Anda di halaman 1dari 10

PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI

S1 BIOMEDIK

DEPARTEMEN PARASITOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG
2023
PEMERIKSAAN TINJA LANGSUNG

1. PENGANTAR
Pemeriksaan tinja/feses yang dilakukan pada modul ini adalah pemeriksaan
tunja langsung secara mikroskopis khusus untuk pemeriksaan parasit usus.
2. TUJUAN
Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan tinja langsung.

Tujuan Instruksional Khusus


Mahasiswa mampu:
 Melakukan pembuatan sediaan tinja secara langsung.
 Melakukan interpretasi hasil pemeriksaan: cacing usus (nematoda, cestoda, dan
trematoda usus) dan protozoa usus.

3. STRATEGI PEMBELAJARAN
a. Latihan pembuatan sediaan tinja secara langsung dan interpretasi hasil di bawah
pengawasan instruktur
b. Responsi.

4. PRASYARAT
Mahasiswa yang mengikuti keterampilan pemeriksaan tinja dan anal swab
adalah mahasiswa yang telah memiliki:
 Keterampilan penggunaan mikroskop
 Pengetahuan tentang penilaian makroskopis tinja
 Pengetahuan tentang morfologi parasite usus (helminth dan protozoa usus)

5. LANDASAN TEORI
Pemeriksaan tinja dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis.
Sebelum melakukan pemeriksaan secara mikroskopis, terlebih dahulu harus
dilakukan pemeriksaan secara makroskopis. Pada pemeriksaan secara
makroskopis perhatikan konsistensi tinja dan adanya darah dan lendir. Tinja
yang mengandung darah dan lendir dapat ditemukan pada kasus infeksi
bakteri (Shigella) dan infeksi parasit (Amuba, telur S. mansoni, S. japonicum
dan kadang-kadang S. Haematobium serta Trichuris trichiura).
Pemeriksaan tinja pada kecacingan terdiri dari pemeriksaan langsung
(dengan kaca tutup dan tanpa kaca tutup), konsentrasi (sedimentasi, floatasi,
modifikasi kato katz, dll) dan biakan (Harada-Mori). Pada pemeriksaan
langsung dapat dijumpai telur cacing, larva, dan cacing dewasa.
Pada pemeriksaan tinja untuk protozoa usus secara mikroskopik
ditemukan stadium trofozoit dan kista. Stadium trofozoit harus diperiksa dalam
tinja segar (30 menit setelah BAB). Pada tinja yang tidak segar stadium
trofozoit tidak terlihat lagi pergerakannya. Stadium kista masih dapat
ditemukan pada tinja yang tidak segar. Umumnya dalam tinja cair dapat kita
jumpai stadium trofozoit/vegetatif dan dalam tinja padat umumnya kita
temukan stadium kista. Stadium trofozoit lebih mudah ditemukan pada tinja
yang berlendir dan atau berdarah.
Pemeriksaan tinja secara langsung menggunakan larutan eosin /
lugol / NaCl fisiologis. Untuk pemeriksaan cacing usus sebaiknya digunakan
eosin / larutan NaCl fisiologis, sedangkan untuk pemeriksaan protozoa
sebaiknya digunakan lugol/eosin.

Sediaan eosin :
 Parasit mudah ditemukan
 Pada pemeriksaan cacing latar belakang sediaan lebih jelas
 Tampak pergerakan bentuk vegetatif
 Tampak bentuk parasit, ektoplasma, endoplasma, dinding kista, vakuol, benda
kromatoid,sisa organel
 inti entamoeba kadang-kadang samar-samar

Sediaan lugol :
 Stadium vegetatif sukar dikenal
 Inti parasit jelas
 Benda kromatoid tidak tampak
 Sisa organel jelas
 Stadium kista lebih jelas

6. ALAT DAN BAHAN


 Handscoen
 kaca objek
 kaca penutup
 larutan: eosin/lugol/garam fisiologis
 lidi atau aplikator lainnya
 mikroskop
 tinja.

7. PROSEDUR KERJA
7.1 Pengumpulan spesimen tinja
Spesimen tinja ditampung pada wadah bersih bermulut lebar dan mempunyai
tutup. Pada umumnya untuk pemerikssaan tinja rutin jumlah tinja yang dibutuhkan
cukup 2-5 gr (kira-kira sebesar biji jagung). Yang penting tinja harus bebas minyak,
bahan kimia dan sebaiknya tidak bercampur dengan urin. Lebih baik menggunakan
tinja tanpa menggunakan pencahar atau enema.
Tinja yang padat dapat disimpan semalam pada suhu rendah (4 0C) tanpa
mengurangi nilai diagnostiknya, akan tetapi bila tinja berupa cair atau mengandung
lendir dan darah harus diperiksa segera. Bila tinja hendak disimpan lebih lama harus
difiksasi / diawetkan.
7.2 Pengawetan tinja
Untuk pemeriksaan spesimen tinja yang banyak, tidak mungkin semua spesimen
dapat diperiksa dalam waktu singkat. Maka spesimen tinja harus diawetkan dengan
menggunakan larutan formalin 5-10% untuk pemeriksaan cacing , larutan schaudin,
larutan PVA (polyvinyl alcohol) atau larutan Mertiolat-Iodium Formaldehid (MIF)
untuk pemeriksaan protozoa usus.
7.3 Pembuatan sediaan tinja secara langsung
 Teteskan satu tetes larutan eosin/lugol/garam fisiologis ke atas kaca objek
 Dengan lidi ambil sedikit tinja (± 2 mg) dan campurkan dengan
tetesan larutan sampai homogen, buang bagian-bagian kasar
 Tutup dengan kaca penutup ukuran 22 x 22 mm, sedemikian
rupa sehingga tidak terbentuk gelembung – gelembung udara
 Periksa secara sistematik dengan menggunakan pembesaran
rendah (lensa objektif 10x). Untuk memperjelas periksalah dengan
lensa objektif 40x
 Pada tepi sediaan dapat direkatkan dengan lilin cair/ entelan/
pewarna kuku (kuteks) supaya tidak cepat kering.

Kesalahan yang mungkin timbul pada pembuatan sediaan tinja adalah:


- Sediaan tidak homogen
- Sediaan terlalu tebal
- Banyak rongga udara
- Cairan merembes keluar dari kaca tutup

a b

c d e

Gambar 1. Pemeriksaan Tinja


a). Alat dan Bahan; b) meneteskan larutan eosin / lugol / NaCl; c) Mengambil tinja; d)
menghomogenkan tinja dengan larutan; e) menutup dengan kaca penutup

7.4 Interpretasi hasil


 Diagnosis cacingan ditegakkan dengan menemukan telur atau larva
 Diagnosis protozoa usus ditegakkan dengan menemukan stadium
trofozoit atau kista
Pada pewarnaan dengan eosin sediaan berwarna merah muda sedangkan pada
pewarnaan dengan lugol sediaan berwarna kekuningan.

Gambar telur Ascaris lumbricoides Gambar telur Trichuris trichiura

Gambar telur cacing tambang Gambar Giardia lamblia stadium


trofozoit

DAFTAR PUSTAKA
a. Brown, Harol. W. 1979. Parasitologi Klinis. Penerbit Gramedia, Jakarta.
b. Garcia, Lynne, S; Bruckner, David A. 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran.
EGC.
c. Hadidjaja P. 1990. Penuntun Laboratorium Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta.
d. Ismid IS, Winita R, Sutanto I, dkk. 2000. Penuntun Praktikum Parasitologi
Kedokteran. FKUI. Jakarta.
e. Jeffrey, H.C; R.M. Leach. 1993. Atlas Helmintologi dan Protozoologi Kedokteran.
Alih Bahasa : Prof. Dr. Spedarto, DTM & H, PhD. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
f. Natadisastra D, Agoes R. 2009. Parasitologi Kedokteran ditinjau dari organ tubuh
yang diserang. EGC. Jakarta.
g. Neva, A. Franklin, Brown, Harold. W. 1994. Basic Clinical Parasitology. Prentice-
Hall International Inc.
h. Sandjaja B. 2007. Protozoologi Kedokteran. Buku Prestasi Pustaka Publisher.Jakarta.
i. Zaman, Viqar, 1989. Atlas Parasitologi Kedokteran. Atlas Protozoa, Cacing, dan
Arthropoda Penting, Sebagian Besar Berwarna. Edisi II. Penerbit Hipokrates.
j. https://www.youtube.com/watch?v=AKae-CruyPE
k. https://www.youtube.com/watch?v=lNoZvIK0xGs
ANAL SWAB

1. PENGANTAR
Pemeriksaan anal swab merupakan pemeriksaan yang dilakukan
untuk menegakkan penyakit oxyuriasis/enterobiasis
2. TUJUAN
Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan anal swab.

Tujuan Instruksional Khusus


Mahasiswa mampu:
a. Melakukan pemeriksaan anal swab.
b. Melakukan interpretasi hasil pemeriksaan

3. STRATEGI PEMBELAJARAN
a. Latihan pemeriksaan anal swab dan interpretasi hasil di bawah pengawasan
instruktur
b. Responsi.

4. PRASYARAT
Mahasiswa yang mengikuti keterampilan pemeriksaan tinja dan anal
swab adalah mahasiswa yang telah memiliki:
a. Keterampilan penggunaan mikroskop
b. Pengetahuan tentang morfologi Oxyuris vermicularis

5. LANDASAN TEORI
a. Pengertian Anal Swab
Anal swab adalah suatu teknik pemeriksaan yang digunakan untuk
menegakkan diagnosis oxyuriasis/enterobiasis. Swab dilakukan waktu pagi
hari sebelum penderita mandi dan atau buang air besar dan “cebok”.
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan berulang (empat hari) berturut-turut. (Lyne
and David, 1996).

b. Jenis-jenis metode Anal Swab


Untuk menegakkan diagnosis infeksi oleh cacing kremi terdapat bermacam-macam
metode menurut cara pengambilan spesimen :
1) Metode N-I-H (National Institude of Heatlh)
Pengambilan sampel menggunakan kertas selofan yang dibungkuskan
pada ujung batang gelas dan diikat dengan karet gelang pada bagian sisi
kertas selofan, kemudian ditempelkan didaerah perianal. Batang gelas
dimasukkan ke dalam tutup karet yang sudah ada lubang di bagian
tengahnya. Bagian batang gelas yang mengandung selofan dimasukkan
kedalam tabung reaksi yang kemudian ditutup karet. Hal ini dimaksudkan agar bahan
pemeriksaan tidak hilang dan tidak mudah terkontaminasi (Pinardi H,1994) .
2) Metode pita plastik perekat (“cellophane tape“ atau “adhesive tape”) (Brooke
dan Melvin, 1969)
Pengambilan spesimen menggunakan alat berupa spatel lidah atau batang
gelas yang ujungnya dilekatkan adhesive tape, kemudian ditempelkan di daerah
perianal. Pada waktu melakukan swab, telur cacing akan menempel pada bagian
perekat adhesive tape. Adhesive tape diratakan di kaca objek dan bagian yang
berperekat menghadap ke bawah. Pada waktu pemeriksaan mikroskopis, salah satu
ujung adhesive tape di tambahkan sedikit toluol atau xylen pada perbesaran rendah
dan cahayanya dikurangi (Lynne dan David,1996).

3) Metode Anal Swab (Melvin dan Brooke, 1974)


Pengambilan spesimen menggunakan swab yang pada ujungnya terdapat
kapas yang telah dicelupkan pada campuran minyak dengan parafin yang telah di
panaskan hingga cair. Kemudian swab disimpan dalam tabung berukuran 100 x13mm
dan disimpan dalam lemari es. Jika akan digunakan untuk pengambilan spesimen,
swab diusapkan di daerah permukaan dan lipatan perianal. Swab diletakkan kembali
ke dalam tabung.
Waktu melakukan pemeriksaan, tabung yang berisi swab diisi dengan xylen
dan dibiarkan 3 sampai 5 menit, kemudian sentrifuge pada kecepatan 500 rpm selama
1 menit. Ambil sedimen lalu periksa dengan mikroskup (Lynne dan David,1996).

4) Metode Graham Scotch Tape


Alat dari batang gelas atau spatel lidah yang pada ujungnya dilekatkn adhesive
tape (Srisasi G,1998). Teknik penggunaan alat ini ditemukan oleh Graham (1941).
Teknik alat ini termasuk sederhana dalam penggunaannya. Untuk pengambilan
spesimen dilakukan sebelum pasien defekasi atau mandi dan dapat dilakukan
dirumah, sedangkan untuk membantu dalam pemeriksaan dilaboratorium digunakan
mikroskup dan sedikit penambahan toluen atau xylen (Craig and Faust’s,1970). Xylen
atau toluen digunakan untuk memberi dasar warna untuk telur dan membuat jernih
(Brown,1979).

6. ALAT DAN BAHAN


 cellophan tape
 tounge spatel (dapat juga digunakan stik es krim )
 tabung reaksi dan penutupnya
 kaca objek
 larutan toluol
 gunting

7. PROSEDUR KERJA

7.1 Pembuatan swab


 Pada pangkal tounge spatel/stik es krim diberi busa/gabus yang nantinya
sekaligus berfungsi menutup tabung reaksi.
 Pasang cellophan tape pada tounge spatel/stik es krim dengan bagian yang
berperekat di sebelah luar. Dan ikat bagian pangkal dengan karet atau selofan.
 Masukkan swab yang sudah d buat ke tabung reaksi
7.2 Pengambilan swab
Swab dilakukan di daerah perianal (sekitar anus) pada pagi hari segera setelah
anak bangun tidur, sebelum anak mandi atau buang air. Pengambilan spesimen
langsung dilakukan pada anak-anak.
 Jelaskan kepada pasien / orang tua pasien cara pengambilan sampel:
 Tempelkan bagian b e r p e r e k a t anal swab ini ke perianal anak p a d a pagi
hari baru bangun tidur sebelum mandi dan BAB.
 Swab seluruh bagian perianal
 Masukkan anal swab ke wadah tabung reaksi, tanpa menyentuh dinding
tabung

7.3 Pembuatan sediaan


 Keluarkan anal swab dari tabung reaksi, kemudian letakkan ujung stik pada
kaca objek
 Gunting salah satu pangkal anal swab lalu tempelkan ke kaca objek
 Kemudian potong ujung lain. Ratakan diatas kaca objek
 Teteskan toluol melalui pinggir pita selofan, tunggu beberapa menit
 Periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran lensa objektif 4x dan 10 x.
 Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan telur atau cacing dewasa dari
Oxyuris vermicularis

Gambar 2. Pemeriksaan anal swab


1-4. menyiapkan stik dengan cellophane tape
5. menempelkan stik pada perianal

Gambar telur Oxyuris vermicularis


DAFTAR PUSTAKA
a. Brown, Harol. W. 1979. Parasitologi Klinis. Penerbit Gramedia, Jakarta.
b. Garcia, Lynne, S; Bruckner, David A. 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran.
EGC.
c. Hadidjaja P. 1990. Penuntun Laboratorium Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta.
d. Ismid IS, Winita R, Sutanto I, dkk. 2000. Penuntun Praktikum Parasitologi
Kedokteran. FKUI. Jakarta.
e. Jeffrey, H.C; R.M. Leach. 1993. Atlas Helmintologi dan Protozoologi Kedokteran.
Alih Bahasa : Prof. Dr. Spedarto, DTM & H, PhD. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
f. Natadisastra D, Agoes R. 2009. Parasitologi Kedokteran ditinjau dari organ tubuh
yang diserang. EGC. Jakarta.
g. Neva, A. Franklin, Brown, Harold. W. 1994. Basic Clinical Parasitology. Prentice-
Hall International Inc.
h. Sandjaja B. 2007. Protozoologi Kedokteran. Buku Prestasi Pustaka Publisher.Jakarta.
i. Zaman, Viqar, 1989. Atlas Parasitologi Kedokteran. Atlas Protozoa, Cacing, dan
Arthropoda Penting, Sebagian Besar Berwarna. Edisi II. Penerbit Hipokrates.
j. https://www.youtube.com/watch?v=AKae-CruyPE
k. https://www.youtube.com/watch?v=lNoZvIK0xGs

Anda mungkin juga menyukai