Anda di halaman 1dari 20

Laporan Praktikum 1 Kesehatan Ternak

PEMERIKSAAN INVESTASI CACING PADA FESES TERNAK


KAMBING DENGAN METODE NATIF, SEDIMEN, DAN APUNG

Oleh

NAMA : RESKY JAYANTI


NIM : L1A119094
KELAS : C
KELOMPOK : 3 (TIGA)
ASISTEN PRAKTIKUM : LA ODE MUHAMMAD MPALI

JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN


UNIVERSITAS HALU OELO
KENDARI
2021
l. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur

cacing ataupun larva infektif. Pemeriksaan ini juga dimaksudkan untuk

mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada ternak yang diperiksa

fesesnya. Pemeriksaan feses dapat dilakukan dengan metode kualitatif dan

kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan dengan metode natif, metode apung,metode

harada mori, dan metode kato.

Metode natif digunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik

diaplikasikan untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan

telur cacing. Cara pemeriksaan ini menggunakan larutan air, NaCl fisiologis

(0,9%) atau eosin 2%. Penggunaa eosin 2% dimaksudkan untuk lebih jelas

membedakan telur-telur cacing dengan kotoran disekitarnya. Pemeriksaan telur

cacing menggunakan metode sedimen berfungsi untuk memeriksa telur cacing

kelas Trematoda dan Cestoda. Metode ini merupakan metode yang baik untuk

memeriksa sampel tinja yang sudah lama. Prinsip dari metode ini adalah dengan

adanya gaya sentrifugal dapat memisahkan antara sedimen dan supernatannya

sehingga telur cacing dapat terendapkan. Metode sedimentasi kurang efisien

dibandingkan dengan metode flotasi dalam mencarikista protozoa dan banyak

macam telur cacing.

Metode apung ini menggunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula jenuh

yang didasarkan atas BD (Berat Jenis) telur sehingga telur akan mengapung dan
mudah diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung

sedikit telur. Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis larutanyang digunakan,

sehingga telur-telur terapung dipermukaan. Hal ini juga berfungsi untuk

memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat dalamtinja. Pemeriksaan

ini dilakukan untuk memeriksa telur Nematoda, Schistostoma, Dibothriosep halus,

telur yang berpori, Taenidae, telur Achantocephala maupun telur Ascaris yang

infertil.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dalam praktikum pemeriksaan investasi cacing pada feses

kambing adalah Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan telur cacing pada feses

ternak dengan metode natif, metode sedimen dan metode apung.

1.3. Manfaat

Adapun manfaat dalam praktikum pemeriksaan investasi cacing pada feses

kambing adalah Mahasiswa memiliki keterampilan melakukan pemeriksaan telur

cacing pada feses ternak dengan metode natif.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definisi Ternak Kambing

Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

dikenal luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas yang

tinggi. Kambing di Indonesia telah dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging,

susu maupun keduanya dan kulit. Kambing secara umum memiliki beberapa

keunggulannya antara lain maupun beradaptasi dalam kondisi yang ekstrim, tahan

terhadap beberapa penyakit dan cepat berkembang biak. (pamungkas, 2009).

Kambing diklasifikasikan dalam Kingdom Animalia, Phylum Chordata,

Subphylum Vertebrata, Class Mammalia, Ordo Artiodactyla, Sub-ordo

Ruminantia, Family Bovidae, Sub-family Caprinae, Genus Capra, dan Species

Hircus. Kambing (Capra hircus) memiliki 60 kromosom yang terdiri atas 29

pasang kromosom autosom dan sepasang kromosom kelamin. kambing peliharaan

terdiri atas lima spesies yaitu Capra ibex, Carpa Hircus, Carpa Caucasica, Capra

Pyrenaica, Dan Capra Falconeri (Zein, 2012).

2.2. Cacing Pada Ternak

Cacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa

cacing. Cacing umumnya tidak menyebabkan penyakit berat sehingga sering kali

diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan gangguan kesehatan. Tetapi

dalam keadaan infeksi berat atau keadaan yang luar biasa,cacing cenderung

memberikan analisa keliru ke arah penyakit dan tidak jarang berakibat fatal

(Murtidjo, 2012).
Penyakit cacingan atau helminthiasis masih kurang mendapat perhatian dari

para peternak. Helminthiasis merupakan penyakit akibat infestasi cacing dalam

tubuh. Penyakit parasit biasanya tidak mengakibatkan kematian hewan ternak,

namun menyebabkan kerugian berupa penurunan kondisi badan dan penurunan

daya produktivitas yang cukup tinggi. Salah satu penyakit yang menghambat

gerak 4 laju pengembangan peternakan dalam hubungannya dengan peningkatan

populasi dan produksi ternak adalah parasit (Soejoto, 2002).

2.3. Pemeriksaan Feses Metode Natif

Metode natif dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk

infeksi berat, tetapi untuk infeksi ringan sulit ditemukan telur-telurnya, cara

pemeriksaan ini menggunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin

(2%).Penggunaan eosin 2% dimaksudkan untuk memperjelas dalam bembedakan

telur cacing dengan kotoran disekitarnya (Gandahusada, 2005).

Kelebihan metode natif ini adalah mudah dan cepat dalam pemeriksaan telur

cacing semua spesies, biaya yang diperlukan sedikit, serta peralatan yang

digunakan juga sedikit. Sedangkan kekurangan metode ini adalah dilakukannya

hanya untuk infeksi berat, infeksi ringan sulit dideteksi (Dwinata, 2017).

2.4. Pemeriksaan Feses Metode Sedimen

Metode ini merupakan metode yang baik untuk memeriksa sampel feses

yang sudah lama. Prinsip dari metode ini adalah dengan adanya gaya sentrifugal

dapat memisahkan antara suspensi dan supernatanya sehingga telur cacing dapat

terendapkan (Sandjaja, 2007).


Metode sedimentasi adalah pemisahan larutan berdasarkan perbedaan BJ,

dimana partikel yang tersuspensi akan mengendap ke dasar wadah. Metode

sedimentasi dilakukan dengan memusingkan sampel atau larutan uji

menggunakan centrifuge dengan kecepatan (rpm) dan waktu tertentu

(Gandahusada, 2005).

2.5. Pemeriksaan Feses Metode Apung

Pada metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau

larutan gula jenuh yang didasarkan atas jenis telur, sehingga telur akan

mengapung dan mudah diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses

yang mengandung sedikit telur. Metode ini dilakukan dengan cara melarutkan

feses dengan NaCl, diputar pada sentrifuge lalu disaring. Selama 5 didiamkan,

setelah itu dengan lidi diambil larutan permukaan dan diletakkan di object glass

( Bakar, 2012).

Kelebihan dari metode apung ini adalah telur cacing yang diperiksa terpisah

dengan kotoran untuk semua jenis telur, baik untuk infeksi berat dan ringan.

Sedangkan kekurangannya yaitu membutuhkan sampel yang cukup banyak, waktu

lebih lama, pada waktu pengambilan telur yang mengapung tidak terambil, serta

pada waktu menunggu telur tidak mengapung dan kembali turun sehingga hasil

yang ditemukan negatif (Dwinata, 2017).


lll. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Waktu dan Tempat dilakukannya Praktikum Kesehatan Ternak ini Pada

Pengamatan Feses Ternak Kambing dapat dilihat pada Tabel 1, berikut:

Tabel.1. Waktu dan Tempat


No. Nama Kegiatan Tempat
1. Asistensi 3 Desember 2021 Pertemuan virtual
pelaksanaan menggunakan
praktikum Aplikasi Zoom

2. Pelaksanaaan 4 Desember 2021 Di Laboratorium


Praktikum Unit Fisiologi,
Reproduksi Dan
Kesehatan Ternak

3.2 Alat dan Objek Praktikum

Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu dapat dilihat pada Tabel 2.

berikut:

Tabel 2. Alat dan Kegunaannya


No Alat dan Bahan Kegunaan
1. Mikroskop Mengamati cacing atau telur cacing
2. Object glass Wadah Pada sampel feses
3. Cover glass Penutup sampel feses
4. Catton bud/ lidi Mengambil dan mengaduk sampel feses
5. Tabung sentrifus Mengencerkan sampel feses
6. Alat sentrifus Memisahkan larutan padat dan cair
7. Pipet pasteur Mengambil sampel feses
8. Saringan teh Menyaring feses
9. Gelas beaker Menampung feses

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu dapat dilihat pada Tabel.3

berikut:

Tabel 3. Bahan dan Kegunaannya


No. Bahan Kegunaan
1. Sampel feses Sebagai objek pengamatan
2. Air Sebagai pelarut sampel
3. Larutan garam jenuh Sebagai campuran feses pada saat
pemeriksaan menggunakan metode
apung
3.3 Prosedur Kerja

3.3.1. Metode Natif

1. Mengambil sejumlah kecil feses menggunakan catton bud/lidi dan

letakkan di object glass

2. Memberi 1 tetes air pada feses kemudian aduk menggunakan catton

bud/lidi

3. Kemudian tutup dengan cover glass

4. Segera periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100X.

3.3.2. Metode Sedimen

1. Mengambil 3 gram sampel feses kemudian tambahkan 20 ml air dan aduk

sampai homogen

2. Menyaring feses kemudian masukan filtrate ke tabung sentrifus

3. Menutup tabung sentrifus kemudian lakukan sentrifus dengan kecepatan

1500 rpm selama 5 menit

4. Membuang supernatant dan sisakan sedimen dalam tabung

5. Aduk sedimen sampai homogen

6. Ambil sedimen dengan pipet pasteur kemudian letakkan di object glass

7. Tutup dengan cover glass segera amati di bawah mikroskop dengan

pembesaran 100X.

3.3.3. Metode Apung

1. Mengaduk sedimen yang didapatkan dari metode sebelumnya

2. Menambahkan air dan aduk sampai homogen


3. Lakukan sentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit

4. Membuang supernatant dan sisakan sedimen

5. Mengulangi metode di atas bila supernatant belum jernih

6. Bila supernatant sudah jernih, buang supernatant

7. Menambahkan larutan garam jenuh sampai hampir penuh, lalu aduk

dengan cara membolak-balik tabung

8. Meletakkan tabung sentrifus pada rak tabung

9. Menambhankan laritan garam jenuh sampai permukaannya cembung

10. Menutup permukaan tabung dengan cover glass, biarkan selama 5 menit

11. Mengambil Cover glass lalu diletakkan di object glass

12. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100X.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan pemeriksaan investasi telur cacing pada feses

kambing dapat dilihat pada tabel 4. Berikut:

Tabel 4. Hasil Pengamatan


No. Metode yang digunakan Hasil Keterangan
1. Metode Natif + 2 dan 13, ditemukan
larva
2. Metode sedimen + 7, ditemukan larva

3. Metode Apung + 8, Ditemukan larva

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan dimana praktikum ini dilakukan dengan 3

metode kerja diantaranya metode natif, metode sedimen dan metode apung. ketiga

metode ini dilakukan oleh setiap kelompok. Dalam praktikum ini kami

menggunakan sampel feses kambing yang masih segar untuk melakukan

pemeriksaan telur cacing dengan ketiga metode tersebut.

Metode Natif digunakan untuk memeriksa secara cepat dan baik untuk

infeksi berat. Dalam metode natif pemeriksaan telur cacing pada feses kambing +

( Positif ) ditemukan telur cacing dengan jenis cacing Paramphislamun Dan

Tricostrongylus spp. Dan metode natif hanya dilakukan pada pada ternak berat

sedangkan untuk ternak terinfeksi ringan sulit dideteksi telur cacingnya, ini

menandakan ternak kambing yang kami periksa fesesnya terinfeksi parasit cacing.

Gambar 1. Paramphislamun

Metode Sedimen dalam pemeriksaan investasi cacing pada feses kambing +

( Positif ) ditemukan telur cacing dengan jenis cacing Strongyloides popilorus.

Metode sedimen dilakukan dengan memusingkan sampel atau larutan uji

menggunakan centrifuge dengan waktu tertentu. Menurut Gandahusada (2005),

metode sedimen dari segi proses pemeriksaannya waktu yang digunakan lebih

cepat dan juga metode sedimen lebih mudah mendapatkan telur cacing
dibandingkan metode lain. Dalam pemeriksaan telur cacing pada feses kambing

yang dilakukan ada ditemukan telur cacing.

Gambar 2. Strongyloides popilorus

Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan Metode Apung yang kami

gunakan untuk pemeriksaan telur cacing pada feses pada feses kambing +

( Positif) ditemukan telur cacing dengan jenis cacing Gneylonema Phulerum. Hal

ini menujukkan bahwa feses kambing yang kami periksa terinfeksi cacing.

Metode Apung ini menggunakan garam jenuh yang didasarkan atas berat jenis

telur sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati. Metode ini dugunakan

untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur. Cara kerjanya

didasarkan atas berat jenis larutan yang digunakan telur-telur terapung

dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel-partikel yang besar yang

terdapat dalam feses.


Gambar 3. Gneylonema Phulerum

Dari ketiga cara yang kami lakukan dengan menggunakan metode natif,

metode sedimen, dan metode apung, dalam pemeriksaan feses pada kambing yang

kami periksa menemukan telur cacing ( positif) pada feses tersebut. Hal ini sesuai

dengan pendapat kadarsan (2006), yang mengemukakan bahwa terdapatnya telu

cacing pada feses kambing karena kambing tersebut dalam kondisi yang kurang

sehat. Adanya perbedaan telur cacing yang didapat dari metode natif dan sedimen

ini jenis cacingnya sama namun di metode apung adanya perbedaan jenis

cacingnya kemungkinan ini disebabkan karena kekurangan telitian dalam proses

pengamatan ataupun kemungkin terjadi keselahan pada teknisnya atau prosedur

yang dilakukan. Namun, sesuai hasil yang diperoleh bahwa kemungkinan besar

kambing digunakan fesesnya sebagai sampel ini kurang sehat dan telah terinfeksi

cacing Paramphislamun, Strongyloides popilorus ataupun Gneylonema

Phulerum. Sehingga adanya perbedaan jenis cacing antara metode natif, metode

sedimen, dan metode apung.


V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat disimpulkan

bahwa, metode pemeriksaan yang dugunakan pada praktikum pemeriksaan

investasi telur cacing pada feses ternak kambing yaitu metode natif, metode

sedimen, metode apung. Hasil praktikum yang kami lakukan dengan mengunakan

tiga metode tersebut ditemukan telur cacing ( positif ) pada feses kambing tersebut

, ini dapat disebabkan ternak kambing tersebut kurang sehat dan lingkungannya

yang kurang baik.

5.2 Saran
1. Saran yang bisa saya berikan pada praktikum ini yaitu diharapkan pada

semua praktikan lebih teliti lagi dalam melakukan pemeriksaan telur

cacing ini agar dapat mendapatkan hasil yang diinginkan.

2. Saran saya pada Asisten tidak ada, karena menurut saya penjelasan yang di

jelaskan mudah dimengerti.

DAFTAR PUSTAKA

Bakar, Abu. 2012. Penuntun Praktikum kesehatan Ternak. Fakultas Peternakan


Universitas Padang Kedokteran Hewan. Universitas Udayana.
Gandahusada, SW. 2005. Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran Jakarta

Kadarsan, S. 2006. Bintang Parasit, lembaga Biologi Nasional-LIPI, Bogor

Mertidjo, B. 2012. Beternak Sapi Potong. Yogyakarta

Sandjaja, B. 2007. Helminthologi Kedokteran Buku ll. Prestasi Pustaka Publisher


Jakarta.
Soejoto dan Soebari, 2002. Parasitologi Medik Jilid 3 Protozoologi dan
Helmintologi. Solo : EGG.
Pamungkas, F A. 2009. Potensi Beberapa Plasma Nurfah Kambing Lokal.
Indonsia Bandung.
Zein, M,S,A,S.,Sulandari, Subandriyo, dan Riwantoro. 2012. Diversitas Genetik
Dan Hubungan Kekerabatan Kambing Lokal Indonesia menggunakan
Marker dan Mikrosatelit. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner (JITV), Vol.
17, No.1: 25-35.
LAMPIRAN

Lampiran 1:

Gambar Telur Cacing Pada Ternak Kambing/ Domba


Dokumentasi Praktikum :
Hasil Pengamatan:
Gambar
1. Paramphislamun Gambar 2. Strongyloides popilorus

Gambar 3. Gneylonema Phulerum

Anda mungkin juga menyukai