Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU TERNAK UNGGAS

Disusun oleh:

Kelompok A

Anggi Widyastuti 1910701010

Mellyana Afifah 1910701012

Ananda Prahesti 1910701015

Syahrizal Adnan.A 1910701013

Threzka Alvian.S 1910701016

Yeni Rahmawati 1910701017

Asisten:

Nadira Putri Sermalia

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TIDAR

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya atas tersusunnya buku “Petunjuk
Praktikum Ilmu Ternak Unggas”.
Buku “Petunjuk Praktikum Ilmu Ternak Unggas” berisi panduan
praktikum dan materi-materi yang mendukung praktikum, serta diharapkan dapat
membantu kelancaran pelaksanaan praktikum Ilmu Ternak Unggas, sehingga
akan mempunyai gambaran dan bisa menguasai materi dan metode yang akan
dilaksanakan.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam buku petunjuk
praktikum ini. Untuk itu, kami menerima segala kritik dan saran yang dapat
meningkatkan kualitas buku ini untuk masa yang akan datang dari seluruh peserta
praktikum. Semoga dengan tersusunnya “Petunjuk Praktikum Ilmu Ternak
Unggas” ini dapat memberikan manfaat bagi Mahasiswa peternakan dalam
manajemen perunggasan.
Magelang, 24 April 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB II ....................................................................................................................
RUMUSAN MASALAH DAN MANFAAT........................................................
2.1 SISTEM DIGESTI AYAM...................................................................
2.2 SISTEM REPRODUKSI AYAM........................................................
2.3 CANDLING TELUR...........................................................................
BAB III....................................................................................................................3
MATERI DAN METODE.....................................................................................3
3.1 Materi.......................................................................................................3
3.2 Metode......................................................................................................3
BAB III....................................................................................................................5
HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................5
4.1 Sistem Pencernaan..................................................................................5
4.2 Sistem Reproduksi...................................................................................9
4.3 Candling Telur.......................................................................................15
BAB IV..................................................................................................................19
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................19
5.1 Kesimpulan............................................................................................19
5.2 Saran.......................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Berat Organ Pencernaan ................................................................


Tabel 2. Data Panjang Usus...................................................................................
Tabel 3. Data Berat Usus.......................................................................................
Tabel 4. Data Berat Organ Reproduksi Ayam Jantan...........................................
Tabel 5. Data Panjang Organ Reproduksi Ayam Jantan ......................................
Tabel 6. Data Berat Organ Reproduksi Ayam Betina...........................................
Tabel 7. Data Panjang Organ Reproduksi Ayam Betina.......................................
Tabel 8. Data Jumlah Telur...................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

Sistem pencernaan pada unggas berbeda dengan sistem pencernaan pada


ruminansia yang memiliki gigi untuk mengunyah.  Sistem pencernaan pada
unggas dimulai saat makanan masuk melalui paruh dan berakhir pada kloaka.
Prinsifnya pencernaan pada unggas terjadi secara mekanik dan pencernaan secara
kimia/enzimatis. Pencernaan secara mekanik pada unggas yaitu pencernaan
dengan kontraksi otot saluran pencernaan, sedangkan pencernaan secara kimiawi
yaitu pencernaan terjadi dengan adanya bantuan enzim yang dihasilkan dari
saluran pencernaan.Organ-organ pencernaan pada unggas terdiri dari paruh,
esofagus, tembolok, proventrikulus, ampela, usus halus, usus buntu(cecum), usus
besar dan kloaka (Jamaluddin, 2020).
Di dalam paruh dilengkapi lidah untuk mendorong pakan masuk ke
oesophagus. Oesophagus menghubungkan mulut dengan proventrikulus/lambung,
terdapat bagian yang menonjol disebut crop atau tembolok yang berfungsi
menampung pakan sementara. Proventrikulus disebut juga lambung sejati karena
mesekresikan cairan lambung yang terdiri atas pepsinogen dan HCl. Gizzard
terjadi pencernaan secara mekanik yang dibantu oleh grit/batuan kecil. Usus
halus merupakan tempat pencernaan enzimatik dan absorpsi zat pakan. Coecum
tempat absorpsi air dan elektrolit. Usus besar berfungsi absorpsi zat pakan.
Kloaka sebagai tempat keluarnya feses dan urin. Organ tambahan hati berfungsi
mensekresikan getah empedu, cairan empedu berfungsi memfasilitasi pencernaan
lemak dan aktivasi lipase. Pankreas berfugsi mensekresikan getah pankreas
(Widodo, 2018)
Organ reproduksi betina terdiri dari ovarium dan alat reproduksi yang
meliputi infundibulum, magnum, isthmus, uterus, dan vagina. Hewan betina tidak
saja menghasilkan sel-sel kelamin betina yang penting untuk membentuk suatu
individu baru, tetapi juga menyediakan lingkungan dimana individu dimana
individu tersebut terbentuk, diberi makan, dan berkembang selama masa-masa
permulaan hidupnya. Fungsi-fungsi ini dijalankan oleh organ-organ reproduksi
primer dan sekunder. Organ reproduksi primer, ovarium menghasilkan ova (sel
telur) dan hormon-hormon kelamin betina. Organ-organ reproduksi sekunder atau
saluran reproduksi terdiri dari tuba fallopi (oviduct), uterus, cervix, vagina, dan
vulva. Fungsi organ-organ reproduksi sekunder adalah menerima dan
menyalurkan sel-sel kelamin jantan dan betina, memberi makan dan melahirkan
individu baru (Feradis, 2010)

Organ reproduksi jantan terdiri dari sepasang testis, ductus epididimis,


sepasang ductus deferens, dan sebuah alat kopulasi yang disebut phallus, yang
seluruhnya terletak pada rongga perut. Sistem reproduksi jantan terdiri dari organ
kelamin primer, sekunder dan assesoris. Organ kelamin primer adalah testis yang
belokasi di dalam skrotum yang menggantung secara secara eksternal didaerah
inguinal. Organ kelamin sekunder terdiri dari jaringan-jaringan ductus sebagai
transportasi spermatozoa dari testis ke bagian luar, dan termasuk di dalamnya
ductus efferent, epididimis, ductus deferens, penis dan uretra. Sedangkan organ
asesori terdiri dari kelenjar prostata, kelenjar vesikularis dan kelenjar
bulbourethralis (Yusuf, 2012).

Pada prinsipnya, penetasan merupakan bentuk penyedia lingkungan yang


disesuaikan untuk perkembangan embrio unggas. Penetasan sendiri dapat
dilakukan secara alami oleh indukan atau secara buatan menggunakan mesin
tetas. Pengaplikasian mesin tetas adalah dengan penyediaan lingkungan yang
telah disesuaikan dengan perkembangan embrio. Dalam hal ini, dibentuklah suatu
lingkup meniru sifat alamiah induk yang sedang mengeram dengan
memperhatikan aspen suhu, kelembaban dan frekuensi membalikan telur
(Subihartadan Yuwana, 2012).

Salah satu bentuk proses penetasan adalah adanya candling


(peneropongan) guna memeriksa kondisi telur. Menurut Lestari et al., (2013)
keberhasilan penetasan ditentukan oleh kualitas telur. Candling dapat dilakukan
sebelum telur dimasukkan ke dalam mesin tetas guna mengecek kondisi dan
kualitas telur yang fertil dan infertil pada awal dan akhir penetasan. Selanjutnya,
dilakukan dua kali yaitu pada hari ke 7 dan hari ke 14. Embrio yang tidak tumbuh
ini disebut dengan telur infertil sedangkan telur yang embrionya bisa tumbuh,
disebut dengan telur fertil yang layak untuk ditetaskan (Handoko et al., 2013).
BAB II
RUMUSAN MASALAH DAN MANFAAT
2.1 SISTEM DIGESTI AYAM
Rumusan masaIah
a. Apa yang dimaksud dengan sistem organ digesti (penecrnaa) pada
ayam ?
b. Bagaimana fungsi sistem organ digesti (penecrnaa) pada ayam ?
c. Bagaimana proses terjadinya sistem organ digesti (penecrnaa) pada
ayam ?
Manfaat
a. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu sistem organ digesti (penecrnaa)
pada ayam.
b. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi sistem organ digesti (penecrnaa)
pada ayam.
c. Mahasiswa dapat mengetahui proses yang terjadi sistem organ digesti
(penecrnaa) pada ayam.
2.2 SISTEM REPRODUKSI AYAM
Rumusan masaIah
a. Apa saja bagian-bagian pada organ reproduksi ayam ?
b. Bagaimana fungsi bagian-bagian pada organ reproduksi ayam betina ?
c. Bagaimana fungsi bagian-bagian pada organ reproduksi ayam jantan ?
Manfaat
a. Mahasiswa dapat mengetahui bagian-bagian pada organ reproduksi
ayam.
b. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi bagian-bagian pada organ
reproduksi ayam betina.
c. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi bagian-bagian pada organ
reproduksi ayam jantan.
2.3 CANDLING TELUR
Rumusan masaIah
a. Apa yang dimaksud dengan candIing teIur?
b. Bagaimana cara atau proses terjadinya candIing teIur?
c. Bagaimana proses perkembangan pada embrio?
d. Bagaimana proses terjadinya fertiIitas teIur?
Manfaat
a. Mahasiswa dapat mengetahui yang dimaksud dengan candIing teIur.
b. Mahasiswa dapat mengetahui cara atau proses terjadinya candIing teIur
c. Mahasiswa dapat mengetahui proses perkembangan pada embrio
d. Mahasiswa dapat mengetahui proses terjadinya fertiIitas teIur
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Sistem Pencernaan dan Sistem Reproduksi Unggas
1. Materi
Materi yang digunakan antara lain :
a) Pisau scapel
b) Kaca
c) Mistar ukur
d) Timbangan elektrik
e) Gunting bedah serta ayam layer afkir yang telah disembelih
tetapi masih utuh.
2. Metode
a) Ayam yang telah dipotong dibedah lalu dikeluarkan seluruh
organ pencernaan dan reproduksinya (jangan sampai putus)
b) Kemudian diletakkan di atas alas kaca diatur secara utuh
dan digambar.
c) Setelah itu diukur panjang per bagian, kemudian dipotong
per bagian,
d) Dikeluarkan kotorannya, dicuci lalu ditimbang
e) Di catat berat masing-masing organ.
3.2 Candling Telur
1. Materi
Materi yang digunakan antara lain :
a) Teropong
b) Telur
c) Kamera HP
d) Alat tulis
2. Metode
a) Telur dari inkubator diambil, kemudian letakan didepan
cahaya dan dilihat isi telurnya.
b) Tangan dipastikan dalam keadaan bersih dan kering.
Karena tangan yang lembap, akibat minyak, air, atau keringat
bisa meyebabkan pori-pori telur tertutup.
c) Sebaiknya, telur dibawa keluar dari mesin maksimal 30
menit saja. Tapi jika sebelum 30 menit sudah selesai, bisa
langsung dikembalikan. Tujuannya agar telur tidak menjadi
dingin dan rusak
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
1. Hasil Sistem Pencernaan
Tabel 1. Data Berat Organ Pencernaan
No. Organ Pencernaan Berat Organ Pencernaan (gram)
1. Crop isi 53,18
2. Crop kosong 10,87
3. Gizzard isi 62,06
4. Gizzard kosong 42,12
5. Hati 30,06
6. Jantung 8,26
7. Empedu 0,51
8. Spleen 2,07
9. Pancreas 2,47

Tabel 2. Data Pan jang Usus


No. Bagian Usus Panjang Usus (cm)
1. Duodenum 16
2. Jejenum 46
3. Ileum 40
4. Caeca 14
5. Rectum 10

Tabel 3. Data Ber at Usus


No. Bagian Usus Berat Usus (gram)
1. Duodenum isi 14,66
2. Duodenum kosong 7,77
3. Jejenum isi 26,24
4. Jejenum kosong 12,41
5. Ileum isi 22,75
6. Ileum kosong 13,97
7. Rectum isi 3,98
8. Rectum kosong 2,67
9. Bursa fabrisius 0,40
2. Hasil Sistem Reproduksi
Tabel 4. Data Berat Organ Reproduksi Ayam Jantan
No. Organ Reproduksi Ayam Jantan Berat Organ Reproduksi (gram)
1. Testis 16,15
2. Papilla 0,05

Tabel 5. Data Panjang Organ Reproduksi Ayam Jantan


No. Organ Reproduksi Ayam Jantan Panjang Organ Reproduksi
1. Vas Deferens 8 cm
2. Papilla 3 mm

Tabel 6. Data Berat Organ Reproduksi Ayam Betina


No. Organ Reproduksi Ayam Jantan Berat Organ Reproduksi (gram)
1. Ovarium 55,30
2. Oviduk 59
3. Infundibulum 10,53
4. Magnum 23,87
5. Isthmus 5,34
6. Uterus 8,05
7. Vagina 5,11
8. Kloaka 4,44

Tabel 7. Data Panjang Organ Reproduksi Ayam Betina


No. Organ Reproduksi Ayam Jantan Panjang Organ Reproduksi (cm)
1. Ovarium 6
2. Oviduk 48
3. Infundibulum 8
4. Magnum 23
5. Isthmus 14
6. Uterus 5
7. Vagina 3
8. Kloaka 2

3. Hasil Candling Telur


Tabel. Data Hasil Candling Telur

Keterangan Jumlah
Telur awal 200
Telur fertil 165
Telur infertil 35
Telur menetas 155
Embrio mati 10

4.2 PEMBAHASAN
1. Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan unggas terdiri dari beak (paruh), esophagus, crop
(tembolok), proventriculucus, pars muscularis atau gizzard, usus halus
(duodenum, jejenum, ileum), usus besar, dan kloaka. Sekilas tampak
bahwa alat pencernaannya mempunyai lambung jamak, namun dilihat
dari fungsinya ternyata beberapa lambung tersebut hanya merupakan
alat penyimpanan. Oleh karena itu berdasarkan alat pencernaan, sering
dikatakan bahwa unggas adalah hewan pseudopolygastric (Soeharsono,
2011).
Gambar Keterangan
1. Rongga mulut
1 2 3 5 7 10 12
2. Lidah
3. Krongkongan
4. Tembolok
5. Proventriculus
6. Hati
4 6 11 8 9 13 14 7. Kantung empedu
dd
8. Ampela
9. Pankreas
Gambar 1. Sistem Pencernaan Ayam 10. Duodenum
11. Usus halus
12. Caecum
13. Usus besar
14. Kloaka
Tabel 1. Sistem Pencernaan ayam
1. Mulut
Mulut pada ayam sebagai alat pengambilan pakan (prehension).
Ayam tidak mempunyai gigi sehingga fungsi pemecahan partikel
digantikan oleh paruh. Mulut hanya digunakan sebagai lewat
sesaat bahan pakan. Di dalam mulut terdapat lidah yang kaku
untuk membantu penelanan makanan. Didalam mulut juga
disekresikan enzim amylase atau ptyalin yang berfungsi mengubah
amilum yang terkandung dalam pakan menjadi gula yang lebih
sederhana. Secara umum di mulut terjadi pencernaan secara
enzimatis dan mekanik. Mulut menghasilkan saliva yang
mengandung amilase dan maltase saliva, tetapi pemecahan bahan
pakan di mulut ini kecil sekali karena mulut hanya digunakan
untuk lewat sesaat. Saliva mulut, selain mengandung kedua enzim
tersebut, juga digunakan untuk membasahi pakan agar mudah
ditelan. Produksi saliva 7 sampai 30 ml/hari, tergantung pada jenis
pakan. Sekresi saliva dipacu oleh saraf parasimpatik (Yuwanta,
2014)
2. Oesophagus
Oesophagus adalah saluran pencernaan yang menghasilkan
mukosa berlendir yang berfungsi membantu melicinkan pakan
menuju tembolok (crop). Widodo (2019) menyatakan bahwa
oesophagusberfungsi sebagai penghubung antara mulut dengan
proventrikulus/lambung. Nasrin et al.(2012) menyatakan bahwa
panjang esophagus sebesar 13,75cm dan beratnya yaitu 4,13 gram.
3. Tembolok (Crop)
Crop atau tembolok berfungsi untuk menampung dan membasahi
pakan hingga menjadi lunak. Daya tampung pakan dari tembolok
sebesar 250 gram.Erina et al.(2019) menyatakan bahwa Tembolok
merupakan tempat penyimpanan pakan sementara seperti pakan
dan air. Nasrin et al.(2012) menyatakan bahwa panjang tembolok
atau crop sebesar 7-10 cm dan beratnya yaitu 8,3 gram.
4. Proventrikulus
Proventriculusberfungsi untuk mensekresikan pepsinogen da HCl
untuk mencerna protein dan lemak. Ilma et al(2016) menyatakan
bahwa proventriculusmemiliki dua kelenjar yaitu kelenjar tubular
yang mengeluarkan mukus, dan kelenjar gastrik yang
mensekresikan asam klorida (HCl) dan enzim pepsin. Mukus
disekresikan ketika mulai makan sedangkan HCl dan pepsin
disekresikan ketika pakan sampai di saluran proventriculus. Nasrin
et al.(2012) menyatakan bahwa panjang proventriculussebesar
3,7cm dan beratnya yaitu 6,25gram.
5. Gizzard
Gizzard atau ventriculus atau empedal berperan dalam pencernaan
secara mekanik yaitu memecah atau melumatkan pakan dengan
bantuan gritatau bebatuan, hasil dari proses pencernaan tersebut
dinamakan chymne. Gizzarddilapisi oleh lapisan coilinyang
berfungsi melindungi permukaan gizzardterhadap kerusakan yang
mungkin terjadi saat proses pencernaan secara mekanik. Ilma et al.
(2016) menyatakan bahwa. Nasrin et al.(2012) menyatakan bahwa
panjang gizzardsebesar 5,32 cm dan beratnya yaitu 40,2gram.
6. Usus Halus
Usus halus dibagi menjadi tiga bagian yaitu, duodenum,
jejunumdan ileum. Duodenumberfungsi sebagai tempat
mensekresikan enzim dari pankreas dan getah empedu dari hati
sehingga sifat cairannya adalah asam. Jejunum berfungsi sebagai
tempat penyerapan nutrien terbesar. Ileum berfungsi menyerap
nutrien pakan yag belum diserap di dalam jejunum. Ibrahim (2011)
menyatakan bahwa,usus halus terdiri dari tiga segmen, yaitu
duodenum, jejunum, dan ileum, sebagai organ pencernaan dan
penyerapan yang primer yang bervariasi kemampuannya.Nasrin et
al.(2012) menyatakan bahwapanjang duodenumsebesar 34,13cm
dan beratnya yaitu 13,2gram. Panjang jejunumsebesar 123,5cm dan
beratnya yaitu 46,53gram. Panjang ileumsebesar 31 cm dan
beratnya yaitu 11,75gram.
7. Caecum
Caecum sebagai tempat terjadinya proses pencernaan secara
mikrobiologik karena di dalamnya terdapat mikrobia untuk
mencerna serat kasar. Widodo (2018) menyatakan bahwa
coecumberfungsi untuk absorbsi air dan elektrolit, coecumterdapat
mikroflora yang mencerna secara fermentatif dari serat kasar
digesta yang tidak tercerna di dalam usus. Nasrin et al (2012)
menyatakan bahwa panjang coecum sebesar 18cm dan beratnya
yaitu 5,5gram.
8. Usus Besar
Usus besar atau rektum berfungsi sebagai tempat absorbsi air
kembali dan pembusukan pakan sebelum feses dikeluarkan dari
tubuh, sebagai tempat bermuaranya ureter dari ginjal untuk
membuangurin yang bercampur dengan feses sehingga feses
unggas dinamakan ekskreta. Widodo (2018) menyatakan bahwa
usus besar berfungsi dalam proses absorbsi air..
9. Kloaka
Kloaka merupakan muara tiga saluran, yaitu cuprodeum merupakan
saluran pencernaan, urodeum merupakan saluran urin, dan
protodeum merupakan saluran reproduksi. Widodo (2018)
menyatakan bahwa kloaka berfungsi sebagai tempat pengeluaran
feses dan urin.
10. Asesoris Pencernaan
a. Hati
Hati berfungsiuntuk mensekresikan getah empedu yang
berfungsi menetralkan asam lambung (HCl), mengemulsikan
lemak sehingga lemak lebih mudah dicerna, dan membantu
absorbsi dan translokasi asam lemak.Fungsi lain dari hati yaitu
berperan dalam sistem imun. Nasrin et al.(2012) menyatakan
bahwa panjang hatisebesar 4,16cm dan beratnya yaitu 28,2
sampai 70,5gram
b. Pankreas
Pankreas berfungsi mensekresikan getah empedu yang
berfungsi dalam pencernaanzat pati, lemak dan protein. Fungsi
pankreas ada dua yaitu fungsi endokrin (sebagai penghasil
hormon insulin) dan fungsi eksokrin (sebagai peghasil getah
pencernaan yang mengandung enzim tripsin, amilase,dan
lipase). Nasrin, et al(2012) menyatakan bahwapanjang
pankreassebesar 10 sampai 15cm dan beratnya yaitu 2,5gram
c. Limpa/Spleen
Limfa berfungsi untuk membantu koordinasi dalam
pembentukan sel darah merah dan sel darah putih. Nasrin et al.
(2012) menyatakan bahwapanjang limfasebesar 1,3cm dan
beratnya yaitu 1,54 sampai 2,1gram
2. Sistem Reproduksi
Reproduksi merupakan peristiwa penting dalam mendapatkan
keturunan. Sistem reproduksi ini dibagi menjadi dua yakni sistem
reproduksi betina dan sistem reproduksi jantan. Efek perbedaan
ukuran panjang maupun berat testis yaitu berdampak terhadap
produksi sperma yang ada pada unggas. Panjang dan berat testis jika
cenderung lebih panjang dan berat maka kualitas produksi sperma
yang dimiliki ayam semakin baik dan berlaku sebaliknya. Johari et
al. (2009) menyatakan bahwa abnormalitas ukuran testis berdampak
pada kualitas dan kuantitas spermatozoa sehingga dapat
menghambat produktivitas spermatozoa. Faktor yang menyebabkan
perbedaan ukuran organ testis yaitu umur, bangsa, dan juga pakan
yang diberikan ke unggas. Rirgiyensi et al. (2014) menyatakan
bahwa semakin bertambahnya umur maka akan meningkatkan
ukuran organ reproduksi, besar kecilnya testis juga dipengaruhi
faktor genetik. Rirgiyensi et al. (2014) juga menambahka bahwa
pemberian pakan yang kurang maupun lebih memberikan pengaruh
pada reproduksi, pemberian pakan kurang akan menurunkan volume
testis dan produksi spermatozoa, sedangkan pakan berlebih akan
mengurangi tingkat fertilitas spermatozoa.
Efek dari perbedaan ukuran ductus deferens terutama dikarenakan
panjang saluran saat dilewati sperma salah satunya yaitu dapat
membuat abnormalitas sperma. Fitriyah et al. (2019) menyatakan
bahwa abnormalitas ukuran ductus deferens dapat mengakibatkan
pemasakan dan menampungan spermatozoa terganggu. Salah satu
faktor yang menyebabkan perbedaan ukuran pada ductus deferens
adalah umur. Rirgiyensi et al. (2014) menyatakan bahwa umur
sangat mempengaruhi kualitas reproduksi karena adanya pengaruh
hormon testosteron yang akan memacu perkembangan organ
reproduksi, semakin bertambahnya umur maka akan meningkatkan
ukuran organ reproduksi, salah satunya ukuran ductus deferens.
Alat kopulasi pada ayam disebut juga dengan papilla (phallus)
yang mengalami rudimenter. Papilla berfungsi sebagai alat kopulasi
pada unggas terutama ayam. Efek perbedaan ukuran papilla ayam
yaitu kemampuan penyaluran cairan sperma kedalam alat reproduksi
betina menjadi terganggu. Fitriyah et al. (2019) menyatakan bahwa
jika papilla ayam terlalu kecil maka proses masuknya sperma ke
dalam orag reproduksi betina akan terganggu. Faktor yang
mempengaruhi perbedaan panjang dan berat papilla diantaranya
adalah umur, berat, dan pakan. Rirgiyensi et al. (2014) menyatakan
bahwa faktor galur dan strain yang berbeda, umur ternak, serta
faktor ukuran atau bobot badan dapat menghasilkan perbedaan
bobot organ reproduksi salah satunya alat kopulasi. Besar kecilnya
alat kopulasi dipengaruhi faktor genetik karena mempunyai nilai
korelasi tinggi, sehingga dapat dijadikan kriteria seleksi untuk sifat
reproduksi.

Keterangan :

Testis

a. Ductus deferens
b. Papillae
c. Sistem reproduksi betina

Efek dari perbedaan ukuran ovarium yaitu produktivitas folikel.


Ukuran ovarium yang cenderung besar akan mengahsilkan
produktivitas folikel yang baik dan juga sebaliknya. Perbedaan
ukuran ovarium tersebut salah satunya dipengaruhi oleh pakan yang
masuk. Desly et al. (2016) menyatakan bahwa bobot ovarium
sebagian besar dipengaruhi oleh folikel-folikel, maka efek dari
perbedaan ukuran ovarium berpengaruh pada kualitas folikel yang
dihasilkan. Ovarium yang memiliki ukuran cenderung besar akan
menghasilkan folikel yang berkualitas dengan jumlah yang banyak
dan berlaku kebalikannya. Faktor penyebab perbedaan ukuran
ovarium yaitu umur, pakan, dan hormon pada ayam. Horhoruw
(2012) menyatakan bahwa ukuran saluran reproduksi dipengaruhi
oleh hormon reproduksi yang dihasilkan, sedangkan hormon sendiri
dipengaruhi dari pakan dan cahaya yang masuk. Ayam yang sudah
tua memilki berat ovarium yang berat dan ukuran serta diameter
folikel yang relatif besar. Ayam yang memasuki masa
reproduksinya memiliki berat ovarium dan jumlah serta diameter
folikel yang lebih banyak dan besar. Salang et al. (2015)
menyatakan bahwa pada saat konsumsi pakan berkurang akan
mengakibatkan penurunan berat ovarium, jumlah folikel serta
disfungsi dari ovarium.

Gambar Ovarium

Infundibulum pada saat praktikum memiliki panjang dan berat


yang tidak sesuai dengan literatur. Efek dari perbedaan ukuran
infundibulum salah satunya yaitu kualitas yolk yang dihasilkan,
karena infundibulum dilewati yolk saat produksinya. Horhoruw
(2012) menyatakan bahwa infundibulum merupakan tempat untuk
menangkap kuning telur atau yolk yang telah mengalami ovulasi,
maka efek dari perbedaan ukuran infundibulum yaitu kualitas yolk
setelah melewati infndibulum. Ukuran infundibulum yang cenderung
besar akan menghasilkan kuning telur atau yolk yang lebih matang
dan berkualitas sedangkan ukuran yang cenderung kecil akan
menghasilkan yolk yang kurang maksimal. Faktor yang
menyebabkan perbedaan ukuran infundibulum yaitu hormon
reproduksi, pakan, dan umur. Ayam yang memperoleh asupan
pakan dengan cukup akan menyebabkan ukuran organ reproduksi
berkembang salah satunya infundibulum. Horhoruw (2012)
menyatakan bahwa panjang dan berat infundibulum dipengaruhi
oleh pemberian kadar protein dalam pakan selama periode
pertumbuhan (umur 12-20 minggu). Semakin tinggi kadar protein
dalam pakan maka ukuran infundibulum akan semakin besar.

Gambar Infundibulum

Magnum pada saat praktikum memiliki panjang dan berat yang


tidak sesuai dengan literatur. Efek dari perbedaan ukuran magnum
yaitu waktu terbentuknya dan kualitas albumen, karena magnum
merupakan tempat pembentukan albumen. Yuriwati et al. (2016)
menyatakan bahwa efek perbedaan ukuran magnum berpengaruh
pada kandungan protein dalam albumen telur. Perbedaan pada
ukuran magnum dapat disebabkan karena faktor genetik, hormon,
bangsa, umur, dan pakan. Horhoruw (2012) menyatakan bahwa
panjang magnum dapat dipengaruhi oleh hormon progesteron dan
hormon androgen yang mana kedua hormon tersebut dalam
aktifasinya dipengaruhi pula oleh cahaya dan pakan. Hormon
progesteron dan hormon androgen masuk ke dalam aliran darah
kemudian dibawa ke jaringan tubuh untuk membantu dan mengatur
pertumbuhan magnum.

Gambar Magnum
Isthmus pada saat praktikum memiliki panjang dan berat yang
tidak sesuai dengan literatur. Efek dari perbedaan ukuran isthmus
yaitu bentuk telur yang dihasilkan ayam tersebut. Melviyanti et al.
(2013) menyatakan bahwa apabila diameter isthmus lebar maka
bentuk telur yang dihasilkan cenderung bulat, apabila diameter
isthmus sempit maka bentuk telur yang dihasilkan cenderung
lonjong. Perbedaan ukuran isthmus terjadi kemungkinan disebabkan
oleh faktor umur ayam, jenis kelamin, kesehatan ayam, dan bisa
juga disebabkan kekurang telitian praktikan saat memisahkan setiap
bagian organ reproduksi. Dirgahayu et al. (2016) menyatakan
bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan isthmus salah
satunya yaitu kemampuan metabolisme tubuh ayam. Kemampuan
metabolisme yang relatif sama menyebabkan perkembangan isthmus
juga relatif sama sehingga bentuk telur yang diproduksi juga sama.
Ayam jantan memiliki ukuran organ reproduksi yang lebih besar
dari pada ayam betina, sehingga ukuran infundibulum juga lebih
besar.

Gambar Isthmus

Uterus pada saat praktikum memiliki panjang dan berat yang tidak
sesuai dengan literatur yang didapat. Efek yang disebabkan oleh
perbedaan ukuran uterus yaitu pewarnaan atau pigmentasi kerabang
telur yang akan berbeda beda. Horhoruw (2012) menyatakan bahwa
perbedaan ukuran uterus ayam akan mempengaruhi mineralisasi
kerabang dan pewarnaan kerabang telur. Faktor yang menyebabkan
perbedaan ukuran uterus yaitu dari umur ayam yang sudah tidak
produktif untuk menghasilkan telur. Horhoruw (2012) menyatakan
bahwa panjang uterus dipengaruhi oleh kecepatan metabolisme
mineral dalam tubuh terutama kalsium dan fosfor. Semakin tua
umur ayam maka akan berkurang kecepatan metabolismenya
sehingga ukuran uterus tidak tumbuh secara maksimal.
Gambar Uterus

Vagina pada saat praktikum memiliki panjang dan berat yang


tidak sesuai dengan literatur. Efek perbedaan ukuran vagina yaitu
kualitas saat fertilisasi, jika vagina cenderung besar maka kualitas
fertilisasi untuk penangkapan sel sperma lebih maksimal dan
berlaku kebalikannya. Afdela (2016) menyatakan bahwa pengaruh
dari ukuran vagina adalah kualitas proses pembuahan yang terjadi
pada organ reproduksi betina. Ukuran vagina yang relatif besar akan
membuat kualitas pembuahan yang akan semakin maksimal.
Perbedaan ukuran vagina dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya umur, hormon, genetik, pakan, dan bangsa. Horhoruw
(2012) menyatakan bahwa panjang vagina dipengaruhi oleh hormon
oksitosin dari pituitary posterior yang berfungsi untuk proses
peneluran. Hormon oksitosin dihasilkan dari pituary posterior
karena pengaruh vitamin dan mineral dalam pakan. Semakin tinggi
hormon oksitosin maka ukuran organ reproduksi semakin besar,
salah satunya ukuran vagina juga akan semakin besar.

Gambar Vagina

3. Candling Telur

Perkembangan embrio telur


Penetasan telur menggunakan mesin tetas atau inkubator
merupakan jenis penetasan buatan (artificial incubation) yang
menyediakan kondisi lingkungan sesuai dengan lingkup sebenarnya.
Kondisi tersebut berkaitan dengan temperatur, kelembaban dan
sirkulasi udara sehingga membantu mengoptimalkan perkembangan
embrio. Kelebihan artificial incubation adalah kapasitas besar,
penularan penyakit dapat dicegah, produksi telur dapat ditingkatkan
sedangakan kekurangannya adalah perlu ketrampilan khusus, biaya
untuk mesin tetas dan tergantung pada sumber panas.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah pemilihan telur,


fumigasi, mesin tetas, posisi telur, pemutaran telur dan candling
telur. Tujuan dari candling sendiri ialah mengeluarkan telur infertil
dan retak, mengeluarkan telur yang embrionya mati pada awal
penetasan dan mengeluarkan telur yang embrionya mati pada akhir
penetasan. Acuan yang menjadi dasar pembeda tersebut adalah
ketika telur fertil maka akan terdapat pembuluh darah yang terlihat
jelas saat dicandling.

Pembuluh darah tersebut mengidentifikasikan bahwa adanya


tanda-tanda perkembangan embrio. Menurut Murphy (2013),
perkembangan tersebut dimulai dari fertilisasi, blastulasi, gastrulasi,
neurolasi dan organogenesis.

a. Fertilisasi merupakan penggabungan sel kelamin jantan betina


guna membentuk zigot. Tahap selanjutnya adalah pembelahan
secara mitosis pada zigot.
b. Blastulasi merupakan lanjutan dari stadium pembelahan berupa
massa blastomer membentuk dasar calon tubuh ayam, pada
tahap ini terbentuk blastoselom.
c. Gastrulasi merupakan proses lanjutan stadium blastula, yang
ditandai dengan tahap akhir berupa adanya gastroselum dan
sumbu embrio sehingga embrio mulai tumbuh memanjang.
d. Neurolasi merupakan proses tubulasi yang mana menjadi fase
lanjutan dari proses stadium gastrula. Embrio pada stadium ini
disebut neurula karena pada tahap ini terjadi neurulasi yaitu
pembentukan bumbung neural
e. Organogenesis merupakan tahap berkembangnya bentuk primitif
embrio menjadi definitif yang memiliki bentuk dan rupa yang
spesifik dalam satu spesies.

Daya Tetas
Daya tetas merupakan presentase jumlah telur yang menetas dan
telur yang fertil. Terdapat korelasi antara daya tetas dengan
fertilitas, yang berarti bahwa telur yang fertilitasnya rendah akan
menghasilkan daya tetas yang rendah pula, sehingga faktor-faktor
yang mempengaruhi fertilitas juga berpengaruh pula terhadap daya
tetasnya. Disamping itu daya tetas juga dipengaruhi oleh manajemen
penetasan. Menurut Rajab (2013), daya tetas dapat diartikan sebagai
banyaknya anak ayam yang berhasil menetas dari jumlah telur tetas
yang bertunas (fertil) dihitung dalam bentuk persentase.

Persentase daya tetas dihitung dengan menggunakan rumus


menurut North and Bell (1990) sebagai berikut:

Daya tetas = (Jumlah telur yang menetas / Jumlah telur yang


fertil) x 100%

= (155 / 165) x 100 %


= 93,93 %
Berdasarkan hasil perhitungan daya tetas tersebut, maka persentase
penetasan adalah 93,93%.
Fertilisasi
Fertilas merupakan salah satu faktor penentu jumlah anak ayam
yang dihasilkan dari jumlah telur yang akan ditetaskan. Fertilas
berkenan dengan kapasitas telur untuk dapat tumbuh dan
berkembang, yang mana dipengaruhi oleh faktor genetik dan
manajemen pemeliharaan. Menurut Agustira dan Risna (2017),
faktor yang penentu fertilisasi telur adalah kualitas telur tetas.
Dimana, dipengaruhi oleh perbandingan jenis kelamin, umur, lama
waktu penyimpanan, pakan, dan kesehatan ayam (Wirapartha dan
Dew, 2017).
Persentase fertilitas dihitung dengan menggunakan rumus menurut
North and Bell (1990) sebagai berikut:
Daya tetas = (Jumlah telur yang fertil / Jumlah telur awal) x
100 %
= (165 / 200) x 100 %
= 82,5 %
Berdasarkan hasil perhitungan daya tetas tersebut, maka persentase
fertilisasi adalah 82,5%.

BAB V
5.1 KESIMPULAN
Dari praktikum acara 1,2, dan 3 disimpuIkan bahwa organ
pencernaan ternak unggas ini terdiri dari beak (paruh), esophagus,
crop (tembolok), proventriculucus, pars muscularis atau gizzard, usus
halus (duodenum, jejenum, ileum), usus besar, dan kloaka.
Pencernaan pada unggas terjadi secara mekanik dan pencernaan
secara kimia/enzimatis. Organ reproduksi betina terdiri dari ovarium
dan alat reproduksi yang meliputi infundibulum, magnum, isthmus,
uterus, dan vagina sedangkan organ reproduksi jantan terdiri dari
sepasang testis, ductus epididimis, sepasang ductus deferens, dan
sebuah alat kopulasi yang disebut phallus, yang seluruhnya terletak
pada rongga perut.Candling (peneropongan) yaitu suatuu cara yang
digunakan untuk memeriksa kondisi telur. Tujuan dari candling
sendiri ialah mengeluarkan telur infertil dan retak, mengeluarkan telur
yang embrionya mati pada awal penetasan dan mengeluarkan telur
yang embrionya mati pada akhir penetasan.
5.2 SARAN
Setelah melakukan praktikum Ilmu Ternak Unggas kami memberikan
saran kepada asdos praktikum yaitu sebaiknya jika menjelaskan suatu
materi disertakan contohnya atau dikasih video pembelajaran agar
praktikan tidak kebingungan.
DAFTAR PUSTAKA

Bahmid, N.A. 2015. Studi morfologi dan histomorfometrik testisayam ketawa


usia 1 bulan sampai 4 bulan. Fakultas Kedokteran, Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Campbell, Neil A, Jane B. Reece, Lisa A. Urry, Michael L. Cain, Steven


A.Wasserman, Peter V. Minorsky, dan Robert B. Jackson. 2012.
Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Erlangga.Jakarta

Erina, Roslizawaty, dan S. Wahyuli. 2019. Isolasi Candidasp. dan Aspergilussp.


pada tembolok (Ingluviens) ayam ras dan ayam buras di pasar
Peunayong, Banda Aceh. Jurnal Agripet. 19(1): 51-58.

Horhoruw, W. M. 2012. Ukuran saluran reproduksi ayam petelur fase pullet


yang diberi pakan dengan campuran rumput laut (Gracilaria edulis).
Agrinimal.2(2): 75-80.

Ibrahim, Sulaiman. 2011. Hubungan ukuran-ukuran usus dengan berat bada


broiler. Jurnal Agripet. 8(2): 42-46.

Ilma, Z., R. Murwani, dan R. Muryani. 2016. Pengaruh pemberian larutan gula
kelapa dan jus umbi bit terhadap bobot organ usus halus, proventrikulus
dan ventrikulus pada anak ayam broiler. Jurnal Litbang Provinsi Jawa
Tengah. 14(2): 223-227

Jamaluddin, Z. 2020. SistemPencernaanPadaUnggas. [Internet]. [diaksespada :


14 April 2020]. Tersedia pada :https://disnak.lebakkab.go.id/sistim-
pencernaan-pada-unggas/
Nasrin, M., M. N. H. Siddiqi, M. A. Masum dan M. A. Wares. 2012. Gross and
histological studies of digestive tract of broilers during postnatal growth
and development. Jurnal Banglasdesh Agricultural University.10(1): 69-
77.

Nasrin, M., M. N. H. Siddiqi, M. A. Masum dan M. A. Wares. 2012. Gross and


histological studies of digestive tract of broilers during postnatal growth
and development. Jurnal Banglasdesh Agricultural University.10(1): 69-
77

Seriti. 2016. Mengenal Sistem Reproduksi pada Ayam. [Internet]. [diunduh pada
2019 November 26]. Tersedia pada :
https://www.pertanianku.com/mengenal-sistem-reproduksi-pada-ayam/

Soeharsono. 2011. Fisiologi Ternak. Bandung : Widya Padjadjaran. Hal : 163-


190

Widodo, E. 2018. Ilmu Nutrisi Unggas. UB Press. Malang.

Yuwanta, T. 2014. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta.


Afdela, A., Y. S. Ondho, dan B. Sutiyono. 2016. Pengaruh pemberian kulit
pisang terhadap timbunan lemak pada organ reproduksi ayam pedaging
dan ayam kampung betina. Animal Agriculture Journal. 5 (1) : 1-5.
Desly, T. Rini, dan S. M. Mardiati. 2016. Kondisi ovarium dan saluran
reproduksi setelah pemberian cahaya monokromatik pada puyuh
(Coturnix coturnix japonica). Buletin Anatomi dan Fisiologi. 24 (1) : 7-
13.
Dirgahayu, F. I., D. Septinova, dan K. Nova. 2016. Perbandingan kualitas
eksternal telur ayam ras strain isa brown dan lohmann brown. Jurnal
Ilmiah Peternakan Terpadu. 4 (1) : 1-5.
Feradis. 2010. Reproduksi Ternak. Alfabeta : Bandung
Fitriyah, N. Humaidah, dan D. Suryanto. 2019. Pengaruh lama penyimpanan
semen dalam pengenceran ringer’s lactat yang disimpan pada suhu 4⁰C
terhadap kualitas spermatozoa ayam magon. Jurnal Rekasatwa
Peternakan. 1 (1) : 28-37.
Gustira, D. E., Riyanti, dan T. Kurtini. 2015. Pengaruh kepadatan kandang
terhadap performa produksi ayam petelur fase awal grower. Jurnal Ilmu
Peternakan Terpadu. 3 (1) : 87-92.
Horhoruw, Wiesje Martha. 2012. Ukuran saluran reproduksi ayam petelur fase
pullet yang diberi pakan dengan campuran rumput laut (Gracilaria
edulis). Jurnal Agrinimal. 2 (2) : 75-80.
Johari, S., Y. S. Ondho, S. Wuwuh, Y. B. Henry, dan Ratnaningrum. 2009.
Karakteristik dan Kualitas Semen Berbagai Galur Ayam Kedu. Seminar
Nasional Kebangkitan Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Melviyanti, M. T., N. Iriyanti, dan Roesdiyanto. 2013. Penggunaan pakan
fungsional mengandung omega 3, probiotik, dan isolat antihistamin N 3
terhadap bobot dan indeks telur ayam kampung. Jurnal Ilmiah Peternakan.
1 (2) : 677-683.
Nasrin, M., M. N. H. Siddiqi, M. A. Masum, dan M. A. Wares. 2012. Gross and
histological studies of digestive tract of broilers during postnatal growth
and development. Journal Bangladesh Agril Univ. 10 (1) : 69–77.
Rirgiyensi, C., Y. Sistina, dan F. N. Rachmawati. 2014. Ukuran organ sistem
reproduksi itik jantan yang disuplementasi probiotik MEP+ berbagai dosis
selama 30 hari. Jurnal Scripta Biologica. 1 (3) : 179-184.
Salang, F., L. Wahyudi, E. de Queljoe, dan D. Y. Katili. 2015. Kapasitas ovarium
ayam petelur aktif. Jurnal MIPA Unsrat Online. 4 (1) : 99-102.
Yuriwati, F. N., S. M. Mardiati, dan S. Tana. 2016. Perbandingan struktur
histologi magnum pada itik Magelang, itik Tegal, dan itik Pengging.
Buletin Anatomi dan Fisiologi. 24 (1) : 76-85.
Yusuf, M. 2012. Buku Ajaran Ilmu Reproduksi Ternak. Fakultas Perternakan
Univesitas Hasanuddin : Makasar
Agustira, R. (2017). Lama penyimpanan dantemperatur penetasan terhadap
dayatetas telur ayam kampung. Jurnal ilmiah peternakan. 5(2): 95-101.
Handoko, H. Nurhayati, dan Nelwida. 2013. Penggunaan Tepung Kulit Buah
Nanas dalam Ransum Terhadap Bobot Relatif Organ Pencernaan dan
Usus Halus Ayam Pedaging yang Disuplementasi Yoghurt. Universitas
Jambi. Jurnal Fakultas Peternakan. Vol. 15 (1): 53-59.
Murphy. P. (2013). The First Steps to Forming a New Organism Descriptive
Embryo. Developmental Biology.
https://www.tcd.ie/Biology_Teaching_Centre/assets/pdf/ by1101.
[diunduh 21 April 2021]
Lestari, E., Ismoyowati, dan Sukardi. 2013. Korelasi Antara Bobot Telur Dengan
Bobot Tetas Dan Perbedaan Susut Bobot Pada Telur Entok (Cairrina
Moschata) Dan Itik (Anasplathyrhinchos). Jurnal Ilmiah Peternakan.
1(1):163-169.
Rajab. 2013. Hubungan Bobot Telur Dengan Fertilitas, Daya Tetas, Dan Bobot
Anakkampung. Jurnal Ilmu Ternak Dan Tanaman. Ambon: Universitas
Pattimura.
Wirapartha, M., & Dwei, G. K. M. (2017). Bahan ajar manajemen penetasan.
Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai