Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TERNAK

“Status Faali Domba”

Disusun Oleh:

Kelompok 8

Kelas F

Badriyatin Nisa Nur K. 200110160142


Vanny Haerunnisa 200110160144
Miranda Zehant Fahira 200110160147
Siti Mawaddah Warrahmah 200110160149
Shafril Teria Palan 200110160154

Tanggal Praktikum : 09 November 2017

LABORATORIUM FISIOLOGI TERNAK DAN BIOKIMIA


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2017
I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ilmu Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang tata kerja dari

berbagai sistem dan peran dari fungsi tubuh keseluruhannya. Ilmu fisiologi

ternak secara khusus mempelajari fisiologi dari beberapa ternak, yaitu sapi,

ayam, kambing, domba, kelinci, dan jenis burung melalui percobaan status faali,

thermoregulasi, saccus pneumaticus, sel darah merah, sistem digesti,

pembekuan darah, kadar hemoglobin dalam darah, tekanan darah, dan waktu

pendarahan pada manusia.

Percobaan status faali bertujuan untuk mengetahui data-data fisiologi yaitu

temperatur rektal, pulsus, dan frekuensi respirasi pada sapi, kambing, domba,

kelinci, dan ayam. Percobaan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui

kondisi kesehatan ternak. Hal tersebut dapat menguntungkan karena semakin

awal diketahui kelainan pada seekor ternak maka penanggulangannya akan

semakin mudah untuk diatasi.

Selain melalui status faali, berdasarkan jumlah sel darah merah ternak, dapat

diketahui kondisi kesehatannya dengan melihat atau mengamati dan mengukur

jumlah sel darah merah dan membandingkannya dengan kisaran normal dari

jenis ternak tertentu. Manfaat dari praktikum ini adalah perubahan yang terjadi

pada status faali dapat menentukan tingkatan daya adaptasi ternak terhadap

lingkungannya.
1.2. Maksud dan Tujuan

1. Mengukur Suhu Tubuh Domba Sebelum dan Setelah Kerja Fisik.

2. Mengukur Frekuensi Pernafasan Domba Sebelum dan Setelah Kerja Fisik.

3. Mengukur Frekuensi Denyut Jantung Domba Sebelum Setelah Kerja Fisik.

4. Mengukur Frekuensi Denyut Nadi Domba Sebelum dan Setelah Kerja Fisik.
1.3. Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal : Selasa, 09 November 2017

Pukul : 12.30 – 15.30 WIB

Tempat : Laboratorium Fisiologi Ternak dan Biokimia Fakultas

Peternakan Universitas Padjadjaran


II

ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Mengukur Suhu Tubuh Domba
1. Domba

2. Termometer Digital

3. Vaselin
2.1.2 Mengukur Frekuensi Pernafasan Domba
1. Domba

2. Tangan Manusia
2.1.3 Mengukur Frekuensi Denyut Jantung Domba
1. Domba

2. Stetoscope
2.1.4 Mengukur Frekuensi Denyut Nadi Domba
1. Domba

2. Tangan Manusia
2.2 Prosedur
2.2.1 Mengukur Suhu Tubuh Domba
Metode pengukuran suhu tubuh ini, diukur dengan menggunakan

termometer digital. Cara penggunaan termometer digital ini, harus terlebih

dahulu menetralkan atau menurunkan termometer klinik sampai angka 0,

kemudian ujung dari termometer digital diolesi dengan vaselin. Ketika

termometer klinik dimasukkan kedalam anusnya. Setelah dimasukkan kedalam

anus domba, termometer digital didiamkan selama 5 menit. Termometer digital

yang dimasukkan pada anus domba perlu diperhatikan bahwa letak ujung

thermometer masuk ke dalam mukosa rectum (pengukuran 1 kali pada keadaan

normal dan setelah beraktivitas).


2.2.2 Mengukur Frekuensi Pernafasan Domba
Pengukuran dilakukan dengan cara mendekatkan punggung telapak

tangan di depan hidung domba untuk mendeteksi hembusan nafas. Maka dari

itu dalam mengambil frekuensi pernafasan ini tidak membutuhkan alat bahan.

Pengukuran dihitung selama 1 menit, diulang sebanyak 3 kali. Perlu

diusahakan ternak tersebut dalam keadaan tenang.


2.2.3 Mengukur Frekuensi Denyut Jantung Domba
Pengukuran dengan mempergunakan stetoscope pada daerah kostal

(dada) sebelah kiri, dibawah tulang rusuk keempat. Frekuensi denyut jantung

dihitung dalam 1 menit, diulang 3 kali. Sebelumnya perlu dicari searah yang

paling keras bunyinya.


2.2.4 Mengukur Frekuensi Denyut Nadi Domba
Pengukuran dilakukan dengan cara melakukan rabaan pada arteri

dilaksanakan dengan keempat ujung jari tangan di pangkal paha bagian dalam.

Dihitung selama 1 menit, diulang 3 kali.


III

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengamatan

Pengamatan

Suhu Frek. Frek. Frek.


NO Kondisi Tubuh (°C) Pernapasan Denyut Denyut

(x/menit) Jantung Nadi

(x/menit) (x/menit)

1. 39,6 1. 41 1. 72 1. 70
Tenang
2. 39 2. 72 2. 72
1 (Awal)
3. 34 3. 70 3. 69

Rata-rata 39,6 38 71 70

Setelah Kerja

Fisik

5’ pertama 1. 40,4 1. 92 1. 93 1. 106


2
5’ kedua 2. 83 2. 86 2. 88

5’ ketiga 3. 73 3. 71 3. 73

Rata-rata 83 84 89

3.2 Pembahasan
3.1.1 Suhu Tubuh Domba
Percobaan dan pengamatan yang dilakukan dengan metode pengukuran

suhu tubuh didapatkan hasil bahwa suhu tubuh domba sebelum melakukan

kerja fisik yang digunakan dalam percobaan ini yaitu 39,6oC. Metode

pengukuran suhu tubuh ini, diukur dengan menggunakan termometer klinik.


Cara penggunaan termometer klinik ini, harus terlebih dahulu

menetralkan atau menurunkan termometer klinik sampai angka 0, kemudian

ujung dari termometer klinik diolesi dengan vaselin. Hal ini bertujuan agar

domba yang dijadikan bahan percobaa tidak merasa kesakitan ketika

termometer klinik dimasukkan kedalam anusnya. Setelah dimasukkan kedalam

anus domba, termometer klinik didiamkan selama 5 menit. Termometer klinik

yang dimasukkan pada anus domba perlu diperhatikan bahwa letak ujung

termometer, masuk ke dalam mukosa rectum.

Cuaca saat pelaksanaan praktikum dilaksanakan dapat dikatakan

kurang mendukung hal ini dikarenakan saat pelaksanaan terjadi hujan yang

menyebabkan setiap kelompok tidak dapat mengukur status faali domba

setelah kerja fisik. Namun, setiap kelompok diberi data masing-masing oleh

asisten laboratorium. Berdasarkan data yang didapat, maka dapat diketahui

sebelum domba melakukan kerja fisik, suhu pada domba tersebut adalah

39,6oC, setelah domba melakukan kerja fisik suhu pada domba tersebut naik

mencapai 40,4oC hal ini dikarenakan domba melakukan aktifitas yang

berlebihan (berlari) yang dapat meningkatkan suhu tubuh. Selain itu

lingkungan yang baru yang disebabkan oleh banyaknya praktikan

menyebabkan domba memperlihatkan perilaku gelisah.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Frandson (1996) yang menyatakan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi temperatur tubuh antara lain bangsa

ternak, aktivitas ternak, kondisi kesehatan ternak, dan kondisi lingkungan

ternak. Seorang ahli, Duke’s (1995) juga berpendapat bahwa temperatur rektal

pada ternak dipengaruhi beberapa faktor seperti temperatur lingkungan,

aktivitas, pakan, minuman, dan pencernaan. Produksi panas oleh tubuh secara
tidak langsung tergantung pada makanan yang dikonsumsi dan banyaknya

persediaan makanan dalam saluran pencernaan. Swenson (1997) pun

mengatakan, suhu dan kelembaban udara yang tinggi akan menyebabkan stres

pada ternak sehingga suhu tubuh, respirasi, dan denyut jantung meningkat,

serta konsumsi pakan yang menurun sehingga produktivitasnya menurun.

Ternak akan selalu beradaptasi dengan lingkungan tempat hidupnya. Apabila

terjadi perubahan, maka ternak akan mengalami stres. Jadi, lingkungan sangat

memegang peranan penting dalam hal kondisi kesehatan ternak.

Berdasarkan percobaan dan pengamatan, suhu tubuh domba sebelum

adanya kerja fisik yaitu 39,6oC dapat dikatakan normal. Sedangkan suhu

domba setelah adanya kerja fisik yaitu 40,4oC dapat dikatakan tidak normal.

Namun, apabila dirata-ratakan maka suhu dari domba ini dapat masuk dalam

golongan normal yakni 40oC. Hal ini dikatakan berdasarkan pendapat Duke’s

(1995) yang menyatakan bahwa kisaran normal temperatur rektal pada domba

jantan maupun betina adalah sekitar 38 hingga 40oC.


3.1.2 Frekuensi Pernafasan Domba
Pengukuran dilakukan dengan cara mendekatkan punggung telapak

tangan di depan hidung domba untuk mendeteksi hembusan nafas. Maka dari

itu dalam mengambil frekuensi pernafasan ini tidak membutuhkan alat bahan.

Pengukuran dihitung selama 1 menit, diulang sebanyak 3 kali. Perlu


diusahakan ternak tersebut dalam keadaan tenang.

Pernafasan pada domba atas dasar pengamatan praktikum

menunjukkan rata-rata nilai 38 kali/menit pada keadaan normal dan rata-rata

nilai 82,6 setelah kerja fisik. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap nilai

pengamatan pernafasan antara praktikum dan teori yang dijelaskan oleh

Subronto (2003). Ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti kesalahan dalam
menghitung, kurang terasanya hembusan nafas domba yang dirasakan oleh

praktikan, dan keringnya tangan praktikan sehingga untuk merasakan

hembusan nafas tidak begitu jelas. Pernafasan merupakan aktifitas fisiologik

yang melakukan transfer oksigen dan karbondioksida, pernafasan erat

hubungannya dengan kapasitas udara yang dapat ditampung oleh paru-paru.


3.1.3 Frekuensi Denyut Jantung Domba
Perhitungan denyut jantung bertujuan untuk mengetahui data fisiologis

ternak. Melalui percobaan pengukuran pulsus permenit kita dapat mengetahui

keadaan kesehatan probandus, dengan membandingkan dengan data pasti dari

sumber-sumber yang benar. Kisaran denyut jantung domba normal menurut

Duke’s adalah 60-120 kali/menit. Hasil praktikum yang dilakukan didapatkan

hasil pada domba kondisi tenang atau awal yaitu 71 kali/menit.

Setelah kerja fisik diperoleh hasil 84 kali/menit. Hal tersebut terjadi

karena domba yang sudah kerja fisik kondisi tubuhnya berbeda dengan domba

dalam kondisi tenang/awal karena kerja jantung yang semakin cepat ketika

domba tersebut melakukan kerja fisik. Kemudian praktikan mengistirahatkan

domba pada 5 menit pertama diperoleh. Maka setelah domba itu diistirahatkan

selama tiga kali lima menit frekuensi domba akan kembali lagi ke kondisi

normal dalam keadaan tenang. Hasil penghitungan jika dihubungkan dengan

teori menurut Duke’s (1997) domba tersebut setelah diistirahatkan maka


hasilnya kembali ke kisaran normal denyut jantungnya.
3.1.4 Frekuensi Denyut Nadi Domba
Denyut nadi sapi normal sekitar 50-60 kali per menit (Akoso, 1996).

Hal ini berhubungan dengan faktor bahwa semakin kecil ukuran hewan, laju

metabolisme per unit berat badannya semakin tinggi (Dukes, 1995). Hewan
yang sakit atau stres akan meningkat denyut jantungnya untuk sementara

waktu (Subroto, 1985).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan denyut nadi adalah umur,

spesies, kelamin, kondisi ternak, aktivitas dan suhu lingkungan (Akoso, 1996).

Hewan yang sakit atau stress akan meningkat denyut jantungnya untuk waktu

tertentu. Semakin tinggi aktivitas yang dilakukan ternak, semakin cepat denyut

nadinya. Hewan yang memiliki tubuh lebih kecil, denyut nadinya lebih besar

dari pada hewan yang mempunyai ukuran tubuh besar (Frandson, 1992).

Praktikum kali ini denyutbnadi yang di dapatkan sebelum aktivitas atau

dalam keadaan tenang rata ratanya adalah 71 x/menit, namun setelah aktivitas

denyut nadinya meningkat menjadi 83 x/menit. Hal ini dikarenakan karena

adanya aktifitas yang dapat memacu peningkatan denyut nadi.


IV

KESIMPULAN

1. Mengukur Suhu Tubuh Domba

Mengukur suhu tubuh domba dengan menggunakan termometer digital.

Terlebih dahulu diturunkan dengan cara dkibas-kibaskan, lalu ujung

termometer dimasukkan ke dalam pelicin. Dimasukkan melalui anus dan

didorong ke dalam rectum domba. Diamkan selama 3-5 menit. Dalam

pelaksanaanya perlu diperhatikan letak termometer masuk ke dalam mucosa

rectum (pengukuran dilakukan 1 kali).


2. Mengukur Frekuensi Pernafasan Domba
Pengukuran dilakukan dengan cara mendekatkan punggung telapak tangan

di depan hidung domba untuk mendeteksi hembusan nafas. Dihitung selama 1

menit, diulang 3 kali. Perlu diusahakan ternak dalam keadaan tenang.


3. Mengukur Frekuensi Denyut Jantung Domba
Pengukuran dengan menggunakan stetoscope pada daerah kostal (dada)

sebelah kiri, di bawah tulang rusuk keempat. Frekuensi denyut jantung dihitung

dalam 1 menit, diulang 3 kali. Sebelumnya perlu dicari searah yang paling keras

bunyinya.
4. Mengukur Frekuensi Denyut Nadi Domba
Pengakuran dilakukan dengan cara melakukan rabaan pada arteri

dilaksanakan dengan keempat ujung jari tangan di pangkal paha bagian dalam.

Dihitung selama 1 menit, diulang 3 kali.


DAFTAR PUSTAKA

Akoso, T.B. 1996. Kesehatan Sapi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.


Dukes. 1995. The Physiologis of Domestic Animal. A Division of Cornell
University Press, Ithaca New York.
Frandson R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Penerbit UGM. Yogyakarta.
___________. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Penerbit UGM. Yogyakarta.
Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak I. Penerbit UGM. Yogyakarta.
Subroto. 1985. Ilmu Penyakit Ternak I. Penerbit UGM. Yogyakarta.
Swenson. 1997. Duke’s Physiology of Domestic Animal. Comstock Publishing Co.
Lnc Pert Conectial.

Anda mungkin juga menyukai