Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana 2019 Setelah pemotongan hewan (hewan telah mati), maka terjadilah proses biokimiawi yang kompleks di dalam jaringan otot dan jaringan lainnya sebagai konsekuen tidak adanya aliran darah ke jaringan tersebut, karena terhentinya pompa jantung. Salah satu proses yang terjadi dan merupakan proses yang dominan dalam jaringan otot setelah kematian (36 jam pertama setelah kematian atau postmortem) adalah proses glikolisis anaerob atau glikolisis postmortem. Dalam glikolisis anaerob ini, selain dihasilkan energi (ATP) maka dihasilkan juga asam laktat. Asam laktat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan dan mengakibatkan penurunan nilai pH jaringan otot. Nilai pH otot (otot bergaris melintang atau otot skeletal atau yang disebut daging) saat hewan hidup sekitar 7,0-7,2 (pH netral). Setelah hewan disembelih (mati), nilai pH dalam otot (pH daging) akan menurun akibat adanya akumulasi asam laktat. Nilai pH merupakan salah satu kriteria dalam penentuan kualitas daging, khususnya di Rumah Potong Hewan (RPH). Pengaruh pH Terhadap Mutu Daging Penurunan nilai pH pada otot hewan yang sehat dan ditangani dengan baik sebelum pemotongan akan berjalan secara bertahap, yaitu dari nilai pH sekitar 7,0-7,2 akan menurun secara bertahap dalam waktu 6-8 jam postmortem dan akan mencapai nilai pH akhir sekitar 5,5-5,6. Nilai pH akhir (ultimate pH value) adalah nilai pH terendah yang dicapai pada otot setelah pemotongan (kematian). Nilai pH daging tidak akan pernah mencapai nilai di bawah 5,3. Hal ini disebabkan karena pada nilai pH di bawah 5,3 enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak aktif berkerja. Pengukuran nilai pH akhir biasanya dilakukan setelah 24 jam setelah kematian pada karkas babi dan 24-36 jam setelah kematian pada karkas sapi selama di dalam pendingin (chiller). Secara umum, pola penurunan nilai pH otot ada 3 (tiga), yaitu pola penurunan nilai pH normal seperti yang dijelaskan di atas. Pola penurunan pH yang lain adalah pola dark firm and dry (DFD) dan pola pale soft and exudative (PSE). Pola penurunan nilai pH normal dapat dikatakan sebagai penurunan nilai pH yang lambat, nilai pH PSE dikatakan sebagai pola penurunan pH yang cepat, sedangkan nilai pH DFD dikatakan sebagai pola penurunan yang lambat dan tidak lengkap. Pada pola nilai pH DFD, nilai pH menurun sedikit sekali pada jam-jam pertama setelah pemotongan dan tetap relatif tinggi; mencapai pH akhir sekitar 6,5-6,8 atau nilai pH akhir dicapai di atas 6,2. Sedangkan pola nilai pH PSE, nilai pH menurun relatif cepat sampai sekitar 5,4-5,5 pada jam-jam pertama setelah pemotongan dan mencapai nilai pH akhir 5,3–5,6. Berdasarkan bahasan di atas, nilai pH umumnya diukur dua kali di RPH, yaitu 1 jam setelah pemotongan (kematian) atau disebut nilai pH1 dan 24 atau 36 jam setelah pemotongan atau disebut nilai pH akhir (nilai pHultimate). Sebagai pedoman dapat dikatakan bahwa jika pada pengukuran nilai pH1 sudah di bawah 6,5 maka dapat dinyatakan sebagai daging PSE, namun jika di atas 6,5 maka belum dapat dipastikan apakah penurunan nilai pH yang normal atau DFD. Nilai pH DFD baru dapat dipastikan pada pengukuran nilai pH akhir, yaitu jika nilai pH akhir tetap di atas 6,2 maka dikategorikan daging DFD. Kualitas daging dengan penurunan nilai pH PSE (daging PSE) dan DFD (daging DFD) dikategorikan buruk, bahkan di beberapa negara dinyatakan sebagai “tidak layak dikonsumsi manusia” atau unsuitable for human consumption, sehingga diolah menjadi pakan hewan (feed). Daging PSE ditandai dengan warna daging yang pucat (pale), lembek (soft) dan basah pada permukaan (exudative), sedangkan daging DFD ditandai dengan daging yang berwarna gelap (dark), kompak (firm) dan kering (dry). Kejadian daging PSE sering terdapat pada karkas babi (5-20%) dan daging ayam, sedangkan daging DFD sering terjadi pada karkas sapi, khususnya sapi jantan yang tidak dikastrasi (bull). Penyebab terjadinya kedua pola penurunan nilai pH daging tersebut adalah pemotongan hewan yang stress, sakit, kurang istirahat, atau banyaknya gerakan/ rontaan sesaat hewan disembelih. Pada hewan dengan tingkat stress yang tinggi, kondisi stress akan memicu penurunan pH yang cepat pada kondisi kandungan glikogen yang cukup menyebabkan pH akhir menjadi sangat rendah sehingga protein terdenaturasi dan dihasilkan daging PSE (pucat, lunak dan basah). Daging PSE akan menurunkan rendemen proses (cooking loss besar), daya ikat air rendah. Pada hewan yang kandungan glikogennya sudah sangat rendah pada awal pemotongan (karena stress, kelaparan atau lelah), hanya terjadi sedikit penurunan pH akhir daging. Daging dengan pH akhir yang tinggi akan berwarna gelap dengan daya ikat air yang baik. Tetapi, pH yang tinggi akan menyebabkan daging sangat mudah dirusak oleh mikroba sehingga umur simpan menjadi pendek. Pengukuran nilai pH setelah 36 jam tidak lagi bermanfaat untuk menilai kualitas daging dan tidak dapat dipakai untuk menentukan daging busuk (apalagi tidak diketahui waktu setelah kematian) atau daging bangkai. Nilai pH daging umumnya diukur dengan metode elektrometrik menggunakan alat pH- meter. Elektrode pH meter yang baik digunakan adalah elektrode tusuk yang juga terintegrasi untuk mengukur suhu daging. Suhu daging akan mempengaruhi nilai pH daging. Perlu diperhatikan bahwa pH meter harus dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan untuk mengukur nilai pH daging. Bagian karkas untuk mengukur nilai pH daging di RPH adalah otot mata rusuk (Musculus longissimus dorsi antara rusuk ke- 12 dan ke-13 atau ke-13 dan ke-14) atau otot paha (Musculus gluteus). Nilai pH Jeroan Nilai pH pada jeroan hewan relatif berbeda dengan nilai pH otot skeletal. Penurunan nilai pH pada hati dan paru sapi relatif lebih lambat dibandingkan dengan otot. Beberapa jam setelah pemotongan, nilai pH hati sapi masih sekitar 6,4-6,6. Nilai pH ini terhambat pula saat pendinginan. Nilai pH hati sapi (dingin) setelah 2 hari setelah pemotongan masih sekitar 6,3-6,4; 4 hari mencapai 6,2-6,3; setelah 7 hari sekitar 6,2 dan setelah 10 hari nilai pH mencapai 6,1- 6,2. Nilai pH akhir hati dan paru relatif lebih tinggi dibandingkan dengan otot. Nilai pH hati terendah hanya mencapai 5,87 kemudian nilai pH akan meningkat kembali. Nilai pH ginjal dan limpa setelah pemotongan tidak menurun, tetapi meningkat. Nilai pH sangat berpengaruh terhadap daya ikat air. Kondisi pH daging akan berpengaruh kepada struktur, pengembangan (swelling) dan daya larut protein. Kondisi protein ini akan berpengaruh terhadap daya ikat air (WHC) dan juiciness, daya emulsi, kemampuan membentuk gel, kekerasan, warna dan umur simpan. Water-holding Capacity (WHC) atau daya ikat air adalah satu dari beberapa sifat daging yang sangat penting untuk membentuk mutu teknologi daging. WHC adalah kemampuan daging untuk mempertahankan kandungan air (bebas)nya pada saat diberikan tekanan dari luar (seperti pemanasan, penggilingan atau pengepressan). Banyak dari sifat fisik daging termasuk warna, tekstur dan kekerasan dari daging mentah, dipengaruhi oleh WHC daging. Titik isoelektrik protein adalah titik dimana jumlah ion bermuatan positif sama dengan muatan negatif sehingga muatan total sama dengan nol. Titik isoelektrik daging berlangsung pada pH sekitar 5.4 – 5.6. Pada kondisi normal, pH daging setelah proses rigor mortis adalah sekitar 5.5, sehingga memiliki nilai WHC yang minimal. Jika pH daging ditingkatkan diatas 5.5 atau diturunkan dibawah 5.0, maka molekul yang bermuatan didalam daging akan saling tolak menolak sehingga ruang antar protein akan meningkat dan daya ikat air akan meningkat. Kerjakan dalam kelompok, setiap kelompok terdiri atas 4-5 orang, dikumpulkan setelah perkuliahan (13/11/2019; 16:00) 1. Apakah yang dimaksudkan dengan glikolisis anaerob? 2. Jelaskan pengaruh glikolisis anaerob pada pH daging! 3. jelaskan 3 pola penurunan pH! 4. Menurut anda, hewan yang dipotong tanpa diistirahatkan terlebih dahulu kemungkinan pola penurunan pH seperti apa yang akan terjadi? 5. Jika anda melakukan pengukuran pH pada jam ke-1 dan mendapatkan nilai 6,0, kesimpulan apa yang dapat anda tarik terkait kualitas daging? 6. Jika anda melakukan pengukuran pH pada jam ke-1 dan mendapatkan nilai 6,7, kesimpulan apa yang dapat anda tarik terkait kualitas daging? 7. Carilah literatur mengenai pH jeroan (hati, paru, limpa, ginjal) pada sapi, ayam, kambing, babi (pilihlah cukup 2 jenis hewan) 8. Jelaskan apa yang dimaksudkan daya ikat air pada daging? 9. Apa yang dimasudkan dengan titik isoelektrik daging?bagaimana pengaruhnya terhadap daya ikat air? 10. Apa itu cooking loss pada daging?