Anda di halaman 1dari 91

LAPORAN KEGIATAN PPDH

ROTASI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN
KOTA BATU PERIODE 2021/2022
GELOMBANG X KELOMPOK 6

Oleh :

David Christian Pratama


NIM. 210130100111083

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KEGIATAN PPDH
ROTASI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN
KOTA BATU PERIODE 2021/2022
GELOMBANG X KELOMPOK 6

Oleh:
David Christian Pratama
NIM. 210130100111083

Menyetujui,

Pembimbing Pembimbing Lapang

drh. Widi Nugroho, Ph.D Drh. Lisa Dyah Andriyani


NIK. 197701102006051002
NIP. 198105212009012005

Mengetahui,
Koordinator Rotasi Kesmavet

drh. Ajeng Erika Prihastuti Haskito, M.Si.


NIP. 198905162015042001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Dokter
Hewan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya

drh. Nofan Rickyawan, M.Sc.


NIP. 198511162018031001

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat
menyusun penulisan Laporan Kegiatan PPDH Rotasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Bagian
Dinas yang dilaksanakan secara luring. Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. drh. Dyah Ayu Oktavianie AP, M.Biotech selaku dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya,
2. drh. Nofan Rickyawan, M.Sc selaku ketua Program Studi Pendidikan Profesi Dokter Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya,
3. drh. Ajeng Erika Prihastuti Haskito, M.Si selaku koordinator PPDH Rotasi Kesehatan
Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.
4. drh. Widi Nugroho, Ph.D selaku dosen pembimbing Rotasi Kesehatan Masyarakat
Veteriner atas waktu, bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis selama
pelaksanaan rotasi.
5. Dr. Dra. Med. Vet. Herawati, M.P., serta drh. Citra Sari, M.Si, M.Sc selaku tim dosen
Rotasi Kesehatan Masyarakat Veteriner yang telah memberi bimbingan, fasilitas dan waktu
selama pelaksanaan rotasi.
6. drh. Lisa Dyah Andriyani selaku dokter hewan pembimbing lapang di Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan Kota Batu atas waktu, bimbingan, dan pengetahuan yang sudah
diberikan selama pelaksanaan rotasi.
7. Kolega PPDH gelombang X dan kelompok 6 yang telah memberi kontribusi baik
langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan laporan ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga Tuhan yang Maha Esa membalas segala kebaikan yang
telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan ini. Penulis
menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis membuka
diri untuk segala saran dan kritik yang membangun. Akhir kata, semoga laporan ini dapat
menambah wawasan dan memberi manfaat.

Malang, 24 April 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL....................................................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................................................vi
DAFTAR SINGKATAN.......................................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................................................1
1.4 Manfaat.............................................................................................................................................2
BAB II METODE....................................................................................................................................3
2.1 Pelaksanaan Rotasi...........................................................................................................................3
2.2 Struktur Organisasi Tata Kelola Dinas.............................................................................................3
2.3 Studi Pustaka tentang Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Dokter Hewan di Bidang
Kesehatan Hewan dan Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner serta Pelaksanaan Surveilans
dan Monitoring Epidemiologi Penyakit Hewan di Lapangan oleh Dinas.......................................4
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................................6
3.1 Implementasi Tugas Pokok dan Fungsi Dokter Hewan di Bidang Kesehatan Hewan....................6
3.2 Implementasi Tugas Pokok dan Fungsi Dokter Hewan di Bidang Kesmavet.................................6
3.3 Kajian Epidemiologi........................................................................................................................7
BAB IV PENUTUP..................................................................................................................................9
4.1 Kesimpulan.......................................................................................................................................9
4.2 Saran.................................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................10

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Kegiatan PPDH di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Batu...............................................3

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Struktur Organisasi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Batu.........................................4

vi
DAFTAR SINGKATAN

% : persen
ASUH : Aman Sehat Utuh Halal
CFT : Complement Fixation Test
iSIKHNAS : Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional
KIE : Komunikasi Informasi Edukasi
KUD : Koperasi Unit Desa
l : liter
mg : milligram
NKV : Nomor Kontrol Veteriner
PPDH : Pendidikan Profesi Dokter Hewan
RBT : Rose Bengal Test
RPU : Rumah Potong Unggas
SK BAH : Surat Keternagan Bahan Asal Hewan
SKKH : Surat Keterangan Kesehatan Hewan

vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan. Kesehatan hewan menjadi salah satu faktor yang penting untuk dilakukan
dalam upaya pengembangan usaha ternak sebagai penghasil bahan pangan hewani yang aman
dan layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat, serta mencegah terjadinya penyakit hewan
menular dari hewan ke manusia melalui bahan pangan asal hewan. Penyakit hewan dapat
disebabkan oleh agen biologis, trauma fisik maupun bahan kimia. Agen biologis penyebab
penyakit hewan yakni bakteri, jamur, parasit, dan virus. Sedangkan trauma fisik dapat berupa
luka akibat berkelahi, akibat siraman air panas atau tusukan benda tajam. Kasus keracunan
karbon monoksida atau luka akibat cairan korosif seperti asam sulfat dan asam klorida
tergolong dalam penyebab penyakit hewan akibat bahan kimiawi. Hal ini tampaknya sesuai
dengan isi UU RI Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang
menyebutkan bahwa penyakit hewan adalah gangguan kesehatan pada hewan antara lain,
disebabkan oleh cacat genetik, proses generatif, gangguan metabolisme, trauma, keracunan,
infestasi parasit dan infeksi mikroorganisme patogen seperti virus, bakteri, cendawan, dan
ricketsia. Tentunya berdasarkan berbagai macam penyebab penyakit hewan yang telah
disebutkan di atas, gejala yang timbul dan pengobatan yang dilakukan akan sangat bervariasi
(Setyaningsih et al., 2018).
Pada faktanya, penyakit hewan tidak terbatas menular antar hewan saja, namun dapat
juga terjadi penularan penyakit dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Biru dkk (2019)
menjelaskan bahwa zoonosis secara umum didefinisikan sebagai penyakit yang dapat
ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Zoonosis ini dapat ditularkan baik secara
langsung yakni dengan melakukan kontak dengan hewan penderita maupun kontak tidak
langsung melalui vektor atau dengan konsumsi pangan asal ternak yang sakit yang mana dalam
hal ini dikenal juga dengan istilah Foodborne Disease. Adapun contoh foodborne disease
adalah salmonellosis akibat konsumsi telur yang tidak bebas Salmonella sp., juga taeniasis
akibat konsumsi daging yang terinfeksi Taenia solium pada sapi dan Taenia saginata pada
babi.
Berdasarkan hal tersebut, diharapkan dengan adanya kegiatan koasistensi Pendidikan
Profesi Dokter Hewan (PPDH) Rotasi Kedinasan dapat membantu dalam pemahaman peran
dan wewenang dokter hewan dalam penjaminan mutu pangan asal hewan yang ASUH serta
dapat memahami peran dokter hewan dalam struktur kerja dan implementasi tugas pokok dan
fungsinya dalam pemerintahan khususnya di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota
Batu.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penulisan laporan rotasi kesehatan masyarakat veteriner di dinas
adalah:
1. Bagaimana implementasi tugas pokok dan fungsi dokter hewan di bidang kesehatan
hewan?
2. Bagaimana implementasi tugas pokok dan fungsi dokter hewan di bidang kesehatan
masyarakat veteriner?
3. Bagaimana kasus epidemiologi di Kota Batu?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan rotasi kesehatan masyarakat veteriner di dinas adalah:
1. Mengetahui implementasi tugas pokok dan fungsi dokter hewan di bidang kesehatan
hewan.
2. Mengetahui implementasi tugas pokok dan fungsi dokter hewan di bidang kesehatan
masyarakat veteriner.
3. Mengetahui kasus epidemiologi di Kota Batu.

1
1.4 Manfaat
Manfaat yang didapatkan dari penulisan laporan rotasi kesehatan masyarakat veteriner
rotasi dinas yaitu dapat memahami implementasi tugas pokok dokter hewan pada bidang
kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner dalam kelembagaan pemerintah, serta
mengetahui kasus epidemiologi di Kota Batu.

2
BAB II METODE
2.1 Pelaksanaan Rotasi
Kegiatan koasistensi PPDH rotasi kesehatan masyarakat veteriner bagian Dinas
dilaksanakan di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Batu bagian Pusat Kesehatan
Hewan (Puskeswan) dan Rumah Potong Hewan (RPH) yang berlokasi di Jalan Mojopahit
Selatan, Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur pada tanggal 19 April - 23
April 2022. Kegiatan yang dilaksanak selama rotasi PPDH di Dinas Pertanian dan Ketahanan
PanganKota Batu dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2. 1 Kegiatan PPDH di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Batu

Tanggal Kegiatan Pembimbing Lapangan


- Pengenalan profil Dinas
- Penyampaian materi
mengenai administrasi
19 April 2022 dinas, Rumah Potong
Hewan (RPH), Nomor
Kontrol Veteriner (NKV),
lalu lintas hewan dan
produk hewan, iSIKHNAS,
AUTS/K, drh. Lisa Dyah Andriyani
Epidemiologi dan zoonosis,
pemeriksaan sampel asal
hewan (daging, telur, susu
dan cecek),
- Audit Nomor Kontrol
20 April 2022 Veteriner (NKV) pada unit
usaha Mitra Bhakti
- Pengambilan dan
pemeriksaan sampel susu
21 April 2022 - Pemeriksaan antemortem di
RPH Kota Batu
- Pemeriksaan postmortem di
22 April 2022
RPH Kota Batu
- Pengumpulan laporan dan
23 April 2022
presentasi hasil kegiatan di
Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan Kota
Batu

2.2 Struktur Organisasi Tata Kelola Dinas


Struktur tata kelola Dinas Pertanian dan Ketahanan Kota Batu terbgi menjadi
beberapa bidang yaitu bidang prasarana pertanian, bidang pertanian, bidang peternakan dan
perikanan, bidang penyuluhan pertanian, serta bidang ketahanan pangan. Bidang Peternakan
dan Perikanan mempunyai memiliki tiga seksi yaitu seksi bina produksi peternakan, seksi
kesehatan hewan dan kesmavet dan seksi bina produksi perikanan. Struktur organisasi Dinas
Pertanian dan KetahananPangan Kota Batu dapat dilihat pada Gambar 2.1

3
Gambar 2. 1 Struktur Organisasi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Batu
2.3 Studi Pustaka tentang Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Dokter Hewan di Bidang
Kesehatan Hewan dan Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner serta Pelaksanaan
Surveilans dan Monitoring Epidemiologi Penyakit Hewan di Lapangan oleh Dinas
Dokter hewan berkontribusi terhadap kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat
secara langsung atau tidak langsung terhadap tujuan dan hasil dari konsep One Health.
Konsep One Health merupakan satu kesehatan, satu ilmu kedokteran, dan satu dunia. Tujuan
One Health adalah untuk mengurangi risiko dampak tinggi penyakit pada antar muka
ekosistem hewan dan manusia.
Tugas pokok dari subkoordinator Kesehatan Hewan berdasarkan pasal 22 ayat (1)
yaitu penyiapan bahan dalam rangka perumusan kebijakan, pembinaan, pengelolaan, evaluasi
serta pelaporan kesehatan. Sedangkan dalam menyelenggarakan fungsinya adalah sebagai
berikut :
1. Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis bidang kesehatan hewan dan
perlindungan hewan
2. Penyiapan bahan penyusunan perencanaan dan pelaksanaan program dibidang
kesehatan hewan dan perlindungan hewan
3. Pelaksanaan pembinaan peningkatan kesehatan hewan
4. Pelaksanaan pengendalian penyakit zoonosis
5. Pelaksanaan pencegahan, pengamatan dan pemberantasan penyakit hewan
6. Pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan kesehatan hewan di pasar hewan, lalu
lintas hewan dan di masyarakat
7. Pelaksanaan pemantauan, pengawasan penerapan standar teknis rumah sakit hewan,
pos kesehatan hewan, rumah potong hewan, agen susu dan kios daging
8. Pelaksanaan pengawasan peredaran, penyimpanan dan penggunaan obat obatan hewan
9. Pelaksanaan penyimpanan rekomendasi teknis perijinan usaha kesehatan hewan
10. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Dokumen Perubahan
Pelaksanaan Anggaran (DPPA)
11. Pelaksanaan Standar Pelayanan Publik (SPP) dan Standar Operasional dan Prosedur
(SOP)
12. Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern (SPI)
13. Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
14. Pengevaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
15. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas
pokoknya

4
Tugas pokok dari subkoordinator Kesehatan Masyarakat Veteriner berdasarkan pasal
23 ayat (1) yaitu melaksanakan penyiapan bahan dalam rangka perumusan kebijakan,
pembinaan, pengelolaan, evaluasi serta pelaporan kesehatan masyarakat veteriner. Sedangkan
dalam menyelenggarakan fungsinya adalah sebagai berikut :
1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis bidang kesehatan
masyarakat veteriner
2. Penyiapan bahan penyusunan perencenaan dan pelaksaan program dibidang kesehatan
masyarakat veteriner
3. Pelaksanaan pembinaan peningkatan teknologi pengelolaan dan pengolahan bahan
asal hewan
4. Pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan bahan – bahan asal hewan
5. Pelaksanaan pembinaan sistem pemasaran bahan – bahan asal hewan
6. Pelaksanaan pengendalian pemotongan hewan besar betina yang bertanduk
7. Pelaksanaan kaji terap teknologi pengelolaan bahan asal hewan
8. Pelaksanaan pemantauan dan pengawasan penerapan standar teknis pengelolaan
bahan – bahan asal hewan
9. Pelaksanaan pengawasan, peredara, penyimpanan dan penggunaan bahan – bahan asal
hewan
10. Pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan kesehatan pada hewan sebelum dan
sesudah dipotong, hygiene bahan asal hewan dan produk ikutan serta sanitasi
lingkungan
11. Pelaksanaan penyimpanan rekomendasi teknis perijinan usaha kesehatan masyarakat
veteriner
12. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Dokumen Perubahan
Pelaksanaan Anggaran (DPPA)
13. Pelaksanaan Standar Pelayanan Publik (SPP) dan Standar Operasional dan Prosedur
(SOP)
14. Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern (SPI)
15. Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
16. Pengevaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
17. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas
pokoknya
Berdasarkan pengendalian dan penanggulangan jenis Penyakit Hewan Menular
Strategis (PHMS) dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya yaitu di Dinas Peternakan. Tugas
pokok dan fungsi dokter hewan di bidang kesehatan hewan mengurusi beberapa tugas yaitu
surveilans penyakit, pelayanan ternak terpadu, pemeriksaan ternak di pasar hewan, pembinaan
dan pengawasan pelayanan medik veteriner, penyegaran ilmu hewan untuk petugas teknis
lapangan, vaksinasi ternak, sosialisasi penyakit hewan menular dan manajemen kesehatan
hewan, sosialisasi peraturan perundang-undangan terkait kesehatan hewan pada petugas,
pengawasan lalu lintas hewan, pembinaan dan pengawasan distribusi obat hewan, dan
pengawasan terhadap tenaga paramedis veteriner.

5
BAB III PEMBAHASAN

3.1 Implementasi Tugas Pokok dan Fungsi Dokter Hewan di Bidang Kesehatan Hewan
Terdapat beberapa tugas dokter hewan dalam bidang kesehatan hewan antara lain:
1. Pelayanan kesehatan hewan
Pada pelayanan kesehatan hewan dapat dilakukan langsung pada Pusat Kesehatan
Hewan (PUSKESWAN), lalu dokter hewan dapat terjun langsung ke lapangan, ataupun
pelayanan terpadu seperti inseminasi buatan, pemeriksaan rutin kebuntingan, lalu
pemberian vaksinasi, pengobatan, hingga edukasi kepada ternak. Selain itu, terdapat sistem
yang membantu dalam informasi penyakit hewan yaitu iSIKHNAS (Sistem Informasi
Kesehatan Hewan Nasional). iSIKHNAS merupakan suatu sistem aplikasi dimana kita bisa
mengirim data dari lapangan, mengunduh data, menyajikan dalam bentuk data sehingga
bisa digunakan oleh Pemangku Kebijakan. Contoh: IB, PKB, Kelahiran, Data Penyakit.
Kemudian tim dokter hewan juga memberikan edukasi kepada peternak di Kota Batu agar
peternak bisa melaporkan apabila ada kondisi ternaknya yang sakit, bunting, dan
melahirkan.
2. Administrasi dan perizinan lalu lintas
Lalu lintas hewan masuk dalam pelayanan administrasi yang dilakukan oleh dokter
hewan, dimana dokter hewan yang akan mengeluarkan Surat keterangan Kesehatan Hewan
(SKKH) untuk hewan hidup dan Surat Keterangan Bahan Hasil Hewan (SKBAH) untuk
produk hewan seperti daging, telur, susu, olahan daging (bakso, sosis), dll. pada Balai Kota
Among Tani untuk pengisian form, khusus kota Batu diberikan persyaratan hewan dan
bahan asal hewan harus terbebas dari AI pada unggas dan Brucellosis pada ruminansia.
Setelah itu akandibuatkan SKKH ataupun SKBAH.

3.2 Implementasi Tugas Pokok dan Fungsi Dokter Hewan di Bidang Kesmavet
Tugas pokok dan fungsi dokter hewan dalam bidang kesmavet pada dinas Kota Batu
antara lain yaitu :
1. Melakukan Pemeriksaan Bahan Pangan Asal Hewan di Kota Batu
Produk hewan yang dikonsumsi masyarakat harus memenuhi kriteria Aman, Sehat, Utuh
dan Halal (ASUH) oleh sebab itu untuk menjamin penyediaan produk hewan yang
ASUH perlu dilakukan pengawasan terhadap produk dengan pemeriksaan rutin setiap
satu bulan sekali. Sampel produk yang diambil meliputi daging sapi, daging ayam, telur
ayam dan cecek di pasar kota Batu dan susu segar di Tempat Penampungan Susu (TPS)
yang tersebar di kota Batu. Pada saat rotasi kesmavet ini dilakukan, saya dan teman-
teman berkedapatan untuk melaksanakan pengujian susu yang sampelnya diambil dari
TPS dengan pengujian yaitu organoleptic, pemeriksaan komposisi dengan milk analyzer,
uji didih, dan uji alkohol.
2. Melakukan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
Dilakukannya KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) kepada masyarakat yang ada di
kota Batu merupakan salah satu tugas pokok dokter hewan di bidang kesmavet.
Implementasi yang dilakukan oleh di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Batu
yaitu melakukan KIE melalui radio, penyuluhan langsung, dan pendekatan secara
personal. Dokter hewan harus mengkomunikasikan pengetahuan baik mengenai suatu
penyakit terhadap hewan hidup maupun bahan pangan asal hewan. Edukasi tentang suatu
penyakit, contohnya yang terjadi di Kota Batu adalah kasus brucellosis, maka harus
diinformasikan bagaimana cara penularannya, penanganan, pemotongan, dan system-
sistem yang sudah disiapkan pemerintah jika ada ternak yang dinyatakan positif penyakit
ini.

6
3. Pembuatan surat rekomendasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV)
Upaya pengawasan keamanan produk asal hewan ditempuh dengan sistem standarisasi
pada setiap pelaku usaha pangan asal hewan (PAH). Kebijakan yang diterapkan untuk
meningkatkan jaminan keamanan dan mutu pangan dengan pemberian Nomor Kontrol
Veteriner (NKV). Nomor Kontrol Veteriner sebagai bukti tertulis yang sah telah
dipenuhinya persyaratan hygiene sanitasi sebagai kelayakan dasar jaminan keamanan.
Proses pengajuan NKV tergantung kesiapan dari pengguna jasa. Setelah pengguna jasa
melakukan pengajuan NKV maka tim audit daerah akan melakukan evaluasi dan
monitoring serta melakukan pembimbingan agar pelaku usaha dapat mencapai standar-
standar yang telah ditetapkan di setiap level NKV. Setelah dirasa siap, tim audit daerah
akan mengajukan kepada provinsi untuk selanjutnya tim audit provinsi melakukan
pemeriksaan sesuai dengan urutan pendaftaran NKV yang masuk diprovinsi. Pada Kota
Batu terdapat beberapa unit usaha yang telah memiliki NKV diantaranya: KUB Batu
dengan level III, PT. Dairy Pro level I, Hypermart Batu level II, dan RPU Swasta
Mualim Broiler level III. Terdapat 3 level NKV, yaitu:
- Level I (tingkat ekspor)
- Level II (tingkat nasional)
- Level III (tingkat regional)
3.3 Kajian Epidemiologi
Dokter hewan menurut PP RI No. 47 Tahun 2017 dalam menjalankan tugasnya
menanggulangi penyakit hewan berwenang melakukan surveillance, penyidikan,
pemeriksaan dan pengujian serta secara berkala melaporkan hasilnya. Kegiatan ini
dilakukan untuk identifikasi jenis penyakit dan/atau wabah yang mungkin pernah atau
sedang terjadi di suatu daerah. Hasil identifikasi penyakit ini nantinya akan digunakan
untuk merumuskan rencana tindakan penanganan saat penyakit atau wabah itu terjadi dan
mencegah agar kejadian serupa dapat dihindari di kemudian hari. Penyakit hewan yang
harus diwaspadai yaitu golongan Penyakit Hewan Menular (PHM) dan Penyakit Hewan
Menular Strategis (PHMS). PHM yakni penyakit hewan yang menular antar hewan,
hewan ke manusia, dan hewan ke media pembawa penyakit hewan lain melalui kontak
langsung atau tidak lansung, sedangkan PMHS adalah penyakit hewan yang penularannya
sangat cepat, menimbulkan keresahan masyarakat, menyebabkan kerugian ekonomi dan
kematian hewan yang tinggi.
Adapun PHMS menurut Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan RI
terdiri dari 25 penyakit yaitu Anthrax, Bovine Tuberculosis, Brucellosis,
Campylobacteriosis, Cysticercosis, Septicaemia Epizootica, Helminthiasis, Avian
Influenza, Infectious Bovine Rhinotracheitis, Leptospirosis, Paratuberculosis, Jembrana,
Porcine Reproductive & Respiratory Syndrome, QFever, Rabies, Salmonellosis, Surra,
Swine Influenza, Toxoplasmosis. Sedangkan PHMS yang belum ada di Indonesia yaitu
Bovine Spingiform Encephalopathy, Penyakit Mulut dan Kuku dan Rift Valley Fever.
Pengendalian dan penanggulangan PHMS di atas dilakukan oleh Pemerintah baik
pemerintah pusat, provinsi dan daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
Pencegahan dilakukan secara bersama-sama dengan pemiliki hewan atau peternak dengan
edukasi dan sosialisasai mengenai PHMS.
Brucellosis merupakan salah satu penyakit hewan yang bersifat zoonosis atau dapat
menular ke manusia. Brucellosis dapat menular dan ditularkan dari sapi, domba, kambing,
babi dan unta melalui kontak langsung dengan fetus, darah, plasenta, serta melalui
konsumsi raw milk. Brucellosis, juga dikenal sebagai "demam undulant", "demam
Mediterania" atau "demam Malta". Penyakit ini dapat ditularkan melalui kontak langsung
atau tidak langsung dengan hewan yang terinfeksi atau produk asal hewan. Brucellosis
pada sapi di Indonesia merupakan salah satu penyakit hewan menular strategis (PHMS)
yang harus dikendalikan karena mengakibatkan abortus, gangguan reproduksi dan
7
turunnya produksi susu yang

8
berakibat dengan kerugian ekonomi. Brucellosis pada ternak di Indonesia cukup tinggi,
sehingga diperlukan perhatian khusus untuk mencegah dan menanggulanginya (Novita,
2016). Sebagai daerah yang sebagain masyrakatnya bergelut dalam dunia peternakan.
Jawa timur memiliki prevalensi brucellosis diatas 2%. Sedangkan seroprevalensi
brucellosis di Kota Batu, jawa Timur sebesar 0,7% (Setianingrum et al., 2020).
Dari prevalensi Brucellosis di Kota Batu masih dibawah 2% dapat dirumuskan
kebijakan yaitu pemerintah melakukan penanganan pengujian sampel, apabila hasil
menyatakan positif maka akan dilakukan pemotongan paksa. Sedangkan tindakan yang
dilakukan apabila prevalensi melebihi 2% maka akan dilakukan slaughter and test.
Kebijakan lain yang diambil pemerintah yaitu melakukan sosialisasi terkait asuransi
ternak yang menderita brucellosis dengan program AUST/K sangat membantu peternak
dalam kerugian yang diakibatkan Brucellosis ini di Kota Batu. Brucellosis merupakan
penyakit endemis di Dusun Toyomerto, Kota Batu dengan populasi 1.000 ekor dari total
13.000 ekor di keseluruhan kota Batu. Ketersediaan vaksin yang tidak mencukupi diduga
menjadi salah satu foktor terjadinya kasus brucellosis di daerah ini. Brucellosis
merupakan penyakit yangdisebebkan oleh infeksi bakteri Brucella abortus. Penyakit ini
menyebabkan kerugian pada peternak akibat kematian ternak dan penurunan produksi dan
produktivitas akibat infertilitas dan adanya gangguan reproduksi pada ternak yang
terinfeksi (DIRKESWAN, 2015).

9
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Terciptanya kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner, dibutuhkan peran dan
fungsi dokter hewan untuk mengupayakan pencegahan penyakit, pengendalian wabah penyakit
menular yang berasal dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya, melakukan pengawasan pada
produk pangan atau bahan asal hewan, serta melakukan pelayanan kesehatan hewan. Dinas
Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Batu mempunyai tugas melaksanakan bidang Kesehatan
Hewan (Keswan), Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) dan Produksi. Kegiatan
pelaksanaan kesehatan hewan berhubungan dengan hewan hidup meliputi pengawasan lalu
lintas hewan sebagai bentuk preventif pencegahan, penyidikan dan pemetaan hewan yang sakit,
pelaporan iSIKHNAS dan sosialiasi AUTS/K (Asuransi Usaha Ternak Sapi / Kerbau. Tujuan
pemeriksaan tersebut untuk menjamin keamanan bahan asal hewan. Kegiatan pelaksanaan
epidemiologik dengan melakukan surveilans dan pemetaan penyakit hewan di wilayah Batu,
pemeriksaan spesimen dalam rangka peneguhan diagnosa penyakit hewan menular (PHM)
untuk dilaporkan ke laboratorium. Secara garis besar tujuan akhir dari berbagai kegiatan
tersebut guna meningkatkan ketahanan pangan dan kesehatan melalui status kesehatan hewan.

4.2 Saran
Perlu diberikan sosialasi kepada masyarakat terhadap prosedur administrasi pengajuan
dokumen terkait keswan dan kesmavet, serta sosialiasi terhadap penyediaan bahan pangan asal
hewan yang ASUH sebagai upaya menghindari penyakit dan memastikan bahan pangan aman
dan layak untuk dikonsumsi. Perlu dilakukan pemerataan vaksinasi pada kasus Brucellosis
untuk menghindari kerugian yang lebih besar bagi para peternak.

10
DAFTAR PUSTAKA

Cameron, A. (2011). Pedoman Surveilans Penyakit Hewan Tingkat Dasar. ISIKHNAS. Uni Afrika,
Biro Inter-Afrika untuk Sumber Daya Hewan.

Dinas Pertanian Kota Batu. (N.D.). Rencana Strategis Dinas Pertanian Kota Batu 2017-2022.

Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan (Dirkeswan). 2015. Road Map Pengendalian
Dan Penanggulangan Brucellosis. Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan.
Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.Eliana, and Sumiati, S. (2016). Kesehatan
Masyarakat. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta Selatan.

Eliana, And Sumiati, S. (2016). Kesehatan Masyarakat. Kementerian Kesehatan RepublikIndonesia:


Jakarta Selatan.

Iqbal, M. 2016. ‘Strategi Penguatan Kinerja Pelayanan Kesehatan Hewan dalam Mendukung Sistem
Kesehatan Hewan Nasional’. Analisis Kebijakan Pertanian 9 (1): 53
https://doi.org/10.21082/akp.v9n1.2011.53-71

Isikhnas. (2015). Epidemiologi Lapangan Dasar: Panduan—Wiki Sumber Informasi Isikhnas.


Http://Wiki.Isikhnas.Com/W/Basic_Field_Epi:_Manual/Id#Perkembangan_Penyakit_Pada_
Hewan_Individual

Novita, R. (2016). Brucellosis: Penyakit Zoonosis Yang Terabaikan. Balaba: Jurnal Litbang
Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Banjarnegara, 135–140. Peraturan Menteri
Pertanian Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2019 Tentang Pejabat OtoritasVeteriner Dan
Dokter Hewan Berwenang.

Peraturan Menteri Pertanian No.61/Permentan/Ot.140/10/2010 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja


Kementrian Pertanian

Peraturan Walikota Batu Nomor 84 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Uraian
Tugas Dan Fungsi, Serta Tata Kerja Dinas Pertanian Kota Batu

Setianingrum, A., Fatmawati, M., Firmawati, A., Qosimah, D., Dameanti, F.N.A.E.P., Islami, W.,
Kurniawati, U., and Andriyani, L.D. 2020. ‘Seroprevalensi Brucellosis dan Tingkat Gangguan
Reproduksi Pada Sapi Perah di Kota Batu’. Jurnal Ilmu Peternakan Terapan 4 (1): 14–19
https://doi.org/10.25047/jipt.v4i1.2258

Swacita, I.B.N. (2017). AHAN AJAR KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER. Universitas


Udayana: Denpasar-Bali.

Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 Tentang Peternaan Dan Kesehatan Hewan.

Wilujeng, E., Suwarno, S., Praja, R.N., Hamid, I.S., Yunita, M.N., and Wibawati, P.A. 2020.
‘Serodeteksi Brucellosis dengan Metode Rose Bengal Test dan Complement Fixation Test
pada Sapi Perah di Banyuwangi’. Jurnal Medik Veteriner 3 (2): 188
https://doi.org/10.20473/jmv.vol3.iss2.2020.188-195

11
LAMPIRAN

12
Dokumentasi Kegiatan Selama Rotasi Kesmavet di Dinas pertanian dan
ketahanan pangan kota Batu
Pengujian susu

13
LAPORAN KEGIATAN PPDH
ROTASI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
RUMAH POTONG HEWAN KOTA BATU
PERIODE 2021/2022

GELOMBANG X KELOMPOK 6

Oleh:

DAVID CHRISTIAN PRATAMA


NIM. 210130100111083

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022

1
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KEGIATAN PPDH
ROTASI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
RUMAH POTONG HEWAN KOTA BATU PERIODE 2021/2022
GELOMBANG X KELOMPOK 6

Oleh:
DAVID CHRISTIAN PRATAMA
NIM. 210130100111083

Menyetujui,
Pembimbing Rotasi Kesmavet Pembimbing Lapang

drh. Widi Nugroho, Ph.D drh. Lisa Dyah Andriyani


NIP. 197701102006051002 NIP. 19810521200912005

Mengetahui,
Koordinator Rotasi Kesmavet

drh. Ajeng Erika Prihastuti Haskito, M.Si.


NIP. 198905162015042001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Dokter
Hewan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya

drh. Nofan Rickyawan, M.Sc.


NIP. 198511162018031001

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan kasihNya kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penulisan laporan kegiatan PPDH Rotasi Kesehatan Masyarakat
Veteriner (Kesmavet) yang dilaksanakan di Rumah Potong Hewan Kota Batu. Penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. drh. Dyah Ayu Oktavianie AP, M.Biotech selaku dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya,
2. drh. Nofan Rickyawan, M.Sc selaku ketua Program Studi Pendidikan Profesi Dokter
Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya,
3. drh. Ajeng Erika Prihastuti Haskito, M.Si selaku koordinator PPDH Rotasi Kesehatan
Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.
4. drh. Widi Nugroho, Ph.D selaku dosen pembimbing Rotasi Kesehatan Masyarakat
Veteriner atas waktu, bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis selama
pelaksanaan rotasi.
5. Dr. Dra. Med. Vet. Herawati, M.P., serta drh. Ani Setianingrum, M.Sc selaku tim dosen
Rotasi Kesehatan Masyarakat Veteriner yang telah memberi bimbingan, fasilitas dan waktu
selamapelaksanaan rotasi.
6. drh. Lisa Dyah Andriyani selaku dokter hewan pembimbing lapang di Rumah Potong
Hewan Kota Batu atas waktu, bimbingan, dan pengetahuan yang sudah diberikan selama
pelaksanaan rotasi.
7. Orang tua dan keluarga atas kasih sayang, dukungan dan doa sehingga penulis diberikan
kemampuan dalam menyelesaikan laporan ini,
8. Teman Kelompok 6 PPDH Gelombang X atas dukungan, semangat dan kekompakan
selama pelaksanaan rotasi.
Akhir kata, penulis Laporan Rotasi Kesehatan Masyarakat Veteriner ini dapat menjadi
manfaat bagi pembaca khususnya rekan-rekan profesi dokter hewan.

Malang, 21 April 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................................................................1
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................................................................2
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................3
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................4
DAFTAR TABEL........................................................................................................................................5
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................................................6
DAFTAR SINGKATAN..............................................................................................................................7
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................................8
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................................8
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................................8
1.3 Tujuan...................................................................................................................................................8
1.4 Manfaat.................................................................................................................................................8
BAB II METODE KEGIATAN..................................................................................................................9
2.1 Pelaksanaan Rotasi di Rumah Potong Hewan Kota Batu....................................................................9
2.2 Studi Pustaka tentang Kelayakan Desain dan Pengolahan Limbah Rumah Potong Hewan (RPH)....9
2.2.1 Studi Pustaka tentang Kelayakan Desain dan Pengolahan Limbah Rumah Potong Hewan........9
2.2.2 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Dokter Hewan pada Penerapan Kesejahteraan Hewan 11
2.2.3 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Dokter Hewan pada Pemeriksaan Antemortem dan
Postmortem...............................................................................................................................11
BAB III PEMBAHASAN..........................................................................................................................14
3.1 Analisa Kelayakan Desain di Rumah Potong Hewan (RPH).............................................................14
3.2 Implementasi Tugas Pokok dan Fungsi Dokter Hewan di Penerapan Kesejahteraan Hewan...........15
3.3 Implementasi Tugas Pokok dan Fungsi Dokter Hewan pada Pemeriksaan Antemortem..................17
3.4 Implementasi Tugas Pokok dan Fungsi Dokter Hewan pada Pemeriksaan Postmortem...................18
BAB IV PENUTUP....................................................................................................................................20
4.1 Kesimpulan.........................................................................................................................................20
4.2 Saran...................................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................21
LAMPIRAN................................................................................................................................................22

4
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Data Pemeriksaan Antemortem................................................................................................................17


Tabel 3. 2 Hasil Pemeriksaan Postmortem pada Sapi...............................................................................................18

5
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3. 1 Tempat pemotongan hewan sebagai ruang kotor di RPH Kota Batu..................................................14
Gambar 3. 2 Tempat pemotongan hewan sebagai ruang bersih di RPH Kota Batu.................................................15
Gambar 3. 3 Pemeriksaan endometritis untuk sapi betina (kiri) Pemeriksaan Antemortem (Kanan)......................17
Gambar 3. 4 Pemeriksaan Postmortem (Kiri) Ditemukan V. Gigantica (Kanan)....................................................19

6
DAFTAR SINGKATAN

Permentan : Peraturan Menteri Pertanian

RPH : Rumah Potong Hewan

UPTD : Unit Pelaksana Teknis Daerah Rumah Potong Hewan

7
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pangan asal hewan dibutuhkan manusia sebagai sumber protein hewani yang didapat dari susu,
daging dan telur. Protein hewani merupakan zat yang penting bagi tubuh manusia karena
mengandung asam amino yang berguna untuk meningkatkan metabolisme tubuh serta pembakaran
energi (Hidayatullah, 2012).
Pentingnya keamanan pangan sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pangan
asal hewan yang berkualitas, artinya selain nilai gizinya tinggi, produk tersebut aman dan bebas dari
cemaran mikroba, bahan kimia atau cemaran yang dapat mengganggu kesehatan. Oleh karena itu,
keamanan pangan asal hewan selalu menjadi isu aktual yang perlu mendapat perhatian dari produsen,
aparat, konsumen, dan para penentu kebijakan, karena selain berkaitan dengan kesehatan masyarakat
juga mempunyai dampak ekonomi pada perdagangan lokal, regional maupun global (Bahri, 2011).
Rumah Potong Hewan (RPH) adalah bangunan ataupun kompleks bangunan yang memiliki desain
tertentu yang digunakan sebagai tempat pemotongan hewan ternak selain unggas untuk selanjutnya
diedarkan dan dikonsumsi oleh masyarakat. Keberadaan RPH sangat diperlukan dalam rangka
pelaksanaan pemotongan hewan agar terkendali dan terjaga (Khasrad dkk., 2012). Menurut Pasal 4
Peraturan Menteri Pertanian RI No. 13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Persyaratan Rumah
Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant), RPH merupakan unit
pelayanan masyarakat dalam menyediakan daging yang ASUH serta memiliki fungsi sebagai sarana
pelaksanaan pemotongan hewan dengan benar (sesuai dengan persyaratan kesehatan masyarakat
veteriner (Kesmavet), kesejahteraan hewan, dan syariat agama), sebagai sarana pemeriksaan
kesehatan hewan sebelum dipotong (antemortem inspection) dan pemeriksaan karkas, dan jeroan
(postmortem inspection) untuk mencegah penularan penyakit zoonosis ke manusia, dan sebagai
tempat pemantauan dan surveilans penyakit hewan dan zoonosis yang ditemukan pada pemeriksaan
antemortem dan postmortem guna pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit hewan
menular dan zoonosis di daerah asal hewan. Seluruh kegiatan RPH terkait penyediaan daging serta
jaminan keamanan hewan dibutuhkan peran dokter hewan RPH yang berwenang, Oleh karena itu,
diperlukan pengetahuan dan keterampilan dalam tindakan-tindakan kepada peserta PPDH agar dapat
memenuhi kompetensi dalam tujuan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kelayakan desain Rumah Potong Hewan di Kota Batu?
2. Bagaimana implementasi tugas pokok dan fungsi dokter hewan di penerapan kesejahteraan
hewan, pemeriksaan antemortem dan pemeriksaan postmortem di Rumah Potong Hewan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui kelayakan desain Rumah Potong Hewan di Kota Batu.
2. Mengetahui implementasi tugas pokok dan fungsi dokter hewan di penerapan kesejahteraan
hewan, pemeriksaan antemortem dan pemeriksaan postmortem di Rumah Potong Hewan.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari Rotasi Kesehatan Masyarakat Veteriner yang dilaksanakan
Rumah Potong Hewan Kota Batu ini yaitu Mahasiswa PPDH dapat menambah wawasan dan
memahami dan mengimplementasikan tugas pokok dan fungsi dokter hewan di RPH dan
mengetahui mekanisme penyembelihan hewan yang menghasilkan pangan asal hewan yang Aman,
Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH).

8
BAB II METODE KEGIATAN

2.1 Pelaksanaan Rotasi di Rumah Potong Hewan Kota Batu


Kegiatan koasistensi mahasiswa PPDH Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya
Kelompok 6 Rotasi Kesehatan Masyarakat Veteriner (KESMAVET) Dinas dan RPH,
dilaksanakan pada tanggal 21 hingga 22 April 2022 di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan
Kota Batu yang berlokasi di Jalan Mojopahit Selatan, Mojorejo, Kec. Junrejo, Kota Batu, Jawa
Timur.

Tabel 2.1 Daftar Kegiatan PPDH di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Batu.
Hari/Tanggal Kegiatan Pembimbing
Kamis, 21 April 2022 - Perkenalan dengan petugas drh. Lisa Dyah Andriyani
RPH
- Pemberian materi terkait
pemeriksaan antemortem dan
postmortem
- Pengenalan elemen-elemen
RPH
- Pemeriksaan antemortem
- Diskusi
Jumat, 22 April 2022 - Pemeriksaan postmortem drh. Lisa Dyah Andriyani
- Diskusi

2.2 Studi Pustaka tentang Kelayakan Desain dan Pengolahan Limbah Rumah Potong Hewan
(RPH) serta Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Dokter Hewan pada Penerapan
Kesejahteraan Hewan, Pemeriksaan Antemortem dan Pemeriksaan Postmortem
2.2.1 Studi Pustaka tentang Kelayakan Desain dan Pengolahan Limbah Rumah Potong Hewan
Berdasarkan Permentan No.13/Permentan/Ot.140/1/2010 tentang persyaratan rumah
potong hewan ruminansia dan unit penanganan daging disebutkan bahwa persyaratan teknis
rumah potong hewan meliputi RPH harus diberi pagar dan pintu masuk dan pintu keluar hewan
potong dengan karkas dan daging harus terpisah. Suatu RPH harus memiliki bagian utama,
tempat unloading sapi, kendang istirahat, tempat penanmpungan khusus untuk ternak betina
produktif, kendang isolasi, chilling room, daerah loading karkas dan daging, kantor
administrasi dan kantor dokter hewan, kantin, mushola, tempat khusus karyawan, kamar mandi,
tempat pemusnahan bangkai (insinerator) untuk produk yang tidak bisa dimanfaatkan.
Pengolahan limbah RPH harus memiliki sistem saluran pembuangan limbah cair dengan
ukuran yang besar dan aliran yang lancar serta dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan,
mudah diawasi, dan dilengkapi dengan saringan yang dapat dibersihkan. Sitem pembuangan
limbah RPH harus ditutup untuk menghindari polusi di daerah sekitar. Bangunan utama sistem
harus terbuka dan dilengkapi grill yang mudah dibuka (SNI 01-6159-1999). Pasal 22 bab 1
ketentuan umum Permentan No.13/Permentan/OT.140/1/2010, menjelaskan sarana penanganan
limbah harus memnuhi persyaratan kapasitas harus sesuai dengan volume limbah yang
dihasilkan, desain khusus agar dapat mudah diawasi, mudah dalam perawatan, tidak
menimbulkan bau dan dapat memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan.
Menurut SNI 01-6159-1999 lokasi RPH memilik beberapa persyaratan yaitu persyaratan
lokasi, persyaratan sarana, persyaratan bangunan dan tata letak, dan pengolahan limbah.
9
Adapun persyaratannya sebagai berikut:
1. Persyaratan Lokasi Lokasi Rumah Pemotongan Hewan harus sesuai dengan Rencana
Umum Tata Ruang (RUTR), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan/atau Rencana
Bagian Wilayah Kota (RBWK), Tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya
serta letaknya lebih rendah dari pemukiman penduduk, tidak menimbulkan gangguan atau
pencemaran lingkungan, Tidak berada dekat
2. Persyaratan Sarana Rumah Pemotongan Hewan harus dilengkapi dengan sarana jalan yang
baik menuju Rumah Potong Hewan yang dapat dilalui kendaraan pengangkut hewan
potong dan kendaraan daging dan sumber air yang cukup dan memenuhi persyaratan SNI
01-0220-1987, sumber tenaga listrik yang cukup dan pada RPH Babi harus ada persediaan
air panas.
3. Persyaratan Bangunan dan Tata Letak RPH
a. Kompleks RPH harus terdiri dari Bangunan utama; kandang penampungan dan tempat
istirahat hewan; kandang isolasi; kantor administrasi dan kantor dokter hewan; tempat
istirahat karyawan, kantin dan mushola; tempat penyimpanan barang pribadi dan
ruang ganti pakaian; kamar mandi dan WC; sarana penanganan limbah; insenerator;
tempat parkir; rumah jaga; gardu listrik; dan Menara air.
b. Bangunan utama RPH seyogyanya dilengkapi dengan Ruang pendingin (chilling
room), ruang pembekuan, ruang pembagian karkas (meat cutting room) dan
pengemasan, serta laboratorium.
c. Bangunan RPH terdiri dari:
 Daerah Kotor: Tempat pemingsanan, tempat pemotongan dan pengeluaran darah;
tempat penyelesaian proses penyembelihan (pemisahan kepala, keempat kaki,
penggulitan, dan pengeluaran isi dada dan perut); ruang jeroan; ruang kepala dan
kaki; ruang untuk kulit; tempat pemeriksaan postmortem.
 Daerah Bersih: Tempat penimbangan karkas dan tempat pengeluaran karkas.
4. Persyaratan Bangunan Utama RPH:
A. Tata ruang
Tata ruang harus didesain searah dengan alur proses serta memiliki ruang yang
cukup sehingga seluruh kegiatan pemotongan hewan dapat berjalan baik dan
higienis. Tempat pemotongan didesain sedemikian rupa sehingga pemotongan
memenuhi persyaratan halal. Besar ruangan disesuaikan dengan kapasitas
pemotongan. Adanya pemisahan ruangan yang jelas secara fisik antara daerah
bersih dan daerah kotor. Daerah pemotongan dan pengeluaran darah harus didesain
agar darah dapat tertampung.
B. Dinding
Tinggi dinding pada tempat proses pemotongan dan pengerjaan karkas minimum 3
meter. Dinding bagian dalam berwarna terang dan minimum setinggi 2 meter
terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik, tahan terhadap
benturan keras, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tidak mudah mengelupas.
C. Lantai
Lantai terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah korosif, tidak licin, tidak toksik,
mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta landai ke arah saluran pembuangan.
Permukaan lantai harus rata, tidak bergelombang, tidak ada celah atau lubang.
D. Sudut Pertemuan
Sudut pertemuan antara dinding dan lantai harus berbentuk lengkung dengan jari -
10
jari sekitar 75 mm. Sudut pertemuan antara dinding dan dinding harus berbentuk
lengkung dengan jari- jari sekitar 25 mm.
E. Langit – langit
Langit-langit didisain agar tidak terjadi akumulasi kotoran dan kondensasi dalam
ruangan. Langit-langit harus berwarna terang, terbuat dari bahan yang kedap air,
tidak mudah mengelupas, kuat, mudah dibersihkan serta dihindarkan adanya lubang
atau celah terbuka pada langit-langit.
F. Pertukaran udara dalam bangunan harus baik.
G. Penerangan dalam ruangan harus cukup baik.

2.2.2 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Dokter Hewan pada Penerapan Kesejahteraan
Hewan.
Undang-undang Nomor 41 tahun 2014 mengenai Peternakan dan Kesehatan Hewan,
dimana segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan sesuai dengan
perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari
perlakuan yang tidak layak. Penerapan kesrawan di RPH dengan pengawasan dokter hewan
diterapkan pada proses penerimaan hewan, tempat penampungan, penggiringan hewan,
perobohan maupun pemingsanan, dan proses penyembelihan hewan. Peran dokter hewan dalam
menjaga kualitas daging yaitu dengan menerapkan kesejahteraan hewan sebelum dilakukannya
penyembelihan, sesuai dengan standar animal welfare yang ditetapkan oleh OIE yaitu:
a. Freedom from hunger, malnutrition and thirst (bebas dari rasa lapar, malnutrisi dan haus)
b. Freedom from fear and distress (bebas dari rasa sakit dan penderitaan)
c. Freedom from heat stress or physical discomfort (bebas dari rasa stress akibat panas dan
tidak nyaman secara fisik)
d. Freedom from pain, injury and disease (bebas dari rasa sakit, cedera dan penyakit)
e. Freedom to express normal patterns of behavior (bebas untuk mengekspresikan pola
perilaku normal).
Dasar hukum pendirian RPH adalah Permentan RI No.13.Permentan/ OT.140/1/2010 dan
SNI.01-69-1999. Dalam upaya penyediaan daging yang ASUH perlu dilakukan pemeriksaan
kesehatan hewan sebelum dilakukan penyembelihan atau antemortem, dan pemeriksaan karkas
serta jeroan atau postmorte untuk mencegah terjadinya penularan penyakit zoonosis.
Pemotongan hewan secara benar dilakukan dengan susai persyaratan kesmavet, kesrawan, dan
Syariah agama islam. Pemerikaan antemortem dilakukan untuk mencegah pemotongan hewan
yang menunjukkan tanda klinis penyakit zoonosis, mendapatkan informasi untuk keperluan
pemeriksaan postmortem dan penelusuran penyakit dari daerah asal, menentukan status apakah
hewan dapat dipotong, ditunda, atau tidak boleh dipotong, dan mencegah pemotongan.pada
ternak produktif. Pemeriksaan postmortem meliputi pemeriksaan pada karkas dan daging yang
akan dikonsumsi oleh masyarakat dengan menjamin bahwa karkas dan daging yang dihasilkan
layak dikonsumsi sesuai dengan aspek ASUH serta mencegah beredarnya bagian abnormal
yang berasal dari pemotongan hewan yang sakit seperti pada kasus cacing hati, cystysercosis,
tuberculosis, brucellosis, dan kasus lainnya.

2.2.3 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Dokter Hewan pada Pemeriksaan Antemortem
dan Postmortem
Pemeriksaan antemortem dilakukan guna identifikasi dan pencegahan ternak yang sakit
terutama penyakit yang dapat menular ke manusia agar tidak disembelih (Tolistiawaty dkk.,

11
2015). Pemeriksaan antemortem memiliki tujuan untuk mengetahui keberadaan kelainan atau
penyakit yang dapat berdampak pada kualitas daging dan untuk mengetahui gejala klinis
yang mengarah pada pemeriksaan lanjutan bagian-bagian tubuh atau organ tertentu.
Pemeriksaan antemortem mempunyai batas waktu yaitu 24 jam, jika setelah pemeriksaan
tetapi hewan tidak segara dipotong dalam waktu 24 jam maka perlu diulang pemeriksaan
antemortem. Syarat pemeriksaan antemortem yaitu pemeriksaan dilakukan oleh dokter hewan
dan hewan yang disembelih hanya hewan sehat.
Keputusan hasil pemeriksaan antemortem berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Pertanian No. 413 Tahun 1992 tentang Pemotongan dan Penanganan Daging serta Hasil
Ikutannya yaitu :
1. Hewan diizinkan untuk disembelih tanpa syarat
Hewan diizinkan untuk disembelih tanpa syarat jika hasil pemeriksaan antemortem
menunjukkan ternak dalam kondisi sehat dan tidak ada kecacatan.
2. Hewan diizinkan disembelih dengan syarat
Hewan diizinkan untuk disembelih dengan syarat jika hewan menderita kondisi
tertentu seperti hernia, oedema, abses, mastitis, fraktura, atau penyakit lain non
zoonosis dan tidak menular.
3. Hewan ditunda untuk disembelih
Hewan ditunda untuk disembelih pada kondisi hewan kelelahan (setelah melalui
perjalanan jauh), atau pemeriksaan yang belum yakin bahwa hewan tersebut sehat,
maka hewan harus selalu dibawah pengawasan dan pemeriksaan. Hewan harus
disendirikan.
4. Hewan ditolak untuk disembelih
Hewan ditolak untuk disembelih jika hasil pemeriksaan antemortemnya positif
mengarah atau positif menderita penyakit yang menular atau zoonosis seperti blue
tongue akut, tetanus, colibacillosis, listeriosis, rabies, rinderpest, anthrax, atau
toxoplasmosis akut.
Pemeriksaan postmortem dilakukan untuk memastikan daging yang dihasilkan dan
diedarkan layak dan aman untuk dikonsumsi masyarakat. Pemeriksaan postmortem juga
dilakukan dalam rangka pelindungan konsumen dari penyakit akibat konsumsi karkas atau
daging yang tidak sehat serta pelindungan konsumen dari pemalsuan daging (Tolistiawaty et
al., 2015). Pemeriksaan postmortem bertujuan untuk menegaskan hasil pemeriksaan
antemortem seperti mendeteksi adanya perubahan anatomi, patologi, dan bakteriologi yang
tidak terdeteksi saat pemeriksaan antemortem. Pemeriksaan postmortem dilakukan dengan
pemeriksaan bau, bentuk, konsistensi, dan warna. Pemeriksaan postmortem dilakukan dengan
inspeksi, palpasi, insisi kepala, pulmo, jantung, diafragma, hati, lien, ginjal, dan karkas.
Pemeriksaan postmortem dilakukan oleh petugas pemeriksa daging yang mengetahui hasil
pemeriksaan antemortem, pemeriksaan dilakukan di bawah penerangan yang cukup untuk
mengenali perubahan warna pada daging, pemeriksaan dilengkapi dengan pisau yang tajam
dan bersih, daging yang lulus kriteria pemeriksaan akan di cap oleh pihak Dinas Peternakan
yang mengindikasikan daging tersebut aman, sehat, dan utuh.
Pemeriksaan organ meliputi (Nurhadi, 2012) :
a) Melihat, meraba, dan menyayat kepala dan lidah
b) Melihat, meraba, dan menyayat organ-organ rongga dada seperti esophagus, laring,
trakea, paru-paru (normalnya merah muda, keputihan, pada uji apung mengapung,
dan mendeteksi keberadaan benjolan), jantung (normalnya bagian apex lancip dan
12
mengkilap), dan diafragma mengkilap serta tidak menempel pada organ di depan
atau di belakangnya
c) Kondisi organ perut :
 Hati : warnanya merah hati, mengkilap, tepi tajam, terasa agak lembek
 Limpa: tepi tajam, warna agak keabu-abuan, terasa agak keras
 Ginjal: meliputi kapsul, korteks, medulla, agak mengkilap
 Usus dan lain-lain
d) Pemeriksaan alat genitalia dan ambing jika dicurigai ada penyakit Keputusan hasil
pemeriksaan postmortem berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 413
Tahun 1992 tentang Pemotongan dan Penanganan Daging serta Hasil Ikutannya
yaitu:
1. Daging dapat diedarkan untuk dikonsumsi Jika daging berasal dari ternak sehat
dan tidak berbahaya.
2. Daging dapat diedarkan dengan syarat sebelum peredarannya
Jika daging berasal dari hewan penderita harus diperlakukan sedemikian rupa.
Contoh: cysticercosis ringan dan harus direbus sebelum diedarkan.
3. Daging dapat diedarkan untuk dikonsumsi dengan syarat selama peredarannya
Jika daging memiliki perubahan bau, warna, konsistensi, edema, hydrops,
cachexia, yang penjualannya dilakukan di tempat pemotongan serta setelah
bagian yang tidak layak untuk dikonsumsi dibuang.
4. Daging dilarang untuk diedarkan dan harus dimusnahkan Jika daging
membahayakan kesehatan konsumen dan berasal dari hewan yang terdiagnosa
terinfeksi zoonosis seperti anthrax, toxoplasmosis, dan listeriosis.

13
BAB III PEMBAHASAN

3.1 Analisa Kelayakan Desain di Rumah Potong Hewan (RPH)


Berdasarkan jenis kegiatan usaha tempat pemotongan, Rumah Potong Hewan terbagi
menjadi 3 katagori yaitu :
 Katagori I yaitu kegiatan pemotongan hewan milik sendiri di RPH milik sendiri
 Katagori II yaitu kegiatan menjual jasa pemotongan hewan, melaksanakan pemotongan
hewan milik orang lain
 Katagori III yaitu kegiatan pelaksanaan pemotongan hewan milik orang lain
RPH Kota Batu termasuk dalam katagori ke II yaitu berdasarkan jenis usaha tempat pemotongan
yang melaksanakan pemotongan hewan milik orang lain sekaligus menjual jasa pemotongan
hewan.
Berdasarkan jenis kegiatan usaha tempat pemotongan, RPH Kota Batu termasuk dalam
katagori ke II yaitu melaksanakan pemotongan hewan milik orang lain sekaligus menjual jasa
pemotongan hewan. Berdasarkan pengamatan dilapangan, lokasi Rumah Potong Hewan Kota
Batu telah sesuai dengan syarat pendirian RPH yaitu terletak di wilayah yang tidak padat
penduduk sehingga tidak menimbulkan gangguan pencemaran, tidak berada di daerah industri
bahan kimia dan logam, tidak rawan banjir, memiliki akses air bersih yang memadai serta lahan
yang cukup luas. Bangunan dari Rumah Potong Hewan Kota Batu terdiri dari bangunan utama,
lokasi perununan hewan serta adanya kendang peristirahatan dan penampungan hewan
sementara, kandang khusus untuk karantina (isolasi), kemudian di bangunan utama ada ruang
pelayuan berpendingin serta area loading daging dan karkas. Dibangunan lain terdapat, ruang
istirahat karyawan, kamar mandi, dan ruang penjaga di gerbang pintu masuk. Namun yang belum
ada adalah fasilitas pemusnahan bangkai atau produk yang tidak dapat dimanfaatkan atau
incinerator. Kemudian pada beberapa sudut yang seharusnya pertemuan antara dinding dengan
lantai dan dinding dengan dinding berbentuk lengkung, namun masih membentuk sudut siku-
siku, Ventilasi pintu dan jendela yang seharusnnya dilengkapi dengan kawat kasa namun masih
ada yang terbuka tanpa pelindung kasa. Untuk bahan dinding, kontruksi dan langit – langit sudah
sesuai.

Gambar 3. 1 Tempat pemotongan hewan sebagai ruang kotor di RPH Kota Batu

14
Gambar 3. 2 Tempat pemotongan hewan sebagai ruang bersih di RPH Kota Batu
Desain tata ruang dan konstruksi RPH Kota Batu sudah sesuai sehingga alur proses
berjalan searah dan meminimalisisr kontaminasi serta memenuhi persyaratan teknis dan hygiene.
Kandang istirahat berada di sebelah timur dari bangunan utama RPH dan dapat menampung
hingga 10 – 15 sapi. Kandang ini terhubung dengan jalur unloading atau penurunan hewan dari
truk pengangkut. Kandang didesain terbuka, sehingga pertukaran udara baik dan dinaungi oleh
atap berbahan asbes yang melindungi hewan dari paparan panas dan hujan. Bagian dalamnya
terdiri dari lantai semen yang dilapisi dengan karpet rubber yang bertujuan untuk mencegah
hewan terpeleset, mudah dibersihkan, dan landai ke arah saluran pembuangan. Setiap baris
dilengkapi dengan bak air minum untuk hewan selama masa sebelum pemotongan. Pada proses
penggiringan menuju tempat pemotongan, hewan melewati jalur (gangway) yang dilengkapi
pagar kuat di kedua sisinya. Kandang istirahat RPH Kota Batu telah memenuhi standar minimum
sesuai dengan SNI 01- 6159:1999 tentang Rumah Pemotongan Hewan.

3.2 Implementasi Tugas Pokok dan Fungsi Dokter Hewan di Penerapan Kesejahteraan Hewan
Penerapan kesejahteraan hewan di RPH berada dibawah pengawasan dan tanggung jawab
dokter hewan serta merupakan kewajiban bagi seluruh petugas yang berada di RPH. Penerapan
kesejahteraan hewan yang baik akan dapat meningkatkan jaminan product safety pada Bahan
Asal Hewan yang diproduksi di RPH. Terdapat beberapa titik kritis penerapan kesejahteraan
hewan di RPH, yaitu (Dirkesmavet, 2019) :
1. Pengangkutan ternak dan transportasi
Pengangkutan hewan ke kendaraan dilakukan secara hati-hati tanpa kekerasan, sapi
yang sulit naik ke dalam kendaraan dapat dibantu dengan menuntunnya menggunakan tali
leher. Alat penghubung antara tanah dan kendaraan memiliki maksimal kemiringan 30
derajat. Kepadatan hewan dalam alat angkut disesuaikan. Hewan sebaiknya dipisahkan
atau diberi pembatas dengan hewan yang lain agar tidak menciderai satu sama lain.
Pada saat pengangkutan ternak digunakan jenis alat transportasi yang sesuai dengan
jenis dan jumlah hewan, lantai kendaraan tidak licin dan memiliki ventilasi yang cukup.
Perjalanan sebaiknya dilakukan pada saat malam hari. Kendaraan dilengkapi dengan
rangka atap yang memungkinkan dan mudah dibuka dan ditutup pada saat cuaca hujan
atau cuaca panas. Hewan dapat ditransportasikan maksimal 36 jam dan istirahatkan
15
minimal setiap 12 jam dan pada saat istirahat, kendaraan tidak boleh parkir di tempat
yang terik matahari. Kemudian jika hewan telah mengalami pengangkutan sebelumnya,
maka hewan harus diistirahatkan minimal 12 jam sebelum dilakukan pengangkutan ke
tempat lain.
2. Penurunan ternak dan perlakuan di kandang
Hewan segera diturunkan dari kendaraan sesegera mungkin atau maksimal dalam
waktu 1 jam setelah tiba ditempat penampungan. Pada saat proses penurunan ternak,
kendaraan harus diposisikan tepat pada unloading dock yang kemudian tersambung pada
gangway menuju kandang peristirahatan. Sudut kemiringan pada saat ternak diturunkan
dari kendaraan diatur agar tidak melebihi 25°.
Kandang di yang baik dapat melindungi ternak dari panas dan hujan, memiliki
ketersediaan air minum yang mencukupi, memiliki ukuran yang cukup sehingga ternak
dapat beristirahat dengan baik, ventilasi yang cukup, dan memiliki pencahayaan yang
cukup. Kemudian pagar sebaiknya memiliki pagar yang kuat agar hewan tidak melarikan
diri. Kemudian ternak seharusnya diistirahatkan sekitar minimal 12 jam. Menurut
Hidayat (2013), istirahat ternak adalah penanganan ternak sebelum pemotongan dimana
ternak didiamkan dalam kandang penampungan, yang bertujuan agar ternak tidak stres
ketika disembelih, sehingga dapat mengeluarkan darah sebanyak mungkin.
3. Penggiringan ternak ke kendang restraint
Penggiringan menuju kandang dan Restraining Box/Gangway Penggiringan ternak
harus dilakukan selembut mungkin. Tidak boleh kekerasan yang dialami oleh ternak.
Gangway yang dilewati oleh ternak juga harus memiliki lantai yang tidak licin, berlubang
dan becek, pagar pembatas yang kokoh dengan tinggi dan lebar yang sesuai dengan
ternak
4. Restraint
Restraint ternak di RPH bertujuan untuk mengurangi pergerakan ternak,
memudahkan leher supaya lebih terekspos serta mengurangi resiko cedera pada ternak
dan petugas. Teknik merobohkan hewan menggunakan tali dapat menggunakan metode
Burley atau metode Reef atau Rope Squeeze. Teknik merobohkan ternak lainnya yang
lebih modern adalah dengan menggunakan Restraining Box sehingga ternak dapat
direbahkan secara otomatis dengan alat khusus.
5. Penyembelihan dan penyelesaian penyembelihan
Penyembelihan harus dilakukan segera setelah ternak dirobohkan atau dipingsankan.
Penyembelihan harus dilakukan di tempat yang terhindar dari ternak lainnya agar ternak
lain tidak melihat proses penyembelihan ternak lainnya. Proses 10 penyembelihan harus
menggunakan pisau yang tajam, bersih serta berukuran 1,5 kali lebar leher ternak.
Penyembelihan dilakukan dalam sekali sayatan dengan memutus tiga saluran (saluran
pencernaan, saluran pernapasan dan saluran peredaran darah) dengan cepat dan di tempat
yang tepat yakni antara vertebrae cervicalis 1-3 atau 5 jari dari rahang bawah. Proses
penyembelihan yang dilakukan dengan cepat dan tepat akan membuat ternak tidak
mengalami rasa sakit yang berlebih ketika disembelih.
Penyelesaian penyembelihan dilakukan dengan memastikan hewan sudah mengalami
kematian sempurna. Kematian dipastikan dengan cara mengamati reflek mata, reflek
anus, reflek pada ekstremitas serta pergerakan rumen. Penyembelihan harus dipastikan
agar memutus 3 saluran sehingga proses penyembelihan dapat dikatakan sempurna.

16
3.3 Implementasi Tugas Pokok dan Fungsi Dokter Hewan pada Pemeriksaan Antemortem
Pemeriksaan antemortem dilakukan dua jam sebelum pemotongan hewan di Rumah
Potong Hewan Kota Batu. Pemeriksaan dimulai dengan mengamati terlebih dahulu terhadap
jenis kelamin ternak. Hal ini menghindari pemotongan hewan betina produktif atau bunting
dengan melakukan eksplorasi rektal pada sapi betina seperti pada Gambar 3.3. Sapi betina
diperbolehkan dipotong ketika telah mengalami penurunan produksi, memiliki penyakit terkait
reproduksi atau telah berumur tua. Pemeriksaan umum yang dilakukan yaitu pemeriksaan gigi
untuk mengetahui umur, pengecekan suhu, pulsus, respirasi, kondisi rambut, serta lubang-
lubang tubuh (telinga, mulut, hidung, anus). Pada saat pemeriksaan antemortem di RPH Kota
Batu terdapat 12 ekor sapi yang akan dipotong termasuk satu ekor sapi betina yang mengalami
endometritis. Hasil pemeriksaan antemortem di RPH Kota Batu terdapat pada Tabel 3.1 yang
semuanya layak untuk dilakukan pemotongan.

Tabel 3.1 Data Pemeriksaan Antemortem

Pemeriksaan Sapi 1 Sapi 2 Sapi 3 Sapi 4 Sapi 5 Sapi 6


Bu Zamroh &
Pemilik Hewan Pak Dean Pak Sunaji Bu Tinah Bu Latifah Hj. Farid Pak Dean
Alamat Malang Batu Batu Batu Batu Malang
Ras Simental Limosin PO Angus Simental Simental
Umur ± 2,5 tahun ± 2 tahun ± 2 tahun ± 2 tahun ± 2 tahun ± 2,5 tahun
Jenis Kelamin Jantan Jantan Betina Jantan Jantan Jantan
Hasil Endometritis,
Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat
Antemortem Sehat
Pemeriksaan Sapi 7 Sapi 8 Sapi 9 Sapi 10 Sapi 11 Sapi 12

Pemilik Hewan Pak Dean Pak Dean Pak Wijoyo Hj. Farid Pak Haris Pak Sunaji
Alamat Malang Batu Pujon Batu Batu Pujon
Ras Simental Limosin Limosin Angus Limosin Simental
Umur ± 2,5 tahun ± 2 tahun ± 2 tahun ± 2 tahun ± 2 tahun ± 2 tahun
Jenis Kelamin Jantan Jantan Jantan Jantan Jantan Jantan
Hasil Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat
Antemortem

Gambar 3. 3 Pemeriksaan endometritis untuk sapi betina (kiri) Pemeriksaan Antemortem (Kanan)

17
3.4 Implementasi Tugas Pokok dan Fungsi Dokter Hewan pada Pemeriksaan Postmortem
Pemeriksaan kesehatan ternak setelah dipotong postmortem mengacu pada Surat Keputusan
Menteri Pertanian No. 413/Kpts/TN.3l5/7/1992 tentang Pemotongan Hewan Potong dan
Penanganan Daging serta Hasil Ikutannya. Dalam SK Menteri Pertanian tersebut diatur tentang
Pemeriksaan post-mortem dilakukan :
 Terhadap daging dan bagian-bagian hewan potong lainnya secara utuh
 Segera setelah penyelesaian penyembelihan
 Di ruangan dalam Rumah Pemotongan Hewan (RPH) atau tempat pemotongan hewan yang
terang dan khusus disediakan untuk itu
 Dengan menggunakan pisau tajam dan alat-alat lain yang bersih serta tidak berkarat, yang
kemudian harus dibersihkan setelah dipergunakan
Pada RPH kota Batu, peran dokter hewan yaitu menjaga mutu dan keamanan daging yang
dipotong di RPH ialah melalui pemeriksaan antemortem dan postmortem. Pemeriksaan
posmortem merupakan pemeriksaan kesehatan hewan yang dilakukan setelah hewan disembelih.
Tujuan dari pemeriksaan post-mortem ini adalah menjamin karkas, daging, dan jeroan yang
dihasilkan aman dan layak dikonsumsi, mencegah beredarnya bagian hewan yang abnormal
yang dapat berasal dari pemotongan hewan yang sakit. Petugas yang melakukan pemeriksaan
post-mortem adalah dilakukan oleh dokter hewan dan kaeurmaster atau juru uji daging yang
telah ditunjuk dan di bawah pengawasan oleh dokter hewan yang berwenang.
Tabel 3. 2 Hasil Pemeriksaan Postmortem pada Sapi
Pemeriksaan Sapi 1 Sapi 2 Sapi 3 Sapi 4 Sapi 5 Sapi 6

Pemilik Hewan Bu Zamroh &


Pak Dean Pak Sunaji Bu Tinah Hj. Farid Pak Dean
Bu Latifah
Lien Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Suspect
Pulmo Normal Normal Normal Normal Normal
Pneumonia
Cor Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Ditemukan Ditemukan Ditemukan Ditemukan Ditemukan
Hepar Normal
V. Gigantica V. Gigantica V. Gigantica V. Gigantica V. Gigantica
Trakhea Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Pemeriksaan Sapi 7 Sapi 8 Sapi 9 Sapi 10 Sapi 11 Sapi 12
Pemilik Hewan Pak Dean Pak Dean Pak Wijoyo Hj. Farid Pak Haris Pak Sunaji
Lien Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Pulmo Normal Normal Normal Normal Normal Normal


Cor Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Ditemukan Ditemukan Ditemukan Ditemukan
Hepar Normal Normal
V. Gigantica V. Gigantica V. Gigantica V. Gigantica
Trakhea Normal Normal Normal Normal Normal Normal

18
Gambar 3. 4 Pemeriksaan Postmortem (Kiri) Ditemukan V. Gigantica (Kanan)
Kesimpulan dari hasil pemeriksaan postmortem, daging dan organ hewan yang diperiksa
dapat dipasarkan kecuali organ hepar yang ditemukan V.Gigantica yaitu dilakukan pengafkiran
Sebagian dan pulmo yang diduga pneumonia dilakukan pengafkiran Sebagian. Semua sapi yang
dilakukan pemotongan dapat diedarkan.

19
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari kegiatan koasistensi PPDH di RPH Dinas Ketahanan Pangan
dan Pertanian Kota Batu :
1. RPH Kota Batu memiliki desain bangunan yang telah sesuai dan layak dengan adanya pembagian
ruangan-ruangan sesuai dengan standar.
2. Peran dokter hewan di RPH Kota Batu adalah melakukan pengawasan penerapan terhadap
kesejahteran hewan pada tiap penyembelihan, higiene dan sanitasi dan memantau pengolahan
limbah serta pelaksanaan pemeriksaan antemortem dan post mortem secara rutin oleh dokter
hewan gun menjamin keamanan daging yang akan diedarkan. Penerapan kesejahteran hewan di
RPH Kota Batu dilakukan dengan baik dengan penerapan mulai dari hewan datang hingga
menjadi karkas.

4.2 Saran
Perlu adanya sosialasi kepada masyarakat terhadap prosedur administrasi pemotongan sapi
di RPH kota Batu.

20
DAFTAR PUSTAKA

Bahri, S., Y. Sani, dan Indraningsih. (2006). Beberapa faktor yang mempengaruhi
keamanan pangan asal ternak di Indonesia. Wartazoa. Volume 16 Nomor 1
Kementrian Pertanian. 2010. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
13/Permentan/OT.140/1/2010 Tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia
Dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant). Jakarta.
Keputusan Menteri Pertanian No. 413/Kpts/Tn.310/7/1992. 1992. Pemotongan Hewan
Potong dan Penanganan Daging Serta Ikutannya. Jakarta: Kementerian Pertanian
Luning PA, Marcelis WJ, dan Jongen WMF. (2003). Food Management Quality-a Techno
Managerial Approach. Wageningen: Wageningen Pers.
Permentan, 2012. Penyelenggaraan Rumah Potong Hewan. Peraturan pemerintah nomor 95
tahun 2012 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Permentan, 2014. tentang Pemotongan Hewan Kurban. Peraturan Menterti Pertanian Nomor
144/Permentan/PD/410/9/2014.
Permentan, 2016. tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan
Kerbau. Peraturan Menteri Pertanian No. 48/Permentan/PK.210/10/2016.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Pertanian Dan Kesehatan Hewan.
Jakarta.

21
LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi Kegiatan

Dokumentasi Kegiatan Selama Rotasi Kesmavet di Rumah Potong Hewan Kota Batu

Pemeriksaan Antemortem Pemotongan dan Pengulitan Sapi

Pemeriksaan Postmortem Cor, Pulmo, Lien, Hepar

22
Dokumentasi Kegiatan Selama Rotasi Kesmavet di Rumah Potong Hewan Kota Batu

Kondisi Desain RPH

23
Lampiran 2 Turnitin

24
LAPORAN KEGIATAN PPDH
ROTASI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER LABORATORIUM
KESMAVET PERIODE 2021/2022 GELOMBANG X KELOMPOK 6

“PENGUJIAN PRODUK HEWAN : DAGING KAMBING, SUSU SAPI, TELUR PUYUH,


KORNET AYAM, KEFIR, DAN TEPUNG KUNING TELUR”

Oleh :

David Christian Pratama


210130100111083

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022

1
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KEGIATAN PPDH
ROTASI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
LABORATORIUM KESMAVET PERIODE 2021/2022
GELOMBANG X KELOMPOK 6

“PENGUJIAN PRODUK HEWAN : DAGING KAMBING, SUSU SAPI, TELUR PUYUH,


KORNET AYAM, KEFIR, DAN TEPUNG KUNING TELUR”

Oleh:
David Christian Pratama
NIM. 210130100111083

Menyetujui,
Pembimbing

drh. Widi Nugroho, Ph.D.


NIP. 197701102006051002

Mengetahui,
Koordinator Rotasi Kesmavet

drh. Ajeng Erika Prihastuti Haskito, M.Si.


NIP. 198905162015042001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Dokter HewanFakultas Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya

drh. Nofan Rickyawan, M.Sc.


NIP. 198511162018031001

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat
menyusun Laporan Kegiatan PPDH Rotasi Kesehatan Masyarakat Veteriner didalam
Laboratorium yang dilaksanakan secara luring. Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. drh. Dyah Ayu Oktavianie A.P., M. Biotech selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya.
2. drh. Nofan Rickyawan, M.Sc, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.
3. drh. Ajeng Erika Prihastuti Haskito, M.Si, selaku koordinator koasistensi rotasi
Kesehatan Masyarakat Veteriner
4. drh. Widi Nugroho, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, arahan, kritik, dan saran, serta ilmu yang diberikan selama kegiatan belajar
mengajar dan penulisan laporan.
5. Kolega PPDH gelombang X dan kelompok 6 yang telah memberikan banyak drama
dan semangat baik dalam rotasi maupun penyusunan laporan ini.
Akhir kata, penulis Laporan Rotasi Kesehatan Masyarakat Veteriner ini dapat menjadi
manfaat bagi pembaca khususnya rekan-rekan profesi dokter hewan.

Malang, 20 Mei 2022

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................................1
KATA PENGANTAR....................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................8
BAB II METODE...........................................................................................................................9
2.1 Pengujian Susu Sapi Raw...........................................................................................................9
2.1.1 Uji Organoleptik..................................................................................................................9
2.1.2 Uji pH..................................................................................................................................9
2.1.3 Uji Titrasi Keasaman...........................................................................................................9
2.1.4 Uji Kesegaran (Uji alkohol dan didih)................................................................................9
2.1.5 Uji Berat Jenis.....................................................................................................................9
2.1.6 Uji Kadar Lemak.................................................................................................................9
2.1.7 Uji Protein...........................................................................................................................9
2.1.8 Uji Penduga Mastitis...........................................................................................................9
2.1.9 Uji Cemaran Bakteri..........................................................................................................10
2.2 Pengujian Produk Olahan Susu (Kefir)....................................................................................10
2.2.1 Uji Organoleptik................................................................................................................10
2.2.2 Uji pH................................................................................................................................10
2.2.3 Uji Kadar Air.....................................................................................................................10
2.2.4 Uji Cemaran Mikrobiologi MPN (Most Probable Number).............................................11
2.2.5 Uji Kapang/Khamir...........................................................................................................11
2.3 Pengujian Daging Kambing Raw.............................................................................................11
2.3.1 Uji Organoleptik................................................................................................................11
2.3.2 Uji pH................................................................................................................................11
2.3.3 Uji Awal Pembusukan.......................................................................................................11
2.3.4 Uji Drip Loss.....................................................................................................................11
2.3.5 Uji Cooking Loss...............................................................................................................12
2.3.6 Uji Cemaran Mikrobiologi TPC (Total Plate Count).......................................................12
2.3.7 Uji Residu Antibiotik (Uji Bioassay)................................................................................12
2.4 Pengujian Produk Olahan Daging Ayam (Kornet Ayam)........................................................12
2.4.1 Uji Organoleptik................................................................................................................12
2.4.2 Uji pH................................................................................................................................12
2.4.3 Uji Kadar Air.....................................................................................................................12
2.4.4 Uji Cemaran Mikrobiologi MPN (Most Probable Number).............................................13
2.4.5 Uji Kapang/Khamis...........................................................................................................13
2.5 Pengujian Telur Burung Puyuh Raw........................................................................................13
2.5.1 Uji Organoleptik................................................................................................................13
2.5.2 Candling............................................................................................................................13
4
2.5.3 Uji Organoleptik Sesudah Dipecah...................................................................................13
2.5.4 Uji Indeks Kuning Telur....................................................................................................13
2.5.5 Uji Indeks Putih Telur.......................................................................................................13
2.5.6 Uji Haugh Unit (HU).........................................................................................................13
2.5.7 Uji Cemaran Mikrobiologi TPC (Total Plate Count).......................................................14
2.5.8 Uji Cemaran Salmonella sp...............................................................................................14
2.6 Pengujian Produk Olahan Telur (Tepung Kuning Telur).........................................................14
2.6.1 Uji Organoleptik................................................................................................................14
2.6.2 Uji pH................................................................................................................................14
2.6.3 Uji Kadar Air.....................................................................................................................14
2.6.4 Uji Cemaran Mikrobiologi MPN (Most Probable Number).............................................14
2.6.5 Uji Kapang/Khamis...........................................................................................................14
BAB III PEMBAHASAN.............................................................................................................15
3.1 Produk Susu Sapi Raw.......................................................................................................15
3.2 Produk Olahan Susu (Kefir)...............................................................................................16
3.3 Produk Daging Kambing Raw...........................................................................................17
3.4 Produk Olahan Daging Ayam (Kornet ayam)....................................................................18
3.5 Produk Telur Puyuh Raw...................................................................................................19
3.6 Produk Olahan Tepung Kuning Telur................................................................................20
BAB IV PENUTUP..........................................................................................................................22
4.1 Kesimpulan...............................................................................................................................22
4.2 Saran.........................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................23
LAMPIRAN......................................................................................................................................24

5
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Hasil Pemeriksaan Produk Susu Sapi Segar.................................................15


Tabel 3.2 Tabel Hasil Pengujian Produk Olahan Susu Pasteurisasi.......................................16
Tabel 3.3 Tabel Hasil Pengujian Daging kambing Raw........................................................17
Tabel 3.4 Tabel Hasil Pengujian Produk Olahan Kornet ayam..............................................18
Tabel 3.5 Tabel Hasil Pengujian Produk Telur puyuh Raw...................................................20
Tabel 3.6 Tabel Hasil Pengujian Produk Tepung Kuning Telur............................................21

6
DAFTAR SINGKATAN

ASUH : Aman, Sehat, Utuh,dan Halal


BGLBB : Briliant GreenLactoseBroth
BJ : Berat Jenis
BPW : Buffered Peptone Water
EMBA : Eosin Methylen Blue Agar
FeCl3 : FerriKlorida
g : gram
H2SO4 : Asam Sulfat
HCL : Hidrogen Klorida
LSTB : Lauryl Sulfate Tryptose Broth
ml : mililiter
MPN : Most Probable Number
NaOH : Natrium Hidroksida
PCA : Plate Count Agar
pH : Potential Hydrogen
SDA : Sabouraud Dextrose Agar
SNI : Standar Nasional Indonesia
SSA : Salmonella Shigella Agar
TPC : Total Plate Count
VRB : Violet Red Bile

7
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Produk hewan merupakan salah satu bahan pangan yang berperan penting bagi
kehidupan manusia karena mengandung protein hewani yang berguna untuk pemenuhan gizi
masyarakat. Dimana produk hewan merupakan semua bahan yang masih segar dan telah diolah
atau diproses untuk keperluan pangan, farmasetika, pertanian, dan kegunaan lain bagi
pemenuhan kebutuhan dan kemaslahatan manusia. Secara umum yang termasuk produk hewan
adalah seperti daging sapi, daging ayam, telur, susu, dan sebagainya. Produk hewan memiliki
nilai gizi yang tinggi terutama kandungan protein, asam amino, lemak laktosa, mineral, dan
vitamin. Namun produk hewan juga bersifat mudah rusak (perishable) dan mempunyai potensi
mengandung bahaya fisik, biologik dan juga kimiawi atau Potentially Hazardous Foods (PHF).
Oleh sebab itu, penanganan produk tersebut harus higienis (Lukman 2008).
Tingkat konsumsi produk hewani dari masyarakat cukup beragam sehingga penting
adanya penjaminan mutu kualitas yang dilakukan ( Yoris dan Pattisinay,2016). Produk bahan
asal hewan(BAH) maupun hasil bahan asal hewan (HBAH) bisa menjadi media pembawa
penyakit hewan dan menjadi zoonosis ke manusia. Zoonosis sendiri merupakan penyakit yang
bisa menular dari hewan ke manusia berdasarkan kontak langsung ataupun melalui media
pembawa. BAH ataupun HBAH yang terkontaminasi akan menjadi Foodborne disease yang
berasal dari ternak sakit. Foodborne disease yang pernah terjadi di Indonesia antara lain
toxoplasmosis, tuberculosis, brucellosis, E. Coli (Nadiya dan Asharina,2016).
Kualitas atau mutu dari bahan pangan akan sangat mempengaruhi kualitas sumber daya
manusia sebagai konsumen. Kualitas bahan pangan meliputi nilai gizi yang cukup, bebas dari
cemaran kimia maupun cemaran mikrobiologis serta memberikan ketentraman bathin bagi
konsumen karena halal. Untuk mendapatkan bahan pangan asal hewan dengan mutu yang baik
dan aman perlu dilakukan pengujian pada produk pangan asal hewan dan produk olahannya.
Oleh karena itu dalam kegiatan PPDH ini dilakukan pengujian bahan pangan asal hewan dan
produk olahannya agar dapat memenuhi syarat mutu dan kualitas yang sesuai dengan Standart
Nasional Indonesia (SNI) yang telah ditentukan sehingga menjadi Aman, Sehat, Utuh dan Halal
(ASUH) untuk dikonsumsi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana prosedur dan interpretasi pengujian terhadap susu sapi?
2. Bagaimana prosedur dan interpretasi pengujian terhadap kefir?
3. Bagaimana prosedur dan interpretasi pengujian terhadap daging kambing?
4. Bagaimana prosedur dan interpretasi pengujian terhadap kornet ayam?
5. Bagaimana prosedur dan interpretasi pengujian terhadap telur puyuh?
6. Bagaimana prosedur dan interpretasi pengujian terhadap tepung kuning telur?
1.3 Tujian
1. Mengetahui prosedur dan interpretasi pengujian terhadap susu sapi
2. Mengetahui prosedur dan interpretasi pengujian terhadap kefir
3. Mengetahui prosedur dan interpretasi pengujian terhadap daging kambing
4. Mengetahui prosedur dan interpretasi pengujian terhadap kornet ayam
5. Mengetahui prosedur dan interpretasi pengujian terhadap telur puyuh
6. Mengetahui prosedur dan interpretasi pengujian terhadap tepung kuning telur
1.4 Manfaat
Manfaat yang didapatkan setelah koasistensi rotasi Kesehatan Masyarakat Veteriner di
bidang karantina ini yaitu mahasiswa PPDH dapat mengetahui dan memahami tata cara
pengujian bahan pangan asal hewan dan produk olahannya sehingga menilai dan memutuskan
kualitas bahan pangan asal hewan dan olahannya yang ASUH dan sesuai SNI untuk dikonsumsi
oleh masyarakat dalam upaya penjaminan keamanan pangan.

8
BAB II METODE
2.1 Pengujian Susu Sapi Raw
2.1.1 Uji Organoleptik
Uji organoleptik dengan cara melakukan pengamatan menggunakan panca indra. Susu
dituangkan ke tabung reaksi dan dilakukan pemeriksaan berdasarkan warna, rasa, bau, dan
kekentalan yang diperoleh dari sampel susu.
2.1.2 Uji pH
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kesegaran susu dari kadar pH susu yang
nantinya dibandingkan dengan SNI. Pemeriksaan pH susu dilakukan dengan cara mengukur
pH menggunakan pH meter ataupun pH digital. Sampel susu diletakkan ke gelas beker dan
pH meter dicelupkan sebagian. ditunggu dan dicatat hasilnya
2.1.3 Uji Titrasi Keasaman
Pengujian kadarasam pada susu segar dilakukan dengan metode titrasi keasaman
soxhlet henkel. Pengujian soxhlet henkel dilakukan dengan caranya yaitu memasukkan
masing- masing sampel susu sebanyak 50 ml di 2 tabung erlenmeyer dan 2 tetes
phenolphthalenin, kemudian salah satu tabung erlenmeyer dititrasi menggunakan larutaan
NaOH 0,25 N hingga terbentuk warna merah muda. Hasil derajat soxlet Henkel didapatkan
dengan mengalikan dua jumlah milliliter NaOH yangdigunakan saat titrasi.
2.1.4 Uji Kesegaran (Uji alkohol dan didih)
Uji alkohol digunakan untuk mengetahui derajat keasaman susu. Satu bagiann
sampel ditambah alkohol 70% satu bagian, kemudian dikocok. Hasil positif ditunjukkan
apabila terdapat gumpalan. Menggunakan uji didih juga bisa untuk mengetahui kesegaran
susu, dengan cara mendidihkan susu menggunakan tabung reaksi. Positif apabila terdapat
gumpalan
2.1.5 Uji Berat Jenis
Berat jenis susu dapat diukur menggunakan laktodensimeter, dimana prinsip kerja
dari alat ini mengikuti hukum Archimedes. Prosedur diawali dengan memasukkan susu
sebanyak
500 mL ke dalam gelas ukur, diukur suhu susu terlebih dahulu lalu dimasukkan
laktodensimeter, nantinya alat tersebut akan mengapung dan dapat terlihat skala yang tertera
pada permukaan susu.
2.1.6 Uji Kadar Lemak
Uji Gerber dilakukan untuk melihat kadar lemak dengan menggunakan butirometer
gerber diletakkan di rak tabung, selanjutnya dimasukkan H2SO4 91% 10 ml dengan
menggunakan pipet. Kemudian sampel susu dimasukkan sebanyak 10,75 ml. ditambahkan 1
ml amylalkohol dan tabung butirometer gerber ditutup dengan karet agar tersumbat.
Butirometer gerber dipegang menggunakan lap karena akan menimbulkan panas ketika
dikocok membentuk angka 8 sampai terlihat warna coklat kehitaman. Butirometer gerber di
sentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 1200 rpm. Selanjutnya dimasukkan waterbath
selama 5 menitdengan suhu 65oC dengan posisi sumbat karet berada dibawah. Selanjutnya
sumbat didorong sampai lemak dapat terukur.
2.1.7 Uji Protein
Penentuan kadar protein susu sapi diukur menggunakan rumus yang diperoleh dari
kadar lemak kemudian ditambahkan 1,4 dan akan diperoleh persentase kadar protein.
Kadar Protein (%) = L/2 + 1.4
2.1.8 Uji Penduga Mastitis
Pendugaan mastitis dilakukan dengan uji CMT dengan cara sampel susu sebanyak 2-
3 ml dimasukkan paddle .pereaksi CMT dalam jumlah yang sama ditambahkan kedalam
paddle lalu diputar selama 30 detik dan dilakukan pengamatan. Hasil positif akan
9
menunjukkan terbentuknya lendir. Uji Breed dilakukan untuk pendugaan mastitis

10
menggunakan objek glass yang bersihkan dulu dengan eter alcohol, kemudian diletakan
diatas kertas breed 1x1cm2. Sampel susu dicampur dan diambil 0,01 ml dan diletakkan pada
objek glass, diratakan dengan ose. Dibiarkan selama 5 menit sampai kering. Kemudian
fiksasi dengan Bunsen, direndam selama 2 menit didalam eter alcohol, dilteteskan pewarna
methylene blue loffler, selanjutnyadirendam kedalam larutan alcohol 96%. Jumlah sel
somatic dihitung dengancara diamati dengan mikroskop pembesaran 1000x. Rumus
perhitungan sel somatic sebagai berikut :
Jumlah Sel Somatis = FxB
Keterangan:
F;faktor mikroskop
B;rataan jumlah sel dari 10 lapang pandang
2.1.9 Uji Cemaran Bakteri
a. Total Plate Count
Langkah kerja diawali dengan membuat pengenceran sampel yaitu menggunakan
larutan BPW (buffered peptone water) 0,1%. Pengenceran dibuat dengan cara memasukkan
sampel 1 mL kedalam tabung reaksi yang berisi 9 mL BPW, lalu dibuat pengenceran berseri,
dimana diambil sampel sebanyak 1 mL dari tabung reaksi pertama dan dimasukkan kedalam
tabung reaksi berikutnya yang menjadi pengenceran 10-1, teknik ini dilakukan seterusnya
hingga ke pengenceran 10-7. Pengenceran 10-5, 10-6, 10-7 diinokulasikan sebanyak 0,1 mL
pada media PCA padat dengan metode spread plate menggunakan ose L dan diinkubasi pada
suhu 37°C selama 24 jam.
b. Total Koliform
Total koliform dilakukan pada media VRB (violet Red Bile). Uji ini dilakukan
dengan mengencerkan sampel 1:9 dengan BPW (Buffered peptone water) 0.1%. Pengenceran
tersebut merupakan 10-1. Pengenceran 10-2 dilakukan dengan mengambil 1 ml dari
pengenceran sebelumnya dan dimasukkan kedalam tabung reaksi baru berisi 9 ml BPW,
selanjutnya dibuat pengenceran sampai 10-3. Penanaman bakteri dilakukan padacawan petri
yang telah terisi 10- 20 ml media VRB yang telah mengeras, diteteskan 0.1ml dari
pengenceran 10 -1 sampai 10-3 pada 3 cawan petri yang berbeda. Masing-masingcawan petri
diinkubasi dengan posisi terbalik dan diberi label, kemudian dimasukkan ke dalam inkubator
selama 24 jam di suhu 37oC.
c. Cemaran E. coli
Media penanaman bakteri yang dibutuhkan pada uji cemaran E. coli adalah EMBA
(Eosin Methylene Blue Agar). Bakteri yang ditanam pada media ini adalah bakteri
yangdidapat dari hasil inkubasi media VRB. Bakteri dari media VRB dianbil
menggunakanose bulat lalu diulas pada media EMBA. Kemudian media EMBA diinkubasi
dengan posisi terbalik pada inkubator bersuhu 37oC selama 24-36 jam.
2.2 Pengujian Produk Olahan Susu (Kefir)
2.2.1 Uji Organoleptik
Prinsip kerja dari pemeriksaan kefir yaitu dengan melibatkan fungsi panca indera.
Pemeriksaan meliputi bau, warna, dan rasa. Langkah kerjanya yaitu dimasukkan kefir ke
dalam cawan petri, kemudian diamati bau, warna, dan rasa.
2.2.2 Uji pH
Sampel kefir dituang ke dalam beaker glass kemudian dimasukkan pH meter yang
sudah dikalibrasi dan dilakukan pembacaan pH.
2.2.3 Uji Kadar Air
Uji kadar air pada kefir dilakukan dengan menuang sampel susu pada beakerglass dan
menimbangnya. Sampel susu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105°C selama 3 jam
lalu ditimbang kembali untuk mengetahui berat susu setelah diberi pemanasan. Kadar air
dihitung menggunakan rumus: Kadar air (%) = (Berat awal-Berat akhir)/berat awal x 100%

11
2.2.4 Uji Cemaran Mikrobiologi MPN (Most Probable Number)
Pemeriksaan mikrobiologi dengan metode MPN dilakukan dengan carapengenceran
sample kefir sebanyak total 1 ml kemudian dihomogenkan dengan larutan BPW 9 ml,
disebut sebagai pengenceran 10-1. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan cara yang
sama untuk pengenceran 10-2 dan 10-3. Masing-masing pengenceran dimasukkan ke dalam
tabung reaksi berisi media LSTB serta tabung durham didalamnya dan diinkubasi pada suhu
37oC selama 24 jam. Hasil positif akan menunjukkan adanya gelembung udara pada tabung
durham. Hasil positif dilanjutkan dengan media BGLBB untuk pengujian confirm test. Hasil
positif ditentukan berdasarkan adanya gelembung dan kekeruhan.
2.2.5 Uji Kapang/Khamir
Pengujian ini dilakukan pada media SDA (Sabaroud Dextrose Agar). Pengujian ini
diawali dengan membuat media SDA yang dituang secukupnya pada cawan petri. Media
ditunggu sampai dingin dan mengeras. Kemudian, diambil 1 ml kefir dandiratakan pada
permukaan media.Media SDA diinkubasi pada suhu ruang selama 3 hari.
2.3 Pengujian Daging Kambing Raw
2.3.1 Uji Organoleptik
Awal pemeriksaan yang dilakukan pada daging segar untuk mengamati kondisi fisik
produk dengan menggunakan panca indera. Pengujian ini meliputi pengamatan warna, rasa,
bau, dan konsistensi daging. Sampel daging diambil secukupnya diletakkan diatas cawan
petri dan diamati sifat fisiknya.
2.3.2 Uji pH
Pengukuran pH dilakukan dengan alat pH meter yang sebelumnya dikalibrasi
menggunakan larutan standar ber pH 4,0 lalu dikalibrasi dengan larutan standar ber pH 7,0.
Pengukuran pH dilakukan secara langsung pada sampel daging dengan cara pH meter
dengan stillet ditusukkan ke dalam sampeldaging, ditunggu hingga nilai pH terbaca konstan.
Interpretasi hasil untuk nilai pH diatas 7 yaitu daging bersifat basa dan jika nilai pH
dibawah 7 yaitu daging bersifat asam.
2.3.3 Uji Awal Pembusukan
a. Uji Eber
Gas yang dihasilkan pada awal proses pembusukan daging adalah NH3 yang mana
gas tersebut akan bereaksi dengan reagen eber untuk membentuk senyawa NH4Cl yang
tampak seperti awan putih. Langkah kerja diawali dengan memasukkan reagen Eber ke
dalam tabung reaksi, lalu digantungkan potongan sampel daging didalam tabung reaksi
jangan menyentuh larutan reagen, hasil positif menunjukan adanya awan putih yang
terbentuk didalam tabung reaksi.
b. Uji H2S
Pengujian dengan H2S dilakukan dengan prosedur sampel daging dipotong kecil dan
diletakkan pada cawan petri, cawan petri kemudian ditutup dengan kertas saring lalu
ditetesi Pb- asetat sebanyak 6 tetes dan ditutup. Jika hasil positif akan menunjukkan hasil
terdapat warna hitam kecoklatan disekitar tetesan.
2.3.4 Uji Drip Loss
Uji ini dilakukan dengan memotong daging dan menimbangnya dengan berat yang
didapat sebagai berat awal(a), kemudian daging dipasang pada toples berkawat.
Toplesmasuk ke dalam kulkas selama 1 hari. Setelah 24 jam daging dikeluarkan dan
dilakukanpenimbangan ulangsebagai berat akhir(b). Nilai driploss dihitung dengan rumus:
Driploss (%) = (a−b)/a x 100%

12
2.3.5 Uji Cooking Loss
Uji ini dilakukan dengan memotong memotong daging dan menimbangnya dengan
berat yang didapat sebagai berat awal (a), kemudian daging dimasukkan ke dalam plastic
bersama termotere dan diikat menggunakan tali (pastikan tidak ada udara). Daging
dimauskkan ke dalam penangas air bersuhu 75 oC. selama 50 menit. Setelah itu, plasticberisi
daging tersebut dialirkan air selama 40 menit. Sampel daging dikeluarkan dari kantong dan
dikeringkan perlajan menggunakan tisu dan dilakukan penimbangan ulangsebagai berat
akhir (b). Nilai cooking loss dihitung menggunakan rumus: Cooking loss (%) = (a−b)/a x
100%
2.3.6 Uji Cemaran Mikrobiologi TPC (Total Plate Count)
Prosedur kerja pengujian ini yaitu menimbang sebanyak 1 gram sampel daging
kambing secara aseptik kemudian dihaluskan dan dimasukkan ke dalamtabung reaksi.
Tambahkan larutan BPW 0,1% hingga 10 ml kedalam tabung reaksi yang sudah berisi
sampel tersebut. Ini merupakan larutan dengan pengenceran 10-1. Pindahkan 1 ml suspensi
pengenceran 10-1 tersebut dengan pipet steril ke dalam larutan 9ml BPW untuk mendapatkan
pengenceran10-2. Buat pengenceran 10-5,10-6,10-7 dengan cara yang sama seperti pada
prosedur sebelumnya sesuai kebutuhan. Masing-masing diambil 1 ml dan dituang ke dalam
cawan petri steril. Tambahkan 10 – 15 ml PCA yang sudah didinginkan hingga temperatur
45°C - 50°C dan tutup cawan petri. Supaya larutan sampel dan media PCA tercampur
seluruhnya, lakukan pemutaran cawan membentuk angka delapan dan diamkan sampai
memadat. Inkubasikan pada suhu 37°C selama 24-36 jam dengan meletakkan cawan pada
posisi terbalik. Untuk perhitungan koloni, hitung jumlah koloni pada setiap seri pengenceran
kecuali cawan petri yang berisi koloni menyebar (spreader colony). Pilih cawan yang
mempunyai jumlah koloni 25 sampai dengan 250.

2.3.7 Uji Residu Antibiotik (Uji Bioassay)


Pemeriksaan residu antibiotic bertujuan untuk mengetahui adanya resistensi bakteri
pada sampel, prinsip pemeriksaan residu antibiotika yaitu akan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pada media agar. Penghambatan dapat dilihat dengan terbentuknya daerah
hambatan sekitar kertas cakram/paperdisc. Besarnya diameter daerah hambatan
menunjukkan konsentrasi residuantibiotika. Alat dan bahan yang digunakan antara lain
sampel daging kambing, tabung reaksi, akuades, paper disc, dan Mueller Hinton Agar
(MHA). Pemeriksaan dilakukan dengan cara penanaman bakteri pada media Mueller- Hinton
Agar (MHA) dengan cara ektstrak daging sapi diambil 1 ml kemudian di-spread dengan
diratakan ke seluruh permukaan media agar. Kemudian ditempelkan antibiotik ciprofloxacin,
amikacin, penicillin, dan blank disc untuk kontrol. Kemudian diinkubasi pada inkubator
selama 24 jam pada suhu 37oC.

2.4 Pengujian Produk Olahan Daging Ayam (Kornet Ayam)


2.4.1 Uji Organoleptik
Prinsip kerja dari pemeriksaan kornet ayam yaitu dengan melibatkan fungsi panca
indera. Pemeriksaan meliputi bau, warna, dan rasa. Langkah kerjanya yaitu dimasukkan
kornet ayam ke dalam cawan petri, kemudian diamati bau, warna, dan rasa.
2.4.2 Uji pH
Sampel kornet ayam dituang ke dalam beaker glass kemudian dimasukkan pH meter
yang sudah dikalibrasi dan dilakukan pembacaan pH.
2.4.3 Uji Kadar Air
Uji kadar air pada kornet ayam dilakukan dengan menuang sampel kornet pada beaker
glass dan menimbangnya. Sampel kornet dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105°C
selama 3 jam lalu ditimbang kembali untuk mengetahui berat susu setelah diberi pemanasan.
Kadar air dihitung menggunakan rumus:

13
Kadar air (%) = (Berat awal-Berat akhir)/berat awal x 100%

14
2.4.4 Uji Cemaran Mikrobiologi MPN (Most Probable Number)
Pemeriksaan mikrobiologi dengan metode MPN dilakukan dengan carapengenceran
sample kornet sebanyak total 1gram kemudian dihomogenkan dengan larutan BPW 9 ml,
disebutsebagai pengenceran 10-0. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan cara yang sama
untuk pengenceran 10-1, 10-2 dan 10-3. Masing-masing pengenceran dimasukkan ke dalam
tabung reaksi berisi media LSTB serta tabung durham didalamnya dan diinkubasi pada suhu
37oC selama 24 jam. Hasil positif akan menunjukkan adanya gelembung udara pada tabung
durham. Hasil positif dilanjutkan dengan media BGLBB untuk pengujian confirm test. Hasil
positif ditentukan berdasarkan adanya gelembung dan kekeruhan.
2.4.5 Uji Kapang/Khamis
Pengujian ini dilakukan pada media SDA (Sabaroud Dextrose Agar). Pengujian ini
diawali dengan membuat media SDA yang dituang secukupnya pada cawan petri. Media
ditunggu sampai dingin dan mengeras. Kemudian, diambil 1 ml kefir dandiratakan pada
permukaan media.Media SDA diinkubasi pada suhu ruang selama 3 hari.
2.5 Pengujian Telur Burung Puyuh Raw
2.5.1 Uji Organoleptik
Pemeriksaan organoleptik telur burung puyuh dapat dilakukan dengan menggunakan
panca indera seperti mengamati kebersihan, keutuhan, bentuk kerabang telur, warna
kerabang, dan kehalusan. Sampel telur bebek ditimbang kemudian dilihat dan diraba
kerabang telur mulai dari ujung untu melihat kehalusan, ketebalan, bentuk, dan kebersihan
kerabang telur. Interpretasi telur yang memiliki kualitas baik yaitu bentuk permukaan
normal, dengan kerabang yang halus dan tebal, tidakditemukan adanya keretakan atau
pecahnya kerabang, serta tidak ditemukan fesespada kerabang telur.
2.5.2 Candling
Candling Telur burung puyuh dilakukan menggunakan candler untuk mengamati
kantung hawa, keretakan kerabang, kondisi kuning telur, bercak darah, danpertumbuhan
embrio. Kantung hawa yang diamati ditandai menggunakan spidol lalu dilakukan pengukuran
tinggi kantung hawa menggunakan kertas milimeter block.
2.5.3 Uji Organoleptik Sesudah Dipecah
Kemudian telur dipecahkan dan diletakkan pada cawan petri. Pengamatan dilakukan
secara visual pada bentuk kuning telur, warna, konsistensi, posisi, dan kebersihan kuning
dan putih telur
2.5.4 Uji Indeks Kuning Telur
Uji ini dilakukan setelah telur dipecahkah. Telur diletakkan pada cawan petri untuk
memudahkan pengukuran. Pengukuran dilakukan pada tinggi dan diameter kuning telur
menggunakan jangka sorong, lalu dihitung mengguankan rumus:
Tinggi Kuning Telur (mm)
Indeks Kuning Telur =
Diameter Kuning Telur (mm)
2.5.5 Uji Indeks Putih Telur
Uji ini dilakukan setelah telur dipecahkah. Telur diletakkan pada cawan petri untuk
memudahkan pengukuran. Pengukuran dilakukan pada tinggi dan diameter putih telur
menggunakan jangka sorong, lalu dihitung mengguankan rumus:
Tinggi Putih Telur (mm)
Indeks Putih Telur =
Diameter rata-rata tebal putih telur (mm)

15
2.5.6 Uji Haugh Unit (HU)
Uji HU dilakukan untuk mengamati kesegaran putih telur dapat diketahui dengan
menggunakan rumus: HU=100 log (H+7,57-1,7 W0,37)
2.5.7 Uji Cemaran Mikrobiologi TPC (Total Plate Count)
Uji cemaran mikrobiologi untuk total bakteri pada telur burung puyuh dilakukan
dengan metode TPC (Total plate count). Uji ini dilakukan mencampur 1 ml telur burung
puyuh yangtelah dihomogenkan. Kemudian telur yang telah homogen diambil 1 ml
dandicampur dengan 9 ml BPW (Buffered peptone water) 0.1%. Pengenceran tersebut
merupakan 10-1. Pengenceran 10-2 dilakukan dengan mengambil 1 ml dari pengenceran
sebelumnya dan dimasukkan kedalam tabung reaksi baru berisi 9 ml BPW, selanjutnya
dibuat pengenceran sampai 10-7 dengan cara yang sama. Penanaman bakteri dilakukan pada
cawan petri yang telah terisi 10-20 ml media PCA yang telah mengeras, diteteskan 0.1 ml
dari pengenceran 10 -1 sampai 10-7 pada7 cawan petri yang berbeda. Masing-masing cawan
petri diinkubasi dengan posisi terbalik dan diberi label, kemudian dimasukkan ke dalam
inkubator selama 24 jam di suhu 37oC.
2.5.8 Uji Cemaran Salmonella sp.
Uji cemaran Salmonella sp. pada sampel telur bebek dilakukan pada media SSA.
Sampel bakteri yang ditanam bakteri yang telah tumbuh pada media PCA. Bakteri diinkubasi
pada media SSA menggunakan ose, lalu diinkubasi dengan membalikkan cawan pada suhu
37°C selama 2 hari. Interpretasi hasil positif adanya bakteri pada sampel telur bebek
ditunjukkan adanya kolonibakteri berwarna hitam pada media SSA.

2.6 Pengujian Produk Olahan Telur (Tepung Kuning Telur)


2.6.1 Uji Organoleptik
Prinsip kerja dari pemeriksaan tepung kuning telur yaitu dengan melibatkan fungsi
panca indera. Pemeriksaan meliputi bau, warna, dan rasa. Langkah kerjanya yaitu
dimasukkan kefir ke dalam cawan petri, kemudian diamati bau, warna, dan rasa.
2.6.2 Uji pH
Sampel tepung kuning telur dituang ke dalam beaker glass kemudian dimasukkan pH
meter yang sudah dikalibrasi dan dilakukan pembacaan pH.
2.6.3 Uji Kadar Air
Uji kadar air pada tepung kuning telur dilakukan dengan menuang sampel susu pada
beakerglass dan menimbangnya. Sampel susu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu
105°C selama 3 jam lalu ditimbang kembali untuk mengetahui berat susu setelah diberi
pemanasan. Kadar air dihitung menggunakan rumus:
Kadar air (%) = (Berat awal-Berat akhir)/berat awal x 100%
2.6.4 Uji Cemaran Mikrobiologi MPN (Most Probable Number)
Pemeriksaan mikrobiologi dengan metode MPN dilakukan dengan cara pengenceran
sampel tepung kuning telur sebanyak total 1 gram kemudian dihomogenkan dengan larutan
BPW 9 ml, disebut sebagai pengenceran 10-0. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan
cara yang sama untuk pengenceran 10-1, 10-2 dan 10-3. Masing-masing pengenceran
dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi media LSTB serta tabung durham didalamnya dan
diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Hasil positif akan menunjukkan adanya
gelembung udara pada tabung durham. Hasil positif dilanjutkan dengan media BGLBB
untuk pengujian confirm test. Hasil positif ditentukan berdasarkan adanya gelembung dan
kekeruhan.
2.6.5 Uji Kapang/Khamis
Pengujian ini dilakukan pada media SDA (Sabaroud Dextrose Agar). Pengujian ini
diawali dengan membuat media SDA yang dituang secukupnya pada cawan petri. Media
ditunggu sampai dingin dan mengeras. Kemudian, diambil 1 ml tepung kuning telur dan
diratakan pada permukaan media. Media SDA diinkubasi pada suhu ruang selama 3 hari.
16
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Produk Susu Sapi Raw
Informasi sampel yang digunakan pada pengujian susu sapi segar adalah sebagai berikut.
Jenis sampel : Raw Milk
Tanggal pengujian : 23 April 2022
Asal sampel : Toko Susu, Dieng Malang.
Hasil pengujian produk susu berupa susu sapi segar dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Tabel Hasil Pemeriksaan Produk Susu Sapi Segar
No Nama Uji Parameter Hasil Standar
1. Organoleptik Warna Putih Putih
Bau Aromatis khas Aromatis khas susu
Rasa Gurih khas susu Gurih khas susu
Kekentalan Encer Encer
Kebersihan Bersih Bersih
2. Uji Kesegaran Uji pH 6 6,2
Uji Soxhlet Henkel 2mlx2=4,0 oSH 6,0oSH
Uji Alkohol Negatif Negatif
Uji Didih Negatif Negatif
3. Uji Berat Jenis Susu Berat Jenis 1,020g/ml 1,024g/ml
4. Pemeriksaan Kadar Lemak (Uji 1% 2%
Komposisi Susu Geber)
Kadar Protein 2,40%
5. Uji Pendugaan California Mastitis Negatif Negatif
Mastitis Test (CMT)
Uji Breed 5x104Sel/ml 2x106sel/ml
6. Pemeriksaan Total Plate Count 82x10 CFU/ml
6
2,1x106CFU/ml
Cemaran (TPC)
Mikrobiologi Eschericia coli 4x103 3/ml
*SNI 3141:2011
Hasil pengujian susu segar diantaranya uji organoleptik, uji kebersihan, penetapan berat
jenis susu, uji komposisi susu, pemeriksaan kesegaran susu, uji mastitis subklinis, pemeriksaan
mikrobiologis. Pada pengujian organoleptik pengujian dilakukan dengan mengandalkan panca
indra yang ada di manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan perabaan.
Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa warna susu adalah putih kekuningan. Warna putih pada
susu disebabkan oleh kandungan kasein pada susu. Warna kekuningan pada susu disebabkan oleh
kandungan karoten didalamnya. Pada pemeriksaan bau didapatkan bau yang khas pada susu. Bau
dan rasa pada susu dipengaruhi oleh pakan yang diberikan, kadar lemak, protein. Rasa asin pada
susu disebabkan kadar protein dan mineral yang tinggi sedangkan rasa manis pada susu disebabkan
oleh laktosa dan kadar Cl rendah. (Diastari dan Kadek, 2013).
Uji kesegaran susu dilakukan dengan uji alkohol yang didapat hasil negatif, arti negatif
adalah susu tidak pecah ketika ditambahkan alkohol. Uji alkohol positif menandakan bahwa susu
sudah mulai asam, bercampur kolostrum, maupun karena sapi terkena mastitis tahap awal. Hasil uji
keasaman susu didapat nilai pH 6. Berdasarkan SNI 01-3141-1998, rataan nilai pH untuk susu
berada pada kisaran 6-7 (Diastari dan Agustina, 2013).
Hasil derajat keasaman menggunakan metode soxlet Henkel didapat hasil yang dibawah
normal, hasil yang tidak normal dipengaruhi oleh faktor kebersihan saat pemerahan dan
bakteriyang normal berada dalam ambing, apabila sapi sakit maka jumlahnya akan meningkat
dengan kandungan didalamnya ada beberapa jenis bakteri asam laktat. Sementara untuk uji didih
denganhasil normal, karena derajat keasaman yang didapat masih dalam rentang normal (Nababan
et al., 2015).
17
Pemeriksan uji mastitis subklinis pada susu menggunakan metode CMT dan breed. Hasil
uji CMT bernilai negatif yang berarti ada reaksi antara reagen arylsfonate dengan DNA sel leukosit
yang membentuk jel. Semakin kental jel diartikan terdapat banyak sel leukosit pada susu (Fatonah
et al., 2020). Sementara untuk hasil breed didapat hasil bakteri berada dibawah batas maksimal,
haltersebut dikarenakan pengujian ini dilakukan pada susu yang diperoleh dari satu individu, bukan
dari satu ambing, jadi jumlah sel somatis yang didapat merupakan akumulasi dari keseluruhan
ambing. Uji breed sel somatic ini diperlukan untuk memastikan kejadian mastitis sebagai
penentukualitas susu. Susu yang berasal dari sapi mastitiss subklinis masih dapat dikinsumsi, tetapi
harusmelewati proses pemasakan untuk menurunkan cemaran bakteri lainnya yang mungkin terjadi
saat proses pemerahan dan lingkungan. Badan SNI (2011) telah menentukan bahwa susu sapi yang
diperah memenuhi syarat mutu jika hasil berat jenis 1,027 g/ml. Standar kadar lemak yang telah
ditetapkan berdasarkan SNI 01-3141-1998 adalah minimal 3,0% untuk susu segar.
Kadar lemak ditentukan dengan metode gerber. Adapun faktor yang mempengaruhi kadar
lemak pada susu sapi perah cara pemeliharaan, pakan,genetik, iklim, masa laktasi, dan status
kesehatan hewan (Fitriyanto dkk., 2013). Mutu mikrobiologis pangan ditentukan melalui pengujian
untuk menilai jumlah bakteri. Menurut SNI 3925:2008 dijelaskan jumlah maksimal kandungan
TPC yaitu 2,1x106 cfu/gram. Hasil uji didapatkan yaitu 82x106 cfu/gam dimana hasil ini melebihi
standard dari SNI yang dicurigai dapat disebabkan oleh kontaminasi dari lingkungan. Pada hasil
pemeriksaan E coli didapatkan hasil yaitu terdapat 4 koloni pada pengenceran 10-3.
3.2 Produk Olahan Susu (Kefir)
Proses penanganann yang baik dan tepat dalam mengolah susu segar menjadi produk
olahan susu mampu meminimalisir terjadinya kontaminasi cemaran mikroba. Hal ini dilakukan
untuk menjaga kualitas produk olahan susu yang layak diminum oleh manusia (Puspitarini and
Mubarakati, 2019). Berdasarkan hasil pemeriksaan secara visual dan perasa, didapatkan hasil
ujiorganoleptik kefir yaitu berwarna putih, dengan bauk has susu fermentasi, rasa asam, konsistensi
sedikit kental dan bersih. susu pasteurisasi normal dan layak dikonsumsi berdasarkan SNI
7552:2018. Pada uji cemaran mikrobiologi didapatkan hasil adanya cemaran yang ditandai dengan
terbentuknya gelembung pada tabung durham di media LSTBB dan BGLBB. Hasil pengujian
dibandingkan dengan table MPN didapatkan hasil yaitu 23 cemaran per g/ml dimana menurut
standard SNI harusnya tidak ada cemaran bakteri koliform pada susu fermentasi. Pada pengujian
kamir dinyatakan negative karena tidak ada jamur yang tumbuh pada media.
Informasi sampel yang diujikan olahan susu berupa susu pasteurisasi adalah sebagai
berikut Jenis sampel : kefir
Tanggal pengujian : 27 April 2022
Asal sampel : Yoghurt dan kefir 8 pisang candi
Hasil pengujian olahan susu berupa susu kefir dapat dilihat pada Tabel
3.2. Tabel 3.2 Tabel Hasil Pengujian Produk Olahan Kefir
No Nama Uji Parameter Hasil Standar
1. Organoleptik Warna Putih Putih
Bau Khas fermentasi Khas fermentasi
Rasa Asam Asam
Konsistensi Sedikit Kental Normal
Kebersihan Bersih Bersih
2. Uji Kadar air Kadar air Kurang dari 89,5%
3. Uji pH pH 4 4,2-4,6
4. Uji Cemaran Mikrobiologi Most probable 23 per g/ml Negatif
Number (MPN)
5. Uji Kapang Kamir Kapang/Kamir Negatif Negatif
SNI 7552:2018 “Minuman susu fermentasi”

18
3.3 Produk Daging Kambing Raw
Daging kambing diperiksa secara organoleptic yang meliputi bau, warna, konsistensi, dan
kebersihan dengan hasil normal dan baik menurut SNI 3925:2008 SNI 01-394-1995. Kesegaran
daging diuji berdasarkan pH dan daya ikat air. Nilai pH pada daging segar berada diantara nilai 5.3-
5.6. Konsidi daging yang terbuka di lingkungan membuat mudah tercemar oleh mikroba. Pada hasil
pemeriksaan didapatkan nilai pH yaitu 5. Nilai pH pada daging dapat disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain umur, jenis otot, glikogen otot dan kedaan stres sebelum pemotongan,
suhulingkungan dan perlakuan bahan bahan tambahan sebelum pemotongan. Daya ikat air
mempengaruhi terhadap hasil pH daging. Ketika terdapat air yang tertahan dalam otot, maka akan
meningkatkan nilai pH. Penurunan pH yang cepat akan berakibat daya ikat air rendah (Soeparno,
2009). Perubahan daya ikat air dapat diakibatkan oleh proses pemasakan, karena suhu yang tinggi
akan mendenaturasi protein. Pada hasil pemeriksaan cooking loss didapatkan hasil normal sebesar
31,5% sesuai dengan SNI. Besarnya nilai cooking loss dapat dipergunakan untuk mengestimasi
jumlah cairan dalam dagingmasak. Nilai cooking loss yang rendah mengindikasikan kondisi daging
berada pada kondisi baik. Nilai cooking loss yang rendah diartikan bahwa nilai gizi daging yang
berkurang dalam proses pemasakan jauh lebih rendah. Pemeriksaan Drip loss didapatkan hasil yaitu
1,75% dimana hasil ini berada dibawah standard SNI. Hal ini berhubungan dengan daya ikat air
daging. Bila daya ikat air meningkat maka drip akan menurun (Soeparno, 2009). Uji kebusukan
daging di identikan dengan adanya bakteri akibat kontaminasi proses pemotongan, hasil yang
didapat pada pengujian kali ini adalah negatif, artinya daging kambing berada dalam keadaan baik
dan layak dikonsumsi. Mutu mikrobiologis pangan ditentukan melalui pengujian untuk menilai
jumlah bakteri. Menurut SNI 3925:2008 dijelaskan jumlah maksimal kandungan TPC yaitu 1 x106
cfu/gram. Hasil uji didapatkan yaitu 3x106 cfu/gam dimana hasil ini melebihi standard dari SNI yang
dicurigai dapat disebabkan oleh kontaminasi dari lingkungan. Hasil pengujian terhadap residu
antibiotik didapatkan hasil negatif. Residu antibiotika adalah antibiotik yang menjadi bahan kimia
ikutan dalam produk daging yang jika dikonsumsi secara sustainable dapat menimbulkan AMR
(Prameswari etal., 2019).
Informasi sampel yang digunakan pada pengujian daging kambing adalah sebagai
berikut. Jenis sampel : Daging kambing
Tanggal pengujian : 26 April 2022
Asal sampel : Pasar besar
Hasil pengujian produk berupa daging kambing dapat dilihat pada Tabel
3.3. Tabel 3.3 Tabel Hasil Pengujian Daging kambing Raw
No Nama Uji Parameter Hasil Standar
1. Uji Organoleptik Bau Khas daging Khas daging
kambing segar kambingsegar
Warna Merah tua khas Merah Khas
daging segar DagingSegar
Konsistensi Kenyal Kenyal
Kebersihan Bersih Bersih
2. Uji Kesegaran Pengukuran pH 5 5.3-5.6
Daging Pemeriksaan B1=5,7gram 4.90-8.94%
DripLoss B2=5,6gram
1,75%
Pemeriksaan B1=9,2gram 15-40%
Cooking Loss B2=6,3gram
31,5%
3. Pemeriksaan Awal Uji Eber Tidak ada awan putih Tidak ada awan putih

19
Pembusukan Daging Uji H2S Tidak berwarna Tidak berwarna hitam
Hitam
4. Pemeriksaan Total Plate Count 3x106CFU/gram Maksimum jumlah
Mikrobiologi Daging (TPC) bakteri
1x106CFU/gram
5. Residu Antibiotik Uji Bioassay Negatif Negatif
SNI 3925:2008 SNI 01-394-1995
3.4 Produk Olahan Daging Ayam (Kornet ayam)
Sampel kornet ayam dalam kaleng telah sesuai dengan SNI-01-3775-3-2006 yang
menyebutkan bahwa hasil pengujian terhadap kaleng didapatkan hasil tidak bocor, tidak
kembang, tidak berkarat, permukaan dalam tidak bernoda, lipatan kaleng baik. Mengemas
makanan dalam kaleng merupakan salah satu teknologi pengawetan makanan dengan cara
sterilisasi dengan suhu tinggi. Kerusakan utama yang terjadi pada bahan makanan yang dikemas
dalam kaleng adalah kerusakan yang diakibatkan oleh mikroba yang menyebabkan makanan
menjadi berbau busuk, asam dan bahkan beracun. (Sasmito, 2005).
Hasil Pengujian Organoleptik pada sampel Kornet menunjukkan warna, bau dan
konsistensi yang normal. Hasil uji organoleptik pada sampel kornet pada kemasan luar maupun
bagian dalam sudah sesuai dengan standart SNI. Warna daging diperoleh hasil bahwa warna
kornet adalah coklat kemerahan. Pengujian kadar air pada sampel, diperoleh angka 57,3 %, hasil
tersebut masih berada dibawah standart SNI yaitu 70% untuk produk kornet kemasan kaleng.
Kadar air yang tinggi pada produk olahan daging akan mempercepat terjadinya proses
pembusukkan. Pengujian Formalin pada sampel kornet juga menunjukkan hasil negatif dan
sudah sesuai dengan standat SNI. Formalin merupakan senyawa kimia golongan formaldehid.
Penambahan formalin dilakukan selama masa pengiriman atau penyimpanan.
Pengujian Mikrobiologi pada sampel kornet dilakukan dengan MPN menggunakan
LSTBB dan BGLBB untuk mengetahui jumlah bakteri koliform. Hasil pengujian mikrobiologi
menunjukkan hasil koloni sebanyak <3 APM/g, Hal ini telah sesuai dengan standard SNI yang
ditetapkan
Pada pengujian terhadap cemaran yeast dan mold menggunakan media SDA. SDA
merupakan media yang digunakan untuk mengidentifikasi atau menentukan jenis jamur yang
telah dibiakkan dalam media. Hasil pengujian Yeast and Mold menunjukkan hasil positif dengan
jumlah cemaran 28 koloni/gram. Hasil tersebut melebihi dengan standart yang ditetapkan oleh
SNI, bahwa kornet yang layak konsumsi memiliki tidak memiliki cemaran Yeast and Mold.
Hasil ini dapat disebabkan oleh kontaminasi pada saat pembukaan kaleng hingga pengujian
dilakukan.
Informasisampel yang diujikan produk olahan kornet ayam adalah sebagai berikut.
Jenis sampel : Kornet Ayam
Tanggal pengujian : 18 Mei 2022
Asal sampel : Indomaret
Hasil pengujian produk olahan berupa sosis daging ayam dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3. 4 Tabel Hasil Pengujian Produk Olahan Kornet ayam
No Nama Uji Parameter Hasil Standar
1. Organoleptik Warna Coklat Coklat tua hingga
kemerahan kemerahan
Bau Normal khas Aromatis khas daging
kornet ayam olahan
Rasa Sedikit asin, Khas daging ayam
berbumbu olahan
Konsistensi Lunak Normal
Kebersihan Bersih Bersih
2. Uji Kadar air Kadar air 57,3% 70%
20
21
3. Uji pH pH 6
4. Uji Bahan Tambahan Formalin Negatif Negatif
dan Pengawet
Boraks Negatif Negatif
5. Uji Cemaran Most probable <3 APN/gram 10 APN/gram
Mikrobiologi Number (MPN)
6. Uji Kapang Kamir Kapang/Kamir 28 koloni/gram 10 kologi/gram
SNI 3775:2015 “Kornet daging”
3.5 Produk Telur Puyuh Raw
Dari pengujian organoleptik yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa telur puyuh tidak
mengalami kerusakan secara fisik, hal ini menambah nilai jual karena setiap konsumen dipastikan
akan meberikan penilaian terkait kebersihan dan kondisi kerabang sebelum membelinya
(Wulandari, 2002). Hasil pengujian secara organoleptik tersebut meliputi warna kerabang telur
putih dengan spot hitam, bentuk telur oval dan baik, bau khas telur, kerabang halus dan licin. Selain
itu ketebalan kerabang telur tebal, utuh atau tidak ada keretakan, serta kerabang bersih dari kotoran.
Kualitas kerabang menjadi penentu utama dalam menjaga kualitas internal telur selama masa
penyimpanan. Kerabang merupakan barrier pertama pelindung isi telur dari kontaminasi atau
kerusakan fisik. Kemudian dilakukan pemeriksaan kesegaran telur dengan pemeriksaan
peneropongan telur (candling). Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi telur, keadaan
kerabang, dan tinggi kantung hawa dengan menggunakan bantuan cahaya. Hasil menunjukkan
bahwa tidak ada embrio di dalam sampel telur puyuh. Selain untuk melihat ada tidaknya embrio,
candling telur juga dapat digunakan untuk mengukur tinggi kantung hawa. Hasil pengukuran tinggi
kantung hawa yaitu 2,15 cm. Besar kecilnya kantung hawa dapat menunjukkan umur dari telur
tersebut. Lama penyimpanan (tua) dapat berpengaruh nyata terhadap kedalaman kantung hawa.
Semakin lama penyimpanan (tua), maka akan semakin besar kedalaman kantung hawa.
Pemeriksaan kesegaran telur selanjutnya adalah perendaman telur ke dalam air garam 10%
menggunakan beker glass. Hasil perendaman dengan air garam 10% menunjukkan telur puyuh
mengambang. Hal ini menunjukkan bahwa sampel telur puyuh yang digunakan bukan merupakan
telur segar dan sedikit lama masa simpannya (tua).
Pemeriksaan berikutnya yaitu melakukan pemeriksaan dengan membuka bagian dalam telur.
Pemecahan telur dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak merusak bagian dalam telur untuk
melihat kondisi bagian dalam telur puyuh tersebut secara baik. Pemeriksaan kualitas telur dengan
cara dibuka bagian kerabangnya kemudian diletakkan di cawan petri meliputi pemeriksaan putih
telur, pemeriksaan kuning telur, albumin index, yolk index, dan Haugh Unit. Kondisi putih telur
pada saat pemeriksaan menunjukkan tidak adanya bercak darah atau benda asing, bersih, dan
dengan kondisi kuning telur yang normal berada di bagian tengah. Selanjutnya dilakukan
pengukuran indeks putih telur dan indeks kuning telur. Nilai indeks telur merupakan perbandingan
antara lebar dan panjang telur. Semakin tinggi nilai indeks telur maka telur akan semakin bulat, dan
semakin tinggi nilai indeks maka semakin segar keadaan telur. Nilai indeks putih telur puyuh yang
didapatkan yaitu 0,042 cm dan indeks kuning telur yaitu 0,34 cm. Hasil dari nilai Haugh Unit (HU)
sampel telur puyuh yaitu 54,8 yang berarti sampel telur puyuh ini menunjukkan telur berada pada
kualitas telur mutu 3. Menurut Sudaryani (2000), nilai Haugh Unit (HU) yang tinggi menunjukkan
kualitas telur tersebut juga tinggi.
Hasil Uji Total Plate Count (TPC) yang dilakukan menunjukkan adanya sejumlah koloni
sebanyak 2 x 106 CFU/g. Hasil ini sangat jauh berbeda dengan nilai standar telur konsumsi yaitu 1 x
105 CFU/ml. Nilai tersebut menunjukkan bahwa isi telur sudah tercemar atau terkontaminasi oleh
mikroba, dan juga sudah terlihat pada saat perendaman air garam yang menunjukkan telur puyuh
tersebut melayang/mengambang yang merupakan salah satu indikasi bahwa umur penyimpanan
telur yang sudah semakin tua.umur yang semakin tua mempengaruhi adanya koloni mikroba yang
mungkin akan semakin banyak apabila sudah terjadi pencemaran sebelumnya.

22
Uji cemaran mikroba selanjutnya adalah uji Salmonella dengan melakukan penanaman
koloni sampe telur puyuh dari hasil TPC yang distrik menggunakan ose pada media Salmonella
Shigella Agar (SSA). Hasil yang diperoleh dari uji Salmonella ini adalah negatif atau tidak ada
koloni bening yang tumbuh pada media SSA. Informasi sampel yang digunakan pada pengujian
daging kambing adalah sebagai berikut.
Jenis sampel : Telur puyuh Raw
Tanggal pengujian : 26 April 2022
Asal sampel : Pasar besar
Hasil pengujian produk berupa telur puyuh dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3. 5 Tabel Hasil Pengujian Produk Telur puyuh Raw
No Nama Uji Parameter Hasil Standar
1. Uji Organoleptik Keutuhan Utuh Utuh
Sebelum Dibuka Bentuk Oval Oval
Warna Putih dengan Putih dengan bercak
bercak coklat coklat normal
normal
Kehalusan Halus Halus
Kebersihan Bersih Bersih
Berat Telur 11,5 gram 10-14gram
2. Uji Organoleptik Kebersihan Bersih Bersih
Setelah Dibuka Konsistensi Kental Kental
(Kuning Telur) Bentuk dan Posisi Kuning telur
bulat berada
ditengah
Penampakan Batas Batas jelas Batas jelas
Bau Khas telur Khas telur
3. Peneropongan Telur Kantung Hawa Telur 2,15 cm
(Candling) Kuning Telur Tidak ada Tidak ada
pembuluh darah pembuliuh darah
atau embrio
Bercak Darah Tidak ada Tidak ada bercak darah
bercak darah
Keretakan Kerabang Tidak ada Tidak ada keretakan
keretakan
4. Uji Indeks Indeks Kuning Telur 0,34 0,3-0,5
Indeks Putih Telur 0,042 0,05-0,17
5. Uji Haugh Unit Putih Telur 54,8 (Mutu III) Mutu I Haugh Unit  72
Mutu II Haugh Unit  62-
72
Mutu III Haugh Unit ≤ 60
6. Uji Cemaran Cemaran Salmonella Negatif Negatif
Mikrobiologi sp. pada media SSA
Total Plate Count 2 x 106 CFU/g 1 x 105 CFU/g (SNI
(TPC) 7388:2009)
SNI 3926:2008) (Joni dkk., 2016)
3.6 Produk Olahan Tepung Kuning Telur
Pemeriksaan tepung kuning telur secara organoleptik menunjukkan warna kuning, bauk
has kuning telur, dan konsistensi halus. Hal ini sudah sesuai dengan SNI 3820:2015. Uji kadar
air adalah banyaknya kandungan air yang terdapat dalam suatu bahan. Pada pengujian kali ini,
nilai kadar didapatkan melebihi SNI yaitu sebesar 15%. Nilai kadar air dapat ditentukan dari
23
pengurangan berat suatu bahan yang dipanaskan pada suhu pengujian. Kadar air erat
hubungannya dengan tekstur produk, cita irasa, penampakan, iaya simpan suatu bahan pangan
(Winarno, 2002). Jumlah kadar air pada tepung kuning telur telah dikurangi hingga batas dimana
mikroorganisme tidak dapat tumbuh. Berdasarkan SNI kadar air memiliki standar maksimal 5%.
Pada pengujian mikrobiologis didapatkan hasil uji MPN yaitu diatas angka normal sebesar
150 APN/gram dimana angka ini berada diatas angka normal uyaitu sebesar 1 APN/gram. Pada uji
kapang/khamir didapatkan hasil positif dengan koloni yang sangat banyak dan tidak dapat
dihitung, padahal menurut SNI seharusnya pada tepung kuning telur negative kapang/khamir.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada pengujian ini, tepung kuning telur tidak aman untuk
dikonsumsi karena memiliki kualitas dibawah SNI.
Informasi sampel yang digunakan pada pengujian tepung kuning telur adalah sebagai berikut.
Jenis sampel : Tepung kuning telur
Tanggal pengujian : 18 Mei 2022
Asal sampel : Pasar besar
Hasil pengujian produk berupa daging kambing dapat dilihat pada Tabel 3.6.
Tabel 3. 6 Tabel Hasil Pengujian Produk Tepung Kuning Telur
No Nama Uji Parameter Hasil Standar
1. Organoleptik Warna Kuning Kuning Cerah
Bau Aromatis telur Aromatis Telur
Rasa Khas telur Khas telur
Konsistensi Halus Halus
Kebersihan Bersih Bersih
2. Uji Kadar air Kadar air 15% Maksimal 5%
3. Uji pH pH 5 5-7.5
4. Uji Cemaran Most probable 150 APN/gram 1 APN/gram
Mikrobiologi Number (MPN)
5. Uji Kapang Kamir Kapang/Kamir Positif Negatif
SNI 3820:2015

24
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penguji yang telah dilakukan maka didapatkan hasil bahwa susu sapi memilki
kadar protein dan lemak yang lebih rendah dari standar SNI serta memilki tingkat cemaran
mikroba diatas SNI. Pemeriksaan pada kefir didapatkan hasil bahwa kefir tersebut memilki
cemaran mikroba koliform diatas SNI dan negatif pada uji kapang/khamir. Hasil pemeriksaan
daging kambing yang dilakukan yaitu pemeriksaan drip loss berada dibawah SNI dengan
cemaran mikroba yang berada di atas SNI. Pada pemeriksaan residu antibiotik menunjukkan
hasil negatif. Pada pemeriksaan awal kebusukan sudah sesuai dengan SNI. Pemeriksaan kornet
ayam didapatkan hasil bahwa organoleptik sesuai dengan SNI dan hasil positif untuk uji
kapang/khamir serta hasil uji cemaran mikrobiologi berada di atas standar. Pemeriksaan telur
puyuh didapatkan hasil bahwa telur sampel memiliki indeks putih telur dibawah SNI sedangkan
dan indeks kuning telur sudah sesuai standar. Pada pemeriksaan mikrobiologi didapatkan hasil
bahwa cemaran mikroba diatas SNI dan pada uji salmonella didapatkan hasil negatif.
Pemeriksaan pada tepung kuning telur didapatkan hasil bahwa tepung memiliki memiliki hasil
positif pada uji kapang/khamir, hasil uji mikrobiologi MPN diatas standard serta kadar air
diatasstandard.
4.2 Saran
Sebaiknya mahasiswa PPDH lebih memahami prosedur uji dan dapat melakukan uji secara
higienis untuk meminimalisir kontaminasi pada sampel. Perlu adanya peningkatan dan tata
aturan laboratorium dalam menjaga sterilitas laboratorium dari cemaran. Cemaran mikroba pada
ruangan dapat berakibat pengujian yang tidaksesuai.

25
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman SNI 01-2891-1992
Badan Standardisasi Indonesia. 2006 . Corned Beef. SNI 01 – 2894 – 1995
Badan Standardisasi Indonesia. 2006. Petunjuk pengujian Organoleptik dan Sensori. SNI 01-2346-
2006
Badan Standardisasi Indonesia. 2008. Metode Pengujian Cemaran Mikroba dalam Daging, Telur,
dan Susu serta Olahannya. SNI 2897 : 2008
Fatonah, A., Harjanti, D.W., Wahyono, F., 2020. Evaluasi Produksi dan Kualitas Susu pada Sapi
Mastitis. J. Agripet 20, 22–31. https://doi.org/10.17969/agripet.v20i1.15200.
Kurtini, T., K. Nova., dan D. Septinova. 2011. Produksi Ternak Unggas. Universitas Lampung.
Lukman DW, Sanjaya AW, Sudarwanto M, Soejoedono RR, Purnawarman T, Latif H. 2007. Higiene
Pangan. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nababan, M., Suada, I.K., Swacita, I.B.N., 2015. Kualitas Susu Segar pada Penyimpanan Suhu Ruang
Ditinjau dari Uji Alkohol, Derajat Keasaman dan Angka Katalase 9.
Pramesthi, R., T. H. Suprayogi, dan Sudjatmogo. 2015. Total Bakteri dan pH Susu Segar Sapi Perah
Friesian Holstein di Unit Pelaksana Teknis Daerah dan Pembibitan Ternak Unggul
Mulyorejo Tengaran-Semarang. Animal Agriculture Journal 4(1): 69-74.
SNI 01-3141-1998. Standar untuk susu murni.
SNI 2897-2008. Metode Pengujian Cemaran Miktoba dalam Daging, Telur, dan Susu, serta Hasil
Olahannya.
Winarno, F. G.2011. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wuryaningsih, E., n.d. Kebijakan Pemerintah Dalam Pengamanan Pangan Asal Hewan.
Sudaryani, T. 2000. Pembibitan Ayam Ras. Jakarta : Penebar Swadaya.
Wulandari, Z. 2002. Sifat Organoleptik, Sifat Fisiko-kimia, dan Total Mikroba Telur Itik Asin Hasil
Penggaraman dengan Tekanan. Thesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

26
LAMPIRAN
NO GAMBAR KETERANGAN
1. Organoleptik sebelum dibuka

2. Pengukuran berat telur

3. Pengukuran kerabang telur

4. Uji apung

27
5. Candling telur

6. Organoleptik setelah dibuka

7. Pengukuran diameter putih telur

NO GAMBAR KETERANGAN
1. Uji bioassay

28
2. Pengujian TPC

3. Pengujian MPN LSTBB

4. Pengujian MPN BGLBB

5. Pengukuran drip loss

29
6. Sampel kefir

7. Uji kapang/khamir

8. Uji boraks

9. Pemeriksaan kadar air

30
LAPORAN KEGIATAN PPDH
ROTASI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
BALAI KARANTINA PERTANIAN KELAS I
PEKANBARU PERIODE 2021/2022
GELOMBANG X KELOMPOK 6

“PENGELUARAN MADU DARI PEKANBARU MENUJU MALAYSIA DAN


PEMASUKAN KUCING MIX DARI BANDUNG MELALUI
BANDARA SULTAN SYARIF QASIM II”

Oleh :

David Christian P., S.KH. 210130100111083

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan hikmat yang
telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Rotasi Balai Karantina
Pertanian Kesehatan Masyarakat Veteriner dengan judul “Pengiriman Madu Dari
Pekanbaru Menuju Malaysia Dan Pemasukan Kucing Mix Dari Bandung Melalui Bandara
Sultan Syarif Qasim II” PPDH Gelombang X Kelompok 6 dengan baik dan lancar. Selama
proses pengerjaan laporan ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari orang di sekitar
penulis. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarnya kepada:

1. Drh. Murni Yenti selaku SubKoordinator Karantina Hewan, drh. Nisrina Siregar dan
drh. Ruhatamisari selaku Penanggung Jawab Operasional Karantina Hewan Bandara
Sultan Syarif Qasim II serta jajaran Paramedik Karantina Hewan yang sangat berjasa
dalam membantu serta memberikan materi dan juga fasilitas untuk mendorong
mahasiswa agar semakin majudan berkembang.
2. Drh. Dyah Ayu Oktavianie, A.P.,M.Biotech serta jajaran keorganisasian dari Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Brawihaya yang sangat berjasa dalam memberikan
fasilitas serta mendorong mahasiswa agar semakin maju dan berkembang.
3. drh. Nofan Rickyawan, M.Sc selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter Hewan yang
telah membantu, memberikan arahan serta membimbing kami dengan penuh
kesabaran, serta memberikan nasehat dalam menjalankan pendidikan selama koas.
4. drh. Ajeng Erika Prihastuti Haskito, M.Si selaku dosen Koordinator Rotasi Kesehatan
Masyarakat yang telah meluangkan waktunya, memberi arahan, motivasi,
membimbing dengan penuh kesabaran serta memberikan nasehat.
5. Kolega mahasiswa PPDH Gelombang X termasuk teman-teman kelompok 6 yang
selalu memberikan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan dengan
baik.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna dan banyak
kekurangan, untuk itu penulis memohon maaf untuk kekurangan tersebut. Semoga laporan
ini dapat bermanfaat, menambah pengetahuan terkait dunia kesehatan maupun pengalaman
bagi para pembaca.

Penulis

ii
DAFTAR ISI
COVER......................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................................................2
1.4 Manfaat..................................................................................................................................2
BAB 2. METODE KEGIATAN................................................................................................3
2.1 Pelaksanaan Rotasi di Lapangan............................................................................................3
2.2 Studi Kasus.............................................................................................................................3
2.2.1 Pengeluaran Madu ke Malaysia......................................................................................3
2.2.2 Pemasukan Domestik Kucing Mix dari Kota Bandung..................................................4
2.3 Studi Pustaka Alur Lalu Lintas Media Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina
(MP HPHK).............................................................................................................................4
2.3.1 Alur Lalu Lintas Pengeluaran Madu ke Malaysia..........................................................4
2.3.2 Alur Lalu Lintas Pemasukan Domestik Kucing Mix dari Kota Bandung...................5
BAB 3. PEMBAHASAN............................................................................................................6
3.1 Prosedur Administrasi Lalu Lintas Media Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina......6
3.1.1 Prosedur Administrasi Lalu Lintas Internasional Pengeluaran Madu............................6
3.1.2 Prosedur Administrasi Pemasukan Kucing Mix dari Kota Bandung.............................7
3.2 Kewenangan Dokter Hewan dalam Pelaksanaan Tindakan Karantina 8P dan
Dokumen Karantina yang Menyertai Terhadap MP-HPHK.................................................8
3.3 Pemeriksaan Dokumen dan Penunjang untuk Peneguhan Diagnosa pada Mp-HPHK.........10
3.3.1 Pengeluaran Madu menuju Malaysia.............................................................................10
3.3.2 Pemasukan Domestik Kucing Mix dari Kota Bandung.................................................10
BAB 4. PENUTUP.....................................................................................................................11
4.1 Kesimpulan...........................................................................................................................11
4.2 Saran......................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................12
LAMPIRAN...............................................................................................................................13

iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdagangan termasuk dalan salah satu aspek utama dalam roda perekonomian
suatu negara. Alur perdagangan awalnya terbatas hanya pada suatu wilayah, namun
dengan perkembangan zaman, transportasi dan teknologi serta adanya kerja sama dengan
negara lain menyebabkan meluasnya alur perdagangan (Hasoloan, 2013). Globalisasi
mendorongadanya perdaganagan antar negara yang berupa jasa, barang, maupun tenaga
kerja. Perdagangan internasional dilakukan dengan kegiatan ekspor dan impor. Pada era
globalisasi dan perdagangan internasional menjadikan tidak adanya hambatan bagi
produk pertanian yang dilalu lintaskan antar negara, kepulauan, atau antar wilayah yang
dapat menimbulkan lalu lintas perdagangan terhadap semya jenis media atau komoditas
perdagangan termasuk komoditas hewan dan produk-produk asal hewan yang semakin
meningkat. Indonesia memiliki potensi sumber daya berlimpah serta dimanfaatkan untuk
kegiatan internasional. (Zubaedah dkk., 2015).
Kebijakan yang mengatur hubungan dagang antar negara anggota maupun non
anggota yang meliputi ekspor dan impor yang tidak dapat dihindari disebut
denganperdagangan bebas. Hal ini berkaitan dengan peningkatan potensi munculnya
risiko masuk dan keluarnya Hama dan Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dari luar ke
dalam wilayah Republik Indonesia maupun dari wilayah Republik Indonesia ke luar
wilayah Indonesia (Purnamawati dan Fatmawati, 2013).
Status penyakit endemik yang berbeda-beda di setiap wilayah Indonesia menjadi
suatutantangan bagi Badan Karantina Pertanian (Barantan) dalam menjalankan tugasnya
untuk menghindari penyebaran penyakit antar wilayah. Petugas Karantina Hewan
melakukan pengamatan dan penjagaan lalu lintas MP-HPHK yaitu menjaga Indonesia
tetap bebas terhadap penyakit zoonosis, mengimplementasikan kebijakan untuk
melakukan penjagaan terhadap lalu lintas MP-HPHK, melakukan tindakan karantina
untuk mencegah keluar, masuknya dan tersebarnya suatu penyakit di Indonesia.
(Baraniah, 2009).
Peran karantina dalam pengawasan dan pemeriksaan sangat penting karena
memiliki tugas untuk mengawasi dan memeriksa seluruh hewan, produk-produk asal
hewan, dan media pembawa serta bahan lainnya yang dapat menimbulkan potensi risiko
pembawa penyakit hewan yang dilalu lintaskan. Dengan demikian, karantina merupakan
barrier atau pertahanan pertama (first line of defence) suatu negara dan menjadi ujung
tombak dalam pencegahan, penolakan dan pengawasan menyebarnya HPHK dari luar
wilayah NKRI, darisatu area ke area lain di wilayah NKRI, ataupun dari dalam wilayah
NKRI ke luar negeri (Badan Karantina Pertanian, 2015).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari koasistensi Kesehatan masyarakan veteriner di Balai Karantina
Pertanian Kelas I Pekanbaru adalah:
1. Bagaimana peran dan fungsi dokter hewan dan paramedik karantina hewan di lingkup
kerja Balai Karantina Pertanian Kelas I Pekanbaru terkait dengan pencegahan
menyebarnya Hama dan PenyakitHewan Karantina (HPHK)?
2. Bagaimana tahapan teknis pelaksanaan pemeriksaan Tindakan karantina untuk lalu
lintas domestik dan internasional?
1
1.3 Tujuan
Tujuan pelaksanaan rotasi Kesehatan masyarakat veteriner di Balai Karantina Pertanian
Kelas I Pekanbaru adalah:
1. Mengetahui peran dan fungsi dokter hewan dan paramedik karantina hewan
terkait pencegahan penyebaran HPHK di Balai Karantina Pertanian Kelas I
Pekanbaru.
2. Mengetahui tahapan teknis pemeriksaan tindakan karantina lalu lintas domestik dan
internasional.

1.4 Manfaat
Manfaat dari pelaksanaan rotasi Kesehatan masyarakat veteriner di Balai Karantina
Pertanian Kelas I Pekanbaru untuk mahasiswa PPDH yaitu dapat menambah wawasan
dan memahami serta mampu melaksanakan sistem secara teknis tindakan karantina
hewan secara domestik dan internasional.

2
BAB II. METODE

2.1 Pelaksanaan Rotasi di Lapangan


Tempat pelaksanaan koasistensi mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya bidang karantina dilakukan secara
luring di Balai Karantina Pertanian Kelas I Pekanbaru yang berlokasi di Gedung
Karantina Pertanian, Jalan Pattimura No.10 Pekanbaru – Riau 28131. Pelaksanaan rotasi
pada tanggal 9 – 13 Mei 2022.
Tabel 2.1 Daftar Kegiatan PPDH Kelompok 6 Rotasi Kesehatan Masyarakat Veteriner di
Balai Karantina Pertanian Kelas I Pekanbaru.
Hari/Tanggal Kegiatan Tempat Pelaksana
Senin, 9 Mei 2022 Penerimaan Mahasiswa Balai Karantina drh. Murni Yenti
PPDH dan perkenalan Pertanian Kelas I drh. Nisrina Siregar
profil. Pekanbaru drh. Ruhatamisari
Pemeriksaan, Pengiriman Kantor Karantina drh. Ruhatamisari
Sarang Burung Walet Pertanian Bandara
menuju Jakarta Pusat Sultan Syarif
Qasim II
Selasa, 10 Mei 2022 Pengenalan Instalasi Balai Karantina drh. Murni Yenti
Karantina Hewan Pertanian Kelas I
Pekanbaru
Materi UU 21, PP 82 Balai Karantina drh. Nisrina Siregar
Penggolongan HPHK Pertanian Kelas I
Pekanbaru
Kunjungan ke Cargo Terminal Kargo Aldo Rasdana
Bandara Sultan Syarif
Qasim II
Pemasukan Kucing Mix
dari Kota Bandung
Rabu, 11 Mei 2022 Pengenalan kegiatan di Laboratorium drh.Ruhatamisari
Laboratorium dan Instalasi Karantina Lisa Suryani
pengujian HA HI AI Hewan
Kamis, 12 Mei 2022 Materi tindak karantina Pelabuhan Sungai drh. Murni Yenti
di Pelabuhan Sungai Duku Ilham Sabta
Duku
Jum’at, 13 Mei 2022 Kegiatan di Balai Balai Karantina drh. Murni Yenti
Pertanian Pekanbaru Pertanian Kelas I
Pekanbaru

2.2 Studi Kasus


2.2.1 Pengeluaran Madu ke Malaysia
Pengeluaran madu dilakukan oleh Pemilik yang beralamat di Jalan Utama,
Kota Pekanbaru, Riau untuk pengiriman ke Malaysia yang diterima oleh Yanto
Mendi, Malaysia sebanyak 1 Kg melalui Bandar Udara Sultan Syarif Qasim II.
Madu dikirim menggunakan Pesawat Udara. Madu merupakan komoditas yang
termasuk dalam kategori Bahan Asal Hewan HPHK yang perlu dilewati Balai
Karantina Pertanian untuk dilakukan proses karantina dan administrasi. Setelah
proses administrasi dan proses pemeriksaan pada madu dinyatakan bebas dari

3
potensi HPHK maka produk pengeluaran diterbitkan KH-12 yaitu sertifikat
sanitasi produk hewan dan dilakukan pengiriman menuju Malaysia.
2.3.2 Pemasukan Kucing Mix dari Kota Bandung
Studi kasus kedua yang akan dianalisa dalam laporan hasil kegiatan yaitu
terkait penerimaan kucing Mix sebanyak satu ekor. Pada tanggal 10 Mei 2022
terdapat laporan rencana pemasukan satu ekor kucing mix yang dikirim dari
Bandar Udara Husein Sastranegara kota Bandung menuju tempat pemasukan di
Bandar Udara Sultan Syarif Qasim II. Pengiriman dilakukan oleh Septiani berasal
dari Bandung yang telah melengkapi dokumen persyaratan administrasi dan teknis
yang ditetapkan oleh Balai Karantina Pertanian kota Bandung.
Dokumen persyaratan utama yang telah dilengkapi antara lain Sertifikat keterangan
kesehatan hewan (KH-11), penerimaan melalui terminal kargo Bandar Udara
Husein Sastranegara, Pelaporan dan penyerahan kepada petugas karantina di
tempat pemasukan untuk selanjutnya dilakukan tindakan karantina. Persyaratan
tambahan yang telah dilengkapi antara lain surat keterangan bebas rabies dan surat
keterangan vaksin lengkap yang diproses di karantina pengeluaran yaitu Balai
Karantina Pertanian kota Bandung.
2.3 Studi Pustaka Alur Lalu Lintas Media Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina
(MP HPHK)
2.3.1 Alur Lalu Lintas Pengeluaran Internasional Madu menuju Malaysia
Prosedur karantina pada umumnya diatur dalam PP No.82 tahun 2000
tentang Karantina Hewan yang diawali dengan memenuhi dan melaporkan
dokumen yang ditetapkan dan penyerahan media pembawa yang dibawa oleh
pemilik kepada petugas karantina untuk dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah kelengkapan dokumen dan pemilik menyerahkan media
pembawa agar diperiksa secara langsung oleh pejabat karantina. Penyelesaian ini
dapat berupa penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan.
Madu termasuk bahan asal hewan yang dapat digolongkan dengan MP-
HPHK beresiko rendah. Pemilik dari telur ayam tersebut terlebih dahulu wajib
melakukan permohonan PPK (Permohonan Pemeriksaan Karantina) melalui
online. Pejabat karantina akan melakukan Analisa kebenaran, kelengkapan dan
keabsahan dokumen yang dibawa oleh pemohon. Setelah pemeriksaan administrasi
telah memenuhi syarat, pemilik madu menyerahkan media pembawanya dan
dokumen kepada pejabat karantina untuk dilakukan TKH sehingga dapat
diterbitkan KH-1 yang telah ditandatangi oleh pejabat karantina dan pemilik.
Setelah penerbitan KH-1 maka selanjutnya dilakukan penerbitan KH-2 sebagai
surat penugasan untuk melakukan tindakan karantina hewan (TKH). Setelah surat
penugasan (KH-2) dikeluarkan oleh pejabat karantina maka dilakukan Tindakan
Karantina Hewan (TKH) yang dilakukan oleh dokter hewan karantina yang
meliputi: pemeriksaan dan pembebasan).
Pemeriksaan administrasi yang sudah terpenuhi atau sesuai dengan
persyaratan, akan dilakukan pemeriksaan teknis terkait dengan media pembawa
yang dilaporkan kepada pejabat karantina meliputi jumlah dan jenis yang sudah
tertulis didokumen. Setelah pemeriksaan fisik terpenuhi maka petugas karantina
laporan pelaksanaan tindakan karantina (KH-3), persetujuan muat (KH-6) dan
4
sertifikat sanitasi produk hewan (KH-12) sebagai syarat masuk ke daerah tujuan.

2.3.2 Alur Lalu Lintas Pemasukan Antar Daerah (Domestik) Kucing Mix
1. Pengguna jasa mengajukan permohonan pemeriksaan karantina (KH-1) terhadap
Media Pembawa secara online atau manual beserta dokumen kelengkapannya
ditujukan kepada Pejabat Karantina melalui pintu pemasukan dan pengeluaran.
2. Petugas penerimaan dokumen menyerahkan KH-1 beserta dokumen
kelengkapannya (KH-11) kepada pejabat yang ditunjuk oleh kepala balai.
3. Pejabat yang ditunjuk menerbitkan Surat Tugas (KH-2).
4. Pejabat fungsional melaksanakan tindakan karantina berdasarkan surat tugas.
5. Pejabat fungsional menyampaikan hasil tindakan karantina kepada pejabat yang
ditunjuk (KH-3).
6. Pejabat karantina yang ditunjuk mengeluarkan sertifikat pelepasan karantina
hewan (KH-14)

5
BAB III. PEMBAHASAN

3.1 Prosedur Administrasi Lalu Lintas Media Pembawa Hama Penyakit Hewan
Karantina
3.1.1 Prosedur Administrasi Lalu Lintas Internasional Pengeluaran Madu
1. Pengguna jasa atau orang kuasa yang berkaitan (pengirim) melaporkan rencana
pengiriman madu minimal 1 hari sebelum keberangkatan dan mengisi PPK
untuk Laporan Rencana Pengeluaran Media Pembawa Hama Penyakit Hewan
Karantina baik secara online ataupun menggunakan Permohonan Pemeriksaan
Karantina (PPK) secara manual
2. Selanjutnya diterbitkan Berita Acara Serah Terima MPHPHK dan Dokumen
Karantina kepada petugas karantina di tempat pengeluaran (KH-1) serta
kelengkapan dokumen sesuai denganketentuan
3. Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Pekanbaru atau pejabat karantina
yang ditunjuk menerbitkan Surat Penugasan Melakukan Tindakan Karantina
(KH-2) bagi dokter hewan dan/atau paramedik karantina terhadap madu
meliputi pemeriksaan kelengkapan dokumen, kebenaran isi dan keabsahan dari
dokumen karantina serta pemeriksaan organoleptik untuk mendeteksi adanya
HPHK
A. Petugas karantina melakukan pemeriksaan dokumen meliputi kelengkapan,
keabsahan dan kebenaran isi dokumen.
B. Apabila dokumen-dokumen lengkap, benar dan sah maka dapat dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisik/organoleptik
C. Apabila dokumen tidak lengkap, isi tidak sesuai dan tidak valid maka akan
dikembalikan kepada pemilik untuk segera dilengkapi
D. Apabila dinyatakan sanitasi baik, kemasan utuh, tidak terjadi perubahan sifat,
tidak terkontaminasi, tidak membahayakan kesehatan manusia dan layak
sebagai bahan konsumsi maka diterbitkan Sertifikasi Sanitasi Produk Hewan
(KH-12) oleh petugas karantina.
E. Apabila dinyatakan sanitasi tidak baik atau kemasannya tidak utuh atau
terjadi perubahan sifat dan dianggap membahayakan kesehatan manusia serta
tidak layak untuk bahan konsumsi maka dikembalikan pada pemilik.
4. Setelah dilakukan verifikasi kebenaran dan keabsahan isi dokumen media
pembawa telur ayam dan tidak ditemukan adanya HPHK gol. I dan/atau gol. II
maka dilakukan tindakan karantina berupa pemeriksaan (P1)
organoleptik/laboratorium.
5. Jika dokumen lengkap dan sesuai maka madu layak dan dapat diterbitkan
Sertifikasi Sanitasi Produk Hewan (KH-12) oleh dokter hewan karantina.

6
Gambar 3.1 Alur Tindakan Karantina Ekspor

3.1.2 Prosedur Administrasi Pemasukan Kucing Mix


1. Pengguna jasa atau kuasanya melaporkan rencana pemasukan kucing mix
minimal 2 (dua) hari sebelum kedatangan dan mengisi Laporan Rencana
Pemasukan atau Pengeluaran Media Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina
baik secara online ataupun menggunakan PPK manual (KH-1).
2. Maka selanjutnya diterbitkan Berita Acara Serah Terima MP HPHK dan
Dokumen Karantinakepada Petugas Karantina di Tempat Pemasukan dan/atau
Tempat Pengeluaran (KH-1). Kepala Balai Karantina Pertanian kelas I
Pekanbaru atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan surat tugas (KH-2) bagi
Petugas Karantina Hewan untuk melakukan tindakan karantina pemeriksaan
awal berupa pemeriksaan dokumen, meliputi kelengkapan, kebenaran isi dan
keabsahan dokumen.
3. Petugas Karantina melakukan tindak Karantina Hewan (KH-3).
4. Petugas Karantina Pertanian melakukan Tindakan Karantina.
5. Setelah dilakukan pemeriksaan dan telah disetujui, Petugas Karantina
mengeluarkan sertifikat Pelepasan Hewan (KH-14)

7
Gambar 3.2 Alur Tindakan Karantina Domestik Masuk
3.2 Kewenangan Dokter Hewan dalam Pelaksanaan Tindakan Karantina 8P dan
Dokumen Karantina yang Menyertai terhadap MP-HPHK
Kewenangan dokter hewan karantina berdasarkan UU No. 21 Tahun 2019 dalam
melaksanakan tindakan karantina yaitu 8P yang meliputi:
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kelengkapan dan kebenaran isi
dokumen dan mendetekai hama penyakit hewan karantina, status kesehatan dan sanitasi
media pembawa, atau kelayakan sarana prasarana karantina dan alat angkut. Pemeriksaan
kesehatan sanitasi media pembawa dilakukan secara fisik meliputi pemeriksaan klinis
pada hewan, Pemeriksaan kemurnian, keutuhan secara organoleptik pada bahan panga
nasal hewan, hasil bahan asal hewan dan benda lain.
2. Pengasingan
Pengasingan dan pengamatan dilakukan untuk mendeteksi HPHK, HPIK, atau
OPTK tertentu yang karena sifatnya memerlukan waktu lama, sarana, dan/atau kondisi
khusus. Pengasingan terhadap media pembawa yang dapat membawa HPHK atau HPIK
dilakukan berdasarkan hasil analisis risiko dan/atau hasil pemeriksaan Kesehatan
ditemukan gejala klinis HPHK atau HPIK.
3. Pengamatan
Pengamatan dilakukan di tempat pemasukan dan tempat pengeluaran atau di
Instalasi Karantina yang ditetapkan. Pengamatan untuk pengeluaran ke luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat disesuaikan dengan kesepakatan negara
tujuan.

8
4. Perlakuan
Perlakuan dilakukan untuk membebaskan atau menyucihamakan Media Pembawa
atau tindakan lain yang bersifat preventif, kuratif, dan/atau promotive. Perlakuan
diperlukan apabila setelah dilakukan pemeriksaan atau pengasingan dan pengamatan
ternyata Media Pembawa tertular atau diduga tertular HPHK atau HPIK; atau tidak bebas
atau diduga tidak bebas dari OTPK. Perlakuan hanya dapat dilakukan setelah Media
Pembawa diperiksa terlebih dahulu secara fisik dan dinilai tidak mengganggu
pengamatan dan pemeriksaan selanjutnya.
5. Penahanan
Penahanan dilakukan untuk mengamankan Media Pembawa di bawah
pengawasan Pejabat Karantina. Penahanan dilakukan apabila setelah pemeriksaan
dokumen persyaratan belum seluruhnya dipenuhi dan/atau Pemilik menjamin dapat
memenuhi dokumen persyaratan. Pemenuhan dokumen persyaratan paling lama 3 (tiga)
hari kerjasetelah Pemilik menerima surat penahanan.
6. Penolakan
Penolakan dilakukan untuk menghindari terjadinya HPHK, HPIK, atau OPTK
serta menghindari gangguan kesehatan manusia dan kerusakan sumber daya alam hayati.
Penolakan terhadap Media Pembawa yang dimasukkan ke dalam, dikeluarkan dari, atau
dimasukkan dari suatu Area ke Area lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dilakukan apabila setelah dilakukan pemeriksaan di atas alat angkut di Tempat
Pemasukan tertular HPHK, HPIK, atau tidak bebas OPTK atau jenis yang dilarang
pemasukannya; Persyaratan tidak terpenuhi; Setelah diberi perlakuan tidak dapat
disembuhkan dan/atau disucihamakan dari HPHK, atau HPIK, atau tidak dapat
dibebaskan dari OPTK; atau setelah batas waktu pemenuhan dokumen pwersyaratan
berakhir, keseluruhan persyaratan yang harus dilengkapi tidak terpenuhi. Penolakan
dilakukang dengan cara: untuk Media Pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia segera dikeluarkan dari wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia atau untuk Media Pembawa yang dimasukkan dari suatu Area ke
Area lain di dalam wilayahNegara Kesatuan Republik Indonesia segera dikeluarkan dari
Area tujuan. Penolakan dilakukan oleh Pejabat Karantina dan berkoordinasi dengan
penanggung jawab di TempatPemasukan dan Tempat Pengeluaran.
7. Pemusnahan
Pemusnahan dilakukan dengan cara membakar, menghancurkan, mengubur,
dan/atau cara pemusnahan lain yang sesuai, sehingga Media Pembawa tidak mungkin
lagi menjadi sumber penyebaran Hama dan Penyakit serta tidak mengganggu Kesehatan
manusia dan tidak menimbulkan kesukana sumber daya alam hayati.
8. Pembebasan
Pembebasan dilakukan dengan menerbitkan sertifikat pelepasan untuk pemasukan
atau sertifikat Kesehatan atau sertifikat sanitasi untuk Pengeluaran. Pembebasan terhadap
Media Pembawa yang dimasukkan dari suatu Area ke Area lain di dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dilakukan apabila setelah dilakukan pemeriksaan tidak
tertular HPHK, HPIK, atau bebas dari OPTK; Setelah dilakukan pengasingan dan
pengamatan tidak tertular HPHK, HPIK, atau bebas dari OPTK; atau setelah dilakukan
perlakuan dapat disembuhkan dari HPHK, HPIK, atau dapat dibebaskan dari OPTK.

9
Menurut Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
17/PERMENTAN/KR.120/5/2017 tentang Dokumen Karantina Hewan, jenis dan bentuk
dokumen karantina yang diterbitkan oleh petugas karantina meliputi :
1. KH-1 : Berita acara serah terima MP HPHK dan dokumen karantina
kepada petugaskarantina di tempat pemasukan dan/atau pengeluaran
2. KH-2 : Surat penugasan melakukan karantina hewan
3. KH-3 : Laporan pelaksanaan tindakan karantina hewan
4. KH-4 : Penolakan bongkar
5. KH-5 : Persetujuan bongkar
6. KH-6 : Persetujuan muat
7. KH-7 : Perintah masuk instalasi karantina hewan
8. KH-8A : Surat perintah penahanan ; KH-8B : Berita acara penahanan
9. KH-9A : Surat perintah penolakan ; KH-9B : Berita acara penolakan
10. KH-10A : Surat perintah pemusnahan ; KH-10B : Berita acara pemusnahan
11. KH-11 : Sertifikat keterangan kesehatan hewan
12. KH-12 : Sertifikat sanitasi produk hewan
13. KH-13 : Surat keterangan untuk benda lain
14. KH-14 : Sertifikat pelepasan karantina hewan
15. KH-15 : Surat keterangan transit
16. KH-16 : Berita acara serah terima MP HPHK dan pelaksanaan tindakan karantina
antar dokter hewan karantina
17. KH-17 : Surat keterangan untuk barang yang bukan termasuk MP HPHK.

3.3 Pemeriksaan Dokumen dan Penunjang untuk Peneguhan Diagnosa pada MP HPHK
3.3.1 Pengeluaran Madu menuju Malaysia
Pemeriksaan lalu lintas internasional madu yaitu pengguna jasa wajib mengurus
Sertifikat sanitasi produk hewan (KH-12) dari Petugas Karantina. Persyaratan
administrasi yang terpenuhi, maka dokter hewan akan melanjutkan pemeriksaan
teknis madu. Dokter Hewan akan melakukan tindakan Karantina berupa pemeriksaan
fisik/organoleptik yaitu melihat jenis dan jumlah madu yang sudah tertera pada
dokumen, pemeriksaan bentuk, serta tidak ada cemaran apapun pada madu tersebut.
Apabila hasil pemeriksaan dinyatakan bebas dari HPHK, maka madu layak untuk
dilakukan pengiriman dari Pekanbaru ke Malaysia.
3.3.2 Pemasukan Kucing Mix dari Kota Bandung
Pemeriksaan lalu lintas domestik Kucing Mix yaitu penguna jasa wajib meminta surat
kesehatan hewan (SKKH) dari dinas daerah asal. Persyaratan administrasi yang
terpenuhi, maka dokter hewan akan melanjutkan pemeriksaan teknis kucing. Dokter
Hewan akan melakukan tindakan Karantina berupa pemeriksaan fisik yaitu
melakukan anamnesa, pemeriksaan klinis dan diagnosa. Selanjutnya dokter hewan
akan memeriksa kelengkapan dokumen serta Surat Keterangan Kesehatan Hewan
(KH-11). Apabila Media Pembawa dinyatakan sehat, makadilakukan pelepasan
dengan diterbitkan Sertifikat Pelepasan Hewan (KH-14).

10
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada laporan Rotasi Kesehatan Masyarakat Veteriner bidang Karantina
di Balai Karantina Pertanian Kelas I Pekanbaru adalah sebagai berikut :
1. Karantina sebagai sistem pencegahan masuk, keluar dan tersebarnya HPHK oleh media
pembawa di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dokter hewan
Karantina memiliki tugas pokok dan fungsi dalam tindakan karantina sebagai pengambil
keputusan terhadap media pembawa yang berpotensi menyebarkan hama penyakit saat
melalui lalu lintas pengiriman antar daerah Indonesia maupun keluar Wilayah Indonesia.
Tindakan karantina memiliki 8P meliputi Pemeriksaan, Pengasingan, Pengamatan,
Perlakuan, Penahanan, Penolakan dan Pemusnahan.
2. Alur administrasi lalu lintas MP-HPHK oleh Balai Karantina Pertanian Kelas I
Pekanbaru antara lain pengguna jasa wajib mengisi form permohonan baik secara langsung
maupun melalui PPK online dan melengkapi data yang dibutuhkan seperti surat kesehatan
hewan yang didapatkan dari dinas daerah asal, kemudian Pejabat Karantina akan
menerbitkan KH-1,KH-2, KH-3. Kemudian dilakukan tindakan Karantina berupa
pemeriksaan administrasi dan pemeriksaan fisik/laboratorium yang memenuhi persyaratan,
maka diterbitkan KH-11 untuk sertifikat kesehatan hewan atau KH-12 untuk sanitasi
produk hewan.

4.2 Saran
Perlu dilakukan penyuluhan kepada pengguna jasa dan masyarakat tentang
pentingnya pelaksanaan karantina produk yang dilalulintaskan baik di lingkup domestik
maupun internasional agar terhindar dari bahaya HPHK.

11
DAFTAR PUSTAKA

Badan Karantina Pertanian. 2013. Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 832.
Tentang Pedoman Persyatan dan Tindakan Karantina Hewan Terhadap
Pengeluaran Sarang Walet dari Wilayah Negara Republik Indonesia ke Republik
Rakyat China Jakarta
Menteri Pertanian. 2009. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3238 Thun 2009 tentang
Penggolongan Jenis-Jenis Hama Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan dan
Klasifikasi Medis Pembawa. Jakatta
Republik Indonesia. 2000. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2000
tentang Karantina Hewan. Jakarta
Republik Indonesia. 2019. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2019
tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. Jakarta
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Market Brief Edisi Januari
2016: Sarang Burung Walet (HS 0410) di Pasar Hongkong SAR. Konsulat Jenderal
Republik Indonesia Hongkong SAR, Republik Rakyat Tiongkok.
Purnamawati, A. dan S. Fatmawati. 2013. Dasar-dasar Ekspor Impor. Yogyakarta: UPP
STIM YKPN.
Zubaedah, N., Buchori, D. B. dan Munif, A. 2016. Keefektifan Kebijakan Pembatasan Pintu
Masuk Impor Hortikultura Terhadap Aspek Perlindungan Tanaman. Risalah
Kebijakan Pertanian Dan Lingkungan: Rumusan Kajian Strategis Bidang
Pertaniandan Lingkungan 2(2): 144- 151.

12
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan


Dokumentasi Kegiatan selama Rotasi di Balai Karantina Pertanian
Kelas 1 Pekanbaru

Pemeriksaan Sarang Burung Walet di Kantor


Karantina Hewan Bandara Sultan Syarif
Qasim II

Pemeriksaan Ayam Bangkok di Kantor


Karantina Hewan Bandara Sultan Syarif
Qasim II dan Pengambilan Sampel Darah.

Penerimaan Kucing Mix berumur 6 bulan di


cargo terminal bandara Sultan Syarif Qasim
II

13
Pemeriksaan Telur Ayam di Kantor
Karantina Hewan Pelabuhan Sungai Duku

Pemeriksaan Telur Ayam di dalam Kapal


Angkut sebelum dikirimkan ke Kepulauan
Meranti

Pengujian HA HI AI di Laboratorium
Karantina Hewan

Pelepasan dan Pemberian Kenang-kenangan


kepada Kepala Koordinator Karantina
Hewan Kota Pekanbaru

14

Anda mungkin juga menyukai