Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemeriksaan Kualitas Susu


4.1.1 Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu

Produk susu dievaluasi menggunakan dua uji yaitu uji organoleptik dan uji objektif.
Sampel susu yang diuji adalah susu kemasan, susu bubuk, susu basi, susu pasteurisasi dan susu
perah. Hasil dari pemeriksaan kualitas susu akan disajikan pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu
Hasil Pengamatan
Macam Uji Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5
(Susu (Susu (Susu Basi) (Susu (Susu
Kemasan) Bubuk) Pasteurisasi) Perah)
1. Uji Organoleptik:
Putih Putih Putih
Warna Putih Putih
Kekuningan Kekuningan Kekuningan
Bau Khas susu Khas susu Tengik Khas susu Khas susu
Rasa Susu Susu Asam Susu Susu
Kekentalan Encer Encer Kental Sedikit Sedikit
Kental Kental
2. Uji Kebersihan Bersih Bersih Bersih Bersih Bersih
3. Uji Didih Homogen Homogen Menggumpal Homogen Homogen
4. Uji Alkohol :
 Alkohol 70% Homogen Homogen Pecah Homogen Homogen
(3 ml)
 Alkohol 90% Homogen Homogen Pecah Homogen Homogen
(3 ml)
5. Uji pH 6,5 7 6 6 7
6. Uji Reduktase >4 jam >4 jam 1,5 jam >4 jam >4 jam
7. Berat Jenis 1.0280 1.0290 1.0260 1.0310 1.0259
8. Suhu 25°C 26°C 26°C 25°C 30°C

4.1.2 Pembahasan Pemeriksaan Kualitas Susu


Pemeriksaan kualitas susu menggunakan 5 jenis susu yang berbeda yaitu susu cair
kemasan, susu bubuk (diseduh dengan air hangat), susu basi (susu cair kemasan yang dibiarkan
diruang terbuka selama 13 jam penuh), susu pasteurisasi dan susu yang diperah langsung.
Masing-masing susu diperiksa dengan melakukan uji organoleptik (warna, bau, rasa,
kekentalan), uji kebersihan, uji alkohol, uji pH, uji reduktase, penetapan berat jenis (BJ) serta
suhu susu.
a. Uji Organoleptik
Uji organoleptik terdiri atas uji terhadap warna, bau, rasa, dan kekentalan susu.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, hasil yang didapatkan adalah sampel 1 dan 2
memiliki warna putih susu sedangkan sempel 3, 4 dan 5 memiliki warna putih kekuningan.
Berdasarkan hasil uji bau, sampel 1, 2, 4 dan 5 memiliki bau normal khas susu sapi, sedangkan
sampel 3 memiliki bau tengik. Hasil uji rasa sampel 1, 2, 4 dan 5 memiliki hasil yang sama yaitu
gurih dan manis, sedangkan sampel 3 memiliki rasa asam dan tengik. Pada uji kekentalan sampel
1 dan 2 kekentalan normal yaitu encer Ketika dilakukan pengujian terlihat bahwa sisa goyangan
susu menghilang dengan cepat, uji sampel 3 menunjukkan hasil kental, hal ini ditunjukkan oleh
sisa goyangan susu yang lambat menghilang, sedangkan uji sampel 4 dan 5 menunjukkan hasil
sedikit kental hal ini ditunjukkan ketika sisa goyangan susu yang lebih cepat menghilang dari
sampel 3. Hasil uji organoleptik ini menunjukkan kelima sampel susu memiliki warna yang
normal, yaitu putih hingga putih kekuningan.
Warna putih kekuningan susu berasal dari kasein. Pada susu, kasein berwarna putih seperti
salju, tidak tembus cahaya karena merupakan disfersi koloid (Buda et al., 1980; Buckle et al.,
2007). Selain kasein, susu mengandung karoten yang mengakibatkan produk ini kadang-kadang
berwarna kekuningan. Karoten merupakan pigmen kuning utama yang berasal dari lemak susu
(Asmaq dan Marisa, 2020). Apabila zat ini termetabolisme di dalam tubuh manusia akan
membentuk dua molekul. Karotenoid hanya disintesa oleh tumbuhan dan sangat dibutuhkan
sekali dalam pakan ternak perah. Beberapa faktor yang mempengaruhi banyaknya karoten dalam
susu adalah bangsa, spesies, individu, masa laktasi, umur, dan pakan hijauan yang dikonsumsi
oleh ternak. Diperkuat oleh Navyanti dan Adriyani (2015) bahwa warna, rasa dan bau tidak akan
terpengaruh apabila tidak ada kontaminasi benda asing seperti antibiotik ataupun residu obat-
obatan pada susu. Namun, berdasarkan hasil uji bau, rasa, dan kekentalan hanya sampel 1, 2, 4
dan 5 yang menunjukkan hasil normal dan layak dikonsumsi, sedangkan sampel 3 sudah
mengalami perubahan. Perubahan atau penyimpangan bau, rasa, dan konsistensi susu sampel 3
menunjukkan bahwa susu sudah dalam kondisi tidak segar dan diduga sudah terkontaminasi oleh
bakteri.
Semua bau dan rasa susu sapi kemasan adalah normal (aroma khas bau susu sapi) dan rasa
susu yang tidak menyimpang (sedikit manis dan sedikit asin). Citarasa susu dipengaruhi oleh
kadar lemak, protein, dan mineral yang terdapat pada susu. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sumudhita (1989) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi bau dan rasa susu adalah
pemberian pakan, macam bahan pakan yang diberikan, persiapan sapi yang akan diperah. Pada
akhir masa laktasi, kadar protein dan mineral sangat tinggi, sehingga rasa susu yang dihasilkan
sedikit asin. Susu murni mempunyai rasa sedikit manis ini disebabkan oleh laktosa dan kadar Cl
yang rendah. Jika terjadi penyimpangan terhadap bau susu maka dapat terjadi perubahan seperti :
bau asam, tengik dan busuk serta rasa susu akan berubah seperti : rasa tengik disebabkan oleh
kuman asam mentega, rasa sabun disebabkan oleh Bacillus lactic saponacei, rasa lobak
disebabkan oleh kuman coli (Diastari dan Agustina, 2013). Hal ini dipengaruhi oleh sifat lemak
air susu yang mudah menyerap bau di sekitarnya. Demikian juga bahan pakan ternak sapi dapat
mempengaruhi bau air susu (Sukmawati, 2014). Bau air susu mudah berubah dari bau yang
sedap menjadi bau yang tidak sedap. Susu mengental ditandai adanya lendir atau busa yang
menempel pada dinding tabung reaksi. Hasil evaluasi kekentalan didapatkan susu segar dan susu
yang didinginkan adalah kental sedangkan susu diruang terbuka adalah encer. Kekentalan susu
dipengaruhi oleh komposisi susu segar, umur hewan dan beberapa perlakuan seperti adanya
pengadukan dan penyimpanan yang cukup lama akan menurunkan kekentalan pada susu.
Beberapa genus bakteri yang diketahui mampu menghasilkan protease di antaranya Bacillus,
Lactococcus, Streptomyces, dan Pseudomonas (Said dan Likadja, 2012).
b. Uji Kebersihan
Uji kebersihan merupakan uji yang penting untuk dilakukan dalam pemeriksaan kualitas
susu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kebersihan cara-cara penanganan susu pada
perusahaan atau tempat produksinya, karena hal ini meliputi mulai dari kebersihan kandang
dengan segala persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendirikan kandang, kebersihan sapi,
kebersihan pemerah, dan kebersihan alat-alat yang dipakai ketika proses pemerahan. Semua
faktor tersebut masing-masing saling berakitan dan akan saling mempengaruhi terhadap kualitas
susu serta juga mempengaruhi kesehatan konsumen yang mengkonsumsinya. (Aritonang, 2017).
Dari hasil yang didapatkan menunjukkan tidak adanya kotoran pada sampel susu yang dimana
dapat dikatakan dari semua sampel yang di uji adalah bersih, hal ini menunjukkan bahwa proses
penanganan susu mulai dari pemerahan sampai susu siap disajikan dilakukan dengan alat yang
bersih dan personal higiene yang baik dari para pekerja.

c. Uji Didih
Tujuan pada uji didih adalah untuk memeriksa dengan cepat derajat keasaman pada susu
dengan melihat adanya pengumpalan atau pecahan susu yang dipanaskan. Uji didih dilakukan
pada lima jenis sampel susu yang meliputi susu kemasan, susu bubuk, susu basi, susu
pasteurisasi dan susu perah. Pada uji didih sampel 1, 2, 4 dan 5 tersebut memberikan hasil
negatif (homogen), dimana tidak adanya penggumpalan pada susu saat proses pemanasan. Tidak
adanya penggumpalan susu pada saat pemanasan berarti keadaan kasein yang berada dalam susu
tersebut masih dalam kondisi baik atau mantel air yang mengelilingi kasein masih dalam
keadaan baik dan stabil yang mengakibatkan kasein susu tidak pecah dan menggumpal ketika
dididihkan (Rizqan dan Rosa, 2019). Sedangkan pada uji didih sampel 3 menunjukkan terjadinya
penggumpalan, Hal ini dikarenakan adanya asam yang dihasilkan oleh mikroba dari penguraian
laktosa, dimana zat tersebut menyebabkan protein susu mudah mengalami denaturasi dan
penggumpalan bila dilakukan pemanasan sehingga mengakibatkan susu yang telah banyak
ditumbuhi mikroba akan menjadi asam dan mudah pecah jika dipanaskan.
d. Uji Alkohol
Uji alkohol adalah suatu uji untuk menentukan sifat – sifat pemecahan protein susu. Hasil
uji alkohol negatif ditandai dengan tidak adanya gumpalan susu yang melekat pada dinding
tabung reaksi (Dirkeswan, 1977). Pemeriksaan uji alkohol menggunakan konsentrasi alkohol
70% dan 90% masing-masing 3 ml yang diujikan pada lima jenis sampel susu sebanyak 3 ml
setiap sampel. Hasil pemeriksaan dari seluruh sampel susu 1, 2, 4 dan 5 yang dilakukan uji
menunjukkan hasil homogen (tidak pecah), sedangakan sampel susu 3 menunjukan hasil tidak
homogen (pecah). Susu yang tidak homogen (pecah) menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan
pada air susu. Pecahnya air susu disebabkan oleh adanya aktivitas bakteri asam yang mengubah
laktosa menjadi asam laktat pada susu (Nababan et al., 2014). Bakteri yang selalu ada di dalam
susu ialah bakteri penghasil asam susu, terutama Streptoccocus lactis. Bakteri ini terdapat dalam
jumlah yang besar, berkembang biak cepat sekali dan mudah menguraikan laktosa sehingga
menyebabkan protein susu cepat mengalami koagulasi. Semakin tinggi derajat asam susu,
semakin berkurang jumlah alkohol dengan kepekatan yang sama dibutuhkan untuk memecahkan
susu yang sama banyaknya (Suardana dan Swacita, 2009). Susu dengan kualitas yang buruk
(susu asam) akan menggumpal (pecah) jika ditambahkan alkohol, akibat daya dehidratasi dari
alkohol.

Uji alkohol menentukan kestabilan sifat koloidal protein susu masih dalam keadaan baik,
sehingga pada selubung atau mantel air yang menyelimuti butir-butir protein yaitu kasein masih
dalam keadaan baik. Alkohol memiliki daya dehidrasi yang menarik gugus H+ dari ikatan mantel
air, protein, sehingga protein dapat melekat satu dengan yang lain akibatnya kestabilan protein
berkurang yang dinamakan susu pecah (Sudarwanto, 2005). Pada saat susu dicampur dengan
alkohol yang memiliki daya dehidrasi, maka protein tidak berkoagulasi sehingga susu tidak
pecah. Pecahnya susu menyebabkan kualitas susu rendah sehingga tidak layak dikonsumsi
karena adanya kemungkinan bahwa kadar asam yang terkandung dalam susu tinggi (Dwitania
dan Swacita, 2013; Sutrisna et al., 2014).
e. Uji pH
Uji pH susu dilakukan untuk menentukan keasaman susu dengan menghitung log
konsentrasi ion hidrogen (asam) dalam susu. Susu segar umumnya mempunyai pH sekitar 6,5
sampai 6,7 atau pH sekitar netral. Nilai pH yang lebih besar dari 6,7 menunjukkan adanya
kelainan seperti mastitis pada sapi. Apabila pH di bawah 6,5 kemungkinan susu tersebut susu
kolostrum atau susu yang telah rusak oleh adanya bakteri. Tingkat keasaman susu menurun
karena fermentasi laktosa menjadi asam laktat oleh mikroba (Suardana dan Swacita, 2009).
Sedangkan menurut Badan Standarisasi Nasional (2011), pH susu yang dipersyaratkan adalah
sekitar 6,3 sampai 6,8. Hasil yang didapat pada uji pH yaitu susu 1, 2 dan 5 pH dikatakan normal
yaitu sebesar 6,5 dan 7, sedangkan pada susu 3 dan 4 pH dibawah normal yaitu 6, pH dibawah
6,5 menunjukkan adanya kolostrum atau bakteri (Saleh, 2004). Susu sangat mudah tercemar oleh
bakteri saat kontak dengan udara. Penanganan susu yang tidak benar dapat menyebabkan daya
simpan susu menjadi singkat (Zakaria et al., 2011).
f. Uji Reduktase
Uji ini digunakan untuk menentukan adanya kuman pada susu dalam waktu cepat. Pada
prinsipnya dalam susu terdapat enzim reduktase yang dibentuk oleh kuman-kuman. Pada uji ini
hasil yang diperoleh adalah susu 1, 2, 4 dan 5 menunjukkan waktu reduktase yangsa baik yaitu
lebih dari 4 jam. Sedangkan pada sampel susu 3 menunjukkan waktu reduktase yang kurang baik
yaitu 1,5 jam. Uji reduktase methylene blue digunakan untuk mengukur aktivitas bakteri yang
terdapat didalam susu dan dapat pula digunakan untuk memperkirakan jumlah bakteri dalam
susu. Dalam susu terdapat enzim reduktase yang dibentuk oleh kuman-kuman. Enzim ini
mereduksi zat warna biru metilen menjadi putih jernih. Waktu reduktase minimum yaitu 2 jam,
dan susu dikatakan baik bila waktu reduktasenya 4 jam atau lebih. Tujuan uji ini juga untuk
mengetahui kondisi sanitasi susu (ditandai dengan tinggi rendahnya aktifitas mikroba)
(Soeparno, 1992).
Semakin banyak bakteri yang ada pada susu semakin cepat pula susu berubah warna dari
biru menjadi putih. Hal ini dikarenakan oleh bakteri dapat membentuk enzim reduktase di dalam
susu untuk mereduksi zat warna biru metilen menjadi larutan tidak berwarna. Menurut Sari et al.
(2013), lama atau tidaknya waktu perubahan warna methylene blue yang ada di dalam susu
dipengaruhi oleh banyak atau tidaknya jumlah bakteri di dalam susu. Organisme yang tumbuh
dalam susu menghasilkan oksigen yang ada dan apabila oksigen habis, akan terjadi reaksi
oksidasi-reduksi untuk kelangsungan hidup mikroba (Umar et al., 2014). Berdasarkan SNI 01-
3141-1998, syarat mutu susu segar yaitu memiliki angka reduktase 2-5 jam, sehingga hasil
pengujian terhadap sampel susu kemasan, susu bubuk, susu pasteurisasi dan susu perah
memenuhi syarat susu segar SNI, sedangkan sampel susu basi yang diuji sudah tidak memenuhi
syarat susu segar.
g. Penetapan Berat Jenis (BJ) dan Suhu
Berat jenis (BJ) pada susu cair kemasan, susu bubuk, susu basi, susu pasteurisasi dan susu
segar masing-masing adalah 1.0280, 1.0290, 1.0260, 1.0310 dan 1.0259. Tujuan dilakukannya
uji berat jenis adalah untuk mengetahui jika terjadi penyimpangan terhadap susu segar dalam
hubungannya dengan penambahan air (Anindita dan Soyi, 2017). Nilai berat jenis pada
pemeriksaan sampel susu 1 sesuai dengan standar menurut SNI (1998) dan TAS (2008),
sedangkan sampel susu 3 dan 5 lebih rendah dari standar SNI serta sampel susu 2 dan 4 lebih
tinggi dari standar SNI yaitu sebesar 1,028. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kadar lemak yang
terkandung pada susu. Legowo, et al., (2009) menyatakan bahwa berat jenis susu tergantung dari
kandungan lemak dan bahan padat susu. Kandungan lemak berpengaruh negatif terhadap berat
jenis susu, karena berat jenis lemak lebih rendah dibandingkan berat jenis air ataupun plasma
susu. Nilai BJ yang rendah dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya perubahan kondisi
lemak dan adanya gas yang timbul di dalam air susu atau bisa juga susu dibiarkan dalam keadaan
terbuka (tanpa penutup) sehingga uap air akan masuk ke dalam susu. Kandungan yang terlarut
didalam susu dimana semakin banyak senyawa yang terdapat dalam susu maka berat jenis susu
akan meningkat (Anindita dan Soyi, 2017). Perubahan suhu lingkungan akan berpengaruh
terhadap BJ air susu, misalnya pada suhu lingkungan yang dingin, air susu semakin berat dan
sebaliknya (Sukmawati, 2014). Karena susunan susu berubah-ubah, maka BJ segera sesudah
diperah lebih rendah daripada beberapa jam kemudian. Menurut Visweshar dan Krishnaiah
(2005), penurunan nilai berat jenis susu dapat disebabkan oleh penambahan air, penambahan
lemak, dan kenaikan suhu. Penambahan air dapat menyebabkan susu menjadi cair sehingga
konsentrasi zat-zat penyusunan dalam susu menurun. Penurunan konsentrasi zat-zat penyusunan
dalam susu dapat menurunkan nilai berat jenis susu. Penambahan air dapat menurunkan berat
jenis susu karena nilai berat jenis air yang rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Anindita, N. S., Soyi, D. S. 2017. Studi kasus: Pengawasan Kualitas Pangan Hewani melalui
Pengujian Kualitas Susu Sapi yang Beredar di Kota Yogyakarta. Jurnal Peternakan
Indonesia. 19(2): 96-105.
AritonanG, S. N. 2009. Susu dan Teknologi. Swagati Press. Cirebon.
Asmaq, N., Marissa, J. 2020. Karakteristik Fisik dan Organoleptik Susu Segar di Medan
Sunggal. Jurnal Peternakan Indonesia. 22(2): 168-175.
Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., Wooton M. 2007. Ilmu Pangan. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Buda, I. K., Arka, I. B., Sulandra, I. K., Jamasuta, I. G. P., Arnawa, I. K. 1980. Susu dan Hasil
Pengolahanya. Bagian Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Kedokteran Hewan dan
Peternakan. Universiyas Udayana. Denpasar
Diastari, I. G. A. F., Agustina, K. K. 2013. Uji Organoleptik dan Tingkat Keasaman Susu Sapi
Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar. Indonesia Medicus Veterinus.
2(4): 453-460.
Dirkeswan, 1983. Manual Kesmavet. No. 28/II/1983. Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat
Jendral Peternakan, Departemen Pertanian. Jakarta. Hlm. 35-43
Dwitania, D. C., Swacita, I. B. N. 2013. Uji Didih, Alkohol dan Derajat Asam Susu Sapi
Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar. Jurnal Veteriner. 2(4): 437-
444.
Legowo, A. M., Kusrahayu., Mulyani, S. 2009. Ilmu dan Teknologi Susu. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang.
Nababan, L. A., Ketut, I. S., Ida, B. N. S. 2014. Ketahanan Susu Segar pada Penyimpanan Suhu
Ruang Ditinjau dari Uji Tingkat Keasaman, Didih, dan Waktu Reduktase. Indonesia
Medicus Veterinus. 3(4): 274-282.
Navyanti, F., Adriyani, R. 2015. Higiene Sanitasi, Kualitas Fisik Dan Bakteriologi Susu Sapi
Segar Perusahaan Susu X di Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 8(1): 36-47.
Rizqan, A., Roza, E. 2019. Uji Didih, Uji Alkohol dan Total Plate Count Susu Kambing
Peternakan Etawa (PE) di Peternakan Ranting Mas. Jurnal Peternakan Indonesia. 21(2):
122-129.
Said, M. I., Likadja, J. C. 2012. Isolasi dan Identifikasi Bakteri yang Berpotensi Sebagai
Penghasil Enzim Protease pada Industri Penyamakan Kulit PT. Adhi Satria Abadi (Asa),
Yogyakarta. Makalah Ilmiah. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makassar.
Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi Produksi
Ternak. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Sari, M., Swacita, I. B. N., Agustina, K. K. 2013. Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah
Post Thawing Ditinjau dari Waktu Reduktase dan Angka Katalase. Jurnal Veteriner.
2(2): 202- 207.
Sni Standar N I. 1998. Susu Segar. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional
Soeparno. 1992. Teknologi Pengawasan Daging. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor, Bogor.
Suardana, I. W., Swacita, I. B. N. 2009. Hygiene Makanan Kajian Teori dan Prinsip Dasar.
Udayana University Press. Denpasar.
Sudarwanto, M. 2005. Bahan Kuliah Hygiene Makanan. Bagian Penyakit Hewan dan Kesehatan
Masyarakat Veteriner. FKH IPB. Bogor.
Sukmawati, M. S. 2014. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Susunan dan Keadaan Air Susu.
Bahan Ajar Ilmu Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Bali.
Sukmawati, M. S. 2014. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Susunan dan Keadaan Air Susu.
Bahan Ajar Ilmu Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Bali.
Sumudhita, M. W. 1989. Susu dan Penanganannya. Program Studi Ilmu Produksi Ternak Perah.
Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar.
Sutrisna, D. Y., Suada, I. K., Sampurna, I. P. 2014. Kualitas Susu Kambing Selama
Penyimpanan pada Suhu Ruang Berdasarkan Berat Jenis, Uji Didih, dan Kekentalan.
Jurnal Veteriner. 3(1): 60-67.
Thai Agricultural Standard. TAS 6006-2008. Raw Goat Milk. National Bureau of Agricultural
Commodity and Food Standards, Ministry of Agriculture and Cooperatives. ICS
67.100.01. Published in the Royal Gaze tte Vol. 125 Section 139 D. Thailand.
Umar., Razali., Novita, A. 2014. Derajat keasaman dan angka reduktase susu sapi pasteurisasi
denngan lama penyimpanan yang berbeda. Jurnal Medika Veterinaria. 8(1).
Visweshar, S. K., Krishnaiah, N. 2005. Quality control of milk and processing. Di dalam : Reddy
PS, editor. Intermediate Vocational course, Andrha Pradesh, 2005. Andrha Pradesh
(IN) :Telugu Academy Publication. Hlm 14-25.
Zakaria, Y., Helmy, M. Y., Safara, Y. 2011. Analisis Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah
yang Disterilkan pada Suhu dan Waktu yang Berbeda. Jurnal Agripet, 11(1): 29- 31.

Anda mungkin juga menyukai