Anda di halaman 1dari 4

Metode Pengasinan dan Pemasakan Telur Asin Asap

Telur merupakan salah satu bahan pangan hasil ternak bergizi tinggi yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh, karena merupakan sumber protein, asam lemak, vitamin, dan mineral.
Nilai gizi satu butir telur hampir sebanding dengan nilai gizi setengah gelas susu. Namun,
disamping adanya hal-hal yang menguntungkan itu, telur memiliki sifat yang mudah rusak,
maka perlu usaha pengolahan dan pengawetan untuk mempertahankan kualitas dan
memperpanjang masa simpan telur.
Pengasinan telur merupakan salah satu upaya untuk mengawetkan telur segar,
mengurangi bau amis serta menciptakan rasa yang khas. Telur asin merupakan salah satu
produk hasil olahan telur yang telah mengalami proses pengawetan agar mempunyai masa
simpan yang lebih lama dan telah memiliki rasa yaitu rasa asin.
Pada dasarnya metode pengasinan telur bermacam-macam antara lain dengan metode
perendaman garam jenuh, menggunakan adonan abu gosok dan menggunakan bubuk batu
bata. Setiap metode pengasinan memiliki keistimewaan masing-masing. Metode pengasinan
yang biasa dilakukan secara tradisional menggunakan media campuran berupa garam, serbuk
batu bata dan abu gosok akan menghasilkan telur yang bercita rasa khas dan disukai.
Meskipun demikian terjadi penurunan berat yang relatif besar dikarenakan adanya difusi air
serta penguapan air dan gas ke luar dari dalam telur ditambah dengan perlakuan pengasapan
pada akhir proses.
Pada saat ini sudah mulai dikenal inovasi telur asin yang diasap. Proses pengasapan
akan menjadikan telur asin yang mempunyai tampilan luar dan citarasa yang berbeda dari
telur asin yang biasa. Proses pematangan telur asin asap dapat dilakukan dengan berbagai
metode, diantaranya yaitu perebusan, pengasapan dan pengukusan. Oleh karena itu dilakukan
percobaan suatu penelitian dengan berbagai metode pengasinan dan metode pemasakan telur
asin asap. Diharapkan dengan berbagai metode pengasinan dan metode pemasakan telur
tersebut kadar air pada telur asin asap relatif rendah dan kadar NaCl tinggi serta menambah
citarasa agar lebih disukai mayarakat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh interaksi penggunaan
berbagai metode pengasinan dan metode pemasakan pada produk telur asin asap terhadap
kadar air, kadar NaCl dan tingkat kesukaan. Adapun penelitian ini diharapkan memberikan
manfaat baik untuk peneliti maupun masyarakat umum untuk dapat menentukan alternatif
kombinasi metode pengasinan dan pemasakan telur yang terbaik dalam pembuatan telur asin
asap, dilihat dari variabel yang diamati yaitu kadar air, kadar NaCl dan tingkat kesukaan.
Telur merupakan hasil ternak yang mempunyai andil besar dalam mengatasi masalah
gizi yang terjadi di masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena telur sarat akan zat gizi yang
diperlukan untuk kehidupan yang sehat. Zat-zat gizi yang ada pada telur sangat mudah
dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh (Astawan, 2003). Telur mengandung hampir semua zat
makanan yang diperlukan tubuh, rasanya enak, mudah dicerna, menimbulkan rasa segar dan
kuat dalam tubuh, dan dapat diolah menjadi bermacam-macam masakan. Hampir semua
orang menyukai telur sebagai bahan makanan (Sarwono, 1994).
Telur mengandung protein lebih dari 10%, dan bahkan sebutir telur ayam mengandung
protein 12,8% dan bebek 13,1%. Di dalam telur juga terdapat aneka vitamin seperti vitamin
A, D, E dan K. Disamping itu, telur juga mengandung sejumlah mineral yang seperti zat besi,
fosfor, kalsium, sodium, magnesium dalam jumlah yang cukup (Haryoto, 1996). Telur yang
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia umumnya berasal dari unggas yang diternakkan. Jenis
yang paling banyak dikonsumsi adalah telur ayam, itik (bebek), dan puyuh (Astawan, 2003).
Struktur dan Komposisi Telur
Secara rinci struktur telur terbagi atas: kulit telur, lapisan kulit telur (kutikula),
membran kulit telur, kantung udara, chalaza, putih telur (albumen), membran vitelin, kuning
telur (yolk) dan bakalan anak unggas (germ spot) (Winarno dan Koswara, 2002). Hampir
setiap bagian telur mempunyai unsur yang sangat bermanfaat bagi tubuh (Sarwono, 1994).
Kulit telur
Kulit telur merupakan bagian yang paling keras. Bagian ini tersusun dari 95,1%
garam-garam anorganik; 3,3% bahan organik (terutama protein) dan 1,6% air. Bahan-bahan
anorganik tersebut terdiri dari kalsium, magnesium, fosfor, besi dan belerang. Protein pada
kulit telur terdiri dari serat-serat yang menyerupai kolagen pada tulang rawan, namun pada
membran proteinnya berbentuk musin dan keratin. (Sarwono, 1994). Lebih lanjut dijalaskan
oleh Winarno dan Koswara (2002) bahwa bagian kulit telur terdapat banyak pori-pori yang
berguna sebagai saluran pertukaran udara untuk memenuhi kebutuhan embrio di dalamnya.
Jumlah pori-pori bervariasi antara 100-200 buah per cm2. Biasanya bagian telur yang tumpul
memiliki jumlah pori-pori yang banyak.
Putih telur
Putih telur (albumen) banyaknya sekitar 60% dari keseluruhan telur dan terletak di
antara kulit telur dan kuing telur (Sarwono, 1994). Ditambahkan oleh Winarno dan Koswara
(2002), bahwa putih telur terdiri atas tiga lapisan yang berbeda, yaitu lapisan tipis putih telur
bagian dalam (30%), lapisan tebal putih telur (50%) dan lapisan tipis putih telur bagian dalam
(20%).
Komposisi putih telur terdiri dari air 87%; protein 12%; lemak 0,3%; glukosa 0,4%;
dan abu 0,3%. Protein putih telur terdiri dari sekitar 11 macam protein sederhana (Winarno
dan Koswara, 2002). Protein putih telur (albumen) terdiri dari ovalbumin, konalbumin,
ovomukoid, lisozim (G1 globulin), G2 globulin, G3 globulin, ovomusin, flavoprotein, avidin,
ovoglikoprotein, ovomakroglobulin, dan ovoinhibitor (Hintono,1995).
Kuning telur
Kuning telur termasuk bagian terpenting pada isi telur, sebab pada bagian inilah
embrio tumbuh dan terdapat bakal anakterutama pada telur yang telah dibuahi (Sarwono,
1994). Kuning telur berbentuk bulat, berwarna kuning atau oranye, terletak pada pusat telur
dan bersifat elastis.warna kuning dari kuning telur disebabkan oleh kandungan santrofil yang
berasal dari makanan ayam. Pigmen lain yang terdapat di dalamnya adalah karotenoid
(Winarno dan Koswara, 2002).
Stadelman dan Cotterill yang disitasi dari asterida (2007), menyatakan bahwa kuning
telur kaya akan mineral, pigmen dan vitamin. Lemak dalam kuning telur berjumlah 33% dari
berat kuning telur dan strukturnya sangat kompleks. Lemak kuning telur tidak hanya terdiri
dari gliserida, tetapi juga fosfolipida, sterol, dan serebiosida. Komposisi gizi kuning telur
lebih lengkap dibandingkan dengan putih telur, kuning telur terdiri dari air, protein, lemak,
karbohidrat, mineral, dan vitamin (Sarwono, 1994).
Pengertian Telur Asin
Telur asin merupakan telur yang diawetkan dengan cara diasinkan dengan garam
(NaCl) (Suprapti, 2002). Winarno dan Koswara (2002), menyatakan bahwa telur itik sangat
lazim diasinkan karena penetrasi garam ke dalam telur pada telur itik lebih mudah.
Prinsip dari pengasinan telur yaitu pemberian garam dapur ke dalam isi telur yang
masih mentah (Ali, 1992). Menurut Sampurno et al. (2002), tujuan utama dari pengasinan
telur adalah untuk mendapatkan telur asin yang mempunyai cita rasa yang khas, disukai
konsumen dan mempunyai daya awet. Hal ini disebabkan karena NaCl yang masuk ke dalam
telur akan menjadikan telur lebih awet, serta NaCl tersebut akan memberikan cita rasa asin
pada telur.
Peranan Garam (NaCl)
Garam berfungsi sebagai pencipta rasa yang khas, sekaligus sebagai bahan pengawet.
Hal ini dimungkinkan karena garam dapat mengurangi kelarutan oksigen, sehingga bakteri
yang membutuhkan oksigen untuk hidupnya menjadi terhambat. Garam juga dapat mencegah
atau menghambat bekerjanya enzim proteolitik yaitu enzim yang menguraikan protein,
dengan demikian protein dalam telur akan terpelihara kualitasnya. Fungsi garam yang lain
adalah untuk menyerap air, sehingga telur yang dihasilkan akan menjadi awet. Adanya air di
dalam bahan makanan sering menyebabkan bahan makanan tersebut mudah rusak, karena air
merupakan media yang baik bagi berkembangnya mikroorganisme seperti bakteri, kapang
dan khamir (Astawan dan Astawan, 1989). Dijelaskan lebih lanjut oleh (Astawan, 2003),
bahwa garam berfungsi sebagai pencipta rasa asin dan sekaligus bahan pengawet karena
dapat mengurangi kelarutan oksigen (oksigen diperlukan oleh bakteri), menghambat kerja
enzim proteolitik (enzim perusak protein), dan menyerap air dari dalam telur.
Pembuatan Telur Asin
Pengasinan sudah dikenal sejak zaman dulu oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu
upaya untuk mengawetkan telur (memperpanjang masa simpan), membuang rasa amis
(terutama telur itik), dan menciptakan rasa yang khas (Astawan, 2003). Pengasinan yang
biasa dilakukan secara tradisional menghasilkan telur yang bercita rasa khas dan disukai.
Meskipun penurunan berat relatif besar yaitu sekitar 2 8,4%. Hal ini disebabkan adanya
difusi air serta penguapan uap air dan gas-gas keluar dari dalam telur (Winarno dan Koswara,
2002).
Telur yang akan diasinkan harus diperiksa dan dipastikan bukan merupakan telur yang sudah
pernah di erami dan ada keretakan atau pecah kulit. Keretakan selama pengasinana akan
menyebabkan larutan perendamannya berbau busuk. Telur asin berkualitas baik memiliki
rasa asin yang cukup, kuning telur barwarna kemerahan, dan terkesan berpasir (masir)
(Suprapti, 2002). Winarno dan Koswara (2002), menambahkan bahwa pengasinan telur
dikatakan berhasil dengan baik apabila telur asin yang dihasilkan bersifat stabil, dapat
disimpan lama tanpa banyak mengalami perubahan, tidak berbau amoniak atau bau yang
kurang sedap, penampakan putih telur baik, dan kuning telur mempur serta berminyak di
bagian pinggir.
Pengasinan telur
Berdasarkan proses pengolahannya, telur asin dapat dibuat dengan cara merendam dalam
larutan garam jenuh atau menggunakan adonan. Adonan garam merupakan campuran antara
garam, abu gosok, serbuk bata merah, dan kadang-kadang sedikit kapur (Astawan, 2003).
Menurut Ali (1992), teknik pembuatan telur asin ada 3 metode: pertama, perendaman dalam
larutan garam dapur; kedua, pemolesan telur dengan pasta adonan batu bata atau abu dapur
dan tanah liat yang padat atau kering; dengan perendaman telur dalam pasta bata merah yang
kental setengah basah.
Dalam pembuatan telur asin dapat menggunakan metode dengan melumuri telur
menggunakan media yang berupa campuran garam, batu bata halus atau abu gosok (Astawan
dan Astawan, 1989). Perbandingan dari kedua bahan tersebut adalah 1:1, campuran tersebut
diaduk merata sampai terbentuk adonan yang kental (Margono et. al., 1993). Adonan dapat
juga berupa campuran ketiga bahan yaitu garam, batu bata halus dan abu gosok dengan
perbandingan 4:3:3 kemudian diaduk merata sampai terbentuk adonan yang kental. Agar telur
tidak melekat satu sama yang lain, telur yang sudah dilumuri adonan diletakkan di sela-sela
abu atau bubuk bata merah (Winarno dan Koswara, 2002).
Telur selajutnya disimpan pada suhu kamar, dengan menempatkannya di dalam
tempayan tanah liat atau wadah lainnya (Astawan dan Astawan, 1989). Pemeraman telur
berkisar antara 7 10 hari agar rasa asin pada telur tidak menjadi berlebihan (Suprapti,
2002).
Pemasakan telur asin asap
Pemasakan mengandung pengertian penggunaan panas, baik dari panas api maupun
alat listrik (Sediaoetomo, 1993). Berbagai cara perlakuan panas yaitu memanggang,
membakar, menyangrai, merebus, menggoreng, menumis adalah cara yang dilakukan di
industri rumah tangga (Hermana, 1991).
Murtidjo (1988) menyatakan pengolahan telur yang baik adalah direbus selama 15
menit sesudah air mendidih dikarenakan hampir tidak ada protein yang hilang selama
pemasakan. Pengukusan merupakan proses memasak sesuatu dengan uap yang mendidih
dengan suhu air 66 82C (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001).
Pengasapan adalah proses memasak yang biasa dilakukan dengan menggunakan kayu
keras atau bahan lain yang mengandung selulosa dan lignin, seperti serbuk kayu jati, sekam,
sabut kelapa, tongkol jagung dan sebagainya. Senyawa kimia utama yang terdapat di dalam
asap antara lain adalah asam formiat, asetat, butirat, kaprilat, vanilat dan asam siringat,
dimetoksifenol, metil glikosidal, furfural, metanol, etanol, asetaldehid, diasetil, aseton dan
3,4 benzipiren (Soeparno, 2005).
Kadar Air
Kadar air suatu bahan pangan sangat mempengaruhi daya simpan dari bahan tersebut
karena mikroorganisme akan tumbuh baik pada batasan kadar air tertentu (Susanto dan
Saneto, 1994). Air sangat penting untuk pertumbuhan mikroorganisme (Winarno, 1993).
Menurut Winarno dan Koswara (2002), komposisi telur-telur unggas hampir sama
yang membedakan antar spesies terutama terletak pada jumlah dan proporsi zat-zat yang
dikandung. Pada telur bebek kadar air putih telur 88,00%; pada kuning telur 47,00%
sedangkan telur utuh 70,60%.
Kadar Garam (NaCl)
Pengasinan merupakan proses penetrasi garam ke dalam bahan yang diasinkan dengan
cara difusi setelah garam mengion menjadi Na+ dan Cl-. Laju difusi tergantung garam dan
adonan. Semakin besar isi telur dan kandungan garam dalam adonan, maka semakin cepat
laju difusi yang terjadi (Winarno dan Koswara, 2002). Prinsip pengujian kadar NaCl pada
bahan pangan adalah melarutkan semua garam NaCl yang terdapat dalam bahan pangan dan
memisahkannya dengan lemak yang terdapat dalam bahan pangan tersebut dengan cara
mengekstraksi sampel bahanpangan dengan aquades panas. Larutan hasil ekstraksi ditambah
kalium kromat kemudian dititrasi dengan AgNO3 0,1 N yang diperlukan untuk merubah
warna larutan ekstraksi digunakan untuk menunjukan persen NaCl dalam bahan pangan yang
di uji (Sudarmadji et al., 1997).
Tingkat Kesukaan
Menurut Soekarto (1998), uji organoleptik merupakan pengukuran dan penilaian
dengan cara memberi rangsangan terhadap alat atau organ tubuh. Uji kesukaan pada dasarnya
merupakan pengujian yang panelisnya mengemukakan respon yang berupa suka atau tidak
suka terhadap sifat bahan yang diuji. Pada pengujian ini digunakan Panelis yang belum
terlatih (Kartika et al., 1988). Soekarto (1998) mengemukakan bahwa dalam uji kesukaan
panelis diminta tanggapan pribadinya tentang suka atau ketidaksukaannya dan juga
mengemukakan tingkat kesukaannya.

Anda mungkin juga menyukai