Oleh :
SYARIFAH ALAWIYAH ZASRIDAR, S.KH
190130100111052
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
i
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
Syarifah Alawiyah Zasridar, S.KH
NIM. 190130100111052
Menyetujui,
Komisi Penguji
Pembimbing I Pembimbing II
drh. Fidi Nur Aini E.P.D, M.Si drh. Sruti Listra Adrenalin,M.Sc drh. Gegana Wimaldy Airlangga
NIK. 201405 880327 2 001 NIP. 19920402 201903 2 029 NIP. 19950224 201903 1 008
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan semesta alam Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta junjungan Nabi besar Muhammad
SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kegiatan PPDH Rotasi
Diagnosa laboratorik yang dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Brawijaya. Dalam menyelesaikan penulisan laporan ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada banyak pihak yang telah membantu
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Sudarminto S. Yuwono, M.App.Sc., selaku dekan Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya.
2. drh. Wawid Purwatiningsih, M.Si selaku koordinator PPDH FKH UB.
3. drh. Dahliatul Qosimah, M.Kes., drh. Indah Amalia A., M.Si., selaku
pembimbing/penguji, drh. Fidi Nur Aini E.P.D., M.Si., drh. Gegana Wimaldy
Airlangga., selaku penguji, drh. Sruti Listra Adrenalin, M,Sc, yang telah banyak
memberikan arahan dan masukan kepada penulis.
4. Keluarga penulis atas kasih sayang, dukungan dan doa tak terhingga sehingga
penulis mampu menyelesaikan laporan ini.
5. Teman kelompok 6 PPDH Gelombang VI atas semangat dan kekompakan.
6. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan laporan ini
yang tidak dapat disebut satu persatu.
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas semua kebaikan
yang telah diberikan dan agar laporan ini dapat memberikan manfaat bagi
pembacanya.
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB 5 PENUTUP........................................................................................... 25
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 25
5.2 Saran ................................................................................................. 25
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit pada ternak secara umum terbagi menjadi penyakit non infeksius
dan penyakit infeksius. Penyakit non infeksius adalah penyakit yang disebabkan
selain agen infeksi misalnya akibat defisiensi nutrisi, defisiensi vitamin, defisiensi
mineral dan keracunan pakan (Scott, 2004). Penyakit infeksius adalah penyakit
yang disebabkan oleh agen-agen infeksi. Agen-agen infeksi penyebab penyakit
antara lain virus, bakteri, mikal, parasit. Virus adalah mikroorganisme terkecil yang
memiliki protein dan hanya mempunyai kode genetik saja. Virus hidup sebagai
parasit obligat yang menginfeksi sel inang. Diluar sel organisme, virus hidup
sebagai layaknya benda mati tanpa tanda-tanda kehidupan. Ketika virus
menginfeksi sel, virus akan berubah menjadi ganas, yang dapat membunuh sel
inang dan menyebabkan penyakit (Hermiyanti, 2011).
1
penyakit lainnya. Alat pernafasan ayam terdiri dari tiga komponen penting yaitu
saluran pernafasan (hidung, sinus hidung, trakhea dan bronkhus), paru-paru dan
kantong udara (air sac) . Paru-paru ayam sangat sederhana dan kurang elastis
dibandingkan dengan paru-paru hewan mamalia. Oleh sebab itu, peranan kantong
udara dan otot-otot di daerah perut sangat penting pada saat melakukan inspirasi
dan ekspirasi (Ralph, 1987). Penyakit pernafasan pada ayam seperti Newcastle
Disease (ND), Avian Influenza (Al), Infectious Bronchitis (IB), Infectious Laryngo-
tracheitis (ILT), Chronic Respiratory Disease (CRD), Infectious Coryza (Snot) dan
Aspergillosis.
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini
adalah:
1. Mengetahui cara mendiagnosa penyakit infeksi virus secara laboratorik.
2
2. Mengetahui cara interpretasi hasil uji HA-HI.
1.4 Manfaat
Manfaat dari pemeriksaan ini adalah Mahasiswa PPDH (Pendidikan Profesi
Dokter Hewan) dapat menambah kemampuan dan ketrampilan terkait pemeriksaan
virologi dan mendapatkan pengetahuan tambahan mengenai cara penanaman virus
pada TAB dan uji HA-HI di laboratorium. Keseluruhan pengetahuan ini dibutuhkan
untuk menunjang kemampuan mendiagnosa penyakit sebagai calon dokter hewan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Virus
Virus adalah suatu mikroorganisme yang berukuran sangat kecil dan hanya
dapat dilihat dengan mikroskop elektron yang menginfeksi sel organisme biologis.
Virus hanya dapat bereproduksi (hidup) di dalam sel yang hidup dengan menginvasi
dan memanfaatkan sel tersebut karena virus tidak memiliki perlengkapan seluler
untuk bereproduksi sendiri. Virus merupakan parasit obligat intraseluler. Virus
mengandung asam nukleat DNA atau RNA saja tetapi tidak kombinasi keduanya,
dan yang diselubungi oleh bahan pelindung terdiri atas protein, lipid, glikoprotein,
atau kombinasi ketiganya. Terdapat beberapa komponen utama penyusun tubuh
virus yaitu (Kuswiyanto, 2016):
1. Kepala Virus, memiliki kepala berisi DNA atau RNA yang menjadi bahan
genetik kehidupannya. Isi kepala ini dilindungi oleh kapsid, yaitu selubung
protein yang tersusun oleh protein. Bentuk kapsid sangat bergantung pada
jenis virusnya. Kapsid virus bisa berbentuk bulat, polihedral, heliks, atau
bentuk lain yang lebih kompleks. Kapsid tersusun atas banyak kapsomer
atau sub-unit protein (Kuswiyanto, 2016).
2. Isi Tubuh, isi tubuh virus atau biasa disebut virionadalah bahan genetik yang
berupa salah satu tipe asam nukleat (DNA atau RNA). Tipe asam nukleat
yang dimiliki virus akan mempengaruhi bentuk tubuh virus. Virus dengan
isi tubuh berupa RNA biasanya berbentuk menyerupai kubus, bulat, atau
polihedral, contohnya pada virus-virus penyebab penyakit polyomyelitis,
virus influenza, dan virus radang mulut dan kuku (Kuswiyanto, 2016).
3. Ekor, merupakan bagian dalam struktur tubuh virus yang berfungsi sebagai
alat untuk menempelkan diri pada sel inang. Ekor yang melekat di kepala
ini umumnya terdiri atas beberapa tabung tersumbat yang berisi benang dan
serat halus. Adapun pada virus yang hanya menginveksi sel eukariotik,
bagian tubuh ini umumnya tidak dijumpai (Kuswiyanto, 2016).
Virus menunjukan satu ciri kehidupan, yaitu reproduksi. Reproduksi virus
hanya terjadi jika berada dalam sel organisme lain. Dengan demikian, virus hanya
4
dapat hidup secara parasit. Virus memperbanyak diri dengan cara menyuntikkan
materi genetik (DNA atau RNA) ke dalam sel target, materi genetik virus itu akan
diterjemahkan oleh sel target untuk menghasilkan bagian-bagian tubuh virus baru.
Proses penerjemahan materi genetik hanya dapat dilakukan oleh sel-sel yang masih
hidup, sedangkan sel mati tidak mampu melakukan proses tersebut. Virus-virus
yang bereproduksi dalam sel akan menyebabkan sel tersebut lisis (pecah) karena
aktivitas virus baru yang telah terbentuk. Virus-virus yang memperbanyak diri juga
menyebabkan timbulnya beragam penyakit dalam tubuh tumbuhan, hewan, dan
manusia. Virus dapat berkembang biak dalam sel bakteri, sel hewan dan tumbuhan.
Untuk menjelaskan perkembangbiakan virus biasanya digunakan contoh virus yang
menyerang bakteri Escherichia coli (bakteriofaga).
5
menyebabkan kerugian yang sangat signifikan terhadap perekonomian
perunggasan. Hal ini dikarenakan angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi
sampai 100% dari peternakan unggas yang terinfeksi virus ND strain virulen
sehingga ekspor produk unggas terhambat. Peternakan unggas yang terserang virus
ND strain avirulent juga berpengaruh terhadap penurunan produksi unggas
(ALDOUS et al., 2003).
Virus ND atau Avian paramyxovirus-1 (Gambar 2.1) diklasifikasikan
dalam golongan genus Avulavirus dan famili Paramyxoviridae (LAMB et al.,
2005). Virus ini berbentuk pleomorfik, sebagian besar berbentuk bulat kasar dengan
diameter 100 – 500 nm tetapi juga ditemukan dalam bentuk filamen dengan
diameter 100 nm. Panjang virus paramyxovirus terlihat bervariasi. Genom virus ND
bersifat single-stranded (ss), berpolaritas RNA negatif dengan panjang genom
15,186 nukleotida dan tidak bersegmen. Genom virus ini mempunyai 6 protein
utama yang menyusunnya yaitu Nucleocapsid protein (N), Phosphoprotein (P),
Matrix protein (M), Fusion protein (F), Hemagglutinin-neuraminidase protein
(HN) dan Large polymerase protein (L) (Yussof et al., 2001).
6
1. Viscerotropic velogenic merupakan suatu bentuk ND yang sangat patogen
dimana lesi pendarahan pada sistem pencernaan sering terlihat pada bentuk
ini.
2. Neurotropic velogenic adalah bentuk ND yang menyebabkan mortalitas
yang tinggi dan biasanya diikuti dengan gangguan sistem respirasi dan
syaraf.
3. Mesogenic adalah gejala klinis gangguan sistem pernafasan tetapi gangguan
sistem syaraf tidak selalu terlihat dan mortalitas yang rendah
4. Lentogenic adalah gangguan sistem pernafasan yang sangat rendah
5. Asymptomatic enteric merupakan suatu bentuk infeksi subklinik pada
sistem pencernaan (OIE 2008).
Virus ND strain avirulent (lentogenik dan mesogenik) digunakan sebagai
vaksin hidup untuk meningkatkan pengendalian penyakit ND pada ayam tetapi
pemilihan jenis vaksin tergantung pada kondisi penyakitnya. Vaksin inaktif juga
digunakan dalam pengendalian penyakit ND (OIE, 2008).
7
protein, virus Influenza terdiri dari beberapa tipe, antara lain tipe A, tipe B dan tipe
C. Virus tipe A menyerang hewan, tetapi dapat menyebabkan epidemik pada
manusia. Sementara virus tipe B dan C tidak menyerang hewan, hanya manusia.
Berdasarkan antigenitas Haemaglutinin (H) dan Neuramidase (N) virus Influenza
dibagi ke dalam subtipe (strain) H dan N. Virus Influenza tlpe A memiliki 15 dan 9
neuramidase. Kombinasi keduanya memungklnkan munculnya 135 subtipe (strain)
virus. Beberapa sub tipe yang sudah ditemukan antara lain H1N2, H3N3, H5N1,
H5N2, H7N3, H7N4 dan H9N1. Strain virus menentukan keganasan virus, yang
dikenal sangat ganas yaitu dari sub tipe dengan H5 dan H7, seperti H5N1, H5N3
dan H7N7 (Marbawati, 2010).
Virus Avian Influenza (H5N1) dapat menyebar dengan cepat di antara
populasi unggas dengan kematian yang tinggi. Bahkan dapat menyebar antar
peternakan dari satu daerah ke daerah lain. Penyakit ini juga telah teridentifikasi
bersifat zoonosis, yaitu menular dari hewan ternak ke manusia. Dari hasil studi yang
ada menunjukkan, unggas yang sakit ( oleh influenza tipe A, sub tipe H5N 1) dapat
mengeluarkan virus dengan jumlah besar dalam kotorannya. Kondisi optimal yang
membuat virus itu dapat bertahan hidup antara lain di air sampai empat hari pada
suhu 22° C dan lebih dari 30 hari pada 0° C. Di dalam kotoran dan tubuh unggas
yang sakit, virus dapat bertahan lebih lama, tapi mati pada pemanasan 60° C selama
30 menit. Virus AI sendiri mempunyai masa inkubasi selama 1- 3 hari, bahkan bisa
sampai beberapa hari. Secara singkat, penyakit flu burung dapat ditularkan dari
unggas lain atau dari peternakan ke peternakan lainnya dengan cara sebagai berikut
(Padhi et al., 2004):
1. Kontak langsung dari unggas terinfeksi dengan hewan yang peka.
2. Melalui lendir yang berasal dari hidung dan mata.
3. Melalui kotoran (feses) unggas yang terserang flu burung.
4. Lewat manusia melalul sepatu dan pakaian yang terkontaminasi dengan
virus
5. Melalui pakan, air dan peralatan kandang yang terkontaminasi.
6. Melalui udara karena memillkl peran penting dalam penularan dalam
satu kandang, tetapi memiliki peran terbatas dalam penularan antar
kandang.
8
7. Melalui unggas air yang dapat berperan sebagal sumber (reservoir) virus
dari dalam saluran Intestinal dan dilepaskan lewat kotoran (Padhi et al.,
2004).
9
2.6 Inokulasi Virus pada Chorioallantois Membrane (CAM)
Menurut (Ernawati, dkk. 2008) inokulasi pada ruang chorioallantois
biasanya digunakan embrio ayam dengan umur 10-12 hari. Virus yang
diinokulasikan pada ruang chorioalantois ini antara lain, virus Newcastle Disease,
Avian Influenza, Infectious Bronchitis. Prosedur yang dilakukan adalah telur di
teropong untuk memastikan tempat injeksi, yaitu pada 3-5 mm di atas batas bawah
kantung udara dan jauh dari embrio (Gambar 2.2). Jarum dimasukkan dengan
sudut 45o dan diinjeksikan 0,1-0,2 ml virus yang akan diinokulasikan. Kemudian
lubang ditutup dengan paraffin. Telur diamati pada jam ke 16-18 jam. Apabila
embrio mati sebelum 48 jam telur dapat disimpan dalam suhu 40C.
2.7 Uji HA
Haemaglutination test (HA) digunakan untuk mengukur titer virus/antigen
secara kuantitas. Virus yang bisa dilakukan uji HA hanya virus yang
dapat mengaglutinasi sel darah merah (RBC) seperti virus Newcastle Disease,
Avian Influenza dan virus Egg Drop Syndrome, baik virus yang masih hidup
ataupun yang sudah diinaktifasi (mati). Uji HA digunakan untuk mengetahui titer
antigen dan retitrasi antigen untuk mengecek apakah antigen yang dikehendaki
memiliki titer 4 HA unit. Antigen 4 HA unit ini digunakan sebagai antigen untuk
uji hambatan hemaglutinasi (HI). Prinsip uji ini adalah terjadi interaksi antara
partikel virus yang mempunyai hemaglutinin pada permukaannya dengan sel darah
merah. Virus yang memiliki hemaglutinin pada permukaannya akan dapat
10
menggumpalkan sel darah merah yang ditandai dengan bentukan titik-titik pada
permukaan mikroplate (Ernawati dkk, 2008).
2.8 Uji HI
Hemaglutinin inhibition test (HI) adalah titer antibodi yaitu pengenceran
tertinggi dari serum yang masih mampu menghambat reaksi aglutinasi eritrosit.
Prinsip dari uji HI adalah mengetahui adanya antibodi yang mampu menghambat
proses hemaglutinasi oleh antigen tertentu. Hambatan hemaglutinasi terjadi
dikarenakan adanya antigen yang terikat dengan antibodi tidak dapat
menghemaglutinasi sel darah merah dan menyebabkan sel darah merah terlepas.
Peristiwa tersebut ditandai dengan sel darah merah mengalir apabila mikroplate
dimiringkan (Kencana, 2012). Jenis-jenis uji terdiri dari HI Plat, uji HI makroteknik
dan uji HI mikroteknik. Uji HI mikroteknik lebih sering dilakukan pada zaman ini
karena dapat dilakukan pada sampel dengan jumlah kecil, lebih hemat dan efisien
(Ernawati dkk, 2008).
11
BAB III
MATERI DAN METODE
3.2 Materi
Alat yang digunakan dalam pemeriksaan mikrobiologi antara lain cawan
petri, rak tabung reaksi, tabung reaksi, mikropipet, mikroplate, yellow tip, paku
pelubang telur, inkubator, candling set, gunting, kutek kuku, scalpel, mortar,
timbangan mikrorefrigerator, bunsen, spuit, tabung effendorf, tabung falcon,
dissecting set, masker, gloves, dan korek api.
Bahan yang digunakan untuk isolasi dan identifikasi virus yaitu sampel dari
organ ayam berupa otak, paru-paru, trakea, proventrikulus, hepar, limpa, caecum.
Larutan PBS, eritrosit ayam 1%, Telur Ayam Berembrio (TAB), antibiotik
(penicillin 1000 iu/ml dan streptomycin 1 mg/ml).
3.3 Metode
3.3.1 Inokulasi pada Telur Ayam Berembrio (TAB)
1) Pengamatan telur dengan cara candling
Berikut ini merupakan langkah pengamatan telur dengan candling :
- Pilih tempat yang gelap
- Arahkan lubang terowong lampu ke cangkang telur
- Nyalakan lampu dan amatilah bagian dalam telur. Pastikan pembuluh
darah korioalantois telur berembrio kelihatan jelas dan embrio bergerak-
gerak, bentuk embrio juga jelas kelihatan, khususnya mata embrio yang
besar dan kehadiran kantung hawa. Semua ini adalah tanda yang
menunjukkan bahwa embrio tersebut masih hidup.
2) Pengumpulan Sampel Virus Dari Organ
Berikut ini merupakan langkah pengumpulan sampel virus dari organ :
12
- Organ yang berupa otak, paru-paru, trakea, proventrikulus, hepar, limpa,
dan caecum terlebih dahulu ditimbang seberat 0,5 gram dan dilakukan
penggerusan organ sampai halus dengan ditambah PBS 4 ml.
- Setelah terampur rata, cairan tersebut dimasukkan ke dalam tabung falcon
kemudian ditutup.
- Selanjutnya dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 15
menit sampai terbentuk supernatant dan endapan.
- Supernatant diambil dan dimasukkan kedalam tabung effendort
- Supernatant inilah yang siap diinokulasikan ke telur ayam berembrio.
3) Inokulasi Virus ke dalam Ruang Alantois
Berikut ini merupakan langkah inokulasi virus ke dalam ruang allantois:
- Telur disinari dengan di candling, diberi tanda batas dengan pensil antara
ruang hawa dan isi telur.
- Kulit telur pada daerah ruang hawa ±3-5 mm dari tanda batas ruang hawa
dibuat lubang dengan bor/paku.
- Jarum spuit dimasukkan ke dalam lubang paku sedalam ± 1 cm sejajar
dengan sumbu panjang telur.
- Suspensi disuntikkan.
- Lubang paku ditutup dengan kutek kuku. Telur berembrio diinkubasi pada
suhu 37ºC selama 3 hari dengan posisi vertikal (ruang hawa dibagian atas).
Setiap hari diamati, apabila terdapat embrio mati, telur disimpan didalam
kulkas. Telur yang embrionya mati lebih dari 24 jam atau yang masih
hidup sampai akhir pengamatan (setelah 3 hari), dimasukkan dalam lemari
es untuk pengamatan.
- Telur dipecah pada daerah ruang hawa dan dilakukan pengujian terhadap
cairan alantois atau perhatikan adanya perubahan pada embrio.
4) Mengumpulkan Cairan Alantois (Panen virus)
Berikut ini merupakan langkah mengumpulkan cairan allantois:
- Letakkan telur di dalami lemari es selama beberapa jam. Hal ini bertujuan
untuk membunuh embrio serta mengecilkan pembuluh darah supaya
pengumpulan cairan yang mengandung virus dilakukan tanpa pencemaran
dengan sel darah merah.
13
- Bersihkan lapisan cangkang di bagian atas ruang udara telur dengan
alkohol. Pecahkan cangkang di atas ruang udara dan gunting cangkang
hingga membentuk lubang. ambil cairan alantois dengan menggunakan
mikro pipet dan ditempatkan pada tabung ephendof.
5) Pembuatan eritrosit 1%
Diambil darah ayam dan tempatkan pada tabung EDTA
Diambil darah 3 ml dan dilakukan pencucian dengan PBS sebanyak 3
ml lalu di sentrifus selama 10 menit 2000rpm.
Supernatan dibuang, kemudian ditambahkan PBS steril 3 ml dan
disentrifus 2000 rpm selama 10 menit
Supernatan dibuang, kemudian ditambahkan PBS steril 3 ml dan
disentrifus 2000 rpm selama 10 menit
Disentrifus, lalu supernatan dibuang. Pencucian eritrosit minimal
dilakukan tiga kali sentrifus
Didapatkan eritrosit 100%
Kemudian dibuat eritrosit 1% dengan mencampurkan 0,5 ml eritrosit
dan 49,5 bagian PBS steril. Dihomogenkan dan eritrosit siap digunakan
untuk uji HA dan HI.
3.3.2 Uji HA
- Diisi sumuran mikroplate hingga sumuran ke 6 menggunakan PBS
sebanyak 25 µl.
- Ditambahkan cairan allantois pada sumuran pertama hingga sumuran ke 6
sebanyak 25 µl.
- Dihomogenkan hingga ke sumuran ke 6 dan sisa 25 µl dibuang.
- Ditambahkan 25 µl antigen hanya pada sumuran ke 7 (kontrol positif)
- Ditambahkan 25 µl eritrosit pada semua sumuran. Sumuran ke 8 berisi
eritrosit dan PBS (kontrol negatif)
3.3.3 Uji HI
14
- Ditambahkan serum pada lubang pertama 25 µl kemudian dilakukan
pengenceran dari lubang pertama hingga ke 12
- Dibuang sisa serum sebanyak 25 µl
- Ditambahkan antigen 4HA unit sebanyak 25 µl pada lubang 1 sampai 12
- Diinkubasi pada suhu ruang selama 15-30 menit
- Diisi semua sumuran mikroplate dengan eritrosit 1%
- Dihomogenkan dengan cara digoyang membentuk angka 8
- Diamati apakah terjadi aglutinasi.
15
3.4 Bagan Kerangka Operasional
Anamnesa
Gejala Klinis
Perubahan Makroskopik
Pemilihan Sampel
Organ Eritrosit 1%
Isolasi/Identifikasi Serologi
Uji HI
Sampel digerus
Ditambah Penstrep
Diamati perubahan
makroskopis embrio
BAB IV
Di
P
16
A
N
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.1 Signalement
Gambar 4.1 Ayam Hiha Suspect Gangguan Saluran Pernafasan (Dokumentasi Pribadi,
2019).
4.1.2 Anamnesa
Ayam kampung Hiha diambil dari Peternakan Pancamurti Jl. Telaga Warna
Blok E No.12 Tlogomas Malang. Ayam kampung diduga menderita penyakit
saluran pernafasan yang berdasarkan wawancara dengan pemilik ayam sudah
menunjukkan gejala klinis seperti nafsu makan menurun, terdengar suara ngorok
saat malam, serous banyak keluar dari nasal. Ayam kampung telah mendapatkan
terapi berupa pemberian Vetstrep dan vitamin B kompleks namun keadaan ayam
belum membaik.
17
Nekropsi ayam dilakukan dengan euthanasia dengan cara emboli udara pada
foramen magnum. Setelah dilakukan nekropsi didapatkan beberapa gambaran
secara makroskopis untuk memeriksa lesi patologi sebagai berikut:
Pulmo
1. Pulmo mengalami
hemoragi
3. Proventrikulus Normal
18
4 Limpa Normal
5. Hepar Normal
Bagian caecum
6. Caecum mengalami
hemoragi
7. Otak Normal
19
yaitu nasal terdapat leleran serous berwarna bening, trachea terdapat lendir, pulmo
mengalami hemoragi. Berdasarkan perubahan diatas, ayam kampung diduga
terserang penyakit colibacillosis. Menurut (Tabbu, 2000) perubahan patologis
akibat collibacillosis seperti pulmo hemoragi, perikarditis, dan airsakulitis.
20
berembrio (TAB), hal ini dapat digunakan sebagai penilaian karakter virulensi virus
tersebut. Pada bentuk velogenik, menyebabkan kematian embrio ayam kurang dari
60 jam. Virus bentuk mesogenik menyebabkan kematian embrio ayam antara 60-
90 jam, sedangkan bentuk lentogenik menyebabkan kematian embrio ayam lebih
dari 90 jam pasca inokulasi (Alexander, 2008). TAB yang masih hidup dihari ke-3
dimasukkan kulkas dengan suhu 40C untuk dimatikan paksa. Pada hari ke-4
dilakukan pengambilan cairan allantois untuk uji HA dan diamati perubahan
makroskopis pada embrio yang telah mati (Gambar 4.2).
Pada gambaran makroskopis pada embrio yang telah mati tidak ditemukan
hemoragi atau kelainan lain. Hal ini menunjukkan bahwa embrio tidak terinfeksi
penyakit viral akibat antigen yang telah diinokulasikan. Menurut (Putra dkk, 2012)
bahwa secara makroskopis embrio ayam umur 9-11 hari yang diinokulasi virus ND
virulen menimbulkan lesi hemoragi pada kulit ditandai dengan permukaan kulit
yang berwarna merah, selain itu embrio juga mengalami kekerdilan.
4.1.6 Uji HA
Uji HA digunakan untuk mengetahui titer antigen dan retitrasi antigen untuk
mengecek apakah antigen yang dikehendaki memiliki titer 4 HA unit. Antigen 4
HA unit ini digunakan sebagai antigen untuk uji hambatan hemaglutinasi (HI).
Prinsip uji ini adalah terjadi interaksi antara partikel virus yang mempunyai
hemaglutinin pada permukaannya dengan sel darah merah. Virus yang memiliki
hemaglutinin pada permukaannya akan dapat menggumpalkan sel darah merah
yang ditandai dengan bentukan titik-titik pada permukaan mikroplate (Ernawati
dkk, 2008).
21
Gambar 4.3 Hasil Uji HA (Dokumentasi Pribadi, 2019)
TAB 1 2 3 4 5 6 7 8
A
Ag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
ND
AI
22
Dari hasil uji 4 HA unit didapatkan titer antigen ND 27 dan titer antigen AI
28. Setelah diketahui titernya dilakukan pengenceran. Cara menghitung jumlah
pengenceran adalah
Titer antigen ND 27 : 22 = 25 = 32, dilakukan pengenceran 1 bagian antigen
ND dibanding 31 PBS.
Titer antigen AI 28 : 22 = 26 = 64, dilakukan pengenceran 1 bagian antigen
AI dibanding 63 PBS.
4.1.7 Uji HI
Hemaglutinin inhibition test (HI) adalah titer antibodi yaitu pengenceran
tertinggi dari serum yang masih mampu menghambat reaksi aglutinasi eritrosit.
Prinsip dari uji HI adalah mengetahui adanya antibodi yang mampu menghambat
proses hemaglutinasi oleh antigen tertentu. Hambatan hemaglutinasi terjadi
dikarenakan adanya antigen yang terikat dengan antibodi tidak dapat
menghemaglutinasi sel darah merah dan menyebabkan sel darah merah terlepas.
Peristiwa tersebut ditandai dengan sel darah merah mengalir apabila mikroplate
dimiringkan (Kencana, 2012).
Ag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
ND
AI
23
ND dan AI, kemungkinan hal ini terjadi karena ayam belum pernah terpapar virus
ND dan AI juga karena ayam belum pernah di vaksinasi.
24
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Telur ayam berembrio setelah diinokulasi dengan suspensi organ pulmo
dari ayam, embrio masih dalam keadaan hidup selama 3 hari setelah inokulasi.
TAB dimasukkan kedalam kulkas untuk dimatikan paksa. Pada hari ke 4 TAB
dipecah dan diambil cairan allantois dan dilanjutkan uji HA yang menunjukkan
hasil negatif yang berarti telur tidak terinfeksi oleh virus yang memiliki protein
hemaglutinin dari hasil uji HA yang negatif, sehingga tidak perlu dilanjutkan
ke uji HI. Kemudian dilakukan uji 4 HA unit untuk mendapatkan titer antigen
ND sebanyak 27 dan titer antigen AI sebanyak 28. Uji HI dilanjutkan dengan
menggunakan serum ayam kampung Hiha dan menunjukkan bahwa sampel
serum darah yang diperiksa didapatkan hasil negatif . Hal ini dapat disimpulkan
bahwa ayam kampung Hiha tidak memiliki antibodi terhadap ND dan AI,
kemungkinan hal ini terjadi karena ayam belum pernah terpapar virus ND dan
AI juga karena ayam belum pernah di vaksinasi.
5.2 Saran
Saran untuk pemeriksaan kali ini yaitu pada saat mencari telur ayam
berembrio harus memastikan dengan pasti dan jelas usia dari telur ayam
berembrio tersebut, sehingga umur telur ayam berembrio dapat seragam.
25
DAFTAR PUSTAKA
Alexander DJ, Senne DA. 2008. Newcastle Disease, Other Avian Paramyxovirus,
and Pneumovirus Infection in: Disease of Poultry. Iowa: Blackwell
Publishing.
Ernawati, r., Rahardjo, Sianita, Rantam, dan Suwarno. 2008. Buku Penuntun
Praktikum Penyakit Viral. Laboratorium Virologi dan Imunologi. Fakultas
Kedokteran Hewan. Universitas airlangga.
Indriani, Risa. 2018. Penyakit Infectious Bronchitis pada Ayam dan Cara
Mengendalikannya. Balai Penelitian Veteriner. Bogor.
Jawetz, Melnick, & Adelberg's, Geo. F. Brooks, Karen C. Carroll, Janet S. Butel,
Stephen A. Morse, Timothy A. Mietzner. 2007. Medical Microbiology, 25
th edition. The McGrawHill Companies. New York.
Kencana, G.A.Y. dan Kardena, I.M., 2011. Gross pathological observation of acute
Newcastle Disease in domestic chicken. Disampaikan pada Seminar
Internasioanal Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (PERMI) dan
26
International Union of Microbiological Societies (IUMS) di Denpasar, 22-
24 Juni 2011.
Kuswiyanto. 2016. Buku Ajar Virologi Untuk Analis Kesehatan. Jakarta : Buku
kedokteran EGC.
Marbawati, Dewi. 2010. Virus Avian Influenza. Serba Serbi Parasit. Jakarta.
Nana, Suryana. 2005. Isolasi dan Identifikasi Virus Avian Influenza dari Ayam Asal
Peternakan di Jawa Timur. Balai Penelitian Veteriner. Bogor.
Purchase, H.G., Lawrence, H.A, Charles, H.D. and James, E.P. 2008. A laboratory
manual for the isolation and identification of avian pathogens. Third
edition. Kendall/Hunt Publishing Company. Iowa, USA.
Putra H. H., Wibowo, M. H., Untari, T., Kurniasih. 2012. Studi Lesi Makroskopis
dan Mikroskopis Embrio Ayam yang Diinfeksi Virus Newcastle Disease
Isolat Lapang yang Virulen. Jurnal Sains Veteriner. 30 (1), pp: 57-67.
Swayne D.E., 2006. A Laboratory Manual for The Isolation and Identification of
Avian Pathogenes, 4 th ed. International Book Distributing Co. Pub. USA.
27
TABBU, C .R. 1996 . Dampak ekonomis dari penyakit unggas . Pros. Temu Ilmiah
Hasil-Hasil Penelitian Peternakan . Ciawi-Bogor, 9-Il Januari 1996 .
Puslitbangnak . Badan Litbang Pertanian. him. 49-58.
Tabbu, CR. 2000. Diseases of Chicken and Their Control. Bacterial, Fungal, and
Viral Diseases. Volume 1. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
YUSSOF, K. and W.S. TAN. 2001. Newcastle disease virus: Macromolecules and
opportunities. Avian Pathol. 30: 439 – 455.
28