Anda di halaman 1dari 10

IDENTIFIKASI HELMINTH PADA FESES MANUSIA

I. HARI/TANGGAL PRAKTIKUM
Rabu, 20 September 2017
II. TUJUAN
- Untuk mengetahui ciri morfologi helmint yang terdapat pada feses
manusia
- Untuk mengetahui cara diagnosis laboratorium pada infeksi helminth
secara mikroskopis

III. PRINSIP PEMERIKSAAN


a. Metode Harada-Mori
Pemeriksaan cacing dengan mengoleskan feses pada kertas saring dan
memasukkannya kedalam kantong plastik ujung runcing dengan
penambahan aquadest. Kemudian menggantungnya pada benang dalam
kotak kertas (menyiramnya tiap hari). Setelah 7 hari diamati air pada
plastik dibawah mikroskop dengan perbesaran lensa objektif 10x.
b. Metode Kato Katz
Pemeriksaan telur cacing dengan menggunakan sampel feses yang
disaring dalam volume tertentu yang diletakkan pada objek glass dan
ditutup dengan selotip yang telah direndam dalam malachite green
sebagai latar untuk mempermudah pemeriksaan. Kemudian diamati
dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x dan menghitung jumlah
telur cacing didalamnya.
c. Metode Sedimentasi

Dengan adanya gaya sentrifugal dapat memisahkan anatara suspensi dan


suprenatannya sehingga telur cacing dapat terendapankan.

d. Metode Flotasi
Sampel diemulsikan kedalam larutan NaCl jenuh, dimana telur cacing
akan mengapung kepermukaan larutan dikarenakan perbedaan berat
jenis antara telur cacing dan larutan NaCl.

IV. DASAR TEORI

Feses adalah sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang kita
makan yang dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna.Jumlah normal
produksi 100 200 gram / hari. Terdiri dari air, makanan tidak tercerna, sel
epitel, debris, celulosa, bakteri dan bahan patologis, Jenis makanan serta
gerak peristaltik mempengaruhi bentuk, jumlah maupun konsistensinya
dengan frekuensi defekasi normal 3x per-hari sampai 3x per-minggu.
Pemeriksaan feses ( tinja ) adalah salah satu pemeriksaan laboratorium
yang telah lama dikenal untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis
suatu penyakit. Meskipun saat ini telah berkembang berbagai pemeriksaan
laboratorium yang modern, dalam beberapa kasus pemeriksaan feses masih
diperlukan dan tidak dapat digantikan oleh pemeriksaan lain. Pengetahuan
mengenai berbagai macam penyakit yang memerlukan pemeriksaan feses ,
cara pengumpulan sampel yang benar serta pemeriksan dan interpretasi
yang benar akan menentukan ketepatan diagnosis yang dilakukan oleh
klinisi.
Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur
cacing ataupun larva infektif. Pemeriksaan ini juga dimaksudkan untuk
mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang di periksa
fesesnya (Gandahusada.dkk, 2000). Pemeriksaan feses dapat dilakukan
dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan dengan
metode natif, metode apung, metode harada mori, dan Metode kato. Metode
ini digunakan untuk mengetahui jenis parasit usus, sedangkan secara
kuantitatif dilakukan dengan metode kato untuk menentukan jumlah cacing
yang ada di dalam usus. Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah
riwayat yang cermat dari pasien. Teknik diagnostik merupakan salah satu
aspek yang penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang
dapat ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang
ditemukan.
Sebagian besar infeksi dengan parasit berlangsung tanpa gejala atau
menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium
sangat dibutuhkan karena diagnosis yang hanya berdasarkan pada
gejalaklinik kurang dapat dipastikan. Misalnya, infeksi yang disebabkan
oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides). Infeksi ini lebih bamyak
ditemukan pada anak-anak yangsering bermain di tanah yang telah
terkontaminasi, sehingga mereka lebih mudahterinfeksi oleh cacain-cacing
tersebut. Biasanya hal ini terjadi pada daerah di mana penduduknya sering
membuang tinja sembarangan sehingga lebih mudah terjadi penularan.
Pengalaman dalam hal membedakan sifat berbagai spesies parasit, kista,
telur, larva, dan juga pengetahuan tentang bentuk pseudoparasit dan artefak
yang dikira parasit, sangat dibutuhkan dalam pengidentifikasian suatu
parasit.

Pemeriksaan telur cacing menggunakan metode tak langsung dengan


teknik sedimentasi (pengendapan). Tanah direndam dengan larutan NaOH
0,2% dan kemudian larutan hasil rendaman disentrifugasi sehingga
didapatkan endapan. Hasil endapan selanjutnya diperiksa di bawah
mikroskop. Pada sampel kubis yang ditemukan adanya telur Soil
Transmitted Helminths (STH), ditentukan jumlah kontaminasi dan jenis
telurnya.
- NaOH 0,4% berfungsi untuk pengendapan.
- NaCl jenuh berfungsi untuk pengapungan.
- Aquadest berfungsi untuk pencucian.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari pemeriksaan telur cacing
cara sedimentasi dibanding cara pengapungan dan cara langsung adalah cara
sedimentasi lebih sensitif sebab volume tinja yang diperiksa bisa lebih
banyak, dengan demikian hasil negatif dari pemeriksaan langsung bisa
menunjukkan hasil positif bila diperiksa dengan metode konsentrasi.
Meskipun pada sediaan cara sedimentasi terdapat partikel partikel tanah,
namun semua protozoa, telur dan larva yang ada akan terdeteksi, telur
telur cacing tetap utuh dan tidak terdistorsi mengendap di dasar lubang. Dan
cara ini juga merupakan cara yang lebih kecil kemungkinannya menjadi
subjek kesalahan teknik.

V. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
1. Tabung centrifuge
2. Kain kasa lebar
3. Beaker glass volume 500 ml dan 1000 ml
4. Lidi (panjang -+ 20 cm, panjang -+ 10 cm dan panjang -+ 5 cm)
5. Objek glass
6. Cover glass
7. Pipet tetes
8. Mikroskop
9. Kertas saring
10. Kertas minyak
11. Kawat kasa stainless (60 atau 80 meshs) atau kasa nilon (105 meshs)
dengan ukuran 3 cm x 3 cm untuk menyaring feses
12. Karton persegi (3 cm x 4 cm x 1,37) dengan lubang berdiameter 6
mm
13. Plastik es mambo
14. Kertas saring berukuran 13 x 120 mm dengan satu bagian ujungnya
meruncing
15. Kotak karton
16. Lampu spiritus
17. Benang besar
B. Bahan
1. Feses manusia
2. Larutan malachite green, terdiri dari: 100 bagian aquadest (atau 6%
fenol), 100 bagian gliserin dan 1 bagian malachite green 3%,
3. Selotip bening ukuran 2 5x3 cm yang direndam dalam larutan
gliserin-malachiet green selama 24 jam sebelum digunakan.
4. Aquadest
5. Larutan brine (larutan garam jenuh)

VI. CARA KERJA


a. Pemeriksaan Feses Konsentrasi Metode Sedimentasi
1. Ambil feses -+ 1 gram dengan menggunakan lidi, kemudian
masukkan kedalam beaker glass volume 100 ml.
2. Tambahkan dengan aquadest sebanyak 10 ml (dengan cara
diteteskan sedikit demi sedikit) sambil hancurkan feses
menggunakan lidi. Aduk sampai homogen.
3. Letakkan kain kasa diatas tabung sentrifuge, kemudian masukkan
semua suspensi feses kedalamnya
4. Tambahkan aquadest sampai tabung sedimen hamper penuh (3/4
tabung), kemudian diamkan selama -+ 15 menit sehingga terbentuk
sedimen.
5. Supernatan (cairan bagian atas sedimen) dibuang dan diganti dengan
aquadest yang baru. Bila supernatant masih keruh, lakukan hal yang
sama sampai supernatant menjadi jernih
6. Buang cairan supernatant dan sisakan sedimennya
7. Ambil sedikit sedimen, kemudian letakkan pada objek glas dan tutup
dengan cover glass
8. Periksa menggunakan mikroskop dengan pembesaran lensa objektif
10x. untuk menentukan spesies protozoa yang ditemukan, cocokkan
dengan atlas berwarna parasitologi kedokteran

b. Pemeriksaan Feses Konsentrasi Metode Flotasi (pengapungan)


1. Buat larutan brine, dengan cara masukkan aquaadest sebanyak 500
ml kedalam beaker glass. Masukkan garam jenuh sedikit demi
sedikit sambil diaduk menggunakan batang pengaduk sampai garam
jenuh tidak larut.
2. Isi tabung reaksi dengan larutan brine sebanyak 8 ml
3. Ambil feses sebanyak -+ 1 gram dengan menggunakan lidi,
kemudian masukkan ke dalam beaker glass volume 100 ml
4. Tuang larutan brine yang berada di dalam tabung reaksi ke dalam
beaker glass yang berisi feses sedikit demi sedikit sambil
dihancurkan dengan lidi.
5. Jika larutan brine yang berada didalam tabung reaksi masih tersisa,
tuangkan semuanya kedalam beaker glass.
6. Masukkan semua campuran feses tersebut ke dalam tabung reaksi
tadi. Aduk sampai homogen dan buang bagian-bagian kasar yang
terapung pada permukaan larutan dengan lidi
7. Jika tabung reaksi belum penuh, tambahkan larutan brine lagi
dengan pipet tetes sampai permukaan tabung reaksi cembung,
kemudian tutup dengan cover glass sampai menyentuh permukaan
larutan (usahakan agar cairan merata dan tidak ada gelembung
udara)
8. Diamkan selama -+ 45 menit pada suhu kamar
9. Ambil cover glass tersebut dengan hati-hati, kemudian letakkan di
atas objek glass yang bersih.
10. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran lensa objektif 10x.

c. Pemeriksaan Feses Metode Harada-Mori


1. Plastik es mambo dibuat runcing pada satu sisi yaitu dengan cara
meliputi bagian dasar kantong sehingga menjadi runcing, kemudian
bagian lipatan dipanaskan di atas api kecil sampai bagian yang
dipanaskan di atas api kecil sampai bagian yang dipanaskan merekat.
2. Masukkan aquadest sebanyak 3 ml
3. Oleskan feses dengan menggunakan lidi pada bagian tengah kertas
saring, kemudian masukkan kedalam kantong plastik yang ujungnya
runcing sedalam 1 cm dibawah permukaan aquadest.
4. Letakkan pada benang besar dan jepit dengan penjepit kertas yang
sudah pada kotak kertas
5. Simpan pada ruangan yang agak gelap pada suhu kamar selama 7
hari
6. Ambil aquadest yang berada dalam plastic es mambo pada bagian
ujung yang runcing menggunakan pipet tetes, kemudian teteskan
pada objek glass dan ditutup dengan cover glass.
7. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran lensa objektif 10x.

d. Pemeriksaan Feses Metode Kato-Katz


1. Letakkan kertas saring diatas meja kerja laboratorium
2. Letakkan kertas minyak diatas kertas saring yang terdapat pada meja
kerja laboratorium
3. Ambil objek glass dan letakkan karton yang sudah berlubang
diatasnya
4. Ambil feses dengan lidi sebanyak-banyaknya, kemudian letakkan
diatas kertas minyak yang berada di atas meja kerja laboratorium dan
tutup dengan kawat kasa diatas.
5. Tekan kawat kasa dengan lidi, kemudian ambil feses yang berada
diatas kawat kasa dengan lidi, kemudian masukkan kedalam lubang
karton diatas objek glass.
6. Angkat kertas karton, sehingga feses dalam lubang karton akan tetap
berada diatas objek glass.
7. Tutup dengan selotip yang sudah direndam dalam larutan gliserin-
malachiet green 3%
8. Tekan selotip dengan obyek glass lain agar feses menyebar rata
dibawah selotip.
VII. HASIL

Ascaris lumbricoides Ciri-Ciri


- Telur tidak dibuahi (infertil)
- Bentuk lonjong
- Isi telur berupa granula
- Berwarna kuning kecoklatan

Trichuris trichiura Ciri-Ciri


- Bentuk: seperti tempayan
- Ukuran : 50 X 20
- Kulit : warna tengguli dengan
ujung jernih
- Isi : sel telur (tinja segar)

VIII. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan identifikasi helminth pada feses
manusia dengan menggunakan metode Sedimentasi, flotasi, Kato-katz dan
harada mori. Adapun spesies helminth yang ditemukan adalah Ascaris
lumbricoides dan Trichuris trichiura bentuk telur.
Pemeriksaan telur cacing dengan metode apung, ada 2 cara yaitu
metode apung dengan disentrifugasi dan tanpa disentrifugasi. Pemeriksaan
dengan menggunakan metode ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi tinja
yang mempunyai sedikit telur. Cara identifikasinya yaitu dengan
membedakan berat jenis telur dengan kotoran pada tinja. Pada dasarnya
penggunaan NaCl jenuh (33 %) dimaksudkan agar telur telur cacing dapat
terapung ke permukaan larutan karena berat jenis telur lebih ringan dari
kotoran yang lainnya.
Sedangkan untuk metode harada mori digunakan untuk
mengidentifikasi dan menentukan larva cacing yang didapatkan dari feses
penderita. Pemeriksaan dengan menggunakan metode ini yaitu untuk
mengidentifikasi larva cacing parasit, telur yang dieramkan selama 7 hari,
akan memungkinkan terjadinya penetasan terhadap telur tersebut.
Penggunaan media aquades disini berfungsi untuk menciptakan suatu
suasana yang lembab, sehingga pada daerah atau suasana tersebut telur
cacing akan menetas dan larva (larva infektif) ini akan teridentifikasi pada
aquades di bawahnya. Untuk metode kato-katz digunakan untuk menghitung
jumlah telur cacing yang terdapat pada sampel positif telur cacing, namun
pada praktikum ini tidak dilakukan penghitungan telur cacing secara
significant.
Berdasarkan pemeriksaan feses yang telah dilakukan, ditemukan
telur cacing Ascaris lumbricoides yang tidak dibuahi. Telur tersebut
memiliki ciri-ciri Bentuk lonjong, isi telur berupa granula Lapisan terluar
telur memiliki permukaan yang tidak rata, bergerigi, warnanya kecoklat-
coklatan karena pigmen empedu, lapisan ini dinamakan lapisan albuminoid.
Ascaris lumbricoides adalah cacing parasit usus yang ukurannya
paling besar. Biasa disebut dengan cacing gelang yang hidup di vili
duodenum dan jejunum. Jika di dalam telur cacing dalam feses, berarti ada
cacing dewasa yang hidup di usus manusia yang terinfeksi. Jumlah telur
yang ditemuakan pada spesimen didapatkan sekitar 5 butir dalam beberapa
lapang pandang, hal ini berarti sampel berada pada stadium infeksi sangat
ringan.
Kemudian dalam sampel berikutnya ditemukan telur Trichuris
trichiura dengan ciri cirri berbentuk seperti tempayan berukuran sekitar 50
X 20 , kulit berwarna tengguli dengan ujung jernih. Jumlah telur Trichuris
trichiura yang terdpat pada sampel selanjutnya tidak dilakukan perhitungan
jumlah telur, sehingga tidak dapat diketahui tingkat infeksi sampel.
Infeksi oleh parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan
gejala ringan. Diagnosis yang berdasarkan gejala klinik saja kurang dapat
dipastikkan, sehingga harus dengan bantuan pemeriksaan labolatorium.
Bahan yang akan diperiksa tergantung dari jenis parasit, untuk cacing atau
protozoa usus maka bahan yang diperiksa adalah tinja. Identifikasi terhadap
kebanyakkan telur cacing dapat dilakukan dalam bebrapa hari setelah tinja
dikeluarkan. Oleh karena itu Untuk dapat mengatasi infeksi cacing secara
tuntas, maka upaya pencegahan dan terapi merupakan usaha yang sangat
bijaksana dalam memutus siklus penyebaran infeksinya.

IX. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa ditemukan Ascaris lumbricoides stadium telur dan Trichuris
trichiura stadium telur.

Mataram, 28 September 2017

Dosen Pembimbing Praktikan

(Erlin Yustin Yustantos) (Silvi Mahelga)

Anda mungkin juga menyukai