Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daging ayam merupakan bahan yang mengandung protein hewani tinggi


di mana banyak berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan protein bagi manusia.
Ayam broiler merupakan jenis ayam yang memiliki daging dengan gizi yang baik.
Rasa dan aroma daging ayam broiler juga disukai masyarakat, selain itu
teksturnya yang lembut serta harga yang relatif murah membuat daging ayam
broiler menjadi favorit diseluruh kalangan masyarakat terutama di Indonesia.

Daging unggas merupakan sumber protein hewani yang baik, karena


mengandung asam amino esensial yang lengkap dan dalam jumlah perbandingan
yang seimbang. Selain itu, daging unggas lebih diminati oleh konsumen karena
mudah dicerna, dapat diterima oleh mayoritas orang dan memiliki harga yang
relatif murah.

Daging ayam broiler merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan


gizi yang baik bagi kebutuhan manusia. Harga yang murah, rasa dan aroma yang
enak, tektur yang lunak dan relatif mudah didapatkan di pasaran menjadikan
daging ayam broiler ini bahan pangan alternatif yang disukai hampir semua orang.
Komposisi kimia ayam broiler terdiri dari protein 18,6%, lemak 15,1%, air 66,0%
dan abu 0,79%.

Faktor yang menentukan kelezatan dan daya terima daging antara lain
warna, daya ikat air oleh protein atau water-holding capacity (WHC), kesan jus
daging (juiciness), tekstur, keempukan, rasa atau flavor, dan nilai pH daging
(Soeparno, 2005). Kualitas fisik dan sensoris pangan (Isleten dan Karagul-Yuceer,
2006) termasuk daging sangat menentukan akseptabilitas konsumen terhadap
daging yang akan dikonsumsi yang dapat dipengaruhi salah satunya oleh pakan.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pengamatan ini untuk mengetahui kualitas fisik karkas pada
daging ayam, dengan parameter yang diamati yaitu uji pH, penentuan kadar air,
daya ikat air dan susut masak,

1.3 Manfaat

Manfaat dari pengamatan ini yaitu dapat mengetahui kualitas fisik karkas
pada daging ayam.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karkas Ayam

Karkas merupakan bagian tubuh yang sangat menentukan dalam produksi


ayam. Karkas yang baik mempunyai persentase yang tinggi terhadap bobot
hidupnya. Persentase karkas menjadi perhitungan untuk menentukan kualitas
daging ayam kampung. Persentase karkas ayam kampung umur 6-12 minggu
adalah sekitar 56.63%-58,7% (Arief 2012).

Karkas ayam pedaging adalah bagian tubuh ayam broiler hidup setelah
dikurangi bulu, dikeluarkan viscera dan lemak abdominalnya, dipotong kepala
dan leher serta kedua kakinya (Sulandari et al., 2017). Karkas tersusun dari lemak,
jaringan kulit, tulang, daging dan lemak. Tingkat konsumsi ransum dan energi
berpengaruh pada komposisi karkas.

2.2 Uji Kualitas Fisik

2.2.1 Uji pH

pH daging menjadi salah satu faktor penting dalam penilaian kualitas


daging. pH daging akan mengalami penurunan setelah post mortem. Penurunan
pH daging disebabkan oleh proses glikolosis anaerob yang menghasilkan asam
laktat dan menurunkan nilai pH (Septinova et al., 2018). pH daging ayam broiler
sebelum dipotong sekitar 7,2 - 7,4, kemudian setelah enam jam post mortem 13
daging dada rata-rata turun sampai 5,94, dan mencapai pH ultimate 5,47 setelah
24 jam post mortem (Lesiak et al., 2018).

Mekanisme perubahan pH daging dimulai pada saat pemotongan, pH akhir


tergantung pada jumlah glikogen yang tersimpan di otot daging. Jumlah glikogen
yang terlalu banyak akan menyebabkan pH daging turun secara drastis, sedangkan
pH daging yang tinggi memiliki jumlah glikogen di dalam otot daging yang
sedikit (Ngoka dan Froning, 1982). pH daging yang tinggi cenderung dihasilkan
oleh daging yang sebelum pemotongan mendapatkan stress yang lama, biasanya
akibat pemeliharaan, sedangkan daging dengan pH yang rendah biasanya
dihasilkan oleh daging yang mendapatkan stress dalam jangka waktu yang
sebentar biasanya akibat transportasi. Nilai pH juga erat hubungannya dengan
daya ikat air dimana aktivitas glikolisis anaerob mengakibatkan penurunan nilai
pH sehingga kapasitas mengikat air rendah (Risnajati, 2012).

2.2.2 Uji Kadar Air

Kadar air daging merupakan komposisi kimia yang paling banyak dari
daging. Kadar daging broiler segar adalah 65 - 80% (Forest et al., 2012) yang
disitasi Afrianti et al., 2013). Kadar air daging broiler dipengaruhi oleh umur
ternak, semakin tua umur ternak kandungan air akan semakin turun. Kadar air
daging broiler juga mempunyai korelasi negatif dengan kadar lemak, dimana
kandungan kadar air yang tinggi akan menghasilkan kadar lemak yang rendah
(Soeparno, 2015).

Perubahan kadar air daging broiler erat kaitannya dengan protein otot,
kerana protein dalam otot mempunyai sifat hidrofilik yaitu sifat mengikat molekul
air dalam daging (Syamsuryadi et al., 2017). Hal ini menunjukkan kadar air
daging ayam broiler juga dapat berubah jika mendapatkan paparan 17 emisi
amonia yang berbeda, karena emisi amonia yang tinggi menyebabkan stress panas
yang mempengaruhi protein dalam otot. Kadar air mempunyai hubungan dengan
drip loss, kadar air yang tinggi diikuti dengan mudahnya air yang hilang dan
nutrient yang larut dalam air. Hal ini menunjukkan kadar air yang tinggi dapat
menyebabkan nutrien yang hilang dalam daging bisa hilang melalui proses
pemasakan (Prayitno et al., 2010).

Soeparno menyatakan bahwa daya mengikat air oleh protein daging atau
kemampuan daging untuk mengikat air yang ditambah selama ada penaruh
kekuatan dari luar, misalnya pemanasan daging. Kadar air, metode oven dilakukan
dengan Sampel nugget ditimbang (kurang lebih 5 gram) dimasukkan kedalam
cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan yang dimasukkan kedalam
oven bersuhu 105℃ hingga diperoleh berat yang konstan. Absorpsi air atau
kapasitas gel adalah kemampuan daging menyerap air secara spontan dari
lingkungan yang mengandung cairan. Pemanasan menyebabkan perubahan daya
mengikat air (DMA), daya pengikat air mengalami perubahan besar dengan
pemanasan pada temperatur 60℃, dan penurunan DMA terjadi hingga 80℃.
berbeda dengan daging segar, daging olahan, mengandung lebih sedikit protein
dan air, tetapi lebih banyak mengandung lemak dan mineral. Kenaikan presentase
mineral pada daging olahan disebabkan karena penambahan bumbu-bumbu dan
garam, sedangkan kenaikan kalorinya disebabkan karena penambahan bahan lain
(tepung-tepungan) pada nugget. Nilai daya mengikat air pada daging yang
berbeda menurut Ockerman di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kandungan
protein dan karbohidrat daging. Semakin tinggi kandungan protein maka semakin
tinggi pula daya mengikat air. Rumus :

Kadar Air (%) = (A+B) - C x 100%

2.2.3 Daya Ikat Air

Daya ikat air merupakan kemampuan daging untuk mengikat air atau
menahan airnya selama mendapatkan tekanan dari luar seperti pemanasan,
pemotongan, atau penggilingan . Daya ikat air juga menentukan keempukan,
warna, dan tekstur daging yang menjadi faktor penting mutu daging. Persentase
daya ikat air pada daging ayam broiler segar sekitar 16,9 - 21, 74% (Hartono et
al., 2013).

Mekanisme perubahan nilai daya ikat air dimulai dari mulai ternak
dipotong, broiler yang sebelum dipotong dalam kondisi stress akan menghasilkan
pH akhir yang tinggi, karena jumlah glikogen dalam otot pada saat dipotong
sedikit. pH akhir yang cenderung tinggi mempengaruhi daya ikat air tinggi pada
otot daging, dan menghasilkan warna yang gelap (Fletcher; Adzitey dan Huda,
2012). Daya ikat air juga dipengaruhi oleh jumlah miofibriler protein dalam
daging, semakin tinggi miofibriler protein yang rusak, maka nilai daya ikat air
semakin turun karena banyak protein yang terdenaturasi (Hartono et al., 2013).

Pengukuran daya ikat air menggunakan metode Grau dan Hamm.


Prinsipnya yaitu pengepresan dengan tekanan tertentu sehingga air bebas akan
dilepaskan ke kertas saring yang digunakan untuk penyerapan air. Nilai DIA dapat
ditentukan dengan metode Hamm sesuai petunjuk Soeparno. Semakin banyak
kolagen yang larut maka daya ikat air juga semakin meningkat. Pada suhu 60-
70℃ kolagen diubah menjadi bentuk yang lebih larut.Perubahan kolagen yang
terdapat pada tulang rawan ayam pedaging tersebut disebabkan oleh adanya panas
sehingga dapat meningkatkan daya ikat air. Peningkatan daya ikat air disebabkan
oleh protein yang saling berinteraksi dan mengakibatkan ruang antar filamen
menjadi lebih besar, sehingga air dapat ditahan dan daya ikat air semakin
meningkat (Sriwahyuni et al., 2017). Hal ini disebabkan karena semakin banyak
tepung yang ditambahkan akan menurunkan kandungan protein dalam adonan
sehingga daya ikat air oleh protein daging akan menurun. Kandungan air sampel
(pada area basah) dapat di ukur dengan menggunakan rumus:

Area basah = a - b

MgH2O = area basah - 8,0

0,0948

Pengukuran daya ikat air menggunakan rumus sebagai berikut :

Daya Ikat Air = % kadar air - MgH2O x 100%

300

2.2.4 Uji Susut Masak

Susut masak merupakan indikator nilai nutrisi daging sehubungan dengan


jus daging yaitu banyaknya air yang berikatan didalam dan diantara serabut otot.
Daging dengan susut masak lebih rendah mempunyai kualitas relatif lebih baik
dibandingkan dengan susut masak lebih besar.

Susut masak adalah berat yang hilang setelah perebusan, kadar air yang
hilang merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan jus
daging yang merupakan komponen dari struktur daging. Menurut Soeparno susut
masak sangat dipengaruhi oleh hilangnya air selama pemasakan. Makin tinggi
temperature pemasakan atau makin lama watku 7 pemasakan, makin tinggi kadar
air produk daging yang hilang. Lama pemasakan dan suhu pemasakan yang
digunakan pada setiap saat perlakuan adalah sama yaitu 50 detik dan 125℃.
Selain itu menurut Haris dan Karmas, penurunan kadar air dalam produk daging
turut mempengaruhi susut masak produk daging tersebut.

Sampel ditimbang sebagai berat awal (A) sebelum dierbus. Sampel


dimasukkan ke dalam kantong plastik, kemudian diikat agar tidak kemasukan air
ketika direbus, sampel direbus dalam penangas air (waterbath) selama 1 jam
dengan temperatur 80ºC. Setelah direbus, sampel dikeluarkan dari kantong plastik
dan dipisahkan dari bagian kaldunya lalu dikeringkan dengan kertas tisu,
kemudian ditimbang (B). Pengukuran susut masak menggunakan rumus sebagai
berikut :

Susut masak = A - B x 100%

B
BAB 3

METODELOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Evaluasi Karkas dan Daging tentang uji kualitas fisik karkas
ayam di ruang kuliah Program Studi Peternakan dan Laboratorium Nutrisi
Makanan Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, pada tanggal 28 dan
31 Oktober 2022.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan pada praktikum Evaluasi Karkas dan Daging


untuk uji kualitas fisik karkas ayam ini adalah sendok, becker gelas, tissue dapur,
ziplock ukuran sedang, kertas milimeter blok, kompor, gas, dan panci.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum Evaluasi Karkas dan Daging untuk
uji kualitas fisik karkas ayam ini adalah air, daging ayam, dan aquades.

3.3 Cara Kerja

3.3.1 pH

1. Pengukuran nilai pH menggunakan electrode gelas dari pH meter


berdasarkan pencatatan tegangan listrik yang timbul dalam gelas
electrodenya.
2. Sebelum pengukuran pH meter harus selalu dikalibrasi menggunakan
larutan standar.
3. Pertama pH meter dikalibrasi dengan larutan standar ber-pH 4,0 lalu
dikalibrasikan dengan larutan standar ber-pH 7,0 atau lebih tinggi.
4. Setiap selesai pencelupan diamati dan dibilas dan keringkan dengan tisu.
5. Lakukan pengukuran pH pada sampel dengan menempelkan alat ukur pada
sayatan dalam dari daging ayam.

3.3.2 Penentuan Kadar Air

1. Cawan porselin dipanaskan dalam oven dengan suhu 100-105℃ selama ±


1 jam, cawan porselin diambil, dimasukkan ke dalam desikator ± 15 menit
kemudian cawan porselin ditimbang.
2. Sampel daging ditimbang sebanyak 20 g dalam cawan porselin yang sudah
diketahui beratnya.
3. Sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105℃ selama 4-5 jam.
4. Setelah sampel dioven, kemudian sampel diambil dan dimasukkan dalam
desikator ± 15 menit, dilanjutkan dengan penimbangan. Pengeringan
sampai diperoleh berat konstan.

3.3.3 Daya Ikat Air

1. Daging seberat 1 gram diletakkan diatas plat kaca, dialasi dengan kertas
saring, dan diberi beban 35 kg selama 5 menit.
2. Area basah yang terbentuk dihitung (luas area basah).

3.3.4 Susut Masak

1. Sampel ditimbang sebagai berat awal sebelum direbus.


2. Sampel dimasukkan ke dalam kantong ziplock agar tidak kemasukkan air.
3. Ketika direbus, sampel daging direbus dalam penangas air (waterbath)
selama 1 jam dengan temperature 80℃.
4. Setelah direbus, sampel dikeluarkan dari kantong plastic ziplock dan
dipisahkan dari bagian kaldunya lalu dikeringkan dengan kertas tisu,
kemudian ditimbang.
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Adapun hasil praktikum uji kualitas fisik karkas ayam kali ini yaitu:

Uji Kualitas Fisik Karkas Ayam


Parameter pH Kadar Air DIA Susut Masak
Berat sampel (gr) 5 20 1 5
Hasil 6 75,7 66,03 0,67

4.2 Pembahasan

4.2.1 Uji pH

Nilai pH merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas


daging. Pengukuran pH yang dilakukan pada praktkum kali ini menggunakan
kertas lakmus. Prinsip pengukuran pH yaitu untuk mengetahui kondisi asam dan
basa. PH yang didapatkan pada uji laboratorium kali ini adalah sebesar 6, yang
mengindikasikan bahwa kondisi pH pada daging ayam ini berada pada kisaran
standar optimal yaitu 6-7 (BSN, 2009).

4.2.2 Penentuan Kadar Air

Uji kadar air dilakukan untuk mengetahui jumlah kadar air yang terdapat
pada daging ayam, satuan yang digunakan adalah presentasi. Rumus yang
digunakan pada uji kadar air ini adalah :

Kadar Air (%) = (𝐴+𝐵)−𝐶 x 100 %


B

Nilai A : berat krus porselen

Nilai B : berat sampel awal

Nilai C : berat sampel akhir dan krus porselen

Dari praktikum yang dilakukan didapatkan nilai A itu besarnya adalah


33,6852 gram; nilai B besarnya adalah 20 gram; nilai C didapatkan 38,5297 gram.
Sehingga didapatkan, besarnya nilai kadar air dalam daging ayam pada praktikum
ini adalah :

Kadar Air (%) = (𝐴+𝐵)−𝐶 x 100 %

= (33,6852 + 20) – 38,5297 x 100%

20

= 15,1555 x 100%

20

= 75,7%

4.2.3 Daya Ikat Air

Daya ikat air (DIA) merupakan parameter kualitas daging yang sangat
terkait dengan kemampuan air, oleh karena itu daya ikat air berhubungan dengan
parameter kualitas. Daya ikat air juga menunjukkan seberapa besar kemampuan
daging untuk mengikat air dalam persen. DIA daging dipengaruhi oleh keadaan
protein daging, meskipun hanya kurang dari 5% air yang berikatan langsung
dengan gugus hidrophyl dari protein daging. Nilai daya mengikat air pada daging
yang berbeda menurut Ockerman (1983) dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
kandungan protein dan karbohidrat daging. Semakin tinggi kandungan protein
maka semakin tinggi pula daya mengikat air. Tinggi rendahnya pH dapat
mempengaruhi peningkatan DIA. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie (2005),
bahwa kehilangan air yang disebabkan oleh pengerutan pada waktu pemasakan
akan lebih besar karena suhu tinggi yang terlibat akan menyebabkan denaturasi
protein dan banyak menurunkan kapasitas mengikat air.

Kandungan air sampel (pada area basah) dapat di ukur dengan menggunakan
rumus:

Area basah = a - b

MgH2O = area basah - 8,0

0,0948

Pengukuran daya ikat air menggunakan rumus sebagai berikut :

Daya Ikat Air = % kadar air - MgH2O x 100%

300

Nilai a = 14

Nilai b = 3,25

Area basah = a-b

= 14-3,25

= 10,75

MgH2O = Area basah – 8,0

0,0948

= 10,75 – 8,0

0,0948

= 29,008

Daya Ikat Air = % kadar air - MgH2O x 100%

300

= 75,7% - 29,008 x 100%

300
= 66,03%

4.2.4 Susut Masak

Susut masak merupakan salah satu penentu kualitas daging yang penting,
karena berhubungan dengan banyak sedikitnya air yang hilang serta nutrien yang
larut dalam air akibat pengaruh pemasakan. Semakin kecil persen susut masak
berarti semakin sedikit air yang hilang dan nutrien yang larut dalam air. Begitu
juga sebaliknya semakin besar persen susut masak maka semakin banyak air yang
hilang dan nutrien yang larut dalam air.

Daging yang mempunyai susut masak yang rendah mempunyai kualitas


yang lebih baik dibandingkan dengan daging yang susut masaknya lebih tinggi,
hal ini disebabkan karena kehilangan nutrisi selama pemasakan lebih sedikit.
Susut masak yang tinggi akan menyebabkan kandungan nutrisi yang terdapat
didalam nugget akan berkurang sehingga kualitas nugget yang dihasikan rendah.
Menurut Soeparno (2009) susut masak sangat dipengaruhi oleh hilangnya air
selama pemasakan. Makin tinggi temperatur pemasakan atau makin lama waktu
pemasakan, makin tinggi kadar air produk daging yang hilang.

Susut masak = A - B x 100%

Nilai A : berat awal sampel

Nilai B : berat akhir setelah sampel dikeringkan

Dari praktikum yang dilakukan nilai A itu besarnya adalah 5 gram; nilai B
besarnya adalah 3 gram. Sehingga didapatkan, besarnya nilai susut masak dalam
daging ayam pada praktikum ini adalah

Susut masak = A - B x 100%

= 5 – 3 x 100%

3
= 0,67%

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari praktikum pada uji kualitas fisik karkas ayam ini dapat disimpulkan
bahwa diperoleh pH pada daging ayam yang dilakukan pada praktikum ini yaitu
6. Kadar air dari praktikum yang dilakukan pada daging ayam ini didapatkan nilai
A itu besarnya 33,6852 gram, nilai B itu besarnya 20 gram, dan nilai C itu
besarnya 38,5297 gram. Sehingga didapatkan hasil kadar airnya yaitu 75,7%.
Didapatkan nilai daya ikat air sebesar 66,03 % yang mengindikasikan bahwa nilai
daya ikat air dari daging ayam yang dikur memenuhi atau melebihi standar
optimal yaitu 20-60%. Dari praktikum yang dilakukan didapatkan nilai A itu
besarnya adalah 5 gram; nilai B besarnya adalah 3 gram. Sehingga didapatkan,
besarnya nilai susut masak dalam daging ayam praktikum ini adalah 0,67 %.

5.2 Saran

Saran untuk praktikum ini sebaiknya dalam menguji sampel harus benar-benar
karena banyak mahasiswa yang tidak mengikuti prosedur laboratorium supaya
data yang di ambil bisa akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Andry Pratama, K. S. (2015). Evaluasi Karakteristik Sifat Fisik Karkas Ayam


Broiler Berdasarkan Bobot Badan Hidup. JURNAL ILMU TERNAK, 61-
64.
Hajrawati, F. M. (2016). Kualitas Fisik, Mikrobiologis, dan Organoleptik Daging
Ayam Broiler pada Pasar . Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil
Peternakan, 386-389 .
K. Subekti, H. A. (2017). Kualitas Karkas (Berat Karkas, Persentase Karkas Dan
Lemak Abdomen) Ayam Broiler yang Diberi Kombinasi CPO (Crude
Palm Oil) dan Vitamin C (Ascorbic Acid) dalam Ransum sebagai Anti
Stress. Jurnal Peternakan Indonesia, 447-453.
Massolo, R., Mujnisa, A., & Agustina, L. (2016). Persentase karkas dan lemak
abdominal broiler yang diberi prebiotik inulin umbi bunga dahlia (Dahlia
variabillis). Buletin Nutrisi Dan Makanan Ternak, 12(2), 50–58.
Nugraheni, M. 2013. Pengetahuan Bahan Pangan Hewani. Edisi I. Graha Ilmu.
Yogyakarta.Purawisastra, S. 2001. Pengaruh Isolat galaktomanan kelapa
terhadap penurunan kadar kolesterol serum kelinci. Center for Research
and Develovment of Nutrition and Food NIHRD. Badan Litbang
Kesehatan. Jakarta.
Oki Ankeli Lapase, J. G. (2016). KUALITAS FISIK (DAYA IKAT AIR, SUSUT
MASAK, DAN KEEMPUKAN) DAGING PAHA AYAM SENTUL.
S. R. Rini, S. d. (2019). Pengaruh Perbedaan Suhu Pemeliharaan terhadap
Kualitas Fisik DagingAyam Broiler Periode. Jurnal Sain Peternakan
Indonesia, 387-395.
Suradi K. 2008. Perubahan sifat fisik daging ayam broiler post mortem selama
penyimpanan temperatur ruang. Tesis. Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran. Bandung.

Yolanda S. Mait, J. R. (2019). PENGARUH PEMBATASAN PAKAN DAN


SUMBER SERAT KASAR BERBEDA TERHADAP BOBOT HIDUP,
BOBOT KARKAS DAN POTONGAN KOMERSIAL KARKAS AYAM
BROILER STRAIN LOHMAN. 134-145.

LAMPIRAN

Gambar 1. Berat Sampel pH dan Susut Gambar 2. Hasil pH karkas ayam


masak
Gambar 3. Sampel untuk kadar air Gambar 4. Penimbangan Krus
Porselen pada uji kadar air

Gambar 5. Sampel Kadar air Gambar 6. Hasil berat akhir sampel


dimasukkan dalam oven setelah dimasukkan ke oven

gambar 7. Perebusan pada sampel Gambar 8. Hasil akhir susut masak


susut masak setelah perebusan
Gambar 9. Sampel DIA sebelum Gambar 10. Sampel DIA pada saat
diberi beban diberi beban

Gambar 11. Sampel DIA setelah diberi Gambar 12. Hasil dari DIA
beban seberat 35 kg

Anda mungkin juga menyukai