Oleh:
ENI NURAENI
D1E012068
KELOMPOK 14
Oleh:
ENI NURAENI
D1E012068
KELOMPOK 14
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kurikuler dalam Mengikuti Mata Kuliah Ilmu
Bahan Pakan pada Fakultas Peternakan
Universitas Jenderal Soedirman
Oleh :
ENI NURAENI
D1E012068
KELOMPOK 14
Koordinator Asisten
Asisten Pendamping
Christian Ardita
Kardila Yuniar
NIM. D1E010024
NIM. D1E010005
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Alah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan akhir praktikum Ilmu Bahan Pakan
ini. Tidak lupa penyusun mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Kepala Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas
Jenderal Soedirman.
2.
3.
Semua asisten yang telah memberi arahan serta bimbingannya dalam menyelesaikan
laporan akhir praktikum ini.
4.
Rekan-rekan semua yang telah memberikan dorongan semangat dan dukungan dalam
melaksanakan praktikum serta penyusunan laporan akhir ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan, semoga laporan ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca dan perkembangan ilmu peternakan.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ........................................................................................................
HALAMAN JUDUL................................................................................... ..
ii
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................ ..
iii
PENDAHULUAN................................................................................... ...... 1
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
41
42
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dimakan oleh ternak dan tidak bersifat racun
untuk ternak tersebut. Hijauan pakan adalah hijauan yang dihasilkan oleh tanaman atau dapat
diberikan untuk keperluan kesehatan, hidup pokok, produksi dan reproduksi bagi ternak. Bahan
pakan selain hijauan adalah konsentrat, yang biasanya dijadikan sebagai bahan pakan tambahan.
Pemberian bahan pakan terhadap ternak disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing
ternak yang berbeda-beda.
Pengetahuan mengenai bahan baku pakan merupakan salah satu unsur terpenting (esensial) untuk
diperhatikan dalam penyusunan formulasi ransum karena hasilnya akan sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan ternak. Oleh karena itu sebelum meramu (formulasi) dan mengolah bahan
pakan menjadi bahan jadi, informasi yang berhubungan dengan bahan pakan terlebih dahulu
dipelajari. Berdasarkan keragaman bahan pakan perlu diadakanya pengklasifikasian bahan pakan
dan penamaan bahan pakan.
Adanya berbagai jenis tanaman atau keanekaragaman hayati perlu dikelompokan dengan sistem
tata nama atau nomenklatur. Penamaan tersebut bertujuan untuk mempermudah, penyebutan dan
membuat suatu objek menjadi lebih mudah untuk dipelajari. Tujuan nomenklatur yaitu untuk
menghindari adanya suatu bahan pakan yang memiliki nilai ganda. Nomenklatur juga perlu
diketahui untuk memberi kejelasan tentang identifikasi bahan makanan ternak. Pemberian
tatanama internasional didasarkan atas enam segi (fase) yaitu :
1.
2.
3.
4.
Tingkat kedewasaan
5.
Pemotongan
6.
Grade
Menganalisis suatu bahan pakan tentu saja diperlukan seperangkat alat-alat kimia.
Ketepatan hasil analisis kimia tergantung pada mutu bahan kimia dan peralatan yang digunakan.
Tidak hanya sekedar mengetahui nama alatnya saja tetapi juga dapat mengetahui fungsi dari alatalat tersebut. Pengenalan alat dilakukan agar nantinya dapat mendukung acara praktikum seperti
analisis fisik, analisis kadar air, analisis kadar abu, analisis lemak kasar, analisis protein kasar,
analisis serat kasar, analisis FFA dan gross energi.
Metode yang digunakan untuk mengetahui kualitas pakan adalah uji fisik, kimia, maupun
uji mikroskopis. Secara umum sifat fisik bahan tergantung dari jenis dan ukuran partikel bahan.
Sekurang-kurangnya ada 6 sifat fisik bahan yang penting yaitu berat jenis, sudut tumpukan, daya
ambang, luas permukaan spesifik, kerapatan tumpukan, dan kerapatan pemadatan tumpukan.
Untuk mengetahui sifat fisik suatu bahan maka perlu dilakukan uji fisik pada bahan
tertentu. Sehingga, mempermudah penanganan, dalam pengangkutan, mempermudah
pengolahan, menjaga hemoginitas dan stabilitas saat pencampuran.
Keefisienan suatu proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan dalam industri pakan
tidak hanya membutuhkan informasi tentang komposisi saja tetapi juga menyangkut sifat fisik
dari bahan pakan tersebut. Setelah mengetahui sifat fisik suatu bahan pakan, kita dapat
mengetahui kerugian akibat kesalahan penanganan bahan pakan tadi. Sudut tumpukan adalah
sudut yang dibentuk oleh pakan yang diarahkan pada dinding datar. Daya ambang adalah cara
untuk mengetahui kecepatan bahan pakan yang menempuh suatu jarak tertentu. Luas permukaan
spesifik digunakan untuk mengetahui luas permukaan dalam penyimpanan bahan pakan. Berat
jenis merupakan perbandingan antara berat bahan dengan ruang yang ditempatinya.
Sejak awal abad ke-19 para sarjana Jerman telah merintis menganalisa bahan makanan, antara
lain oleh thaer pada tahun 1809. kemudian oleh Hennberg dan Stohman (1860) yang berasal dari
Weende (nama kota di Jerman Timur) metode Thaer tersebut disempurnakan. Akhirnya metode
ini dikenal dengan nama Analisis Weende (Weende Proksimat Analysis). Analisis proksimat
adalah analisis yang mengurai bahan makanan terdiri atas nutrisi penyusun yaitu, air, protein
kasar, lemak kasar, serat kasar, BETN, dan abu.
Proksimat berasal dari kata proximus (latin) yang berarti yang terdekat. Dinamakan demikian
karena metode ini merupakan metode terdekat dalam menggambarkan komposisi zat gizi dari
suatu bahan pakan. Metode ini sangat begitu populer sampai sekarang, begitu populernya
sehingga penulisan karya ilmiah dari hasil penelitian tersebut sering disebut sebagai analisis
proksimat. Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas pakan terutama pada
standar zat makanan yang harus terkandung didalamnya. Selain itu, analisis proksimat digunakan
untuk mengevaluasi dan menyusun formulasi ransum yang baik. Selain analisis proksimat,
pengujian bahan pakan dapat juga melalui analisis Vansoest.
Lemak dalam tubuh terbentuk dari glukosa yang dihasilkan dari penghancuran karbohidrat dalam
alat pencernaan, yaitu gula, pati, dan serat kasar. Ketiganya akan mengubah glukosa menjadi
lemak dalam jaringan tubuh. Fungsinya sebagai sumber energi dan pelarut vitamin A, D, E dan
K. Sumber FFA adalah jaringan adiposa, FFA adalah asam lemak yang disimpan dalam
trigliserida yang dilepaskan ke darah. FFA akan diabsorbsi sebagai sumber energi atau gabungan
lipida jaringan. FFA termasuk dalam kelompok asam lemak tidak jenuh, karena FFA memiliki
rantai yang berikatan rangkap.
Asam lemak bebas atau disebut FFA ditentukan sebagai kandungan asam lemak yang terdapat
paling banyak dalam minyak tertentu. Lemak dan minyak secara praktis dapat menunjukan
adanya FFA pada bahan yang sudah diekstraksi dari bahan pakan tertentu. Sebagian besar asam
lemak mempunyai gugus kalori dan alifatik. Pengujian asam lemak bebas dimaksudkan untuk
mengetahui asam lemak yang terdapat dalam bahan tersebut, sehingga dapat diketahui berapa
lama bahan pakan tersebut akan disimpan.
Analisis kadar energi adalah usaha untuk mengetahui kadar energi suatu bahan pakan. Energi
merupakan bagian terbesar yang disuplai oleh semua bahan pakan yang biasa digunakan oleh
ternak. Energi dapat membuat hewan untuk melakukan suatu pekerjaan atau proses lainnya.
Energi dari pakan yang dikonsumsi dapat digunakan dalam tiga cara, yaitu menyediakan energi
untuk aktivitas, dapat dikonversi menjadi panas dan dapat disimpan dalam bentuk jaringan
tubuh.
Energi total atau gross energy makanan adalah jumlah energi kimia dalam makanan. Energi ini
ditentukan dengan mengubah energi kimia menjadi energi panas dan diukur jumlah panas yang
dihasilkan. Panas ini diketahui sebagai energi total atau panas pembakaran dari makanan. Energi
bruto suatu bahan dapat ditentukan dengan membakar sejumlah sampel sehingga diperoleh hasil
oksidasi yang berupa H2O, karbondioksida dan energi.
Alat yang digunakan untuk menentukan energi bruto suatu bahan pakan adalam bom
kalorimeter. Bom kalorimeter terdiri atas suatu bejana tertutup dimana suatu bahan makanan
tersebut dibakar. Bom dimasukan kedalam tabung yang mengandung air yang menyerap panas
dan ukur jumlah panas (kalori) yang timbul. Kenaikan suhu maksimum tersebut adalah
penentuan energi bruto kalori bahan yang dinalisis. Penentuan energi bruto menentukan jumlah
energi kalori dalam bahan baku pakan yang dianalisis.
1.2
Praktikum Ilmu Bahan Pakan dilaksanakan pada hari Kamis-Sabtu, 03-05 Oktober 2013 pukul
14.30 WIB s.d. selesai. Bertempat di Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak, Fakultas
Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman.
4.
Mengetahui cara uji fisik dan sifat-sifat fisik suatu bahan pakan.
5.
Mampu menentukan kadar air, kadar abu, lemak kasar, protein kasar, BETN, serta serat
kasar.
6.
7.
2.2 Manfaat
1.
Manfaat dari praktikum kali ini adalah agar praktikan dapat memanfaatkan tanaman dan
limbah pertanian disekitar sebagai bahan pakan ternak.
2.
3.
4.
5.
Mengetahui luas permukaan spesifik pada setiap bahan pakan yang sebanding dengan
berat bahan pakan tersebut.
6.
Mengetahui kandungan gizi setiap bahan pakan untuk diberikan kepada ternak
7.
Dapat membedakan derajat keasaman bahan pakan yang disebabkan asam lemak bebas
yang menyebabkan bau tengik ketika dilakukan penyimpanan terlalu lama.
8.
Praktikan dapat mengetahui dan menghitung gross energy dari bahan pakan.
3.2.
Uji Fisik
Bahan pakan yang diberikan kepada ternak sangat berpengaruh terhadap daya produksi ternak
tersebut. Uji ini untuk mencegah penggunaan bahan pakan yang berbahaya bagi ternak. Bahan
pakan mempunyai sifat fisik yaitu sudut tumpukan, berat jenis, daya ambang, luas permukaaan
spesifik, kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan (Khalil, 1997). Menurut
Jaelani (2007), sifat fisik pakan adalah salah satu faktor yang penting untuk diketahui.
Keefisienan suatu penanganan, pengolahan dan penyimpanan dalam industri pakan tidak hanya
membutuhkan informasi tentang komposisi kimia dan nilai nutrisi saja tetapi juga menyangkut
sifat fisik, sehingga kerugian akibat kesalahan penanganan bahan pakan dapat dihindari.
Salah satu uji fisik menurut Mujnisa (2008) sudut tumpukan adalah sudut yang terbentuk jika
suatu bahan dicurahkan pada bidang datar melalui sebuah corong. Sudut ini merupakan
kriteriaan kebebasan bahan bergerak partikel dari suatu tumpukan bahan. Besarnya sudut
tumpukan dipengaruhi oleh ukuran partikel bahan, tekstur, berat jenis, kerapatan tumpukan dan
kadar bahan air. Ukuran partikel kecil maka akan membentuk sudut tumpukan yang semakin
besar. Pakan bentuk padat mempunyai sudut tumpukan berkisar antara 20 sampai 50.
Sedangkan menurut Sudarmadji (1997), sudut tumpukan antara 40-49 termasuk ke dalam
kelompok tinggi, dimana sifat kemudahan bahan pakan dalam penanganan atas dasar
pengangkutan relatif tinggi.
Daya ambang merupakan jarak yang dapat ditempuh oleh suatu partikel bahan jika dijatuhkan
dari atas ke bawah selama jangka waktu tertentu. Daya ambang berperan terhadap efisiensi
pemindahan atau pengangkutan yang menggunakan alat penghisap (pneumatio conveyor),
pengisian silo menggunakan gaya gravitasi jika suatu bahan punya daya ambang berbeda akan
terjadi pemisahan partikel (Khalil, 1997). Daya ambang yang terlalu lama akan menyulitkan
dalam proses pencurahan bahan pakan karena dibutuhkan waktu yang lebih lama (Jaelani, 2007).
Perhitungan daya ambang bertujuan untuk 1) efisiensi pemindahan atau pengangkutan yang
menggunakan alat penghisap, 2) pengisian silo yang menggunakan gaya gravitasi dan daya
ambang berbeda akan terjadi pemisahan partikel (Sutardi, )2003
Berat jenis merupakan perbandingan antara masa bahan terhadap volumenya, satuannya adalah
gr/ml. Berat jenis diukur dengan menggunakan hukum Archimedes (Mujnisa, 2008). Besarnya
berat jenis pakan penting diketahui karena apabila suatu bahan pakan mempunyai nilai densitas
yang rendah yaitu perbandingan antara berat bahan dengan volume lebih besar berarti intake
untuk ternak hanya sedikit atau sebaliknya. Pakan yang baik adalah nilai densitasnya lebih besar
sehingga intake pakan meningkat (Sudarmadji, 1997). Serta berat jenis berpengaruh terhadap
hemoginitas penyebaran partikel dan stabilitas suatu campuaran pakan. Ransum yang tersusun
dari bahan pakan yang memiliki perbedaan berat jenis cukup besar, akan menghasilkan
campuran tidak stabil dan mudah terpisah kembali (Chung and Lee, 1995).
Luas permukaan spesifik adalah luas permukaan spesifik bahan pakan dengan berat tertentu.
Luas permukaan spesifik berperan untuk mengetahui tingkat kehalusan dari bahan pakan tanpa
diketahui distribusi, ukuran komposisi partikel secara keseluruhan (Sutardi, 2003). Luas
permukaan spesifik digunakan untuk mengetahui ukuran partikel secara keseluruhan, nilai luas
permukaan spesifik yang kecil dalam tiap gramnya maka sampel tersebut berbentuk butiranbutiran kasar atau kristal (Raharjo, 2010). Luas permukaan spesifik sangat besar pengaruhnya
untuk keefisienan suatu proses penanganan seperti packaging, transportasi dan penyimpanan.
Apabila luas permukaan spesifik besar atau tingkat kehalusan tinggi maka suatu packaging akan
memuat bahan pakan lebih banyak, hal ini berarti transportasi dan penyimpanan akan berkurang
(Jaelani, 2007).
3.3.
Analisis Proksimat
Analisis proksimat mulai dikembangkan oleh Wilhelm Henneberg dan asistennya Stohman pada
tahun 1960 di laboratorium Wende di Jerman. Oleh karena itu analisis model ini dikenal juga
dengan analisis Wendee. Pada prinsipnya bahan pakan terdiri atas dua bagian yaitu air dan bahan
kering yang dapat diketahui melalui pemanasan pada suhu 105C. Selanjutnya bahan kering ini
dapat dipisahkan antara kadar abu dan kadar bahan organik melalui pembakaran dengan suhu
500C. Bahan organik dapat dipisahkan menjadi komponen nitrogennya yang kemudian dihitung
sebagai protein dengan teknik kyeldahl dan bagian lainya adalah bahan organik tanpa nitrogen.
Bahan organik tanpa N dapat dipisahkan menjadi karbohidrat dan lemak. Selanjutnya
karbohidrat dapat dipisah menjadi serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen. (Sutardi, 2012).
Air merupakan zat makanan yang paling banyak dan mudah didapat di alam. Bahan pakan
mempunyai kandungan air lebih banyak dibandingkan dengan kandungan nutrien lainnya. Air
dalam analisis proksimat adalah semua cairan yang menguap pada pemanasan selama beberapa
waktu pada suhu 105-110C dengan tekanan udara bebas sampai sisanya yang tidak menguap
mempunyai bobot tetap (Soejono, 2004). Penentuan kadar air minimal 24 jam, banyaknya air
yang terkandung di dalam suatu bahan pakan dapat diketahui jika bahan pakan dipanaskan
(Hartadi, 1992).
Kadar abu suatu bahan pakan ditentukan dengan pembakaran bahan pada suhu tinggi (600C).
Pada suhu tinggi bahan organik yang ada akan terbakar sempurna menjadi CO2, H2O dan gas
lain yang menguap. Sedang sisanya merupakan abu atau campuran dari berbagai oksida mineral
(Anggorodi, 1991). Kadar abu juga disebut kadar mineral yang terkandung pada suatu bahan
pakan. Komponen abu pada analisis proksimat kurang memberikan nilai penting bagi kandungan
zat-zat organik yang terkandung dalam makanan pakan (Raharjo, 2010).
Lemak kasar adalah campuran berbagai senyawa yang larut dalam pelarut lemak seperti kloform,
eter dan benzena. Oleh karena itu lemak kasar lebih tepat disebut eter ekstrak. Disebut lemak
kasar karena merupakan campuran dari beberapa senyawa larut dalam lemak (Anggorodi, 1997).
Pengeringan temperatur tinggi banyak menyebabkan kehilangan senyawa yang tidak tahan
panas. Namun pengeringan yang tidak sempurna dan terlalu lama disimpan dalam desikator
mempengaruhi berat bahan makin bertambah (Soejono, 2004).
Serat kasar merupakan salah satu nutrien yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan
trigliserida. Metode pengukuran kandungan lemak kasar pada dasarnya mempunyai konsep yang
sederhana (Thomson, 1993). Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan pakan
karena angka ini merupakan indeks dalam menentukan nilai gizi suatu bahan pakan. Dengan
demikian prosentase kadar serat kasar dapat dipakai untuk menentukan kemurnian bahan pakan
atau efisiensi suatu proses (Sudarmadji, 1989).
Sudarmadji (1989) menyatakan bahwa kadar protein kasar dilakukan dengan metode kjehldal.
Penentuan metode ini dilakukan dengan tiga tahapan yaitu: 1) destruksi, sampel dipanaskan
dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi unsur-unsurnya, 2) destilasi, amonium sulfat
dipecah menjadi amonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan, 3)
titrasi, kelebihan H2SO4 yang tidak digunakan menangkap N dititrasi dengan HCl. Sedangkan
menurut Soejono (2004), protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam
penentuan produktivitas ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan
nitrogen bahan pakan melalui metode kjehldal yang kemudian dikali dengan faktor protein
6,25.
3.4.
Penetapan asam lemak bebas berprinsip bahwa lemak bebas yang terdapat paling banyak pada
minyak tertentu. Dalam analisis ini diperhitungkan banyaknya zat yang larut dalam basa atau
asam di dalam kondisi tertentu (Sutardi, 2001). Analisis kimia untuk mengetahui asam lemak
bebas pada bahan pakan dilakukan dengan proses AOAC (1990).
Lemak lipida adalah ester dari asam-asam lemak hydra alkohol yang didalamnya berupa zat-zat
yang tidak larut dalam air (Tillman, 1984). Menurut Citrawidi (2012), enzim lipase dapat
memecahkan ikatan ester pada lemak dan gliserol. Salah satu bentuk lemak yang terdapat pada
tubuh adalah trigliserida. Trigliserida adalah suatu ester gliserol, terbentuk dari tiga asam lemak
dan gliserol. Trigliserida akan dipecah oleh enzim lipase menjadi gliserol dan asam lemak lepas
kedalam pembuluh darah.
Danuwarsa (2006) menyatakan bahwa minyak dan lemak terdiri dari trigliserida campuran yang
merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Trigliserida dapat berwujud padat
dan cair tergantung pada komposisi asam lemak penyusunnya. Sedangkan menurut Handayani
(2005), sebagian lemak hewani pada umumnya berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak
mengandung asam lemak jenuh. Asam lemak tidak jenuh berantai panjang antara lain oleat,
linoleat dan arakhiodonat.
3.5.
Gross Energy
Gross Energy didefinisikan sebagai energi yang dinyatakan dalam panas bila suatu zat dioksider
secara sempurna menjadi CO2 dan air. Tentu saja CO2 dan air ini masih mengandung energi,
akan tetapi dianggap mempunyai tingkat nol karena hewan sudah tidak bisa memecah zat-zat
melebihi CO2 dan air. Analisis kimia untuk mendapatkan energi bruto bahan pakan
menggunakan prosedur AOAC (1990).
Menurut Rasyaf (1994), tinggi rendahnya energi dipengaruhi oleh kandungan protein, karena
protein berperan sekali terhadap pertumbuhan sehingga mempengaruhi jumlah ransum yang
masuk kedalam tubuh. Nilai energi bruto suatu bahan pakan tergantung dari proporsi
karbohidrat, lemak, dan protein yang dikandung bahan pakan tersebut. Air dan mineral tidak
menyumbang energi pakan tersebut.
Sejumlah 4000 kkal energi bruto yang dikandung oleh ransum pada umumnya sebanyak 2900
kkal dapat dimetabolisir oleh ayam petelur dari jumlah 2300 kkal akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pokok (Amrullah, 2003). Menurut Rasyaf (1994), jumlah energi yang
dapat dimanfaatkan sewaktu ransum masuk dalam tubuh unggas tergantung pada komposisi
bahan makanan dan zat makanan dalam ransum, spesies, faktor genetik, umur, dan kondisi
lingkungan.
Pillang dan Djojosoebagio (2006) menyatakan bahwa apabila energi masuk ke dalam tubuh
dapat mencukupi kebutuhan protein dan asam amino. Dapat diperkirakan dengan metode
keseimbangan nitrogen, karena sekitar 16% protein terdiri dari nitrogen. Peningkatan energi
bruto yang diserap tubuh akan meningkatkan pertumbuhan. Menurut Anggorodi (1979), energi
bruto suatu bahan makanan dapat ditentukan dengan membakar sejumlah bahan tersebut
sehingga diperoleh hasil oksidasi yang berupa CO2, air dan gas lainnya.
IV.
4.1. Materi
4.1.1. Pengenalan Alat dan Nomenklatur Bahan Pakan
4.1.1.1. Nomenklatur Bahan Pakan Hijauan
1.
Rumput Raja
10.
Daun Waru
2.
Rumput Gajah
11.
Daun Murbey
3.
Rumput Benggala
12.
Daun Kaliandra
4.
Setaria Lampung
13.
Lamtoro
5.
Setaria Ancep
14.
Daun Dadap
6.
Daun Pisang
15.
Daun Pepaya
7.
Jagung
16.
Daun Rami
8.
Padi
17.
Daun Nangka
9.
Gamal
Bungkil kedelai
11.
Kapur
2.
Tepung Ikan
12.
Fosfat Alam
3.
Onggok
13.
CuSO4
4.
Jagung Pipilan
14.
Molases
5.
Dedak Padi
15.
Feed aditives
6.
16.
Millet
7.
17.
Tepung Udang
8.
18.
Urea
9.
10.
1.
Labu Erlenmeyer
19.
Pipet Seukuran
2.
Becker Glass
20.
3.
Gelas Ukur
21.
Timbangan Analitik
4.
Tabung Reaksi
22.
Desikator
5.
Cawan Porselin
23.
Kertas Saring
6.
Corong Kaca
24.
Neraca Ohauss
7.
Labu Didih
25.
Tanur
8.
Labu Kjedahl
26.
Magnetik Stirer
2. Alat
:
a. Mistar
9.
Spatula
27.
Destilator
b. Corong
10. Filler
28.
Secker Waterbath
29.
Destruktor
c.
Besi
Penyangga
30.
Autoclave
13. Bucket
31.
Kompor Listrik
32.
Kondensor
33.
Waterbath
34.
Pompa Vaccum
35.
Corong Buchner
36.
Inkubator
as ukur 100 ml
b. Naraca Ohaus
c. Nampan
4.1.2.3. Daya Ambang
4.1.2. Uj
i Fisik
4.1.2.1. Su
dut
Tumpukan
1. Bahan
: Dedak
200 gram
4.1.2.2. Be
rat Jenis/BJ
(Density)
1. Bahan :
Dedak 100
ml
2. Alat
:
a. Gel
4.1.3.
Analisis Proksimat
: a. Cawan Porselin
b. Oven 105oC
c. Desikator
d. Timbangan Analitik
e. Tang Penjepit
: a. Cawan Porselin
b. Tanur 600oC
c. Desikator
d. Timbangan Analitik
e. Tang Penjepit
: a. Labu Penampung
b. Waterbath
c. Kertas Saring
d. Oven
e. Desikator
f. Timbangan Analitik
g. Alat ekstraksi soxhlet dan selongsongnya
4.1.3.4. Serat Kasar
1. Bahan : a. Sampel R2 1 gram
b. NaOH 1,5 N
c. H2O panas
d. H2SO4 0,3 N
e. Aseton
2. Alat
a. Erlenmeyer 250 ml
f. HCL 0,1 N
g. H2SO4 pekat
h. Katalisator
2. Alat :
a. Timbangan Analitik
b. Labu Kjeldahl
c. Pipet 10 ml
d. Alat Penyuling
e. Alat Destilasi
f. Kompor Listrik
g. Erlenmeyer 125 ml
h. Alat Titrasi
a. Erlenmeyer
b. Timbangan Analitik
c. Buret dan statif
d. Pipet Tetes
e. Gelas Ukur
f. Waterbath
a. Bom Kalorimeter
b. Kertas Saring Whatman
c. Buret dan Statif
c. Na2CO3 0,0725
d. Metil Orange
d. Pipet Tetes
e. Kawat Energy
f. Tabung Gas
g. Becker Glass
h. Termometer
i. Erlenmeyer
j. Gelas Ukur
4.2 Cara kerja
4.2.1 Pengenalan Alat dan Nomenklatur Bahan Pakan
4.2.1.1 Nomenklatur Bahan Pakan
hijauan dan konsentrat
waktu dicatat
4.2.2.2 Sudut Tumpukan
disiapkan alat dan bahan
dipasang corong
bahan dituang
diukur diameter
diukur luasnya
4.2.2.4 Berat Jenis
ditimbang gelas ukur 100 ml
sampel dimasukan
ditimbang
4.2.3 Analisis Proksimat
4.2.3.1 Kadar Air
dioven (1050C)
didesikator (1 jam)
ditimbang (Z)
didesikator
didestruksi
didinginkan
diangin-anginkan
didesikator
ditimbang
4.2.3.5 Serat Kasar
sampel ditimbang 1 gr
dimasukan ke erlemeyer
didesikator
timbang (Y)
ditanur 6000C
dioven
didesikator
ditimbang (Z)
4.2.4 Free Fatty Acid (FFA)
timbang sampel 7,05 gr dan dimasukan ke erlenmeyer
di oven 1 jam
didesikator
ditimbang
dibungkus
dimasukkan bomb
ditutup
diisi O2
dimasukkan ke bucket
Hasil
Tabel 1.
No
.
1.
2.
Nama Ilmiah
Rumput Raja
(Pennisetum
purpuroides)
Rumput
Gajah
(Pennisetum
purpureum)
Gambar
Bagian
Aerial
Aerial
Proses
Segar
Segar
Tk.
Defolias
kedewasaan i
Dewasa
Dewasa
40 hari
40 hari
Grade
PK8%12%
SK
18%
PK 812%
BK 1114%
Sumber
Energi
Energi
3.
Rumput
Benggala
(pannicum
maximum)
4.
Setaria
Lampung
(Setaria
splendida)
5.
Setaria
Ancep
(Setaria
spachelata)
Aerial
Daun
Daun
Segar
Segar
Segar
Dewasa
Dewasa
40-60
hari
SK 42
%
PK
12%
Dewasa dan
muda
SK
18%
6.
7.
Kaliandra
(Calliandra
callothyrsus)
Daun
Dilayukan
Dewasa
8.
Daun Dadap
(Eritrina
litospermae)
Daun
Dilayukan
Muda
9.
Rami
(Boehmeria
nivea)
Daun
Dilayukan
Dilayukan
Dewasa
Muda
SK 19
%
PK 67%
Lamtoro
(Leucaena
glauca)
Daun
PK
5,2%
PK 1823%
SK
10%
9-
PK 1823%
SK 9-10
%
PK 18%
SK 8%
PK24,3
%
SK 8%
Energi
Energi
Energi
Protein
Protein
Energi
Energi
Daun Waru
10. (Hibiscus
tileateus)
11.
Padi (Oryza
sativa)
Daun
Murbey
12.
(Morus
indica L)
Pepaya
13. (Carica
papaya
Gamal
(Glisirida
15. maculata)
Daun
Nangka
17.
(Arthocarpus
integra)
Muda
Aerial
Dikeringka
n
Dewasa/Tua
100
hari
Daun
Dilayukan
Muda
Dilayukan
Muda dan
dewasa
Daun
Daun
Jagung (Zea
mays)
Dilayukan
SK 7%
Daun
Pisang
(Musa
14. paradisiaca)
16.
Daun
PK 1617%
Energi
Dilayukan
Segar
Muda dan
dewasa
Dewasa
Dewasa
Daun
Muda
Dilayukan
PK
%
3,4
Energi
SK
33,8%
PK 15 %
Energi
PK
12%
Energi
9-
SK 3-4%
PK
8,36%
Energi
SK 14%
PK 1214%
SK 1416%
SK 1618%
PK
10.82%
PK 5-6%
SK 6%
Protein
Energi
Energi
Gamba
Asal
Proses
Sumber
Bagian
Grade
r
1.
Bungkil
Kedelai
Kedelai
Digiling/Dipress
Protein
Biji
2.
Tepung
Ikan
Ikan
Digiling,dikeringka
n
Protein
Utuh
Singkong
Digiling,
dipress,
Energi
dikeringkan
3.
4.
Onggok
Jagung
pipilan
Jagung
Pipil, dijemur
Energi
PK 42%
SK 6%
PK 61%
SK 5%
PK 2%
Umbi
(
tanpa SK
kulit )
10,8%
Biji
PK
8,5%
SK
2,5%
Vit.B
5.
Dedak
Padi
PK
%
12
Padi
Hasil penggilingan
Energi
pertama
Kulit ari
6.
Tepung
Limbah
Soun
Ketela
Digiling,
dikeringkan
Energi
Limbah
pembuata
n soun
7.
Tepung
Cangkang
Keong
Keong
Digiling,
dikeringkan
Mineral
Cangkang
8.
Tepung
Cangkang
Kerang
Kerang
Digiling,
dikeringkan
Mineral
Cangkang
PK 2527%
SK 11,0
%
PK
7,6%
9.
Tepung
Kerabang
telur
Kerabang
Telur
Digiling,
Dikeringkan
Mineral
Cangkang
SK
36,4%
Ca 1820%
10. Kapur
Batuan
alam
Digiling,
dikeringkan
Mineral
Batubatuan
Vit.A
Ca 2025%
Vit.B
Fosfat
11.
alam
Batuan
alam
Digiling
Mineral
(fosfat)
Batubatuan
Fosfat
60%
Ca 2025%
12. CuSO4
Batuan
alam
Dipecahkan sampai
Mineral
halus
Batubatuan
Vit. B
PK
4,2%
13. Molases
Tebu
Digiling/dipress
Energi
Batangnya
TDN
63%
Vit.B
14.
Feed
Aditives
15. Millet
16.
Tepung
Udang
17. Urea
Dicampur, disintetis
Tumbuhan Dikeringkan,
Millet
dijemur
Nama
1.
Labu
Energi
Bijibijiannya
Vit.
A,D,E,K
PK
12,6%
SK
2,4%
Udang
Digiling,
dikeringkan
Protein
Utuh
PK 2223%
Batuan
alam
Digiling
Protein
Batuan
alam
N=40%
Sumber Feed
Vitamin Aditives
Gambar
Fungsi
Menampung larutan
Erlenmeyer
2.
Becker Glass
Menampung larutan
3.
Gelas Ukur
4.
Tabung Reaksi
5.
Cawan
Porselin
6.
Corong Kaca
Menuangkan larutan
7.
Labu Didih
8.
Labu Kjedahl
9.
Spatulla
10.
Filler
11.
Tang Penjepit
12.
Tabung
Soxhlet
Untuk ekstraksi LK
13.
Bucket
14.
Pipet Tetes
15.
Pipet Ukur
Mengambil
tertentu
16.
Pipet Seukuran
Mengambil
tertentu
17.
Untuk mentitrasi
18.
Timbangan
Analitik
Menimbang Sampel
Desikator
Menstabilkan Suhu
20.
Kertas saring
21.
Neraca
Ohauss
Untuk menimbang
22.
Tanur
Untuk mengabukan
23.
Magnetik stirer
Mencampur larutan
24.
Destilator
Untuk mendestilasi
25.
Bom
kalorimeter
Analisis GE
19.
larutan
larutan
dengan
dengan
skala
volume
26.
Destruktor
Untuk mendestruksi
27.
Autoclave
Mensterilkan
28.
Kompor Listrik
Memanaskan
29.
Kondensor
30.
Waterbath
31.
Oven
32.
Pompa vaccum
33.
Inkubator
Menginkubasi/menumbuhkan mikroba
5.1.2.
Sampel
DA
ST
BJ
LPS
11
R3
3.23
43.53
0.266
44.5
12
R2
2.26
41.95
0.25
32
13
R1
0.96
43.53
0.29
55
14
R2
1.18
45
0.279
51
15
R3
0.4
43.22
0.28
35
:
:
200 gram
10 cm
20 cm
Tan =
Tan = 1 => Tan 1 = 45o
= 126,1 gram
= 154 gram
Bj
=
= 0,279 gr/ml
= 1 meter
Waktu ke 1
= 1.26 s
Waktu ke 2
= 0.64 s
DA ke 1
= 1/1.26 = 0.79m/s
DA ke 2
= 1/0.64 = 1.56m/s
=
=
=
1 gram
51 cm
DA rata-rata
= 0.79+1.56/2=1.18 m/s
LPS
= 51 cm2/gr
5.1.3.
Analisis Proksimat
Sampel
KA
Abu
LK
PK
SK
11
R3
2.9
12
12
R2
1.9
13
R1
8.5
8.31
12
14
R2
7.5
8.5
14.875
25
15
R3
96
98.25
= 21,03 gram
= 2 gram
= 22,88 gram
KA
Keterangan :
KA
= Kadar Air
= Berat Sampel
= Berat Campuran
= Berat Oven
Hasil timbangan :
KA
=
= 7,5 %
BK
= 100% - KA
= 100% - 7,5%
= 92,5 %
= 21,03 gram
Berat sampel
= 2 gram
K.Abu
=
= 8,5 %
= 1,35 gram
= 1,28 gram
= 1 gram
Kadar Lemak =
=
= 7%
5.1.3.4. Protein Kasar
Sampel (x)
= 0,1 gram
Titer (y)
= 1,7 ml
=
=
= 14,875 %
= 0,45 gram
Berat sampel
= 1,04 gram
= 25 %
FFA
11
R3
1.1
12
R2
1.86
13
R1
1.51
14
R2
1.02
15
R3
1.67
Berat sampel
= 7,05 gram
Titrasi
= 2,58 ml NaOH
Sampel
GE
11
R3
2555.35
12
R2
2107.09
13
R1
2262.08
14
R2
2838.72
15
R3
2644.21
Sisa kawat
= 2,5 cm
Air cucian
= 29 ml
ml titrasi
= 0,66 ml
Berat kertas
= 0,21 gram
= berat sampel
Ta
= suhu konstan
Tc1
= awal pembakaran
Tc
= akhir pembakaran
Ta
= angka ketetapan = 5
Tc
= jumlah pembakaran
E1
E2
= berat kertas
E3
r1
Tb
Koreksi benzoate
= 0,985
Bk
= 92,5 %
Hg
GE
= koreksi benzoate x Hg
GEtotal = GE GEkertas
B
= berat sampel
= 0,5
ta
= suhu konstan
= 28,47
tc1
= awal pembakaran
tc
= akhir pembakaran
= 29,22
Ta
= angka ketetapan
=5
Tc
= jumlah pembakaran
=5
r1
=
=
= 0,14
Tb
= (tc ta) r1 x I Ta Tb I
=
=2811,95
GE
5.2 Pembahasan
5.2.1
Pemberian nama (nomenklatur) bahan pakan Internasional yang diusulkan oleh Haris et al
(1970) dimaksudkan untuk menanggulangi ketidaktetapan dalam pemberian nama bahan pakan.
Nomenklatur bahan pakan Internasional memuat peraturan-peraturan untuk dapat digunakan oleh
pemberi nama (perseorangan atau hukum) dalam memberikan istilah atau nama bahan. Ciriciri bahan pakan dibedakan dan dipisahkandengan mengkhususkan dari kualitas-kualitas bahan p
akan yang dihubungkan denganperbedaan nilai gizinya.
Menurut Sutardi (2012), pemberian nama bahan pakan secara Internasional meliputi 6
faset yaitu :
1. Asal mula, meliputi nama ilmiah, nama umum dan rumus kima yang benar
2. Bagian, sesuatu yang diberikan kepada ternak sebagaimana proses yang dialami
3. Proses atau perlakuan,
cara penanganan
dilakukan pada bahan pakan untukdiberikan kepada ternak
yang
4. Umur, pada saat kapan bahan pakan tersebut bisa diberikan kepada ternak
5. Defoliasi, tingkat kedewasaan (khusus pada hijauan)
6. Grade, kadar gizi yang terkandung dalam suatu bahan pakan.
Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan dari Hartati dkk ( 2002 ), pemberian nama bahan
makanan secara Internasional meliputi 6 faset yaitu : asal mula, bagian, proses, umur/tingkat
kedewasaan, defoliasi serta grade/kandungan kualitas dari pabrik.
Pengenalan bahan pakan sangat penting dilakukan
agar
tahu
berapa komposisinyadan tahu ada zat-zat
yang
berperan atau bahkan hancur
yang
terdapat didalam bahanpakan tersebut. Komposisi sangatlah penting diketahui
agar
kita dalam menyusun ransumdapat berjalan dengan baik dan juga benar-benar dibutuhkan oleh te
rnak,
selain itu jugadapat menghemat biaya. Zatzat beracun sangat merugikan bagi ternak bila dalam bahanpakan
yang
diberikan mengandung zat-zat beracun. Zat-zat tersebut bereaksi biladipotong,
dikunyah,
dicerna dan sebagainya. Beberapa cara pengolahan untukmengurangi zat-zat beracun antara lain
dioven, dimasak, dan pengeringan menggunakansinar matahari (Sutardi, 2003).
5.2.1.1 Bahan Pakan Hijauan
Hijauan pakan merupakan bahan pakan yang sangat mutlak diperlukan baik secara kuantitatif
maupun kualitatif sepanjang taun dalam sistem produksi ternak ruminansia (Abdullah, 2005).
Secara garis besar bahan pakan hijauan digolongkan ke dalam empat kelompok bahan pakan
yaitu :
1.
gramineae (rumput-rumputan),
2.
leguminosa (kacang-kacangan),
3.
4.
limbah pertanian.
Hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Sutardi (2012), terdapat 4 sumber hijauan untuk
pakan yaitu : 1) kelompok graminae, yaitu kelompok rumput 2) kelompok Leguminosa, baik
leguminosa menjalar maupun pohon 3) Cyperaceae, yaitu kelompok rumput teki-tekian; dan 4)
kelompok browse untuk rambanan. Pernyataan tersebut didasarkan atas pendapat dari Lubis
(1993), yaitu hijauan merupakan daun-daunan yang dapat dimakan ternak, kadang kadang
terikat ranting maupun bunganya.
Bahan pakan kasar selain dari hijauan segar juga dapat diperoleh dari pemanfaatan limbah.
Limbah yang dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan berasal dari bagian-bagian
tanaman/hewan yang dijadikan sebagai pakan kasar, sumber energi, sumber protein atau sumber
mineral (Murni, 2008). Misalnya pada jerami padi, jerami padi merupakan sisa dari pemanenan
padi yang terdiri dari batang dan daun. Kandungan SK nya sekitar 30 %, sebagai pengganti
hijauan jerami dapat ditingkatkan kandungan gizinya melalui amoniasi/fermentasi (Sutardi,
2012).
Pernyataan Sutardi (2012) tersebut berbeda dengan pernyataan Gohl (1981) dalam Murni (2008)
yang menyatakan bahwa jerami padi mengandung BK = 80,8 %, protein kasar = 3,9 %, serat
kasar = 33,5 %, abu = 21,4%, lemak kasar= 2,1 %, dan BETN = 39,1 %. Perbedaan pendapat
tersebut dapat dipengaruhi oleh jenis dan kualitas padi. Selain padi masih banyak jenis limbah
yang digunakan sebagai pakan ternak, misalnya daun pisang, daun pepaya, dan lainnya. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4. Mengenai komposisi nutrisi hijauan segar maupun
hijauan kering.
Tabel 4. Komposisi nutrisi hijauan segar dan kering (Sutardi, 2012).
Nama Bahan
BK
PK
SK
Abu
EE
BETN
Jerami Padi
40
4,3
33,8
24,5
2,5
35
Rumput
Gajah
28
1,3
7,4
2,6
0,3
9,9
Rumput
Benggala
24
2,1
0,5
10,2
Gamal
20
3,3
1,7
1,2
0,4
4,5
Lamtoro
22
5,7
4,4
1,8
1,8
Daun nangka
19
2,7
2,8
2,1
0,6
10,1
Rumput Raja
20,38
10,13
34,69
4,12
KA
PK
EE
SK
Abu
Onggo
k
18,3
0,8
0,2
2,2
2,5
Ampas
84
1,2
3,2
0,8
Tahu
Tetes
20,3
1,3
3,5
Dedak
Padi
10,5
12,5
14
11
12
12
12
Bekatul 10
Konsentrat sebagai sumber protein apabila kandungan protein lebih dari 18%, Total Digestible
Nutrision (TDN)
60%.
Ada
konsentrat
yang
berasal
dari
hewan
dan
tumbuhan.Berasal dari tumbuhan, kandungan proteinnya dibawah 47%, mineral Ca dibawah 1%
dan P dibawah 1,5%, serat kasar lebih dari 2,5%. Konsentrat sumber protein diantaranya adalah
berbagai macam bungkil, misalnya bungkil kedelai. Dapat diperoleh dari pengepresan kedelai
giling. Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati terbaik. Menurut Sutardi (2012), PK
pada bungkil kedelai expeller adalah 42 %, sedangkan PK pada kedelai solvent adalah 45%, SK
untuk expeller = 6 %, SK solvent= 6 %. Hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan dari Murni (
2008 ), menurutnya PK pada bungkil exp=43,92 %, PK solv = 48,79 %, sedangkan SK exp =
5,50 % dan SK solv = 3,42 %.
Selain dari bungkil-bungkilan dalam sumber protein untuk konsentrat juga terdapat sumber
protein yang berasal dari hewan mengandung protein lebih dari 47%. Mineral Ca lebih dari 1%
dan P lebih dari 1,5% serta kandungan serat kasar dibawah 2,5%. Misalnyatepung ikan, yang
merupakan sumber protein hewani yang potensial,dengan kandungan protein 17-24 % dari
beratnya (Fardiac, 1995 ). Sumber protein yang berasal dari hewan itu juga dipengaruhi dari jenis
hewan, serta besar kecilnya tubuh hewan tersebut.
Sumber mineral makro banyak terdapat di alam. Mineral makro yang ditambahkan dalam pakan
ternak adalah Ca, P, Na dan Mg. Sumber Na dan Cl tersedia dalam garam dapur dalam bentuk
NaCl. Vitamin merupakan komponen organik dan dibutuhkan dalam jumlah yang kecil bagi
ternak, sebagai koenzim atau regulator pada berbagai metabolisme (Rasyaf, 1994). Selain
sumber vitamin, ternak juga membutuhkan feed additives. Menurut Mujnisa ( 2008 ), feed
aditives merupakan bahan pakan yang terdiri dari campuaran vitamin, mineral, asam-asam amino
serta jenis-jenis obat tertentu seperti antibiotic,occidiostat yang komposisinya tidak selalu
terdapat secara bersama-sama.
5.2.1.3 Pengenalan Alat
Praktikum pengenalan alat bertujuan agar praktikan mengetahui nama-nama alat yang digunakan
di laboratorium beserta fungsinya. Alat-alat ini kemudian akan digunakan pada praktikum
selanjutnya, baik uji fisik, analisis proksimat, FFA maupungross energi. Sesuai dengan pendapat
Parakassi (1993), sebagian besar peralatan peralatan yang digunakan untuk praktikum analisis
kimia mulai dari persiapan sampai pengukuran terbuat dari porselin, besi dan karet. Alat-alat
sangat penting dalam melakukan percobaan, selain itu alat-alat yang dibutuhkan dalam analisis
bahan pakan adalah alat-alat laboratorium pendukung.
Pengenalan alat dan pengetahuan cara pemakaian dari suatu alat harus dipahami agar diperoleh
hasil yang tepat. Alat yang digunakan untuk menetralkan suhu adalah desikator yang didalamnya
terdapat zat (gel) yang bisa menyerap air sehingga pengaruh uap air selama penyimpanan bisa
diabaikan (Sudarmadji, 1997). Sesuai literatur tersebut keberhasilan dan ketepatan suatu analisa
kimia dapat dipengaruhi oleh alat yang digunakan. Alat-alat yang digunakan adalah alat yang
berhubungan dengan proses penimbangan, pengukuran, penguapan, pengabuan, pemanasan dan
pendinginan. Setelah sampel dipanaskan atau diabukan, maka akan didinginkan dalam desikator
yang berfungsi untuk menstabilkan suhu dan menyerap uap air pada sampel.
Alat
yang
mendukung
dari
praktikum
alat
yang
terbuat dari gelas salah satunyaadalah labu erlenmeyer,
digunakan untuk menganalisis bahan.
Labu ini hendaknyaberkapasitas 50, 100 dan 250 ml, dan yang mempunyai bentuk griffin
sangatlah bergunadalam analisis kuantitatif (Vogel, 1937). Labu erlenmeyer dibutuhkan terutama
dalam proses titrasi dan juga pada analisis kimia lainnya. Ukuran labu erlenmeyer tergantung
pada jenis sampel atau volume larutan yang akan diuji. Selain labu erlenmeyer ada jugabecker
glass yang berfungsi untuk menampung larutan dan gelas ukur untuk mengukur volume larutan.
Bom kalorimeter yang terdiri dari beberapa bagian digunakan untuk menghitung total energi
suatu bahan pakan (Hendaryono, 1994). Alat ini digunakan pada analisi energi bruto (gross
energi), karena proses yang terjadi didalamnya adalah proses pembakaran seperti pada proses
metabolisme dalam tubuh. Di dalam bom kalorimeter terdapat bucket yang berfungsi untuk
melakukan proses pembakaran sampel. Juga terdapat crusible, tempat dimana sampel yang akan
diuji disimpan.
5.2.2
Uji Fisik
2. Pengisisan silo yang menggunakan gaya gravitasi dan daya ambang berbeda akan terjadi
pemisahan partikel (Sutardi, 2003). Sesuai literatur tersebut maka perhitungan daya ambang ini
akan mempengaruhi untung atau ruginya suatu perusahaan pakan, karena terkait dengan proses
pencurahan pakan yang akan dimasukan pada suatu tempat. Hal ini dipengaruhi juga oleh besar
kecilnya partikel suatu bahan pakan. Semakin besar partikel suatu bahan pakan maka waktu yang
ditempuh oleh bahan pakan untuk mencapai ke dasar akan semakin cepat.
5.2.2.2 Sudut Tumpukan
Semakin tinggi tumpukan, maka semakin kurang bebas suatu partikel bergerak dalam tumpukan.
Sudut tumpukan berperan antara lain dalam menentukan flowabivity(kemampuan mengalir suatu
bahan, efisiensi pada pengangkutan atau pemindahan secara mekanik, ketepatan dalam
penimbangan dan kerapatan kepadatan tumpukan (Thomson, 1993). Pengukuran sudut tumpukan
atau angle of repose adalah dengan cara menjatuhkan suatu sampel ke corong, kemudian ukur
diameter dan tingginya. Hasil pengukuran sudut tumpukan adalah 45 dengan tinggi bahan pakan
10 cm dan diameter 20 cm.
Pengukuran dilakukan dengan cara menjatuhkan bahan melalui corong pada bidang datar. Sudut
tumpukan bahan ditentukan dengan mengukur diameter dasar (d) dan tinggi tumpukan (t).
Menurut Mujnisa (2008) besarnya sudut tumpukan dipengaruhi oleh ukuran partikel bahan,
bentuk, berat jenis, kerapatan tumpukan dan kadar air bahan. Ukuran bahan yang lebih kecil
maka akan membentuk sudut tumpukan yang semakin besar. Pakan berbentuk padat mempunyai
sudut tumpukan berkisar 20-50.
Khalil (1999) menyatakan bahwa sudut tumpukan merupakan sudut yang dibentuk oleh bahan
pakan yang diarahkan pada suatu bidang datar. Mujnisa (2008) menambahkan jika semakin
tinggi sudut tumpukan, kebebasan bergerak suatu partikel semakin berkurang. Berdasarkan
literatur tersebut maka perbedaan ukuran materi akan mengakibatkan pemisahan secara nyata
apabila materi mempunyai sudut tumpukan. Oleh karena itu sudut tumpukan merupakan faktor
yang mempengaruhi homogenitas campuran suatu bahan pakan, terutama pada saat proses
pencampuran dalam mixer. Kebebasan suatu partikel bergerak dalam bidang dipengaruhi oleh
besarnya sudut yang dibentuk dan gaya yang diberikan.
5.2.2.3 Luas Permukaan Spesifik (LPS)
Luas permukaan spesifik adalah luas permukaan spesifik bahan pakan dengan berat
tertentu. Luas permukaan spesifik berperan untuk mengetahui tingkat kehalusan dari bahan
pakan tanpa diketahui distribusi, ukuran komposisi partikel secara keseluruhan (Sutardi, 2003).
Hasil praktikum diperoleh nilai LPS dari sampel R2 adalah 51 cm/gram. Hal ini berarti partikel
yang semakin akan menutupi seluruh permukaan hingga tertutup rapat. Kadar sampel yang
semakin halus juga akan semakin meningkatkan daya cerna oleh ternak.
Luas permukaan spesifik digunakan untuk mengetahui ukuran partikel secara keseluruhan,
nilai LPS yang kecil dalam tiap gramnya maka sampel tersebut berbentuk butiran-butiran kasar
atau kristal (Raharjo, 2010). Maka hal-hal yang mempengaruhi niali LPS adalah jenis sampel,
berat sampel dan perlakuan saat meratakan sampel pada bidang datar (kertas milimeter block).
Karena jika ada daerah yang masih kosong berarti nilai LPSnya akan berubah kembali. Begitu
pula jika sampel berbentuk dalam butiran kasar yang susah untuk diratakan.
LPS sangat besar pengaruhnya untuk keefisienan suatu proses penanganan seperti packaging,
transportasi dan penyimpanan. Apabila LPS besar atau tingkat kehalusan tinggi maka suatu
packaging akan memuat bahan pakan lebih banyak, hal ini berarti transportasi dan penyimpanan
akan berkurang (Jaelani, 2007). Berdasarkan literatur tersebut maka tingkat kehalusan suatu
bahan pakan berpengaruh pada proses penanganan pakan di tempat pengolahan pakan. Tingkat
kehalusan ini tergantung dari besar atau kecilnya partikel bahan pakan. Semakin kecil partikel
maka permukaannya akan semakin halus sehingga nilai LPSnya semakin tinggi.
5.2.2.4 Berat Jenis
Berat jenis merupakan perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya, satuannya adalah
gr/ml. Berat jenis diukur dengan menggunakan hukum Archimedes (Mujnisa, 2008). Berat
jenis memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan, dan
penyimpanan (Jaelani, 2007). Perbedaan niali berat jenis pada masing-masing kelompok
dipengaruhi oleh karakteristik permukaan partikel dan pemasukan sampel pada gelas ukur yang
kurang teliti, distribusi permukaan partikel dan karakteristik permukaan partikel.
Hasil praktikum berat jenis dedak adalah 0,279 gr/ml. Dari hasil tersebut menunjukan bahwa
nilai tersebut kurang dari berat jenis air. Berat jenis selain dipengaruhi oleh perbedaan
karakteristik permukaan partikel juga dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Khalil (1999) adanya variasi dalam nilai berat jenis dipengaruhi oleh
kandungan nutrisi bahan, distribusi ukuran partikel dan karakteristik permukaan partikel.
Besarnya berat jenis pakan penting diketahui karena apabila suatu bahan pakan mempunyai nilai
densitas yang rendah yaitu perbandingan antara berat bahan dengan volume lebih besar berarti
intake untuk ternak hanya sedikit atau sebaliknya. Pakan yang baik adalah nilai densitasnya lebih
besar sehingga intake pakan meningkat (Sudarmadji, 1997). Jika berat jenis < 1 maka pakan akan
mengapung di dalam rumen, sedangkan berat jenis > 1 maka pakan tersebut akan berada di
dalam rumen bagian bawah.
Berat jenis berpengaruh terhadap hemoginitas penyebaran partikel dan stabilitas suatu campuran
pakan. Ransum yang tersusun dari bahan pakan yang memiliki perbedaan berat jenis cukup
besar, akan menghasilkan campuran tidak stabil dan mudah terpisah kembali (Chung and Lee,
1995). Hal ini sama seperti saat memasukan sampel ke dalam gelas, jika terlalu padat maka hasil
pengukuran akhir akan berubah. Berat jenis digunakan untuk menetukan volume ruang yang
diperlukan dalam pergudangan, volume ruang yang dipakai yaitu sekitar 70%.
meliputi parameter kadar air, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, abu, Ca dan P. Hasil analisis
proksimat sangat penting dan akurasinya sangat berguna dalam formulasi ransum terhadap mutu
pakan jadi yang dihasilkan. Dari sistem analisi proksimat dapat diketahui adanya enam fraksi.
Komponen masing-masing fraksi adalah sebagai berikut :
Tabel 6. Komponen Berbagai Fraksi Hasil Analisis Proksimat ( Soejono, 1990 ).
Air
Abu
Unsur mineral
Protein Kasar
Lemak Kasar
Serat Kasar
BETN
Menurut Kamal (1994), menyatakan bahwa disebut analisis proksimat karena hasil yang
diperoleh hanya mendekati nilai yang sebenarnya. Oleh karena itu untuk menunjukan nilai dari
sistem analisis proksimat selalu dilengkapi dengan istilah minimum atau maksimum sesuai
dengan manfaat fraksi tersebut. Bahan organik dapat dipisahkan menjadi komponen nitrogennya
yang kemudian dihitung sebagai protein dengan teknik kjehdahl dan bagian lainnya adalah bahan
organik tanpa nitrogen. Bahan organik tanpa N dapat dipisahkan menjadi karbohidrat dan lemak.
Selanjutnya karbohidrat dapat dipisah menjadi serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen.
(Sutardi, 2012).
5.2.3.1 Kadar Air
Air merupakan zat makanan terpenting, dan memiliki berbagai fungsi, diantaranya adalah
sebagai pelarut vitamin, pelumas persendian, sebagai cairan cerebrospinal dan sebagai bantalan
urat syaraf. Menurut Krishna (1980), komponen air adalah air dan senyawa yang mudah
menguap. Yang dimaksud air dalam analisis proksimat adalah semua cairan yang menguap pada
pemanasan selama beberapa waktu pada suhu 105C (Sutardi, 2012). Sesuai literatur tersebut
kadar air dalam sampel R2 dapat diketahui setelah sampel dioven pada suhu 105C sealam 8
jam. Patokan waktu ini diasumsikan bahwa semua air pada sampel telah menguap semua.
Penentuan kadar air dilakukan dengan dua metode yaitu penyulingan langsung dan tidak
langsung (oven). Namun yang dilakukan pada praktikum mengenai pengukuran kadar air adalah
metode tidak langsung (oven). Pengukuran kadar air dengan metode oven juga sesuai dengan
SNI 01-2891-1992, pengukuran kadar air total dilakukan dengan metode termogravimetri (oven).
Namun hasil praktikum tidak sesuai dengan pendapat Hartadi (1992), penentuan kadar air
minimal 24 jam. Banyaknya air yang terkandung di dalam suatu bahan pakan dapat diketahui
jika bahan pakan dipanaskan.
Hasil praktikum menunjukan bahwa kadar air sampel R2 adalah 7,5%. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Sutardi (2012), bahan yang dikeringkan pada suhu 105C, diasumsikan 100 %
bahan kering/bahan dasar kering adalah memiliki kadar air dibawah 12%. Beberapa faktor yang
mempengaruhi kadar air salah satunya adalah metode pengeringan dan kandungan air dari suatu
bahan pakan. Pakan dapat disimpan jika bahan pakan mempunyai kandungan air maksimal 14%.,
karena kandungan air yang cukup tinggi akan merusak nutrien dari bahan pakan karena
didegradasi oleh bakteri.
mempunyai struktur intra molekur karbon dan hidrogen yang banyak, sehingga lemak
merupakan sumber kalori yang penting disamping berperan sebagai pelarut vitamin.
5.2.3.5 Serat Kasar
Serat kasar merupakan salah satu nutrien yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan
trigliserida. Metode pengukuran kandungan lemak kasar pada dasarnya mempunyai konsep yang
sederhana (Thomson, 1993). Sesuai literatur tersebut maka langkah pertama yang dilakukan
adalah menghilangkan bahan organik dalam kondisi asam dengan pemberian H2SO4 0.1 N.
Kemudian menghilangkan bahan organik dalam kondisi basa dengan pemberian NaOH 0.3 N.
Setelah semua bahan organik terlarut maka residu yang tidak larut itulah yang dikenal dengan
serat kasar. Sesuai juga dengan pendapat Soejono (1990), menyatakan bahwa serat kasar
merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi yang tersisa setelah didigesti
dengan larutan asam sulfat standar dan sodium hidroksida pada kondisi yang terkontrol.
Serat kasar yang terdapat dalam pakan sebagian besar tidak dapat dicerna pada ternak
nonruminansia, namun digunakan secara luas pada ternak ruminansia. Sebagian besar berasal
dari sel dinding tanaman dan mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Tingginya serat
kasar ini umumnya didominasi oleh lignoselulosa (karbohidrat kompleks) yang sulit dicerna
(McDonald et al, 2000). Hasil yang diperoleh terhadap pengukuran serat kasar sampel R2 adalah
25%. Sampel R2 ternasuk kedalam pakan komplit, sehingga kandungan serat kasar sebesar ini
masih dalam batas kenormalan.
Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan pakan karena angka ini merupakan
indeks dalam menentukan nilai gizi suatu bahan pakan. Dengan demikian prosentase kadar serat
kasar dapat dipakai untuk menentukan kemurnian bahan pakan atau efisiensi suatu proses
(Sudarmadji, 1989). Serat kasar dibutuhkan oleh ternak ruminansia untuk dicerna oleh mikroba
VFA. Kualitas suatu bahan pakan dapat dilihat dari kandungan serat kasarnya. Semakin tinggi
kandungan serat kasarnya maka kualitas bahan pakan tersebut semakin buruk. Karena serat kasar
yang terlalu tinggi akan mengakibatkan degradasi dalam rumen, sehingga pakan akan sulit untuk
dicerna.
lemak jenuh. Menurut Danuwarsa ( 2006 ), trigliserida dapat berbentuk padat tau cair,
bergantung pada komposisi asam lemak yang menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati
berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh, sedangkan lemak hewani
pada umumnya berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak mengandung asam lemak
jenuh.
Kandungan kadar FFA yang tinggi pada suatu bahan pakan dapat menyebabkan ketengikan,
selain itu kadar FFA juga berguna untuk mengetahui kandungan lemak bebas dan tingkat
kejenuhan suatu bahan pakan. Menurut Mustari dkk(2000), bau tengik misalnya disebabkan
oksidasi dari asam-asam lemak tidak jenuh yang terdapat pada minyak dan lemak. Terjadinya
perubahan warna pada bahan pakan menandakan bahwa pakan tersebut manurun kualitasnya,
dijumpai misalnya pada dedak terjadi perubahan warna dari warna asli kuning kecoklatan
menjadi merah jambu bahkan sampai hitam. Pada jagung kuning yang berwarna kuning berubah
menjadi coklat sampai hitam akibat tumbuh jamur pada jagung tersebut.
Lemak lipida adalah ester dari asam-asam lemak hydra alkohol yang didalamnya berupa zat-zat
yang tidak larut dalam air. Minyak dan lemak dapat diperoleh dari hewan maupun tumbuhan
( Tillman, 1993 ). Minyak nabati terdapat pada buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian, akar
tanaman dan sayuran. Sedangkan minyak hewani terdapat pada bangsa ikan. Sedangkan menurut
Handayani (2005), sebagian lemak hewani pada umumnya berbentuk padat pada suhu kamar
karena banyak mengandung asam lemak jenuh. Asam lemak tidak jenuh berantai panjang antara
lain oleat, linoleat dan arakhiodonat.
5.2.5
Gross Energy
Energi diperlukan untuk kelangsungan hidup ternak diantaranya untuk: 1) kerja secara mekanis
dari aktivitas muskular yang esensial, 2) kerja secara kimiawi seperti pergerakan zat terlarut
melawan gradien konsentrasi, dan 3) sintetis dari konstituen tubuh seperti enzim dan hormon.
Energi diperlukan untuk mempertahankan fungsi-fungsi tubuh (respirasi, aliran darah, dan fungsi
sistem syaraf). Selain itu energi juga diperlukan untuk pertumbuhan dan pembentukan produk
(susu, daging, telur) (Mujnisa, 2008).
Energi total atau gross energi pakan adalah jumlah energi kimia dalam pakan. Energi ini
ditentukan dengan mengubah energi kimia menjadi energi panas yang dihasilkan. Konversinya
dijalankan dengan membakar sampel pakan dan mengukur panas yang terjadi. Panas ini
diketahui sebagai energi total atau panas pembakaran dari pakan. Menurut Anggorodi (1979),
energi bruto suatu bahan makanan dapat ditentukan dengan membakar sejumlah bahan tersebut
sehingga diperoleh hasil oksidasi yang berupa CO2, air dan gas lainnya.
Gross Energy didefinisikan sebagai energi yang dinyatakan dalam panas bila suatu zat dioksider
secara sempurna menjadi CO2 dan air. Tentu saja CO2 dan air ini masih mengandung energi,
akan tetapi dianggap mempunyai tingkat nol karena hewan sudah tidak bisa memecah zat-zat
melebihi CO2 dan air. Gross Energy diukur dengan alat bomb kalorimeter. Apabila N dan S
terdapat dalam senyawa sampingan karbon H dan O (C, H dan O). Unsur-unsur tersebut akan
timbul sebagai oksida nitrogen dan sulfur pada waktu senyawa itu dioksider dalam bomb
kalorimeter. Analisis kimia untuk mendapatkan energi bruto bahan pakan dengan prosedur
AOAC (1990).
Energi disimpan didalam karbohidrat, lemak dan protein dari dahan makanan. Semua bahan
tersebut mengandung karbon (C) dan hidrogen ( H ) dalam bentuk yang dapat dioksidasi menjadi
karbondioksida dan air yang menunjukan energi potensial untuk ternak. Lemak yang dioksidasi
secra sempurna dalam tubuh menghasilkan 9,3 kalori/gr lemak. Sedangkan protein dan
karbohidrat masing-masing menghasilkan 4,1 dan 4,2 kalori/gr (Sediatama, 1987).
Hasil praktikum GE adalah 2838,72 kkal. Menurut Rasyaf (1994), tinggi rendahnya energi
dipengaruhi oleh kandungan protein, karena protein berperan sekali terhadap pertumbuhan
sehingga
mempengaruhi
jumlah
ransum
yang
masuk
ke
dalam
tubuh. Nilai energy bruto dari suatu bahan pakan tergantung dari proporsi karbohidrat, lemak dan
protein yang dikandung bahan pakan tersebut.
6.1
Kesimpulan
cangkang kerang, tepung cangkang keong, tepung kerabang telur, kapur), sumber vitamin
sumber zat additives.
3. Nomenklatur bahan pakan diberikan berdasarkan tatanama internasional yang berdasarkan
enam faset, yaitu : Asal mula (Origin); Bagian (Part) yang diberikan kepada ternak; Proses yang
dialami oleh bagian tadi; Tingkat kedewasaan; Pemotongan (hijauan); Grade (Garansi pabrik).
4. Fungsi alat-alat laboratorium berbeda satu dan yang lainnya, demikian pula dengan cara
penggunaannya harus sesuai dengan ketentuan agar didapatkan hasil yang benar.
5. Penetapan asam lemak bebas berprinsip bahwa lemak bebas yang terdapat paling banyak pada
minyak tertentu.
6. % FFA dipengaruhi oleh perlakuan pengeringan, enzim lipase dan kadar air suatu bahan
pakan.
7. Semakin tinggi kadar air dalam bahan maka akan semakin cepat proses hidrolisaberlangsung,
dengan demikian semakin besar pula asam lemak bebas yang terbentuk.
8. Nilai Energi Bruto dipengaruhi oleh proporsikarbohidrat, lemakdan protein yang
dikandungsuatu bahanpakan.
6.1
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Luki dkk. 2005. Reposisi Tanaman Pakan dalam Kurikulum Fakultas
Peternakan.Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak.
Amrullah, I.K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor.
Anggorodi. 1991. Ilmu Bahan Pakan Umum. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
AOAC. 1990. Official Methods of Analisis. Asosiaion of Official Analitic Chemist. Washington
DC. USA.
Chung, C.H,R Blain, dkk. 1998. Physical and Chemical Characteristics of Malaysian Palm
Kernel Lake ( PKC ). Proc 20th MSAP Conf. 27-28 Juli. Putra Jaya Malaysia.
Citrawidi, T.A dkk. 2012. Pengaruh Pemeraman Ransum dengan Sari Daun Pepaya terhadap
Kolesterol Darah dan Lemak Total Ayam Broiler. Animal Agriculture Journal Vol.1 No.1
Danuarsa. 2006. Analisis Proksimat dan Asam Lemak Pada Beberapa Komoditas Kacangkacangan. Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 1
Guntoro, Suprio. 2008. Membuat Pakan Ternak dari Limbah Perkebunan. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Handayani, dkk. 2005. Transesterifikasi Ester Asam Lemak Melalui Pemanfaatan Teknologi
Lipase. Biodiversitas volume 6 (8).
Haris, L.E. 1970. Nutrition Research Technique for Domestic and Wild Animal. Vol. 1 Utah State
University. Logan. Utah.
Hartadi, Hari. 1992. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Hartati, Sri. 2002. Nutrisi Ternak Dasar. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Jaelani, Achmad, DKK. 2007. Kualitas Sifat Fisik dan Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit
dari Berbagai Proses Pengolahan Trude Palm Oil (CPO). Jurnal AL-Ulum Vol. 33 No. 3.
Kamal, M. 1998. Bahan Pakan dan Ransum Ternak. Laboratorium Makanan Ternak Jurusan
Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Khalil. 1999. Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel terhadapSifat Fisik Pakan Lokal :
Sudut Tumpukan, Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan, Berat Jenis, Daya
Ambang, dan Faktor Higroskopis. Media Peternakan 22 (1) : 1 11.
Krishna , G. 1980. Laboratory Manual for Nutrition Research.Vika Publishing House PUL. Ltd.
Sahibabat India.
Mc Donald, P., RA. Edwards. JFG Greenhalgh, and CA. Morgan. 2002. Animal Nutrition
Prentice Hall
Murni, dkk. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Fakultas Peternakan
Jambi. Jambi
Mustari, S.P dkk. 2000. Pembuatan Pakan Ternak Unggas. Penerbit CV. Amisco.: Jakarta.
Nahm, K.H. 1992. Particial Guide to Feed, Forages and Water Analysis. Yoo Han Rob. Korea
Republika.
Parakkasi, Aminuddin. 1986. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Angkasa. Bandung.
Rahardjo,Tri S., W. Suryapratama, Munasik, dan T. Widiyastuti. 2002. Bahan Kuliah Ilmu Bahan
Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sudarmadji,S. 1997. Prosedur untuk Analisa Bahan Pakan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sutardi, T. R. Dan S. Rahayu. 2003. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Fakultas Peternakan
Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Sutardi, T.R. 2004. Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto.
Sutardi, T.R. 2012. Ilmu Bhan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto.
Thomson, F. M. 1993. Hand Bookof PowdersScience and Technology 391, 393, eds, M. E.
Fayed and L. Otten. New York.
Tillman. 1993. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Tillman, A.D., dkk. 2005. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Wati, R. Sumarsono, dkk. 2012. Kadar Protein Kasar dan Serat Kasar Eceng Gondok sebagai
Sumber Daya Pakan di Perairan yang Mendapat Limbah Kototran Itik.Animal Agriculture
Journal Vol. 1 No. 1.