Oleh:
Dena Santa Prasasti, SKH B94164112
Muamar Darda, SKH B94164138
Puput Werdhiwati, SKH B94164144
Dosen Pembimbing:
Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, M.Si
Latar Belakang
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Broiler
Daging ayam merupakan salah satu bahan makanan yang dapat diterima
semua golongan masyarakat dan cukup mudah diolah menjadi produk olahan yang
bernilai tinggi, mudah disimpan, dan mudah dikonsumsi (Priyatno 2003). Daging
ayam mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Kandungan gizi daging ayam dapat
dilihat pada Tabel 1.
METODOLOGI
Uji organoleptik
Alat dan bahan yang diperlukan dalam uji organoleptik antara lain adalah
daging ayam segar dan cawan petri. Contoh daging ayam segar diamati warnanya
secara langsung menggunakan indra penglihatan dan diperiksa aroma atau baunya
menggunakan indra pencium serta diperiksa konsistensinya. Hasil uji organoleptik
merupakan uji kualitatif yang setiap orang dapat menghasilkan interpretasi yang
berbeda.
()
% cooking loss = x 100%
()
% drip loss =
x 100%
Pemeriksaan Awal Kebusukan
Pemeriksaan awal kebusukan daging ayam dilakukan menggunakan tiga
jenis uji, yaitu uji eber, uji Potsma, dan uji H2S. Prosedur masing-masing uji
dijabarkan sebagai berikut:
1. Uji Eber
Prinsip dari uji Eber adalah pembentukan senyawa NH4Cl yang terlihat
seperti awan putih akibat reaksi dari gas NH3 yang dihasilkan pada awal proses
pembusukan daging dan reagen Eber. Contoh daging dipotong sebesar kacang tanah
dan ditusukkan pada lidi dari sumbat tabung. Reagen eber (1 bagian HCl pekat, 3
bagian olkohol 96 %, 1 bagian eter) dituangkan ke dalam tabung reaksi dengan
perkiraan tidak akan membasahi contoh daging jika dimasukkan ke dalam tabung.
Daging dimasukkan perlahan dan sesegera mungkin ke dalam tabung reaksi. Reaksi
yang terjadi di sekitar daging diamati dengan teliti. Reaksi positif jika terbentuk
awan putih pada sekitar daging dan reaksi negatif jika tidak terbentuk awan putih
pada sekitar daging.
2. Uji Postma
Prinsip uji Postma adalah pemanasan dan penambahan MgO akan
mempercepat pelepasan gas NH3 yang terbentuk dari proses awal pembusukan
daging. Gas yang bersifat basa ini akan ditangkap oleh kertas lakmus merah dan
akan mengubahnya menjadi warna biru. Ekstrak daging dibuat dengan cara
mencampur 1 bagian daging dengan 10 bagian aquades di erlenmeyer, kemudian
dimasukkan ke dalam stomacher (1 menit). Ekstrak kemudian di saring dan di ambil
filtratnya. 1 gram MgO dimasukkan ke dalam cawan petri. Kemudian 10 ml filtrat
ekstrak daging dimasukkan ke dalam cawan petri. Pada permukaan bagian dalam
dan luar tutup cawan petri direkatkan kertas lakmus merah yang sudah dibasahi
dengan aquades. Cawan petri ditutup dan isinya dihomogenkan secara hati-hati.
Cawan petri kemudian dipanaskan di penangas air bersuhu 50 oC selama 5 menit
kemudian kertas lakmus diamati perubahan warnanya. Hasil positif ditunjukkan
dengan berubahnya kertas lakmus merah menjadi biru dan hasil negatif ditunjukkan
dengan tidak adanya perubahan warna kertas lakmus merah. Sedangkan hasil
dubius adalah perubahan kertas lakmus merah menjadi merah-biru.
3. Uji H2S
Gas H2S yang dihasilkan pada awal proses pembusukan akan bereaksi
dengan Pb-asetat dan menghasilkan warna hitam. Prinsip uji H2S yaitu reaksi : H2S
(gas) + Pb-asetat PbS (hitam) + asam asetat. Contoh daging ayam dipotong kecil-
kecil dan dimasukkan ke dalam cawan petri. Selanjutnya menutup cawan petri
dengan kertas saring dan meneteskan Pb asetat diatas kertas saring. Penutupan
cawan petri tidak dilakukan terlalu rapat. Selanjutnya diamati ada tidaknya gas H2S
yang berikatan dengan Pb asetat. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya warna
coklat disekitar tetesan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Daging ayam merupakan otot skeletal dari karkas ayam yang aman, layak,
dan lazim dikonsumsi manusia (SNI 3924: 2009). Kualitas daging ayam dapat
diketahui melalui beberapa prosedur pemeriksaan. Salah satu penentu kualitas
daging ayam yang mudah diamati adalah warna. Warna daging merupakan
karakteristik utama yang mudah teridentifikasi secara visual untuk menunjukkan
kualitas daging. Warna daging ditentukan oleh mioglobin yaitu pigmen daging dan
hemoglobin yaitu pigmen darah. Kandungan mioglobin dipengaruhi oleh genetik,
umur, pakan, aktivitas otot, spesies, dan teknik pemotongan, serta reaksi-reaksi
pada mioglobin (Lukman et al. 2009). Warna contoh daging ayam segar yang
diperiksa adalah krem atau putih kekuningan. Warna yang tervisualisai masih
termasuk warna daging ayam yang baik atau tidak menyimpang. Menurut Usmiati
(2010), daging ayam merupakan daging putih yaitu mempunyai serat yang lebih
besar dan lebar dibandingkan dengan daging merah. Daging putih juga memiliki
sedikit hemoglobin, mitokondria, dan enzim respirasi yang berhubungan dengan
aktivitas otot yang singkat/cepat serta mempunyai kandungan glikogen yang tinggi.
Konsistensi contoh daging ayam yang diperiksa adalah kenyal. Konsistensi
kenyal pada daging ayam dipengaruhi oleh kandungan air yang tinggi (Usmiati
2010). Aroma atau bau daging ayam yang diperiksa adalah khas bau daging ayam.
Sehingga contoh daging ayam segar masih dalam kondisi segar dan tidak busuk
(tidak ada bau anyir ataupun menyengat). Pengukuran pH secara langsung
menggunakan pH meter pada contoh daging ayam segar adalah 5,93. Nilai pH
tersebut merupakan pH akhir (pH terendah) yang dicapai pada otot setelah
penyembelihan. Nilai pH daging tidak akan pernah mencapai nilai dibawah 5,3
karena pada pH tersebut enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak
aktif bekerja. Penurunan nilai pH yang bertahap dalam daging dan relatif konstan
disebabkan adanyan zat-zat buffer di dalam daging yang berperan dalam melepas
dan menangkap ion H+ dalam daging (Lukman 2010).
Pemeriksaan kualitas daging ayam segar melalui uji kesempurnaan
pengeluaran darah penting dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya hemoglobin
yang tertinggal. Uji ini menggunakan indikator malacite green yang akan
teroksidasi oleh adanya hemoglobin dan H2O2. Jika malacite green berubah
menjadi warna biru maka pengeluaran darah sempurna. Contoh daging ayam segar
yang diuji telah mengalami pengeluaran darah yang sempurna. Pengeluaran darah
yang tidak sempurna akan memperpendek daya simpan daging karena darah
merupakan media tumbuh yang baik bagi bakteri sehingga pembusukan lebih cepat
terjadi.
Uji awal pembusukan yang dilakukan alam pemeriksaan ini adalah uji Eber,
uji Postma dan uji H2S. Ketiga jenis uji berkorelasi positif terhadap hasil uji yang
menunjukkan hasil negatif sehingga dapat disimpulkan bahwa contoh daging ayam
segar belum memasuki fase awal pembusukan. Hasil negatif dari uji Eber
ditunjukkan dengan tidak terbentuknya awan putih disekitar daging. Sedangkan jika
hasil uji Eber positif akan terlihat awan putih disekitar daging akibat reaksi gas NH3
yang dihasilkan pada proses awal pembusukan dengan reagen Eber membentuk
senyawa NH4Cl. Hasil negatif dari uji Postma ditunjukkan dengan tidak adanya
perubahan kertas lakmus merah menjadi biru oleh gas NH3 akibat pemanasan dan
penambahan MgO. Sedangkan hasil negatif dari uji H2S ditunjukkan dengan tidak
terbentuknya endapan warna hitam pada kertas saring yang ditetesi Pb-asetat
(Lukman et al. 2014).
Hasil pemeriksaan cooking loss pada daging ayam segar sebesar 28,86%.
Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 28,86% dalam daging berisi air yang telah
dilepaskan oleh protein akibat rusaknya susunan selular protein semasa pemanasan.
Uji drip loss dilakukan untuk mengetahui persentase air yang dibebaskan oleh
daging pada suhu dingin (sekitar 7 oC) dalam waktu 48 jam. Hasil pengujian contoh
daging ayam segar terhadap air yang dibebaskan atau drip loss adalah 4%. Drip
loss sangat mempengaruhi kualitas daging karena semakin tinggi daya ikat airnya
maka semakin kecil nilai drip loss-nya sehingga semakin baik kualitas daging
tersebut. Drip loss merupakan salah satu pengukuran daya ikat air. Air bebas (free
water) akan dilepaskan dari protein otot sejalan dengan penurunan pH otot
(Lukman et al. 2014). Drip loss merupakan salah satu cara untuk mengetahui
adanya proses perombakan protein karena protein dapat mengikat air dalam daging.
Protein daging yang rusak dalam jumlah banyak akan menyebabkan keluarnya air
dalam jumlah banyak, kerusakan protein merupakan salah satu tanda bahwa daging
tersebut sudah berada dalam rentang waktu lama dari antara proses pemotongan
dan penyediaan daging ayam.
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Aberle ED, Forrest JC, Gerrard DE, Mills EW.2001. Principles of meat science.
Iowa (USA): Kendal/Hunt Publishing.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Rata-rata konsumsi per kapita seminggu
beberapa macam bahan makanan penting, 2007-2015. Jakarta (ID): Biro
Pusat Statistik.
[Direktorat Gizi Depkes RI] Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta (ID): Bhratara.
[Dirjennakkeswan] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan RI. 2006.
Populasi dan Produksi Peternakan di Indonesia. Jakarta
(ID): DirKesmavet Dirjennakkeswan Kementrian Pertanian Republik
Indonesia.
Lawrie RA. 1985. Meat Science, 4th edition. New York (USA): Pergamon Press.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono
RR. 2009. Higiene Pangan. Pisestyani H [Editor]. Bogor (ID): FKH IPB.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono
RR. 2014. Penuntun Praktikum: Higiene Pangan Asal Hewan. Pisestyani H
[Editor]. Bogor (ID): FKH IPB.
Lukman DW. 2010. Hiegene pangan dan kesmavet: Nilai pH daging (1). [Internet].
[Diunduh 2017 Apr 22]; Tersedia pada: http://higiene-
pangan.blogspot.co.id/2010/01/nilai-ph-daging.html.
Priyatno MA. 2003. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2009. SNI 3924:2009: Mutu Karkas dan Daging
Ayam. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Soeparno 2005. Ilmu dan Teknologi Daging Edisi ke-4. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada University Pr.
[USDA] United States Department of Agriculture. USDA Food Compotition
Database; Nutrient list. [Internet]. [Diunduh 2017 Apr 20]; Tersedia pada:
https://ndb.nal.usda.gov/ndb/nutrients/report/nutrientsfrm?max=25&offset=
0&totCount=0&nutrient1=203&nutrient2=255&nutrient3=&subset=0&fg=
5&sort=f&measureby=g.
Usmiati S. 2010. Pengawetan daging segar dan olahan. [Artikel]. Bogor (ID): Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Kampus
Penelitian pertanian.
Yuwanta T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta (ID): Kanisius.