dari daging, direbus, disuwir- suwir, dibumbui, digoreng dan dipres. (Anonim, 2007), dan
abon salah satu makanan kering yang terbuat dari daging. Abon ikan salah satu jenis
makanan olahan ikan yang diberi bumbu, diolah dengan cara pengukusan dan penggorengan.
Produk yang dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa gurih, bau khas, dan mempunyai
daya simpan yang relatif lama. Seperti halnya produk abon yang terbuat dari daging, abon
ikan cocok dikonsumsi sebagai pelengkap makan roti ataupun sebagai lauk-pauk dan untuk
makanan ringan (Suryani, 2007).
Abon pada umumnya memiliki komposisi zat gizi yang baik karena umumnya terbuat
dari olahan daging seperti daging sapi, ayam, dan ikan. abon diolah karena mempunyai tujuan
untuk menambah keanekaragaman pangan, dapat memperoleh pangan yang berkualitas tinggi
serta tahan selama penyimpanan, dan meningkatkan daya guna tahan mentahnya, abon adalah
sebagai salah satu bentuk olahan kering yang sudah dikenal masyarakat dikarenakan
harganya yang cukup terjangkau dan rasa nya gurih (fachruddin,1997). Proses pembuatan
abon melalui proses penggorengan. Selama proses penggorengan terjadi perubahan-
perubahan fisik, kimiawi baik pada bahan pangan yang digoreng maupun minyak gorengnya.
Suhu penggorengan yang lebih tinggi dari pada suhu normal (168-1960C) maka akan
menyebabkan degradasi minyak goreng yang berlangsung dengan cepat (antara lain
penurunan titik asap). Abon merupakan salah satu produk industri pangan yang memiliki
standar mutu yang telah ditetapkan oleh departemen perindrustrian. Penetapan standar mutu
merupakan bahwa produk tersebut baik untuk kesehatan salah satu nya abon ikan.
A. Uji Organoleptik
Organoleptik merupakan pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan
kesukaan dan kemauan untuk mempegunakan suatu produk. Uji Organoleptik atau uji
indera atau uji sensori sendiri merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera
manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk.
Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu.
Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan
kerusakan lainnya dari produk (Anonim. 2013).
Adapun syarat-syarat yang harus ada dalam uji organoleptik adalah adanya
contoh (sampel), adanya panelis, dan pernyataan respon yang jujur. Dalam penilaian
bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat
indrawinya. Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama menerima bahan,
mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan
yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut (Arbi,
2009).
B. Daya Terima
Daya terima makanan atau minuman dapat diukur dari tingkat kesukaan
seseorang yang menilainnya. Tujuan dari uji penerimaan adalah untuk mengetahui
apakah suatu komoditi atau sifat sensorik tertentu dapat diterima oleh masyarakat.
Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda beda tergantung selera dan
kesenangannya. Perbedaan suku, pengalaman, umur dan tingkat ekonomi seseorang
mempunyai penilaian tertentu terhadap jenis makanan atau minuman sehingga standar
kualitasnya sulit untuk ditetapkan. Walaupun demikian ada beberapa aspek yang
dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi dan higienis atau
kebersihan makanan tersebut (Lisda Juniarsy Rahardjo et al., 2019).
Daya penerimaan terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang
ditimbulkan oleh makanan melalui indera penglihatan, penciuman serta perasa atau
pencecap bahkan mungkin pendengar. Warna makanan memegang peranan utama
dalam penampilan makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata.
Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.
Sehingga faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya penerimaan terhadap
makanan yaitu rangsangan, cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu. Rasa suatu
makanan merupakan faktor penentu daya terima konsumen (Suarni & Kadir, 2016).
C. Uji Proksimat
Analisis proksimat pertama kali dikembangkan di Weende Experiment Station
Jerman oleh Hennerberg dan Stokmann. Analisis ini sering juga dikenal dengan
analisis WEENDE. Analisis proksimat menggolongkan komponen yang ada pada
bahan pakan berdasarkan komposisi kimia dan fungsinya yaitu : air (moisture), abu
(ash), protein kasar (crude protein), lemak kasar (ether extract), dan bahan ekstrak
tanpa nitrogen (nitrogen free extract) (Aminah, 2019). Menurut Koswara (Koswara,
2006) menyebutkan bahwa analisis makronutrien dapat dilakukan dengan analisis
proksimat. Metode analisis proksimat meliputi kadar abu dengan metode pengabuan
kering (dryashing) menurut AOAC 2005, kada air dengan metode oven menurut
AOAC 2005, kadar lemak dengan metode soxhlet menurut AOAC 2005, kadar
protein dengan metode kjeldahl menurut AOAC 2005 dan karbohidrat dengan metode
by different.
Analisis proksimat memiliki beberapa keunggulan yakni merupakan metode
umum yang digunakan untuk mengetahui komposisi kimia suatu bahan pangan, tidak
membutuhkan teknologi yang canggih dalam pengujiannya, menghasilkan hasil
analisis secara garis besar, dapat menghitung nilai total digestible nutrient (TDN) dan
dapat memberikan penilaian secara umum pemanfaatan dari suatu bahan pangan.
Analisis proksimat juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya tidak dapat
menghasilkan kadar dari suatu komposisi kimia secara tepat, tidak dapat menjelaskan
tentang daya cerna serta testur dari suatu bahan pangan (Elisa, 2012).
Kontribusi energi dari lemak sebaiknya sekitar 35% pada anak usia 1-3 tahun,
30% pada usia 4-18 tahun dan 25% pada orang dewasa. Perbaikan menu dengan
komposisi energi asam lemak ini sangat penting agar upaya pencegahan penyakit
kronik degeneratif sedini mungkin dapat tercapai (WHO, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Suryani A, Erliza Hambali, Encep Hidayat. 2007. Membuat Aneka Abon . Penebar Swadaya.
Jakarta.
Arbi, P.2009. “Analisa Kelayakan dan Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong-
Studi Kasus : Desa Jati Kesuma, Kecamatan Namo Rambe, Kecamatan Deli
Serdang”. Skripsi Universitas Sumatra Utara. Medan.
Lisda Juniarsy Rahardjo, Asrul Bahar, & Annis Catur Adi. (2019). Pengaruh Kombinasi
Kacang Kedelai (Glycine Max) Dan Kacang Tunggak (Vigna Unguiculata (L) Walp.)
Yang Diperkaya Biji Nangka (Artocarpus Heterophyllus) Terhadap Daya Terima
Dan Kadar Protein Snack Bar . Amerta Nutrition, 3(1), 71–77.
https://doi.org/10.2473/amnt.v3i1.2019.71-77
A. Abd Kadir.(2016). Kebiasaan Makan Dan Gangguan Pola Makan Serta Pengaruhnya
Terhadap Status Gizi Remaja.
http://ojs.unm.ac.id/index.php/pubpend/issue/view/251/showToc
Aminah, Siti. 2010. Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifat Organoleptik
Tempe Pada Pengulangan Penggorengan. Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 01 No. 01.
WHO (2008). The global burden of diseases: 2004 update Geneva: World
HealthOrganization.
http://www.who.int/healthinfo/global_burden_disease/G BD_report_2004update_full
Julianti, Elisa., dan Mimi Nurminah. (2012). Teknologi Pengemasan. Departemen Teknologi
Pertanian, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara