Oleh:
CHEPPY APRILIAN SAMPUTRA, S.KH
190130100011082
i
LEMBAR PENGESAHAN
PENGUJIAN MUTU DAN KEAMANAN DAGING, SUSU SAPI SEGAR, TELUR, NAGET
AYAM, SUSU PASTEURISASI, DAN TELUR ASIN
Oleh:
Cheppy Aprilian S, S.KH
NIM. 190130100011082
Menyetujui,
Pembimbing Penguji
Mengetahui,
Koordinator Rotasi Kesmavet
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan anugrah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan
(PPDH) rotasi Kedinasan. Selama pelaksanaan koasistensi dan penyusunan laporan ini, penulis
banyak mendapatbantuan dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
Ayah, Ibu, Adik, dan Teman-teman serta seluruh dosen Laboratorium Kesehatan Masyarakat
Veteriner Dr. drh. Masdiana Chendrakasih Padaga, M.App.Sc., Dr. Dra. Med. Vet. Herawati, MP,
drh. Ani Setianingrum, M.Sc., drh. Mira Fatmawati, M.Si., drh. Ajeng Erika Prihastuti Haskito,
M.Si. dan drh. Widi Nugroho, Ph.D. yang selalu memberikan masukan dan arahan membangun
dalam penulisan laporan kepada penulis, tak lupa kepada Drh. Dyah Ayu Oktavianie AP., M
Biotech selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya atas dukungan dalam
mendukung pelaksanaan Profesi Pendidikan Kedokteran Hewan ini, Penulispun mengucapkan
terima kasih kepada seluruh mahasiswa koasistensi FKH UB gelombang VII yang sedang berjuang
menghadapi koasistensi dimasa pandemi COVID 19 ini, semoga selalu dalam lindungan Tuhan
Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan dalam penulisan laporan PPDH ini. Kritik dan saran yang membangun diharapkan
dapat memperbaiki kesalahan dalam penulisan. Akhir kata, penulis berharap laporan PPDH rotasi
kedinasan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang .....................................................................Error! Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah ................................................................Error! Bookmark not defined.
1.3 Tujuan ................................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................................................................. 2
BAB II METODE.......................................................................................................................... 3
2.1 Pelaksanaan Perkuliahan Secara Daring .............................................................................. 3
2.2 Pengujian di Produk Raw Susu ............................................................................................. 3
2.3 Pengujian Produk Olahan Susu ............................................................................................. 6
2.4 Pengujian Produk Daging ..................................................................................................... 8
2.5 Pengujian Produk Olahan Daging ...................................................................................... 12
2.6 Pengujian Produk Telur ..................................................................................................... 15
2.7 Pengujian Produk Olahan Telur ......................................................................................... 16
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................... 17
3.1 Produk Raw Susu ............................................................................................................... 17
3.2 Produk Olahan Susu ........................................................................................................... 19
3.3 Produk Daging ................................................................................................................... 20
3.4 Produk Olahan Daging ....................................................................................................... 21
3.5 Produk Telur ...................................................................................................................... 22
3.6 Produk Olahan Telur .......................................................................................................... 25
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................... 27
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................................ 27
5.2 Saran................................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 28
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
vi
BAB I PENDAHULUAN
Pangan adalah sumber energi dan kebutuhan pokok bagi manusia. Kandungan gizi yang
tinggi sangat diperlukan oleh tubuh untuk dapat menyeimbangkan pertumbuhan dan perkembangan
manusia. Jenis pangan dengan kandungan gizi yang tinggi banyak diproleh dari sumber hewani,
yaitu ruminansia dan perunggasan.kandungan protein hewani sangat diperlukan oleh tubuh dalam
proses pertumbuhan dan meperbaiki jaringan yang rusak. Kelompok hewan ruminansia, seperti
sapi, kuda, kambing, domba dan babi menjadi penghasil 50% daging dan 50% susu untuk konsumsi
manusia. Sedangkan kelompok unggas seperti ayam, itik, kalkun, angsa, dan lainnya menjadi
penghasil 50% daging dan 50% telur unntuk memenuhi kebutuhan pangan manusia (Pramesti &
Yudhastuti, 2018).
Daging, susu dan telur merupakan bahan asal hewan yang digemari banyak masyarakat.
Selain itu, daging, susu, dan telur memiliki banyak kandungan protein, lemak, karbohidrat, vitamin,
mineral, dan air yang sangat diperlukan oleh tubuh. Namun, daging susu dan telur merupakan
produk yang sangat mudah mengalami kerusakan, hal tersebut dikarenakan kandungan dan
penyusun bahan makanan yang dapat menjadi aspek pertumbuhan mikroorganisme. Pertumbuhan
mikroorganisme tersebut akan menyebabkan penurunan kualitas dan keamanan produk (Adhyatma
et al., 2017). Ketidaktauan masyarakat akan bahaya yang dapat terjadi akibat mengonsumsi produk
asal hewan tanpa memperhatikan kualitas dan keamanannya menyebabkan banyaknya jenis
penyakit yang menyerang manusia baik yang bersumber dari hewan (zoonosis)oleh bakteri, virus,
jamur, dan parasit, atau muncul akibat buruknya teknik penanganan bahan pangan tersebut , hal
tersebut menyebabkan tingginya kasus penyakit yang tersebar dalam bahan pangan asal hewan
yang menyerang manusia (Pramesti & Yudhastuti, 2018).
Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan yang mengandung sumber protein hewani
yang paling disukai oleh konsumen karena rasanya yang lezat. Secara umum, komposisi daging
terdiri dari lemak, air, protein, mineral, dan karbohidrat. Kandungan gizi yang lengkap dan
keanekaragaman produk olahannya menjadikan daging sebagai bahan pangan yang hampir tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, Namun demikian kualitas daging yang beredar di
masyarakat seringkali tidak terjamin dengan baik (Prasetyo, 2013). Daging sapi diharapkan
mempunyai kualitas yang layak untuk dikonsumsi. kualitas daging dapat ditentukan secara kimia
dan mikrobiologi, organoleptik dan fisik. Kualitas fisik daging mempengaruhi kualitas pengolahan
daging yang memiliki kualitas sifat fisik yang bagus bentuknya akan memberikan produk
pengolahan yang bagus dan akan mempermudah selama proses pengolahannya. sifat fisik daging
meliputi pH daya ikat air dan susut masak (cooking loss) (Kurniawan, 2014).
Susu murni adalah cairan yang berasal dari hasil pemerahan dari sapi perah, yang
kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah suatu apapun dan belum mendapat perlakuan
apapun. Susu sebagai salah satu sumber pangan yang baik karena mengandung banyak nutrisi.
Nutrisi yang tinggi dalam susu ini merupakan tempat yang bagus bagi pertumbuhan bakteri yang
dapat mengurangi manfaat yang baik dari susu tersebut sehingga susu cepat rusak bila tidak segera
dilakukan penanganan yang baik (Yudonegoro, 2014). Susu sapi segar merupakan bahan konsumsi
yang baik untuk manusia dan juga untuk bakteri-bakteri. Bakteri yang dapat mengontaminasi susu
dalam waktu singkat akan berkembang biak mencapai jumlah yang banyak sehingga jumlah kasus
infeksi dengan perantara susu sapi segar ini cukup tinggi, dan juga manusia memiliki daya resistensi
rendah. Dengan demikian, upaya sanitasi terhadap susu sapi segar merupakan salah satu upaya
kesehatan lingkungan yang sangat penting (Chandra, 2007).
Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah
dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur juga mudah diperoleh serta harganya murah sehingga
telur bisa dikonsumsi di semua kalangan masyarakat. Telur dapat di manfaatkan sebagai lauk,
bahan pencampur makanan, bahan pembuatan roti, obat, dan sebagainya. Menurut Astawan (2008)
1
Telur adalah hasil ternak yang mempunyai andil besar dalam mengatasi masalah gizi yang terjadi di
masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena telur sarat akan zat-zat gizi yang diperlukan untuk
kehidupan yang sehat. Zat-zat yang ada pada telur sangat mudah untuk dicerna dan dimanfaatkan
tubuh. Telur yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia umumnya berasal dari ungas yang
diternakan. Jenis telur yang paling banyak dikonsumsi adalah telur ayam, telur itik (bebek), dan
telur puyuh. Telur unggas yang paling banyak dikonsumsi salah satunya adalah telur bebek. Telur
bebek sebagai bahan pangan yang cukup sempurna mengandung zat gizi tinggi yang mudah
dicerna, kaya protein, lemak dan zat-zat lain yang dibutuhkan tubuh. Kandungan protein dalam telur
bebek cukup tinggi, yakni 13,1 gram per 100 gram dibandingkan dengan telur ayam 12,8
gramselain itu dalam satu butir telur bebek mengandung 130 kalori, 10 gram lemak, 619 mg
kolesterol, 102 sodium, 1 gram karbohidrat. (Warisno, 2005).
Pemeriksaan dan penjaminan keamanan produk asal hewan merupakan tanggung jawab
seorang dokter hewan untuk menjamin produk tetap Aman, Sehat, utuh, dan Halal (ASUH) saat
dikonsumsi oleh masyarakat. Oleh karena itu, dalam kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan
(PPDH) rotasi Laboratorium Kesmavet dilakukan pemeriksaan kualitas daging, susu, telur, dan
produk olahannya sebagai salah satu upaya menjaga kualitas dan keamanan produk asal hewan.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa saja pengujian yang dilakukan pada daging sapi, susu sapi, telur, nugget ayam, susu
pasteurisasi dan telur asin ?
b. Bagaimana prosedur pelaksanaan dan interpretasi pengujian keamanan dan kualitas daging
sapi, susu sapi, telur, nugget ayam, susu pasteurisasi dan telur asin ?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui pengujian yang dilakukan pada daging sapi, susu sapi, telur, nugget ayam, susu
pasteurisasi dan telur asin.
b. Mengetahui prosedur pelaksanaan dan interpretasi pengujian keamanan dan kualitas daging
sapi, susu sapi, telur, nugget ayam, susu pasteurisasi dan telur asin.
1.4 Manfaat
a. Mahasiswa mampu memahami pengujian yang dilakukan pada produk pangan asal hewan.
b. Mahasiswa mampu menganalisa keamanan dan kualitas serta menentukan tindakan terhadap
produk pangan asal hewan yang mengalami kerusakan.
2
BAB II METODE
3
berisi sampel susu dengan menggunakan penjepit kayu, lalu dipanaskan diatas bunsen
beberapa saat sampai mendidih.
• Interpretasi hasil: positif jika terbentuk butiran-butiran, negatif jika tidak terbentuk
butiran-butiran.
2.2.6 Pemeriksaan Uji Alkohol (SNI 01-2782-1998)
• Prinsip: Jika susu dicampur dengan alkohol yang mempunyai sifat dehidrasi, maka
protein tersebut akan terkoagulasi sehingga susu tersebut akan pecah. Semakin tinggi
derajat keasaman susu yang diperiksa, maka akan semakin rendah jumlah alkohol dengan
kepekatan tertentu yang diperlukan untuk memecahkan susu dengan volume yang sama.
• Alat dan bahan: dua tabung reaksi, gelas beker, alkohol 70%, dan sampel susu.
• Proses pengujian: single alcohol dengan perbandingan 1:1, masukkan 2 Ml susu ke
dalam tabung reaksi dan 2 Ml alkohol 70% ke dalam tabung reaksi. Kemudian susu dan
alkohol dicampur lalu dikocok. Double alcohol dengan perbandingan 2:1, masukkan 4 Ml
alkohol 70% ke dalam tabung reaksi dan 2 Ml susu ke dalam tabung reaksi, kemudian
dicampur lalu dikocok.
• Interpretasi hasil: jika susu pecah maka terdapat endapan halus pada dinding tabung
reaksi.
2.2.7 Pemeriksaan Derajat Keasaman Soxhlet Henkel (SH) (SNI 01-2782-1998)
• Prinsip: jumlah ml NaOH 0,25 N yang diperlukan untuk menetralisir asam yang terdapat
dalam 100 ml susu dengan menggunakan phenolphthalein sebagai indikator.
• Alat dan bahan: larutan 0,25 N NaOH, larutan Phenolphthalein 2%, larutan Cobalt
Sulfat, buret, dua buah labu erlenmeyer, pipet, dan susu.
• Proses pengujian: masukkan 50 ml susu ke dalam masing-masing labu erlenmeyer.
Masukkan 2 ml phenolphthalein. Ambil salah satu labu erlenmeyer kemudian lakukan
titrasi dengan larutan 0,25 N NaOH hingga membentuk warna merah muda yang tetap
bila dikocok. Kemudian sebagai warna pembanding, susu di dalam labu erlenmeyer
kedua ditambah dengan 1 ml larutan cobalt sulfat. Warna standar ini hanya dapat
digunakan maksimal 3 jam. Setelah 3 jam harus diganti dengan yang baru.
• Interpretasi hasil: hasil uji derajat keasaman berkisar 6,0-7,5 dengan satuan SH.
2.2.8 Pemeriksaan Kadar Lemak
• Prinsip: Penambahan H2SO4 pekat pada susu akan merombak dan melarutkan kasein dan
protein susu yang lain. Penambahan amylalkohol dan panas akan mencairkan lemak
sehigga butir-butir lemak menjadi lebih besar yang berupa cairan jernih diatas H2SO4.
• Alat dan bahan: Sampel susu sapi, tabung butyrometer gerber, rak tempat butyrometer,
penangas air, sentrifus, pipet otomatis 10 ml, 1ml, dan 11 ml, kain lab, sumbat karet,
larutan H2SO4 pekat 92%, dan larutan amyil alkohol.
• Proses pengujian: Butirometer gerber ditegakkan pada rak kemudian diisi dengan 10 ml
H2SO4 dengan pipet. Sampel susu sebanyak 11 ml ditambahkan melalui dinding tabung
supaya cairan tetap terpisah. Amylalkohol sebanyak 1 ml ditambahkan kemudian
butirometergerber disumbat dengan karet. Butirometer dibungkus dengan lap karena saat
mengocok akan timbul panas. Kocok membentuk angka 8 sampai terbentuk warna coklat
kehitaman. Butirometer disentrifugasi pada 1200 rpm selama 5 menit kemudian direndam
dalam penangas air 65ºC selama 5 menit dengan posisi sumbat karet berada dibawah.
Kadar lemak dibaca pada bagian berskala (dinyatakan dalam % yang berarti jumlah gram
lemak dalam 100 ml susu).
• Interpretasi: Kadar lemak (larutan berwarna kekuningan) dibaca pada bagian berskala
(dinyatakan dalam % yang berarti jumlah gram lemak dalam 100 gram susu).
2.2.9 Pemeriksan Bahan Kering
• Prinsip: Perhitungan menggunakan metode Fleishmann (dinyatakan dalam %).
• Proses pengujian: Penetapan kadar Bahan Kering (%) berdasarkan rumus Fleishmann:
4
• Keterangan: BK= Kadar bahan kering; L = Lemak; BJ = Berat jenis susu
2.2.10 Pemeriksaan Bahan Kering Tanpa Lemak
• Prinsip: Perhitungan menggunakan metode Fleishmann (dinyatakan dalam %).
• Proses pengujian: Penetapan kadar Bahan Kering (%) berdasarkan rumus Fleishmann:
BKTL (%) = BK – % Lemak
• Keterangan: BKTL= Kadar bahan kering tanpa lemak; BK= Kadar bahan kering; L =
Lemak (%)
2.2.11 Pemeriksaan Kadar Protein
Adanya korelasi antara kadar lemak dan protein sehingga kadar protein dihitung
menggunakan rumus Kadar protein (%) = L/2 + 1,4
2.2.12 Pemeriksaan Angka Lempeng Total atau Total Plate Count
• Prinsip: Angka lempeng total (Total Plate Count) digunakan untuk menunjukkan
jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam susu dengan metode hitungan cawan,
dengan media Plate Count Agar.
• Alat dan bahan: Inkubator terkalibrasi, oven/allat sterilisasi kering yang terkalibrasi,
autoclave, penangas air, alat penghitung koloni, botol pengencer 160 Ml, pipet ukur 1
Ml, cawan petri, labu erlenmeyer, susu.
• Prosedur Pengujian: Lakukan pemupukan dan penuangan media pada cawan. Siapkan
contoh susu secara aseptis. Lakukan pengenceran contoh susu secara desimal (menjadi
pengenceran 1:10, 1:100, 1:1000, dan seterusnya). Letakkan labu erlenmeyer secara
berderet dan masing-masing diberi tanda 1:10, 1:100, 1:1.000, dan seterusnya serta satu
labu erlenmeyer lainnya dengan tanda K (Kontrol). Letakkan cawan petri berderet di
depan labu erlenmeyer dan disesuaikan dengan pengencerannya. Untuk meningkatkan
ketepatan pengujian, sebaiknya pemupukan dilakukan secara duplo. Bila diharapkan
jumlah cemaran susu adalah 105, maka contoh susu dikocok dengan pengocok otomatis
dan dengan menggunakan pipet steril pindahkan 0,1 ml ke dalam cawan petri bertanda
10-1 dan sebanyak 1 ml ke dalam Buffered Peptone Water 0,1% dalam labu erlenmeyer I
bertanda 1 : 10. Kocok labu erlenmeyer (I) ini dengan pengocok otomatis, kemudian
dengan pipet steril dipindahkan 0,1 ml ke dalam cawan petri bertanda 10-2, dan 1 ml ke
dalam labu Erlenmeyer II bertanda 1:100. Lakukan prosedur yang sama untuk
mempersiapkan pemupukan selanjutnya. Dengan pipet steril, pindahkan 1 ml Buffered
Peptone Water dari labu Erlenmeyer bertanda K ke dalam cawan petri bertanda K.
Sementara itu panaskan tabung reaksi yang berisi 12 – 15 ml PCA di dalam penangas
air sampai mencair, kemudian didinginkan sampai suhunya mencapai 40 – 50C.
Tuangkan tiap 12 – 15 ml PCA tadi ke masing-masing cawan petri yang sudah berisi
larutan contoh. Supaya larutan contoh dan media PCA dapat tercampur dengan baik,
maka lakukan gerakan searah gerakan jarum jam yang dilanjutkan dengan gerakan
berlawanan dengan arah jarum jam, atau dengan gerakan seperti angka delapan, masing-
masing sebanyak 5 kali. Selama pencampuran, jaga jangan sampai tutup cawan terkena
campuran larutan contoh dan media tersebut. Biarkan cawan-cawan tersebut pada posisi
horisontal sampai mengeras. Setelah itu masuk ke dalam tahap inkubasi saat setelah
media mengeras, cawan-cawan petri tersebut dibalik hingga posisi tutupnya berada di
bawah, dan masukkan ke dalam inkubator 35C selama 48 jam. Cawan-cawan harus
diatur sedemikian rupa sehingga inkubator tidak terlalu penuh, dan tidak ada cawan
yang menyentuh dinding inkubator. Cawan boleh diatur bersusun yang tingginya tidak
lebih dari 6 cawan. Hitung Total Plate Count dalam 1 g contoh dengan mengalikan
jumlah rata-rata koloni pada cawan petri dengan faktor pengenceran yang dipakai.
Perhitungan:
• TPC (koloni/g) = N x F
Keterangan:
5
N: rata – rata koloni dari 2 cawan petri dari satu pengenceran
F: faktor pengenceran dari rata – rata koloni yang dipakai
• Interpretasi: Total plate count (TPC) normal susu segar 1x 106 CFU/ml.
7
• Interpretasi: Interpretasi : Pilih cawan petri yang memiliki jumlah koloni berjumlah
25-250. Jumlahkan dan hitung rata-rata koloni sebagi hasil.
a) Koloni < 25, Bila hasil pengenceran terendah jumlah koloni kurang dari 25 maka
hitung rerata jumlah koloni per cawan dan kalikan dengan pengencer.
b) Koloni lebih > 250 Bila jumlah koloni lebih dari 250, maka hitung koloni yang dapat
dihitung lalu beri tanda.
2.3.4 Pemeriksaan Coliform dengan Metode Hitungan Cawan
• Prinsip: Kristal violet dan garam empedu yang ada di media akan menghambat bakteri
Gram positif lainnya sehingga hanya organisme coliform yang tumbuh. Selama
pertumbuhannya, coliform akan mengubah laktosa menjadi asam dan perubahan ini
akan dideteksi oleh indikator neutral red yang akan berubah warnanya menjadi merah.
Selain itu keadaan asam akan menyebabkan presipitasi asam empedu.
• Alat dan bahan: Cawan petri, pipet ukur steril 1 ml, tabung reaksi, bunsen, inkubator,
autoklaf, colony counter, buffer pepton water (BPW) 0,1%, violet red bile agar (VRB
agar), alkohol 70%, dan sampel susu sapi.
• Prosedur pengujian: Susu sapi diambil sebanyak 1 ml secara aseptik kemudian
masukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan larutan BPW 0,1 % sebanyak
9 ml. Ini merupakan larutan dengan pengenceran 101. Pindahkan 1 ml suspensi
pengenceran 101 tersebut dengan pipet steril ke dalam larutan 9 ml BPW 0,1% lainnya
untuk mendapatkan pengenceran 102. Kemudian buat pengenceran sampai 104.
Sebanyak 1 ml suspensi pengenceran 101,102 dan 103 dimasukkan ke cawan petri
secara duplo lalu ditambahkan 15-20 ml VRB. Supaya larutan sampel dan media VRB
tercampur seluruhnya, dilakukan pemutaran cawan ke depan dan ke belakang atau
membentuk angka delapan dan diamkan sampai memadat. Cawan diinkubasi pada suhu
37˚C selama 24-48 jam dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik.
• Interpretasi: Tabung positif (%) = Jumlah tabung positif x 100 % 10. Jumlah coliform
per ml/gram = % tabung positif x jumlah (seluruh) koloni dalam cawan petri x faktor
pengenceran cawan petri tersebut.
8
• Alat dan Bahan : Cawan petri, benang, toples dengan kawat untuk menggantung, kertas
tissue, gunting, timbangan, lemari es, dan sampel daging segar.
• Prosedur :
1. Ditimbang (a gram) kemudian daging digantung pada kawat yang terdapat di dalam
toples dengan menggunakan benang lalu tutup dengan rapat.
2. Dimasukkan toples dalam lemari es (7ºC) selama 48 jam. Daging tidak boleh
bersentuhan dengan bagian dalam toples.
3. Dikeluarkan dan permukaan daging dikeringkan secara perlahan dengan kertas.
Kemudian daging ditimbang.
• Interpretasi : Hitung Drip Loss dengan menggunakan rumus :
𝐚 − 𝐛 𝐱 𝟏𝟎𝟎%
𝑫𝒓𝒊𝒑 𝑳𝒐𝒔𝒔 =
𝒂
Keterangan :
a = Berat sebelum perlakuan
b = Berat sesudah perlakuan
2.4.4 Uji Cooking Loss
• Prinsip : Selama proses pemanasan, protein daging akan terdenaturasi sehingga susunan
selulernya akan rusak. Hal tersebut akan mempengaruhi daya ikat air dalam daging. Air
dari daging akan keluar selama pemanasan.
• Alat dan bahan : Kantong plastik, termometer, kertas tisu, air, timbangan, penanggas air
dan sampel daging ayam.
• Prosedur :
1. Ditimbang (a gram) kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik bersama dengan
termometer yang dimasukkan ke dalam daging.
2. Diikat bagian ujung kantong plastik dan kondisikan agar sampel padat ke bawah.
Masukkan kantong plastik berisi sampel ke dalam air bersuhu 75ºC selama 50 menit.
3. Diangkat dan letakkan kantong plastik di bawah air mengalir selama 40 menit.
4. Dikeluarkan selanjutnya ditimbang kembali.
• Interpretasi : Hitung Cooking Loss dengan menggunakan rumus :
𝐚 − 𝐛 𝐱 𝟏𝟎𝟎%
𝑪𝒐𝒐𝒌𝒊𝒏𝒈 𝑳𝒐𝒔𝒔 =
𝒃
Keterangan :
a = Berat sebelum perlakuan
b = Berat sesudah perlakuan
2.4.5 Uji Kesempurnaan Pengeluaran Darah
• Prinsip : Hewan yang dipotong tidak sempurna akan banyak ditemukan hemoglobin
(Hb) dalam dagingnya. Adanya O2 (gas H2O2) dalam reaksi akan mengikat Hb sehingga
zat warna malachite green tidak akan dioksidasi dan warna tetap hijau. Jika tidak ada Hb
maka O2 akan mengoksidasi malachite green akan menjadi warna biru.
• Alat dan Bahan :Sampel daging, aquades, malachite green, H2O2 3 %, kertas saring,
pipet, tabung reaksi, erlenmeyer 50 ml, corong, pinset, gunting, dan gelas ukur.
• Prosedur :
1. Dibuat ekstrak daging (6 gr dipotong kecil-kecil dan dicampur dengan 14 ml aquades)
lalu dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, kemudian dihomogenkan. Diamkan selam
15 menit.
2. Disaring dan diambil 0,7 ml filtratnya untuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
3. Diteteskan malachite green sebanyak 1 tetes dan H2O2 3% sebanyak 1 tetes.
Kemudian didiamkan selama 20 menit dalam suhu ruang.
• Interpretasi :
Pengeluaran darah sempurna : larutan berwarna biru
9
Pengeluaran darah tidak sempurna : larutan berwarna hijau dan keruh
2.4.6 Uji Eber
• Prinsip : Gas NH3 yang dihasilkan pada awal proses pembusukan daging akan bereaksi
dengan reagen Eber untuk membentuk senyawa NH4CL yang tampak seperti awan putih.
• Alat dan bahan : Sampel daging, reagen eber (1 HCl + 3 bagian alkohol 96 % + 1
bagian eter), tabung reaksi, gunting, pinset, karet sumbat yang dilengkapi dengan lidi, dan
gelas ukur.
• Prosedur :
1. Dipotong kecil sampel daging dan ditusukkan lidi di dalamnya.
2. Dimasukkan 5 ml reagen eber ke dalam tabung reaksi.
3. Dimasukkan sampel daging dengan tusukan lidi dalam tabung yang telah berisi reagen
eber dengan posisi menggantung di atas reagen.
• Interpretasi :
Positif : Terbentuk awan putih disekitar daging
Negatif : Tidak terbentuk awan putih di sekitar daging
2.4.7 Uji H2S
• Prinsip : Gas H2S yang dihasilkan pada awal pembusukan akan bereaksi dengan Pb
asetat dan akan menghasilkan PbS yang berwarna hitam kecoklatan.
• Alat dan Bahan : Sampel daging, H2S, Pb asetat, kertas saring, pinset, gunting, dan
cawan petri
• Prosedur :
1. Dipotong kecil sampel daging dan dinasukkan ke dalam cawan petri.
2. Ditutup petri dengan kertas saring kemudian di atas kertas kertas saring ditetesi Pb
asetat beberapa tetes (±6 tetes).
3. Selanjutnya cawan petri ditutup.
• Interpretasi :
Positif : warna hitam kecoklatan disekitar tetesan Pb asetat (ada H2S)
Negatif : tidak terdapat warna hitam kecoklatan
2.4.8 Uji Mikrobiologi Metode TPC (SNI 2897: 2008)
• Prinsip : Menunjukkan jumah mikroba yang terdapat dalam produk daging sapi dengan
cara menghitung koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media agar pada suhu dan waktu
inkubasi yang ditetapkan.
• Alat dan bahan : Cawan petri, pipet, bulb, tabung reaksi, bunsen, timer, tabung
erlenmeyer, autoclave, inkubator, waterbath, media PCA (plate count agar), BPW (buffer
pepton water), dan 1 gram sampel daging.
• Prosedur :
1. Timbanglah sebanyak 1 gram sampel daging secara aseptic dan masukkan ke dalam
tabung reaksi, kemudian dibuat suspensi dengan penambahan aquades perandingan 1 :
1. Sampel dihomogekan selama 1 menit.
2. Tambahkan larutan BPW 0,1 % hingga 10 ml kedalam tabung reaksi yang sudah berisi
sampel tersebut. Ini merupakan larutan dengan pengenceran 10-1.
3. Pindahkan 1 ml suspense pengenceran 10-1 tersebut dengan pipet steril ke dalam
larutan 9 ml BPW untuk mendapatkan pengenceran 10-2.
4. Buat pengenceran 10-3, 10-4, 10-5, 10-6 dan 10-7 dengan cara yang sama seperti pada
prosedur sebelumnya sesuai kebutuhan.
5. Sebanyak 1 ml pengenceran 10-5, 10-6 dan 10-7 dimasukkan ke dalam cawan petri
secara duplo kemudian ditambahkan 15 ml sampai dengan 20 ml PCA yang sudah
didinginkan hingga temperature 45ºC ± 1ºC. Supaya larutan sampel dan media PCA
tercampur seluruhnya, lakukan pemutaran cawan ke depan dan ke belakang atau
membentuk angka depalan dan diamkan sampai memadat.
10
6. Inkubasikan pada suhu 34˚C - 37˚C selama 24 jam sampai 48 jam dengan meletakkan
cawan pada posisi terbalik.
2.4.9 Uji Mikrobiologi Coliform dengan Media VRB
• Prinsip : Apabila sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada media agar, maka
mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat
langsung dengan mata telanjang. Mikroba yang tumbuh sebagai gambaran populasi
mikroba pada sampel.
• Alat dan Bahan : Sampel daging sapi segar, cawan petri, pipet ukur 1 ml steril, tabung
reaksi, gunting, pinset, pembakar bunsen, inkubator, autoklaf, colony counter, gelas piala,
stirrer, BPW 0,1%, VRB (violet red bile), alkohol 70%.
• Prosedur :
1. Lakukan prosedur yang sama dengan metode TPC dengan metode tuang dari
pengenceran 10-1, 10-2 dan 10-3 dari larutan BPW 0,1%.
2. Sebanyak 1 ml pengenceran 10-1, 10-2 dan 10-3 dimasukkan ke dalam cawan petri
kemudian ditambahkan 15 ml sampai dengan 20 ml VRB yang sudah didinginkan hingga
temperature 450C ± 10C. Supaya larutan sampel dan media VRB tercampur seluruhnya,
lakukan pemutaran cawan ke depan dan ke belakang atau membentuk angka depalan dan
diamkan sampai memadat.
3. Cawan petri diinkubasi 32ºC selama 24 sampai 48 jam dengan meletakkan cawan dalam
kondisi terbalik.
2.4.10 Uji Salmonella sp. (SNI 3924-2009)
• Prinsip : Sampel dideteksi dengan menumbuhkan pada media agar selektif untuk
meyakinkan ada tidaknya bakteri salmonella.
• Alat dan bahan : Cawan petri, jarum inokulasi, bunsen, vortex, dan media Salmonella
Shigella Agar (SSA), dan sampel daging
• Prosedur :
1. Hasil koloni bakteri pada media PCA atau hasil pengenceran 10-1 sampel di streak
dengan ose pada media SSA.
2. Cawan petri diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam. Setelah inkubasi, diamati
koloni bakteri yang tumbuh pada media SSA.
3. Amati kemungkinan adanya koloni Salmonella sp.
• Interpretasi : Koloni Salmonella sp. berwarna coklat, abu-abu hingga hitam dan
terkadang kilap logam.
2.4.11 Uji Eschericia coli (SNI 3924-2009)
• Prinsip : Adanya pertumbuhan E. colli pada media Eosin Methylene Blue Agar
(EMBA) yang diinkubasi selama 24 jam. Pertumbuhan koloni E. colli ditandai dengan
adanya koloni yang berwarna hijau metalik.
• Alat dan bahan : Cawan petri, bunsen, vortex, dan media Eosin Methylene Blue Agar
(EMBA), dan sampel daging
• Prosedur :
1. Hasil koloni bakteri pada media PCA atau hasil pengenceran 10-1 sampel di streak
dengan ose pada media EMBA.
2. Cawan petri diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam. Setelah inkubasi, diamati
koloni bakteri yang tumbuh pada media EMBA. Amati kemungkinan adanya koloni
Escherichia coli.
• Interpretasi : Koloni E. coli. Memiliki diameter 2-3 mm, berwarna hitam atau gelap
pada bagian pusat koloni dengan atau tanpa metalik kehijauan yang mengkilat pada
media EMBA.
11
2.5 Pengujian Produk Olahan Daging
2.5.1 Uji Organoleptik Bakso Daging Sapi (SNI 3818: 2014)
• Prinsip: Uji organoleptik meliputi warna, bau, rasa, dan tekstur. Pemeriksaan
organoleptik dapat dilakukan menggunakan panca indera.
• Alat dan bahan: Alat dan bahan yang digunakan dalam uji ini adalah cawan petri dan
sampel bakso daging sapi.
• Cara kerja:
- Letakkan sampel bakso sapi ke dalam cawan petri.
- Diamati warna, bau, rasa, dan tekstur dari bakso.
- Dicatat hasilnya.
2.5.2 Uji Kadar Air Bakso Daging Sapi (SNI 3818: 2014)
• Prinsip: Kadar air dihitung berdasarkan bobot yang hilang selama pemanasan dalam
oven pada suhu (125 ± 1) ºC.
• Alat dan bahan: Alat dan bahan yang digunakan dalam uji ini adalah oven terkalibrasi,
neraca analitik, desikator yang berisi desikan, pinggan aluminium, dan sampel bakso
daging sapi.
• Cara kerja:
- Panaskan pinggan alumunium beserta tutupnya dalam oven pada suhu (125 ± 1) ºC
selama 1 jam, kemudian dinginkan dalam desikator selama 20 menit sampai dengan
30 meni, kemudian timbang dengan neraca analitik (W0).
- Masukkan 2 g bakso ke dalam pinggan, tutup, dan timbang (W1).
- Panaskan pinggan yang berisi bakso tersebut dalam keadaan terbuka dengan
meletakkan tutup pinggan disamping pinggan di dalam oven pada suhu (125 ± 1) ºC
selama 2 sampai dengan 4 jam setelah suhu oven (125 ± 1) ºC.
- Tutup pinggan ketika masih di dalam oven, pindahkan segera ke dalam desikator dan
dinginkan selama 20 menit sampai dengan 30 menit, sehingga suhunya sama dengan
suhu ruang, kemudian timbang hingga diperoleh bobot konstan (W2).
- Dilakukan pekerjaan secara duplo dan hitung kadar air dalam sampel bakso daging
sapi.
• Penghitungan:
𝑾 −𝑾
Kadar Air (%): (𝑾𝟏 −𝑾𝟐 ) × 𝟏𝟎𝟎%
𝟏 𝟎
Keterangan:
W0 : bobot pinggan kosong dan tutupnya (g)
W1 : bobot pinggan, tutupnya dan sampel sebelum dikeringkan (g)
W2 : bobot pinggan, tutupnya dan sampel setelah dikeringkan (g)
2.5.3 Uji Formalin Metode Hehner (Tim Penyusun, 2015)
• Prinsip: Sampel yang mengandung formalin akan bereaksi dengan fenilhidrasin dan
dengan penambahan indikator natrium nitroprusida akan membentuk warna biru dalam
kondisi basa (setelah penambahan NaOH).
• Alat dan Bahan: Sampel bakso sapi, H2SO4 pekat, tabung reaksi, 2 tetes larutan Fecl3
• Cara Kerja: 5 ml H2SO4 pekat dimasukan kedalam tabung reaksi, lalu 2 tetes larutan
FeCl3 ditambahkan kedalam tabung reaksi tersebut, dan 5 ml ekstrak sampel ditambahkan
melalui dinding tabung
• Interpretasi hasil:
▪ Positif : Larutan berwarna ungu-merah lembayung pada batas antara kedua larutan
▪ Negatif : Warna tidak berubah
2.5.5 Uji Kandungan Boraks (Tim Penyusun, 2015)
• Prinsip: Kertas kunyit mengandung minyak asiri kurkuman yang merupakan indikator
bagi natrium tetraborak dan asam borak yang memberikan warna merah orange pada
kondisi asam
12
• Alat dan Bahan: Akuades, kertas kunyit, kertas saring, asam klorida pekat, dan sampel
bakso daging sapi.
• Cara Kerja:
- Sampel bakso daging sapi seberat 25 gram dipotong-potong, kemudian ditambahkan
akaudes 50 ml.
- Setelah homogen (± 2 menit) dilakukan penyaringan, lalu ditambahkan 0,7 ml asam
klorida dan dikocok menggunakan vortex.
- Selanjutnya kertas kunyit dicelupkan.
• Interpretasi:
(+) Berwarna merah orange
(-) Tetap berwarna kuning.
2.5.6 Pemeriksaan Total Cemaran Mikroba dengan Metode TPC
• Prinsip: Apabila sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada media agar maka
akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat oleh mata secara
langsung. Mikroorganisme yang tumbuh adalah gambaran mikroba yang tumbuh dalam
sampel.
• Alat dan bahan: Sampel bakso daging sapi, cawan petri, pipet ukur steril 1 ml, tabung
reaksi, gunting, pinset, pembakar bunsen, inkubator, autoclave, colony counter, gelas
piala, stirrer, Vortex, kertas tissue, sampel sosis daging, buffer pepton water (BPW)
0,1%, plate count agar (PCA), dan alkohol 70%.
• Cara Kerja:
- Dibuat pengenceran 1:10 dengan cara mengambil 1 gram sampel bakso daging ke
dalam 9 ml BPW 0,1% lalu dihomogenkan.
- Dibuat pengenceran 1:10 (10-1) dengan cara pipet 1 ml larutan yang berisi filtrat
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam 9 ml pengencer steril lalu homogenkan.
- Kemudian dilanjutkan dengan pengenceran 1:1000.000 (10-6) dengan cara
memindahkan 1 ml dari pengenceran 10-1 ke dalam 9 ml larutan BPW 0,1%.
- Selanjutnya, diambil 1 ml dan dipupuk pengenceren ke 10-4, 10-5, 10-6 kedalam cawan
petri dengan menggunakan pipet.
- Kemudian dituang media PCA cair steril sebanyak 15-20 ml ke dalam cawan petri.
Selanjutnya cawan petri digerak gerakan secara melingkar agar media merata, lalu
dibiarkan media memadat kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-36 jam.
- Koloni yang tumbuh dihitung menggunakan colony counter.
• Interpretasi:
Batas cemaran mikroba bakso daging sapi untuk uji pengukuran total bakteri (TPC) yaitu
maksimal 105 cfu/gr (SNI 2818: 2014).
2.5.7 Uji Cemaran Koliform metode MPN
• Prinsip: Pertumbuhan bakteri coliform ditandai dengan terbentuknya gas pada tabung
durham yang diikuti dengan uji biokimia.
• Alat dan Bahan: Tabung reaksi, tabung durham, inkubator, timbangan, larutan buffer
pepton water (BPW) 0,1%, media LSTB, dan sampel bakso daging sapi.
• Prosedur Kerja
A. Presumptive Test
Timbang sampel bakso bubuk sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan dalam 9 ml
larutan BPW 0,1 % yang telah berada dalam tabung reaksi, kemudian dihomogenkan
(pengeceran 10-1). Selanjutnya, homogenat tersebut dipindahkan sebanyak 1 ml ke dalam
tabung reaksi berisi 9 ml larutan BPW untuk mendapatkan larutan dengan pengenceran
10-2. Pengenceran tersebut dilakukan hingga 10-3 dengan cara yang sama seperti pada
prosedur di atas. Ambil 1 ml cairan dari masing-masing pengenceran ke dalam 3 seri
tabung reaksi yang telah berisi tabung durham dalam posisi terbalik dan 10 ml media
Lauryl Sulphate Tryptose (LST) broth. Masing-masing tabung diinkubasi suhu 37ºC
13
selama 24-48 jam lalu diamati ada tidaknya gelembung yang terbentuk di dalam tabung
durham. Inkubasi lagi menjadi 48±2 jam tabung yang tidak terbentuk gas.
B. Confirmation Test
Disediakan tabung berisi tabung durham media 10ml BGLB yang jumlahnya sesuai
dengan jumlah tabung dalam posisi terbalik dan media LST yang menunjukan hasil
positif. Masing - masing tabung media LST yang positif diambil 1 ml menggunakan
mata ose dan dimasukkan ke dalam masing - masing media BGLB. Diinkubasi pada
suhu 37ºC selama 24-48 jam lalu diamati ada tidaknya gelembung yang terbentuk di
dalam tabung durham.
• Interpretasi :
Tabung BGLB yang positif yaitu menunjukkan adanya gas dan keruh (harus
keduanya) pada tabung durham.
Tentukan jumlah Coliform (MPN/g atau ml) dengan menghitung tabung positif
kemudian cocokkan dengan tabel MPN berdasarkan dari perhitungan uji dugaan.
Perkiraan konsentrasi berdasarkan tabel yang didapat adalah nilai penegasan adanya
Coliform.
2.5.8 Uji Eschericia coli
• Prinsip:
Sampel yang diperiksa dimasukan media selektif. Selanjutnya media diinkubasi pada
inkubator pada suhu 37° C sehingga dapat diamati koloni-koloni yang tumbuh pada
media tersebut secara makroskopik.
• Alat dan Bahan:
Alat dan bahan yang digunakan dalam uji ini adalah cawan petri, jarum inokulasi,
bunsen, media EMBA, dan sampel bakso
• Cara Kerja:
- Biakan bakteri diambil dari pengenceran 10-1
- Distreak dengan ose pada media EMBA yang sudah dipadatkan di cawan petri
- Cawan petri diinkubasi pada suhu 360C selama 24 jam. Setelah inkubasi, diamati koloni
bakteri yang tumbuh pada media EMBA.
• Interpretasi:
Positif (+) jika terdapat koloni berdiameter 2-² mm berwarna hitam atau gelap pada
bagian pusat koloni, dengan atau tanpa warna metalik kehijauan yang mengkilat pada
media EMBA.
2.5.9 Uji Cemaran Salmonella
• Prinsip:
Adanya pertumbuhan Salmonella Sp. Pada media Salmonella Shigella Agar (SSA) yang
diinkubasi selama 24 jam. Pertumbuhan koloni Salmonella sp. ditandai dengan adanya koloni
berwarna coklat, abu-abu hingga hitam dan terkadang kilap logam. Apabila masa inkubasi
bertambah maka warna media sekitar koloni mula-mula coklat kemudian menjadi hitam
• Alat dan bahan:
Pengenceran 10-1, koloni bakteri Salmonella, kawat ose, bunsen, cawan petri, sampel bakso
daging sapi, inkubator, dan media Salmonella Shigella Agar (SSA)
• Cara Kerja:
Diambil sampel dari pengenceran 10-1 di streak dengan ose pada media SSA. Cawan petri
diinkubasi pada suhu 360C selama 24 jam. Setelah inkubasi, diamati koloni bakteri yang
tumbuh pada media SSA. Amati kemungkinan adanya koloni Salmonella.
• Interpretasi:
14
(+) Koloni berwarna coklat, abu–abu hingga hitam dan terkadang kilap logam. Apabila masa
inkubasi bertambah maka warna media sekitar koloni mula-mula coklat kemudian menjadi
hitam
(-) Tidak tumbuh koloni.
2.5.9 Uji Cemaran Yeast dan Mold (SNI 01- 2897-2008)
• Prinsip:
Uji yeast mold bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara yeast dan mold. Media yang
digunakan dalam pembiakan yeast mold adalah Sabaroud Dextrose Agar (SDA).
• Alat dan bahan:
Cawan petri, botol media, penangas air, pembakar bunsen, Sabaroud Dextrose Agar
(SDA), dan sampel bakso daging sapi.
• Cara kerja:
- Sampel bakso daging sapi ditimbang sebanyak 3 gr.
- Sampel diletakkan diatas cawan petri yang berisi media SDA padat.
- Sampel diinkubasikan pada suhu ruang selama 3-5 hari
- Pertumbuhan yeast dan mold diamati.
- Untuk pemeriksaan mikroskopis, koloni diambil dengan ose.
- Dihomogenkan di objek glass yang sudah ditetesi akuades.
- Difiksasi dengan api bunsen dan ditetesi Lacto phenol cotton blue. Ditutup dengan
cover glass dan diamati dengan menggunakan mikroskop perbesaran 400 sampai
1000x.
• Interpretasi:
Yeast: Biasa disebut khamir berbentuk sperikal hingga ovoid, biasanya juga berbentuk
miselium semu. Struktur yang dapat diamati adalah dinding sel, sitoplasma, vakuola air,
globula lemak, dan granula.
Mold: Biasa disebut kapang. Bagian yang diamati adalah misellium, konidia, spora,
konidiofor, sporangiofor, vesikula, metula, dan fialid.
2.6 Pengujian Produk Telur
2.6.1. Pemeriksaan Mutu dengan Metoda Peneropongan
• Prinsip : dengan meneropong (candling) ke arah sinar yang lebih kuat dapat dilihat
bagian luar dan dalam telur sepert; keretakan kerabang, kantung hawa, yolk, bercak
darah, dan pertumbuhan embrio.
• Alat dan bahan : sampel telur ayam, candler, pengukur kantung hawa
• Prosedur : telur diarahkan ke sinar dari candler, diputar-putar dan diamati yang
mungkin terlihat seperti kantung hawa, keretakan kerabang, dll. Telur tetap di depan
candler lalu ukur diameter dan tinggi kantung hawa.
• Intepretasi : mutu I dengan tinggi kantung hawa <0,5 cm; mutu II = 0,5- 0,9 cm dan
mutu III >0,9 cm
2.6.2 Pemeriksaan Putih dan Kuning Telur
• Prinsip : pengamatan terhadap kebersihan, kekentalan, dan bau putih telur serta
kebersihan, bau, bentuk, dan posisi kuning telur dilakukan dengan pancaindera
• Alat dan bahan : telur ayam, cawan petri besar, alkohol 70%
• Prosedur : kerabang telur dibersihkan dengan alkohol 70% kemudian dibuka perlahan-
lahan dan dituang ke dalam cawan petri besar.
2.6.3 Indeks kuning telur
• Prinsip : makin tua umur telur makin besar kuning telur, makin kecil indeks kuning telur.
• Alat dan bahan : telur, cawan petri besar, jangka sorong.
• Prosedur : pisahkan kuning telur dari putih telur, ukur tinggi dan diameter kuning telur
dengan jangka sorong. Hitung indeks kuning telur.
• Interpretasi : indeks kuning telur = 𝑎/𝑏
a = tinggi albumin tebal (mm)
15
b = diameter kuning telur
2.6.4 Indeks putih telur
• Prinsip : makin tua umur telur makin lebar diameter putih telur sehingga makin kecil
indeks putih telur.
• Alat dan bahan : telur, cawan petri besar, jangka sorong
• Prosedur : ukur tinggi albumin tebal dan diameter albumin dengan jangka sorong.
Hitung indeks putih telur.
• Interpretasi : indeks putih telur = 𝑎/𝑏
a = tinggi albumin tebal (mm)
b = diameter rata-rata (b1+b2)/2 dari albumin tebal (mm)
2.7 Pengujian Produk Olahan Telur
2.7.1. Uji Organoleptik (SNI 01-2891-1992)
• Prinsip: Mengamati kerabang telur asin yang dapat terlihat secara organoleptik dengan
mengamati bau, warna, dan kenampakan telur asin.
• Alat dan bahan: Telur asin.
• Prosedur: Telur asin dilihat mulai dari ujung tumpul sampai ujung lancip untuk
mengamati bau, warna, dan kenampakannya. Kemudian dicatat hasilnya.
• Interpretasi Hasil: Telur asin dianggap memiliki kualitas baik jika tidak ditemukan
perubahan bau, warna, dan kenampakan dari telur asin normal menurut SNI 01-4277-
1996.
Sampel susu yang diamati sudah disediakan oleh Laboratorium Kesmavet dan pengujian
sudah dilakukan oleh laboran dikarenakan keadaan pandemik COVID-19 yang tidak
memungkinkan untuk melakukan langsung di Laboratorium Kesmavet, sehingga mahasiswa koas
hanya melihat dari video yang ada. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan
organoleptik, pengukuran pH susu, pengukuran berat jenis (BJ) susu, uji alkohol, uji didih, uji
keasaman soxhlet Henkel, pemeriksaan kadar lemak, dan uji mikrobiologis. Hasil pengujian yang
dilakukan pada sampel susu dapat dilihat pada Tabel 3.1
3.1.2 Pembahasan
Sampel susu sapi segar dilakukan pengujian secara organoleptik dengan menggunakan
panca indera. Pengujian organoleptik yang dilakukan hanya melihat warna susu, dikarenakan
pengujian dilakukan dengan menonton video yang sudah dikirim oleh laboran. Hasil warna susu
segar tersebut menunjukkan warna putih kekuningan dan tidak ada perubahan. Warna tersebut
sangat menentukan layak atau tidaknya susu untuk dikonsumsi oleh konsumen, karena konsumen
akan lebih mudah melihat perubahan pada susu secara organoleptik. Warna air susu ditentukan oleh
jenis ternak, jenis pakan, jumlah lemak, bahan padat dan bahan pembentuk warna. Warna normal
susu berkisar dari putih kebiruan hingga kuning keemasan. Rasa dan bau susu sangat menentukan
kualitas susu, air susu terasa sedikit manis karena adanya kandungan laktosa. Bau air susu mudah
berubah dari bau yang sedap menjadi bau yang tidak sedap. Hal ini karena kandungan lemak dalam
susu yang mudah menyerap bau disekitarnya (Saleh, 2004).
Pengukuran pH pada penelitian ini, dilakukan dengan menggunakan pH meter dan pH
indikator dengan hasil yaitu 6,63. Hasil tersebut sesuai dengan SNI 01-3141-2011, yaitu 6,3-6,8.
17
Penurunan nilai pH dibawah 6,5 kemungkinan susu tersebut merupakan susu kolostrum atau susu
yang telah rusak akibat terjadi banyak pengaaman oleh aktivitas bakteri, maka nilai pH akan
menurun di bawah nilai normal 6,3-6,8, sedangkan nilai pH lebih tinggi dari 6,8, biasanya
menunjukkan kemungkinan adanya mastitis (Legowo et al., 2009).
Hasil pengujian alkohol menunjukkan tidak adanya gelembung yang berarti negatif bahwa
susu dalam kondisi segar. Susu yang rusak akan bercampur dengan alkohol yang memiliki daya
dehidrasi sehingga protein akan berkoagulasi. Susu segar yang berkualitas baik tidak akan pecah
atau menggumpal bila dipanaskan atau dididihkan. Sebaliknya, susu yang bermutu jelek akan
mengalami penggumpalan bila dipanaskan. Hal itu terjadi karena adanya asam yang dihasilkan oleh
mikroba dari peruraian laktosa. Asam tersebut mengakibatkan protein susu mudah mengalami
denaturasi dan penggumpalan bila dilakukan pemanasan. Jadi, susu yang telah banyak ditumbuhi
mikroba akan menjadi asam dan mudah pecah bila dipanaskan (Soriah 2010). Hasil uji didih
menunjukkan susu tidak terdapat butiran-butiran halus di dinding tabung. Sudarwanto (2005)
menyatakan bahwa beberapa jenis bakteri dapat melakukan fermentasi pada susu sehingga merubah
laktosa menjadi asam laktat sehingga susu tersebut mengalami penggumpalan jika masih menyatu
dan homogen maka susu tersebut baik dan layak untuk dikonsumsi.Tujuan dari uji didih tersebut
adalah mengetahui titik didih pada susu sapi tersebut serta dapat melanjutkan untuk proses
organoleptic subab ras pada susu.
Nilai berat jenis (BJ) susu yang diperoleh yaitu 1,0241 g/ml dengan nilai standar nasional
Indonesia (SNI) 1,0270 g/ml. Hasil menunjukkan berat jenis susu lebih rendah dibandingkan nilai
SNI hal ini dikarenakan susunan susu berubah-ubah maka berat jenis susu saat diperah akan lebih
rendah dari pada berat jenis susu beberapa lama kemudian. berat jenis susu dipengaruhi oleh total
solid yang terkandung dalam susu, antara lain berat jenis protein, lemak dan laktosa. Beberapa
faktor yang menyebabkan perubahan berat jenis susu yaitu butiran-butiran lemak, laktosa, protein
dan garam (Julmiaty, 2002).
Hasil uji kadar lemak dengan menggunakan alat butyrometer gerber menunjukkan hasil
2,5% dengan nilai SNI 3,0%. Kadar lemak dapat dipengaruhi oleh pola pemeliharaan sapi, pakan
yang mengandung tinggi atau rendah lemak serta penyusunan ransum yang diberikan bahan kering
sebesar 1-3%. Pakan dapat mempengaruhi kadar lemak susu karena sebagian besar komponen susu
disintesis di dalam ambing dari subsrat sederhana berasal dari pakan. Jenis pakan yang diberikan
mempengaruhi kadar lemak dalam susu yang dihasilkan. Pemberian pakan hijauan pada ternak
dapat meningkatkan produksi kadar lemak pada susu, hal tersebut karena pakan hijauan merupakan
sumber serat yang dapat meningkatkan produksi asetat dan meningkatkan produksi asam lemak
(Anindita & Soyi, 2017). Komposisi lemak susu akan berkurang karena pmberian konsentrat yang
berlebih dibanding pemberian pakan hijauan. Hal tersebut karena kandungan protein yang tinggi
dalam konsentrat akan memacu produksi asam propionate. Selain pakan, kandungan asam lemak
pada susu akan berkurang 4 sampai 6 minggu pasca partus, kemudian akan mengalami peningkatan
selama masa laktasi hingga fase akhir laktasi (Sukmawati, 2014).
Hasil pemeriksaan kadar bahan kering (BK), bahan kering tanpa lemak (BKTL) dan kadar
protein didapatkan hasil BK 9,68%, BKTL 7,18%, dan kadar protein 2,65%. Hasil yang diperoleh
lebih rendah jika dibandingkan dengan SNI, hal ini dapat dikarenakan kadar lemak yang diperoleh
lebih rendah dari nilai standar sehingga dapat mempengaruhi komposisi dari susu tersebut. Menurut
Bruckmaier et al. (2004) Bahan kering tanpa lemak adalah bahan kering yang terkandung di dalam
susu yang telah dikurangi dengan lemak susu. BKTL terdiri dari protein, laktosa, mineral, asam
(sitrat, format, asetat, laktat dan oksalat), enzim (peroksidase, katalase, fosfatase dan lipase), gas
(oksigen dan nitrogen) dan vitamin (Vitamin A, C, D, tiamin dan riboflavin).
Pemeriksaan mikrobiologi yang ada di dalam susu dengan menghitung total bakteri
menggunakan metode hitung cawan. Kandungan mikroorganisme susu setelah diperah normalnya
<1000/ml, total bakteri yang diperbolehkan berada di dalam susu sesuai dengan standar nasional
indonesia (SNI) tidak boleh >1x106 cfu/ml. Hasil pemeriksaan mikrobiologi tidak bisa terbaca
dengan jelas. Keadaan lingkungan yang kurang bersih dapat mempermudah terjadinya pencemaran.
Tingginya tingkat pencemaran pada saat proses pemerahan dimungkinkan karena adanya bakteri
18
pathogen yang cukup besar. Adanya bakteri ini dapat mengakibatkan kerusakan susu, menimbulkan
penyakit (terutama penyakit saluran pencernaan) bahkan keracunan bagi manusia. Bakteri yang
sering terdapat dalam susu sapi murni meliputi Micrococcus, Pseudomonas, Staphylacoccus,
Bacillus serta E. coli. Jumlah bakteri dalam air susu dapat digunakan sebagai indikator terhadap
kualitas susu. Selain itu, jenis bakteri seperti E. coli, Enterobactericeae serta Streptobacillus telah
lama dirumuskan sebagai mikroorganisme indikator mutu (Jeffrey et al., 2009).
3.3.2 Pembahasan
Hasil dari pemeriksaan organoleptik pada sampel daging sapi menunjukkan bahwa daging
yang diperiksa memiliki warna merah khas daging sapi, dengan aroma yang khas daging sapi,
memiliki konsistensi kenyal dan daging bersih. Dalam pemeriksaan ini dibandingkan dengan SNI
3932-2008 maka secara organoleptik daging masih layak untuk dikonsumsi.Warna daging pada
daging segar disebabkan oleh adanya pigmen merah keunguan yang disebut myoglobin yang
berikatan dengan oksigen yang struktur kimianya hampir sama dengan haemoglobin. Tekstur dan
konsistensi dari daging sangat ditentukan oleh protein-protein penyusunnya. Warna daging yang
baru diiris biasanya merah ungu gelap. Warna tersebut berubah menjadi terang (merah ceri) bila
daging dibiarkan terkena oksigen, perubahan warna merah ungu menjadi terang tersebut bersifat
reversible (dapat balik). Namun, jika daging tersebut terlalu lama terkena oksigen maka warna
merah terang akan berubah menjadi coklat (Abustam, 2004).
Pemeriksaan awal pembusukan yang dilakukan pada sampel daging sapi yaitu dengan
menggunakan uji eber danH2S. Hasil dari pengujian uji eber yaitu negatif dengan tidak terbentuk
awan putih disekitar daging. Pada uji H2S juga menunjukkan hasil negatif, hal ini ditandai dengan
tidak terjadinya perubahan warna pada kertas saring. Uji pembusukan dilakukan dengan tujuan
untuk mengindikasikan adanya bakteri pembusuk dalam daging pada saat pemotongan karkas.
Pembusukkan pada daging dapat terjadi dengan adanya aktivitas mikroorganisme, ketersediaan
oksigen dari lingkungan dan tempat penyimpanan daging, serta kandungan nutrisi dalam
daging.pengujian H2S menunjukkan hasil negatif dengan tidak terjadinya perubahan warna pada
kertas saring. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada H2S yang dilepaskan pada daging busuk
sehingga tidak berikatan dengan Pb asetat menjadi Pb sulfit (PbSO3) yang merupakan senyawa
yang dihasilkan pada proses awal pembusukan (Siagian, 2002).
20
Hasil pemeriksaan terhadap cemaran mikroorganisme pada daging sapi dengan metode total
plate count (TPC) yaitu 2,5x108 cfu/g. Acuan yang digunakan yaitu SNI 73-88:2009 tentang
cemaran mikroba dalam pangan. Angka standar dari pemeriksaan TPC ini yaitu 1x106. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai cemaran mikroba pada daging sapi lebih tinggi dari nilai standar yang
ditentukan. Hasil pemeriksaan cemaran Salmonella pada sampel daging sapi adalah positif. Karena
adanya koloni yang menciri pada media selektif Salmonella Shigella Agar (SSA) yang ditandai
dengan adanya warna kehitaman. Hal ini sesuai dengan standar yang ditentukan bahwa Salmonella
harus negatif pada sampel daging sapi. Salmonella merupakan bakteri indikator keamanan pangan,
karena Salmonella bersifat pathogen sehingga terdapat bakteri ini dalam makanan dianggap
membahayakan kesehatan. bakteri Salmonella sp. merupakan mikroorganisme pathogen yang dapat
menyerang manusia akibat mengkonsumsi bahan pangan asal hewan yang telah terkontaminasi atau
yang dikenal dengan istilah Food Borne Disease. Kontaminasi awal pada daging dapat berasal dari
mikroorganisme yang masuk kedalam pembuluh darah ketika hewan disembelih, proses pengulitan,
pengeluaran jeroan, pemotongan karkas, penyimpanan dan pendistribusian (Indriyani et al., 2019).
Hasil dari pemeriksaan cemaran E.coli dengan penanaman pada media Eosin Methylene
Blue Agar (EMBA) yaitu menunjukkan hasil positif. Hal ini ditandai dengan terbentuknya koloni
berwarna hijau metalik yang merupakan karakteristik dari bakteri E.coli. Hal ini tidak sesuai dengan
standar acuan cemaran mikroba yaitu E.coli dalam pangan seharusnya negatif. Bakteri patogen
dapat menimbulkan infeksi dan keracunan makanan jika dikonsumsi (Yuniati, 2016). Kebanyakan
E.coli tidak berbahaya tetapi beberapa spesies E.coli seperti tipe O157:H7 dapat mengakibatkan
keracunan makanan pada manusia yaitu diare berdarah karena eksotoksin yang dihasilkan yaitu
bernama verotoksin (Anggraeni, 2012). Tingginya cemaran bisa diakibatkan karena biosekuriti
yang tidak diterapkan dengan benar, baik pada proses produksi, transportasi maupun penyimpanan.
Dari hasil pemeriksaan mikrobiologi menunjukkan bahwa daging sapi masuk dalam kriteria tidak
baik karena angka cemaran mikroba diatas standar cemaran mikroba dalam pangan.
UJI MPN 8
3.4.2 Pembahasan
Keamanan dan kualitas suatu olahan pangan asal hewan dapat diketahui layak atau tidaknya
denga cara dilakukan beberapa pengujian. Pemeriksaan bakteri anggota genus Escherichia
dilakukan dengan menginokulasi pada media selektif yaitu Eosin Methylene Blue Agar (EMBA).
Media ini merupakan media selektif untuk menumbuhkan bakteri anggota genus Escherichia. Media
EMBA mengandung laktosa, bila dalam biakan terdapat bakteri anggota genus Escherichia maka
asam yang dihasilkan dari fermentasi laktosa akan menghasilkan warna koloni yang spesifik untuk
bakteri anggota genus Escherichia yaitu koloni yang berwarna hijau dengan kilap logam sedangkan
Coliform non fekal lain yang dapat tumbuh koloninya berwarna cokelat menunjukkan adanya
Enterobacter aerogenes ataupun koloni yang tidak berwarna. Dari hasil pengujian didapati hasil uji
EMBA yaitu berwarna merah muda dan transparan
Most Probable Number merupakan metode analisis untuk memperkirakaan banyaknya
jumlah kontaminasi bakteri dengan pengenceran bertingkat pangkat 10. Analisis MPN bertujuan
21
untuk menghitung perkiraan jumlah bakteri Coliform dari sampel olahan daging ayam. Essherchia
coli dapat dideteksi diantara bakteri Coliform dengan melakukan 3 tahap tes dan confirmed test
untuk memeriksa adanya Eschericia coli. Perkiraan jumlah bakteri Coliform dari semua sampel
nugget ayam melebihi dari batas cemaran maksimum yang telah ditetapkan oleh Badan Stndarisasi
Nasional pada 7388:2009 yaitu 10x 102 MPN/G, hasil yang didapat dari pemeriksaan uji MPN
adalah 8, masih tergolong aman dengan batasnya sebesar 10.
Koloni adalah pertumbuhan mikroba pada media kultur padat dan semi padat dan dapat di
lihat secara visual. Angka paling mungkin (APM) disebut huga Most Probable Number (MPN)
adalah angka perkiraan ( per ml/per gram atau per 100 ml/per gram ).
Pengujian iyang idilakukan ipada isampel itelur ibebek imulai idari ipemeriksaan itelur isecara
iorganoleptik i(pemeriksaan ifisik ikerabang), ipemeriksaan ikesegaran itelur i(Candling, ipengukuran
itinggi ikantung ihawa idan iperendaman iair igaram), ipemeriksaan ikualitas itelur isetelah idibuka
i(pemeriksaan iputih idan ikuning itelur, iindeks iputih itelur, iindeks ikuning itelur, idan ipemeriksaan
iHaugh iUnit), idan ipemeriksaan imikrobiologi itelur. iStandar iyang idigunakan idalam ipemeriksaan iyaitu
iThai iAgricultural iStandard i(TAS) i6703-2012 itentang itelur ibebek idan iSNI i7388-2009 itentang
ibatasan imaksimum icemaran imikroba idalam ipangan. iHasil ipengujian ipada itelur ibebek idapat idilihat
3.5.2 Pembahasan
Pengujian iterhadap isampel itelur ibebek iyang itelah idilakukan ipemeriksaan iorganoleptik imenunjukan
isampel itelur ibebek imemiliki ikondisi ikerabang iyang iutuh, itidak iada ikeretakan, iterdapat isedikit
ikotoran iyang imenempel ipada ikerabang,itekstur ihalus idan ibetuknya inormal isesuai idengan itelur ipada
iumumnya. iTelur ibebek iini imemiliki ibobot i80 igram idengan igrade ijumbo. iDari ihasil ipemeriksaan
iorganoleptik ididapatkan ibahwa isampel itelur ibebek iyang idiujikan imemenuhi istandar ipersyaratan
isesuai idengan iTAS i6703-2012. iTelur ibebek ipada iumumnya i imemiliki icangkang i iyang i ilebih i itebal i
idibandingkan idengan i itelur iayam. iBentuk i itelur i ibebek i imemiliki i ibentuk i ioval i idan i isalah i isatu i
iujungnya i itumpul, i ikulit iberwarna i ihijau, i iberat i itelur i isebesar i i60-80 i igram i i(Murtidjo, i2000).
iPemeriksaan iorganoleptik idilakukan idengan itujuan iuntuk idapat imembedakan ikualitas itelur iyang
idilihat idari ikondisi ifisik ikerabangnya. iKerabang itelur imerupakan ibarier ipertahanan ipertama idari
iagen–agen ipatogen iyang imampu imenurunkan imutu idari itelur. iKerabang itelur imemiliki ipori–pori
iyang iberfungsi isebagai ipertukaran igas. iTipisnya ikerabang itelur iditentukan idari iumur, ijenis iunggas,
imakanan, ikelainan ireproduksi, istress, idan ikomponen ilapisan ipenyusun ikerabang itelur i(Sari idkk.,
i2014).
Telur imerupakan ibahan ipangan idengan istruktur ifisik iyang ikhas, idan itersusun iatas i3 ibagian
iyaitu ikulit, ikantung iudara, idan iisi iyang iterdiri idari iputih itelur idan ikuning itelur. iKomposisi itelur
isecara ifisik iterdiri idari i10% ikerabang i(kulit itelur/cangkang), i60% iputih itelur, idan i30% ikuning itelur.
iTerdapat i4 ilapisan iputih itelur, iyaitu ibagian iluar icairan i(lapisan itipis), ibagian iviscous icairan i(lapisan
itebal), ibagian idalam icairan i(lapisan itipis), idan ibagian ilapisan ikecil ipadat imengelilingi imembrane
ivitelin ikuning itelur idisebut ichalaza iuntuk imempertahankan iposisi iyolk i(Sarwono, i2001).
iPemeriksaan ikesegaran itelur idapat idiketahui idari ihal–hal itersebut. iKesegaran itelur imeliputi
ipemeriksaan ikantung ihawa, ikuning itelur, iperendaman iair igaram, ipemeriksaan iputih itelur,
ipemeriksaan ihaugh iunit. iPemeriksaan ikesegaran itelur imerupakan isalah isatu iuji iyang idapat imenjadi
ipenentu idalam ikualitas itelur. iPada ipemeriksaan i kesegaran itelur ididapat ihasil iyaitu ikantung ihawa
istabil/tidak iada ipergerakan isaat itelur idigerakan. iPada isaat idilakukan icandling itinggi ikantung ihawa
23
iyang idiukur idengan imenggunakan ipenggaris idan ididapatkan ihasil itinggi ikantung ihawa i1 icm iyang
itermasuk idalam imutu iB. iTelur ibebek ijuga idilakukan iperendaman idengan iair igaram idan ididapatkan
ihasilnya itelurimengapung. iTerjadinya iruang iudara iatau ipemisahan imembran ikulit iluar idan idalam
idisebabkan ioleh iperubahan isuhu iyang i imengakibatkan ilapisan imembran ibagian iluar i(outer
imembrane) idan imembran ibagian idalam i(inner imembran) itidak imelekat isatu i isama i ilain. iHasil
ipengukuran itinggi ikantung ihawa isebanding idengan iperendaman idi iair igaram. iSemakin ibesar
ikantung ihawa iyang imuncul imaka iakan imenyebabkan itelur isemakin imengapung, ikarena irongga
iudara idalam itelur isudah icukup ibesar, isehingga imasa itelur iakan isemakin iringan idan imenyebabkan
itelur imengapung idi ipermukaan iair igaram. iHal iini idapat iterjadi iakibat idari itelur iyang isudah iterlalu
ilama idisimpan iatau ibisa ijuga iakibat idari isuhu idari ilingkungan ipenyimpanan itelur. i
Menurut iBSN i(2008) ipenyimpanan itelur ikonsumsi idilakukan ipada isuhu ikamar idan
ikelembaban i80% i- i90% idengan imaksimal iumur i14 ihari isetelah iditelurkan. iSedangkan imasa
o
ipenyimpanan iselama i30 ihari isetelah iditelurkan idapat itercapai idengan ipenyimpanan ipada isuhu i4-7 C
idengan ikelembaban i60% i- i70%. iKantung iudara itelur iakan imembesar ijika itelur idi isimpan ipada isuhu
itinggi iatau ipada irentang iyang ilama. iTelur iakan imengalami ikehilangan iair idan igas iselama
ipenyimpanan, ikualitas iisi itelurnya iakan imenurun isementara ikerabang itelur itetap imempertahankan
iukuran idan ibentuk iaslinya, isehingga imengakibatkan iukuran ikantung iudara itelur imeningkat.
iPeningkatan ibesar ikantung ihawa iakan idiikuti idengan imenurunnya iberat itelur. iSemakin ilama iwaktu
ipenyimpanan isemakin ibertambah ibesar ipenyusutan iberat itelur. iPenyusutan iberat itelur ijuga iterjadi
ikarena iadanya ipenguapan iair idan ipelepasan igas iCO2 idari idalam iisi itelur imelalui ipori-pori ikerabang
Pemeriksaan ikualitas itelur isetelah idibuka iterdiri idari ipemeriksaan iputih itelur i(albumin) idan
ikuning itelur i(yolk), iindeks iputih itelur, iindeks ikuning itelur, idan iperhitungan iHaugh iUnit i(HU). iHasil
ipemeriksaan iputih itelur imenunjukan iputih itelur ibersih, ibening idan ikonsistensinya imasih ikenyal.
iPada ipemeriksaan iindeks iputih itelur ididapatkan ihasil i0,126 itermasuk ikedalam ikategori imutu iII.
iKemdian ipada ipemeriksaan iindeks ikuning itelur ididapatkan ibahwa ikuning itelur imasih iberbentuk
ibulat, iditengah idan ibersih idengan iindeks ikuning itelur i0,36 iyangitermasuk ikedalam ikategori imutu iIII.
iSedangkan ipada ipemeriksaan iHaugh iUnit i(HU) ididapatkan ihasil i127,8 iyang itermasuk ikedalam
ikategori iAA. i
Nilai iHU ierat ikaitannya idengan ibeberapa iperubahan iantara ilain, ipenguraian iNaHCO3
imenjadi iNaOH idan iCO2. iNaOH iyang idibentuk iakan idiuraikan ilagi imenjadi iNa+ idan iOH- isedangkan
iCO2 iyang idibentuk iakan imenguap, isehingga idapat imeningkatkan ipH ipada iputih itelur. iPeningkatan
ipH itersebut iakan imembentuk iikatan ikompleks iovomucin-lysozym iyang imenyebabkan ikeluarnya iair
idari ipori-pori iyang itelah idibentuknya. iSelain iitu idiketahui ibahwa iovomucin iadalah iglikoprotein
iberbentuk iserabut idan idapat imengikat iair imembentuk istruktur igel, inilai iHU idipengaruhi ioleh
ikandungan iovomucin iyang iterdapat ipada iputih itelur. iputih itelur iyang isemakin ikental, imaka inilai iHU
iyang idiperoleh isemakin itinggi. iPutih itelur iyang imengandung iovomucin ilebih isedikit imaka iakan
ilebih icepat imencair i(Sihombing, idkk., i2013). iHaugh iUnit i(HU) imerupakan isatuan iyang idigunakan
iuntuk i imengetahui ikesegaran iisi itelur iterutama ibagian iputih itelur, iyang ididasarkan ipada i iketebalan
ialbumin. iBesarnya iHaugh iUnit idapat iditentukan idengan imenggunakan i itable ikonversi. iSemakin
itinggi inilai iHU imenunjukkan ibahwa ikualitas itelur iitu isemakin ibaik i(Sudaryani, i2000).
Tingginya ipencemaran imikroba ipada isampel idapat idipengaruhi ioleh isuhu idan ilama
ipenyimpanan. iPenyimpanan itelur ipada isuhu ikamar idan ikondisi ilingkungan iyang ikotor iakan
idilakukan ipengolahan, icemaran iberasal idari iunggas iyang isakit, ikloaka, ialas ikandang/sangkar, iwadah
itelur i(peti, iegg itray), idebu, itanah i(Hardianto, i2012).iUmumnya ibakteri iyang imenjadi ipencemar ipada
itelur imerupakan ibakteri imesofilik iyakni ibakteri iseperti iSalmonella, iStaphylococcus, iBacillus,
iProteus, iPseudomonas, iAeromonas idan iColi-aerogenes. iTelur iyang idisimpan ipada isuhu iruang iakan
imemudahkan ipertumbuhan ibakteri idikarenakan ibakteri imesofilik ihidup idalam itanah, iair, itubuh
ihewan, idan ilingkungan iyang imembutuhkan isuhu ipertumbuhan ipada isuhu ioptimal i30ºC-
45ºC.iBakteri imesofilik imasuk ike idalam itelur imelalui ikulit itelur iyang iretak iatau imenembus ikulit
iketika ilapisan itipis iprotein iyang imenutupi ikulit itelur irusak idanilubang-lubang ikecil iyang iterdapat
24
ipada ipermukaan itelur. iSemakin ilama itelur idisimpan imaka iakan isemakin ibanyak ibakteri imesofilik
iyang iberkembang idalam itelur i(Lubis, i2012).
ipemeriksaan ikadar iair i(tidak idilakukan), iserta ipemeriksaan icemaran iyeast idan imold i(tidak
idilakukan). iStandar iyang idigunakan idalam ipemeriksaan itelur iasin iyaitu iSNI i01-4277-1996 itentang
itelur iasin idan iSNI i7388-2009 itentang ibatasan imaksimal icemaran imikroba idalam ipangan. iHasil
ipengujian ipada isampel itelur iasin idapat idilihat ipada iTabel i4.1
3.6.2 Pembahasan
Rantai iproduksi ipada itelur iasin iada i4 iproses iyaitu ipencucian, ipengolesan, iperendaman, idan
ipengemasan. iPencucian itelur iasin iini iberguna iuntuk imembersihkan ikotoran iyang iada ipada itelur.
iBeberapa iproses ipengawetan itelur iutuh iyang idiawetkan ibersama ikulitnya iantara ilain: iproses
ipendinginan, iproses ipembungkusan ikering, iproses ipelapisan idengan iminyak, iproses ipencelupan
idalam iberbagai icairan i(Manurung, i2014). iDari ikeempat itahapan iproses ipembuatan itelur iasin, iada
itiga iyang imenjadi ititik ikritis idan iperlu idikontrol i(CCP). iKetiga itahapan iproses itersebut iadalah
itahapan ipencucian, iperendaman, idan ipengemasan. iKegiatan iselanjutnya iadalah ipenetapan ibatas
ikritis idan ipemantauan i(Monitoring) iterhadap iefektifitas iproses imengendalikan iCCP iserta itindakan
ikoreksi iapabila iterjadi ipenyimpangan iterhadap ibatas ikritis isuatu iCCP. iHal iini ibertujuan iuntuk
imenjamin ikeamanan iproduk iyang idihasilkan. iPenentuan iCCP iditentukan iberdasarkan ipertanyaan
iuntik imennetukan iapakah isuatu ititik ikendali imerupakan iCCP iatau ibukan. iKriteria iCCP iditentukan
ijika idalam iproses iproduksi ipembuatan itelur iasin imengandung ibahaya itanpa iadanya iproses iyang
idapat imenghilangkan ibahaya itersebut iatau iada iproses iuntuk imenghilangkan ibahaya itersebut
i(Manurung, i2014). iTiga itahap iitu iadalah iPencucian, iPerendaman idan ipengemasan: i
1. i Pencucian iProses ipencucian iini ibertujuan iuntuk imenghilangkan ikotoran iyang iterdapat ipada
itelur ibebek. iKotoran iyang iterdapat ipada itelurimenagandung ibakteri iyang isangat imerugikan,
2. i Perendaman iProses iperendaman idengan iair igaram iini imembuat itelur ibebek imenjadi iasin,
iproses iini imenjadi ifaktor ipenentu itelur iasin iyang imemiliki ihasil iyang ibagus idan itidak. iSemua
3. i Pengemasan iProses ipengemasan iadalah iproses iakhir idari ipembuatan itelur iasin iini.
iPengemasan iberguna iuntuk imencegah iterjadinya ikontak idari iudara iluar iyang idapat
imenyebabkan itelur ipecah iatau iretak iakibat ibenturan iatau isenggolan idari ikonsumen
Pengujian iyang ibisa idilakukan iyaitu ipemeriksaan iorganoleptik ipada isampel itelur iasin.
iPemeriksaan iini imengacu ipada iSNI i01-4277-1996. iHasil ipemeriksaan iorganoleptiknya iyaitu ibau
inormal ikhas itelur iasin, iwarna idari ikerabang itelur iyautu ibiru ikehijauan, ipenampakan idari ikerabang
iyaitu ibersih idan ihalus, itekstur iyang idihasilkan inormal iyaitu imasir ikhas itelur iasin iserta irasa iyang
idihasilkan iadalah iasin/gurih ikhas itelur iasin.iDari ihasil ipemeriksaan itersebut imenunjukkan ibahwa
itelur iasin iyang idiujikan isudah isesuai idengan istandar iyang iditentukan.iPengasinan idilakukan idengan
itujuan iuntuk imengawetkan itelur, imengurangi ibau iamis idan imenciptakan irasa iyang ikhas.iDalam
25
ipengasinan iini imenggunakan igaram. iGaram imerupakan ifaktor iutama iyang iberfungsi isebagai ibahan
ipengawet iuntuk imencegah ipembusukan itelur, isehingga idapat imeningkatkan idaya isimpan i(Novia
idkk., i2011).iRasa iasin iyang idihasilkan ioleh itelur iasin isangat ibergantung ipada ilama
ipenyimapanan.iAroma idapat idigunakan isebagai iindikator idari ikerusakan itelur iasin, iApabila iterdapat
itelur iasin iyang isudah itidak ilayak idikonsumsi ibiasanya iakan iberbau ibusuk. iLapisan iyang
icangkang itelur idan imencegah iair idan igas ikeluar idari idalam itelur. iPenambahan igaram ipada iproduk
itelur ibertujuan iuntuk imengawetkan ibahan ipangan. iSelain iitu ipenambahan igaram ijuga idapat
imengurangi ioksigen iyang iterlarut, imenghambat ikerja ienzim idan imenurunkan iaktivitas iairi(Koswara,
i2009).iTekstur imasir iyang iterdapat ipada itelur iasin idisebabkan ioleh imembesarnya igranula iyang iada
idi idalam ikuning itelur idan iadanya idehidrasi iair idari ikuning itelur iselama iproses ipengasinan iakan
Pengasinan ipada itelur iasin imeningkatkan ipH, ikarena iberkaitan idengan iproses ipenguapan
iCO2 idan iH2O iyang iberjalan ilebih icepat, isehingga iakan imempengaruhi ikecepatan iperubahan inilai ipH
i(Lukman, i2008). iPertumbuhan imikroorganisme idi idalam imakanan idapat imenyebabkan iperubahan
ifisik imaupun ikimiawi iyang itidak idiinginkan, isehingga imakanan itersebut imenjadi itidak ilayak iuntuk
idikonsumsi idan icepat ilambatnya ikerusakan ibergantung ipada itotal imikroba idalam iproduk imakanan
itersebut i(Buckle iet ial., i2007). iMenurut iYuniati i(2016) itingginya icemaran imikroba ipada itelur iasin
ijuga idapat idisebabkan ioleh iperbedaan iproses ipembuatan itelur iasin iyaitu idengan iserbuk ibata imerah
iatau iabu igosok.iSerbuk ibata imerah iyang idigunaklan idalam imetode ipembuatan itelur iasin imemiliki
iukuran ipartikel iyang ilebih ibesar idibandingkan iabu igosok.iBesarnya ipartikel iini imenyebabkan
ikontak iantara ipartikel idengan ipermukaan ikulit itelur ilebih isedikit, isehingga igaram iyang iberdifusi
ikedalam itelur iakan ilebih itinggi.iPada itelur iasin iyang idibat idengan iabu igosok ikarena imemiliki
ipartikel iyang ilebih ikecil isehinnga ikontak iantara ipartikel iabu igosok idengan ipermukaan ikulit ilebih
itinggi isehingga ipartikel iabu idapat imenutupi ipori ikulit idari itelur isehingga igaram iyang iberdifusi ilebih
irendah.
ijika imanusia imenelan imakanan iyang imengandung iSalmonella idalam ijumlah iyang
isignifikan.iSalmonella imerupakan ijenis ibakteri iyang ibiasa itumbuh ipada iunggas, itermasuk
itelurnya.iBakteri iini itidak iditemukan ipada itelur iasin, ikarena itelur isebelum idiproses imenjadi itelur
iasin, isudah idibersihkan iterlebih idahulu.iWalaupun iada ibakteri itersebut iterbawa ioleh itelur, inamun
itidak ibisa itumbuh idalam imedia iadonan iyang imengandung igaram.iSeperti idiketahui igaram idapat
ibersifat ibakteriostatik idan ibakteriosidal ibagi ijenis ibakteriiini.iNatrium ipada igaram idapur idapat
imeningkatkan itekanan iosmotik idari isel ibakteri isehingga ibakteri idapat imengalami iplasmolysis isel
Scopulariopsis isp imerupakan ijamur isaprofit ipada itanah iyang isering iditemukan ipada itelur
iasin. iDiduga ijamur itersebut imenginfeksi itelur iasin isebelum itelur idiolah, ijamur imasuk ipori-pori,
iselain ihal itersebut ididuga ijamur iterbawa isewaktu itelur itelur idikeluarkan ipada itanah iyang ikotor iatau
ikandang iyang ikotor ikarena itanah imerupakan ihabitat iyang icocok iuntuk ipertumbuhan ijamur
iScopulariopsis isp idugaan ilainnya imikroorganisme imasuk iwaktu itelur idikeluarkan ioleh iinduk ibebek
4.1 Kesimpulan
26
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap bahan pangan asal hewan beserta
olahannya diperoleh hasil yaitu :
1. Pemeriksaan susu segar yang telah diperiksa melalui video, secara keseluruhan susu
tersebut aman, sehat dan utuh untuk dikonsumsi oleh masyarakat dengan syarat harus dilakukan
pemanasan terlebih dahulu untuk mengurangi cemaran mikrobiologi yang terdapat di dalam susu.
2. Pemeriksaan susu pasteurisasi yang telah di uji secara keseluruhan susu tersebut tidak
aman dan sehat untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Pemeriksaan mikrobiologis TPC dan coliform
menunjukkan hasil dibawah batas maksimal cemaran mikroba standar nasional Indonesia pada susu
pasteurisasi sehingga susu bisa dinyatakan aman dari bakteri tetapi hasil uji hehner yang
menunjukan hasil positif membuat susu tersebut tidak aman dikarenakan susu tersebut mengandung
formalin yang bisa merusak dan memberikan efek toksik bagi tubuh.
3. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada sampel daging sapi, yaitu uji
organoleptik, dapat dikatakan bahwa daging dalam kondisi bagus. Namun untuk kriteria aman
belum terpenuhi karena hasil pemeriksaan TPC berada di atas batas maksimal cemaran
mikrobiologi dan hasil pemeriksaan bakteri seperti cemaran E.coli dan Salmonella masih belum
memenuhi syarat karena hasil menunjukan positif tercemar bakteri tersebut. Dari hasil pemeriksaan
mikrobiologi menunjukkan bahwa daging sapi masuk dalam kriteria tidak baik karena angka
cemaran mikroba diatas standar cemaran mikroba dalam pangan.
4. Berdasarkan pengujian yang dilakukan pada sampel produk olahan nugget ayam yang
mendapati hasil uji pada media EMBA berwarna pink dan transparan menunjukan hasil yang
negatif E. coli sehingga produk tersebut layak dan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini
didukung dengan hasil uji yang tidak melebihi batas normal atau standar yang telah ditentukan
5. Berdasarkan ipemeriksaan iyang isudah idilakukan ipada isampel itelur ibebek iyang ididapat idari
ipasar idan itelah idilakukan iuji iorganoleptik, icandling, iindeks iputih itelur, iindeks ikuning itelur, idan
iperhitngan ihaugh iunit ididapatkan ihasil iA-B. iHasil ipemeriksaan iorganoleptik idan ipenghitungan
ihaugh iunit idikatan itelur inormal itetapi iuntuk iuji ikesegaran itelur ihasilnya ikantung ihawa iyang itinggi
idan itelur imengapung ipada iair igaram imenandakan ibahwa itelur itersebut isudah iterlalu ilama idisimpan.
iUntuk ipemeriksaan imikrobiologi ibelum ibisa idilakukan isehingga ipada itelur itersebut itidak idiketahui
iapakah iterdapat icemaran imikrobiologi iatau itidak. iBerdasarkan ihasil iyang idi idapat itelur itersebut
6. Berdasarkan hasil uji kualitas dan mutu yang dilakukan pada pemeriksaan sampel telur
asin melalui pemeriksaan organoleptik, maka bisa dikatakan bahwa telur asin memenuhi standar
organoleptik sesuai dengan SNI-01-4277-1996. Pemeriksaan organoleptiknya yaitu bau normal khas
telur asin, warna dari kerabang telur yautu biru kehijauan, penampakan dari kerabang yaitu bersih
dan halus, tekstur yang dihasilkan normal yaitu masir khas telur asin serta rasa yang dihasilkan
adalah asin/gurih khas telur asin. Tetapi perlu dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dan
pemeriksaan yeast dan mold untuk melihat apakah terdapat kontaminasi bakteri dan jamur pada
telur tersebut.
4.2 Saran
Berdasarkan PPDH rotasi Laboratorium Kesmavet yang sudah dilakukan melalui daring,
maka diperlukan praktek langsung di lapangan untuk menerapkan ilmu dan pengetahuan yang
sudah diberikan melalui rotasi daring. Praktek dapat dilakukan setelah masa pandemic COVID-19
berakhir.
Daftar Pustaka
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2008. Formalin. Jakarta: BPOM RI
27
Abustam, E. 2004.Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Daging. Program Quev Proyek Peningkatan
Menajemen Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin, Makassar
Adhyatma, M., Nuarini, N., & Yani, A. (2017). Proses Eksanguinasi dan Kualitas Fisik Daging Sapi
Brahman Cross dengan Waktu Istirahat Berbeda Sebelum Pemotongan. Jurnal Ilmu
Produksi Dan
Teknologi Hasil Peternakan, 5(3), 106–109.
Anggraeni, M.D. 2012.Uji Disinfeksi Bakteri Escherichia coli Menggunakan Kapitasi Water
Jet.(Skripsi).Program Studi Teknik Kimia. Fakultas Teknik.UI.
Anindita, N. S., & Soyi, D. S. (2017). Studi kasus: Pengawasan Kualitas Pangan Hewani melalui
Pengujian Kualitas Susu Sapi yang Beredar di Kota Yogyakarta Case. Jurnal Peternakan
Indonesia, 19(2), 93–102.
Astawan, Made. 2004. Kiat Menjaga Tubuh Tetap Sehat. Solo: Tiga Serangkai.
Badan Standar Nasional Indonesia. (2018). SNI 3951-2018: Susu Pasteurisasi. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 2008. Telur Ayam Konsumsi. SNI 3926 : 2008.
Bell, D. & Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg. Kluwer Academic Publishers,
United States of America.
Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet dan Wootton. 2007. Ilmu Pangan. Edisi ke-4. Terjemahan:
Hari Purnomo dan Adiono. UI-Press. Jakarta
Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Chi, S.P ., Tseng, K.H. 2000. Physicochemical Properties of Salted Picled Yolk From Duck and
Chicken Eggs. J. Food Sci. 63:27-30
Hardianto, I.G.K. Suarjana dan M. J. Rudyanto. 2012. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan
terhadap Kualitas Telur Ayam Kampung Ditinjau dari Angka Lempeng Total Bakteri.
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(1):71-84
Indriyani, D. P., Tyasningsih, W., & Praja, R. N. (2019). Isolasi dan Identifikasi Salmonella pada
Daging Sapi di Rumah Potong Hewan Banyuwangi. Jurnal Medik Veteriner, 2(2), 83.
https://doi.org/10.20473/jmv.vol2.iss2.2019.83-88
Jeffrey, T., Lejeune, and P. J. R. Schultz. 2009. Unpasteurized Milk: A Continued Public Health
Threat. Food Safety. Clinical Infectious Dis. (48): 2451-2458.
Julmiaty, 2002. Perbandingan Kualitas Fisik Susu asteurisasi Konvensuional. Fakultas Peternakan.
Universitas Hasanudin.
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Telur (Teori dan Praktek). Ebookpangan.com
28
Kurniawan, Nikodemus P. 2014. Kualitas Fisik Daging Sapi Dari Tempat Pemotongan Hewan Di
Bandar Lampung. Fakultas Peternakan Universitas Pertanian Lampung. Lampung
Legowo, A.M., Kusrahayu, dan S. Mulyani. 2009. Ilmu dan Teknologi Susu. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Lubis H. A., I. G. K. Suarjana dan M D Rudyanto. 2012. Pengaruh Suhu Dan Lama Penyimpanan
Telur Ayam Kampung Terhadap Jumlah E.Coli. Indonesia Medicus Veterinus. Vol 1 no 1.
Lukman, H. 2008. Pengaruh Metode Pengasinan dan Konsentrasi Sodium Nitrit Terhadap
Karakteristik Telur Itik Asin. Jurnal Ilmiah Ilmu Peternakan. 11(1): 9-17.
Manurung, G.H. 2014. Contoh Codex Pada Produk Makanan. Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Novia, D., Melia, S., Ayuza, N.Z. 2011.Kajian Suhu Pengovenan Terhadap Kadar Protein dan Nilai
Organoleptik Telur Asin.Jurnal Peternakan. 8 (2) : 70-76.
Nunik,S. Aminah, Supraptini. 2004. Cemaran Jmur dan Infestasi Lalat Pada Makanan Olahan Siap
Saji. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 3 No 3 128-135.
Pramesti, N. E., & Yudhastuti, R. (2018). Analysis of Distribution Process to the Increasing of
Escherichia Coli in Dairy Fresh Milk Products from X Cattle Farm in Surabaya. Jurnal
Kesehatan
Lingkungan, 9(2), 181.
Prasetyo, Heru. 2013. Kajian Kualitas Fisiko Kimia Daging Sapi di Pasar Kota Malang. Bagian
Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya. Malang
Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi
ProduksiTernak. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Sari D.T.I., Sudjarwo E., Prayogi H.S. 2014.Pengaruuh Penambahan Cacing Tanah
(Lumbricusrubellus) Segar dalam Pakan Terhadap Berat Telur, Haugh Unit, dan Ketebalan
Cangkang Itik Mojosari.J Ternak Tropika.Vol 15. No. 2:23-30.
Sarwono, B. 2001. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Penebar Swadaya. Jakarta
Sawitri, M. E., Manab, A., Padaga, M.C., dan Susilorini, T.E. 2010. Kajian Kualitas Susu
Pasteurisasi yang Diproduksi U.D. Gading Mas Selama Penyimpanan Dalam Refrigerator.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, 5(2), 1978-0303.
Sihombing, R., T. Kurtini, dan Khaira N. 2013. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas
Internal Telur Ayam Ras Pada Fase Kedua.Fakultas Peternakan Universitas Lampung.
Lampung
Soriah, W. 2010. Hubungan variasi pakan terhadap mutu susu segar di Desa Pasirbuncir
Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Jurnal Penyuluhan Pertanian volume 5 nomor 1
halaman 67-77. Southeast Asia. 3rd ed. CV Ekha Putra, Bogor
Sudarwanto, M,. 2005.Bahan Kuliah Hygiene Makanan.Bagian Penyakit Hewan Dan Kesehatan
Masyarakat Vetreiner Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bogor.
Sukmawati, N. M. S. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Susunan dan Keadaan Air Susu.
Bahan Ajar Ilmu Ternak Perah, 1–26.
Thai Agricultural Standar. Duck Egg. TAS 2008.6703:2012 Nasional Bureau of Agricultural
Commodity and Food Standards. Ministry of Agricultural and Cooperative
29
Warisno. 2005.Membuat Telur Asin aneka Rasa. Jakarta: Agromedia.
Yudonegoro, R. J. 2014. Kajian Kualitas Susu Segar dari Tingkat Peternak Sapi Perah, Tempat
Pengumpulan Susu dan Koperasi Unit Desa Jatinom di Kabupaten Klaten. Fakultas
Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. Semarang
Yuniati, H. 2016. Efek Penggunaan Abu Gosok dan Serbuk Bata Merah pada Pembuatan Telur
Asin Terhadap Kandungan Mikroba Dalam Telur.Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar
Kesehatan. Badan Litbang Kesehatan.
Lampiran
30
31