Anda di halaman 1dari 20

USULAN PENELITIAN

KUALITAS KIMIA, FISIK, DAN SENSORIS KORNET


DAGING KALKUN DENGAN IMBANGAN FILLER
UBI JALAR (Ipomea batatas L.) DAN KENTANG
(Solanum tuberasum L.)

Oleh

IBRAHIM FAISAL HUTOMO


11/317609/PT/06115

Program Studi Ilmu dan Industri Peternakan

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017

1
USULAN PENELITIAN
MAHASISWA FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
PROGRAM STUDI ILMU DAN INDUSTRI PETERNAKAN
Diajukan oleh :
Nama Mahasiswa : Ibrahim Faisal Hutomo
Nomor Mahasiswa : 11/317609/PT/06115
Alamat : Pogung Dalangan RT 11 RW 50 Sinduadi
Dibawah Bimbingan
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Setiyono, SU.
Pembimbing Pendamping : Ir. Jamhari, M.Agr.Sc
JUDUL :
KUALITAS KIMIA, FISIK, DAN SENSORIS KORNET
DAGING KALKUN DENGAN IMBANGAN FILLER
UBI JALAR (Ipomea batatas L.) DAN KENTANG
(Solanum tuberasum L.)
Yogyakarta 2017

Ibrahim Faisal Hutomo


Telah Diperiksa dan Disetujui
Pembimbing Utama Tanggal

Dr. Ir. Setiyono, SU.


NIP. 195403101980101001
Pembimbing Pendamping Tanggal

Ir. Jamhari, M.Agr.Sc


NIP. 196707111992031001
Mengetahui
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan

Budi Guntoro, S.Pt., M.SC., Ph.D.


NIP. 1970088291996011001

2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi
kebutuhan gizi, selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula
keandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Judge et
al. (1989), menyatakan bahwa daging dapat didefinisikan sebagai semua
jaringan hewan baik yang berupa bagian dari karkas, organ kelenjar dan
semua produk hasil dari pengolahan jaringan-jaringan yang dapat dimakan
dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya.
Daging unggas merupakan salah satu bahan makanan berprotein
tinggi kurang lebih 18,2%. Selain kandungan proteinnya yang tinggi rasanya
juga lezat sehingga disukai kebanyakan masyarakat. Kalkun merupakan
salah satu jenis aneka ternak unggas yang mulai dikembangkan sebagai
sumber protein hewani karena mempunyai keunggulan di samping
dagingnya yang lezat juga berprotein tinggi, kandungan lemak, dan
kolesterolnya sangat rendah jika dibandingkan dengan daging ayam
kampung dan daging ternak lainnya. Menurut Barbut (2015), daging kalkun
memiliki kandungan protein 30,5% dan kandungan lemak 11,6% dan
apabila dibandingkan dengan daging sapi, kandungan protein daging
kalkun lebih tinggi 3,5% dan kandungan lemak lebih rendah 5,5%, selain
itu, daging kalkun mengandung asam amino yang lengkap.
Kandungan gizi yang tinggi yang terdapat pada daging kalkun
menyebabkan produk tersebut akan mudah sekali rusak bila tidak ditangani
dengan benar, oleh sebab itu perlu penanganan yang baik dan benar agar
produk tersebut tidak mudah rusak serta tahan untuk disimpan dalam
jangka waktu yang relatif lama. Pengolahan adalah salah satu tindakan
yang diperlukan agar dapat memperpanjang masa simpan serta
meningkatkan cita rasa yang disesuaikan dengan selera konsumen.
Pengolahan daging yang paling umum dilakukan di masyarakat adalah
digoreng, diasap dan dipanggang. Cara pengolahan tersebut hanya
sebatas mengubah cita rasa dari daging tersebut, namun dari segi tekstur

3
dan masa simpan belum banyak mengalami perubahan. Sistem
pengolahan daging yang dapat merubah tekstur, cita rasa dan mampu
memperpanjang masa simpan adalah dengan mengolah daging tersebut
menjadi produk olahan daging seperti sosis, nugget dan kornet.
Kornet merupakan produk olahan daging sapi ditambah kentang
sebagai bahan pengisi serta bumbu-bumbu berupa bawang merah, kaldu,
garam, merica dan natrium nitrit dengan teknologi kuring yang dimasak
secara steaming dengan suhu 80C (Pangesthi, 2012). Kornet dapat pula
menggunakan daging kalkun sebagai penganekaragaman produk olahan
daging.
Penyusun kornet selain daging adalah filler atau bahan pengisi. Filler
digunakan untuk meningkatkan daya kembang, tekstur, dan daya ikat air.
Bahan yang umum digunakan sebagai filler adalah bahan-bahan yang
mengandung pati (Melani 2003). Kentang adalah bahan yang umum
digunakan sebagai filler dalam pembuatan kornet namun dalam penelitian
ini akan ditambahkan ubi jalar lalu akan diuji secara fisik, kimia dan sensoris
dan akan diketahui apakah ada perbedaan dalam setiap imbangan ubi dan
kentang yang digunakan. Uji fisik meliputi derajat keasaman dan
keempukan produk, uji kimia meliputi kadar lemak, kadar protein dan kadar
air sedangkan uji sensoris adalah dengan mengetahui tingkat daya terima
melalui level kesukaan yang dihasilkan dari panelis yang mencoba produk
kornet ini.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh imbangan filler
ubi jalar dan kentang terhadap kualitas kimia, fisik dan sensoris pada
produk kornet kalkun
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui apakah ada perbedaan
secara kimia fisik dan sensoris terhadap imbangan filler sehingga
dikemudian hari imbangan tersebut dapat diterapkan sebagai teknologi
baru yang dapat diperkenalkan kepada masyarakat.

4
TINJAUAN PUSTAKA
Daging Kalkun
Kalkun merupakan ternak yang biasa dipelihara masyarakat sebagai
ternak hias. Namun, kalkun dapat dimanfaatkan sebagai ternak yang
menghasilkan daging. Daging kalkun memiliki protein hewani yang tinggi,
lemak yang rendah jika dibandingkan dengan daging ayam kampung dan
daging ternak lainnya serta rasanya yang enak.
Berdasarkan pendapat dari Barbut (2015), daging kalkun memiliki
kandungan protein 30,5% dan kandungan lemak 11,6% dari total berat
karkas dan apabila dibandingkan dengan daging sapi, kandungan protein
daging kalkun lebih tinggi 3,5% dan kandungan lemak lebih rendah 5,5%,
selain itu, daging kalkun mengandung asam amino yang lengkap.
Kandungan lengkap zat gizi yang terkandung dalam 100 g daging kalkun
dapat dilihat pada Tabel 1 :
Tabel 1. Kandungan zat gizi daging kalkun
No Nilai Nutrisi per 100 g
1. Energi 465 kj (111 kcal)
2. Karbohidrat 0g
3. Lemak 0,7 g
4. Protein 24,6 g
5. Thiamine (B12) 0 mg
6. Riboblavin 0,1 mg
7. Niacin 6,6 mg
8. Asam pantothenat 0,7 mg
9. Vitamin B6 0,6 mg
10. Folat 8 g
11.. Vitamin C 0 mg
12. Besi 1,2 mg
13. Magnesium 28 mg
14. Fosfor 206 mg
15. Kalium 293 mg
16. Natrium 49 mg
17. Seng 1,2 mg
18. Kalsium 10 mg
Sumber : USDA Nutrient Database

5
Kornet Daging
Kornet merupakan hasil olahan daging yang berupa daging giling
kasar yang ditambahkan bahan pengisi dan bahan pengikat serta bumbu-
bumbu di mana formulasi bahan-bahan yang ditambahkan tergantung
selera konsumen. Leith (1989), meyatakan bahwa kornet adalah potongan
daging yang mempunyai serat memanjang yang diawetkan dalam brine dan
dimasak dengan cara direbus seperti brisket. Kata kornet berasal dari kata
corn yang artinya butiran.
Syarat mutu dan kriteria uji yang diteteapkan untuk kotnet daging
sapi meliputi keadaan (bau, warna, rasa), lemak, protein (N X 6,25),
karbohidrat, pengawet, nitrit, cemaran logam (tembaga, timbal, seng, timah
dan raksa), cemaran arsen, dan cemaran mikroba (bakteri Coliform,
Staphylococcus aureus, Clostriduium perfringens, Clostridium botulinum,
dan bakteri aerob termofilik pembentuk spora (Standar Nasional Indonesia,
(2006)
Air
Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa
komponen di samping ikut sebagai bahan pereaksi. Pangesthi (2012),
menyatakan air mampu meningkatkan keempukan daging dan sensasi jus
daging, melarutkan protein yang mudah larut dalam air, menggantikan
sebagian air yang hilang selama prosesing, membentuk larutan garam yang
dibutuhkan untk melarutkan protein yang larut dalam garam, memelihara
suhu produk, dan membantu pembentukan emulsi yang baik pada adonan.
Bumbu-bumbu kornet
Bumbu kornet yang digunakan umumnya adalah bawang putih dan
pala yang dapat berfungsi sebagai agen preservasi. Formulasi bumbu yang
berbeda akan menghasilkan produk daging proses dengan flavor yang
berbeda (Soeparno, 2005). Bumbu tersebut biasanya dalam bentuk giling
atau diesktraki. Bumbu giling lebih dapat terdispersi menjadi bentuk utuh
(Judge et al., 1989)

6
Garam dapur (NaCl) merupakan bahan penolong dalam proses
pembentukan emulsi daging kornet. Garam pada konstentrasi yang cukup
berfungsi sebagai : (1) pengawet atau penghambat pertumbuhan mikrobia,
dan (2) penambahan aroma dan cita rasa dan flavor. Garam meningkatkan
tekanan osmotik medium pada bahan makanan yang juga direfleksikan
dengan rendahnya aktivitas air (Soeparno, 2005). Ketumbar dan rempah-
rempah yang menimbulkan rasa sedap dan gurih sedangkan bawang putih
berfungski sebagai penambah cita rasa dan pengawet (Soeparno, 2005)
Bahan Pengisi (Filler)
Filler didefinisikan sebagai bahan yang ditambahkan dalam produk
pangan selain garam, air, dan bumbu-bumbu dengan tujuan meningkatkan
volume dan menekan biaya produksi, mampu mengikat sejumlah air, tetapi
mempunyai pengaruh yang kecil terhadap emulsifikasi (Forrest et al., 1975).
Penambahan filler atau bahan pengisi bertujuan untuk meningkatkan
stabilitas emulsi, meningkatkan karakteristik irisan produk dan mengurangi
biaya formulasi.
Filler mengandung karbohidrat dalam jumlah yang relatif tinggi dan
protein dengan jumlah yang rendah sehingga kapasitas mengikat air yang
besar dan kemampuan emulsifikasi yang rendah. Berbagai macam tepung
dapat digunakan sebagai bahan pengisi antara lain tepung beras, terigu,
jagung atau bahan-bahan lain yang mengandung hidrat arang (Soeparno,
2005).
Kualitas Kimia Kornet
Kadar air
Air merupakan komponen yang penting dalam bahan karena dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Kandungan
air ikut menentukan daya terima, kesegaran dan daya tahan makanan
(Winarno, 1991).
Kandungan air daging dipengaruhi oleh kandungan kolagen.
Kandungan kolagen yang tinggi menyebabkan miofilamen daging relatif
tidak memberi ruang untuk molekul air sehingga kadar air menurun proporsi

7
kandungan air daging 70% terdapat dalam myofibril, 20% terdapat dalam
sarkoplasmik dan 10% di jaringan konektif (Forrest et al., 1975). Air
merupakan komponen yang penting dalam pembuatan kornet. Jumlah air
dalam kornet sangat bervariasi tergantung pada jumlah air yang
ditambahkan saat membuat adonan. Penambahan air biasanya dalam
bentuk es batu yang berfungsi untuk mestabilkan suhu selama proses
chopping dan membentuk proses pembentuka emulsi. Penambahan es
batu perlu dilakukan karena biasanya pada proses chopping terjadi
kenaikan suhu yang dapat menyebabkan terganggunya stabilitas emulsi
pada adonan dan berakibat pecahnya emulsi (Astuti, 1983).
Penambahan air pada produk berfungski untuk meningkatkan
keempukan dan jus daging, menggantikan air yang hilang akibat panas
yang ditimbulkan selama prosesing, melarutkan protein yang mudah larut
dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan
protein yang mudah larut dalam garam dan membantu kontinuitas emulsi
daging (Soeparno, 2005). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (2006)
kadar air untuk kornet adalah 53% (b/b) yang artinya setiap 100 g kornet
terdapat 53 g air.
Kadar protein
Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-
unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Protein
mempunyai bermacam-macam fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai enzim, zat
pengatur pergerakan, pertahanan tubuh, alat pengangkut dan lain-lain
(Winarno, 1991). Kadar air yang berbeda diantara jenis potongan daging
dapat menyebabkan perbedaan kadar protein, karena protein mempunyai
hubungan yang erat dengan protein otot dalam mengikat molekul-molekul
air dagingnya (Forrest et al., 1975)
Protein jaringan daging dibagi menjadi 3 fraksi berdasarkan fungsi
dan kelarutannya yaitu protein myofibril yang larut dalam garam,
sarkoplasma yang bersifat larut dalam air dan larutan garam serta protein
stroma atau jaringan pengikat yang bersifat tidak larut dalam air maupun

8
larutan garam (Judge et al., 1989). Berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (2006), kadar protein minimal dalam kornet adalah 17% (b/b)
yang berarti dalam 100 g kornet harus terdapat minimal 17 g protein.
Kadar lemak
Lemak adalah salah satu zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Lemak
berfungsi sebagai penghasil energi, prekursor hormon cadangan energi,
pengatur suhu tubuh dan lain sebagainya. Lemak yang terkandung dalam
daging mempunyai pengaruh lebih besarnterhadap variasi karakteristik
atau nilai nutrisi daging daripada ingredien lain (Soeparno, 2005). Lemak
berperan penting dalam gizi terutama sebagai sumber energi yang lebih
efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Lemak juga
merupakan sumber cita rasa serta sumber vitamin A, D, E, K (Winarno,
1991).
Kandungan lemak dalam daging dapat menentukan cita rasa, aroma
dan daya tarik dari daging. Perbedaan kandungan lemak deging antara lain
dipengaruhi oleh perbedaan pemanfaatan energi dan fungsi otot (Hadi.,
2005) pakan dan tata letak lemak dalam karkas (Judge et al., 1989).
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (2006), kadar lemak maksimal
yang diperbolehkan terkandung pada sebuah produk kornet adalah 12%
(b/b) yang berarti bahwa dalam 100 g produk kornet kadar lemak maksimal
yang diperbolehkan adalah 12 g.
Kualitas Fisik Kornet
Nilai pH
Daging memiliki pH yang cenderung asam karena adanya asam
laktat yang terbentuk sesaat setelah hewan mati akibat adanya kandunga
glikogen otot. Daging segar memiliki pH antara 5,3 sampai 6,0 dan
bervariasi tergantung jumlah glikogen otot pada saat pemotongan. Daging
yang bersifat (6,0 sampai 6,5) menyebabkan bakteri akan cepat
berkembang daripada daging yang berada dalam keadaan asam dengan
pH 5,3 sampai 5,7 (Lawrie, 1995). Produk daging olahan yang lebih
diinginkan adalah dengan pH rendah berkisar antara 5,1 sampai 6,1 yang

9
menyebabkan deging mempunyai warna cerah, flavor yang disukai dan
stabilitas yang baik terhadap kerusakan akibat mikrobia (Buckle et al.,
1985).
Pengukuran nilai pH sangat penting karena pH sangat berpengaruh
terhadap sifat dan kestabilan daging maupun daging proses. Penurunan
nilai pH akan menyebabkan denaturasi protein sarkoplasma, sehingga sifat
dan kestabilan daging akan terganggu (Lawrie, 1995). Berdasarkan
Standar Nasional Indonesia (2006) pH kornet berkisar antara 5 sampai 6.
Keempukan
Keempukan daging dipengaruhi oleh faktor antemortem yaitu
bangsa, spesies, fisiologi, umur, manajemen, jenis kelamin, stres pada
hewan, dan faktor postmortem yaitu chilling, refrigerasi, lama dan
temperatur penyimpanan, dan metode pengolahan termasuk metode
pemasakan dan penambahan bahan pengempuk. Besarnya angka
keempukan menunjukan besarnya tekanan yang dibutuhkan untuk
memotong tiap satuan luas (Kg/cm2) produk, yang berarti semakin kecil
angka keempukan maka semakin empuk produk tersebut (Soeparno,
2005). Keempukan dan tekstur daging kemungkinan besar merupakan
penentu yang penting pada kualitas daging (Lawrie, 1995). Khasrad (2010)
menyatakan bahwa nilai keempukan dari daging mentah adalah 5,35
kg/cm2, maka dapat dipastikan bahwa nilai keempukan produk olahan
daging akan lebih rendah dari nilai keempukan daging mentah yang berarti
bahwa produk kornet akan lebih empuk dikarenakan telah mengalami
serangkaian proses preservasi. Surgawi (2012) menambahkan bahwa nilai
keempukan kornet berkisar antara 135,90 sampai 198,10 mm/g/10detik.
Kualitas Sensoris Kornet
Parameter spesifik kualitas daging meliputi warna daging,
keempukan dan tekstrur daging, flavor, dan aroma. Produk makanan hanya
akan dikonsumsi bila berpenampilan menarik mata, lidah dan hidung. Sifat
indrawi yang penting adalah penampakan warna, keempukan, aroma, sifat
berair, dan cita rasa (Tranggono, 1991).

10
Warna
Unsur kualitas sensoris yang penting untuk daging proses adalah
warna, jika warna yang ditampilkan tidak menarik maka selera terhadap
makanan tersebut akan menjadi tidak mendarik (Naruki dan Kanoni, 1992).
Faktor-faktor yang menjadi penentu utama warna daging adalah
konsentrasi pigmen daging, mioglobin yang dipengaruhi pakan, spesies,
bangsa, umur, jenis kelamin, stress, pH dan oksigen (Soeparno, 2005).

Rasa
Rasa merupakan salah satu komponen utama yang ikut menentukan
kualitas daging dan produk olahannya. Intensitas dan jenis cita rasa daging
sebagian tergantung pada jenis, temperatur, dan lama pemasakan (Naruki
dan Kanoni, 1992). Penambahan bumbu-bumbu dalam pengolahan akan
meningkatkan cita rasa dan aroma.
Kesan rasa yang timbul bukan hanya menyatakan rasa secara
individual dari bahan-bahan tersebut, tapi rasa produk daging tersebut
sebagai kombinasi bermacam-macam penyedap rasa yang utuh (Kartika et
al., 1988).
Tekstur
Tekstur merupakan sifat yang penting dalam mutu pangan karena
setiap produk pangan memiliki perbedaan yang sangat luas dalam sifat fisik
dan strukturnya serta tekstur dapat diukur dengan berbagai cara antara lain
dengan irisan, kekuatan tekanan atau tegangan (Kartika et al., 1988).
Wibowo (1995) menambahkan bahwa, tekstur daging yang ideal adalah
kompak, elastis, kenyal namun tidak liat, tidak ada serat daging, tidak
lembek, tidak basah berair dan tidak rapuh.
Adonan yang stabil emulsinya biasanya akan menghasilkan teskstur
yang baik setelah dimasak, tetapi bila emulsinya tidak stabil maka akan
terbentuk rongga-rongga, lemak dan gelatin yang terperangkap
didalamnya.

11
Daya terima
Uji kesukaan pada dasarnya merupakan pengujian yang panelisnya
mengamukakan responnya yang berupa senang atau tidaknya terhadap
sifat bahan yang diuji. Pengujian ini umunya digunakan untuk mengkaji
reaksi konsumen terhadap sampel yang diujikan, oleh karena itu panelis
sebaiknya diambl dalam jumkah besar, yang mewaikili populasi masyarakat
tertentu (Kartka et al., 1988)
Daya terima produk daging dinilai dengan menggunakan organ
mulut dan hidung, tetapi organ mata (untuk menilai penampakan produk
tersebut) juga berperan dalam penilaiannya. Sifat sensorus meliputi flavir,
tekstur dan kekenyalan, berkaitan dengan palatabilitas atau kelezatan
produk daging. Semua aspek tersebut berpengaruh penting terhadap
konsumen dalam memilih produk (Judge et al., 1989)

12
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

Landasan Teori
Kornet adalah bahan makanan yang berasal dari daging dan
menggunakan campuran berbagai macam bahan makanan dalam
pembentukannya. Salah satu campuran tersebut dinamakan filler. Filler
kornet pada umumnya berasal dari bahan-bahan yang memiliki
kemampuan daya ikat air namun berefek rendah pada emulsifiaksi serta
memiliki kandungan hidrat arang yang tinggi. Berdasarkan persyaratan
diatas maka penggunakan ubi jalar telah memenuhi kriteria sebagai bahan
pengisi yang baik, selain itu manfaat ubi jalar dengan kadar gula yang lebih
sedikit dapat membantu penderita diabetes untuk dapat mengkonsumsinya.
Hipotesis
Penambahan ubi jalar pada adonan kornet dapat merubah struktur
fisik, kimia, dan sensoris dibandingkan dengan kornet dengan bahan
pengisi kentang.

13
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Kandang Laboratorium Teknologi Hasil
Ternak pada bulan Maret 2017.
Materi
Bahan penelitian
Bahan penelitian yang digunakan dalam pembuatan kornet adalah
daging kalkun sebagai bahan utama, ubi jalar, kentang, serta bumbu-
bumbu yang terdiri dari merica, garam, bawang merah, bawang putih,
bawang Bombay, pala serta es batu.
Bahan kimia yang digunakan untuk uji kualitas kimia dan fisik adalah
asam sulfat pekat, kalium sulfat, aquades, asam oksalat, NaOH, HCl,
bromkresol, metal merah dan larutan buffer pH 7.
Peralatan yang digunakan
Peralatan yang digunakan adalah chopper untuk menggiling daging,
mixer untuk mencampur adonan, timbangan analitik, baskom panic, pisau,
kompor gas, timbangan, pH meter, penetrometer, labu kjeldahl, alat
pemanas kjedahl, alat destilasi kjedahl, Erlenmeyer 100 ml, buret 50 ml,
labu ukur 100 ml, gelas ukur 100 ml, kertas saring, kapas bebas lemak, labu
lemak, alat soxhlet, pemanas listrik dan oven.
Metode
Pembuatan tepung ubi jalar dan kentang
Pertama-tama ubi jalar dan kentang dikupas dan dipotong. Ubi jalar
dan kentang yang telah dipotong dicuci bersih. Ubi jalar dan kentang
dipotong dengan potongan yang lebih kecil setebal 0,1 sampai 0,3 cm. ubi
jalar dan kentang dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu
50oC selama 48 jam. Tahap selanjutnya adalah penggilingan. Penggilingan
dilakukan hingga ubi jalar dan kentang kering tersebut hancur menjadi
bubuk (tepung). Tahapan terakhir pengayakan dengan menggunakan
saringan ukuran 60 mesh

14
Pembuatan kornet daging kalkun
Daging kalkun dichopper agar menghasilkan daging giling.
Pembuatan daging giling ini disertai dengan penambahan es batu agar
suhu tetap rendah. Hasil penggilingan ini kemudian dimasukkan ke dalam
mixer beserta bumbu-bumbu yang telah dipersiapkan dengan tujuan agar
adonan daging dan bumbu menjadi homogen. Proses mixing tersebut juga
harus dilakukan dalam keadaan dingin dengan suhu 10 oC sampai 16oC
dengan tujuan agar proses emulsi tetap stabil.
Setelah dicampur, adonan tersebut kemudian dibagi menjadi 5 untuk
diberi perlakuan yang berbeda. Imbangan ubi jalar : kentang yaitu 0:100,
25:75, 50:50 dan 75:25 dan 100:0. Setelah pemberian perlakuan, adonan
tersebut kemudia dimasukkan ke dalam oven bersuhu 95oC selama 10
menit. Imbangan perlakuan yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 2:
Tabel 2. Imbangan perlakuan kornet kalkun
Imbangan ubi jalar : kentang
U:K= U:K= U:K= U:K= U:K=
Komposisi
0:100 25:75 50:50 75:25 100:0
(Kontrol)
Daging (g) 200 200 200 200 200
Filler (g) 37,5 37,5 37,5 37,5 37,5
Bumbu (g) 8 8 8 8 8
Garam (g) 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5
Total 250 250 250 250 250

Uji Kualitas kimia


Perhitungan yaitu kadar protein, lemak, dan kadar air menggunakan
analisis proksimat sesuai SNI 01-2891-1992.
Kadar protein (Kjedahl). Pengukuran kadar protein total dilakukan dengan
metode kjedahl. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang 200 mg lalu
dimasukkan ke dalam labu kjedahl, kemudian ditambahkan 10 ml asam
sulfat pekat dan 5 g katalis (campuran K2SO4 dan CuSO4.5H2O 8:1) lalu
didestruksi (dalam lemari asam) hingga cairan berwarna hijau jernih.
Setelah dingin larutan tersebut diencerkan dengan akuades hingga 100 ml
dalam labu ukur. Larutan tersebut dipipet 10 ml dan dimasukkan ke dalam

15
alat destilasi kejdahl lalu ditambahan 10 ml NAOH 30% yang telah
dibakukan oleh larutan asam oksalat. Distilasi dijalankan selama kira-kira
20 menit dan destilatnya ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 25 ml
larutan HCl 0,1 N yang telah dibakukan oleh boraks (ujung kondensor
harus dicelup ke dalam larutan HCl). Kelebihan HCl dititrasi dengan larutan
NaOH 0,1 N dengan indikator campuran bromkresol hijau dan metil merah.
Perhitungan kadar protein (%) yaitu :
= % (, )
Kadar lemak. Pengukuran kadar lemak total dilakukan dengan metode
soxhlet. Sampel ditimbang sebanyak 2 g, kemudian dimasukkan ke dalam
kertas saring yang dialasi kapas. Kertas saring yang berisi sampel disumbat
dengan kapas lalu dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80o C
selama kurang lebih 1 jam dan dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah
dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yan telah dikeringkan dan
telah diketahui bobotnya. Setelah itu diekstrak dengan pelarut petroleum
eter selama lebih kurang 6 jam. Petroleum eter disulingkan dan esktrak
lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC kemudian didinginkan dan
ditimbang hingga bobot konstan. Perhitungan kadar lemak adalah :

%

Kadar air. Pengukuran kadar air total dilakukan dengan metode
termogravimetri (metode oven). Sampel sebanyak 2 g ditimbang pada
cawan yang sudah diketahui bobotnya lalu dikeringkan pada oven suhu
105oC selama 3 jam. Setelah itu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang
hingga diperoleh bobot tetap. Perhitungan kadar air yang diperoleh dengan
rumus :

%

16
Uji Kualitas Fisik
Uji derajat keasaman. Sampel seberat 10 g dicincang halus kemudian
dimasukkan ke dalam 10 ml aquades lalu diaduk hingga campuran tersebut
homogen. Elektrode pH meter dimasukkan ke dalam larutan buffer KMnO 4
sampai nilai pH stabil dan konstan di angka 7,00 lalu dicuci lagi dengan
aquades dan langung dikeringkan menggunakan tisu. Elektrode pH meter
dimasukkan ke dalam campuran sampel kornet sehingga didapatkan nilai
pH. Pengukuran dilakukan 3 kali dan nilai rata-ratanya sebagai nilai pH.
Uji keempukan. Uji keempukan dilakukan dengan menggunakan alat dari
penetrometer, yaitu menggunakan pemberat (alat penusuk) dari atas ke
dalam sampel. Penetrometer disiapkan dengan penambahan beban sberat
45 g, jarum penusuk diatur kembali ke angka nol, sebelum dimulai
pengujian keempukan satu sampel kornet diletakkan di bawah jarum tusuk
penetrometer kemudian dilakukan pengukuran nilai keempukan pada 3
tempat yang berbeda. Besarnya pergeseran pemberat masuk ke dalam
sampel dapat dilihat pada besarnya pergesaran skala. Hasil pengukuran
tersebut dirata-rata dan nilai yang dihasilkan merupakan nilai keempukan
produk tersebut (Kartika et al., 1988)
Uji Sensoris
Uji sensoris ini meliputi : rasa, warna, tekstur, dan daya terima.
Pengujian sensoris ini menggunakan metode skoring dengan 15 orang
yang tidak terlatih. Panelis memberikan penilaian sesuai dengan petunjuk
yang diberikan (Kartika et al., 1988). Skoring sensoris dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Skor sensoris
No Warna Rasa Tekstur Daya terima
1 Cokelat kehitaman Sangat tidak Sangat Sangat tidak
enak kasar suka
2 Cokelat kehijauan Tidak enak Kasar Tidak suka
3 Cokelat Agak enak Agak halus Agak suka
4 Cokelat agak terang Enak Halus Suka
5 Cokelat terang Sangat enak Sangat Suka sekali
halus

17
Analisis data
Data disik dan kimia dengan analisis variansi dengan rancangan
Completely Randomized Design (CRD) pola searah. Perbedaan di antara
mean diuji dengan Duncans New Multiple Range Test (DMRT) (Astuti,
1980). Data sifat sensoris dianalisis non parametrik dengan uji Hedonic
menurut kruskal dan Wallis-- kemudian dilanjutkan dengan uji quantitative
Descriptive Analysis (QDA) dalam bentuk jaring laba-laba.

18
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, E. 1983. Pengolahan Daging Curing Sosis dan Bakso di PT. Tirta
Rama Unit Badranaya. Laporan Praktek Kerja Lapangan. Fakultas
Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Barbut, S. 2015. Developments in turkey meat harvesting technologies,
Worlds Poultry Science Journal, 71(1), pp. 5970.
Buckle, K.A. R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 1985. Ilmu pangan.
Penerjemah Hadi Purnomo dan Adiono. UI Press. Jakarta
Forrest, J. C., E. D. Aberle, H. B. Hedrick, M. D. Judge and R. A. Merkel.
1975. Principles of Meat Science. W. H. Freeman and Co. San
Francisco.
Hadi, C. 2005. Komposisi kima, karakteristik fisik dan organoleptik
beefburger yang disubstitusi oleh keragian dan minyak ikan pada
level yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta
Judge, M.D., E.D. Aberle, J.C.Forrest, H.B. Hedrik, and R.A. Merkel. 1989.
Principles of Meat Science. 2th ed. Kendall/Hunt Publishing Co.,
Dubuge.
Kartika. B., P. Hastuti dan W. Supartono. 1988. Pedoman Uji Indrawi Bahan
Pangan. Pusat Antar Universitas. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta
Kashrad. 2010. Keempukan, daya mengikat air dan cooking loss sapi
pesisir hasil penggemukan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas. Padang
Pangesthi, T; Lilis. S dan Lilik. E. 2012. Modul Pembuatan Kornet dengan
Teknologi Garam Kuring-Angkak. Surabaya.
Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Edisi ke-5. Penerjemah: Prakasi, A.
Penerbit UI. Jakarta
Leith, P. 1989. The Cook's Hand Book. Papermack Division, Macmillan
Publ.Ltd.,London.
Melani. 2003. Pengaruh level Filter Kentang Terhadap Kadar Lemak,
Kualitas Fiski, dan Organoleptik Kornet Ayam. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Naruki, S dan S. Kanoni. 1992. Kimia dan Teknologi Pengolahan Hasil
Hewan I. Pusat Antar Universitas. Pangan Dan Gizi. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

19
Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI-01-3775-2006, Kornet Daging Sapi.
BSN., Jakarta.
Surgawi, S.M ; Wendry. S.P dan Kusmajadi. S. 2012. Pengaruh
penggunaan tepung aren (Arenga pinnata) terhadap sifat fisikokimia
dan akseptabilitas kornet iris itik petelur afkir. E-Journal Vol.1 No. 1.
Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran. Bandung.
Tranggono. 1991. Rasa Bahan Makanan. Pada Kursus Singkat Sensoris
Pangan. Pusat Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta
United Satates Department of Agriculture Nutrient Database. 2012. Turkey,
fryer-roasters, breast, meat only, raw. USA.
Wibowo, S. 1995. Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penerbit Swadaya.
Jakarta.
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai