Anda di halaman 1dari 17

ACARA V

PEMERIKSAAN FESES MENGGUNAKAN METODE APUNG DAN


HARADA MORI

Disusun oleh :

Nama : Syifa Afia Rizfahphi


NIM : I1A018093
Kelompok :1
Rombongan / Kelas :I/A
Asisten : Dewi Wulandari

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO

2019
A. Latar Belakang
Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
parasit berupa cacing. Cacing umumnya tidak menyebabkan penyakit berat
sehingga sering kali diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan
gangguan kesehatan. Tetapi dalam keadaan infeksi berat atau keadaan yang
luar biasa, kecacingan cenderung memberikan analisa keliru ke arah
penyakit lain dan tidak jarang dapat berakibat fatal (Margono., 2008).
Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan cacing golongan
nematoda usus yang menginfeksi manusia yang menelan telurnya melalui
rute fekal oral. Cacing ini terdiri dari beberapa jenis yaitu Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale serta Strongyloides stercoralis.1 Penyakit kecacingan dapat
menyebabkan seseorang mengalami anemia defisiensi besi, kekurangan
mikronutrien khususnya vitamin A, pertumbuhan terhambat, malnutrisi dan
diare kronik serta penurunan produktifitas pekerjaan sebanyak 40%.
(Nashiha., et al., 2018).
Diagnosis infeksi STH dapat ditegakkan dengan ditemukannya telur
cacing pada pemeriksaan feses. Kecacingan dapat terjadi apabila telur yang
infektif masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara tertelannya telur atau
masuknya larva menembus kulit. Cacing akan dewasa di usus dan bertelur
di usus manusia, kemudian telur akan keluar bersamaan dengan feses dan
berkembang di tanah (Supali, et al., 2009)

B. Tujuan
Mendiagnosa adanya infeksi telur cacing parasite pada orang yang
diamati fesesnya
C. Tinjauan Pustaka
Pemeriksaan feses di lakukan untuk mengetahui ada tidaknya telur
cacing ataupun larva yang infektif. Pemeriksaan feses ini juga di dilakukan
untuk tujuan mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang
yang di periksa fesesnya.Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah
riwayat yang cermat dari pasien. Teknik diagnostik merupakan salah satu
aspek yang penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang
dapat ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang
ditemukan. Sebagian besar infeksi dengan parasit berlangsung tanpa gejala
atau menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium
sangat dibutuhkan karena diagnosis yang hanya berdasarkan pada gejala
klinik kurang dapat dipastikan (Gandahusada dkk 2000).
1. Metode Apung
Teknik flotasi menunjukkan sensitivitas yang tinggi sebagai
alat diagnosis infeksi soil transmitted helminth dengan tingat infeksi
rendah. Karenanya banyak digunakan sebagai diagnosis pasti dalam
lingkungan rumah sakit dan lingkup survei epidemiologi. Di satu
sisi, teknik ini cukup komplek dan mahal dikarenakan menggunakan
sentrifugi didalamnya tetapi masih terbaik diantara metode lainnya
(Limpomo dan Sudaryanto., 2014).
Secara umum efektivitas pemeriksaan faeces flotasi di
pengaruhi oleh jenis larutan pengapung, berat jenis, waktu apung
(periode flotasi) dan homogenisitas larutan setelah proses
sentrifugasi.Larutan pengapung berperan penting dalam
menyebabkan telur cacing dapat pengapung sehingga mudah
diamati. Cara kerjanya didasarkan atas perbedaan berat jenis larutan
kimia tertentu (1,120- 1,210) dan telur larva cacing (1,050-1,150),
sehingga telur-telur terapung dipermukaan dan juga untuk
memisahkan partikel-pertikel yang besar yang terdapat dalam tinja.
Bahan pengapung yang lazim digunakan dalam pemeriksaan tinja
metode flotasi adalah larutan NaCl jenuh, glukosa, MgSO4, ZnSO4
proanalis, NaNO3 dan millet jelly (Limpomo dan Sudaryanto.,
2014).
Metode flotasi menggunakan larutan NaCl infus. NaCl ini
berfungsi mengapungkan telur cacing dengan berat jenis lebih
ringan daripada berat jenis larutan. Selain itu, NaCl berfungsi
memisahkan partikel besar pada feses sehingga memudahkan untuk
diproses dan diamati. Metode ini menggunakan penutupan dengan
gelas benda pada permukaan tabung sentrifuge yang ditambahkan
NaCl sampai cembung. Metode flotasi efektif digunakan untuk
mengetahui infeksi telur nematoda, coccidia oosit, telur tapeworms,
Nematodirus, Ascaris, Strongyloides, Trichuris dan Moniezia. (M.
Rofiq., et al., 2018).
2. Metode Haradamori
Kultur strip kertas saring Harada-Mori awalnya
diperkenalkan oleh Harada dan Mori pada tahun 1955. Teknik ini
membutuhkan kertas saring yang ditambahkan bahan tinja, dan
tabung reaksi berisi air yang dimasukkan. Setelah inkubasi di
lingkungan yang sesuai, penetasan telur dan / atau perkembangan
larva terjadi. Selain sensitivitas rendah 28%, kelemahan lainnya
adalah spesimen yang didinginkan atau diawetkan tidak dapat
digunakan untuk kultur. Selain itu, kertas saring yang mengandung
larva infektif biohazardous. (Sumeeta dan Shveta., 2017).
Teknik harada-mori digunakan untuk menentukan dan
mengidentifikasi larva infektif dari A.duodenale, N.americanus,
S.stercoralis dan Trichostronglus sp. Telur cacing dapat berkembang
menjadi larva infektif pada kertas saring basah dengan teknik ini.
Larva ini akan ditemukan di dalam air yang terdapat pada ujung
kantong plastic. (Aulia., 2015)
Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila
memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut tidak mengotori
permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut, tidak mengotori air
permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air tanah di sekitarnya, tidak dapat
terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan binatang-binatang
lainnya, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara
(maintanance), sederhana desainnya dan murah. (Notoatmodjo., 2007)

D. Alat dan Bahan


1. Metode Apung Tanpa Sentrifugasi
a. Alat
- Object glass
- Cover glass
- Beaker glass
- Rak tabung reaksi
- Lidi
- Tabung reaksi
- Saringan the
- Kertas label
- Mikroskop
b. Bahan
- 5 gram feses
- 50 ml larutan NaCl jenuh (33%)
2. Metode Apung dengan Sentrifugasi
a. Alat
- Object glass
- Cover glass
- Beaker glass
- Lidi
- Tabung sentrifugator
- Sentrifugator
- Saringan the
- Jarum ose
- Lidi
- Kertas label
- Mikroskop
b. Bahan
- 5 gram feses
- 50 ml larutan NaCl jenuh (33%)

3. Metode Harada mori


a. Alat
- Kantung plastic
- Kertas saring
- Lidi
- Beaker glass
- Object glass
- Cover glass
- Pipet tetes
- Penjepit
- Spidol
- Kertas label
- Gunting
b. Bahan
- Feses
- Aquades  5 ml
E. Prosedur Kerja
1. Metode Apung Tanpa Sentrifugasi

5 gram feses diaduk dalam  50 ml NaCl

Larutan disaring

Larutan dituang ke tabung reaksi sampai permukaan cembung


Larutan didiamkan 10 menit

Cover glass diletakkan pada sisi cembung lalu letakkan di object


glass

Diamati di mikroskop

2. Metode Apung dengan Sentrifugasi

5 gram feses diaduk dalam  50 ml NaCl

Larutan disaring

Larutan dituang ke tabung sentrifugasi sampai ¾ bagian

Tabung dimasukkan ke sentrifugator

Sentrifugasi 100x/menit (5 menit)

Larutan diambil dengan jarum ose dan diletakkan diatas object


glass lalu tutup dengan cover glass

3. Metode Haradamori

Aquades dituangkan  5 ml dalam kantung plastik


Feses dioles pada 1/3 bagian tengah kertas saring

Kertas saring dilipat dan dimasukkan ke kantung plastik

Identitas responden ditulis (Nama, SD, Kelas) dan Identitas


kelompok & rombongan

Simpan dalam suhu kamar  3-7 hari

Sampel diambil

Ujung plastic pembungkus digunting

Air dituang pada beaker glass

Air diambil dengan menggunakan pipet tetes

Setelah itu, diteteskan pada object glass lalu tutup dengan cover glass

Diamati di mikroskop
F. Hasil
1. Metode Apung Tanpa Sentrifugasi
NO. Identitas Responden Hasil Keterangan
- PHBS bagus
- Fasilitas air
bersih
Nama : Rafa
tersedia
Sekolah : SD PLIKEN 3 (-)
1. - Tidak pernah
Kelas : 1 Negatif
main tanah
Umur : 7 tahun
- Membiasakan
cuci tangan

- PHBS bagus
- Fasilitas air
bersih dan
jamabt sehat
Nama : Okta
tersedia
Sekolah : SD PLIKEN 3 (-)
2. - Tidak pernah
Kelas : 1 Negatif
main tanah
Umur : 7 tahun
- Membiasakan
cuci tangan

- PHBS bagus
Nama : Okta
- Fasilitas air
Sekolah : SD PLIKEN 3 (-)
3. bersih dan
Kelas : 1 Negatif
jamban sehat
Umur : 7 tahun
tersedia
- Tidak pernah
main tanah
- Membiasakan
cuci tangan

2. Metode Apung dengan Sentrifugasi


NO. Identitas Responden Hasil Keterangan
- PHBS bagus
- Fasilitas air
bersih
Nama : Sindy tersedia dan
Sekolah : SD PLIKEN 3 (-) jamban sehat
1.
Kelas : 1 Negatif - Tidak pernah
Umur : 7 tahun main tanah
- Membiasakan
cuci tangan

- PHBS bagus
- Fasilitas air
bersih dan
jamban sehat
Nama : Rofa tersedia
Sekolah : SD PLIKEN 3 (-) - Tidak pernah
2.
Kelas : 1 Negatif main tanah
Umur : 7 tahun - Membiasakan
cuci tangan

Nama : Yoga (-) - PHBS bagus


3.
Sekolah : SD PLIKEN 3 Negatif
Kelas : 1 - Fasilitas air
Umur : 7 tahun bersih dan
jamban sehat
tersedia
- Tidak pernah
main tanah
- Membiasakan
cuci tangan

3. Metode Haradamori
NO. Identitas Responden Hasil Keterangan
- PHBS bagus
- Fasilitas air
bersih dan
jamban sehat
Nama : Rasya
tersedia
Sekolah : SD PLIKEN 3 (-)
1. - Tidak pernah
Kelas : 1 Negatif
main tanah
Umur : 7 tahun
- Membiasakan
cuci tangan

2. - PHBS bagus
- Fasilitas air
bersih dan
Nama : Cindy
jamban sehat
Sekolah : SD PLIKEN 3 (-)
tersedia
Kelas : 1 Negatif
- Tidak pernah
Umur : 7 tahun
main tanah
- Membiasakan
cuci tangan
3. - PHBS bagus
- Fasilitas air
bersih dan
Nama : Rafa jamban sehat
Sekolah : SD PLIKEN 3 (-) tersedia
Kelas : 1 Negatif - Tidak pernah
Umur : 7 tahun main tanah
- Membiasakan
cuci tangan

G. Pembahasan
- Metode Apung tanpa Sentrifugasi
Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan didapatkan hasil
negative Pemeriksaan feses 3 orang anak SD dengan Metode Apung
tanpa sentrifugasi. Hal ini dikarenakan sesuai dengan hasil kuisioner
yang menyebutkan bahwa PHBS anak tersebut baik, tidak pernah
bermain tanah, selalu mencuci tangan dan tersedia fasilitas air bersih dan
jamban sehat. Hal ini berbeda dengan penilitan Hana dan Heru (2018)
didapatkan hasil positif telur Ascaris lumbricoides penyebab Askariasis
dan Hymenolepis diminuta pada pemeriksaan feses pada anak di
Kampung Pasar, Surabaya. Menurut Hana dan Heru didapatkan hasil
positif karena tempat tinggal anak yang terinfeksi, lingkungan tempat
tinggal yang padat penduduk, sanitasi yang buruk, sumber air bersih yang
sangat terbatas, kebiasaan buang air besar di sungai, merupakan faktor
yang berisiko untuk penularan penyakit cacingan.
- Metode Apung dengan Sentrifugasi
Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan didapatkan hasil
negative Pemeriksaan feses 3 orang anak SD dengan Metode Apung
dengan sentrifugasi. Hal ini dikarenakan sesuai dengan hasil kuisioner
yang menyebutkan bahwa PHBS anak tersebut baik, tidak pernah
bermain tanah, selalu mencuci tangan dan tersedia fasilitas air bersih dan
jamban sehat. Hal ini berbeda dengan penilitan Hana dan Heru (2018)
didapatkan hasil positif telur Ascaris lumbricoides penyebab Askariasis
dan Hymenolepis diminuta pada pemeriksaan feses pada anak di
Kampung Pasar, Surabaya. Menurut Hana dan Heru didapatkan hasil
positif karena tempat tinggal anak yang terinfeksi, lingkungan tempat
tinggal yang padat penduduk, sanitasi yang buruk, sumber air bersih yang
sangat terbatas, kebiasaan buang air besar di sungai, merupakan faktor
yang berisiko untuk penularan penyakit cacingan.
- Metode Harada mori
Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan didapatkan hasil
negative pemeriksaan feses 3 orang anak SD dengan Metode
Haradamori. Hal ini dikarenakan sesuai dengan hasil kuisioner yang
menyebutkan bahwa PHBS anak tersebut baik, tidak pernah bermain
tanah, selalu mencuci tangan dan tersedia fasilitas air bersih dan jamban
sehat. Hasil ini sama dengan penilitian Dwi et al., (2015) yang
melakukan pemeriksaan feses dengan metode Harada mori pada siswa
SDN 169 Kelurahan Gandus, Palembang. Didapatkan hasil negative
dengan tidak ditemukannya infeksi cacing tambang hal ini dipengaruhi
oleh kebiasaan membersihkan kuku jari yang baik dan jajanan dikantin
yang cukup baik kualitasnya.
DAFTAR PUSTAKA

Aulia, R., 2015. Infeksi Soil Transmitted Helminths. Jurnal Majority Vol. 4(8):
107-115.
Dwi., etal., 2015. The Association of Nail and Vended food Hygiene with Soil
Transmitted Helminths Infection in Students of SDN 169 Kelurahan
Gandus Kecamatan Gandus Palembang. Bandung International
Scientific Meeting on Parasitology and tropical disease

Hana, N., dan Heru, P., 2018. Prevalensi Infeksi Cacing Usus pada Anak di
Kampung Pasar Keputran Utara, Surabaya tahun 2017. Journal of
Vocational Health Studies 01 (2018): 117–120

Limpomo, B.A. 2014. Perbedaan metode flotasi menggunakan larutan ZnSO4


dengan metode Kato-Katz untuk pemeriksaan kuantitatif tinja,
Undergraduate thesis, Faculty of Medicine Diponegoro University

M. Rofiq., et al., 2018. Jenis Cacing Pada Feses Sapi dI TPA Jatibarang dan ktt
Sidomulyo Desa Nongkosawit Semarang. Unnes Journal of Life Science
Vol. 3(2): 93-102

Margono S. 2008. Nematoda Usus Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi


Jakarta : FK UI, 6-20.

Nashiha., et al., 2018. Identifikasi Telur Cacing Soil Transmitted Helminths pada
Sayuran Selada (Lactuca Sativa) yang Dijual oleh Pedagang Makanan di
Sepanjang Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas Vol. 7(3): 315

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:


Rineka Cipta
Sumeeta, K., dan Shveta, S., 2017. Laboratory diagnosis of soil transmitted
helminthiasis. Tropical Parasitology Vol. 7(2): 86-91

Supali, T. dan Margono, S. S., 2009. Epidemiologi Soil Transmitted Helminths.


Dalam: Sutanto, I., Ismid, I. S., Sjarifuddin, P. K., dan Sungkar, S., ed. Buku
Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi

Gambar 1. Mikroskopis Pemeriksaan Feses


Metode Apung Tanpa Sentrifugasi
Hasil Negatif
Perbesaran 4x

Gambar 2. Mikroskopis Pemeriksaan Fese


Metode Apung dengan Sentrifugasi
Hasil Negatif Perbesaran 4x.

Gambar 3. Pemeriksaan feses


Metode Haradamori
Hasil negative
Perbesaran 4x

Anda mungkin juga menyukai