Anda di halaman 1dari 10

Laporan Prakikum Ke : 6 Hari/Tanggal: Selasa / 25 Februari 2020

Mikrobiologi Nutrisi Tempat Praktikum : Laboratorium


Biokimia, Fisiologi, dan Mikrobiologi
Nutrisi
Nama Asisten:
1. Syarifah Aini / D24160007
2. Martina Sihombing / D24160021
3. Indry Agustiyani/ D24160037
4. Laily Rinda A / D24160057

TEKNIK COUNTING PROTOZOA

Ananda Putri
D24170004
Kelompok 3 / G1

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ruminansia merupakan ternak yang mempunyai keistimewaan pada alat


pencernaannya, karena memiliki rumen sebagai wadah fermentasi yang membantu
pencernaan pakan berserat kasar tinggi dan berkualitas rendah menjadi sumber
energi untuk memproduksi susu, daging, wool dan lain-lain (Usman 2013).
Pencernaan adalah rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yang dialami
bahan makanan selama berada dalam alat pencernaan. Proses pencernaan
makanan pada ternak ruminansia relatif lebih kompleks dibandingkan proses
pencernaan pada jenis ternak lainnya. Perut ternak ruminansia dibagi menjadi
empat bagian yaitu retikulum (perut jala), rumen (perut beludru), omasum (perut
bulu) dan abomasum (perut sejati) (Muslim et al 2014).
Pada ternak ruminansia terdapat empat jenis mikroba yang
menguntungkan yaitu bakteri, protozoa, jamur (fungi), dan virus pada kondisi
ternak yang sehat. Dari keempat jenis mikroba tersebut, bakteri mempunyai jenis
dan populasi tertinggi. Cacahan sel pergram isi rumen mencapai 1010–1011,
sedangkan populasi tertinggi kedua yaitu protozoa yang mencapai 105-106
cacahan sel pergram isi rumen (Ogimoto dan Imai, 1980). Rumen adalah bagian
yang mempunyai volume sekitar 70 – 75% dari total saluran pencernaan. Peranan
rumen sangat penting karena 60-90% dari kecernaan total berlangsung di dalam
organ tersebut. Dalam rumen, pakan akan mengalami degradasi oleh aktivitas
mikroorganisme sekitar 20 jam sejak pertama didegradasi, yang selanjutnya
produk dari degradasi ini akan difermentasikan (Kustantinah et al 1993).
Mikroba rumen memiliki sifat saling ketergantungan dan berintegrasi
satu sama lainnya. Interaksi mikroba memberikan kestabilan dan adaptasi yang
baik dalam rumen. Di dalam rumen protozoa memiliki ukuran tubuh yang lebih
besar sehingga total biomasanya hampir sama dengan bakteri, jumlah protozoa
didalam rumen sangat beragam menurut jenis makanan, umur dan jenis hewan
yang menjadi inangnya. Interaksi yang terjadi antara bakteri dan protozoa di
dalam rumen bersifat kompetitif. Protozoa memangsa bakteri yang terdapat pada
cairan rumen untuk dicerna sebagai sumber asam amino bagi pertumbuhannya,
sehingga perlu dilakukan perhitungan protozoa didalam rumen agar jumlahnya
tidak meningkat dan tidak menggangu pertumbuhan bakteri (Budiansyah et al
2011). Oleh karena itu praktikum ini dilakukan perhitugan bakteri dengan
menggunakan Counting chamber dan menggunakan larutan tertentu.

Tujuan

Praktikum ini betujuan mengetahui cara perhitungan populasi protozoa


total pada rumen dan melihat pergerakan protozoa.
TINJAUAN PUSTAKA

Mikroba Rumen

Rumen adalah alat pencernaan khas pada ruminansia yang memiliki


mikroba kompleks sehingga dapat membantu proses fermentasi pakan.
Didalam rumen terdapat cairan rumen yang kaya akan selulase, amilase,
protease, xilanase dan lain-lain. Cairan rumen berfungsi sebagai sumber enzim
(Budiansyah et al 2010). Cairan rumen memiliki sifat dapat mempertahankan
pH yang konstan ketika adanya penambahan larutan asam dan larutan basa. pH
rumen merupakan saalah satu faktor yang mempengaruhi populasi mikroba di
dalam rumen. pH normal pada cairan rumen ini sekitar 6,8-6,9 karena rumen
0 0
mempunyai kondisi anaerobik dengan suhu rata-rata 38 - 42 C (Purbowati et
al. 2014). Cairan rumen dapat dimanfaatkan sebagai aktivator, yaitu
mempercepat pertumbuhan mikroorganisme dekomposer dan pengomposan.
Kandungan rumen memiliki protein, karbohidrat, mineral dan vitamin yang
dapat dibutuhkan oleh mikroorganisme (Church 1979). Mikroba yang terdapat
didalam cairan rumen ada empat macam yaitu bakteri, protozoa, jamur dan
virus. Mikroba rumen memiliki hubungan simbiosis mutualisme dengan
ruminansia (Puspitaning 2012).

Protozoa Rumen

Protozoa merupakan salah satu mikroba yang hidup secara anaerob


dalam rumen dan ikut mempengaruhi fermentasi rumen. Keberadaan protozoa
dalam rumen sering mengganggu ekosistem bakteri, karena mempunyai sifat
memangsa bakteri dan secara negatif mempengaruhi proses pencernaan serat
pakan (Masruroh et al 2013). Keberadaan protozoa memiliki peranan positif
yaitu mampu menjaga pH rumen agar tetap normal, untuk metabolismne
selulosa dan pati serta mencegah asidosis. Protozoa dalam cairan rumen
0 0
umumnya pada kisaran suhu optimum 16 C-24 C dapat bertahan hidup dan
0 0
suhu maksimumnya antara 36 C- 40 C (Muslim et al 2014). Populasi
protozoa dalam jumlah yang besar di dalam rumen dapat menurunkan kadar
protein mikrobial yang tersedia untuk dicerna di dalam usus halus. (Hidayat et
al 2005).

TBFS (Trypan Blue Formalin Saline)

Trypan Blue Formalin Salin (TBFS) yaitu larutan yang biasa dipakai dalam
teknik pewarnaan. Larutan TBFS terdiri dari 100 ml formaldehid 35%, 2 g
triphan blue, 9g NaCl, dan 900 ml air (Hvelplund 1991). Jika diberikan larutan
ini protozoa yang ingin diamati otomatis akan mati dan berwarna biru.
MFS (Methylgreen Formal Saline)

Larutan MFS (Methylgreen Formal Saline) merupakan sebuah larutan yang


digunakan untuk menghitung jumlah protozoa pada preparat. Larutan MFS dapat
difiksasi, pewarnaan inti sel, dan mempertahankan protozoa rumen, oleh karena
larutan MFS sangat berguna dalam proses identifikasi protozoa. Larutan MFS
dibuat dari 100 ml larutan formalin 35%, 900 ml aquadest, 0.6 gram methylgreen
dan 8 gram NaCl. Methylgreen akan berubah menjadi methyl violet apabila
terkena sinar sehingga pewarnaan menjadi tidak bagus. Preparat yang
dicampurkan dengan larutan MFS dan disimpan ditempat gelap dapat disimpan
dengan kondisi bagus untuk jangka waktu 3 tahun. Larutan MFS dapat disimpan
hingga jangka waktu yang lama (Mastika 2015). Penggunaan larutan MFS dalam
perhitungan protozoa rumen, hasil perthitungan tidak dapat membedakan protozoa
yang hidup maupun yang mati.

MATERI DAN METODE

Materi

Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu mikroskop, kaca preparat,
counting chamber, cover glass, syringe, dan botol film. Bahan yang digunakan
yaitu cairan rumen, larutan TBFS, larutan MFS, aquadest.

Metode

Pergerakan Protozoa
Cairan rumen diambilmenggunakan syringe dalam tabung reaksi yang
sudah diisolasi. Cairan rumen diteteskan diatas kaca preparat sebanyak 1 tetes,
kemudian diamati menggunakan mikroskop lensa 10 kali perbesaran.

TBFS (Trypan Blue Formalin Saline)


Langkah pertama yang dilakukan yaitu alat dan bahan disiapkan. Ambil 1
ml cairan rumen. Kemudian cairan rumen dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Lalu larutan TBFS diambil dan dimasukkan kedalam abung reaksi. Aquadest
ditambahkan sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi. Perbandingan cairan rumen
dengan pengencer yaitu 1:3, dimana menggunakan 1 ml cairan rumen 1 ml dan
pengencernya 3 ml (1 ml larutan TBFS ditambah 2 ml Aquadest). Lalu
dihomogenkan didiamkan sejenak kemudian diambil dan diteteskan sedikit ke
dalam counting chamber dengan menggunakan syringe kemudian tutup dengan
cover glass. Setelah itu, amati dibawah mikroskop dan hitung populasi protozoa.

MFS (Methylgreen Formal Saline)


Langkah pertama yang dilakukan yaitu alat dan bahan disiapkan. Ambil 1
ml cairan rumen. Kemudian cairan rumen dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Lalu larutan MFS diambil dan dimasukkan kedalam abung reaksi. Aquadest
ditambahkan sebanyak 1 ml ke dalam tabung reaksi. Perbandingan cairan rumen
dengan pengencer yaitu 1:2, dimana menggunakan 1 ml cairan rumen 1 ml dan
pengencernya 2 ml (1 ml larutan TBFS ditambah 1 ml Aquadest). Lalu
dihomogenkan didiamkan selama 30 menit kemudian diambil dan diteteskan
sedikit ke dalam counting chamber dengan menggunakan syringe kemudian tutup
dengan cover glass. Setelah itu, amati dibawah mikroskop dan hitung populasi
protozoa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Teknik counting chamber digunakan dalam menghitung protozoa di setiap


kotaknya.. Berikut hasil pengamatan perhitungan populasi jumlah protozoa rumen
dengan counting chamber. Gambar 1 merupakan hasil pengamatan protozoa
segar.

Tabel 1 hasil perhitungan protozoa


Populasi protozoa (sel/ml)
Pengujian
TBFS MFS
5
1 0,275 x 10 0,8 x 105
2 61,8 x 105 0,83125 x 105
5
3 1,875 x 10 10,8 x 105
4 0,4 x 105 2,7125 x 105
5
Rata-rata 16,0875 x 10 3,786 x 105

Gambar 1 hasil pengamatan protozoa segar

Pembahasan

Kondisi rumen mememiliki peranan penting dalam proses pencernaan agar


dapat di peroleh proses pencernaan yang optimal. Protozoa merupakan salah satu
mikroba yang hidup secara anaerob dalam rumen dan ikut mempengaruhi
fermentasi rumen. Keberadaan protozoa dalam rumen sering mengganggu
ekosistem bakteri, karena mempunyai sifat memangsa bakteri dan secara negatif
mempengaruhi proses pencernaan serat pakan (Masruroh et al 2013). Protozoa
bersifat anaerob, apabila kadar oksigen maupun nilai pH isi rumen tinggi, maka
protozoa tidak dapat membentuk cyste untuk mempertahankan diri dari
lingkungan yang jelek, sehingga dengan cepat akan mati (Arora 1989). Protozoa
yang memiliki sifat anaerob dapat memakan atau memangsa bakteri yang
bermanfaat dalam mencerna serat kasar didalam rumen sehingga membuat jumlah
bakteri dan jumlah total protein dalam rumen menurun (Purbowati et al 2014).
Protozoa memiliki jumlah yang lebih sedikit daripada bakteri. Protozoa
memiliki ukuran tubuh lebih besar sehingga total biomasanya hampir sama
dengan bakteri (McDonald et al 2002). Menurut Soulsby (1982) protozoa dibagi
menjadi empat kelas. Kelas mastigophora dengan memiliki satu atau lebih
flagella, kelas sarcodina memiliki pseudopodium dan beberapa yang memiliki
flagella, kelas sporozoa yang tidak memiliki organel penggerak, dan kelas ciliate
yang memiliki silia yang digunakan untuk bergerak dan memiliki dua tipe nucleus
(mikro dan makro). Sedangkan menurut Levine (1990) mengkasifikasikan
protozoa menjadi lima kelompok utama yaitu filum sarcomastigophora yang
memiliki flagella dan tidak membentuk spora. Filum apicompelxa yang memiliki
komplek apical, tidak memiliki silia maupun flagella, seringkali terdapat kista dan
bersifat parasit. Filum microspora yang memiliki spora, parasite pada invertebrate
dan vertebrata. Filum myxospora yang memiliki spora, parasite pada vertebrata
saja. Filum ciliophora yang memiliki silia, dan hampir semua jenisnya hidup
bebas.
Hasil yang didapatkan dapat dilihat pada gambar 1 saat diamati protozoa
masih bergerak-gerak dan masih berbentuk seperti gelembung-gelembung kecil.
Perhitungan protozoa dilakukan dengan perbandingan pengenceran yang berbeda-
beda dan dengan 2 larutan yaitu larutan TBFS dan larutan MFS. Larutan TBFS
dan larutan MFS digunakan agar protozoa lebih mudah dihitung dan mewarnai
protozoa yang ada dalam larutan. Pengenceran menggunakan larutan TBFS pada
table 1 dilihat bahwa rata-rata dari perhitungan seluruh kelas yaitu sebesar
16,0875 x 105 atau 1,60875 x 106, sedangkan menggunakan larutan MFS rata-rata
perhitungan bakteri yaitu 3,786 x 105. Sesuai dengan literature Hungate (1966)
yaitu jumlah protozoa didalam rumen pada kondisi normal sekitar 106 sel/ml
cairan rumen. Hal tersebut dipengaruhi oleh ransum dan meliputi sekitar 40% dari
total nitrogen mikroba rumen. Sedangkan menurut Kamra (2005) untuk populasi
protozoa,kisaran normal rataan populasi protozoa pada berbagai ternak ruminansia
adalah 104-106 CFU ml-1 cairan rumen. Jumlah protozoa dalam rumen sangat
beragam menurut jenis makanan, umur, dan jenis hewan yang menjadi inangnya.
Menurut Arora (1998) biasanya jumlah protozoa ciliata adalah 105 per ml pada
makanan berserat kasar tinggi, namun jumlah ini meningkat menjadi 106 per ml
pada adaptasi terhadap gula-gula terlarut. Perhitungan protozoa menggunakan
TBFS dan MFS dengan berbagai perbandingan pengenceran dapat dinyatakan
sudah sesuai dengan literatur. Kadar perbandingan optimal antara pengencer
dengan cairan rumen pada pengamatan ini yaitu menggunakan perbandingan 1:3,
dimana menggunakan 1 ml cairan rumen berbanding 1 ml TBFS/MFS yang
ditambah 2 ml aquadest.
KESIMPULAN

Protozoa memiliki jumlah yang sedikit dibandingan dengan mikroba


rumen. Dari segi ukuran, protozoa memiliki ukuran yang paling besar diantara
mikroorganisme lainnya yang ada didalam rumen. Perhitungan protozoa dibantu
dengan penggunaan larutan TBFS dan larutan MFS.

DAFTAR PUSTAKA

Ogimoto, K and Imai. 1980. Atlas of Rumen Microbiology. Tokyo (TKY): Japan
Scientific Socitied Press.
Muslim G, Sihombing JE, Fauziah S, Abrar A, dan Fariani A. 2014. Aktivitas
proporsi berbagai cairan rumen dalam mengatasi tannin dengan tehnik
In Vitro. J. Peternakan Sriwijaya. 3(1): 28-36.
Kustantinah., Z. Bachrudin dan H. Hartadi. 1993. Evaluasi pakan berserat pada
ruminansia. Yogyakarta (ID) :UGM.
Usman Y. 2013. Pemberian pakan serat sisa tanaman pertanian (jerami kacang
tanah, jerami jagung, pucuk tebu) terhadap evolusi pH, N-NH3 dan
VFA didalam rumen sapi. Agripet. 13 (2): 53-58
Budiansyah A, Resmi, Nahrowi, Wiryawan KG, Suhartono MT, Widyastuti Y.
2011. Karakteristik endapan cairan rumen sapi asal rumah potong hewan
sebagai feed supplement. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 14(1): 1-
13.
Mastika IM. 2015. Teknik Mengurangi dan Menekan Populasi Protozoa Rumen
pada Ternak Ruminansia. Udayana (ID): Udayana University Press.
Muslim G, Sihombing JES, Fauziah A, Abrar A Fariani. 2014. Aktivitas proporsi
berbagai cairan rumen dalam mengatasi tannin dengan tehnik In Vitro.
Jurnal Peternakan Sriwijaya. 3(1): 25-36.
Budiansyah A, Resmi, Wiryawan KG, Soehartonod MT, Widyastutie Y, Ramlic
N. 2010. Isolasi dan karakterisasi enzim karbohidrase cairan rumen
sapi asal rumah potong hewan. Media Peternakan. 33(1):36-43.
Puspitaning IR. 2012. Populasi protozoa dan karakteristik fermentasi rumen
dengan pemberian daun kersen (Mauntingia calabura) secara in vitro
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Masruroh S, Prayitno CH, Suwarno. 2013. Populasi protozoa dan produksi gas
total dari rumen kambing perah yang pakannya di suplementasi ekstrak
herbal secara in vitro. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1(2): 420-429.
Hidayat UT, Budi Ayuningsih, Mansyur. 2005. Fermentability and digestibility
of rice straw and cane top ammoniated based complete rations (in vitro).
Jurnal Ilmu Ternak. 5(2): 64–69.
Hungate, R. E. 1966. The Rumen Microbial Ecosystem. London and New York
(USA): Elsvier Applied science.
Hvelplund,T. 1991. Volatile Fatty Acids and Protein Production in The Rumen. In
: J.P.Jouvany (Ed), Rumen Microbial Metabolism and Ruminant
Digestion. Paris: Inra.
Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Edisi Indonesia.
Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.
McDonald, P., R. A. Edward, J. F. D. Greenhalgh, & C. A. Morgan. 2002. Animal
Nutrition. 6th Edition. New York (USA): Scientific and Tech John Willey
& Sons. Inc.
Levine ND. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner, penerjemah : Gatut
Ashadi, Wardianto, editor. Yogyakarta. Terjemahan dari Textbook of
Veterinary Parasitologi. 1-21;5013-5017;302-303;184-199;152-176.
Soulsby EJL. 1982. Helminth, Anthtopods, and protozoa of Domesticated
Animals. 7th ed : 6-15;23-34;189-194. London (INC): Bailliere, Tindall.
Kamra DN. 2005. Rumen microbial ecosystem. J Indian Veterinary Research
Institute. 89(1): 124–135.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai