Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KEGIATAN KOASISTENSI KESEHATAN

MASYARAKAT VETERINER (KESMAVET) PROGRAM


PROFESI DOKTER HEWAN
GELOMBANG XVII KELOMPOK E

PEMERIKSAAN LIMBAH RUMAH POTONG HEWAN PESANGGARAN

ANGGOTA KELOMPOK:
I Dewa Agung Ayu Irma Aristawati, S.KH 2009611013
Stefanie Nadya Stellanora Sunarko, S.KH 2009611017
Ike Siwi Widyaningtiyas, S.KH 2009611021
I Kadek Ariyuda Prasetya, S.KH 2009611041
Adelia Putri, S.KH 2009611061
Faccettarial Cylon Marchel Marlissa, S.KH 2009611069

LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS
KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Pemeriksaan Limbah Rumah
Potong Hewan Pesanggaran dengan baik dan tepat waktu. Laporan ini disusun sebagai
pertanggungjawaban kegiatan koasistensi mengenai pemeriksaan terhadap mutu limbah
yang dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Pendidikan Profesi
Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
Pada kesempatan ini, kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. drh. I Nengah Kerta Besung, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana.
2. Prof. Dr. drh. I Ketut Berata, M.Si. selaku Koordinator Program Pendidikan Profesi
Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
3. drh. I Ketut Suada, M.Si. selaku Dosen Koordinator PPDH Stase Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
4. Prof. Dr. drh. I Wayan Suardana, M.Si. selaku dosen PPDH Stase Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
5. Dr. drh. Ida Bagus Ngurah Swacita, M.P. selaku dosen PPDH Stase Kesehatan
Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
6. drh. I Made Sukada, M.Si. selaku dosen PPDH Stase Kesehatan Masyarakat Veteriner,
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
7. drh. Mas Djoko Rudyanto, M.S. selaku dosen PPDH Stase Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
8. drh. Kadek Karang Agustina, M.P. selaku dosen PPDH Stase Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
9. Semua pihak yang telah membantu selama kegiatan koasistensi berlangsung.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam
penulisan. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menjadi
acuan bagi penyusun untuk menjadi lebih baik lagi.
Denpasar, 14 Januari 2020
Hormat kami,

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER .........................................................................................................i

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii

DAFTAR TABEL ..............................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................1


1.2 Tujuan Penulisan .............................................................................................1
1.3 Manfaat Penulisan ...........................................................................................1
1.4 Metode Penulisan ............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................3

2.1 Limbah Rumah Potong Hewan ......................................................................3


2.2 Parameter Air Limbah Rumah Potong Hewan...............................................3
2.3 Pengolahan Limbah Ternak Rumah Potong Hewan ......................................5
BAB III MATERI DAN METODE..................................................................................8

3.1 Materi .............................................................................................................8


3.1.1 Waktu dan Tempat ................................................................................8
3.1.2 Alat dan Bahan......................................................................................8
3.2 Metode............................................................................................................8
3.2.1 Uji Subyektif..........................................................................................8
3.2.2 Uji Obyektif ..........................................................................................9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................11

4.1 Hasil ...............................................................................................................11


4.2 Pembahasan....................................................................................................12
BAB V PENUTUP..............................................................................................................17

5.1 Simpulan ........................................................................................................17


5.2 Saran ..............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................18

LAMPIRAN........................................................................................................................20

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan kualitas Limbah Cair RPH Pesanggaran .....................11

Tabel 4.2 Pemeriksaan Obyektif Air Limbah di RPH Pesanggaran ..........................12

iv
BAB I PENDAHULUAN
Pemenuhan kebutuhan daging harus memenuhi

1.1 Latar Belakang standar Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Standar
ASUH memerlukan pemotongan daging dilakukan di
Rumah Potong Hewan. Persyaratan Rumah Potong
Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging yang
diatur dalam Permentan No.
13/Permentan/OT.140/1/2010 adalah lokasi rumah
potong hewan tidak menimbulkan gangguan dan
pencemaran lingkungan. Rumah Potong Hewan
Pesanggaran merupakan salah satu rumah potong
hewan yang terdapat di Bali. Rumah Potong Hewan
Pesanggaran tiap harinya rata-rata memotong 20 ekor
sapi maupun babi perharinya. Hal tersebut
berkontribusi pada tingkat cemaran limbah cair di
Rumah Potong Hewan Pesanggaran.
Limbah cair Rumah Potong Hewan mengandung
larutan darah, protein, lemak dan padatan tersuspensi
yang menyebabkan tingginya bahan organic dan
nutrisi, tingginya variasi jenis dan residu yang terlarut
ini akan memberikan efek mencemari sungai dan badan
air (Kundu et al., 2013). Bahaya atau resiko yang
ditimbulkan dari aktivitas di Rumah Potong Hewan
yang pengelolaan air limbahnya kurang sempurna atau
tidak adanya instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
memiliki potensi bahaya seperti adanya bakteri-bakteri
pathogen penyebab penyakit.
Dari penjabaran di atas dapat diketahui bahwa
penjaminan terhadap mutu limbah Rumah Potong
Hewan merupakan hal yang penting untuk mengetahui
tingkat cemaran baku mutu limbah di Rumah Potong
Hewan Pesanggaran. Sehingga pada kesempatan kali
ini kami mahasiswa PPDH Gelombang 17 Kelompok E
melakukan penilaian terhadap mutu limbah melalui uji

1
subyektif dan Manfaat yang didapatkan dalam penulisan
obyektif. Penilaian laporan ini adalah untuk menambah ilmu pengetahuan
mutu limbah bagi penulis serta pembaca mengenai pemeriksaan
merupakan salah satu terhadap mutu limbah sebagai
aspek yang perlu
dikuasai oleh seorang
dokter hewan.
Kompetensi ini
sangat penting untuk
mewujudkan aspek
kesehatan lingkungan
khususnya untuk
memastikan bahwa
limbah di Rumah
Potong Hewan sesuai
dengan mutu baku
limbah dan tidak
mencemari daging
yang dipotong.
1.2 Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulisan laporan ini
adalah untuk
mengetahui metode
dan hasil pengujian
mutu limbah di
Rumah Potong
Hewan Pesanggaran
serta
membandingkan
dengan mutu baku
limbah yang ada.
1.3 Manfaat
Penulisan
2
salah satu cara untuk mencegah pencemaran lingkungan. Selain itu juga sebagai bahan syarat
untuk memenuhi salah satu tugas PPDH pada Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner,
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan laporan ini ditulis berdasarkan kegiatan di Laboratorium
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas
Udayana berupa pemeriksaan dengan uji subjektif dan objektif pada limbah. Laporan
dikumpulkan menjadi satu dan ditulis secara ilmiah.
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA

2.1 Limbah Rumah Potong Hewan


Limbah pemotongan hewan (RPH) yang berupa feces, urine, isi rumen atau isi
lambung, darah afkiran daging atau lemak, dan air cuciannya, dapat bertindak sebagai media
pertumbuhan dan perkembangan mikroba sehingga limbah tersebut mudah mengalami
pembusukan. Dalam proses pembusukannya di dalam air, mengakibatkan kandungan NH3
dan H2S di atas maksimum kriteria kualitas air, dan kedua gas tersebut menimbulkan bau
yang tidak sedap serta dapat menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan yang disertai
dengan reaksi fisiologik tubuh berupa rasa mual dan kehilangan selera makan. Selain
menimbulkan gas berbau busuk juga adanya pemanfaatan oksigen terlarut yang berlebihan
dapat mengakibatkan kekurangan oksigen bagi biota air.
Limbah cair RPH mengandung larutan darah, protein, lemak dan padatan tersuspensi
yang menyebabkan tingginya bahan organik dan nutrisi, tingginya variasi jenis dan residu
yang terlarut ini akan memberikan efek mencemari sungai dan badan air (Kundu et al., 2013).
Limbah cair yang dikeluarkan oleh RPH harus dilakukan pengolahan sebelum dibuang ke
lingkungan agar cemaran tidak melebihi baku mutu air limbah. Baku mutu air limbah bagi
usaha dan atau kegiatan RPH berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun
2014 di antaranya limbah cair memiliki kadar paling tinggi untuk BOD 100 mg/l, COD 200
mg/l, TSS 100 mg/l, minyak dan lemak 15mg/l, NH3-N 25 mg/l dan pH 6- 9 (Kementerian
Lingkungan Hidup, 2014). Selain itu dengan menentukan kandungan dalam limbah dapat
ditentukan proses pengolahan limbah yang dibutuhkan (Herlambang, 2006).
Bahaya atau risiko yang ditimbulkan sebagai akibat dari aktivitas di RPH yang
pengelolaan air limbahnya kurang sempurna atau tidak adanya instalasi pengolahan air
limbah (IPAL) memiliki potensi bahaya, di antaranya adanya bakteri-bakteri patogen
penyebab penyakit, meningkatnya kadar BOD, COD, TSS, minyak dan lemak, pH dan NH3-
N

2.2 Parameter Air Limbah Rumah Potong Hewan


Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014 Adalah:
A. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah salah satu metode analisis yang
dipergunakan untuk mengetahui tingkat polusi dari suatu air limbah dalam pengertian
kebutuhan mikroba akan oksigen dan merupakan ukuran tak langsung dari bahan
organik dalam limbah. Jika tingkat oksigen terlalu rendah, maka organisme yang
hidupnya menggunakan oksigen seperti ikan dan bakteri aerob akan mati. Jika bakteri
aerob mati, maka organisme aerob akan menguraikan bahan organic dan
menghasilkan bahan seperti Methana dan H2S yang dapat menimbulkan bau busuk
pada air (Said dan Ineza, 2009).

B. COD (Chemical Oxygen Demand)


COD atau Chemical Oxygen Demand merupakan analisa kimia untuk mengetahui
tingkat polutan bahan kimia yang ada dalam air limbah. Uji ini juga dapat mengukur
senyawa-senyawa organik yang tidak dapat dipecahkan secara biologis (Basri &
Hamzah, 2016). COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang
diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd,
2012).

C. TSS (Total Suspended Solid)


TSS atau Total Suspended Solid adalah padatan yang tidak larut dan tidak dapat
mengendap langsung yang menyebabkan kekeruhan air(turbiditi). Padatan tersuspensi
biasanya terdiri dari partikel-partikel halus ataupun floks (lempung dan lanau) yang
ukuran maupun berat partikelnya lebih rendah dari sedimen pasir. Bahan-bahan kimia
toksik dapat melekat pada padatan tersuspensi ini. Limbah cair yang mempunyai
kandungan zat tersuspensi tinggi tidak boleh dibuang langsung ke dalam badan air
karena disamping dapat menyebabkan pendangkalan juga dapat menghalangi sinar
matahari masuk kedalam dasar air sehingga proses fotosintesa mikroorganisme tidak
dapat berlangsung.

D. Minyak dan Lemak


Minyak dan lemak yang mencemari air sering dimasukkan kedalam kelompok
padatan yang mengapung di atas permukaan air. Pencemaran air oleh minyak sangat
merugikan karena dapat mereduksi penetrasi sinar matahari, menghambat
pengambilan oksigen dari atmosfir, dan mengganggu kehidupan tanaman dan satwa
air. Komponen- komponen hidrokarbon jenuh yang menyusun minyak yang
mempunyai titik didih rendah diketahui dapat menyebabkan anestesi dan narkosis
pada berbagai hewan tingkat rendah dan jika terdapat pada konsentrasi tinggi dapat
mengakibatkan kematian.

E. NH3 (Amonia)
NH3 atau amonia biasanya muncul sebagai akibat dari pembusukan jaringan
tanaman dan dekomposisi kotoran hewan. Amonia kaya akan nitrogen dan merupakan
bahan pupuk yang baik. Adanya amonia dalam air limbah dapat menjadi indikasi
adanya pencemaran senyawa organik yang mengandung nitrogen. Kadar NH3
maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 25 mg/L. f

F. pH
pH merupakan derajat keasaman suatu perairan. Nilai pH akan berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup organisme perairan. Nilai pH dalam suatu perairan dapat
dijadikan indikator dari adanya keseimbangan unsur kimia dan unsur hara yang
bermanfaat bagi kehidupan begetasi akuatik (Sahrijanna, A, 2017). Pengukuran pH
yang berkaitan dengan proses pengolahan biologis karena pH yang kecil akan lebih
menyulitkan disamping akan mengganggu kehidupan dalam air bila dibuang ke
perairan terbuka.

2.3 Pengolahan Limbah Ternak Rumah Potong Hewan


Pengolahan air limbah untuk melindungi lingkungan hidup dari pencemaran. Secara
ilmiah sebenarnya lingkungan mempunyai daya dukung yang cukup besar terhadap gangguan
5
yang timbul karena pencemaran air limbah tersebut. Namun demikian, alam tersebut
mempunyai kemampuan yang terbatas dalam daya dukungnya sehingga air limbah perlu
diolah sebelum dibuang.
Kusnoputranto (1983) menyatakan bahwa pengolahan air limbah, termasuk air limbah
RPH, dapat menggunakan cara sebagai berikut:
1. Pengenceran (diution)
Pengenceran (dilution) air buangan dilakukan dengan menggunakan air jernih
untuk mengencerkan sehingga konsentrasi polutan pada air limbah menjadi cukup
rendah untuk bisa dibuang ke badan - badan air. Pada keadaan – keadaan tertentu
pengenceran didahului dengan proses pengendapan dan penyaringan. Kekurangan
yang perlu diperhatikan dalam cara ini adalah penggunaaan jumlah air yang
banyak, kontaminasi pada badan - badan air, dan pendangkalan saluran air akibat
adanya pengendapan.

2. Irigasi luas
Irigasi luas umumnya digunakan di daerah luar kota atau di pedesaan karena
memerlukan tanah yang cukup luas yang jauh dari pemukiman penduduk. Air
limbah dialirkan ke dalam parit - parit terbuka yang digali dan merembes masuk
ke dalam tanah permukaan melalui dasar dan dinding parit - parit tersebut. Air
limbah RPH yang banyak mengandung ammonia atau bahan pupuk dapat
dialirkan ke lahan pertanian karena berfungsi untuk pemupukan.

3. Kolam Oksidasi (Oxidation Pond)


Kolam oksidasi merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam
mengelola limbah. Kolam oksidasi terdiri dari beberapa kolam yang bertujuan
untuk menjernihkan limbah cair sehingga tidak membahayakan lingkungan
(Andiese, 2011). Empat unsur penting dalam proses pembersihan alamiah di
kolam oksidasi adalah sinar matahari, ganggang, bakteri dan oksigen. Oksigen ini
digunakan oleh bakteri aerobik untuk melakukan dekomposisi zat-zat organik
yang terdapat dalam air buangan. Jika kadar BOD dan TSS dari limbah sudah
berkurang pada tingkat yang aman maka air limbah tersebut dapat dibuang ke
badan air.
4. Instalasi pengolahan primer dan sekunder
Pengolahan primer atau primary and secondary treatment plant merupakan
pengolahan limbah yang dilakukan untuk memisahkan kerikil, lumpur, dan
penghilangan zat padat yang terapung (Sugiharto, 1987). Setelah pengolahan
primer dilanjutkan dengan pengolahan sekunder, dimana meliputi proses biologis
untuk mengurangi BOD di dalam air. Instalasi ini biasanya merupakan fasilitas
lengkap pengolahan air limbah yang besar bagi sebuah kawasan pemukiman kota
dan industri yang menghasilkan air limbah.
BAB III MATERI DAN
METODE

3.1 Materi
3.1.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan Koasistensi Pendidikan Profesi Kedokteran Hewan dilakukan pada tanggal 8
Januari 2021 dan 14 Januari 2021 Kegiatan ini bertempat di Laboratorium Kesehatan
Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana dan Rumah Potong
Hewan Pesanggaran.

3.1.2 Alat dan Bahan


A. Alat
Alat-alat yang dibutuhkan adalah tabung reaksi, rak tabung, pH meter,
laktodensimeter, termometer, timbangan analitik, cawan penguap, oven, gelas beker,
pipet, gelas ukur, inkubator.
B. Bahan
Pemeriksaan air limbah menggunakan sampel masing-masing sebanyak 200 ml
yang diambil dari 6 lokasi air limbah di lingkungan RPH Pesanggaran, Denpasar.
Pengambilan sampel limbah diambil selama 2 hari pada lokasi berikut:
Lokasi I : Limbah karkas sapi
Lokasi II : Limbah dari ruangan pembersihan jeroan sapi
Lokasi III : Limbah dari ruangan pemotongan babi
Lokasi IV : Limbah gabungan dari penampungan limbah sapi dan babi
Lokasi V : Limbah dari Waste Water Garden (WWG)
Lokasi VI : Limbah akhir ke saluran umum
Selain sampel limbah, bahan yang juga digunakan adalah metilen blue 0,5%.

3.2 Metode
3.2.1 Uji Subyektif
1. Uji Warna
Uji warna pada limbah dilakukan dengan mengamati air limbah dari RPH
Pesanggaran dengan cara dihomogenkan terlebih dahulu.
2. Uji Bau
Uji Bau pada limbah ilakukan dengan mencium bau air limbah yang telah dimasukkan
terlebih dahulu ke dalam gelas beker.

3. Uji Konsistensi
Uji Konsistensi pada limbah dilakukan dengan mengamati air limbah yang telah
dimasukan ke dalam gelas beker kemudian digoyang-goyangkan.

3.2.2 Uji Obyektif


1. Uji pH dan Suhu
Pemeriksaan pH dan suhu dilakukan secara in situ. Alat yang digunakan adalah pH
meter dan termometer. Elektoda pH meter dicelupkan ke dalam sampel air di 6 titik
lokasi limbah RPH Pesanggaran bersama dengan termometer. Ditunggu 1-2 menit
sampai menunjukkan angka yang konstan. Hasil yang terbaca kemudian dicatat.

2. Uji Reduktase
Tabung reaksi sejumlah 6 buah disiapkan dan diberi label berdasarkan asal sampel air
limbah (6 titik lokasi limbah RPH Pesanggaran). Masing-masing sampel air limbah
dimasukkan ke tabung reaksi sebanyak 10 ml. Ditambahkan Methylene Blue 0,5%
sebanyak 2 tetes ke setiap tabung reaksi menggunakan pipet tetes. Sampel kemudian
dihomogenkan. Setiap tabung reaksi kemudian disumbat menggunakan kapas dan
dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 37 oC. Pengamatan dilakukan setiap 20
menit untuk melihat adanya perubahan warna yang terjadi. Inkubasi dilakukan sampai
semua sampel berubah warna menjadi semula kemudian hasil waktu reduksi dicacat.

3. Uji Penetapan Berat Jenis (gr/ml)


Masing-masing gelas ukur yang kosong terlebih dahulu ditimbang kemudian dicatat
beratnya. Masing-masing sampel air limbah dimasukkan ke dalam gelas ukur tadi
sebanyak 50 ml. Gelas ukur yang sudah berisi sampel kemudian ditimbang lagi lalu
dicatat. Rumus pengukuran berat jenis menurut Tchobanoglous (1993) adalah sebagai
berikut:

��𝒆���� ��𝒆���� = ��𝒆 ���� 𝑺��� �𝒆� (𝑴 𝒂 ����)

𝑽����𝒆 𝑺𝒂��𝒆�
Keterangan:
Berat Sampel (gr) = berat gelas ukur yang telah berisi sampel dikurangi berat gelas
ukur kosong
Volume Sampel = 50 ml

4. Uji Padatan (mg/L)


Cawan aluminium dipanaskan terlebih dahulu menggunakan oven dengan suhu 100oC
selama 10 menit sampai beratnya konstan (selisih penimbangan tidak melebihi 0,0002
gram), kemudian ditimbang dan dicatat berat cawan tersebut. Masing-masing sampel
air limbah dimasukkan pada setiap cawan sebanyak 25 ml. Cawan yang sudah berisi
sampel kemudian dipanaskan menggunakan oven dengan suhu 105 oC sampai
cairannya habis menguap / hanya tersisa padatan saja. Setelah sampel mengering
kemudian cawan ditimbang lagi lalu dicatat beratnya. Jumlah padatan pada sampel air
limbah kemudian
dihitung dengan rumus sebagai berikut:

���𝒕��𝒍 ������������� = �� � ��� � ����𝑎 � �� � 𝑖� � − �� � ���


𝐾�� ��𝑔 × 1000
������� �������

Keterangan:
Berat Cawan dan Residu = berat cawan setelah dipanaskan sampai mengering
Berat Kosong = berat konstan cawan awal
Volume Sampel = 25 ml
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pemeriksaan Kualitas Limbar Cair RPH Pesanggaran


Pemeriksaan kualitas air limbah di Rumah Potong Hewan (RPH) Pesanggaran
dilakukan melalui Uji Obyektif dan Uji Subyektif. Pengambilan limbah pada lokasi yang sama
dilakukan selama dua hari untuk melihat adanya variasi dari kandungan dan nilai obyektif
yang dihasilkan. Hasil kedua metode pengujian tersebut disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Pemeriksaan Subyektif Air Limbah di RPH Pesanggaran


Macam Uji Subyektif
Lokasi
Tanggal Warna Bau Konsistensi
Keruh
8 Jan 2021 Amis darah Encer
kecoklatan
I
Coklat
14 Jan 2021 Amis darah Encer
kemerahan
Jernih
8 Jan 2021 Bau jeroan Encer
kekuningan
II
Jernih
14 Jan 2021 Bau jeroan Encer
kekuningan
Keruh
8 Jan 2021 Amis darah Encer
III kekuningan
Keruh
14 Jan 2021 Amis darah Encer
kekuningan
Keruh
8 Jan 2021 Bau kotoran babi Encer
IV kecoklatan
Keruh
14 Jan 2021 Bau kotoran babi Encer
kecoklatan
Jernih
8 Jan 2021 Tidak ada Encer
V kekuningan
Keruh
14 Jan 2021 Tidak ada Encer
kekuningan
VI 8 Jan 2021 Jernih Tidak ada Encer
14 Jan 2021 Jernih Tidak ada Encer

Keterangan Lokasi Pengambilan:


- Lokasi I : Limbah karkas sapi
- Lokasi II : Limbah dari ruangan pembersihan jeroan sapi
- Lokasi III : Limbah dari pemotongan babi
- Lokasi IV : Penampungan bersama limbah sapi dan babi
- Lokasi V : Limbah dari oksidasi / stabilisator (WWG)
- Lokasi VI : Limbah yang dibuang ke selokan umum

Tabel 4.2 Pemeriksaan Obyektif Air Limbah di RPH Pesanggaran


Padatan
Lokasi Tanggal pH Suhu (oC) Reduktase BJ (gr/ml)
(mg/L)
8 Jan “21 7,12 27,1 140 menit 0,95 0,8
I 14 Jan “21 7,2 27 20 menit 0,94 14
Rata-rata 7,16 27,05 - 0,94 7,4
8 Jan “21 7,62 27,5 > 5 jam 0,98 0,8
II 14 Jan “21 7,6 30 180 menit 1,02 30
Rata-rata 7,61 28,75 - 1 15,4
8 Jan “21 6,62 28 40 menit 0,9 2
III 14 Jan “21 7,3 29 120 menit 0,96 5,2
Rata-rata 6,96 28,5 - 0,93 4,6
8 Jan “21 7,07 27 180 menit 0,95 0,8
IV 14 Jan “21 6,8 28 20 menit 0,95 1,2
Rata-rata 6,93 27,5 - 0,95 1
8 Jan “21 7,47 27 > 5 jam 0,96 0,4
V 14 Jan “21 6,8 28 > 5 jam 0,97 0,4
Rata-rata 7,13 27,5 - 0,96 0,4
8 Jan “21 7,42 27 > 5 jam 0,94 0,4
VI 14 Jan “21 7,3 28 > 5 jam 0,97 0,4
Rata-rata 7,36 27,5 - 0,95 0,4

Keterangan Lokasi Pengambilan:


- Lokasi I : Limbah dari karkas sapi
- Lokasi II : Limbah dari ruangan pembersihan jeroan sapi
- Lokasi III : Limbah dari pemotongan babi
- Lokasi IV : Penampungan bersama limbah sapi dan sabi
- Lokasi V : Limbah dari oksidasi / stabilisator (WWG)
- Lokasi VI : Limbah yang dibuang ke selokan umum

4.2 Pembahasan
Kegiatan koasistensi Pemeriksaan Kualitas Limbah Cair RPH Pesanggaran Kelompok
17 E dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet). Pengambilan
sampel dilakukan selama dua hari yaitu pada tanggal 8 Januari 2021 dan 14 Januari 2021
pada pagi hari antara pukul 06.30 - 08.00 WITA. Pemeriksaan terhadap limbah Rumah
Pemotongan Hewan (RPH) Pesanggaran dilakukan secara subyektif dan obyektif. Dalam
pemeriksaan subyektif dilakukan pengamatan terhadap warna, bau dan konsistensi.
Sedangkan pemeriksaan obyektif yang dilakukan adalah uji pH, uji reduktase, penentuan BJ,
suhu, serta total padatan. Sampel yang digunakan adalah air limbah yang berasal dari enam
lokasi berbeda di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pesanggaran, Denpasar, Bali.

4.2.1 Pemeriksaan Kualitas Limbah Cair RPH Pesanggaran Secara Subjektif


Pemeriksaan subjektif pada pemeriksaan kualitas limbah cair adalah pemeriksaan
yang dilakukan menggunakan panca indera. Hasil pemeriksaan subyektif air limbah yang
meliputi warna, bau dan kosistensi air limbah pada tiap-tiap lokasi menunjukan hasil yang
berbeda- beda. Perbedaan warna air limbah berhubungan dengan lokasi pengambilan air
limbah dan proses yang terjadi di lokasi tersebut. Pada setiap lokasi menunjukkan warna yang
berbeda.
Pada lokasi I yang merupakan limbah yang berlokasi dari pemotongan sapi yang
menjadi tempat pemisahan karkas dan tulang, pada hari pertama air limbah berwarna keruh
kecoklatan dan memiliki bau amis darah serta konsistensi encer. Kemudian pada hari kedua
air limbah berwarna coklat kemerahan dan memiliki bau amis darah serta konsistensi encer.
Warna dan bau amis air limbah pada lokasi I berasal dari darah dan lemak yang terbuang
selama proses pemisahan karkas dan tulang.
Pada lokasi II berasal dari limbah pembersihan jeroan sapi, air limbah berwarna jernih
kekuningan dihari pertama maupun hari kedua serta berbau jeroan dan konsistensi encer.
Warna dan bau yang dihasilkan pada Lokasi II merupakan berasal dari tempat proses
pembersihan dan pemisahan jeroan sapi, feses, kotoran, maupun lemak yang terbawa oleh air
ke tempat saluran limbah.
Pada lokasi III yang merupakan limbah yang berlokasi dari pemotongan babi, air
limbah berwarna keruh kekuningan dihari pertama maupun hari kedua serta berbau amis
darah dan konsistensi encer. Hal ini kemungkinan terjadi karena pada lokasi III merupakan
limbah pemotongan babi yang sudah tercampur dengan air bersih setelah penyembelihan dan
mengalir ke saluran limbah.
Pada lokasi IV berasal dari limbah penampungan gabungan pemotongan sapi dan
babi, air limbah berwarna keruh kecoklatan kecoklatan dihari pertama maupun hari kedua
memiliki bau kotoran babi yang merupakan bau paling busuk dan bergas serta konsistensi
encer. Warna kecoklatan kemungkinan berasal dari limbah babi maupun sapi yang
bercampur bersama
kotoran, lemak dan feses selama proses penyembelihan. Bau busuk yang ditimbulkan
kemungkinan berasal dari darah dan kotoran serta proses pembusukan jeroan yang terbuang
oleh mikroorganisme sehingga menghasilkan ammonia ataupun H2S.
Pada lokasi V yang merupakan limbah yang berlokasi dari oksidasi / stabilisator
WWG (Waste Water Garden). Pada hari pertama air limbah berwarna jernih kekuningan
sedangkan pada hari kedua air limbah berwarna keruh kekuningan. Tidak memiliki bau dan
hampir seperti air normal serta konsistensi encer. Warna air limbah pada lokasi V terjadi
karena limbah telah melewati proses-proses penyaringan limbah, pengapungan dan
pengendapan pada WWG. Hasil dari WWG tersebut digunakan untuk menanam tanaman
serabut seperti kangkung dan rumput sebagai unsur hara dapat menyerap zat–zat organik
dalam kolam penampungan limbah serta membuat air limbah cenderung tidak berbau.
Pada lokasi VI berasal dari limbah yang dibuang ke selokan umum, air limbah berwarna
jernih dihari pertama maupun hari kedua serta tidak memiliki bau dan hampir seperti air
normal serta konsistensi encer. Secara teknis air limbah di lokasi VI merupakan limbah yang
paling bersih dari lokasi lainnya karena dari lokasi VI air limbah akan disalurkan ke saluran
umum yaitu pemukiman masyarakat.
Pada saat pengambilan sampel di hari pertama sedang hujan sedangkan di hari kedua
pengambilan sampel tidak. Hal ini dapat menjadi perbedaan warna dan bau karena
berpengaruh pada waktu pengambilan. Menurut Widya (2007), perbedaan warna, bau, dan
konsistensi limbah pemotongan hewan dikarenakan kandungan pada limbah yang berupa
feses urin, isi rumen atau isi lambung, darah afkiran daging atau lemak, dan air cuciannya,
dapat bertindak sebagai media pertumbuhan dan perkembangan mikroba sehingga limbah
tersebut mudah mengalami pembusukan. Dalam proses pembusukannya di dalam air,
mengakibatkan kandungan NH3 dan H2S diatas maksimum kriteria kualitas air, dan kedua
gas tersebut menimbulkan bau yang tidak sedap.
Limbah cair RPH mengandung larutan darah, protein, lemak dan padatan tersuspensi
yang menyebabkan tingginya bahan organik dan nutrisi, tingginya variasi jenis dan residu
yang terlarut ini akan memberikan efek mencemari sungai dan badan air (Kundu et al., 2013).
Limbah cair yang dikeluarkan oleh RPH harus dilakukan pengolahan sebelum dibuang ke
lingkungan agar cemaran tidak melebihi baku mutu air limbah. Baku mutu air limbah bagi
usaha dan atau kegiatan RPH berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun
2014 di antaranya limbah cair memiliki kadar paling tinggi untuk BOD 100 mg/l, COD 200
mg/l, TSS 100 mg/l, minyak dan lemak 15mg/l, NH3-N 25 mg/l dan pH 6- 9 (Kementerian
Lingkungan Hidup, 2014). Selain itu dengan menentukan kandungan dalam limbah dapat
ditentukan proses pengolahan limbah yang dibutuhkan (Herlambang, 2006).

4.2.2 Pemeriksaan Kualitas Limbah Cair RPH Pesanggaran Secara Objektif


Pemeriksaan limbah secara obyektif dilakukan menggunakan pengukuran alat
perhitungan. Pemeriksaan secara obyektif meliputi pH, suhu, reduktase, berat jenis, dan
jumlah padatan. Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap air limbah di beberapa
lokasi RPH Pesanggaran berdasarkan pemeriksaan pH, didapatkan nilai rerata untuk lokasi I
7,16, lokasi II
7,61, lokasi III 6,96, lokasi IV 6,93, lokasi V 7,13, dan lokasi VI 7,36. Kondisi pH yang
didapatkan menunjukkan suasana asam ringan dan basa ringan. Menurut Kementerian
Lingkungan Hidup (2014), nilai baku mutu pH pada air limbah bagi usaha atau kegiatan RPH
paling baik diantara 6-9. Hal ini berarti nilai pH air limbah yang berada di RPH Pesanggaran
masih tergolong dalam kisaran standar menurut Kementerian Lingkungan Hidup. Nilai pH
yang cenderung meningkat menuju basa diperkirakan adanya aktivitas bakteri pemecah asam
laktat yang terdapat pada limbah dengan bantuan enzimnya untuk melakukan proses glikolisis
yang mungkin masih berlangsung (Ferdaus et al., 2008).
Pengamatan terhadap kualitas air limbah di RPH Pesanggaran berdasarkan rerata
parameter suhu berturut-turut 27,05, 28,75, 28,5, 27,5, dan 27,5 pada Lokasi I, II, III, IV, V,
dan VI. Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-51/MENLH10/1995 tentang
Baku Mutu Limbah Cair, suhu limbah di bawah standar maksimal yang diperbolehkan
sebesar
40oC. Hal ini menandakan bahwa suhu limbah cair di RPH Pesanggaran masih dalam batas
yang normal. Pada umumnya, ada beberapa kelompok bakteri yang sering dijumpai pada
suhu optimal 15-40oC. Salah satu kelompok bakteri tersebut yaitu bateri mesophilic yang
dapat hidup pada rentan suhu 20oC-45oC. Selain bakteri, terdapat juga kelompok jamur dan
mikroba lainnya yang efisien tumbuh pada suhu tersebut (Metcalf& Eddy, 2003).
Parameter pemeriksaan kualitas limbah lainnya berupa uji reduktase. Prinsip uji
reduktase yaitu di dalam air limbah akan terdapat enzim reduktase yang dibentuk oleh
beberapa kelompok bakteri, enzim ini akan mereduksi zat biru metilen menjadi larutan tidak
berwarna. Hasil uji reduktase yang didapatkan lebih dari 5 jam terdapat pada lokasi II (hari
pertama), lokasi V, dan lokasi VI. Sedangkan hasil reduktase yang didapatkan kurang dari 5
jam terdapat pada lokasi I, Lokasi II (hari kedua), lokasi III, dan lokasi IV. Suardana dan
Swacita (2009) menerangkan bahwa semakin tinggi jumlah kuman didalam suatu cairan,
semakin cepat terjadi perubahan warna. Waktu reduktase merupakan waktu sesaat setelah
tabung reaksi yang diinkubasikan pada suhu 37oC hingga warna biru metilen hilang. Hal ini
membuktikan semakin
lama durasi terjadinya reduksi metylen blue, maka cairan tersebut sedikit cemaran bakteri,
begitu juga sebaliknya bahwa durasi yang semakin cepat terjadinya reduksi methylen blue
cenderung memiliki banyak cemaran bakteri untuk mereduksinya. Jika dilihat pada hasil tabel
diatas, jumlah aktivitas cemaran mikroba yang terbanyak terdapat pada Lokasi I, Lokasi II
(Hari kedua), lokasi III, dan lokasi IV. Sedangkan pada Lokasi II (hari kedua), LokasI v,
DAN Lokasi VI cenderung memiliki jumlah cemaran bakteri yang sedikit. Pada lokasi yang
langsung menampung limbah dari pemotongan hewan, masih memiliki cemaran bakteri yang
belum mengalami penyaringan atau pengolahan limbah yang dapat dibuktikan melalui uji
reduktase. Begitupun pada lokasi yang telah mengalami penyaringan atau pengolahan limbah
sedemikian rupa hingga jumlah cemaran yang diuji lebih sedikit dari yang sebelumnya.
Berat jenis merupakan salah satu parameter dalam melakukan pemeriksaan limbah di
RPH Pesanggaran. Hasil berat jenis yang dilaporkan dalam bentuk rerata berturut-turut 0,94
gr/ml (lokasi I), 1,0 gr/ml (lokasi II), 0,93 gr/ml (lokasi III), 0,95 gr/ml (lokasi IV), 0,96 gr/ml
(lokasi V), dan 0,95 gr/ml (lokasi VI). Perbedaan berat jenis setiap lokasi akibat adanya
kandungan urin, darah, cairan rumen, feses, serta temperatur lingkungan. Berat jenis yang
terkecil terdapat pada lokasi I dan berat jenis yang tertinggi terdapat pada lokasi II.
Air limbah yang dihasilkan oleh RPH Pesanggaran banyak terkandung padatan
organik atau padatan tersuspensi (TSS). Total Suspended Solid adalah padatan penyebab
kekeruhan pada air seperti darah, feses, isi rumen, sisa lemak, usus, tulang, tanduk, sisa
tumbuhan, fitoplanton, zooplanton, jamu/fungi, dan bakteri. Bagian isi rumen beserta feses
tidak mengalami penampungan dan akibat dari proses dekomposisi bahan organik tersebut
yang mengandung nitrogen akan menghasilkan NH3-N di dalam air limbah RPH (Widya
et al.,
2008). Padatan ini berpotensi menyebabkan pencemaran apabila tidak diolah dengan benar.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah
bagi Usaha dan/atau Kegiatan RPH mengeluarkan batas baku mutu air limbah sebesar 100
mg/L. Pada tabel hasil diatas, didapatkan rerata padatan sebesar 7,4 mg/L (lokasi I), 15,4
mg/L (Lokasi II), 4,6 (Lokasi III), 1 mg/L (Lokasi IV), 0,4 mg/L (Lokasi V), dan 0,4 mg/L
(Lokasi VI). Hal ini menunjukkan bahwa setiap lokasi pembuangan limbah di RPH
Pesanggaran masih dibawah batas normal yaitu 100 mg/L. Nilai padatan dalam air limbah
dapat dikatikat dengan kontaminasi dari berbagai limbah padat hewan yang disembelih
(Akan, et al., 2010).
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitas air limbah yang berada di Rumah
Pemotongan Hewan Pesanggaran, dapat disimpulkan bahwa kualitas air limbah yang
dihasilkan masih dalam rentan aman. Seperti halnya pemeriksaaan subjektif mulai dari
warna, bau, dan konsistensi serta pemeriksaan objektif meliputi pH, suhu, reduktase, berat
jenis, dan jumlah padatan tergolong dalam batas yang dianjurkan oleh Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup No.
5 Tahun 2014, sehingga tidak berdampak buruk pada lingkungan sekitar.

5.2 Saran
Pemeriksaan kualitas mutu air limbah di Rumah Potong Hewan (RPH) Pesanggaran
perlu adanya evaluasi yang dilakukan secara berkala. Selain itu, penampungan limbah dapat
ditambahkan jumlahnya agar lebih tersaring sebelum dialirkan keluar RPH Pesanggaran.
DAFTAR PUSTAKA

Akan JC, Abdulrahman FI, Yusuf E. 2010. Physical and chemical parameters in abattoir
wastewater sample, Maiduguri Metropolis, Nigeria. Pacific J Science Technology
11(1): 20.

Andiese VW. 2011. Pengolahan Limbah Cair Rumah Tangga dengan Metode Kolam
Oksidasi.
INFRASTRUKTUR 01(2): 103 – 110.

Basri, S., & Hamzah, E. 2016. Efektivitas Kemampuan Tanaman Jeringau (Acorus calamus)
untuk Menurunkan Kadar Logam Berat di Air. HIGIENE: Jurnal Kesehatan
Lingkungan, 1(1), 49-59.

BOYD, C.E. 2012. Water quality in ponds for aquaculture. Alabama Agricultural Experiment
Station, Auburn University, Alabama.482 p.

Ferdaus, Fani., Malani Okta Wijayanti., Ery Susiani Retno Ningtyas., dan Weni Irawati. 2008.
Pengaruh pH, Konsentrasi Substrat, Penambahan Kalsium Karbonat, dn Waktu
Fermentasi Terhadap Perolehan Asam Laktat dari Kulit Pisang. Widya
TeknikVolume 7Nomor 1 Halaman 1-14

Herlambang, A. 2006. Pencemaran air dan strategi penanggulanganya. JAI Vol 2, No.1.

Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Lingkungan


Hidup No. 05 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah. Jakarta: Kementerian
Lingkungan Hidup

Kundu, P., A. Dabsarkar, S. Mukherjee. 2013. Treatment of Slaughter House Wastewater in a


sequencing Batch Reactor, Performance evaluation and Biodegradation Kinetics.
Hindawi Publishing Corporation, BioMed Research International Article ID134872,
II pages

Kusnoputranto. 1985. Kesehatan Lingkungan. Universitas Indonesia, Jakarta.

Metcalf,E, & Eddy, M. (2003).Waste Water Engineering Treatment and Reuse.New York, Mc
Graw-HillCompany. 4rdrth Edition.

Pemerintah Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.
114/Permentan/PD.410/9/2014 tentang Pemotongan Hewan Kurban. Jakarta.
Sahrijanna, A. (2017). Variasi Waktu Kualitas Air Pada Tambak Budidaya Udang Dengan
Teknologi Integrated Multitrophic Aquaculture (IMTA) di Mamuju Sulawesi Barat.
Jurnal Ilmu Alam dan Lingkungan, 8(2).

Suardana IW dan Swacita IBN. 2009. Higiene Makanan: Kajian Teori dan Prinsip Dasar.
Udayana University Press. Bali.

Sugiharto, 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press, Jakarta.

Widya IN. 2007. Perlu Telaah Mutu Limbah Usaha Potong Hewan dan Unggas.

Widya, N., SW Budiarsa dan MS Mahendra. 2008. Studi pengaruh air limbah pemtongan
hewan dan unggas terhadap kualitas air sungai subak pakel I di desa darmasaba
kecamatan abiansemal kabupaten badung. Jurnal Ecotropic (3): 2
LAMPIRAN

20
Foto Bersama Kelompok 17 E di RPH Pesanggaran

Pemeriksaan Organoleptik Sampel limbah cair RPH Pesanggaran

Pemeriksaan Uji Reduktase Sampel Limbah Cair RPH Pesanggaran

21
Pengambilan Sampel Limbah Cair RPH Pesanggaran Hari Pertama 8 Januari 2021

Pengambilan Sampel Limbah Cair RPH Pesanggaran Hari Kedua 14 Januari 2021
Pemeriksaan Suhu dan pH Sampel Limbah Cair RPH Pesanggaran

23
Dokumentasi Lokasi Pengambilan Sampel Pada Titik Yang Berbeda

24

Anda mungkin juga menyukai