Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PARASITOLOGI

OLEH :
NAMA :DIOSTRI SIKI
KELAS : 2 REGULER C
NIM : PO530333019637

POLTEKES KEMENKES KUPANG


PRODI SANITASI
2020/2021
PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA USUS PADA SAYURAN

Tujuan :
1. Mahasiswa dapat mengetahui prosedur pemeriksaan cacing nematoda usus pada sayuran
2. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pemeriksaan cacing nematoda usus pada sayuran
dengan benar

A. Landasan Teori
Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan sumber
makanan bagi mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur maupun parasit . Pertumbuhan
mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang dapat berbahaya lagi
kesehatan orang yang mengkonsumsinya .
Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau untuk pertumbuhan mikroorganisme
patogenik dan organisme lain penyebab penyakit . Berbagai penyakit dapat ditularkan melalui
makanan, diantaranya adalah tifus, kolera, disentri, maupun cacingan akibat mengkonsumsi
makanan yang mengandung mikroorganisme yang menimbulkan gangguan kesehatan .

B. Persiapan Alat Dan Bahan


1. Kerucut imhoff volume 1 liter dengan statif
2. Pipet tetes
3. Pipet ukur
4. Tabung centrifuge
5. Centrifuge
6. Kaca sediaan
7. Kaca penutup
8. Mikroskop
9. Larutan NaOH 2%
10. Larutan pewarna
C. Prosedur Kerja
1. Siapkan semua bahan dan peralatan yang dibutuhkan
2. Ambil kerucut imhoff . Tuang larutan NaOH 2% sebanyak 500 ml
3. Masukan sampel sayuran kedalam kerucut yang sudah berisi larutan NaOH 2% .
Biarkan selama 1 jam
4. Buang larutan dibagian atas dan sayuran, sisakan sebanyak 100 ml
5. Taruh larutan NaOH 2% yang tersisa dalam kerucut
6. Bagi dalam tabung centrifuge masing-masing 10 ml
7. Masukan kedalam centrifuge dan putar dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit
8. Keluarkan tabung dari centrifuge , buang supernatanya
9. Siapkan kaca sediaan yang sudah tetesi dengan 1-2 tetes larutan pewarna
10. Tuanglah endapan yang ada pada tabung centrifuge ke dalam kaca sediaan yang
sudah di siapkan
11. Tutup kaca sediaan dengan kaca penutup
12. Amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x , apakah ada telur cacing parasit
usus atau tidak
13. Tentukan jenis telur cacing yang ditemukan . Gambar telur cacing dapat dilihat pada
gambar pemeriksaan sampel tanah

D. Hasil dan Pembahasan


Dari hasil praktikum yang kami lakukan pada sayuran oleh kelompok satu yang di
peroleh adalah ada telur cacing pada sayur yang di rendam dengan dengan larutan NaOH 2%
E. Pembahasan
Berdasarkan hasil yang kami peroleh dari praktikum pemeriksaan cacing pada sayuran
(kangkung) kelompok kami menemukan telur cacing ascaris lumbricoides pada sampel. Hal ini
menunjukan bahwa sayuran tersebut tidak aman di konsumsi karena cacing lumbricoides akan
menyebabkan penyakit ascariasis (seperi di air)

F. Kesimpulan
Dari hasil praktikum telur cacing pada sayur kangkung diperoleh hasil positif. Diman asayur
tersebut tidak aman di konsumsi oleh karena itu kita harus memperhatikan kebersihan sayuran
yang kita olah.
G. Saran
1. Mencuci sayuran dengan air yang mengalir sebelum diolah
2. Masak sayuran sampai matang
3. Penyajian makanan matang harus bersih dan benar
PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA USUS DALAM TANAH
WAKTU PELAKSANAAN :
TEMPAT PELAKSANAAN :
TUJUAN :
1. MAHASISWA DAPAT MENGETAHUI PROSEDUR PEMERIKSAAN CACING
NEMATODA USUS DALAM TANAH
2. MAHASISWA DAPAT MELAKUKAN PROSEDUR PEMERIKSAAN CACING
NEMATODA USUS DALAM TANAH
3. MAHASISWA DAPAT MENGIDENTIFIKASI JENIS TELUR CACING NEMATODA
USUS YANG ADA DALAM TANAH
A. LANDASAN TEORI
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tinggi prevalensinyaterutama pada
pendududk didaerah tropis seperti di Indonesia, dan merupakan masalah yang cukup besar bagi
bidang kesehatan masyarakat.
Kelembaban dan temperature yang sesuai menyebabkan penularan cacing parasit usus
menjadi lebih cepat, terutama bila kondisi sanitasi lingkungan yang buruk.kebiasaan masyarakat
lebih buruk seperti membuang tinja sembarangan atau membuang sampah tidak pada tempatnya
turut berkontribusi dalam peningkatan jumlah cacing parasit usus di tanah dan akan
meningkatkan penularan penyakit cacingan.
Pengambilan sampel tanah dapat dilakukan untuk mengetahui penularan penyajit
cacingan melalui tanah. Sampel tanah yang dimaksud adalah tanah permukaan. Tanah
permukaan adalah bagian dari tanah yang berada pada permukaan. Bagian tanah ini diambil
dengan cara melakukan pengerukan tanah dengan sendok semen.
B. ALAT DAN BAHAN
1. Sendok
2. Sentrifuge
3. Tabung centrifuge
4. Obyek glass
5. Cover glass
6. Gelas ukur 1000 ml
7. Saringan kawat
8. Mikroskop
9. Batang pengaduk
10. Corong
11. Timbangan
12. Rak tabung reaksi
13. Pipet
14. Garpu tanah
15. Sendok semen
16. Kantung plastic
17. Spidol (permanen)
18.
Reagen- reagen yang diperlukan
 Larutan NaCl jenuh untuk mengapungkan telur cacing
 Eosin, pewarna telur cacing
 Aquades : sebagai pelarut

C. PROSEDUR KERJA
1. PROSEDUR PENGAMBILAN SAMPEL TANAH
 Bersikan titik lokasi tersebut dengan garpu tanah dari lahan, rumput kering dan krikil
 Siapkan kantong plastic, beri label secukupnya dengan spidol
 Keroklah tanh permukaan dengan sendok semen, ambil sebanyak kurang lebih 100
gram dan masukan kedalam kantong plastic
 Ikatlah kantong
 Kirim kelaboratorium, hendaknya tidak lebih dari 7 hari
2. PROSEDUR PEMERIKSAAN DI LABORATORIUM
 Saring tanah sebanyak kurang lebih 5 gram
 Masukkan tanah yang beratnya 5 gram tersebut kedalam tabung centrifuge
 Tambahkan aquadest 5 ml diaduk sebentar kemudian masuk dalam centrifuge
 Dicentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm
 Setelah di centrifuge buang supernatant atau cairan yang berbeda pada bagian atas
dan diganti dengan NaCl jenuh sebanyak 5 ml
 Dicentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm
 Setelah centrifuge dibuka tabung diangkat lalu diletakan pada rak tabung kemudian
ditambahkan NaCl jenuh sampai dipermukaan tanah kemudian ditutup dengan cover
glass dibiarkan selama 15 menit
 Sambil menunggu telut cacing naik kepermukaan, kita siapkan kaca sediaan yang
ditetesi dengan Eosin sebanyak 2-3 ml
 Setelah 15 menit cover glass diangkat, kemudian diletakan pada kaca sediaan yang
sudah diberi larutan eosin lalu dilihat dimikroskop dengan perbesaran obyektif 10x

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ciri-ciri telur hook worm :


berbentuk oval ukuran : panjang ± 60 μm dan lebar ± 40 μm dinding 1 lapis tipis dan transparan
isi telur tergantung umur :
Tipe A → berisi pembelahan sel (1 – 4 sel)
Tipe B → berisi pembelahan sel (> 4 sel)
Tipe C→ berisi larva
Ciri-ciri telur : berbentuk oval ukuran : panjang ± 50 μm dan lebar ± 23 μm dinding 2 lapis :
lapisan luar berwarna kekuningan dan lapisan dalam transparan pada kedua ujung telur terdapat
tonjolan yang disebut mucoid plug / polar plug / clear knop telur berisi embrio.

Ciri-ciri telur Ascaris lumbricoides fertil : berbentuk oval ukuran : panjang 45 – 75 μm dan


lebar 35 – 50 μm dinding 3 lapis : lapisan luar yang tebal berkelok-kelok (lapisan albumin),
lapisan kedua dan ketiga relatif halus (lapisan hialin dan vitelin) telur berisi embrio berwarna
kuning kecoklatan.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Nematoda usus terdiri dari beberapa spesies, spesies tersebut diantaranya adalah
Ascaris lumbricoides, Trichuris Trichiura dan cacing tambang.
Nematoda dalam usus ini memiliki perbedaan anatara satu dengan lainnya antaralain
perbedaan dalam klasifikasi, morfologi, siklus hidup, patologi dan epidemiologi
2. Saran
Diharapkan kepada semua masyarakat agar lebih memperhatikan kesehatannya,
dengan memperhatikan kondisi lingkungan tempat tinggalnya , dan memperhatikan
kebersihan makanan, dan lain sebagainya. Faktor kebersihan pribadi merupakan salah
satu hal yang penting, karena manusia sebagai sumber infeksi dapat mengurangi
kontaminasi/pencernaan tanah oleh telur dan larva cacing justru akan menambah polusi
lingkungan sekitarnya.
Faktor kebersihan pribadi terutama perilaku yang memicu terjadinya infeksi
nematoda usus adalah kebiasaan memelihara kebersihan kuku, tangan, kaki, serta
kebersihan setelah membuang air besar pada anak-anak karena masih dipengaruhi oleh
orang tua, maka kejadian infeksi nematoda usus juga sangat dipengaruhi oleh pendidikan,
perilaku dan kondisi social ekonomi.
PEMBUATAN SEDIAAN DARAH UNTUK DIAGNOSIS MALARIA
WAKTU PELAKSAAN:
TEMPAT PELAKSAAN :
TUJUAN PRAKTIKUM:
1. Mahasiswa dapat melakuakan cara pengambilan sampel darah malaria
2. Mahasiswa dapat membuat sediaan darah table dan tipis untuk diagnosis malaria

A. LANDASAN TEORI:
Berbagai spesies parasit termasuk protozoa dan helminthes pada stadium tertentu dari siklus
hidupnya dapat dijumpai dalam darah. Berbagai parasit tersebut trmasuk malaria, trypanosome
dan microfilaria. Karakteristik stadium dari berbagai spesies parasit tersebut dapat bergerak
bebas didalam plasma atau menginfeksi eritrosis.
Berbagai parasit tersebut sedangkala dapat ditemukan dari setetes darah namun juga
mungkin hanya dapat ditemukan dari sampel denyan volume tertentu. Mutu pembuatan sediaan
darah (SD) dan pewarnaannya sangat menentukan kebenaran diagnose. Karenanya, pengetahuan
tentang cara pembuatan SD serta persyaratan tentang kaca sediaan yang baik perlu diketahui.
Kasediaannya (KS) yang baik untuk pembuatan SD malaria adalah KS yang bersih, tidak
berdebu, tidak berlemak/mengandung alkahol, jernih,tidak kusam,dan tidak tergores.
Terdapat dua jenis SD,yaitu tipis/hapus dan SD tebal. SD tipis/hapus terdiri terdiri dari satu
lapisan sel darah merah. Volume darah yang diambil sedikit, melekat pada KS,difiksasi dengan
methyl alcohol absolute sebelum diwarnai.

MACAM-MACAM SEDIAAN DARAH (SD)


 SEDIAAN DARAH TIPIS/HAPUS
 Hanya terdiri dari 1 lapisan sel darah merah, melekat pada kaca sediaan
 Volume daerah yang diambil sedikit, tetapi bidang sediaan luas sehingga kemungkinan
adanya parasit pada SD lebih sedkit dan pemeriksaan SD menjadi lemah .oleh sebab itu SD
tipis/hapus tidak dianjurkan untuk pemeriksaan malaria.
 Sebelumnya diwarnai, SD harus difikasasi (direkatkan) lebih dahulu dengan metil akohol
absolute selama 30 detik. Sehingga sel-sel terutama sitoplasmanya tidak mengalami
kerusakan dan parasit dapat ditemukan dalam keadaan yang utuh.
 SEDIAAN DARAH TEBAL
 Terdiri dari tumpukan sel darah merah oleh sebab itu harus dihemolisir sebelum diwarnai.
Akibat simolisa, sel darah merah hancur sebagaian atau seluruhnya.demikian juga sel-sel
lain seperti loukosit dan parasit malaria menjadi rusak karena dinding sel dan sebagian
sitoplasmanya hancur.
 Volume daerah yang diambil cukup banyak, tetapi bidang sediaan sempit sehingga
kemunginan adanya parasit pada SD menjadi besar dan pemerilsaan lebih cepat. Oleh
karna itu untuk menegak diognosa malaria seharusnya menggunakan SD tebal.
 KRITERIA SEDIAAN DARAH (SD)YANG BERKUALITAS BAIK
 Sediaan darah harus bersih.
Waktu pengambilan darah harus diusahakan agar SD tidak tercemar debu/daki,
lemak/minyak, jasad renik/mikroba.harus dihindari pembeku dan granula leukosit ada pada
SD sebab benda –benda mirip dengan parasit.
 Volume darah yang diambil harus cukup yaitu 0,5 ml=2-3 tetes.
 Ketebalan SD harus baik
Untuk mengukur kekebalan,letaknya SD yang masih bersih di atas kertas bertulis, bila
tulisan itu masih dapat dibaca, berarti kekebalan SD cukup baik (tranparan). Bila SD sudah
diwarnai dan dipriksa dimikroskop, jumlah sel darah putihnya 10-20 per lapangan
pandang.
 Darah tidak boleh terfikasi
Fiksasi terdiri karena darah terkena alkahol/uapnya,spiritus/uapnya, panas/sinarmatahari
langsung dan keterlambatan mewarnai sampe beberapa hari.bila darah terfiksasi proses
pewarnaan akan terlambat atau tidak bekerja sama sekali.SD yang terfiksasi bewarna hitam
atau kehitaman-kehitaman.
 Proses hemolisa harus berlangsung sempurna.
Pada lapang pada SD yang proses hemolisanya tidak sempurna,akan ditemukan tumpukan
dinding sel darah merah yang tidak hancur.
B. ALAT DAN BAHAN
 Kaca sediaan yang bersih
 Lanchet swteril
 Kapas
 Alkahol
 Menatolabsolut
 Pencil
 Label
 Darah
C. PROSEDUR KERJA
1. Tentukan titik tusuk pada jri ke-3 atau 4 tangan kiri. Pilih pada bagian tepi jari, untuk bayi
usia kurang dari 6 bulan bisa diambil dari tumit atau jari kaki.
2. Desinfeksi ujung jari dengan kapas alkahol 70%,lalu dengan kapas kering untuk
menghapus sis alkahol.
3. Tusuk ujung jari dengan tepat dan cepat.
4. Usapkan tetasan darah pertama dengan kapas kering untuk menghilangkan sel darah
pembeku (thrombosis).
5. Gunakan tangan kanan untuk memegang gelas benda pada bagian tepinya dan gunakan
tangan kiri untuk menekan jari yang telah disuntik agar tetesan darah dapat keluar.
6. Ambil 2-3 tetes darah sesuai dengan banyaknya darahy yang keluar.letakkan tetes darah
berikutnya diujung KS untuk etiket.
7. Letakakan KS yang sudah berisi darah diatas meja dan bersihkan jari pasien dengan kapas
kering.
Segera buat SD sebelumnya darah mengumpal sebagai brikut:
 Tempatkan beberapa tetes darah dibagian tengah gelas benda.buat apus darah tebal
menggunakan ujung gelas benda yang lain dengan kekebalan dengan ketebalan yang
mencukupi. Apusan yang terlalu tebal atau terlalu tipis tidak dapat dicat dengan baik.
Diameter 1-1,5 cm
 Darah pada ujung KS harus dibersikan agar tidak terjadi kontaminasi antar SD
 Selanjutnya lebarkan daerah etiket sampai cukup luas untuk menuliskan kode. Bila
darah keting, tilis etiket dengan menggunakan pensil biasa. Etikes atau KS tidak boleh
di tuliskan dengan tinta yang dapat luntur oleh anisol (xylol). Pada waktu melakukan
pemeriksaan ualang kode sangat diperlukan oleh katena itu, kode harus ditliskan dengan
jelas.

Etiket meliputi : kode tempat, tanggal atau tahun pembuatan SD, serta nomor SD (nomor
pasien.
 Letakan KS ditempat datar sampai darah kering sempurna oleh udara dan dijaga dari
gangguan debu dan lalat. Pengeringan dapat dipercepat dengan bantuan kipas angin.
 Sediaan darah tipis harus segera dikeringkan dan difiksasi dengan methanol absolute.
 Bungkus SD berpasangan dan bertolak belakang atau masukan kedalam kotak sediaan
dan siap untuk diwarnai. Ingat, selambat- lambatnya dalam tempo 24 jam SD sudah
diwarnai, sebab itu pada kegiatan malariometrik survey (MS) pewarnaan seyogyanya
dilakukan dilapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Plasmodium falciparum
 Troposoit muada

Btk cincin kecil, sitopplasma halus seperti cincin /spt burung terbang dipinggir eritrosit (bentuk
accole).
Inti warna merah 1/2 buah inti pada suatu cinci
 Troposoit tua

Sitoplasmanya mulai menebal /lebih padat /bentuk amuboid lebih teratur,intinya belum
membelah kadang sudah menjadi dua buah pigmen malaria kadang mulai tampak dalam eritrosit
ada titik-titik maurer (jarang ditemukan pada sediaan darah
 Skizon muda

Mengisi kira-kira separuh eritrosis bentuk agak membalut,inti mulai membelah pigmen malaria
mulai tampak diantara inti.titik maurer dalam eritrosit hilang.
 Skizon tua

Sitoplasma tidak mengisi seluruh eritrosis inti sdh membelah jadi 15-30 buah,merosit suda
tampak pigmen malaria mengumpal ditengah merozoit
 Gamotosit

Mikrogametosit
bentuk ginjal/pisang gemuk piasama merah muda intibesar tersebar ,pucat pigmen malaria
tersebar diantara inti
makrogametosit
bentuk langsing seperti pisang ambon,plasma berwarna biru inti padat kompak ,letak ditengan
pigmen malaria tersebai disekitar inti.
Gambar

2. Plasmodium vivax
 Troposozoit muada
Bentuk cincin,inti merah sitoplasma biru,didalam ada vakuola plasma dihadapkan inti
menebal.parasit terletak sentral didalam eritrosit dan biasanya hanya 1 parasit 1 eritrosit.
 Propozoit tua
Bentuk bualat mengisih hampir separoh eritrosit, plasama padat,tak bervakuola intimulai
membelah dianatara inti ada butir-butir kematian (pigmen malaria)dan ada titik-titik suchuffner.
 Skizon tua
Inti sudah membelah 12-24 tiap pembelahan inti,diikuti pembelahan sitoplasama ,sehingga
merozoit sudah tampak :12-24 bh parasit mengisi penuh eritrosit
 Gemetosit
Mikrogmetosit
Bentuk bulat besar,lebih kecil dari makrogometosit intnya besar pucat,tak kompak,letak
sentries.plasam pucatb kelabu-merarah muda pigmen malaria tersebar.
Makrogametosit
Bentuk lonjong /bulat,mengisi hampir seluruh erittrosis,inti kecil kompak,eksentri plasma biru
pigmen malaria terseabar.
Gambar

3. Plasmodium malariae
 Tropozoit muda
Bentuk cincin,inti merah,stoplasama biru,didalamnya terdapat vakuola cincin lebih besar dari
cincin PI.falciparum ,sehingga sukar dibedakan dengan dengan bentuk cincin trofozoid PI.vivax.
 Troposoit tua
Bentuk ameboid tidak jelas,jika dibandingkan PI vivax.plasma sering tampak melintang ,bentuk
pita dengan plasma makan memadat, sering sering dengan vakuola inti memanjang mirip bentuk
pita parasit tampak lebih nyata,karena pigmen kasar dan plasma padat.
 Skizon muda
Bentuk sitoplasma padat hampir mengisi seluruh eritrosit inti sudah membela terdapat pigmen
disekitar inti.
 Skizon tua
Bentuk seperti bunga mawar (roset)mengisi seluruh eritrosit intinya membelah jadi 8-12 masing-
masing akan jadi merozoit kadang eritrosit
Sudah pecah pigmen kasar ditengah sisa eritrosit menumpuk.
Gambar

KESIMPULAN DAN SARAN


KESIMPULAN
Berbagai spesies parasit termasuk protozoa dan helminthes pada stadium tertentu dari siklus
hidupnya dapat dijumpai dalam darah. Berbagai parasit tersebut trmasuk malaria, trypanosome
dan microfilaria. Karakteristik stadium dari berbagai spesies parasit tersebut dapat bergerak
bebas didalam plasma atau menginfeksi eritrosis.
Berbagai parasit tersebut sedangkala dapat ditemukan dari setetes darah namun juga
mungkin hanya dapat ditemukan dari sampel denyan volume tertentu. Mutu pembuatan sediaan
darah (SD) dan pewarnaannya sangat menentukan kebenaran diagnose.
Karenanya, pengetahuan tentang cara pembuatan SD serta persyaratan tentang kaca sediaan
yang baik perlu diketahui. Kasediaannya (KS) yang baik untuk pembuatan SD malaria adalah KS
yang bersih, tidak berdebu, tidak berlemak/mengandung alkahol, jernih,tidak kusam,dan tidak
tergores.
Terdapat dua jenis SD,yaitu tipis/hapus dan SD tebal. SD tipis/hapus terdiri terdiri dari satu
lapisan sel darah merah. Volume darah yang diambil sedikit, melekat pada KS,difiksasi dengan
methyl alcohol absolute sebelum diwarnai.
Plasmodium falciparum
 Troposoit muada

Btk cincin kecil, sitopplasma halus seperti cincin /spt burung terbang dipinggir eritrosit (bentuk
accole).
Inti warna merah 1/2 buah inti pada suatu cinci
 Troposoit tua
Sitoplasmanya mulai menebal /lebih padat /bentuk amuboid lebih teratur,intinya
belum membelah kadang sudah menjadi dua buah pigmen malaria kadang mulai tampak
dalam eritrosit ada titik-titik maurer (jarang ditemukan pada sediaan darah
Plasmodium vivax
 Troposozoit muada

Bentuk cincin,inti merah sitoplasma biru,didalam ada vakuola plasma dihadapkan inti
menebal.parasit terletak sentral didalam eritrosit dan biasanya hanya 1 parasit 1 eritrosit.
 Propozoit tua

Bentuk bualat mengisih hampir separoh eritrosit, plasama padat,tak bervakuola intimulai
membelah dianatara inti ada butir-butir kematian (pigmen malaria)dan ada titik-titik suchuffner.

 Skizon tua

Inti sudah membelah 12-24 tiap pembelahan inti,diikuti pembelahan sitoplasama ,sehingga
merozoit sudah tampak :12-24 bh parasit mengisi penuh eritrosit

Plasmodium malariae
 Tropozoit muda

Bentuk cincin,inti merah,stoplasama biru,didalamnya terdapat vakuola cincin lebih besar dari
cincin PI.falciparum ,sehingga sukar dibedakan dengan dengan bentuk cincin trofozoid PI.vivax.
 Troposoit tua

Bentuk ameboid tidak jelas,jika dibandingkan PI vivax.plasma sering tampak


melintang ,bentuk pita dengan plasma makan memadat, sering sering dengan vakuola inti
memanjang mirip bentuk pita parasit tampak lebih nyata,karena pigmen kasar dan plasma padat.
SARAN
Untuk dapat mengetahui apakah seseorang terkena malaria atau tidak maka disarankan untuk
melakuakan pemeriksaan mikroskopis malaria untuk dapat menghindari dari malria maka
disarankan untuk dapat menghindari gigitan nyamuk dengan cara membersihkan rumah tidak
mnggantung pakaian sembarangan dirumah selalu menguras bak mandi atau penampungan air
semnggu sekali.
PEMERIKSAAN CACING NEMATODA USUS DALAM TINJA
Waktu pelaksanaan :
Tempat pelaksanaan :
Tujuan pelaksanaan: :
1. Mahisiswa dapat mengetahui jenis atau metode pemeriksaan cacing nematode usus dalam
tinja
2. Mahasiswa dapat mengetahui prosedur pemeriksaan cacing nematode usus dalam tinja
3. Mahasiswa dapat melakukan prosedur pemeriksaan cacing nematode usus dalam tinja
dengan benar
4. Masiswa dapat mengidentifikasi jenis telur cacing nematode usus dengan benar

A. LANDASAN TEORI
Nematoda usus merupakan kelompok yang sangat penting gafi masyarakat Indonesia karena
masih banyak yang mengidap cacing ini sehungan dengan banyaknya factor yang menunjang
untuk hidup suburnya cacing parasit ini.
Pemeriksaan feses adalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang telah lama dikenal
untuk membantu klinis menegakkan diagnosis suatu penyakit. Feses merupakan specimen yang
penting untuk diagnosis adanya kelainan pada system traktus gastrointestinal seperti diare,
infeksi parasit, pendarahan gastrointestinal, ulkus peptikum, dan sebagainya.
Untuk pemeriksaan biasa dipakai feses sewaktu, jarang diperlukan feses 24 jam. Fesse
hendaknya diperlukan dalam keadaan segar karena bila dibiarkan kemungkinan unsur- unsur
dalam feses menjadi rusak. Wadah yang digunakan untuk pengammbilan feses sebaiknya yang
terbuat dari kaca atau dari bahan lain yang tidak dapat ditembus seperti plastic.
1. PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
Pada pemeriksaan mikroskopis menggunakan tinja segar. Hal- hal yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut
 Kuantitas tinja
Secara normal kuantitas atau banyaknya tinja yang dikeluarkan oleh anak sebanyak
100 gr/hari dan dewasa sebanyak 80 – 170 gr/ hari. Secara patologis pada penderita
kolera atau disentri kuantitas tinjanya cair dan banyak.
 Kualitas tinja
Meliputi hal- hal sebagai berikut:
1. Warna tinja
Secara fisiologis: warna tinja normal adalah sedikit coklat oleh karena adanya
sterkobilin dan urubilin yang dibuat oleh bakteri usus dari zat warna empedu.
Disamping itu warna tinja juga tergantung pada makanan atau obat yang dimakan
pada waktu itu. Sebagai contoh
Diet susu menyebabkan tinja barwarba orange
Makan sayur- sayuran menyebabkan tinja berwarna hijau
Pemakaian colonel pada obat- obatan menyebabkan tinja berwarna hijau
Pemakaian obat yang mengandung besi menyebabkan tinja berwarna hitam
Patologis
Sel empedu tersumbat, cairan tidak dapat masuk kedalam usus maka tinja menjadi tidak
berwarna ( seperti dempul)
Apabila terjadi perdarahan didalam usus bagian atas maka tinja hitam seperti teer dan
disebut malaena
Jika terjadi pendarahan perdarahan dibagian kaudal atau sebelah anal dari usus maka tinja
merah seperti darah
2. Konsistensi tinja
Keras (hard), jika ditusuk dengan lidi maka lidi tak dapat masuk. Keadaan ini terjadi pada
penderita obstipasi biasanya tinja sangat keras seperti batu dan berbentuk bulat kecil-
kecil.
Normal (formed), jika ditusuk dengan lidi maka masuk dan akan tetap berdiri tegak
Lembek (soft), jika ditusuk dengan lidi maka lidi akan masuk dan bila dilepaskan lidi
akan cendong
Setengah cair (loose/ watery), jika tinja ditusuk lidi dan setelah dilepaskan maka lidi akan
rebah sejajar dengan permukaan
Cair/ Encer (watery), tinja cair seperti air. Pada penderita colera tinja cair seperti air
cucian baras (leri)
3. Bau tinja
Fosiologis:
 Bau normal tinja disebabkan karena adanya skatol, indol, dan H2S
 Diet susu menyebabkan tinja tidak berbau
Patologis
o Disentri Amoeba, tinja berbau amis karena adanya darah
o Disentri Basiler, timja berbaubacin karena pembusukan protein
o Askariasis, tinja berbau amis
4. Bentuk tinja
Fisiologis : pada penderita obstipasi, tinja berbentuk bulat dan keras seperti batu
Patologis :
 Penderita stenosis usus bagian bawah tinja berbentuk seperti pensil
 Penderita dispepsi tinja berbentuk seperti buih
 Penderita diare tinja berbentuk seperti bubur
 Penderita kolera tinja berbentuk seperti air leri (air cucian beras)
5. Ada atau tidaknya lendir dan darah dalam tinja
Fisiologis : Pada keadaan normal tidak ada darah maupun lendir dalam tinja
Patologis : Pada penderita disentri akud karena infeksi E. histolytica atau basil shigella maka
tinja mengandung darah dan lendir.
2. Pemeriksaan Mikroskopis
a. Cara langsung
Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk
infeksi berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur telurnya.
 Larutan garam fisiologis
Alat dan bahan :
 Larutan garam fisiologis
 Pipet tetes
 Gelas benda yang bersih dan kering (preparat)
 Gelas penutup yang bersih dan kering
 Lidi atau tusuk gigi
 Feses atau tinja segar
Cara kerja :
 Ambil satu tetes larutan garam fisiologis menggunakan pipet tetes
kemudian teteskan pada gelas benda
 Dengan lidi, ambil tinja sedikitnya 1-2mg (sebesar kacang hijau)
kemudian hancurkan sampai merata pada larutan tersebut. Bagian bagian
kotor dibuang. Sesudah dipakai buang lidi tersebut dalam tempat yang
sudah disediakan (mengandung desinfektan).
 Tutp dengan gelas penutup sehingga cairan dibawahnya rata dan tidak
terjadi gelembung udara. Sediaan yang dibuat harus cukup tipis
(transparan).
 Diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x
 Pemeriksaan diulangi sedikitnya 3x (3 sediaan)
 Larutan lodium atau larutan lugol
Alat dan bahan :
 Larutan iodium / lugol
 Pipet tetes
 Gelas benda yang bersih dan kering (preparat)
 Gelas penutup yang bersih dan kering
 Lidi atau tusuk gigi
 Feses atau tinja segar
Cara kerja :
 Ambil satu tetes larutan lodium menggunakan pipet tetes kemudian
teteskan pada gelas benda
 Dengan lidi, ambil tinja sedikitnya 1-2mg (sebesar kacang hijau)
 kemudian hancurkan sampai merata pada larutan tersebut. Bagian bagian
kotor dibuang. Sesudah dipakai buang lidi tersebut dalam tempat yang
sudah disediakan (mengandung desinfektan).
 Tutp dengan gelas penutup sehingga cairan dibawahnya rata dan tidak
terjadi gelembung udara. Sediaan yang dibuat harus cukup tipis
(transparan).
 Diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x
 Pemeriksaan diulangi sedikitnya 3x (3 sediaan)
 Larutan eosin
Alat dan bahan :
 Larutan eosin
 Pipet tetes
 Gelas benda yang bersih dan kering (preparat)
 Gelas penutup yang bersih dan kering
 Lidi atau tusuk gigi
 Feses atau tinja segar
Cara kerja :
 Ambil satu tetes larutan eosin menggunakan pipet tetes kemudian teteskan
pada gelas benda
 Dengan lidi, ambil tinja sedikitnya 1-2mg (sebesar kacang hijau)
 kemudian hancurkan sampai merata pada larutan tersebut. Bagian bagian
kotor dibuang. Sesudah dipakai buang lidi tersebut dalam tempat yang
sudah disediakan (mengandung desinfektan).
 Tutp dengan gelas penutup sehingga cairan dibawahnya rata dan tidak
terjadi gelembung udara. Sediaan yang dibuat harus cukup tipis
(transparan).
 Diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x
 Pemeriksaan diulangi sedikitnya 3x (3 sediaan)
b. Cara tidak langsung
 Cara kualitatif
Cara pemeriksaan kualitatif ada beberapa macam namun yang
paling mudah dan efektif dan dapat dilakukan di laboratorium maupun di
lapangan adalah cara pengapungan dengan larutan NaCl jenuh. Cara ini
dapat digunakan untuk semua macam telur cacing kecuali yang
mempunyai operculum dan telur schiestosoma.
Alat bahan yang digunakan :
- Lidi
- Beaker glass ukuran 30ml
- Tabung reaksi
- Gelas benda
- Gelas penutup
- Larutan NaCl (garam dapur) jenuh
- Feses
Cara kerja
 Diambil tinja dengan lidi kira- kira 2 – 5 gram lalu dimasukan kedalam beaker glass
 Larutkan tinja tersebut dengan larutan NaCl jenuh sedikit sampai homogen.
Kemudian tuang larutan tersebut kedalam tabung reaksi sampai tinggi cairan
memenuhi permukaan tabung
 Lettakan gelas penutup diatas permukaan cairan (gelas penutup menempel diatas
permukaan, jaga jangan sampai cairan tumpah)
 Diamkan selama 30-45 menit
 Gelas penutup diambil dengan pinset kemudian letakan diatas gelas benda
sedemikian rupa sehingga tidak terdapat gelembung udara
 Periksa di bawah mikroskop pada pembesaran lemah sebanyak 10 kali. Telur-telur
yang ada dalam tinja karena kosentrasi larutan NaCl yang tinggi akan mengapung
dan menempel pada gas penutup
Cara kuantitatif
Cara kuantitatif berguna untuk mengetahui intensitas infeksi nematode usus. Tujuan dari
metode kato adalah untuk mengetahui adanya infeksi cacing parasit dan untuk mengetahui berat
ringannya infeksi cacing parasit usus.
Alat dan bahan:
- Gelas benda
- Pipet selopan (selotep), tebal ± 4µM, 7 x 2,5cm
- Kawat kasa dengan ukuran lubang tertentu (lubang halus) dipotong dengan ukuran
3x3cm
- Karton atau plastik tebal diberi lubang dengan volume tertentu sehingga tinja yang
dicetak dengan karton tersebut dapat diketahui beratnya (misalnya ± 30mg)
- Lidi dan kertas minyak
- Larutan malachite gren-gliserin yang terdiri dari 100ml geliserin+100ml aquades+1ml
3% malachite/gren
Cara kerja
1. Sebelum digunakan pita cellophane terlebih dahulu direndam dalam larutan Malechite
Green Gliserin selama kurang lebih 24 jam
2. Letakan tinja sebanyak kurang lebih 5 gram diatas kertas minyak, kemudian kawat kasa
diletakan di atas tinja tersebut lalu ditekan sehingga tinja akan tersaring melalui kawat
kasa tersebut
3. Diatas gelas benda letakan karon yang berlubang lalu tinja yang telah disaring tersebut
dicetak sebesar lubang karton
4. Berat tinja yang tercetak dapat diketahui, lalu ditutup dengan potongan pita selopan.
Sediaan diletakan dan diratakan dengan gelas benda yang lain.
5. Sediaan dibiarkan dalam temperature kamar selama minimal 30 menit supaya menjadi
transparan
6. Diperiksa dengan mikroskop seliruh permukaan selopan (gesesr atas kebawah atau kiri da
ke kanan) dengan pembesaran lemah (10x). jumlah telur cacing yang ditemukan dihitung.
Perhitungan jumlah telur untuk tiap- tiap spesies cacing usus dilakukan secara terpisah

HASIL DAN PEMBAHASAN


KESIMPULAN DAN SARAN

Anda mungkin juga menyukai