Anda di halaman 1dari 29

KOASISTENSI ROTASI INDUSTRI

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN (PPDH)


PUSAT VETERINER FARMA (PUSVETMA)
Jl. Ahmad Yani No. 68-70, Ketintang
Surabaya, Jawa Timur
(31 Agustus - 18 September 2015)

Disusun oleh

FRANSISKA PANASEA ANGGY


NIM. 150130100111032

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015

i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PELAKSANAAN PPDH
ROTASI INDUSTRI
Di Pusat Veteriner Farma (PUSVETMA)
Jl. Ahmad Yani No. 68-70, Ketintang

Surabaya, Jawa Timur

(31 Agustus - 18 September 2015)

Oleh:
Fransiska Panasea Anggy, S.KH
150130100111032

Menyetujui,

Koordinator Rotasi Industri Pembimbing Lapang

Prof. Pratiwi Trisunuwati, drh., MS Drh. Sri Susilo Andayani


NIP. 19480615 197702 2 001 NIP. 19630303 199003 2 001

Mengetahui,
Ketua Program
Studi Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya

Prof. Dr. DAFTAR ISIdrh., DES


Aulanni’am,
NIP. 196009031988022001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena pertolongan serta
penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan koasistensi rotasi industri di
Pusat Veterinar Farma, Surabaya. Koasistensi ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar dokter hewan pada Program Kedokteran Hewan,
Program Studi Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya.
Dalam menyelesaikan penulisan laporan ini, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Pratiwi Trisunuwati TS, drh., M.S. selaku penanggung jawab
kegiaatan PPDH rotasi industri
2. Drh. Ani dan Drh. Sri Susilo selaku pembimbing lapang atas kerja sama,
fasilitas serta bimbingan yang telah diberikan
3. Drh. Romalia, Mbak Putri, Pak Budi dan Mbak Nita atas bimbingan selama
di laboratorium
4. Teman-teman seangkatan PPDH atas kerja sama dan dukungan yang telah
diberikan
Akhir kata, penulis berharap semoga Tuhan membalas segala kebaikan yang
telah diberikan dan laporan ini dapat memberikan manfaat dan menambah
pengetahuan tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi pembaca.

Malang, September 2015


Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2........................................................................ Rumusan Masalah
....................................................................................................3
1.3.......................................................................................... Tujuan
....................................................................................................3
1.4........................................................................................ Manfaat
....................................................................................................3
BAB 2 ANALSIS SITUASI ........................................................................... 4
2.1. Profil Perusahaan ........................................................................ 4
2.1.1. Sejarah Perusahaan ......................................................... 4
2.1.2. Keadaan Umum Perusahaan ........................................... 5
2.2. Organisasi Perusahaan ................................................................ 7
BAB 3 METODE KEGIATAN ..................................................................... 10
3.1. Waktu dan Tempat Kegiatan ...................................................... 10
3.2. Metode Kegiatan ........................................................................ 10
3.3. Jadwal Kegiatan .......................................................................... 10
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 12
4.1. Peran Dokter Hewan di Pusat Veteriner Farma ......................... 12
4.2. Proses Produksi........................................................................... 14
4.3. Pengembangan Produk dan Pengujian Mutu............................... 16
4.4. Pemasaran dan Distribusi Produk................................................ 19
BAB 5 PENUTUP........................................................................................... 21
5.1. Kesimpulan ................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 22

iv
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan ......................................................................... 10

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
Gambar 2.1. Bagan Struktur Organisasi Pusvetma ..................................... 7
Gambar 4.1. Mekanisme Pengaduan Konsumen ....................................... 20

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada saat dewasa ini, penyakit yang menyerang hewan sudah sangat
bervariasi. Hal ini terbukti dengan banyaknya jenis penyakit baru yang
muncul baik penyakit emerging maupun penyakit re-emerging. Penyakit
emerging atau emerging disease merupakan penyakit menular yang tidak
diketahui sebelumnya atau penyakit menular baru yang insidensinya
meningkat signifikan. Sedangkan penyakit re-emerging atau re-emerging
disease merupakan penyakit penyakit menular yang muncul kembali setelah
penurunan yang signifikan dalam insiden sebelumnya atau suatu penyakit
yang kembali muncul dalam bentuk varian atau strain yang baru. Faktor
yang mempengaruhi dua hal tersebut antara lain evolusi dari agen penyakit,
hubungan agen penyakit dengan vektor serta perubahan iklim atau
lingkungan.
Dengan adanya penyakit pada hewan akan menimbulkan kerugian baik
secara materi maupun nonmateri. Kesehatan hewan merupakan salah satu
faktor penting yang harus diperhatikan oleh peternak maupun pemilik
hewan untuk mencegah kerugian akibat penyakit. Selain kerugian ekonomi,
kerugian lain yang perlu di perhatikan adalah adanya penyakit pada hewan
yang dapat menular ke manusia yang disebut dengan penyakit zoonosis.
Kesehatan hewan terutama hewan-hewan ternak (livestock) perlu dijaga
guna diperoleh pangan asal hewan (PAH) yang bersifat ASUH bagi
konsumsi masyarakat. Kesehatan hewan baik ternak maupun hewan
kesayangan yang terjaga berarti juga telah turut membantu memelihara
kesehatan manusia.
Salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu
penyakit yaitu dengan vaksinasi. Vaksinasi adalah proses memasukkan
vaksin ke dalam tubuh dengan tujuan untuk mendapatkan efek kekebalan
terhadap penyakit tertentu. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan saat
melakukan vaksinasi adalah hewan dalam keadaan sehat, waktu

1
pemberiannya tepat serta pemilihan jenis vaksin yang benar. Selain itu perlu
juga dilakukan pengulangan vaksinasi dengan benar agar titer propilaksi
dapat tercapai.
Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan
kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau
mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami. Vaksin diberikan untuk
merangsang sistem imunologi tubuh untuk membentuk antibodi spesifik
sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit yang dapat dicegah
dengan vaksin atau menstimulasi reaksi kekebalan tanpa menimbulkan
penyakit. Vaksin dibedakan menjadi dua jenis yaitu live vaccine dan killed
vaccine. Live vaccine dibuat dari bakteri atau virus yang sudah dilemahkan
daya virulensinya dengan cara kultur dan perlakuan yang berulang-ulang
namun masih mampu menimbulkan reaksi imunologi yang mirip dengan
infeksi alamiah. Killed vaccine dibuat dari bakteri atau virus yang dimatikan
dengan zat kimia (formaldehid) atau dengan pemanasan, dapat berupa
seluruh bagian dari bakteri atau virus, atau bagian dari bakteri atau virus
atau toksoidnya saja. Untuk diperoleh vaksin yang sesuai dengan jenis agen
penyakit yang ada di lingkungan saat ini dibutuhkan suatu penelitian yang
terus-menerus.
Berdasarkan masalah yang sudah dipaparkan, kami sebagai mahasiswa
koasistensi yang akan dicetak sebagai dokter hewan-dokter hewan masa
depan harus siap menghadapi masalah-masalah ini. Oleh karena itulah kami
membutuhkan wawasan, pengetahuan dan skill yang cukup mengenai proses
produksi hingga pemasaran produk vaksin serta bahan biologis lainnya.
Pusvetma / Pusat Veteriner Farma merupakan unit pelaksana teknis di
bidang kesehatan hewan yang bertugas melaksanakan produksi, pengujian,
distribusi serta pemasaran dan pengembangan produk vaksin. Pusvetma
mempunyai visi menjadi institusi produsen bahan biologis veteriner yang
berwawasan teknologi modern, berorientasi agribisnis dan berdaya saing
serta bermanfaat bagi bangsa Indonesia. Karena itulah bagi kami kegiatan
koasistensi ini sangat membantu kami dalam menambah wawasan,

2
pengetahuan, pengalaman dan skill yang cukup dalam hal proses produksi
hingga pemasaran produk vaksin dan bahan biologis lainnya.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana peran dokter hewan dalam perusahaan Pusat Veteriner
Farma?
2. Bagaimana alur produksi hingga distribusi produk vaksin dan bahan
biologis lain di Pusat Veteriner Farma?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui peran dokter hewan dalam perusahaan Pusat Veteriner
Farma
2. Mengetahui alur produksi hingga distribusi produk vaksin dan bahan
biologis lain di Pusat Veteriner Farma

1.4. Manfaat
Melalui kegiatan koasistensi rotasi industri di Pusat Veteriner Farma ini
diharapkan mahasiswa koasistensi dapat memahami peran dokter hewan
serta alur produksi hingga distribusi vaksin dan bahan biologis lainnya.

3
BAB II
ANALISIS SITUASI

2.1. Profil Perusahaan


2.1.1. Sejarah Perusahaan
Institusi ini  pada mulanya bernama Balai Penyelidikan
Penyakit Mulut dan Kuku (BPPMK) yang rencana didirikan pada
tahun 1952  bertempat di Jakarta tetapi berbagai kesulitan dan
pertimbangan yang dialami pada waktu itu maka BPPMK didirikan
di Wonocolo Surabaya berdasar kepada surat keputusan Menteri
Pertanian Tanggal 12 September 1952 No. 92/Um/52. BPPMK ini
mempunyai tugas utama memproduksi Vaksin Penyakit Mulut dan
Kuku (PMK) untuk keperluan Indonesia dan Asia Tenggara.  Selain
itu BPPMK dijadikan sebagai Regional Refference Laboratory untuk
penelitian dan diagnostik PMK di Asia Tenggara.
Nama BPPMK mengalami perubahan nama pada tahun 1955
menjadi Lembaga Penyidikan Penyakit Mulut dan Kuku (LPPMK).
Pada tanggal 24 Juni 1959 kemudian berubah lagi menjadi Lembaga
Penyakit Mulut Kuku yang diresmikan oleh Menteri Pertanian Mr.
Sadjarwo dengan didampingi Direktur LPMK Dr. FK.
Waworoentoe.
Pada tanggal 10 April 1967 Lembaga ini berubah nama lagi
menjadi Lembaga Virologi Kehewanan (LVK) yang diresmikan oleh
Menteri Pertanian Kabinet Ampera Major Djenderal TNI Sutjipto
SH dengan didampingi  Direktur Lembaga Prof. Dr. R. Tanjung
Adiwinata. Lembaga ini bertugas tidak hanya menangani Penyakit
virus PMK tetapi juga menangani penyakit-penyakit hewan lainnya
seperti New Castle Disease dan Rabies.
Pada tanggal 22 September 1978  LVK berubah menjadi Pusat
Veterinaria Farma (PUSVETMA) berdasarkan  SK. Menteri
Pertanian No. 317/Kpts/Org/5/1978 tanggal 25 Mei 1978 yang
mempunyai tugas melaksanakan pengadaan dan penyaluran Vaksin,

4
Antisera, Diagnostika dan Bahan Biologis lain dalam rangka
penanggulangan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Pada tanggal 5 Februari 2010, Pusvetma menjadi  Satker PK
Badan Layanan Umum (BLU) secara penuh sesuai dengan
Keputusan Menteri Keuangan nomor : 55/KMK.05/2010.
Selanjutnya Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor
39/Permentan/OT.140/6/2012 tanggal 5 Juni 2012 Institusi ini
menjadi Pusat Veteriner Farma yang mempunyai tugas
melaksanakan produksi, pengujian, distribusi dan pemasaran serta
pengembangan produksi vaksin, antisera, diagnostika dan bahan
biologis lainnya.
Untuk memenuhi standar kompetensi pengujian, pada tahun
2006 Pusvetma mendapatkan Sertifikat SNI  ISO/IEC 17025 : 2008
dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) dengan nomor akreditasi
LP-293-IDN dan mendapatkan Sertifikat ISO 9001 : 2008 pada
bulan November 2012 dari lembaga Sertifikasi SAI GLOBAL.

2.1.2. Keadaan Umum Perusahaan


Pusvetma merupakan UPT Kementerian Pertanian yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pada tanggal tanggal 5 Februari
2010, Pusvetma dikukuhkan menjadi  Satker PK Badan Layanan
Umum (BLU) secara penuh sesuai dengan Keputusan Menteri
Keuangan nomor : 55/KMK.05/2010. Untuk memenuhi standar
kompetensi  pengujian, pada tahun 2006 Pusvetma mendapatkan
Sertifikat SNI  ISO/IEC 17025 : 2008 dari Komite Akreditasi
Nasional (KAN) dengan nomor akreditasi LP-293-IDN dan dari
lembaga Sertifikasi SAI GLOBAL mendapatkan Sertifikat ISO 9001
: 2008 pada bulan November 2012, serta Pusvetma juga telah
menerapkan Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik (CPOHB).

5
Struktur Organisasi Pusvetma berdasarkan  Peraturan Menteri
Pertanian No. 39/PERMENTAN/OT.140/6/2012 tanggal 5 Juni 2012
tentang Struktur Organisasi Pusat Veteriner Farma menyebutkan
bahwa Pusvetma dipimpin oleh seorang Kepala, dengan dibantu oleh
Kepala Bagian Umum, Kepala Bidang Pelayanan Produksi, Kepala
Bidang Pelayanan Pengujian Mutu dan Pengembangan Produk,
Kepala Bidang Pemasaran dan Distribusi serta para kelompok
Jabatan Fungsional.
Visi Pusvetma adalah menjadi institusi produsen bahan
biologis veteriner yang berwawasan teknologi modern, berorientasi
agribisnis dan berdaya saing serta bermanfaat bagi bangsa Indonesia.
Sedangkan misi dari Pusvetma adalah:
1. Memproduksi vaksin, antisera, diagnostika dan bahan biologis
lain  dengan teknologi modern.
2. Melaksanakan pengujian mutu hasil produksi sesuai dengan
standar OIE, FOHI dan Standar Asean.
3. Meningkatkan mutu dan pengembangan produk sesuai
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemanfaatan
sumber daya lokal secara optimal untuk meningkatkan
pelayanan.
4. Meningkatkan Surveilans Penyakit Mulut dan Kuku.
5. Melalui penerapan biosafety dan biosecurity, menjamin
keamanan  dan keselamatan kerja personel dan lingkungan.
6. Meningkat pelayanan distribusi hasil produk, pelayanan
penjualan melalui sistem pemasaran profesional dan terpadu
serta memberikan pelayanan purna jual dan jasa kesehatan
hewan.
7. Meningkatkan kualitas manajemen keuangan dan sumber daya
manusia.
8. Mengoptimalkan dan merawat prasarana sarana produksi
sehingga proses produksi menjadi maksimal sesuai sandar OIE
dan standar internasional lainnya.

6
2.2. Organisasi Pusat Veteriner Farma
Organisasi dan tata kerja Pusvetma berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian Republik Indonesia nomor : 39/Permentan/OT.140/6/2012 tanggal
5 Juni 2012 adalah sebagai berikut:

KEPALA

BAGIAN UMUM

SUBBAGIAN SUBBAGIAN SUBBAGIAN


PROGRAM KEPEGAWAIAN PRASARANA
DAN DAN TATA DAN SARANA
KEUANGAN USAHA

BIDANG PELAYANAN BIDANG PELAYANAN BIDANG PEMASARAN


PRODUKSI PENGUJIAN DAN DAN DISTRIBUSI
PENGEMBANGAN
PRODUK

SEKSI SEKSI SEKSI


ZOONOSIS PENGUJIAN MUTU PEMASARAN DAN
KERJA SAMA

SEKSI SEKSI SEKSI


NONZOONOSIS PENGEMBANGAN DISTRIBUSI DAN
PRODUK PENJUALAN
PRODUK

KELOMPOK
JABATAN FUNGSIONAL

Gambar 2.1. Bagan Struktur Organisasi Pusvetma

7
2.2.1. Bagian Umum
Bagian umum memiliki tugas untuk melaksanakan penyusunan
program, evaluasi dan laporan, pengelolaan keuangan, kepegawaian
dan tata usaha, rumah tangga, prasarana, sarana dan perlengkapan.
Susunan Bagian Umum terdiri atas:
a. Subbagian Program dan Keuangan, bertugas melakukan
penyiapan bahan penyusunan program, evaluasi dan rencana
bisnis dan anggaran, dokumen pelaksanaan anggaran, pengelolaan
pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, akuntansi, penerapan
sistem informasi managemen keuangan, serta penyusunan
laporan.
b. Subbagian Kepegawaian dan Tata Usaha, bertugas melakukan
urusan kepegawaian, tata usaha, dan rumah tangga.
c. Subbagian Prasarana dan Sarana, bertugas melakukan urusan
prasarana, sarana dan urursan perlengkapan.
 
2.2.2. Bidang Pelayanan Produksi
Tugas dari bidang pelayanan produksi yaitu melaksanakan
pemberian pelayanan teknis produksi vaksin, antisera, diagnostika
dan bahan biologis lain.
Bidang pelayanan produksi dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Seksi Zoonosis, bertugas melakukan pemberian pelayanan teknis
produksi vaksin, antisera, diagnostika dan bahan biologis lain
untuk penyakit zoonosis.
b. Seksi Nonzoonosis, bertugas melakukan pemberian pelayanan
teknis produksi vaksin, antisera, diagnostika dan bahan biologis
lain untuk penyakit nonzoonosis.
 
2.2.3. Bidang Pelayanan Pengujian Mutu Dan Pengembangan Produk
Bidang ini memiliki tugas melaksanakan pelayanan pengujian
dan pemantauan mutu hasil produksi, serta pengembangan dan
peningkatan mutu vaksin, antisera, diagnostika dan bahan biologis
lain serta pengendalian penyakit mulut dan kuku.
Bidang pelayanan pengujian uutu dan pengembangan produk
terdiri atas :
a. Seksi Pengujian Mutu, bertugas melakukan pelayanan pengujian
evaluasi dan pemantauan mutu hasil produksi, efektivitas produk
vaksin, antisera, diagnostika dan bahan biologis lain, uji rujukan
penyakit mulut dan kuku, serta surveilans dan diagnosa penyakit
mulut dan kuku.
b. Seksi Pengembangan Produk, bertugas melakukan pelayanan
pengembangan dan peningkatan mutu vaksin, antisera,

8
diagnostika dan bahan biologis lain, perawatan dan pemeriksaan
kesehatan hewan percobaan, dan hewan bebas penyakit khusus,
serta urusan instalasi kandang hewan percobaan, kandang hewan
bebas penyakit khusus, dan instalasi kandang hewan penyedia
serum.

2.2.4. Bidang Pemasaran Dan Distribusi


Tugas dari bidang pemasaran dan distribusi adalah
melaksanakan kerja sama dan optimalisasi pemanfaatan sumber
daya, pengelolan informasi dan promosi hasil produksi, serta
penyimpanan dan pendistribusian hasil produksi.
Bidang pemasaran dan distribusi dibagi menjadi dua bagian,
yaitu:
a. Seksi Pemasaran dan Kerja sama, bertugas melakukan
penyiapan bahan urusan kerja sama dan optimalisasi pemanfaatan
sumber daya, informasi, promosi hasil produksi dan dokumentasi
hasil kegiatan produksi, serta pemberian pelayanan purna jual.
b. Seksi Distribusi dan Penjualan Produk, bertugas melakukan
urusan penyimpanan, pendistribusian dan penjualan hasil
produksi.

2.2.5. Kelompok Jabatan Fungsional


Kelompok jabatan fungsional terdiri atas jabatan fungsional
Medik Veteriner dan Paramedik Veteriner serta jabatan fungsional
lainnya yang terbagi dalam berbagai kelompok berdasarkan bidang
masing-masing, sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

9
BAB III
METODE KEGIATAN

3.1. Waktu dan Tempat Kegiatan


Kegiatan koasistensi rotasi industri ini dilakukan di Pusat Veteriner
Farma (Pusvetma), Surabaya. Kegiatan ini dilakukan dari tanggal 31
Agustus 2015 hingga 18 September 2015.

3.2. Metode Kegiatan


Metode yang digunakan dalam kegiatan koasistensi ini adalah dengan
survei melalui pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan
data primer yang akan digunakan dalam kegiatan ini yaitu melalui :
a. Observasi Partisipatori
Kegiatan observasi ini dilakukan secara langsung di lapangan.
Hal-hal yang akan diobesrvasi antara lain meliputi pengembangan
produk, pengujian mutu,
b. Wawancara
Kegiatan ini akan dilakukan dengan mengajukan beberapa
pertanyaan yang terkait dengan hal-hal yang akan diamati kepada
pihak-pihak yang bekerja sesuai dengan bidang pekerjaan masing-
masing.
Sumber data lainnya adalah dari data sekunder yakni, bersumber
dari data laporan kegiatan,data dari instansi terkait, catatan kesehatan, buku,
jumal, serta penelusuran internet.

3.3. Jadwal Kegiatan

No. Tanggal Kegiatan


1. 31 Agustus 2015  Briefing
 Persiapan cell culture
 Store sel MDBK dan PK
2. 1 September 2015  Elektroforesis dengan Agarose virus AI
 Pengujian mutu reagen Rose Bengal Test

10
(RBT)
3. 2 September 2015  Store cell BHK
 Pengujian mutu antigen AI
4. 3 September 2015  Cycle Sequencing DNA virus AI
 Pengujian mutu antigen Pullorum
5. 4 September 2015  Pengamatan culture cell
 Pembacaan hasil cycle sequencing DNA
6. 7 September 2015  Diskusi mengenai pemasaran dan
distribusi produk di Pusvetma
7. 8 September 2015  Pengujian mutu antigen AI dengan
metode uji HA
 Pengamatan uji safety dari antigen ND
8. 9 September 2015  Penyusunan laporan
9. 10 September 2015  PCR RNA virus dan elektroforesis
 Penghitungan sel
10 11 September 2015  Jalan sehat dalam rangka ulang tahun
Pusvetma
11. 14 September 2015  Diskusi penyusunan laporan dengan
pembimbing lapang
12. 15 September 2015  Diskusi penyusunan laporan dengan
pembimbing lapang
13. 16 September 2015  Evaluasi dan diskusi
 Pelepasan

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Peran Dokter Hewan di Pusat Veteriner Farma


Dokter hewan merupakan profesi dalam bidang medik yang berkaitan
dengan hewan. Menurut definisi klasik, peran dokter hewan adalah
mencegah, mengobati atau mengurangi penyakit atau cedera pada hewan
(terutama hewan domestik). Namun definisi tersebut sudah tidak sesuai
dengan keadaan saat ini di mana dokter hewan mempunyai peran tidak
hanya terbatas pada pengobatan penyakit saja. Pada saat ini dokter hewan
memainkan peranan yang signifikan dalam menunjang kesehatan dan
kesejahteraan hewan dan manusia, mutu pangan, keamanan pangan dan
ketahanan pangan, ekologi, etologi, epidemiologi, pengembangan obat dan
farmasetikal, penelitian biomedik, sebagai pendidik dan pelatih, konservasi
satwa liar, serta perlindungan lingkungan, biodiversitas dan membuat
perundang-undangan dibidang legislatif.
Menurut OIE (Office Internationale Epizooticae), ada 33 bidang
pekerjaan dokter hewan. Salah satu bidang kerja dari dokter hewan adalah
di industri obat dan vaksin hewan. Pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2009 pasal 50 ayat 3 dijaelaskan bahwa dokter hewan mempunyai tugas
menjadi pengawas dalam pembuatan, penyediaan, peredaran dan pengujian
obat hewan. Khusus untuk dokter hewan yang bekerja di industri obat
hewan, maka diperlukan pemahaman yang mendalam tentang keamanan
obat hewan (veterinary drug safety), termasuk inspeksi plant dengan
penerapan Good Management Practice (GMP), efikasi penggunaan obat
hewan untuk pelayanan medik dan keamanan pakan (feed safety), termasuk
mekanisme resistensi obat hewan (drug resistance).
Di Pusvetma, dokter hewan mempunyai kedudukan di hampir seluruh
bidang. Baik di bidang produksi, bidang pengujian mutu dan pengembangan
produk, bidang pemasaran dan distribusi serta bagian umum. Dokter hewan
berperan baik dalam segi struktural maupun fungsional. Pada bidang
struktural, dokter hewan mempunyai peran sebagai kepala pusat Pusvetma,

12
kepala bidang maupun kepala seksi yang ada di Pusvetma. Pada segi
struktural, dokter hewan berperan dalam pengambilan keputusan yang
terkait dengan bidang masing-masing. Sedangkan pada segi fungsional,
dokter hewan bekerja langsung dalam proses produksi, pengujian mutu dan
pengembangan produk.
Peran dokter hewan di bidang produksi adalah mengawasi proses
produksi vaksin dan produk lainnya. Dalam proses produksi harus
diterapkan sistem GMP yaitu sistem untuk memastikan bahwa produk
secara konsisten diproduksi dan diawasi sesuai dengan standar kualitas.
Sistem ini mencegah terjadinya kesalahan selama proses produksi. Oleh
karena itu, dokter hewan yang bertugas di dalam bidang produksi dituntut
harus memahami GMP dengan baik. Selain itu, dokter hewan di bidang
produksi juga harus menguasai teknik produksi seperti proses pembiakan
sel, penanaman seed virus atau bakteri, pengambilan (panen) seed serta
melakukan formulasi vaksin.
Produk yang dihasilkan di Pusvetma tidak hanya vaksin virus
melainkan vaksin bakteri serta beberapa jenis antigen. Hal ini dapat menjadi
faktor resiko adanya kontaminasi silang antar produk sehingga perlu adanya
pengawasan agar produk yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik.
Selain itu, beberapa produk yang dihasilkan juga bersifat zoonosis sehingga
perlu diterapkan sistem biosecurity yang ketat agar tidak terjadi penularan
ke pekerja di bidang produksi. Salah satu usaha yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya penyakit zoonosis pada pegawai adalah dengan
melakukan vaksinasi. Pegawai Pusvetma secara rutin divaksin rabies dan
AI. Vaksin dilakukan tiap tahun atau sesuai dengan titer antibodi dari
pegawai.
Di bidang pengujian mutu dan pengembangan produk, dokter hewan
mempunyai peran untuk menguji kualitas produk yang dihasilkan,
pengembangan produk vaksin sesuai dengan agen penyakit (virus atau
bakteri) yang ada di lapang, melakukan monitoring titer antibodi hewan post
vaksin serta surveilen penyakit mulut dan kuku (PMK) yang dilakukan
bekerja sama dengan dinas peternakan di tiap daerah. Dokter hewan

13
bertanggung jawab terhadap kualitas produk yang akan dipasarkan. Dokter
hewan di bidang ini juga berperan untuk memonitoring hasil vaksin pada
hewan dengan menguji titer antibodi hewan post vaksin. Selain itu, dokter
hewan juga harus terus menerus memonitoring perkembangan strain virus
atau bakteri yang ada di lapang untuk mengetahui kecocokan vaksin yang
diproduksi saat ini dengan agen penyakit yang ada di lapang.
Dalam bidang pemasaran dan distribusi, dokter hewan berperan dalam
memberikan informasi mengenai produk kepada calon pembeli, mengawasi
proses distribusi hingga produk diterima oleh konsumen serta memberikan
pelayanan purna jual. Pengawasan proses distribusi dilakukan dengan
memberikan informasi mengenai cara transportasi produk kepada pihak
kargo rekanan. Hal ini bertujuan agar kualitas produk tidak berubah saat
diterima oleh konsumen. Pelayanan purna jual berfungsi untuk menerima
komplain dari konsumen serta menyelesaikan masalah yang ditimbulkan
pada produk dari Pusvetma.

4.2. Proses Produksi


Pusvetma merupakan perusahaan yang menghasilkan beberapa produk
yaitu vaksin virus, vaksin bakteri, antigen untuk diagnostik serta ELISA kit
rabies. Meski demikian, tidak semua jenis vaksin penyakit hewan
diproduksi oleh Pusvetma. Vaksin yang diproduksi merupakan vaksin
penyakit yang tergolong dalam Penyakit Menular Hewan Strategis (PHMS)
antara lain anthrax, rabies, brucellosis, avian influenza, haemorrhagic
septicaemia / septicaemia epizootica dan penyakit jembrana. Menurut PP
No. 47 tahun 2014 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit
Hewan, PHMS adalah penyakit hewan yang dapat menimbulkan kerugian
ekonomi, keresahan masyarakat, dan/atau kematian hewan yang tinggi. Oleh
karena itu, Pusvetma sebagai lembaga pemerintah mempunyai fokus dan
peran untuk turut mencegah penularan penyakit tersebut.
Ada beberapa tahap produksi vaksin virus yang berbeda dengan proses
produksi vaksin bakteri. Hal ini disebabkan karena sifat virus yang obligat
intraseluler sehingga untuk perbanyakan virus perlu dilakukan pada sel

14
hidup seperti pada telur ayam bertunas (TAB). Sedangkan untuk
perbanyakan bakteri cukup pada media agar yang sesuai dengan bakteri.
Secara umum, tahap produksi vaksin di Pusvetma yaitu persiapan,
penanaman, panen, formulasi, pembotolan, pengujian dan distribusi.
Pada produksi vaksin virus, tahap pertama yaitu persiapan yang
meliputi pembiakan sel, penyediaan TAB, serta preparasi seed. Biakan sel
dan TAB berfungsi sebagai media perkembangan virus sedangkan seed
merupakan bibit virus yang akan diperbanyak. Virus harus bebas dari benda
asing, termasuk virus lain yang sejenis. Selain itu, benih itu harus disimpan
di bawah kondisi yang ideal, biasanya pada kondisi beku untuk menghambat
aktivitas dari virus tersebut. Tahap selanjutnya yaitu penanaman seed pada
TAB atau biakan sel. Dalam proses ini suhu dan pH harus dijaga agar virus
dapat berkembang dengan baik. Selain itu, ditambahkan juga enzim tripsin
yang membantu dalam perkembangan virus.
Setelah itu dilakukan pemanenan virus yang meliputi proses titrasi, uji
sterilitas dan inaktivasi. Pemanenan virus dilakukan dengan cara mengambil
cairan alantois yang mengandung virus tadi dijernihkan dengan sentrifugasi
pada kecepatan 2.000 xg selama 30 menit. Cairan alantois tersebut
selanjutnya dipelet dengan ultrasentrifugasi pada 30.000 xg. Pellet yang
terbentuk dilarutkan menjadi 1% dari volume awal dalam larutan
penyangga. Virus kemudian diinaktifkan dengan prosedur kimia atau fisika
sehingga sifat-sifat imunogenik dari virus tetap utuh. Setelah inaktivasi,
perlu dilakukan pengujian daya hidup (viabilitas) virus untuk mendeteksi
kemungkinan adanya virus yang tidak mati (Darminto, 1999).
Langkah selanjutnya yaitu formulasi yaitu proses penambahan
stabilizer, adjuvant serta proses homogenisasi. Adjuvant merupakan zat
yang ditambahkan pada vaksin dengan tujuan meningkatkan sifat
imunogenik dari vaksin. Stabiliser ditambahkan dengan tujuan menstabilkan
vaksin pada saat kondisi ekstrim, misalnya panas (FOHI, 2013).
Setelah formulasi, langkah selanjutnya yaitu pembotolan yang meliputi
proses pengisian, penutupan, kering beku dan capping. Kering beku adalah
proses pengeringan yang didahului dengan pembekuan dan dilanjutkan

15
dengan penghisapan udara sehingga produk jadi biologi dalam keadaan
vakum (FOHI, 2013). Seluruh vaksin yang telah diproduksi wajib dilakukan
pengujian umum yang terdiri dari uji fisik, kemurnian, kevakuman,
sterilitas, kontaminasi dan uji kelembaban. Selain uji tersebut, terdapat
beberapa uji lain yang perlu dilakukan sesuai dengan jenis vaksin seperti uji
kemanan, uji potensi, uji kandungan, uji variasi, uji identitas dan uji variasi.
Proses produksi diatas sesuai dengan FOHI (2013) yang mengatakan
proses produksi vaksin dilakukan dengan cara menanam seed ditumbuhkan
di dalam allantoic cavity TAB SPF atau diinokulasikan di dalam biakan
jaringan yang sesuai. Jika biakan jaringan berasal dari ayam haruslah
diperoleh dari flok SPF. Suspensi virus kemudian dipanen, dicampur dengan
media yang sesuai lalu dikeringbekukan. Minimum titer virus yang ditulis di
etiket harus telah memperlihatkan proteksi yang sama pada saat dipakai di
lapangan.

4.3. Pengujian Mutu


Pengujian mutu dilakukan pada tiap batch/tanding produk yang
dihasilkan sebelum dipasarkan. Seluruh produk yang dihasilkan harus
melewati seluruh proses pengujian mutu agar kualitas dari tersebut terjamin.
Menurut Hidayanto, N.K, dkk (2013) kualitas mutu vaksin merupakan hal
yang penting dalam pemilihan vaksin. Pengujian mutu vaksin dilakukan
dalam rangka pemenuhan persyaratan mutu yang ditetapkan dalam FOHI
dengan tujuan menjamin mutu vaksin yang beredar di lapangan. Kualitas
vaksin merupakan hal penting dalam pencegahan penyakit.
Pengujian mutu di Pusvetma dilakukan melalui beberapa uji baik
pengujian umum maupun pengujian sesuai dengan produk yang dihasilkan.
Uji umum yang dilakukan di Pusvetma meliputi:
a. Uji fisik yang bertujuan untuk mengetahui volume, warna serta ada
atau tidaknya benda asing. Vaksin harus mempunyai warna,
volume, konsentrasi dan pH yang sama, tidak berbau asing dan
tidak mengandung partikel asing serta harus homogen (Chotiah, S.,
2001).

16
b. Uji kemurnian yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
mikroorganisme selain seed yang ditanam.
c. Uji kevakuman yaitu uji untuk mengetahui kondisi kevakuman di
dalam botol. Uji ini dilakukan untuk produk dalam bentuk sediaan
kering beku.
d. Uji kelembaban untuk mengetahui kelembaban produk yang
dihasilkan. Nilai maksimal untuk kelembaban adalah 3%. Jika
produk memiliki kelembaban tinggi maka produk tersebut akan
lebih cepat rusak.
e. Uji sterilitas yaitu uji yang dilakukan untuk memastikan bebas
kontaminasi bakteri dan fungi di dalam produk vaksin.
Uji lain yang dilakukan di Laboratorium Pengujian Mutu Produk
Pusvetma adalah uji keamanan, uji potensi dan uji identifikasi. Uji
keamanan bertujuan untuk mengetahui tingkat keamanan vaksin pada
hewan. Uji ini dilakukan dengan memasukkan vaksin ke dalam hewan
hingga beberapa kali dosis normal dan dilakukan pengamatan selama 14-21
hari. Vaksin dinyatakan memenuhi syarat aman jika selama pengamatan
semua hewan coba tidak menunjukkan gejala abnormal. Uji potensi
merupakan uji untuk mengetahui apakah vaksin mampu memberikan
proteksi terhadap hewan jika terjadi penularan penyakit. Uji potensi
dilakukan dengan menyiapkan dua kelompok hewan yaitu kelompok kontrol
dan kelompok vaksinasi. Pada kelompok vaksinasi, hewan diberi 1 dosis
vaksin sedangkan kelompok kontrol tidak diberi vaksinasi. Setelah 14-21
hari pasca vaksinasi, semua kelompok hewan ditantang dengan virus yang
sama. Vaksin dinyatakan memenuhi syarat jika hewan pada kelompok
vaksinasi tidak timbul gejala klinis dan hewan pada kelompok kontrol mati
atau timbul gejalam klini. Uji identifikasi merupakan uji untuk
mengidentifikasi homolog virus vaksin dengan serum yang dihasilkan,
vaksin harus >90% homolog dengan master seed. Hal tersebut sesuai
dengan FOHI (2013) yang mengatakan bahwa uji umum vaksin inaktif
meliputi uji fisik, uji kemurnian dan uji sterilitas sedangkan untuk vaksin
aktif meliputi uji fisik, uji kelembaban, uji kevakuman dan uji kontaminasi

17
jasad renik. Uji khusus meliputi uji kandungan virus, uji keamanan dan uji
potensi. Vaksin dinyatakan memuaskan jika uji umum dan uji khusus
memenuhi syarat. Produk yang memenuhi syarat kemudian akan
dikeluarkan surat ijin release sedangkan produk yang tidak lulus pengujian
mutu akan dimusnahkan.

4.4. Pengembangan Produk


Selain pengujian mutu, Pusvetma juga memiliki program
pengembangan produk. Bidang pengembangan produk ini bertujuan untuk
memantau perkembangan penyakit yang ada di lapang dan kesesuaian
vaksin dengan agen penyakit di lapang. Dengan demikian, diharapkan
produk vaksin yang dihasilkan tetap mampu mencegah penyakit pada
hewan. Bidang pengembangan produk ini juga menerima sampel yang
dikirim oleh pihak lain untuk diuji jenis agen penyakit pada hewan yang
terinfeksi guna penegakkan diagnosa. Tugas lain dari bidang pengembangan
produk adalah untuk menguji efektivitas vaksin dengan memeriksa titer
antibodi pada hewan di lapang saat pre dan post vaksin.
Sampel yang diperoleh berasal dari tim pengembangan produk yang
turun langsung ke lapang ataupun dikirim oleh pihak lain seperti Dinas
Peternakan dari suatu daerah. Sampel yang dikirim dapat berupa organ
maupun DNA yang telah diisolasi. Jika sampel yang diperoleh berupa organ
maka perlu dilakukan isolasi DNA atau RNA. Setelah tahap isolasi,
dilanjutkan dengan tahap PCR hingga tahap sequencing. Sequencing ini
berfungsi untuk mengetahui susunan basa pada DNA atau RNA dari agen
penyakit. Hasil yang diperoleh dari tahap sequencing dibandingkan dengan
susunan DNA dari vaksin yang dimiliki pada saat ini. Hasil perbandingan
ini yang digunakan untuk menentukan apakah perlu adanya pengembangan
produk vaksin baru dengan strain virus atau bakteri yang ada dilapang.
Pengujian efektivitas vaksin di lapang dilakukan dengan menggunakan
teknik ELISA. Hasil dari pengujian dapat digunakan untuk mengetahui
bagaimana perbandingan titer antibodi pada hewan sebelum dan sesudah
divaksin.

18
4.5. Pemasaran dan Distribusi
Produk yang telah lulus pengujian mutu akan mendapat surat ijin
release. Setelah adanya surat tersebut barulah produk dapat dipasarkan dan
didistribusikan ke pembeli. Pemasaran produk Pusvetma berbeda dengan
perusahaan vaksin milik swasta. Hal ini disebabkan karena Pusvetma
merupakan badan usaha di bawah Kementrian Pertanian. Produk yang
dihasilkan oleh Pusvetma sebagian besar dipasarkan melalui dinas-dinas
peternakan di seluruh Indonesia. Produk yang dipasarkan melalui dinas
peternakan memperoleh subsidi dari pemerintah sehingga harga jual dari
produk tersebut lebih mutah. Subsidi ini bertujuan untuk membantu
kesehatan ternak dari peternak dengan skala kecil. Selain itu, Pusvetma juga
bersifat BLU atau Badan Layanan Umum yang menjual produknya kepada
pihak perorangan. Pembelian produk di Pusvetma tidak dibatasi dengan
jumlah tertentu. Pihak pembeli dapat membeli produk sesuai kebutuhan
bahkan hanya satu vial atau satu botol. Meski demikian, pembelian produk
harus tetap menggunakan resep dokter hewan.
Pendistribusian produk dari Pusvetma ke pembeli dilakukan dengan
bekerja sama dengan pihak rekanan kurir. Dalam pengiriman produk perlu
diterapkan sistem rantai dingin. Hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas
produk tetap baik. Pengepakan produk dilakukan dengan menggunakan box
sterofoam yang diisi dengan gel beku guna menjaga suhu tetap dingin.
Selanjutnya vaksin dimasukkan ke dalam box dan box disegel dengan
menggunakan isolasi. Sebelum didistribusikan, produk yang telah dihasilkan
terlebih dahulu disimpan di gudang penyimpanan dengan suhu 4oC.
Cold Chain adalah termasuk bagian dari rantai supply (supply chain) di
mana di dalamnya bertujuan untuk menjaga suhu agar produk tetap terjaga
selama proses distribusi pada rangkaian rantai suplai (supply chain). Rantai
Suplai dapat didefinisikan sebagai sekumpulan aktifitas yang terlibat dalam
proses perubahan dan distribusi barang mulai dari bahan baku sampai
produk jadi pada konsumen akhir. Pada industri obat-obatan suhu dijaga

19
antara 2 – 8oC, tetapi temperatur ini tentunya akan berbeda tergantung dari
produk yang ditanganinya (Lailosa, G.W., 2009).
Menurut Ministry of Heath New Zealand (2012) menyebutkan bahwa
terdapat dua elemen terpenting dari sistem rantai dingin vaksin yaitu
petugas yang mengatur dalam pembuatan, penyimpanan dan distribusi serta
yang bekerja pada pelayanan kesehatan. Kedua adalah peralatan yang
digunakan untuk penyimpanan, transportasi serta pemantauan vaksin hingga
sampai ke pasien.
Pengaduan konsumen terhadap produk yang rusak atau tidak sesuai
dapat dilakukan kepada pihak Pusvetma. Komplain konsumen akan dilayani
oleh bagian pemasaran dan distrbusi. Langkah pertama yang dilakukan jika
ada komplain dari konsumen adalah memeriksa produk lain yang
mempunyai kode tanding dengan sama dengan produk yang diadukan
bermasalah. Jika seluruh produk mengalami kerusakan atau kualitas yang
tidak sesuai maka akan dilakukan penarikan produk yang telah
didistibusikan dan menganalisa letak permasalahan. Jika hanya produk
bermasalah hanya pada satu konsumen yang melakukan pengaduan maka
pihak Pusvetma akan langsung menganalisa letak permasalahan, apakah
disebabkan selama proses distribusi atau kesalahan penanganan produk oleh
konsumen seperti cara penyimpanan atau metode pemakaian produk yang
tidak sesuai. Alur pengaduan konsumen dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.

KONSUMEN

KAPUSVETMA

LAYANAN PENGADUAN
SEKSI PEMASARAN & KERJASAMA
BIDANG PEMASARAN & DISTRIBUSI

20

KOMISI TEKNIS
PENANGANAN

Gambar 4.1. Mekanisme Pengaduan Konsumen

21
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dokter hewan merupakan profesi dengan bidang kerja yang sangat luas,
salah satunya adalah dalam bidang farmasi yaitu produksi vaksin dan alat
diagnostik. Di Pusvetma, dokter hewan mempunyai peran yang sangat
penting dalam segala bidang baik produksi, pengujian mutu, pengembangan
produk bahkan pemasaran dan distribusi. Oleh karena itu, dokter hewan
pada saat ini dituntut untuk dapat menguasai ilmu yang berkaitan dengan
bidang farmasi.
Dalam perusahaan farmasi obat hewan seperti Pusvetma terdapat
beberapa bidang yang saling berkaitan untuk menghasilkan produk yang
berkualitas. Bidang tersebut yaitu bidang produksi, pengujian mutu dan
pengembangan produk serta pemasaran dan distribusi. Bidang-bidang yang
telah disebutkan mempunyai tugas dan peran yang berbeda namun harus
tetap dapat bekerja sama agar produk yang dihasilkan dapat mempunyai
kualitas yang baik.

22
DAFTAR PUSTAKA

Chotiah, S. 2001. Studi Vaksin Erysipelas Isolat Lokal: I. Tanggap Kebal Mencit
dan Babi Vaksinasi Terhadap Uji Tantang Isolat Lokal Erysipelothrix
Rhusiopathiae Serotipe 1 dan 2. Seminar Nasional Teknologi peternakan
dan Veteriner. Bogor

Darminto. 1999. Pengembangan Vaksin Infectious Bronchitis Inactif Isolat Lokal.


Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 4(2): 113-120

Farmakope Obat Hewan Indonesia Jilid I. 2013. Dirjen Peternakan dan Kesehatan
Hewan

Hidayanto, N.K., dkk. 2013. Pengujian Vaksin Newcastle Disease (ND) di


BBPMSOH Tahun 2009-2013. Unit Uji Virologi BBPMSOH. Bogor

Lailossa, G. W. (2009). Studi Awal Design Model Sistem Rantai Dingin (Cold
Chain System) Komoditas Unggulan Ekspor Sektor Perikanan Maluku
(Ikan Beku/Frozen Fish). Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Surabaya

Ministry of Health. 2012. National Guidelines for Vaccine Storage and


Distribution. Ministry of Health. Wellington

23

Anda mungkin juga menyukai