Anda di halaman 1dari 10

PENGUJIAN DAGING AYAM

Oleh:
Dena Santa Prasasti, SKH B94164112
Muamar Darda, SKH B94164138
Puput Werdhiwati, SKH B94164144

Dosen Pembimbing:
Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, M.Si

DIVISI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging didefinisikan sebagai bagian hewan yang dapat dikonsumsi atau


digunakan sebagai makanan. Definisi tersebut diperluas juga dengan disertainya
otot-otot, organ-organ seperti hati dan ginjal, otak, dan jaringan yang dapat dimakan
lainnya (Lawrie 1985). Daging yang umum dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia
adalah daging yang berasal dari sapi dan unggas terutama ayam. Jumlah konsumsi
daging ayam masyarakat Indonesia lebih besar jika dibandingkan dengan konsumsi
daging sapi. Menurut BPS (2017), konsumsi daging ayam per kapita per minggu
masyarakat Indonesia adalah sebesar 0,103 kg pada tahun 2015 dan diperkirakan
terus meningkat dari tahun ke tahun. Sedangkan konsumsi dagng sapi per kapita
per minggu masyarakat Indonesia adalah sebesar 0,008 kg pada tahun 2015. Salah
satu faktor yang memengaruhi konsumsi daging ayam lebih tinggi dibandingkan
dengan daging sapi adalah harganya yang relatif lebih murah. Sehingga sebagian
besar masyarakat Indonesia dapat mengonsumsi daging ayam.
Daging ayam merupakan salah satu produk hewan yang berfungsi sebagai
sumber protein hewani. Protein pada daging ayam mentah dengan kualifikasi sudah
dihilangkan kulit dan tulangnya mencapai 22,50% per 100 gram dan pada daging
ayam yang sudah dimasak dapat mencapai 30%. Peningkatan kandungan protein
pada daging ayam yang sudah dimasak sebanding dengan kandungan airnya.
Kandungan air pada daging ayam mentah adalah 73,90% dan pada daging yang
sudah dimasak adalah sekitar 65% (USDA 2017). Menurut Lawrie (1985) protein
dalam daging memiliki fungsi untuk memperbaiki dan membantu pertumbuhan
struktur jaringan aktif yang ada didalam tubuh. Sehingga daging ayam merupakan
salah satu sumber makanan yang sangat fungsional bagi manusia.
Karakteristik fisik daging segar sangat memengaruhi daya tarik konsumen
untuk membeli daging. Faktor yang memengaruhi kualitas daging untuk
dikonsumsi meliputi warna, keempukan, tekstur, flavor (cita rasa), aroma (bau), dan
kesan jus daging (juiciness) (Soeparno, 2005). Disamping itu susut masak atau
cooking lost juga menentukan kualitas daging. Daging dapat dikatakan segar jika
antara waktu pemotongan dan waktu penyimpanan daging relatif cukup dekat.
Banyak daging segar yang dijual di pasar tradisional mengalami penurunan kualitas
fisik daging (perubahan warna, bau, konsistensi) dan terkontaminasi mikroba yang
ada di lingkungan karena jarak waktu pemotongan dan penyimpanan yang terlalu
lama.
Pemeriksaan daging penting dilakukan untuk menentukan kualitas daging.
Kualitas daging akan memengaruhi perilaku konsumen terhadap pemilihan daging
yang akan dikonsumsi serta dapat digunakan sebagai penentuan layak atau tidaknya
suatu daginng untuk dikonsumsi. Pemeriksaan daging yang akan dilakukan
meliputi uji organoleptik (bau, warna, konsistensi), pengukuran pH, pemeriksaan
kesempurnaan pengeluaran darah, pemeriksaan awal pembusukan (Uji Eber, uji
Postma, uji H2S), cooking loss dan drip loss.
Tujuan

Tujuan pemeriksaan daging ayam segar adalah untuk mengetahui kualias


daging ayam segar yang beredar di pasaran dan kelayakan daging untuk dikonsumsi
oleh konsumen.

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Broiler

Masyarakat Indonesia sudah banyak mengenal ayam broiler karena secara


umum daging ayam yang beredar di pasar adalah daging ayam broiler. Ayam ras
pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan
dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam
memproduksi daging ayam (Yuwanta 2004). Menurut Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan RI (2016) jumlah populasi ayam ras petelur di
Indonesia adalah 1.592.669.400 ekor dan mengalami pertumbuhan populasi tahun
2016 terhadap tahun 2015 sebesar 4,21%. Hal tersebut membuktikan bahwa
produksi ayam pedaging di Indonesia semakin meningkat.

Karkas Ayam Pedaging

Menurut BSN (2009) dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor


3924:2009, karkas ayam adalah bagian tubuh ayam setelah dilakukan
penyembelihan secara halal sesuai dengan CAC/GL 24-1997 (Codex Alimentarius
Commission/ Guidelines for use of the term Halal), pencabutan bulu dan
pengeluaran jeroan, tanpa kepala, leher, kaki, paruparu, dan atau ginjal, dapat
berupa karkas segar, karkas segar dingin, atau karkas beku. Karkas yang beredar di
pasaran dapat berupa karkas segar atau karkas beku. Karkas segar adalah karkas
yang diperoleh tidak lebih dari 4 jam setelah proses pemotongan dan tidak
mengalami perlakuan lebih lanjut. Sedangkan karkas segar dingin adalah karkas
yang didinginkan setelah proses pemotongan sehingga temperatur bagian dalam
daging (internal temperature) antara 0 C sampai dengan 4 C. Selain karkas segar,
terdapat juga karkas beku yaitu karkas segar yang telah mengalami proses
pembekuan di dalam blast freezer dengan temperatur bagian dalam daging
minimum -12 C.

Kandungan Gizi Daging Ayam

Daging ayam merupakan salah satu bahan makanan yang dapat diterima
semua golongan masyarakat dan cukup mudah diolah menjadi produk olahan yang
bernilai tinggi, mudah disimpan, dan mudah dikonsumsi (Priyatno 2003). Daging
ayam mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Kandungan gizi daging ayam dapat
dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia daging ayam dalam 100 gram bahan


Komponen Jumlah
Kalori (g) 30,20
Protein (g) 18,20
Lemak (g) 25,00
Karbohidrat (g) 0,00
Kalsium (mg) 14,00
Fosfor (mg) 200,00
Besi (mg) 1,50
Vitamin A (SI) 810,10
Vitamin B1 (mg) 0,08
Vitamin C (mg) 0,00
Air (g) 55,90
Berat dapat dimakan (%) 58,80
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996)

METODOLOGI

Pemeriksaan Daging Ayam Segar

Uji organoleptik
Alat dan bahan yang diperlukan dalam uji organoleptik antara lain adalah
daging ayam segar dan cawan petri. Contoh daging ayam segar diamati warnanya
secara langsung menggunakan indra penglihatan dan diperiksa aroma atau baunya
menggunakan indra pencium serta diperiksa konsistensinya. Hasil uji organoleptik
merupakan uji kualitatif yang setiap orang dapat menghasilkan interpretasi yang
berbeda.

Pengukuran Nilai pH daging dengan pH meter


Pengukuran pH daging ayam segar dilakukan secara langsung
menggunakan pH meter. Sebelum dilakukan pengukuran, pH meter dikalibrasi
menggunakan larutan standar ber pH 4,0 lalu dengan larutan ber pH 7,0 atau lebih
tinggi. Setiap selesai pencelupan atau pengukuran pH daging contoh, gelas
elektrode harus selalu dibilas dengan aquades dan dikeringkan menggunakan kertas
tissue secara hati-hati. Selanjutnya gelas elektrode ditempelkan pada daging ayam
yang sebelumnya sudah disayat menggunakan pisau atau gunting (sayatan pada
daging berguna sebagai ruang gelas elektrode pH meter) dalam beberapa waktu
sampai nilai pH terbaca konstan. Pengukuran nilai pH dilakukan dua kali pada
lokasi yang berbeda dan nilai akhir pH merupakan rerata dari dua nilai pH yang
terbaca dalam pH meter.
Pemeriksaan Kesempurnaan Pengeluaran Darah
Pemeriksaan kesempurnaan pengeluaran darah pada contoh daging ayam
segar menggunakan reagen malachite green dan H2O2 3%. Prosedur pertama dalam
pemeriksaaan kesempurnaan pengeluaran darah adalah membuat ekstrak daging.
Ekstrak daging dibuat dengan cara memotong-motong 6 gram daging ayam menjadi
bagian yang kecil kemudian dimasukkan kedalam 14 mL aquades. Campuran
potongan daging dengan aquades di goyang-goyang atau dihomogenkan di dalam
Erlenmeyer dan didiamkan selama 15 menit. Proses selanjutnya adalah menyaring
campuran daging dengan aquades menggunakan kertas saring dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi sebanyak 0,7 mL. Satu tetes reagen malachite green dan H2O2
3% dimasukkan ke dalam 0,7 mL ekstrak daging ayam serta didiamkan selama 20
menit pada suhu kamar. Setelah 20 menit campuran tersebut dibaca hasilnya. Hasil
campuran berwarna biru menunjukkan bahwa pengeluaran darah sempurna.
Sedangkan hasil berwarna hijau dan keruh menunjukkan bahwa pengeluaran darah
tidak sempurna.

Pemeriksaan Cooking Loss


Pemeriksaan cooking loss bertujuan untuk mengetahui persentase air yang
keluar dari daging akibat pemanasan. Contoh daging ayam sebanyak 70-100 gram
(a gram) dimasukkan ke dalam plastik dan ditali sedemikian rupa ssehingga tidak
ada udara dalam kantung plastik. Selanjutnya contoh daging dipanaskan dalam
penangas air sekitar 50 menit pada suhu 75 oC. Setelah itu kantung plastik dialirkan
air kran selama 40 menit. Kemudian daging yang sudah dialiri air kran dikeluarkan
dari kantung plastik dan dikeringkan menggunakan kertas tissue tanpa menekan
daging. Daging yang sudah dikeringkan ditimbang kembali (b gram). Persentase air
yang hilang selama pemanasan atau cooking loss dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut:

()
% cooking loss = x 100%

Pemeriksaan Drip Loss


Sepotong daging ayam sebanyak 5 g (a gram) digantung menggunakan
benang pada rangkaian kawat khusus dan dimasukkan ke dalam kantung plastik.
Posisi daging diatur hingga daging tidak bersentuhan dengan plastik. Selanjutnya
daging disimpan di dalam lemari es pada suhu 7 C selama 48 jam. Setelah 48 jam,
daging dikeluarkan dan permukaan daging dikeringkan menggunakan kertas tissue
secara perlahan-lahan tanpa menekan daging. Selanjutnya daging yang sudah
dikeringkan ditimbang (b gram). Persentase drip Loss daging ayam dihitung
menggunakan rumus berikut:

()
% drip loss =
x 100%
Pemeriksaan Awal Kebusukan
Pemeriksaan awal kebusukan daging ayam dilakukan menggunakan tiga
jenis uji, yaitu uji eber, uji Potsma, dan uji H2S. Prosedur masing-masing uji
dijabarkan sebagai berikut:

1. Uji Eber
Prinsip dari uji Eber adalah pembentukan senyawa NH4Cl yang terlihat
seperti awan putih akibat reaksi dari gas NH3 yang dihasilkan pada awal proses
pembusukan daging dan reagen Eber. Contoh daging dipotong sebesar kacang tanah
dan ditusukkan pada lidi dari sumbat tabung. Reagen eber (1 bagian HCl pekat, 3
bagian olkohol 96 %, 1 bagian eter) dituangkan ke dalam tabung reaksi dengan
perkiraan tidak akan membasahi contoh daging jika dimasukkan ke dalam tabung.
Daging dimasukkan perlahan dan sesegera mungkin ke dalam tabung reaksi. Reaksi
yang terjadi di sekitar daging diamati dengan teliti. Reaksi positif jika terbentuk
awan putih pada sekitar daging dan reaksi negatif jika tidak terbentuk awan putih
pada sekitar daging.

2. Uji Postma
Prinsip uji Postma adalah pemanasan dan penambahan MgO akan
mempercepat pelepasan gas NH3 yang terbentuk dari proses awal pembusukan
daging. Gas yang bersifat basa ini akan ditangkap oleh kertas lakmus merah dan
akan mengubahnya menjadi warna biru. Ekstrak daging dibuat dengan cara
mencampur 1 bagian daging dengan 10 bagian aquades di erlenmeyer, kemudian
dimasukkan ke dalam stomacher (1 menit). Ekstrak kemudian di saring dan di ambil
filtratnya. 1 gram MgO dimasukkan ke dalam cawan petri. Kemudian 10 ml filtrat
ekstrak daging dimasukkan ke dalam cawan petri. Pada permukaan bagian dalam
dan luar tutup cawan petri direkatkan kertas lakmus merah yang sudah dibasahi
dengan aquades. Cawan petri ditutup dan isinya dihomogenkan secara hati-hati.
Cawan petri kemudian dipanaskan di penangas air bersuhu 50 oC selama 5 menit
kemudian kertas lakmus diamati perubahan warnanya. Hasil positif ditunjukkan
dengan berubahnya kertas lakmus merah menjadi biru dan hasil negatif ditunjukkan
dengan tidak adanya perubahan warna kertas lakmus merah. Sedangkan hasil
dubius adalah perubahan kertas lakmus merah menjadi merah-biru.

3. Uji H2S
Gas H2S yang dihasilkan pada awal proses pembusukan akan bereaksi
dengan Pb-asetat dan menghasilkan warna hitam. Prinsip uji H2S yaitu reaksi : H2S
(gas) + Pb-asetat PbS (hitam) + asam asetat. Contoh daging ayam dipotong kecil-
kecil dan dimasukkan ke dalam cawan petri. Selanjutnya menutup cawan petri
dengan kertas saring dan meneteskan Pb asetat diatas kertas saring. Penutupan
cawan petri tidak dilakukan terlalu rapat. Selanjutnya diamati ada tidaknya gas H2S
yang berikatan dengan Pb asetat. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya warna
coklat disekitar tetesan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pemeriksaan contoh daging ayam segar yang meliputi uji


organoleptik, pengukuran pH, pemeriksaan kesempurnaan pengeluaran darah, uji
awal pembusukan, drip loss, dan cooking loss tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil pemeriksaan daging ayam


Uji Organoleptik Hasil
Warna Krem
Bau Khas daging ayam
Konsistensi Kenyal
Pengukuran pH
pH (Langsung) 5,93
Kesempurnaan pengeluaran darah
Uji menggunakan reagen malacite green pengeluaran darah sempurna
Uji awal pembusukkan
Uji H2S -
Uji Eber -
Uji Postma -
Uji Pelepasan air
Drip loss 3,75%
Cooking loss 28,86%

Daging ayam merupakan otot skeletal dari karkas ayam yang aman, layak,
dan lazim dikonsumsi manusia (SNI 3924: 2009). Kualitas daging ayam dapat
diketahui melalui beberapa prosedur pemeriksaan. Salah satu penentu kualitas
daging ayam yang mudah diamati adalah warna. Warna daging merupakan
karakteristik utama yang mudah teridentifikasi secara visual untuk menunjukkan
kualitas daging. Warna daging ditentukan oleh mioglobin yaitu pigmen daging dan
hemoglobin yaitu pigmen darah. Kandungan mioglobin dipengaruhi oleh genetik,
umur, pakan, aktivitas otot, spesies, dan teknik pemotongan, serta reaksi-reaksi
pada mioglobin (Lukman et al. 2009). Warna contoh daging ayam segar yang
diperiksa adalah krem atau putih kekuningan. Warna yang tervisualisai masih
termasuk warna daging ayam yang baik atau tidak menyimpang. Menurut Usmiati
(2010), daging ayam merupakan daging putih yaitu mempunyai serat yang lebih
besar dan lebar dibandingkan dengan daging merah. Daging putih juga memiliki
sedikit hemoglobin, mitokondria, dan enzim respirasi yang berhubungan dengan
aktivitas otot yang singkat/cepat serta mempunyai kandungan glikogen yang tinggi.
Konsistensi contoh daging ayam yang diperiksa adalah kenyal. Konsistensi
kenyal pada daging ayam dipengaruhi oleh kandungan air yang tinggi (Usmiati
2010). Aroma atau bau daging ayam yang diperiksa adalah khas bau daging ayam.
Sehingga contoh daging ayam segar masih dalam kondisi segar dan tidak busuk
(tidak ada bau anyir ataupun menyengat). Pengukuran pH secara langsung
menggunakan pH meter pada contoh daging ayam segar adalah 5,93. Nilai pH
tersebut merupakan pH akhir (pH terendah) yang dicapai pada otot setelah
penyembelihan. Nilai pH daging tidak akan pernah mencapai nilai dibawah 5,3
karena pada pH tersebut enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak
aktif bekerja. Penurunan nilai pH yang bertahap dalam daging dan relatif konstan
disebabkan adanyan zat-zat buffer di dalam daging yang berperan dalam melepas
dan menangkap ion H+ dalam daging (Lukman 2010).
Pemeriksaan kualitas daging ayam segar melalui uji kesempurnaan
pengeluaran darah penting dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya hemoglobin
yang tertinggal. Uji ini menggunakan indikator malacite green yang akan
teroksidasi oleh adanya hemoglobin dan H2O2. Jika malacite green berubah
menjadi warna biru maka pengeluaran darah sempurna. Contoh daging ayam segar
yang diuji telah mengalami pengeluaran darah yang sempurna. Pengeluaran darah
yang tidak sempurna akan memperpendek daya simpan daging karena darah
merupakan media tumbuh yang baik bagi bakteri sehingga pembusukan lebih cepat
terjadi.
Uji awal pembusukan yang dilakukan alam pemeriksaan ini adalah uji Eber,
uji Postma dan uji H2S. Ketiga jenis uji berkorelasi positif terhadap hasil uji yang
menunjukkan hasil negatif sehingga dapat disimpulkan bahwa contoh daging ayam
segar belum memasuki fase awal pembusukan. Hasil negatif dari uji Eber
ditunjukkan dengan tidak terbentuknya awan putih disekitar daging. Sedangkan jika
hasil uji Eber positif akan terlihat awan putih disekitar daging akibat reaksi gas NH3
yang dihasilkan pada proses awal pembusukan dengan reagen Eber membentuk
senyawa NH4Cl. Hasil negatif dari uji Postma ditunjukkan dengan tidak adanya
perubahan kertas lakmus merah menjadi biru oleh gas NH3 akibat pemanasan dan
penambahan MgO. Sedangkan hasil negatif dari uji H2S ditunjukkan dengan tidak
terbentuknya endapan warna hitam pada kertas saring yang ditetesi Pb-asetat
(Lukman et al. 2014).
Hasil pemeriksaan cooking loss pada daging ayam segar sebesar 28,86%.
Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 28,86% dalam daging berisi air yang telah
dilepaskan oleh protein akibat rusaknya susunan selular protein semasa pemanasan.
Uji drip loss dilakukan untuk mengetahui persentase air yang dibebaskan oleh
daging pada suhu dingin (sekitar 7 oC) dalam waktu 48 jam. Hasil pengujian contoh
daging ayam segar terhadap air yang dibebaskan atau drip loss adalah 4%. Drip
loss sangat mempengaruhi kualitas daging karena semakin tinggi daya ikat airnya
maka semakin kecil nilai drip loss-nya sehingga semakin baik kualitas daging
tersebut. Drip loss merupakan salah satu pengukuran daya ikat air. Air bebas (free
water) akan dilepaskan dari protein otot sejalan dengan penurunan pH otot
(Lukman et al. 2014). Drip loss merupakan salah satu cara untuk mengetahui
adanya proses perombakan protein karena protein dapat mengikat air dalam daging.
Protein daging yang rusak dalam jumlah banyak akan menyebabkan keluarnya air
dalam jumlah banyak, kerusakan protein merupakan salah satu tanda bahwa daging
tersebut sudah berada dalam rentang waktu lama dari antara proses pemotongan
dan penyediaan daging ayam.
SIMPULAN

Berdasarkan semua jenis pemeriksaan contoh daging ayam segar, daging


ayam memiliki kualitas yang baik. Daging ayam segar yang diperiksa telah
mengalami pengeluaran darah yang sempurna. Hasil pemeriksaan drip loss
menunjukkan bahwa contoh daging ayam masih dalam kondisi penyediaan yang
belum lama. Sehingga contoh daging ayam segar layak untuk dikonsumsi.

DAFTAR PUSTAKA

Aberle ED, Forrest JC, Gerrard DE, Mills EW.2001. Principles of meat science.
Iowa (USA): Kendal/Hunt Publishing.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Rata-rata konsumsi per kapita seminggu
beberapa macam bahan makanan penting, 2007-2015. Jakarta (ID): Biro
Pusat Statistik.
[Direktorat Gizi Depkes RI] Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta (ID): Bhratara.
[Dirjennakkeswan] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan RI. 2006.
Populasi dan Produksi Peternakan di Indonesia. Jakarta
(ID): DirKesmavet Dirjennakkeswan Kementrian Pertanian Republik
Indonesia.
Lawrie RA. 1985. Meat Science, 4th edition. New York (USA): Pergamon Press.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono
RR. 2009. Higiene Pangan. Pisestyani H [Editor]. Bogor (ID): FKH IPB.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono
RR. 2014. Penuntun Praktikum: Higiene Pangan Asal Hewan. Pisestyani H
[Editor]. Bogor (ID): FKH IPB.
Lukman DW. 2010. Hiegene pangan dan kesmavet: Nilai pH daging (1). [Internet].
[Diunduh 2017 Apr 22]; Tersedia pada: http://higiene-
pangan.blogspot.co.id/2010/01/nilai-ph-daging.html.
Priyatno MA. 2003. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2009. SNI 3924:2009: Mutu Karkas dan Daging
Ayam. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Soeparno 2005. Ilmu dan Teknologi Daging Edisi ke-4. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada University Pr.
[USDA] United States Department of Agriculture. USDA Food Compotition
Database; Nutrient list. [Internet]. [Diunduh 2017 Apr 20]; Tersedia pada:
https://ndb.nal.usda.gov/ndb/nutrients/report/nutrientsfrm?max=25&offset=
0&totCount=0&nutrient1=203&nutrient2=255&nutrient3=&subset=0&fg=
5&sort=f&measureby=g.
Usmiati S. 2010. Pengawetan daging segar dan olahan. [Artikel]. Bogor (ID): Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Kampus
Penelitian pertanian.
Yuwanta T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai