, faring, usus, tanpa anus, kecuali pada cacing
pita tidak dijumpai adanya intestine ( usus ). Hewan ini pada
umumya merupakan hewan karnivora, makanannya berupa hewan
kecil ( cacing, krustacea, siput dan potongan-potongan hewan mati
). Mula-mula makanan didekati, kemudian dilibas dengan cairan
lendir yang dihasilkan oleh kelenjar muskus dan sel rhabdit.
Makanan selanjutnya dimasukkan ke dalam faring. Di dalam
faring, makanan dicampur dengan “ cairan digesif ”. Makanan
dicerna oleh aktivitas cairan digestif dan adanya gerakan
memompa dari faring. Setelah itu makanan ditelan. Pencernaan
terjadi secara ekstraseluler dan intraseluler. Makanan yang sudah
tercerna didistribusikan ke cabang-cabang alat pencernaan.
Makanan yang tidak tercerna dikeluarkan oleh mulut.
2) Trematoda mempunyai alat digesti, tetapi tidak lengkap. Sistem
pencernaan makanan terdiri dari mulut, faring, esophagus, dan
intestine. Makanan anggota Trematoda bias berupa darah, sel-sel
yang rusak, cairan empedu, dan cairan limfa. Pencernaan makanan
terjadi di dalam rongga sekum, berarti pencernaannya berlangsung
secara ekstraseluler. Sari makanan diserap oleh sel-sel parenkim
dan di edarkan ke seluruh jaringan tubuh. Makanan yang tidak
tercerna dimuntahkan melalui mulut.
3) Cestoda tidak mempunyai alat pencernaan. Makanan yang sudah
berupa sari-sari makanan pada intestine inang diserap langsung
melalui seluruh permukaan tubuh (Kastawi, 2005).
d) Sistem Sirkulasi
Cacing pipih tidak mempunyai sisitem sirkulasi khusus. Peredaran unsur-
unsur makanan dan zat-zat lain berlangsung secara difusi dari sel ke sel.
e) Sistem Ekskresi
Cacing pipih sudah memiliki alat ekskresi walaupun masih sangat
sederhana.

1. Turbellaria memiliki alat ekskresi berupa system protonefridial


yang tersusun oleh dua saluran longitudinal. Kedua saluran itu
berhubungan dengan jaring-jaring pembuluh yang bercabang ke
seluruh tubuh dan berakhir pada sel api yang berukuran besar.Sel-
sel api itu berada diantara sel-sel tubuh yang lain. Sel-sel api
mengumpulkan kelebihan air dan kotoran yang bersifat cair. Di
dalam rongga sel api terdapat sekelompok silia yang dapat
menggerakkan zat buangan kepembuluh-pembuluh yang terbuka
pada permukaan tubuh ( nefridiofor ).
2. Pada Trematoda susunan system ekskresinya tidak berbeda
dengan kelas Turbellaria, yaitu sama-sama ditemukan komponen
sel api yang terbentuk dari protonefridia. Sel-sel api memiliki
saluran-saluran yang menuju ke saluran pengumpul yang terdapat
pada bagian ventral dan dorsal tubuh. Saluran pengumpul dorsal
ada 2 dan saluran pengumpul ventral juga ada 2. keempat saluran
pengumpul itu bermuara pada saluran pengeluaran yang
memanjang sepanjang tubuhnya dan berakhir pada lubang
pengeluaran yang terletak pada bagian posterior tubuh. Sel-sel api
mengumpulkan bahan buangan dari sel-sel yang ada disekitarnya
untuk disalurkan ke saluran pembuangan.
3. Pada Cestoda, terdapat 4 saluran ekskresi longitudinal. Dua
saluran yang ada pada sisi dorsal membentang hanya pada bagian
anterior strobilla. Dua saluran yang ada pada sisi ventral
memanjang di seluruh permukaan tubuh. Keempat saluran itu
bergabung satu sama lain melalui saluran cincin. Saluran dorsal
mengumpulkan zat-zat ekskresi pada bagian kepala ( skoleks ) dan
saluran ventral menyalurkan zat ekskresi menjauhi skoleks
(Kastawi, 2005).
f) Sistem Koordinasi
“ Otak ” terletak pada bagian kepala. Otak trsusun oleh ganglion-ganglion
otak yang terdiri dari dua lobus. “Otak ” berfungsi sebagai pusat
koordinasi bagi impuls-impuls saraf. Sistem saraf tersebut berbentuk
tangga tali. Di dalam otak terdapat statokis. Statokis merupakan alat
keseimbangan tubuh. Organ mata ( oselli ) merupakan dua bintik hitam
bulat yang terletak pada permukaan dorsal kepala. Mata tersebut
mempunyai “ mangkuk pigmen ”. Mulut mangkuk pigmen terbuka ke arah
depan lateral. Pada mangkuk pigmen terdapat sel-sel retinal, yang berupa
sel saraf bipolar yang ujungnya berhubungan dengan otak. Mata belum
mampu membedakan rah cahaya dengan baik. Hewan ini bersifat
fototaksis negatif dan kebanyakan aktif pada malam hari (Ibrohim, 2016).
g) Sistem Reproduksi

Cacing pipih berkembang biak secara seksual dan aseksual.

a. Secara seksual : pertemuan gamet jantan dan gamet betina.


b. Secara aseksual : secara membelah. Pembelahan terjadi ketika cacing
telah menncapai ukuran tubuh maksimum. Pada saat membelah,
bagian posterior tubuh dilekatkan pada substrat secara kuat, kemudian
bagian depan tubuh ditarik kea rah depan sehingga tubuhnya putus
menjadi dua di belakang faring. Sisa tubuh bagian depan akan
membetuk bagian ekor yang hilang dan bagian posterior tubuh yang
terputus akan membentuk kepala baru (Kastawi, 2005).
h) Peranan
Adapun peranan Platyhelminthes dalam kehidupan adalah sebagai berikut
:
1. Hampir semua anggota Platyhelminthes merugikan (parasit),
Caing Isap menyebabkan penyakit, cacing pita yang sangat
panjang dapat menyumbat usus dan menyerap sari-sari makan
yang cukup banyak.
2. Planaria sp dapat digunakan sebagai indikator perairan yang tidak
tercemar oleh limbah (Kastawi, 2005).
3. Cacing hati maupun cacing pita merupakan parasit pada manusia
a. Schistosoma sp, dapat menyebabkan skistosomiasis,
penyakit parasit yang ditularkan melalui siput air tawar
pada manusia. Apabila cacing tersebut berkembang di
tubuh manusia, dapat terjadi kerusakan jaringan dan organ
seperti kandung kemih, ureter, hati, limpa, dan ginjal
manusia.Kerusakan tersebut disebabkan
perkembangbiakan cacing Schistosoma di dalam tubuh.
b. Clonorchis sinensis yang menyebabkan infeksi cacing hati
pada manusia dan hewan mamalia lainnya, spesies ini
dapat menghisap darah manusia.
c. Paragonimus sp, parasit pada paru-paru manusia. dapat
menyebabkan gejala gangguan pernafasan yaitu sesak bila
bernafas, batuk kronis, dahak/sputum becampur darah
yang berwarna coklat (ada telur cacing).
d. Fasciolisis sp, parasit di dalam saluran
pencernaan. Terjadinya radang di daerah gigitan,
menyebabkan hipersekresi dari lapisan mukosa usus
sehingga menyebabkan hambatan makanan yang lewat.
Sebagai akibatnya adalah ulserasi, haemoragik dan absces
pada dinding usus. Terjadi gejala diaree kronis.
e. Taeniasis, penyakit yang disebabkan oleh Taenia sp.
Cacing ini menghisap sari-sari makanan di usus manusia.
f. Fascioliasis, disebabkan oleh Fasciola hepatica.
Merupakan penyakit parasit yang menyerang semua jenis
ternak. Hewan terserang ditandai dengan nafsu makan
turun, kurus, selaput lendir mata pucat dan diare
(Campbell, 2003).
2. FILUM NEMATHELMINTHES
a. Pengertian

Nemathelminthes berasal dari bahasa Yunani yaitu nema artinya benang dan
helmins artinya cacing. Diduga terdapat 100.000 spesies dan contoh yang
representatif yaitu Ascaris lumbricoides, Anchylostoma duodenale, dan Oxyuris.

b. Ciri Umum

Ciri umum dari Nemathelminthes yaitu pada sistem integumen epidermisnya tipis,
saluran pencernaan lengkap, sistem saraf terdiri dari cincin saraf yang
mengelilingi esofagus, alat kelamin terpisah, gonad berbentuk pembuluh dan
berlanjut dengan saluran-salurannya. Pembelahan dan diferensiasi sel-sel embrio
tampak jelas (Indriwati,2017). Tubuhnya bulat dan memanjang dengan suatu
rongga di antara dinding tubuh dan intestin (usus) yang disebut pseudosol, tidak
mempunyai segmen tubuh, terdapat mulut dan anus, hidup di dalam tanah, air,
tubuh manusia, hewan dan tumbuhan (Rusyana, 2011).
c. Struktur Tubuh
Morfologi anggota Nemathelminthes
Cacing yang tergolong Nematoda memiliki tubuh berbentuk silinder, tidak
beruas-ruas, tidak berapendiks, dan tidak memiliki probosis. Tubuh tertutup
kutikula yang elastis dan tersusun oleh protein. Simetri tubuh ialah bilateral,
memiliki tiga lapisan germinal (tripoblastik). Permukaan tubuh tertutup oleh
kutikula yang halus, elastis, liat, membentuk garis-garis melintang sehingga
menampakkan ruas-ruas semu pada tubuh cacing (Indriwati,2017).
Anatomi anggota Nemathelminthes
Epidermisnya tipis tetapi membentuk empat tali longitudinal. Di bawah
epidermis terdapat satu lapis serabut otot yang terbentang secara longitudinal
dan dibagi oleh tali-tali menjadi 4 kuadrans. Saluran pencernaan
lengkap,mulut dan anus terdapat pada tempat yang berbeda. Di dinding tubuh
dan saluran pencernaan terdapar ruangan atau rongga yang disebut dengan
pseudosoel (Indriwati,2017).
d. Habitat

Sebagian besar hewan ini hidup bebas dalam air dan tanah, tetapi ada juga sebagai
parasit dalam tanah, yakni merusak tanaman atau dalam saluran pencernaan
Vertebrata.

e. Klasifikasi

Nemathelminthes dibagi menjadi dua kelas, yaitu Nematoda dan Nematomorfa.

1. Kelas Nematoda (Aschelminthes)

Nematoda merupakan cacing benang yang umumnya berukuran miksroskopis.


Kata Nematoda berasal dari bahasa yunani, “Nema” artinya benang, dan “toda”
artinya bentuk. Hal ini karena nematoda memiliki tubuh silindris dengan kedua
ujung yang runcing sehingga disebut cacing benang. Mereka telah memiliki
sistem pencernaan yang lengkap dengan faring berkembang denga cukup baik.
Dinding tubuhnya tersusun atas tiga lapisan (triploblastik), yaitu lapisan luar,
tengah, dan dalam dan tubuhnya telah memiliki rongga tubuh pseudoaselomata.
Sistem eksresi merupakan jalur tabung pengeluaran yang akan membuang limbah
melalui rongga tubuh. Nematoda dapat hidup bebas di perairan atau daratan,
adajuga yang hidup parasit dalam tubuh manusia, hewan dan tumbuhan. Saat ini
Nematoda masih merupakan masalah yang besar bagi kesehatan manusia, hewan
ternak, dan tumbuhan yang sangat merugikan. Nematoda merupakan hewan yang
banyak terdapat di air dan tanah, sehingga tidak jarang menimbulkan infeksi pada
manusia, apalagi bagi mereka yang tidak menjaga kebersihan dengan baik.
Contohnya adalah Ascaris Lumbricoides, Ancylostoma duodenale, Necator
Americanus, dll.

2. Kelas Nematophora
Nematophora merupakan cacing yang berbentuk bulat dengan kedua ujung yang
runcing menyerupai bentuk rambut sehingga sering disebut cacing rambut.
Tubuhnya dilapisi oleh kutikula yang polos yang tidak bercicin. Dalam keadaan
larva mereka hidup parasit dalam tubuh manusia atau artrophoda, ketika dewasa
mereka akan hidup bebas di perairan atau daratan. Contohnya adalah Nectonema
sp.
f. Fisiologi
a) Sistem Gerak

Gerak pada Nematoda disebabkan oleh adanya otot-otot yang terdapat pada
dinding tubuh. Otot-otot itu terletak di antara tali epidermal, dan membujur
sepanjang tubuh. Otot-otot itu terbagi menjadi empat kuadran, dua kuadran
terletak pada sisi dorsal, dan yang lain pada sisi ventral. Kontraksi dan
relaksasi dari otot-otot menyebabkan tubuh cacing memendek dan
memanjang. Koordinasi gerak dari keempat kuadran otot menyebabkan
cacing bergerak dengan cara meliuk-liuk (Indriwati, 2017).

b) Sistem Respirasi

Cacing Ascaris tidak memiliki alat respirasi. Respirasi dilakukan secara


anaerob. Energi diperoleh dengan cara mengubah glikogen menjadi CO2 dan
asam lemak yang diekskresikan melalui kutikula. Namun sebenarnya, Ascaris
dapat mengkonsumsi oksigen jika di lingkungannya tersedia. Jika oksigen
tersedia, gas itu diambil oleh hemoglobin yang ada di dalam dinding tubuh
dan cairan pseudosoel (Indriwati, 2017).

c) Sistem Digesti

Pada Ascaris, mulut dikelilingi oleh tiga bibir. Mulut berlanjut pada faring
atau esofagus yang menebal, dan dilengkapi oleh klep. Dinding faring
mempunyai serabut-serabut otot radial yang dapat melebarkan rongga faring.
Faring mempunyai tiga sel kelenjar yang bercabang. Kelenjar itu mempunyai
saluran yang menuju rongga faring. Faring mempunyai tiga sel kelenjar yang
bercabang. Kelenjar itu mempunyai saluran yang menuju rongga faring.
Rongga faring mempunyai tiga lekuk longitudinal yang bagian dalamnya
dilapisi oleh kutikula (Indriwati,2017).

d) Sistem Ekskresi

Pada Nematoda yang hidup di laut sistem ekskresinya terdiri dari satu atau
dua sel kelenjar Renette yang terletak di dalam pseudosoel bagian ventral, di
dekat perbatasan antara faring dan intestin. Saluran yang keluar dari sel-sel
Renette bergabung dan bermuara pada lubang ekskresi yang terletak pada
bagian mid-ventral. Banyak bukti menunjukkan bahwa dari sel kelenjar ini
muncul sistem pembuluh ekskresi yang berbentuk huruf H. Pembuluh ekskresi
itu mempunyai dua saluran ekskresi longitudinal yang dihubungkan oleh
jembatan kanal transversal. Dari jembatan kanal transversal itu muncul
saluran ekskresi menuju ke lubang ekskresi. Sistem ekskresi pada cacing ini
tidak dilengkapi dengan lubang-lubang internal, silia, dan sel api
(Indriwati,2017).

e) Sistem Koordinasi

Sistem saraf meliputi sebuah cincin sirkumfaringeal yang mengelilingi faring.


Cincin saraf itu tersusun oleh serabut-serabut saraf dan sel-sel saraf difus.
Cincin saraf sirkumfaringeal terdapat sebuah ganglion lateral yang terbagi
menjadi enam ganglion. Pada sisi bawah dari cincin saraf terdapat satu pasang
ganglion ventral yang berukuran besar. Masing-masing ganglion mempunyai
sel-sel saraf yang jumlahnya tetap (Indriwati,2017).

f) Sistem Reproduksi

Nematoda merupakan hewan berkelamin tunggal, artinya alat kelamin jantan


dan betina terpisah. Hewan jantan dan betina dapat dibedakan dengan jelas
berdasarkan penampakan dari luar. Hewan jantan mempunyai ukuran lebih
kecil dari hewan betina, dan mempunyai ekor yang melengkung. Gonad
berbentuk pembuluh yang dilanjutkan dengan saluran-salurannya. Gonad
terletak di dalam pseudosoel yang menggantung secara bebas. Sistem alat
kelamin jantan mengalami reduksi sehingga hanya tinggal satu, sedang sistem
kelamin betina ada dua buah (Indriwati,2017).

g. Peranan

Pada umumnya Nematoda merugikan karena hidup parasit dan


mengakibatkan penyakit pada manusia dan menjadi parasit pada tumbuhan,
diantaranya sebagai berikut.

1) Globodera rostochiensis, yang menjadi parasit pada tanaman kentang dan


tomat, dan sebagai vektor virus pada beberapa tanaman pertanian.
2) Ascaris lumbricoides (cacing usus) dan Enterobius vermicularis (cacing
kremi), menjadi parasit pada manusia dan menyebabkan penyakit.
3. FILUM ANNELIDA
a. Pengertian

Annelida (dalam bahasa latin, annulus = cincin) atau cacing gelang adalah
kelompok cacing dengan tubuh bersegmen. Berbeda dengan Platyhelminthes
dan Nemathelminthes, Annelida merupakan hewan tripoblastik yang sudah
memiliki rongga tubuh sejati (hewan selomata). Namun Annelida merupakan
hewan yang struktur tubuhnya paling sederhana (Kastawi, 2005).

b. Ciri Umum
Ciri umum yang dimilki Annelida :
1. Tempat hidup air tawar, air laut dan darat. Sebagian ada yang bersifat
parasit (merugikan karena menempel pada inangnya).
2. Simetri tubuhnya bilateral simetris karena sudah ada punggung di dorsal
dan sisi perut ( ventral).
3. Sistem saraf terdiri dari ganglion otak dihubungkan dengan tali saraf yang
memanjang sehingga berupa tangga tali.
4. Alat eksresi disebut nephridium.
5. Respirasi dengan menggunakan epidermis pada seluruh permukaan tubuh
dan berlangsung secara difusi. Sistem peredaran darah tertutup.
6. Hewan ini bersifat hermafrodit dan memiliki klitelum sebagai alat
kopulasi.
7. Alat pencernaan makanan sempurna mulai dari mulut, saluran pencernaan
dan anus.
8. Mulut dilengkapi gigi kitin yang berada di ujung depan sedangkan anus
berada di ujung belakang.
9. Ruas tubuhnya (segmen) disebut metameri.
c. Struktur Tubuh

Bagian tubuh annelida berupa segmen – segmen. Antara satu segmen dengan
segmen lainnya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh darah, pembuluh
saraf, dan sistem eksresi terhubung menembus septa antara satu segmen
dengan segmen lainnya. Rongga Tubuh annelida berisi cairan yang berfungsi
dalam pergerakan hewan ini, kontraksi otot juga sangat mempengaruhi
pergerakannya. Tubuhnya berbentuk simetri bilateral, yaitu bagian tubuh yang
satu berdampingan dengan bagian tubuh yang lain, dan apabila ditarik garis
yang memotong dari depan ke belakang maka akan didapatkan potongan yang
sama. Lapisan Luar tubuh annelida memiliki kutikula (lapisan pelindung).
Pada lapisan luar annelida juga terdapat sel sensoris yang berfungsi untuk
menerima rangsang. Tubuh annelida juga memiliki lapisan otot, yang terdiri
dari otot sirkuler (spiral rapat) dan Otot Longitudinal (spiral panjang). Ketika
Otot Sirkuler Berkontraksi maka segmen akan menjadi lebih tipis dan
memanjang, sedangkan ketika otot longitudinal berkontraksi segmen akan
menebal dan memendek.

d. Habitat

Sebagian besar Annelida hidup bebas namun adapula yang hidup parasit
menempel dan bergantung pada inangnya. Kebanyakan Annelida hidup
diperaian laut dan air tawar, sebagian lainnya hidup ditanah dan tempat yang
lembab. Ketika hidup ditanah, hewan ini akan membuat liang untuk tempat
hidupnya.

e. Klasifikasi
Filum Annelida terdiri dari 3 kelas, antara lain :
a. Kelas Polychaeta

Polychaeta tubuhnya jelas bersegmen-segmen, baik bagian luar maupun


bagian dalamnya, coelom umumnya terbagi oleh septa intersegmental,
segmen tubuhnya banyak, mempunyai banyak setae. Umumnya mempunyai
kepala yang dilengkapi sejumlah alat tambahan atau extremitas hampir
bersifat gonochoristis, dengan gonade memanjang di seluruh tubuh dan
fertilisasi eksternal, perkembangannya melalui stadium larva, larva disebut
trochophora. Contohnya, cacing palolo (Eunice viridis) dan cacing wawo
(Lysidice oele) (Joko, 2009).

b. Kelas Oligochaeta

Cacing oligochaeta hanya memiliki sedikit seta. Cacing tersebut hidup di


tanah yang lembab atau di air tawar. Tubuhnya tidak memiliki parapodia.
Pergerakannya dilakukan oleh kontraksi otot yang dibantu oleh seta.
Contohnya, cacing tanah (lumbricus terestris). Tubuh cacing tanah disusun
oleh 100-180 segmen. Bagian mulut (prostomium) terdapat pada ujung
anterior segmen pertama dan anus pada segmen terakhir. Pada segmen ke-32
sampai ke-37 terdapat penebalan kulit yang disebut
klitelum. Klitelumberfungsi membentuk kokon, yaitu kantong untuk
meletakkan sel telur dan melangsungkan pembuahan. Tubuh cacing tanah
memiliki testis dan ovarium. Walaupun hermafrodit, hewan tersebut
melangsungkan pembuahan silang (Veni, 2013).

c. Kelas Hirudinea

Kelas hirudinea beradaptasi sebagai hewan pengisap darah. Pada sekeliling


mulut dan anusnya dilengkapi alat penghisap. Tubuhnya mengandung se-sel
kelenjar yang menghasilkan zat antikoagulan (anti-pembekuan darah)
bernama hirudin. Kelas Herudinea tergolong hermafrodit. Meskipun begitu,
hewan tersebut elangsungkan perkawinan secara silang dan pembuahannya
terjadi di kokon. Anggota kelas hirudinea antara lain lintah (hirudo sp.) dan
pacet (haemadipsa sp.). Lintah kebanyakan hidup di air tawar, sedangkan
pacet di darat.

f. Fisiologi
a) Sistem gerak
Dinding tubuh cacing tanah mempunyai 2 lapis otot, yaitu : stratum
circulare (lapisan otot sebelah luar) dan stratum longitudinal (lapisan otot
sebelah dalam). Jika musculi ini berkontraksi akan menimbulkan gerakan
menggelombang dari cacing tanah itu sehingga ia bergerak. Dinding
intestine juga mempunyai otot, yaitu stratum longitudinal. Setae
digerakkan oleh 2 berkas otot, yaitu : musculus protactor, yang mendorong
setae keluar, dan musculus retractor yang menarik kembali setae masuk ke
dalam rongganya (Indriwati, 2014). Kedua berkas musculi ini melekat
pada ujung-ujung dalam dari setae. Jadi cacing tanah bergerak dengan
setae dan kontraksi otot-otot dinding tubuh (Indriwati, 2014).
b) Sistem Respirasi

Cacing tanah bernapas dengan kulitnya, karena kulitnya bersifat lembab,


tipis, banyak mengandung kapiler-kapiler darah (Indriwati, 2014).

c) Sistem Pencernaan Makanan

Saluran pencernaan cacing tanah sudah lengkap, terdiri atas mulut,


pharynx, esophagus, proventriculus, ventriculus, intestine dan anus.
Makanan cacing tanah terdiri atas sisa-sisa hewan dan tanaman. Cacing
tanah mencari makanannya di luar liang pada saat malam hari. Makanan
diambil melalui mulutnya (Kastawi, 2005). Makanan di dalam esophagus
tercampur dengan cairan hasil sekresi kelenjar kapur (calciferous glands)
yang terdapat pada dinding esophagus itu. Dari esophagus, makanan terus
masuk ke dalam proventriculus yang merupakan tempat penyimpan
makanan yang bersifat sementara.

Selanjutnya, makanan masuk ke dalam ventriculus. Disini makanan


dicerna menjadi partikel-partikel halus. Dari ventriculus, partikel makanan
ini masuk ke dalam intestin. Di dalam intestine, makanan akan dicerna
lebih lanjut sehingga menjadi substansi-substansi yang lebih kecil, yang
dapat diabsorbsi oleh dinding intestine tersebut. Dinding intestin
mengandung kelenjar-kelenjar yang menghasilkan enzim-enzim. Karena
pengaruh enzim-enzim ini, partikel-partikel makanan tadi dicernakan
menjadi monosakarida, asam lemak dan gliserol, dan asam amino yang
siap untuk diabsorbsi. Senyawa-senyawa tersebut diabsorbsi oleh dinding
intestin dan selanjutnya bersama-sama dengan sirkulasi darah diangkut ke
seluruh bagian-bagian tubuh.

d) Sistem Sirkulasi

Sistem peredaran darah cacing tanah adalah sistem peredaran darah


tertutup (Indriwati, 2014). Darah terdiri atas bagian cair yang disebut
plasma, dan sel-sel darah atau korpuskula. Pada saat darah mengalir
menuju ke kulit, hemoglobin mengikat CO2 , CO2 keluar melalui kulit
sedangkan O2 dari udara masuk ke dalam tubuh cacing tanah melalui kulit
dan bersenyawa dengan hemoglobin, membentuk oxyhemoglobin (Atli,
2008).

e) Sistem Ekskresi

Sistem ekskresi cacing tanah berupa nephridia (nephridios=ginjal). Pada


tiap segmen tubuh terdapat sepasang nephridia, kecuali 3 segmen yang
pertama dan segmen yang terakhir tidak ada (Indriwati, 2014).

f) Sistem Saraf

Sistem saraf cacing tanah, terletak di sebelah dorsal pharynx di dalam


segmen yang ke 3 dan terditi atas :

a. Ganglion cerebrale, yang tersusun atas 2 kelompok sel-sel saraf


dengan comissura, terletak di sebelah dorsal pharynx, di dalam segmen
ke 3.
b. Saraf ventralis dengan cabang-cabangnya.

Dari tiap kelompok sel-sel tersebut terdapat saraf-saraf yang terinnervasi


daerah mulut dan berpangkal pada ujung anterior tiap kelompok sel
tersebut dan cabang saraf yang menuju ke ventral dan melingkari pharynx
(Indriwati, 2014).

g) Organ Sensoris

Cacing tanah tidak mempunyai mata, tetapi pada kulit tubuhnya terdapat
sel-sel saraf tertentu yang peka terhadap sinar (Indriwati, 2014).

h) Sistem Reproduksi

Annelida umumnya bereproduksi secara seksual dengan pembantukan


gamet.Namun ada juga yang bereproduksi secara fregmentasi, yang
kemudian beregenerasi.Organ seksual annelida ada yang menjadi satu
dengan individu (hermafrodit) dan ada yang terpisah pada individu lain
(gonokoris) (Kastawi, 2005).

Cacing tanah bersifat hermaphrodit. Kedua oviductnya terletak di dalam


segmen ke-13 dan infundibulumnya bersilia. Testes terletak di dalam suatu
rongga yang dibentuk oleh dinding-dinding vesicular seminalis.
g. Peranan

Peranan Annelida dalam kehidupan :

1. Menguntungkan
 Sebagai makanan karena mengandung sumber protein hewani. Misal :
cacing palolo, cacing wawo.
 Membantu menguraikan sampah dan proses aerasi tanah sehingga
menggemburkan / menyuburkan tanah. Misalnya : cacing tanah.
2. Merugikan
 Menimbulkan penyakit. Misalnya : cacing pita, cacing hati, cacing
darah, cacing perut, cacing tambang, cacing filaria, cacing kremi.
 Menyebabkan anemia. Misalnya : cacing tambang, cacing, lintah,
pacet (Kastawi, 2005).
III. RELEVANSI
Berikut ini merupakan relevansi saya dalam mengukuti perkuliahan mengenai
Platyhelminthes, Nemathelminthes, dan Annelida.
Sebelum Sesudah
Sebelum saya mengikuti perkuliahan 1. Platyhelminthes merupakan
ini, saya tidak mengetahui pengertian cacing yang berbentuk pipih.
Platyhelminthes, Nemathelminthes, 2. Nemathelminthes
dan Annelida. adalah kelompok hewan cacing
yang mempunyai tubuh bulat
panjang dengan ujung yang
runcing.
3. Annelida merupakan hewan
tripoblastik yang sudah
memiliki rongga tubuh sejati
(hewan selomata).
Sebelumnya saya mengikuti Saya mengetahui peranan tentang
perkuliahan ini saya belum ketiga fium tersebut. Salah satunya
mengetahui tentang peranan penting yaitu Eunice viridis (cacing palolo) dan
untuk mahluk hidup. Lysidice oele (cacing wawo) sebagai
makanan yang dikonsumsi oleh
orangorang di Kepulauan maluku.
Sebelumnya saya mengikuti Cacing tanah mengalami penebalan
perkuliahan ini saya belum segmen sejak lahir.
mengetahui bahwa cacing tanah
mengalami penebalan pada segmen
ketika dewasa.

Sebelumnya saya mengikuti Planaria sp. mampu melakukan


perkuliahan ini saya belum regenerasi pada tubuh yang mengalami
mengetahui tentang regenerasi luka.
Planaria sp.

IV. ELEMEN MENARIK


Elemen menarik selama mengikuti perkuliahan ini saya menjadi tahu perbedaan
ciri umum, habitat, morfologi, fisiologi, klasifiksi, dan peranan dari
Pletyhelminthes, Nematelminthes, dan Annelida. Selain itu juga,saya menjadi
tahu bahwa Planaria dapat digunakan sebagia indikator pencemaran air dan juga
memilki tubuh yang mudah tereduksi apabila terkena cahaya matahari. Planaria
juga mampu melakukan regenerasi pada masing-masing sel yang rusak. Pada
pengamatan yang telah saya lakukan, saya menjadi tahu bahwa Planaria
meskipun di bedah akan meregenerasi tubuhnya sendiri.
V. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mengapa pada Annelida, segmen yang mengalami penebalan terletak pada
segmen nomer 32-37?
Jawaban : Karena berhubungan dengan sistem reproduksi pada cacing tanah
yaitu untuk tempat bersarangnya kokon-kokon cacing yang dihasilkan.
2. Apakah perkembangan embrio dalam cacing tanah bersifat langsung?
Jawaban : Pada cacing tanah tidak ada tahap larva, sehingga perkembangan
embrio adalah langsung.
3. Pada Annelida, kebanyakan hidupnya di liang. Apabila siang jarang keluar,
sedangkan waktu hujan Annelida keluar. Apa yang menyebabkan Annelida
bisa mengerti keadaan tersebut?
Jawaban : Dari struktur tubuh cacing yang tipis, jika terkena sinar matahari
langsung akan sensitif. Cacing butuh suhu yang tidak terlalu panas. Cacing
masih bisa beradaptas saat hujuan, hal tersebut juga berhubungan dengan
sistem respirasinya karena bernafas dengan permukaan kulit.
VI. REFLEKSI DIRI
 Khusus
Dengan adanya matakuliah ini saya menjadi mengerti mengenai
pengertian, karakteristik, morfologi dan anatomi, klasifikasi, habitat dan
peranan dari masing-masing kelas pada filum Platyhelminthes,
Nematelminthes, Annelida. Selain ada materi secara tertulis, kami
ditantang untuk memahami materi secara audiovisual (melihat video),
mengerjakan LKM, dan realitas (dengan cara mengamati awetan kering
dan awetan basah).
 Umum
Dalam pembelajaran ini saya cukup senang karena metode pembelajaran
yang cukup efektif. Selain itu, saya banyak mengetahui hal-hal baru dari
pembelajaran tentang filum Platyhelminthes, Nematelminthes, Annelida.
Selain ada materi tertulis, kami belajar memahami dengan cara melihat
video, praktikum (mengamati awetan basah dan awetan kering). Dengan
metode tersebut diharapkan dapat lebih melekat dalam ingatan mahasiswa.
Pada saat diskusi presentasi di kelas, dirasa waktu untuk penyampaian
masih kurang karena yang dipresentasikan cukup banyak. Apalagi
didalam perkuliahan dibantu oleh mahasiswa S2 yang sedang melekukan
KPL. Dengan metode tersebut diharapkan mahasiswa lebih mudah
memahami materi ini.
VII. DAFTAR RUJUKAN
Atli. 2008. The Medical Leech. http:bioweb.uwlax.edu.
Ahmed, M, Sapp,M, Prior, T, Karssen G, Back,M. 2015. Nematode taxonomy:
from morphology to metabarcoding. UK: Copernicus Publication.
Campbell, Reece, Mitcheli. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid 2, Jakarta: Erlangga.
Damyanti, Veni. 2013. Evaluasi Pengayaan Cacing Tanah (Pheretima Sp)
Terhadap Komposisi Kimia Dan Perkembangan Gonad Induk Betina
Udang Vanamei (L. Vannamei). Bogor: ITB.

Ferdinan P, Fictor; Moekti, Aeribowo. 2009. Praktis Belajar Biologi. Penerbit :


Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
George H. Fried. 2006. Biologi Edisi Kedua, Jakarta: Erlangga.
Ibrohim, Indriwati, S, E, Ibrohim, Masjhudi, Rahayu, S, E. 2016. Handout
Keanekaragaman Malang: Universitas Negeri Malang.
Kastawi, Yusuf, dkk.2005. Zoologi Invertebrata.Malang:UM Press.

Pamungkas, Joko. 2009. Pengamatan Jenis Cacing Laor (Annelida, Polychaeta) Di


Perairan Desa Latuhalat Pulau Ambon, Dan Aspek Reproduksinya.
Ambon: Jurnal TRITON Volume 5, Nomor 2, Oktober 2009, hal. 1 – 10.

Rusyana, A. 2011. Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktik), Palangka Raya:


Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai