Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN AKHIR KEGIATAN PPDH

ROTASI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER PERIODE 2023/2024
GELOMBANG XII KELOMPOK 4

“PENGUJIAN PRODUK HEWAN: RAW SUSU SAPI, DAGING SAPI, TELUR AYAM,
SUSU PASTEURISASI, KORNET DAGING SAPI, DAN MAYONAISE”

Oleh:
PRATITHA LAKSMI RATNANGGANI, S.KH
NIM. 220130100111049

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR KEGIATAN PPDH


ROTASI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER PERIODE 2023/2024
GELOMBANG XII KELOMPOK 3

Oleh:
PRATITHA LAKSMI RATNANGGANI, S.KH
NIM. 220130100111049

Menyetujui,

Pembimbing

drh. Ajeng Erika Prihastuti Haskito, M.Si


NIP. 198905162015042001

Mengetahui,
Koordinator Rotasi Kesmavet

drh. Widi Nugroho, Ph.D


NIP. 197701102006051002

Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Dokter Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya

drh. Nofan Rickyawan, M.Sc.


NIP. 198511162018031001

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kegiatan PPDH Rotasi Kesehatan
Masyarakat Veteriner yang dilaksanakan di Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya. Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu dalam penyusunan laporan ini dan secara khusus penyusun menyampaikan
terima kasih kepada:
1. drh. Dyah Ayu Oktavianie A.P., M. Biotech selaku Dekan Fakultas Kedokteran
HewanUniversitas Brawijaya
2. drh. Nofan Rickyawan, M.Sc. selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya, Malang.
3. drh. Widi Nugroho, Ph.D sebagai Koordinator Rotasi Kesmavet yang telah memberikan
pengarahan serta dukungan kepada mahasiswa FKH UB.
4. Prof. Dr. Dra. Med. Vet. Herawati, MP selaku dosen pengampu rotasi Kesehatan
Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya
5. drh. Ajeng Erika Prihastuti Haskito, M.Si selaku dosen pengampu rotasi Kesehatan
Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya
6. drh. Citra Sari, M.Si selaku dosen pengampu rotasi Kesehatan Masyarakat Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya
7. Seluruh Dokter Hewan dan Tenaga Kerja di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan
Provinsi Bali yang telah membimbing, memberikan ilmu, dan mewadahi penulis selama
menjalankan Rotasi PPDH.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna. Maka
dari itu penulis membuka diri untuk segala kritik dan saran yang membangun untuk penulisan
selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan rotasi ini dapat memberikan manfaat
bagi pembaca khusunya rekan-rekan profesi dokter hewan
Malang, 28 September 2023
Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................................ii


KATA PENGANTAR ..............................................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ...................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ......................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ....................................................................................................................... 2
BAB II METODOLOGI .......................................................................................................... 3
2.1 Pengujian Kualitas dan Keamanan Susu Sapi Segar .................................................. 3
2.2 Pengujian Kualitas dan Keamanan Daging Sapi ........................................................ 9
2.3 Pengujian Kualitas dan Keamanan Telur Ayam Konsumsi ...................................... 14
2.4 Pengujian Kualitas dan Keamanan Susu Pasteurisasi .............................................. 16
2.5 Pengujian Kualitas dan Keamanan Kornet Daging .................................................. 19
2.6 Pengujian Kualitas dan Keamanan Mayonaise ........................................................ 21
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................ 24
3.1 Hasil Pengujian Kualitas dan Keamanan Raw Susu Sapi......................................... 24
3.2 Hasil Pengujian Kualitas dan Keamanan Daging Sapi ............................................. 28
3.3 Hasil Pengujian Kualitas dan Keamanan Telur Ayam Konsumsi ............................. 30
3.4 Hasil Pengujian Kualitas dan Keamanan Susu Pasteurisasi ..................................... 34
3.5 Hasil Pengujian Kualitas dan Keamanan Kornet ..................................................... 36
3.6 Hasil Pengujian Kualitas dan Keamanan Mayonaise ............................................... 37
BAB IV PENUTUP................................................................................................................. 39
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 39
4.2 Saran ......................................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 40
LAMPIRAN ............................................................................................................................ 42

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Susu Sapi Segar ......................................................................... 24


Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Daging Sapi ............................................................................... 28
Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Telur Ayam Konsumsi ............................................................... 31
Tabel 3.4 Hasil Pemeriksaan Susu pasteurisasi ....................................................................... 34
Tabel 3.5 Hasil Pemeriksaan Kornet ........................................................................................ 36
Tabel 3.6 Hasil Pemeriksaan Mayonaise ................................................................................. 37

v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan beranekaragamnya jenis yang dikonsumsi, mencakup pangan
sumber energi, protein dan zat gizi lainnya dalam bentuk bahan mentah maupun pangan
olahan sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup baik kualitas maupun kuantitasnya.
Pangan merupakan suatu susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan
makanan yang umumnya dikonsumsi atau dimakan setiap hari dalam jangka waktu tertentu
(Yoris dkk., 2016). Karena pentingnya makanan untuk tubuh, maka perlu dilakukan
penjaminan mutu dan keamanan pangan, termasuk bahan pangan asal hewan. Berdasarkan
PP Nomor 28 Tahun 2004, mutu pangan adalah nilai yang berdasarkan atas dasar kriteria
keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan bahan makanan dan minuman.
Sedangkan keamanan pangan menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 merupakan
usaha yang dibutuhkan untuk mencegah pangan dari cemaran baik secara biologis, kimia
maupun benda benda lain yang mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan
manusia.
Produk hewan merupakan salah satu bahan pangan yang berperan penting bagi
kehidupan manusia karena mengandung protein hewani yang berguna untuk pemenuhan
gizi masyarakat. Dimana produk hewan merupakan semua bahan yang masih segar
dan/atau telah diolah/diproses untuk keperluan pangan, farmasetika, pertanian, dan/atau
kegunaan lain bagi pemenuhan kebutuhan dan kemaslahatan manusia. Secara umum yang
termasuk produk hewan ialah seperti daging sapi, daging ayam, telur, susu, dan sebagainya.
Produk hewan memiliki nilai gizi yang tinggi terutama kandungan protein, asam amino,
lemak laktosa, mineral, dan vitamin. Namun walaupun demikian produk hewan juga
bersifat mudah rusak dan busuk terutama di daerah tropis dan lembab seperti Indonesia
menyebabkan mikroorganisme mudah berkembang biak. Selain itu pangan asal hewan juga
berpotensi bahaya karena merupakan salah satu media pembawa bibit penyakit zoonosis
(Yoris dkk., 2016).
Dokter hewan bertanggung jawab untuk menangani segala urusan yang berkaitan
dengan hewan, termasuk bahan pangan asal hewan. Bahan pangan asal hewan yang umum
dikonsumsi masyarakat antara lain adalah susu, daging dan telur. Susu segar merupakan
susu yang merupakan hasil pemerahan dari sapi, kerbau, kuda, kambing maupun domba
sehat dan tidak tercampur kolostrum (Masruroh dkk., 2018). Susu merupakan salah satu
bahan pangan yang sangat mudah rusak karena sifatnya yang sensitive waktu. Daging
adalah seluruh jaringan hewan dan seluruh produk hasil olahan jaringan-jaringan tersebut
yang dapat dimakan serta tidak menyebabkan gangguan kesehatan bagi konsumennya
1
(Soeparno, 2011). Telur merupakan produk unggas yang dihasilkan unggas sebagai produk
reproduksi yang kaya akan protein dan zat bermanfaat lainnya yang membuatnya sering
dikonsumsi oleh masyarakat (Kasmiati dkk., 2019). Karena tingginya minat masyarakat
dalam konsumsi bahan pangan asal hewan baik dalam bentuk raw maupun bentuk olahan,
maka kontribusi dokter hewan sangat dibutuhkan untuk menjaga mutu dan keamanan
pangan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana prinsip dan metode pengujian mutu dan keamanan produk asal hewan
dan produk olahan asal hewan?
1.2.2 Bagaimana hasil pengujian mutu dan keamanan sampel asal hewan dan produk
olahan asal hewan?
1.2.3 Apakah hasil mutu produk asal hewan dan produk olahan asal hewan sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI)?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui prinsip dan metode pengujian mutu dan keamanan bahan pangan asal
hewan dan produk olahan asal hewan
1.3.2 Mengetahui hasil pengujian mutu dan keamanan sampel bahan pangan asal hewan
dan produk olahan asal hewan
1.3.3 Menentukan hasil mutu bahan pangan asal hewan dan produk olahan asal hewan
sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)
1.4 Manfaat
Mahasiswa PPDH mampu mengetahui dan melakukan tata cara pengujian bahan
pangan asal hewan dan produk olahan asal hewan dengan baik dan benar sehingga mampu
membuat keputusan kualitas pangan berdasarkan SNI dan referensi lainnya untuk dapat
dikonsumsi secara ASUH oleh masyarakat.

2
BAB II METODOLOGI

2.1 Pengujian Kualitas dan Keamanan Susu Sapi Segar


2.1.1 Uji Organoleptik
Prinsip Kerja: Uji organoleptik pada susu sapi segar meliputi pemeriksaan pada rasa,
warna, bau, dan konsistensi. Pemeriksaan dilakukan langsung oleh panca indera.
Cara Kerja: Sampel susu segar diletakkan dalam tabung erlenmeyer sebanyak 5ml
untuk diamati warna, bau dan rasa. Pengujian konsistensi dilakukan dengan
memasukkan sampel susu ke dalam tabung reaksi lalu miringkan tabung dan tegakan
kembali untuk melihat kecepatan penurunan susu yang membasahi dinding dan ada
tidaknya lendir, maupun butiran residu pada dinding tabung reaksi.
Interpretasi: Susu sapi segar menurut SNI 01-2782-1998 tidak ditemukan adanya
perubahan warna, rasa, bau dan konsistensi.
2.1.2 Uji Kesegaran Susu
• Uji pH
Prinsip Kerja: Mengetahui intensitas keasaman menggunakan kertas pH dengan
rentang normal pH susu segar adalah 6-7 (Dwitania, 2013).
Cara Kerja: Susu sapi segar dimasukkan ke gelas beaker lalu diukur pH
menggunakan pH meter.
Interpretasi: Nilai 1-6 termasuk kedalam suasana asam dan nilai 8-14 masuk
dalam suasana basa. pH normal Susu adalah 6,3-6,8 (Badan Standarisasi Nasional,
2011).
• Uji Didih
Prinsip Kerja: Uji didih dilakukan untuk mengetahui derajat keasaman susu.
Kasein menjadi tidak stabil apabila susu dalam kondisi asam sehingga saat di
panaskan akan menggumpal/pecah (Dwitania, 2013).
Cara Kerja: Susu volume 5 mL dimasukkan ke tabung reaksi dan dijepit. Tabung
reaksi dipanaskan dengan api bunsen sampai mendidih. Hasil positif
menunjukkan gumpalan (Dwitania, 2013).
Interpretasi: Hasil positif ditunjukkan dari adanya gumpalan atau butiran halus
pada dinding tabung. Susu pecah pada uji didih dapat ditemukan pada susu asam,
kolostrum atau akibat perubahan fisiologis pada sapi (Dwitania, 2013).
• Uji Alkohol

3
Prinsip Kerja: Uji alkohol dilakukan untuk mengetahui derajat keasaman susu.
Kasein diselubungi oleh selubung air kasein phosphat. Keasaman dapat
mempengaruhi tingkat kestabilan selubung air. Alkohol memiliki daya dehidrasi
sehingga selubung air akan terdehidrasi dan protein dikoagulasikan. Hasil positif
menunjukkan gumpalan (Dwitania, 2013).
Cara Kerja: Susu dengan volume 3 mL dimasukkan ke tabung reaksi,
ditambahkan alkohol 70% dengan volume 3 mL. Tabung reaksi dikocok perlahan.
Hasil positif menunjukkan adanya gumpalan susu di dinding tabung dan
sebaliknya (Dwitania, 2013).
Interpretasi: Hasil positif ditunjukkan dari adanya gumpalan atau butiran halus
pada dinding tabung (Dwitania, 2013).
• Uji Titrasi Keasaman Susu (Soxhlet Henkel)
Prinsip Kerja: Mengetahui tingkat derajat keasaman susu dengan titrasi.
Mikrooganisme bekerja untuk perombakan laktosa akibat adanya asam yang
terbentuk (Dwitania, 2013).
Cara Kerja: Susu sapi segar dimasukkan ke 2 labu Erlenmeyer dengan masing-
masing sebanyak 50 mL dan tiap labu ditambahkan 2 ml phenolphthalein 2%.
Salah satu sampel susu dititrasi dengan 0,25 N NaOH hingga terbentuk warna
merah muda tetap saat dikocok. Banyak NaOH yang terpakai kemudian dikali 2
(Dwitania, 2013).
Interpretasi: Derajat Soxhlet Henkel adalah 0,25 NaOH yang digunakan
dikalikan 2.
2.1.3 Uji Komposisi Susu
• Uji Berat Jenis
Prinsip Kerja: Benda padat yang dicelupkan ke dalam cairan, maka akan
mendapatkan tekanan ke atas sebesar berat benda yang dipindahkan (Anindita &
Soyi, 2017).
Cara Kerja: Berat jenis diukur pada suhu 27,5oC. Sampel susu sebanyak 250 mL
diaduk dengan cara menuangkan dari gelas ukur satu ke gelas ukur lainnya secara
hati-hati tanpa menimbulkan buih agar lemaknya merata. Kemudian, dimasukkan
sampel susu sapi homogen tersebut ±2/3 gelas ukur, dan laktodensimeter
dimasukkan ke dalam gelas ukur. Tunggu sampai goyangan berhenti. Kemudian
BJ (pada skala yang ditunjukkan oleh laktodensimeter) dan suhu dibaca
(termometer dicelupkan ke dalam susu) (Anindita & Soyi, 2017).

4
Interpretasi: Berat Jenis yang minimum pada susu segar sesuai dengan SNI
3141.1:2011 adalah 1,0270 (Anindita & Soyi, 2017).

• Uji Pemalsuan Susu dengan Air


Prinsip Kerja: Penambahan air menyebabkan berat jenis dan kadar lemak pada
susu menurun. Hal ini akan meningkatkan titik beku pada susu dan menimbulkan
terbentuknya nitrit yang akan memberikan reaksi berupa cincin biru pada larutan
CaCl2 (Anindita & Soyi, 2017).
Cara Kerja: Buatlah larutan 0,5 gr di diphenylamine dalam campuran 100 ml
H2SO4 dan 20 ml aquadest. 2 ml larutan ini masukkan ke dalam tabung reaksi.
Tambahkan 0,5 ml serum calcium chlorida (1ml CaCl2 20% + 150ml Susu) yang
dituangkan secara lambat sehingga tidak bercampur dengan larutan di atas
(Anindita & Soyi, 2017).
Interpretasi: Reaksi positif apabila terbentuk cincin biru pada permukaan larutan
(Anindita & Soyi, 2017).
• Uji Kadar Lemak (Gerber)
Prinsip Kerja: H2SO4 merombak dan melarutkan kasein susu. Saat ditambah
amyl alcohol dan dipanaskan, membuat butiran lemak membesar dan terdapat
cairan jernih (Widyawati, 2020).
Cara Kerja: Butirometer diisi 10 mL H2SO4 ke dinding butirometer, lalu
ditambahkan 11 mL sampel susu melalui dinding tabung agar sampel terpisah
dengan H2SO4, kemudian 1 mL amil alkohol lalu disumbat dengan karet dan
dikocok hingga coklat kehitaman. Sampel di sentrifuge selama 5 menit dengan
kecepatan 1200 rpm. Butirometer dimasukkan ke penangas air suhu 65°C selama
lima menit. Kadar lemak dibaca pada bagian berskala (%) (Widyawati, 2020).
Interpretasi: cairan jenih kekuningan yang berada diatas larutan hitam di hitung
pada bagian skala hitungnya dan ditemukan % kadar lemak susu. Susu segar yang
normal, memiliki minimum 3,0% lemak menurut (SNI 3141.1:2011).
• Uji Kadar Protein
Prinsip Kerja: Kadar protein dalam susu dapat dilakukan menggunakan
perhitungan apabila kadar lemaknya sudah diketahui (Purnama, 2019).
Cara Kerja: 25 ml sampel susu dimasukan kedalam erlenmeyer 100ml kemudian
ditambahkan 2 tetes larutan phenolphthalein 2% dan 1ml larutan K2C204 dan
diamkan selama 2-3 menit. Titrasi larutan dengan NaOH 0,1N hingga terlihat
warna standar merah jambu yang tetap. Setelah terlihat warna standar pada larutan,
5
tambahkan kedalamnya 5ml larutan formalin 35% dan lanjutkan titrasi
menggunakan NaOH 0,1N hingga terlihat lagi warna standar yang tetap dan catat
sebagai titrasi kedua (V1). Kemudian dibuat larutan blanko dengan memasukan
25ml aquadest kedalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 2 tetes
phenolphthalein 2% dan 1ml larutan K2C204 serta 5 ml larutan formalin 35%.
Titrasi dengan larutan NaOH 0,1N hingga mencapai warna merah jambu yang
tetap dan catat sebagai titrasi blanko (V2). Dihitung kadar protein menggunakan
rumus: (% kadar protein) =(V1−V2) ×1,83.
Interpretasi: Susu segar yang normal, memiliki minimum 2,8% protein (SNI
3141.1:2011).
2.1.4 Uji Dugaan Mastitis
• Uji Breed
Prinsip Kerja: Uji Mastitis breed dilakukan untuk menghitung jumlah sel somatis
didalam susu secara langsung. Nukleus pada sel somatis yang bersifat
metachromatic akan berwarna biru gelap sementara sitoplasma akan terwarnai
biru pucat.
Cara Kerja: Gelas objek diletakkan diatas kertas breed, kemudian ditambahkan
sampel susu dengan pipet sebanyak 0,01 ml diatas gelas objek dengan membentuk
persegi dengan ukuran 1 cm menggunakan ose siku kemudian didiamkan hingga
mengering. Setelah kering dilanjutkan dengan proses pewarnaan, proses
pewarnaan dilakukan dengan cara merendam obyek glass pada eter alkohol
selama 2 menit untuk melarutkan lemak susu. Kemudian obyek glass ditetesi
Methylen Blue Loeffler. lalu, obyek glass tersebut dimasukkan ke dalam larutan
alkohol 96% untuk menghilangkan sisa zat pewarnaan. Preparat atau obyek glass
selanjutnya diamati dibawah mikroskop dengan ditambahkan minyak emersi. Sel
somatis (sel radang) yang didapat kemudian dihitung dengan mikroskop
perbesaran 1000x mengalikan faktor mikroskop dengan rataan jumlah somatis
dari 10 lapang pandang.
Interpretasi: Sapi yang sehat hanya memiliki 1x103 sel somatic. Sedangkan sapi
yang mengalami mastitis memiliki >4x105 sel somatik (El-Tahawy, et al., 2010).
• Uji California Mastitis Test (CMT)
Prinsip Kerja: California Mastitis Test (CMT) merupakan metode perhitungan
sel somatis secara tidak langsung. Pereaksi CMT akan bereaksi dengan DNA inti
sel somatis sehingga membentuk massa kental (Fatmawati, 2019).

6
Cara Kerja: dimasukkan 3 ml susu pada paddle dan ditambah pereaksi CMT
dengan perbandingan 1:1. Paddle yang terisi sampel susu diputar secara horizontal
selama 30 detik lalu dibaca interpretasi hasilnya dengan indikasi (+) terbentuk
lendir, (++) terbentuk lendir kental. (+++) terbentuk lendir yang sangat kental
(Fatmawati, 2019).
Interpretasi: Hasil (+): sampel mengental akibat koagulasi sel somatik
(Fatmawati, 2019).
2.1.5 Uji Cemaran Mikrobiologi
• Total Plate Count (TPC)
Prinsip Kerja: Mengetahui banyaknya mikroba dalam sampel menggunakan
media PCA. Interpretasi ditunjukkan dengan adanya koloni bakteri (Arifin, 2016).
Cara Kerja: Susu ditambahkan ke media pengencer BPW. Sebanyak 1 mL susu
dari pengenceran 10-1 dipindahkan ke tabung reaksi berisi pengeceran 10-2,
dilakukan demikian seterusnya hingga pengenceran 10-7. Masing-masing sampel
susu sebanyak 1 mL pada pengenceran 10-5, 10-6, 10-7 dituangkan pada media PCA
dengan metode pour. Media diinkubasi dalam temperatur 37°C selama 24 jam dan
koloni dihitung (Arifin, 2016).
Interpretasi: Bakteri akan tumbuh sebagai koloni-koloni tunggal setelah
mengalami inkubasi selama 24 jam di suhu 37 ̊C. Batas minimum Total plate
count (TPC) normal susu adalah 1x 106 cfu/g (Arifin, 2016).
• Cemaran Staphylococcus sp.
Prinsip Kerja: Menumbuhkan sel mikroba Staphylococcus aureus yang masih
hidup pada media Baird Parker agar, sehingga Staphylococcus aureus akan
berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung
dengan mata tanpa menggunakan mikroskop SNI 2332-9:2011).
Cara Kera: Satu koloni hasil dari pertumbuhan bakteri pada media BPW 10-1
dikoleksi menggunakan ose. Selanjutnya ditanam pada media BPA padat dengan
cara ose distrik pada media. Media diinkubasi pada inkubator suhu 37°C selama
24 jam. Hasil positif adanya Staphylococcus sp. ditunjukkan dengan tumbuhnya
koloni bakteri pada media SNI 2332- 9:2011).
Interpretasi: Batas maksimum cemaran mikroba Staphylococcus aureus pada
Susu menurut SNI 3141.1:2011 adalah sebanyak 1 x 102 cfu/g. Koloni bakteri
Staphylococcus aureus akan berwarna hitam pekat pada media Baird Parker agar
(SNI 2332-9:2011).
• Cemaran Salmonella sp.
7
Prinsip Kerja: Menumbuhkan sel mikroba Salmonella sp. yang masih hidup pada
media Salmonella-Shigella agar, sehingga Salmonella sp. akan berkembang biak
dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata
tanpa menggunakan mikroskop. H2S yang diproduksi oleh bakteri Salmonella sp.
akan bereaksi dengan FeCl3 pada media SSA dan akan membentuk koloni
berwarna hitam (Hasrini, 2018).
Cara Kerja: Satu koloni hasil dari pertumbuhan bakteri pada media BPW 10-1
dikoleksi menggunakan ose. Selanjutnya ditanam pada media SSA padat dengan
cara ose distrik pada media. Media diinkubasi pada inkubator suhu 37°C selama
24 jam. Hasil positif adanya Salmonella akan ditunjukkan dengan tumbuhnya
koloni bakteri berwarna hitam, putih, ataupun abu-abu. (Hasrini, 2018).
Interpretasi: Batas maksimum cemaran mikroba Salmonella sp pada Susu segar
yang tidak dipasteuriasi menurut SNI 7388:2009 adalah negatif. Koloni bakteri
Salmonella sp. akan berwarna hitam pada media Salmonella-Shigella agar (SSA)
(Hasrini, 2018).
• Cemaran E. coli
Prinsip Kerja: Menumbuhkan sel mikroba Escherichia coli yang masih hidup
pada media Eosin Methylene Blue agar, sehingga Escherichia coli akan
berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung
dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Escherichia coli dapat
memfermentasi laktosa yang mengakibatkan peningkatan kadar asam dalam
media. Kadar asam yang tinggi akan mengendapkan methylen blue dalam media
EMBA sehingga terbentuk warna hijau metalik (Hasrini, 2018).
Cara Kerja: Satu koloni hasil dari pertumbuhan bakteri pada media BPW 10-1
dikoleksi menggunakan ose. Selanjutnya ditanam pada media EMBA padat
dengan cara ose distrik pada media. Media diinkubasi pada inkubator suhu 37°C
selama 24 jam. Hasil positif adanya E. coli akan menunjukkan adanya koloni
berwarna hijau metalik pada media EMBA (Hasrini, 2018).
Interpretasi: Batas maksimum cemaran mikroba Escherichia coli pada Susu
menurut SNI 3141.1:2011 adalah sebanyak 1x 103 cfu/g. Koloni bakteri
Escherichia coli akan berwarna hijau metalik pada media Eosin Methylene Blue
agar (Hasrini, 2018).
• Uji Residu Antibiotik

8
Prinsip Kerja: Residu antibiotika akan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pada media agar. Penghambatan dapat dilihat dengan
terbentuknya daerah hambatan sekitar kertas cakram/paper disc (Meutia, 2016).
Cara Kerja: Dilakukan complete streak pada media Mueller-Hilton agar
menggunakan cotton ball stick yang telah dicelupkan pada kultur bakteri Susu di
larutan 9 ml BPW 0,1 %. Setelah streak cukup mengering ditempelkan secara
perlahan blank disk yang telah dicelupkan kedalam Susu selama 2 menit
menggunakan pinset dan tekan secara perlahan hingga menempel. Kemudian
ditempelkan cakram disk dari penicilin, ciprofloxacin, gentamycin, dan cefadroxil.
MHA diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam di suhu 35 ̊C (Meutia, 2016).
Interpretasi: Sampel dinyatakan positif mengandung residu antibiotik apabila
terbentuk zona hambat pertumbuhan bakteri dengan minimal diameter 2 mm
(Meutia, 2016).
2.2 Pengujian Kualitas dan Keamanan Daging Sapi
2.2.1 Uji Organoleptik
Prinsip: Pemeriksaan organoleptik pada daging dilakukan dengan pengamatan
terhadap warna, bau, dan konsistensi (Suada et al., 2018).
Cara Kerja: sampel daging diletakkan pada cawan petri. Setelah itu, diamati warna,
dicium baunya, diamati konsistensinya (Suada et al., 2018).
Interpretasi: daging yang baik memiliki warna merah segar, bau khas daging sapi,
dan konsistensi liat (Suada et al., 2018).
2.2.2 Uji pH Daging
Prinsip: Nilai pH pada daging diukur dengan menggunakan pH test strip. pH test
strip merupakan kertas litmus dengan indikator warna yang dapat digunakan dalam
menentukan nilai pH suatu cairan. Substansi yang bersentuhan dengan kertas akan
menunjukan berbagai warna yang berbeda pada berbagai tingkat keasaman.
Cara Kerja: Sampel daging diletakan diatas cawan petri masing-masing sebanyak
5g untuk digerus menggunakan mortar dan alu. Setelah sampel lunak tambahkan
sedikit aquadest untuk mengekstraksi daging. Letakan test strip selama 30 detik
untuk melihat perubahan warna yang dihasilkan lalu dekatkan dengan skala yang
berada pada box test strip.
Interpretasi: Nilai 1-6 termasuk kedalam suasana asam dan Nilai 8-14 masuk dalam
suasana basa. pH normal daging postmortem adalah 5,4-5,8 (Merthayasa, dkk., 2015).
2.2.3 Uji Awal Pembusukan
• Uji Drip Loss
9
Prinsip Kerja: Air bebas akan dilepaskan pada protein otot sejalan dengan
penurunan pH otot. Hal ini diuji dengan membiarkan daging tergantung dalam
suhu 7°C selama 48 jam untuk melihat terpisahnya air bebas pada otot (Fatimah,
2008).
Cara Kerja: Sampel daging Sapi ditimbang (a gram). Kemudian daging
digantung dengan hook tanpa bersentuhan dengan dinding tabung reaksi.
Kemudian tabung reaksi di tutup dan dimasukkan dalam refrigerator selama 48
jam dengan suhu 7°C. Setelah 48 jam, daging diambil dan diukur beratnya (b
gram). Dihitung angka driploss dengan rumus: Driploss (%) = (a−b) a×100%
(Fatimah, 2008).
Interpretasi: Nilai driploss normal daging Sapi adalah 5,6% - 7,8% (Fatimah,
2008).
• Uji Cooking Loss
Prinsip: Selama proses pemanasan, protein daging akan terdenaturasi sehingga
susunan selulernya akan rusak dan mempengaruhi daya ikat air dalam daging. Air
dalam daging akan keluar selama proses pemanasan (Fatimah, 2008).
Cara Kerja: Sampel daging Sapi ditimbang (a gram). Termometer ditusukkan
kedalam daging dan dimasukkan kedalam kantung plastik. Udara dalam kantung
plastik dipastikan hilang kemudian diikat menggunakan tali. Kantung plastik
dimasukkan kedalam waterbath bersuhu 75°C selama 50 menit, kemudian dialiri
dengan air selama 40 menit. Daging dikeluarkan dari kantung plastik, dikeringkan
dengan tisu dan ditimbang kembali (b gram). Dihitung angka cookingloss dengan
rumus: Cooking Loss (%) =(a−b) a×100% (Fatimah, 2008).
Interpretasi: Nilai cookingloss normal daging Sapi adalah 42,77 – 44,65%
(Fatimah, 2008).
• Uji H2S
Prinsip Kerja: Pemeriksaan H2S digunakan untuk memeriksa proses
pembusukan pada daging. Pada awal pembusukan, daging akan menghasilkan gas
H2S yang kemudian akan bereaksi dengan Pb-asetat dan akan menghasilkan
warna hitam kecoklatan dari PbS yang dihasilkan.
Cara Kerja: pada cawan petri yang bersih, sampel daging dipotong kecil-kecil
dan diletakkan pada cawan petri yang sudah disiapkan. Selanjutnya, cawan petri
ditutup menggunakan kertas saring. Dari atas kertas saring diteteskan Pb asetat ±
6 tetes. Kemudian, cawan petri ditutup dan diletakkan pada tempat yang bersih.

10
Interpretasi : Reaksi positif ditunjukkan dengan adanya warna hitam kecoklatan
di sekitar tetesan Pb asetat, sedangkan reaksi negatif ditunjukkan dengan tidak
adanya warna hitam kecoklatan.
• Uji Postma
Prinsip Kerja: Apabila terjadi proses pembusukan, maka akan menghasilkan gas
NH3 yang masih terikat, dengan perlakuan pemanasan dan menambahkan MgO
akan membebaskan NH3 dari ikatan tersebut. Gas akan bersifat basa yang
kemudian ditangkap oleh kertas lakmus dan berubah menjadi warna biru.
Cara Kerja: Sebanyak 1 bagian daging bersama 10 bagian aquades
dihomogenkan kemudian disaring, 10 mL filtrat dimasukkan ke dalam cawan petri
berisi 100 mg MgO. Kemudian kertas pH meter dimasukkan ke dalam cawan petri,
cawan petri kemudian diletakkan dalam waterbath bersuhu 50°C selama 5 menit.
Interpretasi : Daging positif busuk apabila warna lakmus berubah menjadi biru,
dan negatif apabila kertas lakmus tetap merah.
• Uji Eber
Prinsip Kerja: metode Eber merupakan metode yang digunakan untuk
memeriksa proses pembusukan awal pada daging. Proses pembusukan awal pada
daging akan menghasilkan gas NH3. Gas NH3 yang terbentuk selanjutnya akan
bereaksi dengan reagen Eber dan membentuk NH4Cl. Gas ini bisa diamati dari
pembentukkan awan putih pada tabung.
Cara Kerja: Reagen eber dituang sebanyak 5 mL pada tabung reaksi yang diikuti
dengan sampel daging dipotong seukuran kacang tanah dan ditusukkan pada
kawat sumbat tabung. Sampel daging yang sudah diletakkan pada kawat sumbat
tabung ditutupkan secara rapat agar tabung reaksi tidak terbuka.
Interpretasi : Hasil positif ditunjuukan pada pembentukan awan putih pada
tabung reaksi
• Uji Kesempurnaan Pengeluaran Darah
Prinsip Kerja: Hewan yang dipotong secara tidak sempurna akan memengaruhi
hemoglobin dalam daging. Oksigen (dari gas H2O2) dalam reaksi akan mengikat
Hb sehingga zat warna malachite green tidak akan dioksidasi dan warna akan tetap
hijau. Jika tidak ada Hb maka oksigen akan mengoksidasi malachite green dan
akan menjadi warna biru.
Cara Kerja: Sampel daging diekstrak dengan menggunakan stomacher,
kemudian dimasukkan ke dalam 14 mL aquades dalam erlenmeyer, kemudian
dihomogenkan, diamkan selama 15 menit. Ekstrak daging disaring, kemudian
11
diambil 0,7 mL filtratnya dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ke dalam
tabung reaksi diteteskan 1 tetes malachite green dan 1 tetes H2O2 3%, diamkan
selama 20 menit dalam suhu kamar dan amati hasilnya
Interpretasi : Larutan warna hijau dan keruh yang terbentuk berarti pengeluaran
darah tidak sempurna (positif). Larutan warna biru bening berarti pengeluaran
darah sempurna (negatif).
2.2.4 Uji Cemaran Mikrobiologi
• Total Plate Count
Prinsip: Jika sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar,
maka sel mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang
dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop (Zain, 2013).
Cara kerja: Daging ditambahkan ke media pengencer BPW. Sebanyak 1 gram
daging dari pengenceran 10-1 dipindahkan ke tabung reaksi berisi pengeceran 10-
2, dilakukan demikian seterusnya hingga pengenceran 10-7. Masing-masing
sampel daging sebanyak 1 mL pada pengenceran 10-5, 10-6, 10-7
dituangkan/spread pada media PCA. Media diinkubasi dalam temperatur 37°C
selama 24 jam dan koloni dihitung (Arifin, 2016).
Interpretasi: Setelah diinkubasi selesai, kemudian dihitung jumlah bakteri
dengan metode hitungan cawan. Maksimum 1 x 106 cfu/ml (Zain, 2013).
• Uji Cemaran E. coli
Prinsip Kerja: Cemaran E. coli dapat diidentifikasi menggunaka media EMBA
(Eosin Methylen Blue Agar), ditandai dengan tumbuhnya koloni bakteri berwarna
hijau metalik (Yanestria, 2015).
Cara Kerja: Diambil satu koloni bakteri dari media BPW 10-1, kemudian
diinokulasikan pada media EMBA (Eosin Methylen Blue Agar) dengan metode
streak dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 18 – 24 jam. Setelah masa inkubasi
selesai, diamati media EMBA, hasil positif apabila koloni pada media EMBA
berwarna hijau metalik (Yanestria, 2015).
Interpretasi: Hasil uji positif E. coli ditandai dengan pertubuhan koloni bakteri
berwarna hijau metalik pada media EMBA (Yanestria, 2015).
• Uji Cemaran Staphylococcus sp.
Prinsip Kerja: Manitol akan diubah oleh Staphylococcus yang tumbuh menjadi
asam dan susuana asam ini akan mengubah indikator phenol red menjadi kuning.
Tellurite yang ada akan menjadi tellurite yang berwarna hitam.

12
Cara kerja: Sampel daging dari pengenceran BPW 10-1 diinokulasikan pada
media Baird Parker untuk mendeteksi adanya cemaran bakteri S. aureus.
Selanjutnya, media diinkubasi dalam suhu 37°C selama 24 jam
Interpretasi: hasil positif apabila koloni pada media berwarna hijau hitam.
• Uji Cemaran Salmonella sp.
Prinsip: Menumbuhkan sel mikroba Salmonella sp. yang masih hidup pada media
Salmonella- Shigella agar, sehingga Salmonella sp. akan berkembang biak dan
membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata tanpa
menggunakan mikroskop. H2S yang diproduksi oleh bakteri Salmonella sp. akan
bereaksi dengan FeCl3 pada media SSA dan akan membentuk koloni berwarna
hitam (presipitat ferri sulfat).
Cara Kerja: Dilakukan streak pada media Salmonella-Shigella agar
menggunakan ose bulat yang telah dicelupkan pada kultur bakteri Daging Sapi di
larutan 9 ml BPW 10-1Setelah streak cukup mengering, Salmonella-Shigella agar
diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam di suhu 35 ̊C.
Interpretasi: Batas maksimum cemaran mikroba Salmonella sp pada Daging
segar, beku (karkas dan tanpa tulang) dan daging cincang menurut SNI 7388:2009
sebanyak negatif/25g. Koloni bakteri Salmonella sp. akan berwarna hitam pada
media Salmonella-Shigella agar.
• Uji Residu Antibiotik
Prinsip Kerja: Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah pada sampel produk
hewan tersebut mengandung residu antibiotik atau tidak. Adanya residu antibiotik
tersebut akan tampak dari hasil ada atau tidaknya pembentukan zona hambat pada
disk yang ditanamkan di media MHA.
Cara Kerja: Diambil 1 ose koloni tunggal dari media PCA dan diencerkan pada
BPW 0,1% 10-1, kemudian diinokulasikan pada media MHA yang sudah padat
dengan metode spread. Ditempelkan 4 disk yang terdiri dari blank disk yang
dicelupkan pada pengenceran sampel, disk antibiotik penicillin, disk antibiotik
ciprofloxacin disk antibiotik gentamycin, dan disk antibiotik cefadroxil. Media
MHA yang telah ditanami disk diinkubasikan pada inkubator selama 24 jam
dengan suhu 37 oC.
Interpretasi: Sampel daging dinyatakan positif mengandung residu apabila
terbentuk zona hambatan di sekitar kertas cakram, minimal 1 mm lebih besar dari
diameter kertas cakram.

13
2.3 Pengujian Kualitas dan Keamanan Telur Ayam Konsumsi
2.3.1 Uji Organoleptik
Prinsip Kerja: Pemeriksaan organoleptik telur sebelum dipecah dengan mengamati
kerabang telur meliputi keutuhan telur, bentuk, warna, kehalusan dan kebersihan
kerabang telur. Dilakukan juga penimbangan bobot telur.
Cara kerja: Kerabang telur dilihat dan diraba mulai dari ujung tumpul sampai lancip
untuk mengamati keutuhan, bentuk, warna, kehalusan dan kebersihan. Kemudian
timbang berat telur. Hasil pengamatan dicatat
Interpretasi: Telur yang memiliki kualitas baik ditandia dengan bentuk
permukaannya normal, struktur kerabangnya halus dan tebal, tidakditemukan adanya
keretakan atau pecahnya kerabang, serta tidak ditemukan feses pada kerabang telur
(Badan Standardisasi Nasional, 2011).
2.3.2 Uji pH
Prinsip Kerja: Nilai pH pada telur ayam diukur dengan menggunakan pH test
strip. pH test strip merupakan kertas litmus dengan indikator warna yang dapat
digunakan dalam menentukan nilai pH suatu cairan.
Cara Kerja: Sampel telur ayam negeri diletakkan di atas cawan petri. Test strip
diletakkan selama 30 detik untuk melihat perubahan warna yang dihasilkan lalu
dibaca dengan melihat skala yang terdapat pada box test strip.
Interpretasi: Nilai pH telur ayam negeri berkisar 7,5 – 8,03, pH telur bergantung
dengan lama penyimpanan, kondisi suhu, dan kelembapan lingkungan sekitar
(Widyantara et al., 2017).
2.3.3 Pengukuran Tinggi Kantung Hawa
Prinsip: Semakin tua umur telur maka semakin besar atau tinggi kantung hawa
Cara kerja: telur diarahkan ke sinar candler lalu diamati apabila ada keretakan
kerabang dan juga diamati kantung hawa, kemudian hitung tinggi kantung hawa
Interpretasi: semakin besar atau tinggi kantung hawa memperlihatkan kualitas
menurun.
2.3.4 Perendaman Air Garam
Prinsip Kerja: Telur akan tenggelam ketika dimasukkan ke dalam larutan air garam
apabila kondisinya masih segar. Telur akan mengapung ataupun melayang seiring
dengan menurunnya kesegaran. Semakin tiggi kantung hawa, makan telur akan
semakin mengapung dan menandakan bahwa telur semakin tidak segar.
Cara Kerja: Disiapkan larutan air garam 10% pada gelas beker. Masukkan telur
pada larutan yang telah dibuat dan diamati.

14
Interpretasi : Telur akan mengapung ataupun melayang seiring dengan menurunnya
kesegaran
2.3.5 Indeks Kuning Telur
Prinsip Kerja: Semakin lama usia telur, maka indeks kuning telur akan semakin
menurun.
Cara Kerja: Ukur tinggi dan diameter kuning telur. Hitung indeks kuning telur
dengan menggunakan rumus: Indeks kuning telur= ab ; keterangan : a = Tinggi
kuning telur, b = Diameter kuning telur.
Interpretasi : Dari perhitungan, semakin turun indeks maka usia telur lama
2.3.6 Indeks Putih Telur
Prinsip Kerja: Semakin lama usia telur, maka indeks putih telur akan semakin
menurun.
Cara Kerja: Ukur tinggi dari putih telur tebal (thick albumin). Hitung indeks putih
telur dengan menggunakan rumus : Indeks putih telur= ab ; keterangan : a = Tinggi
putih, b = Diameter rata-rata tebal putih telur ( b1+b22)
Interpretasi : Dari perhitungan, semakin turun indeks maka usia telur lama
2.3.7 Haugh Unit
Prinsip Kerja: Unit untuk melihat kesegaran telur didasarkan pada pengukuran
tinggi putih telur kental dan berat telur. Semakin tinggi nilai HU, maka menunjukkan
bahwa kualitas telur itu semakin baik.
Cara Kerja: Hitung HU dengan rumus HU : 100 log (H + 7,57 – 1,7 W0,37) ;
Keterangan : HU = Haugh unit, H = Tinggi putih telur (mm), W = Berat telur (g).
Interpretasi : Semakin tinggi nilai HU, maka menunjukkan bahwa kualitas telur itu
semakin baik
2.3.8 Uji Cemaran Mikroba
• Total Plate Count
Prinsip: digunakan untuk ketahui banyaknya mikroba di sebuah media PCA,
yang ditandai dengan adanya koloni bakteri
Cara Kerja: Sampel dicampur akuades dengan perbandingan 1 ml : 9 ml, diambil
sebanyak 1 ml dan masukkan ke media BPW pengenceran 10-1. Setelah itu,
dihomogenkan dengan menggunakan vortex, lalu ambil sebanyak 1 ml dari
pengenceran 10-1 dan masukkan ke dalam ke dalam pengenceran 10-2,
homogenkan kembali. Lakukan prosedur serupa hingga pengenceran 10-7.
Kemudian diinokulasikan 1 ml dari pengenceran 10-5 dengan cara tuang dan
sebarkan pada cawan petri steril menggunakan spreader (spread plate), lalu
15
tuangkan media PCA. Ulangi langkah yang sama hingga pengenceran 10-7. Media
kemudian diinkubasikan pada suhu 37°C selama 24 jam setelah itu hitung koloni.
Interpretasi: Setelah diinkubasi selesai, kemudian dihitung jumlah bakteri
dengan metode hitungan cawan. Maksimum 1 x 106 cfu/ml (Zain, 2013).
• Uji Cemaran E. coli
Prinsip Kerja: Cemaran E. coli dapat diidentifikasi menggunaka media EMBA
(Eosin Methylen Blue Agar), ditandai dengan tumbuhnya koloni bakteri berwarna
hijau metalik.
Cara Kerja: Diambil satu koloni bakteri dari media BPW 10-1, kemudian
diinokulasikan pada media EMBA (Eosin Methylen Blue Agar) dengan metode
streak dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 18 – 24 jam. Setelah masa inkubasi
selesai, diamati media EMBA.
Interpretasi: hasil positif apabila koloni pada media EMBA berwarna hijau
metalik (Yanestria, 2015).
• Uji Cemaran Salmonella sp
Prinsip Kerja: Cemaran Salmonella sp. dapat diidentifikasi menggunakan media
SSA, dengan hasil positif tumbuh koloni berwarna hitam.
Cara Kerja: Diambil satu koloni bakteri dari media BPW 10-1, kemudian
diinokulasikan pada media SSA (Salmonella Shigella Agar) dengan metode streak
dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 18 – 24 jam. Setelah masa inkubasi selesai,
diamati media SSA, hasil positif apabila koloni pada media SSA berwarna
transparan dengan bintik hitam di tengah nya (Fatiqin, 2019).
2.4 Pengujian Kualitas dan Keamanan Susu Pasteurisasi
2.4.1 Uji Organoleptik
Prinsip Kerja: Pemeriksaan organoleptik pada yoghurt meliputi bau, warna, rasa
terhadap susu pasteurisasi yang dilakukan menggunakan panca indera.
Cara Kerja: Dilakukan pengambilan sampel sebanyak minimal 350 gram saat
kemasan dibuka. Sampel dimasukkan ke dalam wadah yang bersih dan kering. Amati
organoleptik yoghurt berdasarkan bau, rasa, warna, kebersihan dan konsistensi.
Interpretasi : Warna, rasa, bau susu pasteurisasi khas
2.4.2 Uji pH
Prinsip Kerja: Nilai pH pada yogurt diukur dengan menggunakan pH test strip. pH
test strip merupakan kertas litmus dengan indikator warna yang dapat digunakan
dalam menentukan nilai pH suatu cairan.
Cara Kerja: Dilakukan pengambilan sampel sebanyak 50 ml saat kemasan dibuka.
16
Sampel dimasukkan ke dalam wadah yang bersih dan kering, dimasukkan pH meter
digital atau strip pH kedalam susu, ditunggu selama 2 menit.
Interpretasi: pH normal susu pasteurisasi adalah 6,5 – 6,7 (SNI 3951:1995)
2.4.3 Uji Kadar Lemak
Prinsip Kerja: H2SO4 merombak dan melarutkan kasein susu. Saat ditambah amyl
alcohol dan dipanaskan, membuat butiran lemak membesar dan terdapat cairan jernih
(Widyawati, 2020).
Cara Kerja: Butirometer diisi 10 mL H2SO4 ke dinding butirometer, lalu
ditambahkan 11 mL sampel susu melalui dinding tabung agar sampel terpisah dengan
H2SO4, kemudian 1 mL amil alkohol lalu disumbat dengan karet dan dikocok hingga
coklat kehitaman. Sampel di sentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 1200 rpm.
Butirometer dimasukkan ke penangas air suhu 65°C selama lima menit. Kadar lemak
dibaca pada bagian berskala (%) (Widyawati, 2020).
Interpretasi: cairan jenih kekuningan yang berada diatas larutan hitam di hitung
pada bagian skala hitungnya dan ditemukan % kadar lemak susu. Susu pasteurisasi
yang normal, memiliki minimum 2,8% lemak menurut (SNI 3951:1995).
2.4.4 Uji Cemaran Bakteri Coliform MPN
Prinsip Kerja: membebaskan elemen sel bakteri yang berlindung pada partikel
bahan pangan serta bertujuan untuk menggiatkan kembali sel-sel bakteri yang
memiliki viabilitas rendah akibat dari kondisi makanan yang kurang menguntungkan.
Persiapan serta homogenisasi bertujuan untuk mendistribusikan bakteri dalam
makanan dengan baik
Cara Kerja: Metode praduga dilakukan dengan cara disiapkan sampel yoghurt 1 ml
dan dihomogenkan dengan akuades 9 ml. Selanjutnya dibuat pengenceran dengan
mengambil 1 ml cairan, dimasukkan ke larutan BPW 0,1% 10-1 sampai 10-3.
Selanjutnya diambil 1 ml larutan pada setiap pangkat pengenceran dan dimasukkan
ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml Laurly Sulphate Tryptose Broth (LSTB).
Setelah dibuat tiga seri tabung hingga pengenceran ketiga, dimasukkan tabung
durham dengan posisi terbalik ke masing-masing tabung reaksi pengenceran. Tabung
reaksi kemudian diinkubasi selama 24-48 jam di inkubator. Selanjutnya diaamati
hasil, hasil positif ditandai dengan ada atau tidak adanya gas pada tabung durham
dan cairan berwarna buram. Hasil positif pada metode praduga dilanjutkan ke metode
konfirmasi yang menggunakan media Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB).
Metode konfirmasi dilakukan dengan memasukkan 1 ml cairan dari hasil positif
metode praduga ke tabung reaksi yang sudah berisi tabung durham dan media
17
BGLBB 9 ml. Kemudian diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37°C. Dilakukan
juga menggunakan media violet red bile agar (VRBA) dengan mengambil koloni
bakteri pada sampel media BPW 0,1% dan diinokulasikan di media VRBA,
diinkubasi pada suhu 35-37 oC selama 24 jam.
Interpretasi: Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya gas pada tabung durham.
Hasil nilai MPN dicocokkan dengan tabel MPN yang menunjukkan bakteri koliform
pada sampel (SNI 2981:2009). Pada VRBA menunjukkan adanya warna merah
mukoid positif Enterobacter, warna Pink positif e.coli, dan tidak ada warna hingga
berwarna kuning positif Salmonella.
2.4.5 Uji Cemaran Bakteri E.Coli (EMBA)
Prinsip Kerja: Cemaran E. coli dapat diidentifikasi menggunaka media EMBA
(Eosin Methylen Blue Agar), ditandai dengan tumbuhnya koloni bakteri berwarna
hijau metalik.
Cara Kerja: Diambil satu koloni bakteri dari media BPW 10-1, kemudian
diinokulasikan pada media EMBA (Eosin Methylen Blue Agar) dengan metode streak
dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 18 – 24 jam. Setelah masa inkubasi selesai,
diamati media EMBA.
Interpretasi: hasil positif apabila koloni pada media EMBA berwarna hijau metalik
(Yanestria, 2015).
2.4.6 Uji Cemaran Bakteri Salmonella sp. (SSA)
Prinsip Kerja: Cemaran Salmonella sp. dapat diidentifikasi menggunakan media
SSA, dengan hasil positif tumbuh koloni berwarna hitam.
Cara Kerja: Diambil satu koloni bakteri dari media BPW 10-1, kemudian
diinokulasikan pada media SSA (Salmonella Shigella Agar) dengan metode streak
dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 18 – 24 jam. Setelah masa inkubasi selesai,
diamati media SSA
Interpretasi: Hasil positif apabila koloni pada media SSA berwarna transparan
dengan bintik hitam di tengah nya (Fatiqin, 2019).
2.4.7 Uji Cemaran Bakteri Staphylococcus aureus (BPA)
Prinsip Kerja: Manitol akan diubah oleh Staphylococcus yang tumbuh menjadi
asam dan susuana asam ini akan mengubah indikator phenol red menjadi kuning.
Tellurite yang ada akan menjadi tellurite yang berwarna hitam.
Cara kerja: Sampel daging dari pengenceran BPW 10-1 diinokulasikan pada media
Baird Parker untuk mendeteksi adanya cemaran bakteri S. aureus. Selanjutnya,
media diinkubasi dalam suhu 37°C selama 24 jam
18
Interpretasi: hasil positif apabila koloni pada media berwarna hijau hitam
2.5 Pengujian Kualitas dan Keamanan Kornet Daging
2.5.1 Uji Organoleptik
Prinsip Kerja: Perubahan baik secara fisik, kimia dan biologis dapat mempengaruhi
bau, warna, konsistensi dan rasa dari produk olahan daging. Pemeriksaan
organoleptik merupakan pemeriksaan fisik pada kualitas produk olahan daging yang
meliputi bau, warna, rasa dan konsistensi dengan melakukan pengamatan
menggunakan pancaindera (Suada et al., 2018)
Cara Kerja: Sampel kornet diletakan diatas cawan petri masing-masing sebanyak
5g untuk diamati bau, warna, rasa dan konsistensi melalui pancaindera pengamat
(Suada et al., 2018)
Interpretasi: bahan olahan daging yang baik tidak ditemukan adanya perubahan
warna, bau dan konsistensi. (Suada et al., 2018)
2.5.2 Uji pH
Prinsip Kerja: Nilai pH pada kornet diukur dengan menggunakan pH test strip.
pH test strip merupakan kertas litmus dengan indikator warna yang dapat
digunakan dalam menentukan nilai pH suatu sampel.
Cara Kerja: Sampel telur ayam negeri diletakkan di atas cawan petri. Test strip
diletakkan selama 30 detik untuk melihat perubahan warna yang dihasilkan lalu
dibaca dengan melihat skala yang terdapat pada box test strip.
Interpretasi: Nilai pH normal kornet negeri berkisar 5,0 – 5,1 (SNI 3775:2015).
2.5.3 Uji Formalin
Prinsip Kerja: Pemeriksaan uji penambahan formalin digunakan untuk mengetahui
kandungan formalin yang mungkin ada pada sampel. Formaldehid yang terkandung
dalam sampel daging asap akan berikatan dengan FeCl3 membentuk senyawa
kompleks berwarna ungu.
Cara Kerja: Pemeriksaan penambahan Formalin dilakukan dengan menggunakan
uji hehner dengan mencampurkan H2SO4 dan 2 tetes FeCl3 secara perlahan.
Kemudian ditambahkan 5 mL larutan ekstrak daging asap melalui dinding tabung.
Interpretasi: Pada sampel yang positif ditunjukkan dengan adanya warna ungu
hingga merah lembayung pada perbatasan larutan
2.5.4 Uji Cemaran E. coli
Prinsip Kerja: Cemaran E. coli dapat diidentifikasi menggunaka media EMBA
(Eosin Methylen Blue Agar), ditandai dengan tumbuhnya koloni bakteri berwarna
hijau metalik (Leboffe dan Pierce, 2011).
19
Cara Kerja: Sampel sosis yang sudah diekstrak diencerkan pada media BPW 0,1%
kemudian diinokulasikan pada media EMBA dengan metode streak. Media EMBA
kemudian diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37oC (Leboffe dan Pierce, 2011).
Interpretasi: Hasil uji positif E. coli ditandai dengan pertubuhan koloni bakteri
berwarna hijau metalik pada media EMBA (Leboffe dan Pierce, 2011).

2.5.5 Uji Cemaran Staphylococcus sp


Prinsip Kerja: Manitol akan diubah oleh Staphylococcus yang tumbuh menjadi
asam dan susuana asam ini akan mengubah indikator phenol red menjadi kuning.
Tellurite yang ada akan menjadi tellurite yang berwarna hitam.
Cara kerja: Sampel daging dari pengenceran BPW 0.1% diinokulasikan pada media
Baird Parker untuk mendeteksi adanya cemaran bakteri S. aureus. Selanjutnya, media
diinkubasi dalam suhu 37°C selama 24 jam
Interpretasi: hasil positif apabila koloni pada media berwarna hijau hitam.
2.5.6 Uji Cemaran Salmonella sp.
Prinsip Kerja: Cemaran Salmonella sp. dapat diidentifikasi menggunakan media
SSA, dengan hasil positif tumbuh koloni berwarna hitam.
Cara Kerja: Diambil satu koloni bakteri dari media BPW 10-1, kemudian
diinokulasikan pada media SSA (Salmonella Shigella Agar) dengan metode streak
dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 18 – 24 jam. Setelah masa inkubasi selesai,
diamati media SSA, hasil positif apabila koloni pada media SSA berwarna transparan
dengan bintik hitam di tengah nya (Fatiqin, 2019).
2.5.7 Uji MPN
Prinsip: mikroba koliform yang tumbuh ditandai dengan terbentuknya gas pada
tabung durham merupakan gambaran populasi mikroba yang terdapat dalam sampel
tersebut.
Cara Kerja: Sampel 1 gram diencerkan pada 9 ml BPW 0,1 % dengan seri 10-3 –
10-5. Dilanjutkan dengan presumptive test pada media LSTB dengan 3 seri tabung
untuk masing-masing tingkat pengenceran dan dimasukkan tabung durham pada
masingmasing tabung media LSTB. Diinkubasi media LSTB selama 24-48 jam.
Setelah selesai masa inkubasi, diamati adanya gas yang terbentuk pada tabung
durham, yang menunjukkan bahwa sampel positif. Dilanjutkan dengan confirmed
test menggunakan media BGLBB. Hasil positif pada media LSTB dipindahkan
sebanyak 1 ose ke media BGLBB dan ditambahkan tabung durham. Diinkubasi
media BGLBB selama 24 jam. Dilakukan juga menggunakan media violet red bile
20
agar (VRBA) dengan mengambil koloni bakteri pada sampel media BPW 0,1% dan
diinokulasikan di media VRBA, diinkubasi pada suhu 35-37 oC selama 24 jam.
Interpretasi: Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya gas pada tabung durham.
Hasil nilai MPN dicocokkan dengan tabel MPN yang menunjukkan bakteri koliform
pada sampel (SNI 3775:2015). Pada VRBA menunjukkan adanya warna merah
mukoid positif Enterobacter, warna Pink positif e.coli, dan tidak ada warna hingga
berwarna kuning positif Salmonella.
2.5.8 Uji Kapang Khamir
Prinsip Kerja: Pengujian kapang-khamir dilakukan menggunakan media SDA
(Sabaroud Dextrose Agar) karena media ini memiliki kandungan yang baik bagi
pertumbuhan kapang-khamir. Pertumbuhan kapang-khamir kurang lebih terjadi
setelah 3 hari.
Cara Kerja: Diletakkan sampel sosis pada media SDA yang telah padat, kemudian
diratakan. Didiamkan plate media pada suhu ruang minimal 3 hari, kemudian
dilakukan pengamatan.
Interpretasi : Hasil positif ditandai dengan tumbuhnya kapang dan khamir pada
media SDA.
2.6 Pengujian Kualitas dan Keamanan Mayonaise
2.6.1 Uji Organoleptik
Prinsip Kerja: Pemeriksaan awal dengan menggunakan panca indra manusia
meliputi bau, warna, rasa, dan konsistensi.
Cara Kerja: Pemeriksaan organoleptik untuk mayonaise diletakkan pada cawan
petri kemudian dilakukan pengamatan warna, rasa, bau, dan konsistensi.
Interpretasi: Mayonnaise yang normal tidak mengalami adanya perubahan warna,
rasa, bau dan konsistensi
2.6.2 Uji pH
Prinsip Kerja : Nilai pH pada mayonaise dengan menggunakan pH test strip. pH
test strip merupakan kertas litmus dengan indikator warna yang dapat digunakan
dalam menentukan nilai pH suatu cairan.
Cara Kerja : Sampel mayonaise diletakkan di atas cawan petri. Test strip diletakkan
selama 30 detik untuk melihat perubahan warna yang dihasilkan lalu dibaca dengan
melihat skala yang terdapat pada box test strip.
Interpretasi : Nilai rata-rata pH Mayonnaise adalah 2,4 – 4,5 (SNI 01-4473-1998).
2.6.3 Uji MPN

21
Prinsip: mikroba koliform yang tumbuh ditandai dengan terbentuknya gas pada
tabung durham merupakan gambaran populasi mikroba yang terdapat dalam sampel
tersebut.
Cara Kerja: Sampel 1 gram diencerkan pada 9 ml BPW 0,1 % dengan seri 10-1 – 10-
3. Dilanjutkan dengan presumptive test pada media LSTB dengan 3 seri tabung untuk
masing-masing tingkat pengenceran dan dimasukkan tabung durham pada
masingmasing tabung media LSTB. Diinkubasi media LSTB selama 24-48 jam.
Setelah selesai masa inkubasi, diamati adanya gas yang terbentuk pada tabung
durham, yang menunjukkan bahwa sampel positif. Dilanjutkan dengan confirmed
test menggunakan media BGLBB. Hasil positif pada media LSTB dipindahkan
sebanyak 1 ose ke media BGLBB dan ditambahkan tabung durham. Diinkubasi
media BGLBB selama 24 jam. Dilakukan juga menggunakan media violet red bile
agar (VRBA) dengan mengambil koloni bakteri pada sampel media BPW 0,1% dan
diinokulasikan di media VRBA, diinkubasi pada suhu 35-37 oC selama 24 jam.
Interpretasi: Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya gas pada tabung durham.
Hasil nilai MPN dicocokkan dengan tabel MPN yang menunjukkan bakteri koliform
pada sampel (SNI 2981:2009). Pada VRBA menunjukkan adanya warna merah
mukoid positif Enterobacter, warna Pink positif e.coli, dan tidak ada warna hingga
berwarna kuning positif Salmonella
2.6.4 Uji Cemaran E. coli
Prinsip Kerja: Cemaran E. coli dapat diidentifikasi menggunaka media EMBA
(Eosin Methylen Blue Agar), ditandai dengan tumbuhnya koloni bakteri berwarna
hijau metalik.
Cara Kerja: Inokulasi bakteri menggunakan metode streak pada media Eosin
Methylene Blue Agar menggunakan ose bulat dengan sampel yang berasal dari
inokulasi bakteri TPC MPN mayonnaise, setelah streak cukup mengering, Eosin
Methylene Blue Agar diinkubasi pada inkubator dengan suhu 35 ºC selama 24 jam.
Interpretasi : Batas maksimum cemaran mikroba Escherichia coli pada olahan
mayonnaise menurut SNI 01-4473-1998 adalah negatif/10g. Koloni bakteri
Escherichia coli akan berwarna hijau metalik pada media EMBA.
2.6.5 Uji Cemaran Salmonella sp.
Prinsip Kerja : Cemaran Salmonella sp. dapat diidentifikasi menggunakan media
SSA. H2S yang diproduksi oleh bakteri Salmonella sp. atau Shigella sp. dapat
bereaksi dengan FeCl3 pada media SSA dan akan membentuk koloni berwarna hitam
(presipitat ferri sulfat).
22
Cara Kerja : Inokulasi bakteri menggunakan metode streak pada media Salmonella
Shigella Agar menggunakan ose bulat dengan sampel yang berasal dari inokulasi
MPN olahan mayonnaise, setelah streak cukup mengering, Salmonella Shigella Agar
diinkubasi pada inkubator dengan suhu 35 ºC selama 24 jam.
Interpretasi : Batas maksimum cemaran mikroba Salmonella sp. atau Shigella sp.
Olahan mayonnaise menurut SNI 01-4473-1998 adalah negatif/25g. Koloni bakteri
Salmonella sp. Atau Shigella sp. akan berwarna hitam pada media Salmonella
Shigella Agar.
2.6.6 Uji Cemaran Staphylococcus sp.
Prinsip Kerja : Mikroba yang ditumbuhkan adalah Staphylococcus aureus yang
masih hidup pada media Baird Parker Agar, sehingga Staphylococcus aureus akan
dapat berkembangbiakdan membentuk koloni yang dapat dilihat secara langsung dan
dihitung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop.
Cara Kerja : Inokulasi bakteri menggunakan metode streak pada media Baird
Parker Agar menggunakan ose bulat dengan sampel yang berasal dari inokulasi
bakteri TPC susu sapi,setelah streak cukup mengering, Baird Parker Agar diinkubasi
pada inkubator dengan suhu 35 ºC selama 24 jam.
Interpretasi : Batas maksimum cemaran mikroba Staphylococcus aureus pada susu
sapis segar menurut SNI 01-4473-1998 adalah sebanyak 1 x 102 cfu/g. Koloni bakteri
Staphylococcus aureus akan berwarna hitam pekat pada media Baird Parker Agar.
2.6.7 Uji Kapang Khamir
Prinsip Kerja : Pengujian kapang-khamir dilakukan menggunakan media SDA
(Sabaroud Dextrose Agar) karena media ini memiliki kandungan yang baik bagi
pertumbuhan kapang-khamir. Pertumbuhan kapang-khamir kurang lebih terjadi
setelah 3 hari.
Cara Kerja : Diletakkan sampel mayonaise pada media SDA yang telah padat,
kemudian diratakan. Didiamkan plate media pada suhu ruang minimal 3 hari,
kemudian dilakukan pengamatan.
Interpretasi : Hasil positif ditandai dengan tumbuhnya kapang dan khamir pada
media SDA.

23
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengujian Kualitas dan Keamanan Raw Susu Sapi
Hasil pengujian di Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya yang telah dilakukan oleh Mahasiswa PPDH Gelombang XII
Kelompok 4 pada sampel Susu Sapi Segar, dengan rincian produk sebagai berikut:
Jenis Sampel: Susu sapi segar (Raw)
Tempat Pembelian : 17 September 2023
Tanggal Pengujian : 18 September 2023
Asal Sampel : Peternakan Sapi Perah drh. Ribut
Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Susu Sapi Segar

Standar
No. Jenis Uji (SNI 3141.1 : 2011 Hasil
dan literatur)
1. Organoleptik:
Warna Putih kekuningan
Bau Aromatis susu
Rasa Tidak ada perubahan Hambar
Kekentalan Cair
Kebersihan Bersih
2. Uji Kesegaran Susu:
pH 6,3 – 6,8 6
Titrasi 6,0 – 7,5 oSH 7
Didih Tidak terdapat gumpalan Tidak terdapat gumpalan

Alkohol Negatif Negatif


3. Uji Komposisi:
Berat Jenis Min. 1,0270 1,028 g/ml
Kadar Lemak
Min. 3,0 % 3,0 %
(metode gerber)
Kadar Protein Min. 2,8 % 2.8 %
4. Uji Pemalsuan Susu:
Penambahan air Negatif Negatif
5. Uji Mastitis:
Breed Maks. 400.000 sel/ml 400.000 sel/ml
CMT Negatif Negatif
6. Uji Cemaran
Mikrobiologi
TPC 1 x 106 CFU/ml 302 x 106
Cemaran bakteri Coliform 2 x 101 MPN/ml 2,9 x 101 MPN/ml
(MPN)
Cemaran E.coli (EMBA) 1 x 103 CFU/ml 0,36 x 103

Cemaran Staphylococcus 1 x 102 CFU/ml 2,3 x 102


sp. (BPA)
Cemaran Salmonella sp. Negatif Negatif
(SSA)
24
7. Uji Residu Antibiotik

Penisilin Negatif Negatif


Ciprofloxacin Negatif Negatif
Gentamicyn Negatif Negatif
Cefadroxil Negatif Negatif

Susu diproduksi dari kelenjar mammae semua hewan mamalia, dengan tujuan untuk
memberikan sumber nutrisi bagi peranakan spesies baru. Susu tersusun utamanya atas air,
yang mengandung protein, karbohidrat, mineral, dan lemak. Terdapat dua grup protein
yang ada di susu mentah, yakni kasien dan protein whey. Kasein membentuk 80% dari total
protein pada susu, bersifat tidak bisa didenaturasi secara konvensional karena tidak
memiliki struktur molekular. Molekul kasein di dalamnya bersifat hidrofobik, sedangkan
area lainnya bersifat sangat hidrofilik. Protein whey, yang mana meliputi berbagai enzim,
merupakan protein globular yang dapat didenaturasi (contohnya seperti pengaplikasian
panas). Gula laktosa menyusun 4,5% bahan padat susu. Laktosa adalah disakarida dari
glukosa dan galaktosa. Kandungan lemak pada susu sangat bervariasi (Buncic, 2006).
Berdasarkan hasil organoleptik didapati bahwasanya warna dari sampel susu yaitu
putih kekuningan, berbau aromatis susu, rasa khas (hambar), konsistensi berupa cair dan
tidak disertai adanya butiran atau lender pada dinding tabung (bersih). Hasil ini sesuai
dengan acuan SNI 3141:2011 yang mensyaratkan bahwa warna, bau, kebersihan, dan
konsistensi susu segar tidak boleh mengalami perubahan.
Uji kesegaran susu dilakukan dengan pengujian alkohol, uji didih, dan uji titrasi
derajat keasaman Soxhlet Henkel. Hasil dari pengujian alkohol yaitu negatif, uji titrasi
derajat keasaman Soxhlet Henkel yaitu 7,0 oSH dan uji didih pada sampel susu kali ini
yaitu tidak terdapat gumpalan pada dinding tabung, hal ini sesuai dengan syarat dari acuan
SNI 3141:2011. Pada uji pH, hasil sampel susu sedikit lebih rendah yaitu 6 dengan standar
SNI 3141:2011 6,3 – 6,8, menurut Nababan et al. (2014) menyatakan bahwa apabila pH di
bawah 6,5 kemungkinan susu tersebut telah rusak oleh bakteri dikarenakan susu sangat
mudah tercemar oleh bakteri saat kontak dengan udara, selama penyimpanan susu pada
suhu ruang terjadi penurunan tingkat keasaman susu yang lambat dari jam ke-0 sampai jam
ke-4. Hal lain juga dapat terlihat semakin tinggi nilai hasil uji titrasi derajat keasaman,
maka akan semakin tinggi pula derajat keasaman suatu sampel susu sapi yang digunakan.
Tingginya derajat keasaman sampel susu yang selaras dengan rendahnya pH akan
merefleksikan bahwasanya pertumbuhan mikroba pada sampel susu cenderung sedikit

25
tinggi. Kondisi cemaran bakteri yang sedikit tinggi dapat menyebabkan perubahan laktosa
susu menjadi asam laktat, sehingga pH susu menjadi rendah (Pramesthi, 2015).
Uji komposisi susu meliputi uji berat jenis, uji kadar lemak metode gerber, dan uji
kadar protein. Hasil ketiga uji tersebut menunjukkan kondisi yang normal dan sesuai
dengan standar yang berlaku. Faktor-faktor seperti butiran lemak, laktosa, protein, dan
garam dapat mempengaruhi berat jenis susu, dan hasilnya bisa meningkat karena pelepasan
CO2 dan N2 dalam susu. Pada uji pemalsuan susu dengan air, hasil negatif, dimana
penambahan air akan mengurangi berat jenis susu.
Susu untuk konsumsi manusia tidak seharusnya dipanen dari hewan yang
menunjukkan gejala klinis dari kondisi patologis akibat kekhawatiran adanya transmisi ke
manusia akibat ingesti susu terkontaminasi seperti pada hewan yang mengalami
tuberculosis, brucellosis, ataupun mastitis. Proses screening mastitis baik yang bersifat
kualitatif seperti metode CMT maupun yang bersifat kuantitatif seperti metode breed yaitu
uji ini dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah sel somatik dalam susu akan sangat
membantu dalam deteksi dini hewan yang mengalami mastitis (Hendro Sukoco et al., 2022).
Pada uji mastitis sampel susu sapi mentah yang diperiksa tidak mengalami indikasi mastitis
baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Hal ini menandakan bahwa sapi yang
menjadi sumber susu ini dipelihara dengan baik dan sehat.
Selanjutnya pada pengujian cemaran biologi didapatkan total plate count (TPC)
tidak sesuai jauh dengan hasil 302 x 106 CFU/ml dari standarisasi SNI 3141:2011 yaitu 1
x 106 CFU/ml. Hal ini mungkin disebabkan oleh ternak perah yang mengalami sakit, atau
penanganan susu yang tidak baik, seperti peralatan pemerah yang kurang higienis, proses
pemerahan yang kurang baik hingga kandang serta udara sekitar kandang (Rizqan et al.,
2019). Hal eksternal penanganan susu sapi mentah yang hanya diletakkan pada suhu ruang
dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri, baiknya penanganan susu sapi mentah adalah
diletakkan pada lemari pendingin dengan suhu 4,4°C khususnya apabila akan disimpan
lebih lama dari 24 jam sebelum diproses. Hasil uji MPN atau cemaran bakteri coliform
tidak sesuai dengan hasil 2,9 x 101 MPN/ml sedangkan standarisasi SNI yaitu 2 x 101
MPN/ml. Ketika jumlah bakteri total pada susu berada dalam batas SNI, sebagian besar
koliform dihancurkan melalui pasteurisasi. Namun, dalam beberapa keadaan (misalnya,
kegagalan pasteurisasi dan konsumsi susu atau produk susu yang tidak dipasteurisasi),
keberadaan koliform dalam susu dapat menyebabkan pembusukan dan penyakit parah pada
manusia. Jumlah coliform merupakan indikator praktis kebersihan pemerahan karena
mudah dan murah untuk dilakukan (pengujian dapat dilakukan di peternakan), dan sering
berkorelasi dengan populasi bakteri. Untuk mengetahui mayoritas bakteri coliform yang
26
ada pada susu sapi mentah maka dilanjutkan dengan uji VRB dengan hasil mayoritas
adalah Enterobacter dan E.coli yang ditunjukkan dengan adanya warna merah pada media.
Hal ini juga didukung dengan hasil uji cemaran E.coli menunjukkan adanya bakteri
tersebut walau masih dalam rentang normal. Hasil yang tidak sesuai juga terjadi pada media
Baird Parker Agar (BPA) yang diduga cemaran Staphylococcus aureus dengan 2,3 x 102
CFU/ml, hal ini tidak sesuai dengan syarat acuan SNI 3141:2011 yang menyatakan
cemaran Staphylococcus aureus seharusnya bernilai 1 x 102 CFU/ml. Bakteri ini
merupakan salah satu bakteri pathogen pada susu yang terkontaminasi. Kondisi ini terjadi
akibat dari beberapa faktor salah satunya tindakan yang kurang aseptis pada saat memerah
kambing. Staphylococcus aureus yang mencemari susu segar dan produk pangan akan
mengakibatkan terjadinya toxic shock syndrome akibat keracunan pangan dan dapat terjadi
pada manusia dan hewan (Hayati, 2019). Pada uji cemaran bakteri Salmonella sp.
Ditemukan hasil negative yang sesuai dengan standar SNI 3141:2011.
Pada pengujian residu antibiotik menggunakan metode Bioassay didapatkan hasil
negatif dimana sampel susu sapi kali ini tidak memiliki residu terhadap antibiotic dilihat
tidak adanya zona hambat pada blank disc yang dicelupkan pada sampel sesuai dengan
Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang
menjelaskan bahwa melarang penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pakan ternak guna
membatasi penggunaan antibiotik sehingga memberikan dampak positif bagi penurunan
residu antibiotik pada produk pangan asal hewan. Menurut Dewi, dkk. (2014) menyatakan
bahwa dampak penggunaan antibiotic secara langsung dapat menimbulkan resistensi
terhadap mikroorganisme. Semakin lama waktu bakteri terpapar dengan antibiotik maka
akan semakin tinggi kesempatan terjadinya resistensi, sehingga menimbulkan strain yang
kurang sensitif terhadap antibiotik tersebut. Sedangkan dampak secara tidak langsung,
pada produk pangan asal hewan yang dikonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan efek
samping yang cukup serius, seperti penekanan aktivitas sumsum tulang yang berakibat
pada gangguan pembentukan sel darah merah.

27
3.2 Hasil Pengujian Kualitas dan Keamanan Daging Sapi
Hasil pengujian di Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya yang telah dilakukan oleh Mahasiswa PPDH Gelombang XII
Kelompok 4 pada sampel daging sapi, dengan rincian produk sebagai berikut:
Jenis Sampel : Daging sapi
Tempat Pembelian : 17 September 2023
Tanggal Pengujian : 18 September 2023
Asal Sampel : Superindo Langsep
Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Daging Sapi

Standar (SNI
No. Jenis Uji 3932:2008) dan Hasil
Literatur
1. Uji Organoleptik
I : Merah terang
(skor 1-5)
II : Merah kegelapan II Merah kegelapan
Warna
(skor 6-7) (skor : 7)
III : Merah gelap
(skor 8-9)
Bau Aromatis daging sapi Aromatis daging sapi
Tekstur I : Halus
II : Sedang II (Sedang)
III : Kasar
2. Uji Kualitas
Uji pH 5,5 – 5,7 4,95
Uji Kesempurnaan Pengeluaran - Darah keluar sempurna
Darah (biru)
Uji Drip Loss 4,90 – 8,94 % 10,15%
Uji Cooking Loss 1,5 – 54,5 % 20,3%
3. Uji Awal Pembusukan
Uji H2S - Negatif
Uji Postma - Negatif
Uji Eber - Positif

28
4. Uji Cemaran Mikrobiolobi
Total Plate Count (TPC) Maks 1 x 106 CFU/g 21 x 108
Cemaran Escherichia coli Maks 1x102 CFU/g 3,8 x 102
Cemaran Staphylococcus aureus Maks 1x101 CFU/g 3,5 x 102
Cemaran Salmonella sp. Negatif Negatif
5. Uji Residu Antibiotik
Penisilin Negatif
Ciprofloxacin Negatif
Negatif
Gentamicyn Negatif
Cefadroxil Negatif

Hasil organoleptik pada sampel daging sapi seperti warna, bau, konsistensi,
perlemakan, keutuhan, konformasi, perdagingan dan kebersihan didapatkan hasil yang
normal sesuai dengan ketentuan SNI 3932:2008, yakni daging sapi segar tampak bewarna
merah terang hingga kegelapan, tidak ada memar, bau khas, konsistensi liat berserat.
Menurut Fikri et al. (2017), warna daging yang agak gelap diakibatkan oleh aktivitas
mitokondria sehingga membuat oksimyoglobin merah terang menjadi rendah. Warna pada
daging sapi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, spesies, jenis kelamin, cara
pemotongan hewan, kandungan air dalam daging, serta adanya pengeringan, pembusukan,
dan cahaya yang mengenai permukaan daging Melalui uji pH menggunakan pH meter
diperoleh hasil pH daging 4,95 yang menandakan bahwa pH lebih rendah dibandingkan
dengan pH normal pada daging yang seharusnya seharusnya 5,4 – 5,8. Hal ini menunjukan
bahwa kualitas daging sampel mulai menurun, hal ini dapat diakibatkan karena lama waktu
penyimpanan. Pada pengujian drip loss didapatkan hasil 10,15 % atau diatas normal normal
dimana menurut Fatimah (2008) batas hasil drip loss daging sapi adalah 4,9 % - 8,94 %.
Nilai drip loss ditentukan oleh laju pembekuan yang terdapat dalam karkas saat dilakukan
penyimpanan (Yunanda dkk., 2020). Sedangkan pada uji cooking loss diperoleh hasil 20,3
% atau normal yaitu dengan standar 15- 40 %, hasil drip loss dan cooking loss dapat
diartikan bahwa daging sampel memiliki daya ikat air yang cukup normal atau penurunan
pH otot terjadi sejalan dengan pelepasan air bebas pada protein otot. Hasil uji awal
pembusukan didapatkan hasil negatif pada uji H2S dan uji postma, maka dari itu dapat
dikatakan bahwa daging masih dalam kondisi yang baik untuk dikonsumsi. Uji
kesempurnaan pengeluaran darah menghasilkan warna biru yang artinya daging
mengeluarkan darah dengan sempurna, hal ini dapat menjadi indikasi bahwa kondisi dan
kualitas daging masih sangat baik.
29
Pada uji mikrobiologi diperoleh hasil uji TPC melalui metode spread adalah 2100
x 106 CFU/g, atau melebihi syarat SNI 3932:2008 yaitu maksimal cemaran bakteri adalah
1 x 106 CFU/gr. Menurut Damayanti dkk. (2020), pada metode spread dimungkinkan
tumbuhnya bakteri akan lebih banyak karena saat penanaman bakteri tidak terpapar suhu
agar yang masih cair (panas) sehingga bakteri lebih optimal untuk tumbuh dan sangat lebih
baik untuk pertumbuhan bakteri jenis aerob karena memanfaatkan oksigen yang berada di
dalam cawan petri. Namun, kontaminasi juga dapat terjadi pada sampel daging yang
diakibatkan beberapa faktor diantaranya adalah kontaminan antara daging dan tangan
pemotong, peralatan, pengepakan, pengiriman serta kualitas dari air selama proses
produksi daging (Jacob dkk., 2018). Pada uji VRB hasil yang didapat adalah adanya koloni
berwarna merah muda yang menandakan bahwa bakteri yang tumbuh adalah Enterococci,
kemungkinan adalah bakteri Klebsiella. ada uji residu antibiotik pada disk sampel daging
menunjukan hasil negatif atau tidak terbentuk zona hambat yang sama dengan kontrol
negatif blank disk yang dibandingkan dengan kontrol positif disk antibiotik Ciprofloxacin,
Penisilin, Cefadroxil, dan Gentamisin. Zona bening pada kontrol positif merupakan efek
kerja dari antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri di sekitar kertas
cakram. Pada sampel daging yang diuji tidak terdapat adanya zona hambat sehingga bakteri
tetap tumbuh disekitar kertas cakram (Detha, 2014). Dari pengujian cemaran bakteri
spesifik diketahui bahwa daging sapi sampel negatif mengandung Staphylococcus
sp.,Salmonella sp. dan E. coli atau sudah sesuai dengan syarat SNI 3932:2008. Hal ini dapat
dipengaruhi berbagai faktor diantaranya higienitas dan sanitasi dalam penyembelihan,
lingkungan tempat penjualan, perlakukan oleh pedagang maupun transportasi bahan
pangan yang kurang baik (Ilahi, 2021). Adanya bakteri E. coli pada daging akan
menghasilkan toksin berupa verotoksigenik dan enterohemoragik yang menyebabkan diare
akut pada manusia apabila dikonsumsi dengan cara yang tidak benar. Suhu penyimpanan
yang cenderung fluktuatif akan berpotensi menyebabkan pertumbuhan bakteri Salmonella
sp. (Mailia dkk, 2015). Berdasarkan hasil pengujian diatas, dapat diartikan bahwa daging
sapi masih dinyatakan dalam kategori ASUH dan aman untuk dikonsumsi namun harus
dalam proses pemasakan yang baik dan benar.
3.3 Hasil Pengujian Kualitas dan Keamanan Telur Ayam Konsumsi
Hasil pengujian di Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya yang telah dilakukan oleh Mahasiswa PPDH Gelombang XII
Kelompok 4 pada sampel telur ayam, dengan rincian produk sebagai berikut:
Jenis Sampel : Telur Ayam Konsumsi
Tanggal Pembelian : 17 September 2023
30
Tanggal Pengujian : 18 September 2023
Asal Sampel: Toko Barokah (Kalisongo)
Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Telur Ayam Konsumsi

No. Jenis Uji SNI 3926:2008 Hasil Lab


Mutu I Mutu II Mutu III
1. Kondisi Kerabang Telur
Bentuk Normal Normal Abnormal Normal (Mutu II)
Halus Halus Sedikit
Kehalusan Halus (Mutu II)
kasar
Ketebalan Tebal Sedang Tipis Tebal (Mutu II)
Keutuhan Utuh Utuh Utuh Utuh (Mutu I)
Bersih Sedikit Banyak
noda noda dan
Kebersihan Bersih (Mutu I)
kotor sedikit
(stain) kotor
Besar : >60 gram
Berat Telur Sedang : 50-60 gram 56,88 gram (Sedang)
Kecil : <50 gram
2. Kondisi Kantung Udara
Kedalaman
Ke 0,5 cm –
< 0,5 cm >0,9 cm 0,66 cm (Mutu I)
kantung udara 0,9 cm
Kebebasan Tetap di Bebas Bebas
bergerak tempat bergerak bergerak
dan dapat
Bebas Bergerak (Mutu II)
terbentuk
gelembung
udara
Perendaman
3 Air Tenggelam Tenggelam
Garam
.
3 Kondisi Putih Telur
Kebersihan Bebas Bebas Ada
bercak bercak sedikit,
darah, darah, bercak
Bebas bercak darah, atau
atau atau darah,
benda asing lainnya (Mutu
benda benda tidak ada
I)
asing asing benda
lainnya lainnya asing
lainnya
Kekentalan Kental Sedikit Encer,
encer kuning
telur
belum
Kental (Mutu II)
tercampur
dengan
putih
telur
Indeks 0,134- 0,092- 0,050- 0,063 (Mutu III)
0,175 0,133 0,091
4. Kondisi Kuning Telur

31
Bentuk Bulat Agak pipih Pipih Agak pipih (Mutu II)

Posisi Di tengah Sedikit Agak


bergeser kepinggir Sedikit dari bergeser
dari tengah tengah (Mutu II)

Penampakan Tidak jelas Agak jelas Jelas Jelas (Mutu III)


batas
Kebersihan Bersih Bersih Ada sedikit
Bersih (Mutu I)
bercak darah
Indeks
0,458-0,521 0,394-0,457 0,330-0,393 0,35 (Mutu III)

6. Bau Khas Khas bau telur


7. pH 8
8. Haugh Unit AA : >79 71,09 (A)
A : 55-78
B : 31-54
C : <30
9. Uji Cemaran Mikrobiologi
TPC 1 x 105 cfu/g 0,25 x 105
Cemaran E. coli 5 x 101 cfu/g 2,9 x 101
Cemaran Negatif
Negatif
Salmonella sp.
10. Uji Residu Antibiotik
Penisilin Negatif Negatif
Ciprofloxacin Negatif Negatif
Gentamicyn Negatif Negatif
Cefadroxil Negatif Negatif

Telur termasuk salah satu makanan yang paling kaya nutrisi. Telur adalah sumber
protein dan asam amino esensial yang sangat dibutuhkan untuk menjaga kesehatan. Telur
juga mengandung berbagai macam mineral dan vitamin. Keamanan pangan adalah aspek
yang sangat penting untuk menjaga kualitas telur. Bisa terdapat resiko kesehatan apabila
telur tidak ditangani, disimpan dan disiapkan dengan baik. Pada beberapa kasus, telur bisa
terkontaminasi dengan bakteri terutama Salmonella yang bisa menyebabkan keracunan
makanan. Hal ini yang mendasari konsep bahwa telur tidak seharusnya dikonsumsi secara
mentah. Kesegaran telur bisa dievaluasi dari eksterior dan interior telur.
Pemeriksaan organoleptik telur sebelum dibuka meliputi bau, bentuk, keutuhan,
kebersihan dan berat telur. Pada sampel telur didapatkan hasil yaitu tidak ada perubahan
(oval), bentuk utuh, bersih, dan berat telur 56,88 gram. Hasil uji organoleptik secara umum
baik, hasil uji dibandingkan dengan standar SNI mutu untuk telur segar. Bentuk, kehalusan,
ketebalan, keutuhan telur, dan kebersihan kerabang telur. Kebersihan pada kerabang sangat
32
mempengaruhi pertumbuhan bakteri koliform, kotoran atau tinja yang menempel pada
kerabang data menjadi berbahaya karena kotoran atau tinja yang menempel pada kerabang
merupakan habitat dari bakteri. Bakteri dapat masuk kedalam telur secara osmosis dan
menyebabkan bahaya gangguan kesehatan pada manusia, bakteri akan menembus melalui
pori-pori telur, selain itu telur mudah mengalami keretakan kerabang, hal itu juga dapat
memudahkan kontaminasi bakteri koliform (P. R. A. et al., 2017).
Uji Candling pada telur bertujuan untuk melihat kesegaran telur dengan mengukur
tinggi kantung hawa melalui peneropongan menggunakan cahaya yang langsung diarahkan
pada telur. Selain itu, peneropongan telur juga bertujuan untuk mengetahui telur yang
fertile. Pada uji ini dilakukan candling pada telur ayam ras dan hasil tinggi kantung hawa
adalah 0,66 cm. jika didasarkan pada kualitas telur SNI, maka semakin tinggi kantung hawa
ini pada grade mutu 2. Pelebaran kantung hawa dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya temperature lingkungan dan umur penyimpanan.semakin tua umur telur, maka
kantung hawa akan semakin membesar, karena terjadi penguapan cairan didalam telur
(Bunga et al., 2019). Pada uji perendaman air garam, telur masih dapat terendam. Bila
didasarkan pada tinggi kantung hawa pada saat candling. Tinggi kantung masuk dalam
grade Mutu 2. Semakin lama telur disimpan akan mempengaruhi berat telur dan kantung
udara akan semakin membesar. Kantung udara pada telur terbentuk sesaat setelah
pengeluaran telur akibat perbedaan suhu tubuh induk dengan suhu ruang yang lebih rendah
(Bilyaro dkk., 2021).
Pemeriksaan putih dan kuning telur setelah dibuka menunjukkan bahwa tidak ada
kelainan/abnormalitas. Konsistensi putih dan kuning telur yang kental. Perbedaan
kekentalan putih telur disebabkan oleh kandungan airnya. Bagian putih telur mempunyai
banyak kandungan air sehingga selama penyimpanan bagian putih telur merupakan bagian
yang mudah mengalami kerusakan. Posisi kuning telur yang sedikit bergeser dari tengah,
berbetuk bulat dan sedikit pipih dan tidak terdapat adanya bintik darah (blood spot) maupun
bintik daging (meat spot) pada kuning telur. Pada pemeriksaan indeks kuning telur
didapatkan hasil sebesar 0.35 mm. Nilai tersebut sesuai dengan dengan indeks kuning telur
yang segar menurut SNI 3926:2008 yaitu sebesar 0.33-0.52. Sedangkan indeks putih telur
didapatkan hasil yaitu sebesar 0.063 mm. Nilai tersebut sesuai dengan dengan indeks
kuning telur yang segar menurut SNI 3926:2008 yaitu sebesar 0.050 – 0.174 mm.
Perubahan indeks kuning telur dan indeks putih telur berkaitan dengan status kesegaran
dari telur. Penerunan indeks kuning telur dan indeks putih telur dapat dipengaruhi oleh
lamanya penyimpanan. Semakin lama penyimpanan maka indeks kuning telur dan indeks
putih telur dapat mengalami penurunan hal ini juga berlaku pada perhitungan Haugh Unit
33
(HU) (Swacita dan Cipta, 2011). Pengujian kesegaran telur dapat dilihat dari nilai Haugh
Unit (HU). Pengujian kali ini didapatkan hasil nilai HU sebesar 71,09 dan termasuk dalam
kategori A.
Pengujian mikrobiologi pada telur menggunakan metode TPC menunjukkan total
mikroba dibawah batas cemaran yang ditetapkan SNI yaitu 0,25 x 105 CFU/g dari nilai
standar yaitu . 1 x 105 CFU/g. Sedangkan Cemaran E. Coli didapatkan hasil 2,9 x 101 yang
mana hasil tersebut dibawah batas yang ditetapkan SNI yaitu 5x10 1 dan Salmonella sp.
tidak ditemukan pada telur ayam. Cemaran mikroba di dalam telur dapat diakibatkan
sanitasi telur yang kurang baik, sehingga debu dan kotoran akan mudah menempel pada
telur dan dapat masuk melalui pori-pori di kerabang. Telur mengalami proses perjalanan
yang panjang untuk sampai ke tangan konsumen, yaitu melalui produsen, distributor,
pedagang pengepul, dan pedagang eceran. Selain itu, dapat disebabkan oleh kontaminasi
pada saat proses pelaksanaan pengujian TPC (Chusniati dkk, 2009).
Pada uji residu antibiotik pada disk sampel telur menunjukan hasil negatif atau tidak
terbentuk zona hambat yang sama dengan kontrol negatif blank disk yang dibandingkan
dengan kontrol positif disk antibiotik Ciprofloxacin, Penisilin, Gentamycin, dan Cefadroxil.
Zona bening pada kontrol positif merupakan efek kerja dari antibiotik yang mampu
menghambat pertumbuhan bakteri di sekitar kertas cakram. Pada sampel telur yang diuji
tidak terdapat adanya zona hambat sehingga bakteri tetap tumbuh disekitar kertas cakram
(Detha, 2014). Berdasarkan hasil pengujian diatas, dapat diartikan bahwa telur ayam masih
dinyatakan dalam kategori ASUH dan aman untuk dikonsumsi namun harus dalam proses
pemasakan yang baik dan benar.
3.4 Hasil Pengujian Kualitas dan Keamanan Susu Pasteurisasi
Hasil pengujian di Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya yang telah dilakukan oleh Mahasiswa PPDH Gelombang XII
Kelompok 4 pada sampel susu pasteurisasi, dengan rincian produk sebagai berikut:
Jenis Sampel : Susu pasteurisasi “Milk Life”
Tanggal Pembelian : 17 September 2023
Tanggal Pengujian : 18 September 2023
Asal Sampel : Superindo Langsep
Tabel 3.4 Hasil Pemeriksaan Susu pasteurisasi

No. Standar (SNI


Jenis Uji 3951:1995 Hasil
dan Literatur)
1. Organoleptik
Warna Khas Putih
34
Bau Khas Aromatis susu
Rasa Khas Sedikit manis
2. Uji pH 6,5 – 6,7 6,7
3. Kadar lemak Min. 2,8 (%) 2
4. Kadar protein Min. 2,5 (%) 2,4
5. Cemaran Mikrobiologi
Cemaran bakteri Coliform Maks. 10 MPN/ml 35 MPN/ml
(MPN)
Cemaran E.coli (EMBA) Negatif Negatif
Cemaran Salmonella sp. (SSA) Negatif 13 cfu/ml
Cemaran Staphylococcus sp. 1 x 101 cfu/ml 36 x 101
(BPA)

Susu pasteurisasi menurut SNI 3951 : 1995 adalah susu segar, susu rekonstitusi, susu
rekombinasi yang telah mengalami prosss pemanasan pada temperatur 63°C -66°C selama
minimum 30 menit atau pada pemanasan 72°C selama minimum 15 detik, kemudian segera
didinginkan sampai 10 oC, selanjutnya diperlakukan secara aseptis dan disimpan pada suhu
maksimum 4,4 oC. Berdasarkan hasil organoleptik didapati bahwasanya warna dari sampel
susu yaitu putih, berbau aromatis susu, rasa khas (sedikit manis). Hasil ini sesuai dengan
acuan SNI 3951 : 1995 yang mensyaratkan bahwa warna, bau, rasa susu pasteurisasi khas.
Pada uji pH, hasil sampel susu sesuai dalam rentang normal yaitu 6,7 dengan standar SNI
3951 : 1995 6,5 – 6,7. Pada uji kadar lemak dan kadar protein lebih rendah dari SNI, hal
ini dapat disebabkan karena proses pasteurisasi dengan pemanasan mengakibatkan
penurunan kualitas keseluruhan bahan pangan, merusak beberapa vitamin, pigmen, lemak,
dan denaturasi protein (Hariono et al., 2021). Pada uji cemaran mikrobiologi pada uji MPN
menunjukkan adanya peningkatan bakteri coliform, hal ini dapat disebabkan adanya
mikroba yang masih bertahan didalam susu pasteurisasi adalah bakteri yang bersifat
termodurik antara lain dari genus Bacillus, Micrococcus, Microbacterium, Streptococcus,
Lactobacillus, Corynebacterium, Streptococcus, dan Arthobacter. Bakteri termodurik ini
tidak segera mati pada pasteurisasi dan akan memengaruhi jumlah bakteri susu pasteurisasi
tergantung dari populasinya dalam susu segar atau sebelum pasteurisasi, sedangkan bakteri
thermophilic tidak berkembang dalam waktu yang singkat pada proses HTST.
Penyimpanan pada suhu refrigerator (4-10 ºC) mampu menekan pertumbuhan bakteri
termodurik yang masih bertahan didalam susu pasteurisasi dikarenakan bakteri ini hidup
pada suhu 20-37 ºC. Uji pun dilanjutkan dengan hasil negatif pada uji cemaran e.coli dan
masih dalam rentang normal pada uji staphylococcus sp., hal ini sudah sesuai dengan SNI
3951 : 1995. Bakteri Staphylococcus sp. Adalah termasuk bakteri yang mati saat proses

35
pasteurisasi. Pada uji cemaran Salmonella didapatkan hasil positif, hal seharunya tidak ada
dikarenakan Salmonella tumbuh pada suhu 5,5 hingga 45 oC yang dapat dihancurkan
dengan perlakuan pasteurisasi konvensional, hal ini didapatkan pada uji dapat dikarenakan
produk mengalami kontaminasi setelah pemanasan atau proses pasteurisasi dan saat
pengujian (Mart, 1969).

3.5 Hasil Pengujian Kualitas dan Keamanan Kornet


Hasil pengujian di Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya yang telah dilakukan oleh Mahasiswa PPDH Gelombang XII
Kelompok 4 pada sampel sosis sapi, dengan rincian produk sebagai berikut:
Jenis Sampel : Kornet “Pronas”
Tanggal Pembelian : 17 September 2023
Tanggal Pengujian : 18 September 2023
Asal Sampel : Superindo Langsep
Tabel 3.5 Hasil Pemeriksaan Kornet

No. Jenis Uji Standar (SNI 3775:2015) Hasil


1. Uji Organoleptik
Warna Normal Normal
Rasa Normal, khas kornet Normal, khas kornet
Bau Normal, khas kornet daging Normal, khas kornet
daging
Tekstur Kenyal Kenyal
Uji pH 5,0 – 5,1 5
Uji Formalin Negatif Negatif
2. Uji Cemaran Mikrobiologi
Koliform (MPN) Maks. 10 MPN/g 7 MPN/g
Cemaran Escherichia Maks. 1x101 cfu/g Negatif
coli
Cemaran Maks. 1x102 cfu/g 6,8 x 101
Staphylococcus
aureus
Cemaran Salmonella Negatif/25 g Negatif
sp.
3. Uji Kapang dan Khamir
Uji Kapang Negatif Negatif
Uji Khamir Negatif Negatif

Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitas kornet daging sapi diperoleh bahwa hasil
organoleptik tidak ada perubahan pada beberapa parameter seperti warna, bau, rasa dan
kebersihan atau sesuai dengan SNI 3775 : 2015. Pengujian Most Probable Number (MPN)
didapatkan hasil positif dengan nilai 7 MPN/g atau sesuai dengan batas syarat produk
olahan daging SNI 3775 : 2015yaitu maksimal 10 MPN/g. Coliform merupakan bakteri
36
flora normal yang banyak terdapat dilingkungan dan terdiri atas bermacam-macam jenis
sehingga sulit untuk mengendalikan keberadaanya, adanya coliform masih ditoleransi
dengan jumlah 10 MPN/g namun apabila jumlahnya melebihi batas tersebut maka akan
membahayakan kesehatan dan menjadi pathogen di dalam tubuh (Bambang dkk., 2014).
Pada uji cemaran mikroba spesifik diperoleh hasil bahwa kornet tidak mengandung cemaran
E-coli, Salmonella sp., namun dapat dilihat bahwa kornet mengandung Staphylococcus sp.
Hal ini dapat dikarenakan adanya kontaminasi pada kornet pada saat pemeriksaan oleh
tangan pemeriksa. Adapun uji kapang dan khamir negatif sehingga hasil ini membuktikan
bahwa kornet aman untuk dikonsumsi (SNI 3775 : 2015).
3.6 Hasil Pengujian Kualitas dan Keamanan Mayonaise
Hasil pengujian di Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya yang telah dilakukan oleh Mahasiswa PPDH Gelombang XII
Kelompok 4 pada sampel mayonais, dengan rincian produk sebagai berikut:
Jenis Sampel : Mayonaise “Maestro”
Tanggal Pembelian : 17 September 2023
Tanggal Pengujian : 18 September 2023
Asal Sampel : Superindo Langsep
Tabel 3.6 Hasil Pemeriksaan Mayonaise
No. Jenis Uji SNI 01-4277-1998 Hasil Lab
1. Uji Organoleptik
Bau Normal Normal
Warna Normal Normal
Tekstur Normal Normal
Rasa Normal Normal
pH 4 4
2. Uji Mikrobiologi
Uji Cemaran Coliform Maks. 10 MPN/g 10
MPN MPN/g
Uji E.Coli Negatif Negatif
Cemaran Salmonella sp. Negatif Negatif
Cemaran <10 koloni/g 70
Staphylococcus aureus koloni/g
3. Uji Kapang/khamir Negatif Positif

Pemeriksaan uji mayonaise yang di tetapkan oleh SNI 01-4473-1998 yaitu warna,
tekstur, rasa dan aroma dari mayonaise di dapatkan hasil normal tidak mengalami
perubahan. Mayonaise yang baik memiliki konsistensi semisolid dan berwarna kekuningan
serta memiliki aroma khas. Warna mayonaise berasal dari kuning telur. Selain itu kuning
telur juga berperan sebagai emulsi karena memiliki kandungan lesitin yang tinggi sehingga
cocok digunakan sebagai emulsifier (Winarno, 2011). Pengujian pemeriksaan pH
37
menghasilkan nilai 4 melalui penggunaan pH strip. Menurut SNI 01-4473 : 1998 nilai
normal pH pada mayonaise yaitu 3,6 – 4.
Hasil pemeriksaan cemaran coliform pada mayonaise menghasilkan koloni
coliform 10 koloni per gramnya. Pada pemeriksaan bakteri staphylococcus Sp. Didapatkan
hasil 70 Koloni/g, serta Pemeriksaan Salmonella Sp. dan E. Coli yang negative serta uji
kapang dan Khamir menunjukan hasil Positif. Keberadaan kapang, khamir dan bakteri
dapat disebabkan beberapa faktor yaitu adalah bahan baku yang digunakan diduga sudah
mengalami kontaminasi, bahan baku, lingkungan pabrik pengolahan, keadaan
mikrobiologis peralatan dan pakten, kurangnya kebersihan (Hernawati dkk., 2018). Produk
Mayonaisse yang tidak ditangani secara aseptis dapat menimbulkan resiko cemaran
mikroorganisme. Penyimpanan produk juga memiliki resiko cemaran mikrobiologi,
produk sebaiknya disimpan didalam cool box agar menghindari kontaminasi mikrobiologi
(Afifah, 2013). Berdasarkan hasil pengujian pada sampel mayonnaise diatas, mayonnaise
memenuhi kriteria ASUH serta baik untuk dikonsumsi masyarakat.

38
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan PPDH di Laboratorium Kesmavet FKH UB didapatkan
kesimpulan yaitu:
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan berbagai faktor pada sampel susu sapi, seperti uji
organoleptik, kesegaran, komposisi, pemalsuan, dugaan mastitis, cemaran mikrobiologi,
dan resistensi antibiotik, susu tersebut memenuhi standar kualitas ASUH dan aman
untuk dikonsumsi. Namun, disarankan untuk melakukan proses pemasakan yang tepat
guna menghilangkan atau mengurangi bakteri yang terkontaminasi.
2. Berdasarkan hasil uji organoleptik, pH, dan cemaran mikrobiologi pada sampel susu
pasteurisasi memenuhi persyaratan ASUH dan dapat dikonsumsi dengan aman.
3. Data dari uji organoleptik, pH, drip loss, cooking loss, kesempurnaan pengeluaran darah,
cemaran mikrobiologi, dan resistensi antibiotik pada sampel daging sapi menunjukkan
bahwa daging tersebut memenuhi kriteria ASUH dan masih layak untuk dikonsumsi.
Namun, disarankan untuk merebusnya terlebih dahulu guna mengurangi bakteri yang
mungkin dapat mengganggu kesehatan manusia.
4. Berdasarkan data dari uji organoleptik, pH, cemaran mikrobiologi, dan uji kapang
khamir pada sampel kornet, dapat disimpulkan bahwa kornet tersebut layak dikonsumsi
oleh masyarakat.
5. Hasil uji organoleptik sebelum dibuka, pemeriksaan kesegaran telur, pemeriksaan telur
setelah dibuka, cemaran mikrobiologi, dan uji residu antibiotik pada sampel telur ayam
menunjukkan bahwa telur tersebut memenuhi standar kualitas ASUH dan aman untuk
dikonsumsi. Meskipun demikian, disarankan untuk mengolahnya dengan baik dan benar
sebelum dikonsumsi.
6. Berdasarkan data dari uji organoleptik, uji pH, dan cemaran mikrobiologi pada sampel
mayonaise, dapat dipastikan bahwa mayonaise tersebut memenuhi persyaratan ASUH
dan aman untuk dikonsumsi.
4.2 Saran
Untuk melakukan uji laboratorium terutama pada cemaran mikroorganisme,
disarankan untuk menjaga keadaan yang lebih steril atau aseptis, baik dalam lingkungan
tempat pengerjaan, alat-alat yang digunakan, maupun oleh para pelaku yang melakukan uji.
Dengan demikian, hasil yang diperoleh akan lebih optimal dan dapat dipercaya.

39
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, N. 2013. Uji Salmonella- Shigella Telur Ayam Disimpan pada Suhu dan Waktu yang
Berbeda. Jurnal Ilmiah Edu Research. 2(1): 35-46.
Anindita, N. S. dan Soyi, D. S. 2017. Studi Kasus: Pengawasan Kualitas Pangan Hewani
melalui Pengujian Kualitas Susu Sapi yang Beredar di Kota Yogyakarta. Jurnal
Peternakan Indonesia 19 (2) hal. 96-105
Bhaskara, Bagus. 2012. Uji kepekaan escherichia coli sebagai penyebab kolibasilosis pada babi
muda terhadap antibiotik oksitetrasiklin, streptomisin, kanamisin, dan gentamisin.
Jurnal Indonesia Medicus Veterinus ISSN 2301
Bilyaro, W., Lestari, D., & Endayani, A. S. 2021. Identifikasi kualitas internal telur dan factor
penurunan kualitas selama penyimpanan. Journal of Agriculture and Animal Science,
1(2), 55-62
Chusniati, S., Budiono, R. N., & Rochmah Kurnijasanti, N. I. D. N. (2009). Deteksi Salmonella
sp pada telur ayam buras yang dijual sebagai campuran jamu di Kecamatan Sidoarjo.
Journal of Poultry Science, 2(1), 20-23.
Detha, Annytha. 2014. Pengujian Residu Antibiotik Pada Susu. Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Nusa Cendana. Kupang-Nusa Tenggara Timur.
Dwitania D.C. 2013. Uji Didih, Alkohol dan Derajat Asam Susu Sapi Kemasan yang Dijual di
Pasar Tradisional Kota Denpasar. Indonesia Medicinus Veterinus: Vol. 2 No.3.
Fatmawati, M., Setianingrum, A., Haskito, A. E. P., & Dameanti, F. N. A. E. P. (2019).
Prevalensi dan Faktor Predisposisi Mastitis Subklinis pada Sapi Perah Rakyat Dusun
Bakir, Desa Sukomulyo, Kabupaten Batu. Vet Bio Clin J, 1(2), 35–34.
Firman Jaya, Dedes Amertaningtyas dan Heli Tistiana. 2013. Evaluasi Mutu Organoleptik
Mayonaise Dengan Bahan Dasar Minyak Nabati Dan Kuning Telur Ayam Buras.
Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya Malang. Vol.8, No.1.
Hasrini, F. 2018. Analisis Produk Krimer Kental Manis Dalam Rangka Pengembangan Standar
Nasional Indonesia Baru. Jurnal Standardisasi Volume 20 Nomor 3
Hernawati, H., Aryani, A., & Shintawati, R. 2018. Uji Mikrobiologi Biskuit Dengan
Penambahan Tepung Kulit Pisang. Life Science, 7(2), 82-88.
Jacob, J. M., Hau, E. E. R., & Rumlaklak, Y. Y. 2018. Gambaran total plate count (TPC) pada
daging sapi yang diambil di rumah potong hewan (RPH) Kota Kupang. Partner,
23(1), 483-487.
Kusumaningsih, A. 2010. Beberapa Bakteri Patogenik Penyebab Foodborne Disease pada
Bahan Pangan Asal Ternak. Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor.
Ningsih, N.P., Sari, R., dan Apridamayanti, P. 2018. Optimasi Aktivitas Bakteriosin yang
Dihasilkan Oleh Lactobacillus brevis Dari Es Pisang Ijo. Jurnal Pendidikan
Informatika dan Sains. 7 (2).
Pramesthi, Ridha., Teguh, Hari, Suprayogi., Sudjatmogo. 2015. Total Bakteri dan pH susu segar
sapi Perah Friesian Holstein di Unit Pelaksana Teknis Daerah dan Pembibitan Ternak
Unggul Mulyorejo Tengaran-Semarang.
Purwati, D. et al. 2015. Indeks Kuning Telur (IKT), Haugh Unit (HU) dan Bobot Telur pada
Berbagai Itik Lokal di Jawa Tengah, Jurnal Biologi.
SNI [Standard Naisonal Indonesia]. 01-4473-1998.Mayonnaise. Jakarta : Badan Standarisasi
Nasional
40
SNI [Standard Naisonal Indonesia]. 3926. 2008. Telur Ayam Konsumsi. Jakarta : Badan
Standarisasi Nasional.
SNI [Standard Naisonal Indonesia]. 7388:2009. Daging Sapi. Jakarta : Badan Standarisasi
Nasional.
SNI [Standard Naisonal Indonesia]. 3775 : 2015. Kornet Daging. Jakarta : Badan Standarisasi
Nasional.
Swacita, I. B. N., & Cipta, I. S. (2011). Pengaruh Sistem Peternakan dan Lama Penyimpanan
terhadap Kualitas Telur Itik (The Effect Of Farming System And Long Storage To
Duck’s Egg Quality). Buletin Veteriner Udayana Vol, 3(2), 91-98.
Suada, I. K., Purnama, D. I. D., dan Agustina, K. K. 2018. Infusa Daun Salam Mempertahankan
Kualitas dan Daya Tahan Daging Sapi Bali. Buletin Veteriner Udayana 10(1): 100.
Yanestria, S. M. 2015. Tingkat Cemaran Escherichia Coli pada Susu Segar dari Peternakan
Sapi Perah di Surabaya. VITEK: Bidang Kedokteran Hewan. 5 : 50-54.
Widyawati, R., Mussa, O.R.P.A., Pratama, M.D.W., Roeswadono. 2020. Perbandingan Kadar
Lemak 32 dan Berat Jneis Susu Sapi Perah Friesian Holstein (FH) di Bendul Merisi,
Surabaya (Dataran Rendah) dan Nongkojajar, Pasuruan (Dataran Tinggi). Jurnal
VITEK bidang Kedokteran Hewan, 10, 15-19.
Winarno, F. G.2011.Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Yani, L., Roza, R. M., & Martina, A.2020. Isolasi dan seleksi bakteri asam laktat dari yoghurt
produksi industri rumah tangga di Pekanbaru yang bersifat antibakteri terhadap
Escherichia coli dan Salmonella typhi.
Yhonas, Prabowo. 2020. Sifat Fisik, Kimia Dan Sensori Mayonnaise Dengan Berbagai Jenis
Minyak Nabati. SKRIPSI. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Semarang.
Yunanda, A. W., Gani, F. A., Iskandar, C. D., & Akmal, M. 2020. Hubungan antara Drip Loss
dengan Angka Lempeng Total. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner, 4(3), 87-95.

Zain, W. N. H. 2013. Kualitas susu kambing segar di peternakan Umban Sari dan Alam Raya
kota Pekanbaru. Jurnal peternakan. 10(1) : 24 – 30.

41
LAMPIRAN

42

Anda mungkin juga menyukai