OLEH
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLIEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
D III JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2013
Hari/Tanggal Praktikum : Kamis , 12-
19 September 2013
Tempat : Laboratorium Bakteriologi
Jurusan Analis Kesehatan
I. Tujuan
a. Tujuan Umum
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan prosedur pembuatan preparat
awetan
2. Mahasiswa mampu mengetahui prosedur dan pembacaan/identifikasi larva
nyamuk
3. Mahasiswa mampu menjelaskan prosedur dan pembacaan/identifikasi larva
nyamuk
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat membuat preparat awetan
2. Mahasiswa mampu melakukan pembacaan/identifikasi larva nyamuk
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan membedakan unsure-unsur mikroskopis
pada sampel (larva nyamuk)
II. Metode
Metode yang digunakan pada pengamatan ini yaitu metode mikroskopis dengan
sediaan basah.
III. Prinsip
Larva nyamuk ditetesi dengan chloroform diletakkan pada objek glass ditetesi
gliserol 5 % ditutup dengan cover glass dilapisi dengan Canada balsam
didiamkan selama ± 7 hari diamati pada mikroskop perbesarab 10 x.
Nyamuk Aedes yang sering menjadi vector di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypty
dan Aedes albopictus. Secara mikroskopis , perbedaan larva tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Larva Nyamuk Aedes aegypti
pada kepala (head) terdapat 2 bulu tunggal, yaitu bulu atas (upped head hair) dan bulu
bawah (lower head hair)
lateral spine pada thorax terlihat jelas
pada setiap sisi abdomen segmen ke-8 terdapat comb scale sebanyak 8-12 buah atau
berjajar 1-3 buah dalam satu baris yang bentuknya bergerigi dan median comb runcing
serta kokoh
terdapat zat tanduk pectin yang pendek bergerigi pada siphon (air tube) dengan jumlah 7-
14 buah dan mempunyai 1 buah vanteral tuff (bulu siphon)
mempunyai corong udara pada segmen yang terakhir
pada segmen abdomen tidak ditemukan adanya rambut-rambut berbentuk kipas (Palmatus
Hairs)
terdapat sepasang rambut serta jumbai pada corong (siphon)
bentuk individu dari comb scale seperti duri
pada sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva
tubuhnya langsing dengan perbandingan setimbang
bersifat antiphoto tropis (bergerak menghindari cahaya) bila disorot dengan cahaya lampu
senter
sangat tahan lama dibawah jauh permukaan air
gerakannya cepat dengan membengkok-bengkokkan tubuhnya mirip sudut siku-siku.
Namun, saat istirahat membentuk sudut 450 dengan permukaan air.
Terdapat 4 tingkatan perkembangan (instar) larva sesuai dengan pertumbuhan larvanya
yaitu :
- Larva instar 1 : berukuran 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong
pernapasan pada siphon belum jelas.
- Larva isntar 2 : berukuran 2,5-3,5 mm , duri-duri belum jelas , corong kepala mulai
menghitam
- Larva instar 3 : berukuran 4-8 mm , duri-duri dada mulai jelas dan corong pernapasan
berwarna cokelat kehitaman
- Larva instar 4 : berukuran 5-6 mm dengan warna kepala gelap
Gambar Keterangan
a. Comb scale
a b. Siphon yang pendek dan tumpul
Larva Aedes
Larva Culex
Larva Anopheles
VIII. Pembahasan
Praktikum kali ini dilakukan pada hari yang berbeda. Pada tanggal 19 September dilakukan
praktikum pengamatan terhadap larva nyamuk dengan menggunakan preparat awetan jadi yang
sudah disediakan dari kampus dan ada juga beberapa preparat basah yang dibuat oleh
mahasiswa/praktikan. Sampel jentik nyamuk yang digunakan diambil dari air bersih, air kotor
dan air payau. Tujuan perbedaan pengambilan sumber sampel ini adalah untuk dapat
mengidentifikasi perbedaan jenis spesies larva yang ada pada masing-masing perairan. Selain itu,
perbedaan lokasi pengambilan sampel juga bertujuan untuk mengetahui karakteristik/cirri-ciri
larva yang kemungkinan berbeda antara satu perairan dengan perairan yang lain. Pembuatan
preparat basah maupun preparat awetan pada dasarnya menggunakan prinsip dasar yang sama,
akan tetapi pada preparat awetan perlu ditambahkan penggunaan gliserol 5% dan entelan
(Canada balsam)
Sebelum pembuatan preparat awetan , terlebih dahulu praktikan harus tetap memperhatikan
penggunaan alat pelindung diri untuk menghindari risiko terkontaminasi parasit yang akan
dipraktikumkan. Sediaan awetan mempunyai peran penting dalam pelaksanaan dan kelancaran
pendidikan maupun penegakkan diagnose suatu penyakit dibidang kesehatan. Dengan adanya
preparat permanen diharapkan bisa menambah pengetahuan tentang isi / organism yang ada
dalam preparat tersebut serta diharapkan bisa menambah keterampilan dalam membuat sediaan
permanen dibidang kesehatan. Dengan adanya sediaan awetan tersebut tiap orang dibidang
kesehatan diharapkan bisa melihat dan membedakan cirri dari masing-masing spesies parasit
yang ada . jentik nyamuk yang di gunakan pada praktikum kali ini tentunya masih dalam
keadaan hidup yang ditampung dalam botol berisi air. Selanjutnya, jentik nyamuk dipindahkan
dalam cawan petri menggunakan pipet tetes. Sebaiknya, yang dipipet hanya jentik dengan
konsentrasi air yang minim. Saat pemopetan dipastikan kondisi larva tetap utuh untuk
memudahkan pengamatan sehingga pemipetan harus dilakukan dengan hati-hati. Setelah
dipindahkan dalam cawan petri. Larva difiksasi dengan menggunakan kloroform. Tujuan dari
fiksasi ini adalah untuk mencegah kerusakan jaringan , menghentikan proses metabolism secara
cepat mengawetkan komponen sitologis dan histologist, mengawetkan keadaan sebenarnya,
mengeraskan materi yang lembek, dan mewarnai jaringan sehingga diketahui bagian-bagiannya.
Larva ini ditetesi kloroform sebanyak 2-3 tetes. Setelah fiksasi tersebut larva sekejap akan mati
tetapi tetap dalam keadaa utuh. Sesudah proses fiksasi tersebut maka larva sudah dapat
dipindahkan ke objek glass dengan menggunakan tusuk lidi atau tissue untuk memudahkan
memposisikan larva. Pada saat pembuatan preparat perlu diperhtaikanletak larva (jentik) harus
dalam posisi telungkup dan 900 panjang objek glass agar dalam pengamatannya lebih mudak
dilakukan. Saat posisi nyamuk sudah dirasa tepat maka proses pembuatan preparat awetan
dilanjutkan dengan pengawetan larva dengan penetesan gliserol 5%. Larutan gliserol 5% dibuat
dari campuran gliserol 85% dan alcohol 96%. Penetesan larutan gliserol ini harus dilakukan
perlahan-lahan agar posisi awal larva tidak bergeser. Tetesan gliserol pertama dihisap kembali
dnegan tissue,tujuannya adalah untuk menghilangkan kontaminasi kotoran disekitar larva
sebelum ditutup dengan cover glass. Penetesan larutan gliserol 5% kembali dilakukan sebagai
proses pengawetan sekaligus mempertahankan struktur morfologi agar tetap baik. Penetesan
dilakukan secukupnya ±1-2 tetes kemudian langsung ditutup dengan cover glass. Posisi cover
glass sebaiknya membentuk 450 . Diusahakan saat penutupan cover glass tidak terdapat
gelembung udara agar tidak menyulitkan proses pembacaan, cairan/larutan gliserol sebaiknya
mengisi seluruh bagian cover glass (merata). Tahap yang harus dilakukan yaitu pemasangan
entelan (Canada balsam). Entelan inni berfungsi sebagai perekat agar tidak ada kontak udara luar
yang dikhawatirkan dapat merusak dan mengurangi daya tahan preparat awetan. Entelan ini
teksturnya lengket sehingga perlu ketelitian dalam pemasangannya. Entelan ini diambil
secukupnya menggunakan lidi. Penambahan entelan dilakukan mengikuti empat sisi cover glass
dnegan menyesuaikan ketebalannya. Pengeringan entelan dilakukan selama ± 7 hari pada suhu
ruang atau lemari yang dilengkapi lampu. Preparat awetan ini memiliki daya tahan ± 2 tahun.
Pada praktikum kali ini dilakukan pengamtan larva dengan perbesaran 10x dan 40x. larva
pertama yang diamatin ialah larva Aedes dengan cirri-ciri sebgai berikut :
a. Kepala
- Bagian kepala tedapat bulu sikat yang digunakan untuk mencari makan dan
sepasang antenna
- Batang antenna tanpa duri-duri kecil yang menyebar
- Bagian mulut tidak berubah sebagai larva yang bersifat predator
- Terdapat sepasang mata
b. Toraks
- Terdapat bulu lateral
- Bentuk kait panjang dan menonjol/selalu menonjol
c. Abdomen
- Bagian abdomen segmen ke-8 terdapat siphon sebagai alat pernaapasan
berbentuk tumpul dan pendek
- Terdapat pecten pada siphon
- Pada abdomen segmen ke-8 terdapat comb scale bergerigi dengan lekukan
yang dalam seperti mahkota dengan jumlah 8 gigi yang tersusun satu baris
(comb scale mirip duri)
d. Ekor
- Pada segmen 1x terdapat insang ekor yang berbentuk lonjong membraneous
- Siphon relative pendek dengan satu berkas rambut di daerah subventral
- Bulu-bulu ventral brush tidak meluas sepanjang anal segmen
- Terdpaat duri disamping gigi sisir anal
- Terdapat anal gill
Secara umum larva Aedes berwarna kuningg kecokelatan.
Larva kedua yang diamati ialah larva Culex dengan cirri-ciri sebagai berikut :
a. Abdomen
- Pada segmen ke-8 terdapat siphon dengan sekumpulan bulu
- Tidak memiliki pecten pada siphon
- Tidak memiliki comb scale
- Memiliki siphon berbentuk runcing
b. Ekor
- Terdapat anal gill yang terhubung dnegan segmen ke-8
- Terdapat anal segmen dan anal brush
Secara umum larva Culex berwarna kecokelatan (agak muda). Pada praktikum
kali ini tidak dilakukan pengamatan pada jentik Anopheles sebab pada
pengamatan tidak mencirikan karakteristik dari jentik Anopheles itu sendiri,
dimana jentik nyamuk Anopheles memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
- Jentik nyamuk Anopheles tidak memiliki siphon dan anal gill
- Tidak mempunyai tabung udara
- Beberapa ruas abdomen memiliki bulu kipas
- Pada beberapa ruas abdomen terdapat tergal plate
- Adanya utar-utar pada beberapa ruas abdomen
- Pencirian bagian kepala melalui clypeal
Umumnya spesies-spesies larva / jentik masing-masing nyamuk dapat
dibedakan ekornya.
IX. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang dipeoleh,dapat ditarik kesimpulan :
1. Preparat awetan adalah preparat yang dibuat dengan prosesi histologist yang
kemudian diawetkan dnegan menggunakan entelan agar sedapat mungkin tidak rusak
dan dapat tahan disimpan sampai beberapa tahun.
2. Ditemukan larva Aedes dengan cirri-ciri :
a. Kepala
- Bagian kepala tedapat bulu sikat yang digunakan untuk mencari makan dan
sepasang antenna
- Batang antenna tanpa duri-duri kecil yang menyebar
- Bagian mulut tidak berubah sebagai larva yang bersifat predator
- Terdapat sepasang mata
b. Toraks
- Terdapat bulu lateral
- Bentuk kait panjang dan menonjol/selalu menonjol
c. Abdomen
- Bagian abdomen segmen ke-8 terdapat siphon sebagai alat pernaapasan
berbentuk tumpul dan pendek
- Terdapat pecten pada siphon
- Pada abdomen segmen ke-8 terdapat comb scale bergerigi dengan lekukan
yang dalam seperti mahkota dengan jumlah 8 gigi yang tersusun satu baris
(comb scale mirip duri)
d. Ekor
- Pada segmen 1x terdapat insang ekor yang berbentuk lonjong membraneous
- Siphon relative pendek dengan satu berkas rambut di daerah subventral
- Bulu-bulu ventral brush tidak meluas sepanjang anal segmen
- Terdpaat duri disamping gigi sisir anal
- Terdapat anal gill
3. Ditemukan larva Culex dengan cirri-ciri :
- Pada abdomen terdapat siphon berbentuk runcing dnegan sekumpulan bulu
yang juga dilengkapi pecten, memiliki comb scale
- Pada ekor terdapat anal gill, anal segment, dan anal bruh.
X. Daftar Pustaka
Brotowidjoyo,MD.1987. Parasit dan Parasitisme Edisi Pertama. Jakarta :PT. Meltron
Putra
Levine,ND.1994. Buku Pelajaran Parasitologi 2nd. Yogyakarta : Gajah Mada Univeraity
Press
Soedarto.1996. Penyakit-Penyakit di Indonesia. Jakarta : Widya Medika
Soulsby,EJL.1982. Helminth Athropodas and Phrotozoa of Demosticated Animals 7nd
ED. London :Baillete,Tindall and Cassell.
IDENTIFIKASI LALAT
OLEH
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLIEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
D III JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2013
IDENTIFIKASI LALAT
I. Tujuan
Untuk mengetahui jenis/spesies kecoa secara morpologis.
II. Metode
Direct preparat
III. Prinsip
Kecoa dimatikan dengan kloroform, lalu ditusuk thorax kecoa, kemudian diamati
dibawah mikroskop.
b. Jenis-jenis Lalat
Terdapat beberapa jenis lalat. jenis-jenis lalat ini berbeda dari ciri fisik, pola
hidup, maupun kebiasaaan serta penyakit yang ditularkan.
Jenis-jenis lalat yang sudah diklasifikasikan adalah sebagai berikut:
1. Lalat rumah (Musca domestica)
Ini jenis lalat yang paling banyak terdapat diantara jenis-jenis lalat rumah.
Karena fungsinya sebagai vektor tranmisi mekanis dari berbagai bibit penyakit
disertai jumlahnya yang banyak dan hubungannya yang erat dengan lingkungan hidup
manusia, maka jenis lalat Musca domestica ini merupakan jenis lalat yang terpenting
ditinjau dari sudut kesehatan manusia.
Dalam waktu 4-20 hari setelah muncul dari stadium larva, lalat betina sudah
bisa mulai bertelur. Telur-telur putih, berbentuk oval dengan ukuran panjang ± 1 mm.
Setiap kali bertelur diletakkan 75-150 telur. Seekor lalat biasanya diletakkan dalam
retak-retak dari medium pembiakan pada bagian-bagian yang tidak terkena sinar
matahari. Pada suhu panas telur-telur ini menetas dalam waktu 12-24 jam dan larva-
larva yang muncul masuk lebih jauh ke dalam medium sambil memakannya.
Setelah 3-24 hari, biasanya 4-7 hari, larva-larva itu berubah menjadi pupa.
Larva - larva akan mati pada suhu yang terlalu panas. Suhu yang disukai ± 30-35°C,
tetapi pada waktu akan menjadi pupa mereka mencari tempat-tempat yang lebih
dingin dan lebih kering.
Pupa berbentuk lonjong ± 7 mm panjang, dan berwarna merah coklat tua.
Biasanya pupa terdapat pada pinggir medium yang kering atau didalam tanah.
Stadium pupa berlangsung 4-5 hari, bisa juga 3 hari pada suhu 35°C atau beberapa
minggu pada suhu rendah.
Lalat dewasa keluar dari pupa, kalau perlu menembus keluar dari tanah,
kemudian jalan-jalan sampai sayap-sayapnya berkembang, mengering dan mengeras.
Ini terjadi dalam waktu 1 jam pada suhu panas sampai 15 jam untuk ia bisa terbang.
Lalat dewasa bisa kawin setiap saat setelah ia bisa terbang dan bertelur dalam waktu
4-20 hari setelah keluar dari pupa. Jangka waktu minimum untuk satu siklus hidup
lengkap 8 hari pada kondisi yang menguntungkan.
Lalat dewasa hidup 2-4 minggu pada musim panas dan lebih lama pada
musim dingin, mereka paling aktif pada suhu 32,5°C dan akan mati pada suhu 45°C.
Mereka melampaui musim dingin (over wintering) sebagai lalat dewasa, dan
berkembang biak di tempat-tempat yang relatif terlindung seperti kandang ternak dan
gudang-gudang (Santi, 2001).
c. Pola Hidup
Lalat memiliki pola hidup yang dapat dipelajari. Mempelajari pola hidup lalat
sangat penting untuk menghindari penyabaran lalat yang tidak terkendali yang dapat
disebabkan oleh lalat. Lalat dapat menyerbarkan berbagai jenis penyakit yang sangat
merugikan bagi manusia.
Adapun pola hidup lalat adalah sebagai berikut (Depkes RI, 1992):
Tempat Perindukan
Tempat yang disenangi lalat adalah tempat basah, benda-benda organik, tinja,
sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk. Kotoran yang menumpuk
secara kumulatif sangat disenangi oleh larva lalat, sedangkan yang tercecer yang
dipakai sebagai tempat berkembang biak lalat.
Jarak Terbang
Jarak terbang lalat sangat tergantung pada adanya makanan yang tersedia.
Jarak terbang efektif adalah 450-900 meter. Lalat tidak kuat terbang menantang arah
angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang mencapai 1 km.
Kebiasaan Makan
Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari, dari makanan yang satu ke makanan
yang lain. Lalat sangat tertarik pada makanan yang dimakan oleh manusia sehari-hari,
seperti gula, susu dan makanan lainnya, kotoran manusia serta darah. Sehubungan
dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cair atau makan yang
basah, sedangkan makanan yang kering dibasahi oleh ludahnya terlebih dahulu lalu
dihisap.
Tempat Istirahat
Pada siang hari bila lalat tidak makan, mereka akan beristirahat pada lantai,
dinding, langit-langit, jemuran pakaian, rumput-rumput, kawat listrik, serta lalat
menyukai tempat-tempat tepi yang tajam dan permukaannya vertikal. Biasanya
tempat istirahatnya terletak berdekatan dengan tempat makanannya atau tempat
berbiaknya dan biasanya terlindung dari angin. Tempat istirahat tersebut biasanya
tidak lebih dari 4,5 meter dari atas permukaan tanah.
Lama Hidup
Lama kehidupan lalat sangat tergantung pada makanan, air dan temperature.
Pada musim panas berkisar antara 2-4 minggu, sedangkan pada musim dingin bisa
mencapai 70 hari.
Temperatur
Lalat mulai terbang pada temperatur 15°C dan aktivitas optimumnya pada
temperatur 21°C. Pada temperatur dibawah 7,5°C tidak aktif dan di atas 45°C terjadi
kematian pada lalat.
Kelembaban
Kelembaban erat hubungannya dengan temperatur setempat. Dimana
kelembaban ini berbanding terbalik dengan temperatur. Jumlah lalat pada musim
hujan lebih banyak daripada musim panas. Lalat sangat sensitif terhadap angin
kencang, sehingga kurang aktif untuk keluar mencari makan pada waktu kecepatan
angin yang tinggi.
Cahaya
Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik (menyukai cahaya). Pada
malam hari tidak aktif, namun bisa aktif dengan sinar buatan. Efek sinar pada lalat
tergantung sepenuhnya pada temperatur dan kelembaban.
d. Siklus Hidup Lalat
Untuk mengatasi perkembangan lalat, maka kit perlu mengetahui siklus hidup
lalat. Siklus hidup lalat mengalami metamorfosis sempurna, dengan stadium telur,
larva atau tempayak, pupa atau kepompong dan lalat dewasa. Perkembangan lalat
memerlukan waktu antara 7-22 hari, tergantung dari suhu dan makanan yang tersedia.
Lalat betina telah dapat menghasilkan telur pada usia 4-8 hari, dengan jumlah telur
sebanyak 75-150 butir dalam sekali bertelur. Semasa hidupnya seekor lalat bertelur 5-
6 kali.
Berikut masing-masing stadium dalam perkembangannya lalat (Wijayantono, 1992):
Stadium Pertama (Stadium Telur)
Stadium ini berlangsung selama 12-24 jam. Bentuk telur lalat adalah oval
panjang dan berwarna putih, besar telur 0,8-2 mm. Telur dapat dihasilkan oleh lalat
betina sebanyak 150-200 butir. Lamanya stadium ini dapat dipengaruhi oleh faktor
panas dan kelembaban, tempat bertelur dimana semakin panas semakin cepat menetas
dan berlaku sebaliknya. Telur diletakkan pada bahan-bahan organik yang lembab
seperti sampah, kotoran binatang, kotoran manusia atau bahan-bahan lain yang
berasal dari binatang dan tumbuhan yang membusuk.
Stadium Kedua (Stadium Larva atau Tempayak)
Stadium ini terdiri dari 3 tingkatan yaitu:
1. Tingkat I --- Telur yang baru menetas disebut instar I, berukuran panjang 2
mm, berwarna putih, tidak bermata dan berkaki, sangat aktif dan ganas
terhadap makanan, setelah 1-4 hari melepas kulit dan keluar menjadi instar
II.
2. Tingkat II --- Ukuran besarnya dua kali dari instar I, setelah beberapa hari
maka kulit akan mengelupas dan keluar instar III dan banyak bergerak.
3. Tingkat III --- Larva berukuran 12 mm atau lebih, tingkat ini memerlukan
waktu 3-9 hari, larva tidak banyak bergerak, larva berpindah ke tempat
yang kering dan sejuk untuk berubah menjadi kepompong.
Stadium Ketiga (Stadium Pupa atau Kepompong)
Pada stadium ini jaringan tubuh larva berubah menjadi jaringan tubuh dewasa,
stadium ini berlangsung 3-9 hari atau tergantung suhu setempat yang disenangi lebih
kurang 35°C. Pupa ini berwarna coklat hitam dan berbentuk lonjong. Pada stadium
ini tubuh larva telah menjadi dewasa, kurang bergerak (tak bergerak sama sekali).
Setelah stadium ini selesai maka melalui celah lingkaran pada bagian anterior akan
keluar lalat muda.
b. Bahan
1. Kapas
2. Kloroform
3. Lalat
A. Tarsus
B. Antena
C Thorax berwarna hitam
D. Mata
E. Pada Sayap veinke-4
membentuksudut
Lalat rumah
Lalat Buah
VIII. Pembahasan
Pada pratikum kali ini dilakukan identifikasi terhadap lalat. Ini dilakukan untuk
mengetahui jenis/spesies dari lalat tersebut. Lalat termasuk ordo Diptera cylor rapha.
Super family terpenting adalah Muscoidea yang dibagi menjadi dua golongan , yaitu
Acalyptrata dan Calyptrata muscoidea. Terdapat beberapa parameter yang dapat
dilihat dalam menentukan jenis atau spesies dari lalat, yaitu :
1. Bentuk badan.
2. Warna badan ( kelabu, rangkap (gelap terang), metalik terang).
3. Vein ke- 4 pada sayap lalat.
4. Garis yang terdapat pada thorax.
Lalat, apabila dilihat dari mulutnya ada yang brsifat non bitting dan bitting.
Artinya, ada lalat yang bersifat tidak menggigit dan ada juga yang bersifat menggigit.
Contoh dari lalat bersifat menggigit adalah Stomaxis, Glosina, dan Lyperosia.
Sedangkan, yang tidak menggigit adalah Musca. Lalat yang tidak menggigit ini
biasanya adalah lalat rumah. Sedangkan, yang memiliki sifat menggigit adalah lalat
kandang. Karena lalat ini memiliki tipe mulut yang menusu, lalat ini mengambil
darah dari hewan ternak, biasanya sapi perah atau sapi yang berada di kandang.
Terdapat 5 lalat terpenting yang ditemukan pada pratikum kali ini yaitu :
1. Lalat rumah (Musca domestica) dengan ciri-ciri :
Warna kelabu atau kehitam-hitaman
Vein ke-4 pada sayap membentuk sudut
Thorax gelap, dan terdapat 4 strip hitam
2. Lalat buah (Sarcopaga sp)
Warna badan kelabu
Thorax berwarna kelabu
Terdapat 3 strip hitam pada dorsal thorax
Pada vein ke-4 pada sayap membeentuk kurva
3. Lalat kandang (Stomoxis calcitran) dengan ciri-ciri :
Pada thorax terdapat bintik putih atu pucat
Vein ke-4 pada sayap membentuk lurus
4. Lalat sampah
5. Lalat hijau
IX. Kesimpulan
Dari pratikum kali ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Ditemukan lalat yang sesuai dengan kunci identifikasi yang memiliki jenis Musca
domestica.
2. Ditemukan lalat yang sesuai dengan kunci identifikasi yang memiliki jenis
Sarcopaga sp.
3. Ditemukan lalat yang sesuai dengan kunci identifikasi yang memiliki jenis lalat
sampah.
X. Daftar Pustaka
Azrul Azwar.2009. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan.Jakarta : Mutiara
Adong Iskandar.1989. Pemberantasan Serangga Dan Binatang
Pengganggangu.Jakarta : Depkes RI
Bambang, A.M, 2011. Pengendalian Hama Dan Penyakit Ayam .Yogyakarta :
Kanisius
Candra,Budiman.2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC
Jirna.2009. Bahan Ajar Entomologi : Poltekkes Denpasar Jurusan Analis Kesehatan
Safar, Rosdiana. 2009. Parasitologi Kedokteran : Protozoologi, Entomologi, dan
Helmintologi. Bandung : Yrama Widya
IDENTIFIKASI KECOA
OLEH
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLIEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
D III JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2013
a. Abdomen
b. Stilus
a
TAMPAK BELAKANG
d
e
VIII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kal ini praktikan melakukan praktikum tentang identifikasi
kecoa. Dalam mengidentifikasi kecoa memerlukan dissecting mikroskop. Proses
identifikasi kecoa menggunakan dissecting mikroskop karena mikroskop ini
mempunyai bidang pengelihatan yang luas dan jarak kerja yang panjang, dengan
demikian benda yang diamati cukup jauh, sehingga mikroskop ini dapat digunakan
sebagai pembedahan. Selain itu, dissecting mikroskop digunakan untuk mengamati
morfologi serangga, akar/ bagian tumbuhan atau buah dengan visualisasi 3 dimensi
(3D).
Seperti melakukan pengamatan dengan dissecting mikroskop, kita juga
dapat melakukan identifikasi/ pengamatan kecoa dengan menggunakan loop (kaca
pembesar), tetapi penggunaan loop (kaca pembesar) ini banyak kekurangannya.
Kekurangan menggunakan loop (kaca pembesar) adalah tidak bisa mengatur cahaya
yang digunakan dalam identifikasi, loop tidak memiliki tipe-tipe pembesaran, seperti
dissecting mikroskop yang memiliki pembesaran dari 1X sampai 3X, dan hasil
identifikasipun tidak begitu jelas bila menggunakan loop. Sehingga hasil pengamatan
tidak akurat.
Dalam pengamatan atau identifikasi kecoa menggunakan dissecting
mikroskop, kecoa sebelumnya dimatikan dengan kloroform, kemudian dletakkan
pada petridish untuk diamati dengan loop (kaca pembesar) maupun dissecting
mikroskop. Selain ditempatkan pada petridish, pengamatan / identifikasi kecoa dapat
dibantu menggunakan jarum seksi, dengan cara jarum seksi ditusukkan pada bagian
abdomen, kemudian diamati dengan loop atau dissecting mikroskop. Penggunaan
jarum seksi dapat digunakan untuk menggerakkan bagian-bagian tubuh kecoa yang
akan dilihat/ diidentifikasi. Kelebihan menggunakan jarum seksi dibandingkan
petridish adalah bila menggunakan jarum seksi, kita dapat dengan mudah mengamati
bagian-bagian tubuh kecoa, dengan cara menggerakkan jarum seksi kearah badan
atau bagian tubuh kecoa yang ingin diamati. Sedangkan kekurangan menggunakan
jarum seksi adalah adanya kemungkinan merusak tubuh kecoa karena terlalu keras
saat menusuk, selain itu kecoa dapat terlepas dari jarum seksi karena kurang tepat saat
menusukkan jarum seksi.
Pada praktikum identifikasi kecoa yang dilakukan, praktikan berhasil
mengidentifikasi dua jenis kecoa. Ciri-ciri kecoa yang diamati untuk mengidentifikasi
jenis kecoa adalah warna tubuhnya, sayap serta ukuran tubuh kecoa. Berikut adalah
dua jenis kecoa yang diidentifikasi beserta dengan ciri-cirinya, yaitu :
1. Periplaneta americana ( kecoa Amerika )
Ciri-ciri yang berhasil diidentifikasi adalah ukuran badannya dengan
panjang 3,6 cm dan lebar tubuhnya 1,4 cm, ukuran sayapnya dengan
panjang 2,7 cm dan lebarnya 1 cm, warna dari sayap adalah coklat
kemerahan,sayap menutupi seluruh bagian abdomen, sayap depan
seperti kertas perkamen, dan pronotum berwarna kuning keruh dan
ditengahnya terdapat bercak coklat. Selain itu terdapat stilus pada
belakang abdomen yang menandakan bahwa kecoa yang diidentifikasi
adalah jenis kelamin jantan.
2. Blatella orientalis ( kecoa oriental )
Ciri-ciri yang berhasil diidentifikasi adalah ukuran badannya 3 cm,
warnanya hitam dengan bintik-bintik putih, sayap pendek dan tidak
menutupi abdomen, warna dari abdomen adalah bercak-bercak kuning.
Selain itu terdapat stilus pada belakang abdomen yang menandakan
bahwa kecoa yang diidentifikasi adalah jenis kelamin jantan.
IX. KESIMPULAN
Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Proses pengidentifikasian kecoa menggunakan dissecting mikroskop, karena
mikroskop ini mempunyai bidang pengelihatan yang luas dan jarak kerjanya yang
panjang. Dengan demikian benda yang diamati cukup jauh.
2. Ciri-ciri kecoa yang diamati secara garis besar adalah warna tubuh, sayap, dan
ukuran tubuh. Ada tidaknya stilus dilhat untuk menentukan jenis kelamin.
3. Kecoa yang berhasil diidentifikasi berjenis kelamin jantan dengan dua jenis kecoa
yaitu : Periplaneta Americana dan Blatella orientalis.
X. DAFTAR PUSTAKA
Sarar, Rosdiana. 2009. Parasitologi Kedokteran, Bandung : Yrama Widya.
Jirna, I Nyoman. 2009. Bahan Ajar Entemologi Kesehatan. Denpasar : Politeknik
Kesehatan Denpasar.