Anda di halaman 1dari 16

HYGIENE PANGAN

KOMPOSISI DAN KANDUNGAN GIZI DAGING, ORGAN DAN IKAN

OLEH:

AYU Y. MANAFE 1609010020

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2019
A. Komposisi dan kandungan gizi daging
Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu
menyumbangkan asam amino esensial yang lengkap. Menurut Soputan (2004), daging
didefinisikan sebagai bagian dari hewan potong yang digunakan manusia sebagai bahan
makanan, selain mempunyai penampakan yang menarik selera, juga merupakan sumber
protein hewani berkualitas tinggi.
Daging adalah seluruh bagian dari ternak yang sudah dipotong dari tubuh ternak kecuali
tanduk, kuku, tulang dan bulunya. Dengan demikian hati, lympa, otak, dan isi perut seperti
usus juga termasuk daging. Soputan (2004) menyatakan bahwa jaringan otot, jaringan
lemak, jaringan ikat, tulang dan tulang rawan merupakan komponen fisik utama daging.
Jaringan lemak pada daging dibedakan menurut lokasinya, yaitu lemak subkutan, lemak
intermuskular, lemak intramuskular, dan lemak intraselular. Jaringan ikat yang penting
adalah serabut kolagen, serabut elastin, dan serabut retikulin. Secara garis besar struktur
daging terdiri atas satu atau lebih otot yang masing-masing disusun oleh banyak kumpulan
otot, maka serabut otot merupakan unit dasar struktur daging.
1. Daging Sapi
Daging sapi memiliki warna merah terang, mengkilap, dan tidak pucat. Secara
fisik daging elastis, sedikit kaku dan tidak lembek. Jika dipegang masih terasa basah dan
tidak lengket di tangan. Dari segi aroma, daging sapi sangat khas (gurih) (Usmiati,
2010). Sapi pedaging dapat dibedakan dari jenis kelamin dan umur, dimana dengan
perbedaan tersebut akan membedakan mutu dari daging sapi. Pada saat hewan dipotong
akan diperoleh karkas dan non karkas (Susilawati, 2001).
Tabel 1. Komposisi daging sapi tiap 100 gram bahan

Komponen Jumlah
Kalori (kal) 207,00
Protein (g) 18,80
Lemak (g) 14,00
Karbohidrat (g) 0
Kalsium (mg) 11,00
Fosfor (mg) 170,00
Besi (mg) 2,80
Vitamin A (SI) 30,00
Vitamin B1 (mg) 0,08
Vitamin C (mg) 0
Air (g) 66,00
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981) dalam Soputan (2004)
2. Daging Domba
Daging domba berdasarkan kualitas dapat dibedakan atas umur domba, jenis
kelamin, dan tingkat perlemakan. Daging domba memiliki bobot jaringan muskuler atau
urat daging yang berkisar 46% - 65% dari bobot karkas (Lawrie, 2003). Daging domba
memiliki kandungan gizi yang tidak jauh berbeda dengan daging sapi.
Komposisi Jumlah

Kalori (kcal) 294

Lemak 21g

Kolesterol 97mg

Natrium 72mg

Kalium 310mg

Protein 25g

Vitamin D 2 UI

Vitamin B12 2,6 mg

3. Daging Kambing
Daging kambing memiliki ciri-ciri yang hampir sama dengan daging sapi.
Namun, kambing memiliki serat lebih kecil dibandingkan serat daging sapi, serta aroma
daging kambing yang khas goaty. Daging domba dan kambing masing-masing
mengandung protein 17,1% dan 16,6% dan lemak 14,8% dan 9,2% (Usmiati, 2010).
Daging kambing memiliki cirri yang khas, yaitu hampir tidak memiliki lemak dibawah
kulit, kelebihan lemaknya ditimbun sebagai lemak yang tersebar diantara serat daging.
Susunan karkas daging kambing yaitu daging 62%, tulang 19%, dan lemak 19% (Tiven,
dkk., 2007).
Tabel 3. Komposisi daging kambing per 100 gram bahani.

Komposisi Jumlah

Kalori (kal) 154,00

Protein (g) 16,60

Lemak (g) 9,20

Karbohidrat (g) 0
Kalsium (mg) 11,00
Fosfor (mg) 124,00
Besi (mg) 1,00
Vitamin A (SI) 0
Vitamin B1 (mg) 0,09
Vitamin C (mg) 0
Air (g) 70,30
Sumber : Cahyono (1988) dalam Tiven, dkk. (2007)
4. Daging Ayam
Daging unggas dapat berasal dari ayam jantan dewasa (cock), ayam atau kalkun
betina dewasa (hen), kalkun jantan dewasa (tom), ayam kastrasi (capon), dan anak ayam
(chick) (Soeparno 1992). Menurut Standar Nasional (SNI) nomor 3924:2009 tentang
Mutu Karkas dan Daging Ayam, disebutkan karkas ayam pedaging adalah bagian ayam
pedaging setelah dipotong, dicabuti bulunya, dikeluarkan jeroan dan lemak
abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya.
Cara pemotongannya dapat dibedakan menjadi karkas utuh, potongan separuh
(halves), potongan seperempat (quarters), potongan bagian-bagian badan (chicken part
atau cut put), dan debond yaitu karkas ayam pedaging tanpa tulang atau tanpa kulit.
Sementara berdasarkan cara penanganannya, dibedakan menjadi karkas segar dan karkas
beku. Karkas segar adalah karkas yang segera didinginkan setelah selesai diproses
sehingga suhu daging menjadi antara 4 hingga 5 °C, sedangkan karkas beku adalah
karkas yang telah mengalami proses pembekuan cepat atau lambat dengan suhu
penyimpanan antara -12 °C sampai dengan -18 °C.
Tabel 4. Komposisi gizi daging ayam
Komposisi Jumlah
Protein (g) 18,20
Lemak (g) 25,00
Kalsium (mg) 14,00
Fosfor (mg) 200,00
Besi (mg) 1,50
Vitamin B1 (mg) 0,08
Air (g) 55,90
Kalori (kkal) 302,00
Sumber: Ditjenak (2001)
5. Daging Babi
Babi bali (Sus vittatus) terdapat dua tipe yaitu tipe pertama terdapat dibagian
timur pulau Bali. Babi ini berwarna hitam dan bulunya agak kasar, punggungnya sedikit
melengkung kebawah namun perutnya tidak sampai menyentuh tanah dan cungurnya
relatif panjang. Tipe yang kedua terdapat di utara, tengah, barat dan selatan pulau Bali.
Bentuk tubuh babi bali kecil dengan berat rata-rata sekitar 60 kg untuk babi dewasa dan
90 kg pada babi yang sudah tua. Babi landrace memiliki ciri - ciri berwarna putih,
badannya panjang dengan bentuk paha seperti segiempat, panjang kaki relatif pendek,
mempunyai telinga besar dan rebah.
Pemeliharaan babi bali yang dilakukan masyarakat di Bali adalah sistem
pemeliharaan tradisional atau ekstensif. Sistem pemeliharaan tradisional adalah sistem
pemeliharaan yang dilakukan secara sederhana, diumbar dan pada umumnya tidak
dikandangkan. Pemberian pakan babi pada sistem pemeliharaan tradisional ini pada
umumnya berasal dari limbah pertanian dan industri rumahan dan limbah rumah tangga.
Babi yang dipelihara secara tradisional biasanya diikat diareal belakang perkarangan
rumah. Pemberian pakan biasanya tidak teratur dan ditempatkan pada palung atau tempat
pakan yang mudah dipindahkan serta kurang terjaga kebersihannya. Pemeliharaan babi
landrace dilakukan dengan sistem intensif yaitu ternak babi ini dipelihara di kandang dan
pemberian pakan sudah dilakukan dengan teratur dan pemberian pakan yang cukup baik.
Babi landrace yang dipelihara secara intensif diberikan pakan berupa pakan.
6. Daging Rusa
Rusa sambar (Cervus unicolor) merupakan rusa terbesar untuk daerah tropik
dengan sebaran di Indonesia terbatas di pulau Sumatera, Kalimantan dan pulau kecil di
sekitar Sumatera (Whitehead, 1994). Rusa sambar memiliki potensi yang cukup baik
untuk dikembangkan sebagai ternak terutama untuk pemanfaatan kebutuhan daging
(venison) dan ranggahnya. Menurut Garsetiasih (2007) rusa dapat dimanfaatkan manusia
karena beberapa keunggulan, yaitu mudah beradaptasi dengan lingkungan sehingga
mudah untuk ditangkarkan dengan cara mempersiapkan formula pakan yang tepat untuk
dapat menghasilkan daging dengan kualitas baik.
Produk utama yang dihasilkan oleh rusa sambar adalah daging (venison) dan
ranggah (velvet antler). Daging rusa mempunyai flavour yang khas dan banyak disukai
masyarakat Eropa (Semiadi, 2002). Ditinjau dari tingkat rasa (juiceness, flavor) dan
tekstur yang lembut, masyarakat dan pemburu banyak melaporkan bahwa daging rusa
termasuk jenis daging yang terbaik dan sangat digemari, disusul daging sapi dan terakhir
daging kambing. Oleh sebab itu, penjualan daging rusa di pasar berlangsung sangat
singkat, tidak lebih dari empat jam. Hal ini menunjukkan tingginya minat masyarakat
terhadap daging rusa (Yuliasri et.al., 2002).
Daging rusa mempunyai nilai gizi yang relatif lebih baik dibandingkan ternak lain
karena kandungan kalori dan kolesterolnya yang rendah, dimana merupakan pilihan
masyarakat modern saat ini (Semiadi, 2001). Kandungan nutrisi daging rusa yaitu
protein 32 g, lemak 3.30 g, kolestrol 66 mg, natrium 57 mg, kalium 421 mg, karbohidrat
0 g, kalori 143 kcal, magnesium 29 mg, dan vitamin b6 0,7.
B. Komposisi dan kandungan gizi organ (Hati, Usus, Otak, Ginjal, Paru, Limpa,
Lambung)
1. Air
Air adalah salah satu unsur penting dari semua bahan makanan. Secara umum,
ada tiga jenis produk makanan tergantung pada kadar airnya, komoditas pertama yang
mudah rusak (memiliki lebih dari 70% kadar air di dalamnya), komoditas tidak mudah
rusak (memiliki kadar air sekitar 50-60%) dan bahan makanan yang stabil ( dengan
kelembaban kurang dari 15%). Semakin banyak kandungan air dari setiap bahan
makanan semakin kecil kemungkinannya untuk umur simpan yang lebih lama karena
mikroorganisme memiliki peluang lebih besar. Daging berada di antara bahan makanan
yang mudah rusak, karena mengandung lebih dari 70% kelembaban di dalamnya.
Terlepas dari pengurangan umur simpan, kehadirannya memberikan dampak yang kuat
pada warna, tekstur dan rasa jaringan otot daging. Jaringan adiposa (jaringan pada
bagian perut hewan) mengandung lebih sedikit kadar air, yang mengarah pada fakta
bahwa jika hewan itu lebih gemuk, ia akan memiliki kadar air yang lebih rendah di
bangkainya dan sebaliknya. Hewan yang lebih muda dan lebih ramping menunjukkan
sekitar 72% kadar air.
Kemampuan menahan air daging dapat diubah oleh gangguan serat ototnya, yang
berakibat pada peningkatan umur simpan produk daging. Ada banyak metode yang
terlibat dalam hal ini termasuk memotong, menggiling, mengasinkan, membekukan,
mencairkan, memecah jaringan ikat dengan cara enzimatik atau kimia, aplikasi
pemanasan dan penggunaan bahan kimia atau bahan tambahan organik yang mengubah
keasaman (pH) daging adalah proses yang dapat mempengaruhi kadar air akhir dari
produk daging.
2. Protein
Protein adalah senyawa nitrogen kompleks alami yang memiliki berat molekul
sangat tinggi yang terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen, dan yang terpenting adalah
nitrogen. Protein lebih kompleks daripada karbohidrat dan lemak dari ukuran dan
konstituennya. Persentase komponen protein daging bervariasi secara luas pada berbagai
jenis daging. Secara umum, nilai rata-rata protein daging adalah sekitar 22%, tetapi bisa
berkisar dari nilai protein tinggi 34,5% pada dada ayam hingga serendah 12,3% protein
dalam daging bebek.
Asam amino berfungsi sebagai blok bangunan protein. Nilai gizi daging dapat
sangat bervariasi hingga ada atau tidak adanya banyak asam amino. Seratus sembilan
puluh dua diketahui di antaranya hanya 20 yang digunakan untuk menyiapkan protein.
Dari 20 asam amino ini, 08 dianggap sebagai asam amino esensial, karena asam ini tidak
dapat disiapkan oleh tubuh manusia, jadi harus dikonsumsi oleh makanan. Lain 12
adalah asam amino non-esensial yang dapat diproduksi oleh tubuh manusia tetapi hanya
jika sumber makanan khusus mereka dicerna, jika tidak, dapat menyebabkan kekurangan
gizi protein.
Daging sapi tampaknya memiliki kandungan valin, lisin, dan leusin yang lebih
tinggi dibandingkan dengan domba dan babi. Studi telah mengungkapkan bahwa alasan
utama perbedaan dalam proporsi asam amino esensial terletak pada tempat berkembang
biak, usia hewan, dan otot.. Komposisi mereka juga dapat dipengaruhi oleh penerapan
teknik pemrosesan termasuk radiasi panas dan ionisasi, tetapi hanya ketika mode jangka
panjang yang parah dari kondisi ini diterapkan. Terlepas dari efek dari kondisi
pemrosesan, penyimpanan juga memberikan efeknya pada asam amino, dalam kasus
daging kaleng.

Tabel 2. asam amino non-esensial dan esensial yang ada dalam daging.
3. Lemak
Lemak berada di antara salah satu dari tiga nutrisi makro utama, termasuk
karbohidrat dan protein. Kandungan lemak dikenal sebagai trigliserida yang merupakan
ester dari tiga rantai asam lemak dan alkohol gliserol. Daging mengandung jaringan
lemak (sel lemak diisi dengan lipid) yang memiliki jumlah lemak yang bervariasi. Dalam
daging, kandungan lemak berfungsi sebagai deposit energi, pelindung di kulit dan di
sekitar organ terutama jantung dan ginjal serta memberikan isolasi terhadap hilangnya
suhu tubuh. Kadar lemak dalam karkas hewan bervariasi dari 8 hingga 20% (yang
terakhir hanya pada daging babi). Lemak tubuh eksternal lebih lunak daripada lemak
internal yang mengelilingi organ karena kandungan lemak jenuh yang lebih tinggi. di
bagian hewan eksternal. Kulit adalah sumber lemak utama dalam daging unggas.

4. Karbohidrat
Sumber utama karbohidrat dalam tubuh hewan adalah hatinya, yang mengandung
sekitar ½ dari total karbohidrat yang ada dalam tubuh. Mereka disimpan dalam bentuk
"glikogen" terutama di hati dan otot tetapi juga di kelenjar dan organ pada tingkat yang
lebih rendah. Jumlahnya yang substansial hadir dalam darah dalam bentuk glukosa.
Glikogen memiliki dampak tidak langsung pada warna daging, tekstur, kelembutan dan
kapasitas penahanan airnya. Konversi glikogen yang disimpan menjadi glukosa; dan dari
glukosa menjadi asam laktat adalah proses yang cukup kompleks dan semua modifikasi
ini diatur oleh aksi hormon dan enzim.
Selama tahap awal penuaan, kandungan asam laktat otot meningkat, sehingga
menurunkan pH. PH memiliki pengaruh yang sangat kuat pada tekstur otot, kelembutan,
warna dan juga pada kapasitas penampung air. PH otot normal dianggap sekitar 5,6. Jika
seekor hewan menderita stres berat atau berolahraga tepat sebelum penyembelihan dan
tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan kembali kadar glikogen normalnya,
maka glikogen dalam jumlah kecil akan ada di sana untuk diubah menjadi asam laktat
yang menyebabkan peningkatan pH (yaitu 6.5) dan sebagai hasilnya , otot-otot daging
menjadi gelap, keras dan kering (DFD). Jenis daging ini berasal dari kelelahan dan
kemudian menyebabkan penipisan glikogen sebelum disembelih. Ini terjadi tidak begitu
sering pada daging sapi (2%), tetapi juga mempengaruhi yang lain yang disebut
"Pemotong Gelap". Alasan utama daging berwarna gelap dengan pH tinggi adalah
karena kapasitas penahanan air yang lebih tinggi. Hal ini menyebabkan otot menyerap
lebih banyak air, yang membuatnya menyerap cahaya yang datang daripada
memantulkannya dari permukaan daging, sehingga menyebabkan tampilan daging yang
lebih gelap. Cacat DFD ini sangat tidak disukai oleh pengecer dan pelanggan, sangat
memengaruhi sifat sensoris dan nutrisinya, sehingga stres dan penanganan hewan yang
kasar harus dihindari sesaat sebelum disembelih.
Postmortem yang cukup cepat menyebabkan penurunan pH otot (mis. 5.0)
dikenali oleh kondisi pucat, lunak dan eksudatif (PSE), yang sangat umum pada daging
babi. Bagian otot yang terkena PSE dikenali oleh kapasitas menahan air yang rendah,
tekstur lembut dan warna kuning pucat. Struktur otot yang lebih lunak dari daging PSE
menyebabkan kapasitas penahanan air yang lebih rendah, yang kemudian bertanggung
jawab untuk lebih memantulkan cahaya insiden, sehingga membuat warna daging
menjadi kuning pucat. Semua kondisi DFD dan PSE yang disebutkan di atas berkaitan
dengan kandungan karbohidrat daging, yang memiliki pengaruh besar pada nilai gizi
daging.
5. Mineral (kalsium, fosfor, besi)
Mineral dibagi menjadi dua kategori yaitu mineral makro dan mikro, berdasarkan
kebutuhan mereka oleh tubuh manusia. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan
oleh tubuh dalam jumlah yang lebih besar. Ini termasuk natrium, kalsium, fosfor,
magnesium, klorida kalium dan belerang, sedangkan mikro-mineral diperlukan dalam
jumlah yang lebih kecil yaitu termasuk besi, seng, yodium, tembaga, kobalt, mangan,
selenium dan fluoride.

Tabel 3. Mineral mikro dan makro dari daging dan produk daging.

6. Vitamin
Isi vitamin (larut dalam air dan lemak) dari berbagai organ jeroan ditunjukkan pada
Tabel 6

.
C. Komposisi dan kandungan gizi ikan
Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang luas berupa perairan teroterial seluas 3,1
juta km2, perairan ZEE seluas 2,7 km2 dan panjang pantainya 81 km. Selain itu terdapat
perairan umum seluas kurang lebih 91.000 km2 yang tersebar diseluruh pulau-pulau
Sumatra, Kalimantan, dan Irian Jaya. Salah satu keunggulan kompetitif yang dimiliki
Indonesia adalah luas wilayah laut yang mengandung potensi sumberdaya yang melimpah,
diantaranya adalah sumberdaya ikan.
Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang mempunyai manfaat dalam bidang
kesehatan dengan kandungan gizinya yang tinggi. Kandungan gizi utama pada ikan adalah
proteinnya yang mudah dicerna dan kandungan asam lemak tidak jenuhnya berupa Eicosa
Pentaenoic Acid (EPA) dan Docosa Hexaenoic Acid (DHA) sangat berperan penting
dibidang kesehatan. Adapun mutu dan kandungan gizi yang ada pada ikan tersebut sangat
tergantung dari cara penangkapan dan penanganan selama transportasi sampai ke tangan
konsumen. Kegiatan penangkapan ikan umumnya dilakukan oleh nelayan tradisional
menggunakan kapal motor di bawah 3 Gross Ton (GT) dan menggunakan alat tangkap
jaring kepiting, jaring insang (gillnet) pancing dan jaring udang (tramel net).
1. Ikan Nilla
Jenis nila masuk ke Indonesia pertama kali adalah jenis Oreochromis niloticus
dan jenis Mozambigue yang lebih dikenal dengan nama mujair. Berdasarkan
morfologinya, ikan Nila umumnya memiliki bentuk tubuh panjang dan ramping, dengan
sisik berukuran besar. Matanya besar, menonjol, dan bagian tepinya berwarna putih.
Gurat sisi (linea literalis) terputus dibagian tengah badan kemudian berlanjut, tetapi
letaknya lebih ke bawah dari pada letak garis yang memanjang di atas sirip dada. Sirip
punggung, sirip perut, dan sirip dubur mempunyai jari-jari keras dan tajam seperti duri.
Sirip punggungnya berwarna hitam dan sirip dadanya juga tampak hitam. Bagian pinggir
sirip punggung berwarna abu-abu atau hitam (Amri, 2002).

Gambar 1. Ikan nila secara morfologi

Tabel 1. Komposisi ikan nila per 100 gram


Kandungan Gizi Kandungan Gizi
Energi (kal) 89,00 Besi (mg) 1,50
Protein (g) 18,70 Vitamin A (RE) 6,00
Lemak (g) 1,00 Vitamin C (mg) 0
Karbohidrat (g) 0 Vitamin B (mg) 0,03
Kalsium (mg) 96,00 Air (g) 79,70
Fosfor (mg) 29,00 BOD (%) 80,00
Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (2004)
2. Ikan Tenggiri (Scomberomorus commersonii)
Tabel 1. Kandungan gizi ikan tenggiri (Scomberomorus commersonii)
No Komposisi Kandungan
1 Air (%) 75,38
2 Protein (%) 20,19
3 Lemak (%) 2,03
4 Abu (%) 1,54
Abu termasuk dalam data dasar zat gizi sebagai salah satu komponen proksimat
dalam pangan. Abu menyediakan sebuah perkiraan kandungan total mineral pangan.
Mineral dalam abu berada dalam bentuk logam oksida, fosfat, nitrat, sulfat, klorida dan
halida lainnya (Fennema 1996).
Menurut Daramola et al. (2007), kadar abu dipengaruhi oleh ukuran ikan serta
rasio antara daging dan tulang. Kadar abu ikan tenggiri dengan metode penanganan
nelayan dan peneliti selama proses penanganan tidak mengalami perubahan disebabkan
ukuran ikan yang digunakan sebagai sampel relatif seragam.
Kandungan protein ikan erat sekali kaitannya dengan kandungan lemak dan air.
Ikan yang mengandung lemak rendah rata-rata memiliki nilai protein dalam jumlah
besar. Daging ikan memiliki sedikit sekali tenunan pengikat (tendon) sehingga sangat
mudah dicerna oleh enzim autolisis. Hasil autolisis tersebut menjadi media yang cocok
untuk pertumbuhan mikroorganisme (Adawyah 2006).
Asam amino dibagi dalam dua kelompok utama, yaitu asam amino esensial dan
nonesensial. Asam amino esensial tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus
disuplai lewat makanan, sedangkan asam amino nonesensial dapat diproduksi dalam
tubuh. Berbagai jenis asam amino menyatu dalam ikatan peptida menghasilkan protein.
Asam-asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh manusia ialah histidin, isoleusin,
leusin, lisin, metionin, arginin, phenilalanin, treonin, triptofan, dan valin, sedangkan
asam-asam amino non esensial ialah alanin, aspargin, sistein, asam glutamat, glutamin,
asam aspartat, glisin, hidroksiprolin, dan tirosin. Adapun kandungan asam amino untuk
ikan tenggiri hasil penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Asam amino ikan tenggiri (Scomberomorus commersonii)


No Jenis asam amino Kadar asam amino (mg/g N)
Asam amino esensial
1 Treonin 243
2 Valin 268
3 Metionin 122
4 Isoleusin 215
5 Leusin 406
6 Phenilalanin 206
7 Lisin 297
8 Histidin 93
9 Arginin 387
10 Triptopan 65
Asam amino non esensial
11 Asam aspartat 566
12 Asam glutamat 953
13 Serin 271
14 Glisin 307
14 Alanin 280
15 Prolin 245
16 Tirosin 187
17 Sistin 80
3. Ikan Lele
Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan yang
cukup popular di masyarakat. Ikan ini berasal dari benua Afrika dan pertama kali
didatangkan ke Indonesia pada tahun 1984. Ikan lele atau ikan keli, adalah sejenis ikan
yang hidup di air tawar. Lele mudah dikenali karena tubuhnya yang licin, agak pipih
memanjang, serta memiliki "kumis" yang panjang, yang mencuat dari sekitar bagian
mulutnya (Andrianto, 2005).
Ikan lele merupakan salah satu bahan makanan bergizi yang mudah dihidangkan
sebagai lauk. Kandungan gizi ikan lele sebanding dengan daging ikan lainnya. Beberapa
jenis ikan, termasuk ikan lele mengandung protein lebih tinggi dan lebih baik
dibandingkan dengan daging hewan. Nilai gizi ikan lele meningkat apabila diolah
dengan baik. Kandungan gizi ikan (termasuk ikan lele) dan lele goreng menurut hasil
analisis komposisi bahan makan per 100 g (Abbas, 2001) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi zat gizi ikan lele segar 100 g
Komposisi kimia Nilai gizi
Air 76,0 g
Protein 17,0 g
Lemak 4,5 g
Karbohidrat 0g
Kalsium 20 mg
Fosfor 200 mg
Besi 1,0 mg
Vitamin A 150
Vitamin B1 0,05
Sumber : Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Puslitbang Depkes RI, 1991
Keunggulan ikan lele dibandingkan dengan produk hewan lainnya adalah kaya
akan leusin dan lisin. Leusin (C6H13NO2) merupakan asam amino esensial yang sangat
diperlukan untuk pertumbuhan anak-anak dan menjaga keseimbangan nitrogen. Leusin
juga berguna untuk perombakan dan pembentukan protein otot. Sedangkan lisin
merupakan salah satu dari 9 asam amino esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
dan perbaikan jaringan (Zaki, 2009).
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah. 2006. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hal 1-2.

Ahmad, R. Imran, A. Bilal, M. Institute of Home and Food Sciences, Government College
University Faisalabad, Pakistan. http://dx.doi.org/10.5772/intechopen.77045

Andrianto, I. T. T. 2005. Pedoman Praktis Budidaya Ikan Lele. Absolut. Yogyakarta.

Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. 1991. Komposisi
Zat Gizi, Depertemen Kesehatan, Bogor.

Fennema, Owen R. 1996. Food Chemistry Third Edition. Marcel Dekker Inc. New York.

Susilawati. 2001. Pengetahuan bahan Hasil Hewani daging. Buku Ajara. Universitas Lampung.
Bandar Lampung.

Whitehead, G. K. 1994. Nencylopedia of Deer. Shrewbury : Swann Hill Press.

Zaki. 2009. Budidaya Ikan Lele (Clarias batrachus).

Anda mungkin juga menyukai