Anda di halaman 1dari 6

E.

Pembahasan
Fungsi perlakuan pada pembuatan foaming ini diantaranya adalah
Penimbangan bahan merupakan proses yang dilakukan agar didapatkan berat yang
sesuai basis. Pengukuran berat ini sangat penting karena dapat mempengaruhi
hasil akhir produk foaming. Trimming berfungsi untuk memisahkan biji dan kulit.
Pengocokan albumin dilakukan agar dapat menghasilkan foam dari albumin untuk
pencampuran dengan sari buah. Pencampuran berfungsi untuk mencampurkan
semua bahan agar berupa sari buah. Pengeringan berfungsi untuk mengurangi
kadar air. Penghancuran berfungsi agar didapat hasil foaming berupa partikel
halus/ serbuk. Pengayakan berfungsi untuk menyeragamkan ukuran foaming.
Bahan-bahan yang digunakan adalah putih telur, dekstrin, dan CMC. Putih
telur berfungsi sebagai penstabil, berperan penting terhadap pembentukan busa
dan menjaga warna dan rasa dari jambu biji tersebut. CMC berfungsi sebagai
pengemulsi dan dekstrin berfungsi sebagai penstabil dimana berperan untuk
memperbaiki karakteristik dari bahan pangan. Albumin dari putih telur adalah
larutan protein yang akan langsung berbusa jika dikocok.
Foaming agent (Pembuih) adalah bahan tambahan untuk membentuk atau
memelihara homogenitas dispersi fase gas dalam pangan berbentuk cair atau padat
(Menteri Kesehatan, 2012).
Macam-macam foaming agent adalah Gom xanthan (Xanthan gum),
Selulosa mikrokristalin (Microcrystalline cellulose), Etil Metil Selulosa (Methyl
Ethyl Celullose) (Menteri Kesehatan, 2012).
Daya dan kestabilan buih putih telur dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya yaitu umur telur, pengocokan dan penambahan bahan-bahan
kimia atau stabilisator (Stadelman dan Cotterill, 1995), konsentrasi protein,
komposisi protein, pH, pemanasan, adanya garam dan komposisi fase cair
yang mungkin mengubah konfigurasi dan stabilitas molekul protein ( Alleoni
dan Antunes, 2004).
Umur Telur
Telur akan mengalami beberapa perubahan selama penyimpanan antara lain
penguapan karbondioksida dan air, perubahan pH serta perubahan struktur

serabut protein. Penyimpanan telur pada suhu ruang selama dua minggu
berakibat pada peningkatan pH dari putih telur. Semakin meningkat umur
telur, maka stabilitas buih putih telur semakin menurun (Romanoff dan
Romanoff, 1963). Penyimpanan telur selama 5 dan 10 hari, hasil dari
penelitian Silversides dan Budgell (2004) menyebabkan penurunan bobot telur
dan tinggi putih telur, tetapi meningkatkan pH putih telur dan volume buih
putih telur (Silversides dan Budgell, 2004)
Pengaruh pH
Telur yang baru dihasilkan mempunyai pH antara 7,6 dan 8,5. Penyimpanan
akan meningkatkan pH telur menjadi 9,7. Peningkatan pH disebabkan karena
penguapan CO2 dari dalam telur melalui pori-pori kerabang. Menurut
Hawthorne (1955) yang dikutip Stadelman dan Cotterill (1995) pada saat pH
meningkat sekitar 9 terjadi interaksi antara ovomucin dan lisozyme yang
menyebabkan putih telur menjadi encer. Putih telur yang encer akan lebih
mudah menangkap udara dari pada putih telur kental. Peningkatan pH putih
telur akan memperbesar volume buih. Volume buih tertinggi terjadi pada pH
sekitar 8,0 dan kestabilan buih yang tinggi pada pH kurang dari 8,0
(Stadelman dan Cotterill, 1995). Penampilan kue yang baik dicerminkan dari
volume kue dan waktu pengocokan yang lebih baik yang akan dicapai pada
saat pH putih telur mencapai 8,75. Hal ini tidak berlaku untuk tingkat pH
diatas dan dibawah 8,75. Peningkatan pH putih telur hingga mencapai 9,0
akan memecah protein globulin putih telur, sehingga akan menurunkan
kemampuan putih telur untuk mengikat udara dalam pembentukan buih
(Seideman et al., 1963).
Metode Pengocokan
Pengocokan merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi karakteristik buih
putih telur. Gerakan pengocokan dan sejenisnya akan mempengaruhi
pengikatan udara dalam buih. Pengocokan dengan menggunakan pengocok
elektrik ternyata memerlukan waktu yang lebih singkat untuk membentuk
buih putih telur. Penambahan waktu pengocokan akan meningkatkan volume
buih dan memperkecil diameter gelembung buih tetapi tidak memperbaiki

volume cakes (Stadelman dan Cotterill, 1995). Pengaruh metode pengocokan


terhadap daya buih putih telur disajikan pada Tabel 3.

Penambahan Bahan-bahan Kimia


Penambahan asam dan garam asam ke dalam putih telur dapat meningkatkan
daya buih dan menambah kestabilan buih karena dapat mempertahankan
ikatan antara udara dengan ikatan rantai polipeptida putih telur sehingga buih
yang terbentuk lebih stabil. Asam dan garam-garam tersebut adalah asam
sitrat, asam asetat dan cream of tartar (Kurniawan, 1991).
Suhu
Kondisi lingkungan terutama suhu memiliki pengaruh pada putih

telur.

Pengocokan telur pada suhu 10-25 oC tidak mempengaruhi pembentukan


buih. Pengocokan pada suhu ruang 20-28 oC lebih mudah menghasilkan buih
daripada yang dilakukan pada suhu rendah (Winarno dan Koswara, 2002).
Secara umum waktu pengeringan untuk proses pengolahan foaming ini
adalah 4 jam dengan suhu 70-80oC. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kadar
air sampai batas tertentu, sehingga mikroba dan kegiatan enzim yang
mengakibatkan kerusakan bahan terhambat atau terhenti, dengan demikian bahan
mempunyai daya simpan yang lebih tahan lama. Selain itu apabila dilakukan pada
suhu yang lebih tinggi maka akan menyebabkan perubahan warna pada sebuk
yang dihasilkan. Dimana makin tinggi suhu maka senyawa-senyawa yang ada
dalam bahan ikut terbawa oleh air yang menguap sehingga akan mempengaruhi
pada produk yang dihasilkan.

Kelebihan dari foam mat drying adalah lebih efisin waktu dan biaya, mutu
bahan tetap terjaga. Kekurangannya adalah bila dibandingkan dengan alat lain,
spray drying lebih efektif (Anonim, 2012).
Syarat buah yang dapat digunakan untuk pembuatan foaming adalah buah
yang dapat dijadikan bubur buah ataupun sari buah.
Tabel . Standar Mutu Tepung Menurut SNI
Jenis Uji
Keadaan :
a. Bentuk
b. Bau
c. Warna
Benda asing
Serangga dalam semua
bentuk
stadia
dan
potonga-potongannya
yang tampak
Kehalusan, lolos ayakan
212 mikron (mesh No. 70)
(b/b)
Kadar air (b/b)
Kadar abu (b/b)
Kadar Protein (b/b)
Keasaman
Falling
number
(atas
dasar kadar air 14%)
Besi (Fe)
Seng (Zn)
Vitamin B1 (tiamin)
Vitamin B2 (ribofllavin)
Asam Folat
Cemaran Logam :
a. Timbal (Pb)
b. Raksa (Hg)
c. Kadmium (Cd)
Cemaran Arsen
Cemaran Mikroba :
a. Angka lempeng total
b. E.coli
c. Kapang
d. Bacillus cereus
(Sumber : SNI, 1996)

Satuan
-

Persyaratan
serbuk
normal (bebas dari
bau asing)
putih, khas terigu
tidak ada
tidak ada

min. 95
%
%
%
%
mg KOH/100 g
Detik
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg

maks. 14,5
maks. 0,70
min. 7,0
maks. 50
min. 300
min.
min.
min.
min.
min.

50
30
2,5
4
2

mg/kg

maks.
maks.
maks.
maks.

1,0
0,05
0,1
0,50

Koloni/g
APM/g
Koloni/g
Koloni/g

maks.
maks.
maks.
maks.

1 x 106
10
1 x 104
1 x 104

CCP yang harus di perhatikan Pada proses pembuihan, dimana saat


pengkocokan putih telur harus benar dan tebentuk busa agar saat dilakukan
pengeringan didapat struktur yang stabil. Kemudian pada saat pelarutan cmc
kmudian dicampurkan dengan dekstrin sedikit demi sedikit sampai tercampur rata
karena akan berpengaruh pada proses pengeringan, bila cmc belum larut dan
masih terdapat butiran-butiran yang kasar maka proses pengeringan yang
dibutuhkan akan lama sehingga waktu yang diperlukan menjadi lama. dimana
dengan menggunakan air panas setelah Selain itu CCP juga digunakan dalam
proses pengeringan, dimana suhunya jangan terlalu tinggi suapaya produk yang
dihasilkan tidak menyimpang.

F. Daftar Pustaka

Alleoni, A. C. C. dan Antunes A. J. 2004. Albumen Foam Stability and SAvalbumin Contents in Eggs Coated with Whey Protein Concentrate.
Universidade do Norte do Paran, UNOPAR, Londrina.
Anonim. (2012). Foam Mat Drying. http://ilmudiinternet.blogspot.co.id/. Diakses
pada 08-03-2016
Kurniawan, I. 1991. Pengaruh penambahan asam atau garam asam terhadap
daya dan kestabilan buih putih telur itik Tegal umur satu dan empat
belas hari. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Menteri Kesehatan. (2012). Bahan Tambahan Pangan. Nomor 033 Tahun 2012.
Romanoff, A. L. dan A. F. Romanoff. 1963. The Avian Eggs. John Wiley and S
Inc., New York.
Seideman, W.E., O. J. Cotterill dan E. M. Funk. 1963. Factors affecting heat
coagulation of egg white. Poultry Sci. 42: 406-417.
Silverside F. G. and K. Budgell. 2004. The relationships among measures of egg
albumen height, pH and whipping volume. J. Poultry Sci. 83: 161911623.
Stadelman, W. F. dan O. J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. 4th
Edition. Food Products Press., An Imprint of the Haworth Press, Inc.,
New York.
Winarno, F. G., dan S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan
Pengolahannnya. M-Brio Press, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai