Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KEGIATAN PPDH

ROTASI INTERNA HEWAN BESAR


yang dilaksanakan di
PETERNAKAN DRH RIBUT HARTONO DAN
KAMPUNG SAPI ADVENTURE KOTA BATU

“RACHITIC ROSARY DISEASE”

Oleh:
R. RR. DIAH NIBRAS I.M.P., S.KH
NIM. 170130100111016

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018

i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PELAKSANAAN PPDH
ROTASI INTERNA HEWAN BESAR
yang dilaksanakan di
PETERNAKAN DRH RIBUT HARTONO
DAN KAMPUNG SAPI ADVENTURE

Batu, 12 Februari 2018 – 10 Maret 2018

Oleh :
R.Rr.Diah Nibras I.M.P., S.KH
NIM. 170130100111016

Menyetujui,
Penguji

drh. Analis Wisnu Wardhana, M.Biomed


NIP. 19800904 200812 1 001

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya

Prof. Dr. Aulanni’ am, drh., DES


NIP. 19600903 198802 2 001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat, karunia dan hidayah-Nya
sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan kegiatan Pendidikan Profesi Dokter
Hewan (PPDH) rotasi Interna Hewan Besar di Peternakan drh. Ribut Hartono dan drh.
Deddy Fachruddin Kurniawan Kota Batu. Selama pelaksanaan kegiatan dan
penyusunan proposal serta laporan ini penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Sehingga pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati dan
penuh rasa hormat mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materiil baik secara langsung
maupun tidak langsung kepada penulis dalam pelaksanaan kegiatan dan penyusunan
proposal serta laporan ini hingga selesai.
Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Aulanni’am, drh.,
DES selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya, drh. Analis
Wisnu Wardhana, M. Biomed selaku penanggung jawab kegiatan PPDH rotasi Interna
Hewan Besar, drh. Ribut Hartono dan drh. Deddy Fachruddin Kurniawan selaku
pembimbing lapang. Terimakasih atas bimbingan, waktu, dan fasilitas yang telah
diberikan selama menjalankan kegiatan koasistensi, teman-teman kelompok 2 PPDH
(Pendidikan Profesi Dokter Hewan) Gelombang 9 atas bantuan dan kerja sama yang
baik selama pelaksanaan kegiatan dan keluarga tercinta atas kasih sayang dan
motivasi. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kegiatan Pendidikan Profesi
Dokter Hewan (PPDH) ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
demi perbaikan laporan ini. Penulis berharap semoga laporan ini dapat menambah
pengetahuan bagi penulis dan pembaca.

Malang, 5 Desember 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... ii


KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... v
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 2
1.4 Manfaat .................................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3
BAB III. TINJAUAN KASUS ........................................................................... 9
3.1 Sinyalemen................................................................................................ 9
3.2 Anamnesa.................................................................................................. 9
3.3 Pemeriksaan Fisik ..................................................................................... 10
3.4 Diagnosa Banding .................................................................................... 10
3.5 Diagnosa ................................................................................................... 11
3.6 Prognosa.................................................................................................... 11
3.7 Terapi ........................................................................................................ 11
BAB IV. HASIl DAN PEMBAHASAN ............................................................. 12
BAB V. PENUTUP ............................................................................................. 16
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 16
5.2 Saran ........................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 17

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Pedet persilangan peranakan Frisian Holstein dan Simental ................. 9
Gambar 3.2 Pembesaran pada sendi ekstremitas kaudal .......................................... 10
Gambar 3.3 Abnormalitas bentukan pada costochondral junction teraba saat
palpasi ............................................................................................. 11
Gambar 3.4 Calciject® yang diberikan sebagai terapi rachitis rosary ....................... 9
Gambar 4.1 Pembesaran pada costochondral junction, growth plate normal,
hipertrofi non kalsifikasi growth plate pada kasus rakhitis .................... 13
Gambar 4.2 Pembesaran sendi pada costochondral junction ................................... 13

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Direktorat Jenderal Pertanian (2017), secara nasional jumlah
populasi ternak besar tahun 2016 mengalami peningkatan bila dibandingkan
dengan populasi pada tahun 2015 dengan rincian sebagai berikut: sapi potong
16,0 juta ekor (peningkatan 3,79 persen). Sapi termasuk komponen penting dan
komoditas unggulan di Indonesia karena pemeliharaannya ditujukan untuk
memperoleh keuntungan yang bersifat ekonomis sehingga perlu diperhatikan
produktivitas dan reproduksinya. Namun masih banyak kendala yang dihadapi
para peternak sapi untuk mencapai produktivitas dan reproduksi yang baik. Salah
satu penyebab yang masih jarang diperhatikan adalah gangguan pada sistem
muskuloskeletal hewan ternak. Komponen paling penting dalam sistem
muskuloskeletal meliputi otot dan perlekatannya, tulang dan sendi. Fungsi utama
sistem ini adalah mendukung tubuh dalam berbagai cara untuk menampilkan
gerakan dan postur yang normal. Selain itu, struktur tulang tertentu juga terlibat
dalam beberapa fungsi tertentu seperti respirasi, mastikasi, urinasi dan defekasi
(Hanson, 2011).
Penyakit pada sistem muskuloskeletal akan mempengaruhi pergerakan
pada hewan. Beberapa penyakit otot, tulang atau sendi akan memiliki gejala klinis
utama berupa lokomosi yang abnormal (pincang) dan atau postur yang mengalami
perubahan. Gangguan lokomosi akan ditemukan pada saat hewan bergerak atas
kemauan sendiri atau ketika hewan tersebut diberi perlakuan dengan suatu
latihan. Gangguan pada tulang dan sendi merupakan hal sering terjadi, dan
kondisi tersebut dapat mengindikasikan penyakit pada daerah otot, masalah
neurologik, keracunan, abnormalitas hormonal, kelainan metabolik, penyakit
infeksius, kelainan pada darah dan pembuluh darah, malnutrisi, serta cacat
bawaan. Banyak sistem pada tubuh hewan yang bergantung pada otot.
Kemampuan seekor hewan untuk melihat, bernapas, urinasi, berkembangbiak,
bahkan mengunyah dan menelan dipengaruhi oleh kondisi muskuloskeletal
(Hanson et al. 2007). Salah satu gangguan atau penyakit muskuloskeletal yang
dapat terjadi pada hewan ternak adalah rakhitis (rachitic). Maka dari itu

1
pelaksanaan pendidikan profesi dokter hewan (PPDH) dilakukan agar mahasiswa
calon dokter hewan mampu mendiagnosa dan melakukan terapi dalam
penanganan kasus rachitic rosary pada sapi di masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara mendiagnosa penyakit rachitic rosary pada sapi?
2. Bagaimana tata laksana terapi untuk penyakit rachitic rosary pada sapi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara mendiagnosa penyakit rachitic rosary pada sapi
2. Untuk mengetahui tata laksana terapi untuk penyakit rachitic rosary pada sapi

1.4 Manfaat
Memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam cara mendiagnosa
penyakit interna rachitic rosary pada hewan besar sehingga dapat diterapkan
pengobatan yang tepat dan efektif terhadap hewan penderita.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sistem muskuloskeletal adalah suatu sistem yang terdiri dari tulang, otot,
kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae dan persendian. Komponen paling
penting dalam sistem muskuloskeletal meliputi otot dan perlekatannya, tulang
dan sendi. Fungsi utama sistem ini adalah mendukung tubuh dalam berbagai cara
untuk menampilkan gerakan dan postur yang normal. Selain itu, struktur tulang
tertentu juga terlibat dalam beberapa fungsi tertentu seperti respirasi, mastikasi,
urinasi dan defekasi (Hanson, 2011). Tulang adalah bentuk jaringan ikat yang
keras dan kaku, menyusun bagian terbesar kerangka vertebrata (Mathode dan
Hartanto, 2012). Tulang memiliki struktur yang kompak dan kuat, sehingga
memberikan bentuk pada tubuh dan melindungi organ dalam dari lingkungan
luar. Tulang juga melindungi sumsum tulang, dimana terbentuk sel darah, dan
sebagai depo kalsium bagi tubuh. Jaringan tulang yang telah tua secara terus-
menerus akan digantikan oleh jaringan tulang yang baru, proses ini disebut
dengan remodeling. Tulang saling menyatu sehingga membentuk sendi. Setiap
jenis sendi memiliki kemampuan yang berbeda, yang menentukan derajat dan
arah gerakan. Pada persendian, di ujung tulang terlapisi oleh kartilago, yaitu
jaringan pelindung yang tipis yang membantu mengurangi gesekan ketika sendi
bergerak (Hanson, 2011).
Otot merupakan organ yang menghasilkan gerak pada organisme hewan
melalui kontraksi (Mathode dan Hartanto, 2012). Otot dapat melekat pada tulang
yang berfungsi untuk bergerak aktif, selain itu otot juga merupakan jaringan pada
tubuh hewan yang bercirikan mampu berkontraksi dan dipengaruhi oleh stimulus
dari sistem saraf. Terdapat pula macam-macam otot yang berbeda pada
vertebrata, yaitu otot polos, otot rangka dan otot jantung. Dua dari jenis otot
tersebut, yaitu otot polos dan otot rangka, merupakan bagian dari sistem
muskuloskeletal. Otot rangka berperan dalam memberikan postur tubuh dan
pergerakan tubuh. Otot rangka menempel pada tulang dan tersusun disekitar
sendi. Otot polos membantu memfasilitasi proses pada tubuh, seperti menyusun
arteri untuk peredaran darah dan memfasilitasi pergerakan makanan disepanjang
saluran pencernaan (Nurhayati, 2004).

3
Tendon adalah tali fibrosa jaringan ikat yang bersambungan dengan
serabut otot dan melekatkan otot ke tulang atau tulang rawan (Mathode dan
Hartanto, 2012). Tendon tidak dapat meregang dan menempel pada tiap ujung
otot hingga ke tulang. Tendon terletak di antara selubung sehingga dapat bergerak
dengan bebas. Sedangkan ligamen merupakan serangkaian pita jaringan elastik
berwarna kuning yang melekat dan terbentang di antara bagian ventral dua
lamina arcus vertebrae yang berdekatan dari axis ke sacrum. Ligamen juga
merupakan pita jaringan ikat yang kuat, akan tetapi dapat diregangkan sampai
batas tertentu. Ligamen mengelilingi, mendukung dan menstabilkan sendi.
Ligamen juga menyambungkan tulang satu dan yang lain (Mathode dan Hartanto,
2012).
Gangguan atau penyakit muskuloskeletal adalah suatu kondisi yang
mempengaruhi sistem muskuloskeletal yang dapat terjadi pada tendon, otot,
sendi, pembuluh darah dan atau saraf pada anggota gerak. Gejala dapat berupa
nyeri, rasa tidak nyaman, kebas pada bagian yang terlibat dan dapat berbeda
derajat keparahannya mulai dari ringan sampai kondisi berat, kronis dan lemah.
Sedangkan menurut Shearer (2011), gangguan muskuloskeletal adalah cedera
atau rasa sakit pada sendi, ligamen, otot, tendon, dan struktur lain yang
menyokong tubuh yang dapat mempengaruhi aktivitas normal. Gangguan ini
dapat menyerang berbagai bagian tubuh, seperti leher, bahu, punggung dan
ekstremitas. Berdasarkan pernyataan dari Hanson et al. (2007), terdapat berbagai
gangguan muskuloskeletal pada hewan, baik dapatan maupun turunan.
Penyakit pada sistem muskuloskeletal umumnya mempengaruhi
pergerakan pada hewan. Beberapa penyakit otot, tulang atau sendi akan memiliki
gejala klinis utama berupa lokomosi yang abnormal (pincang) dan atau postur
yang mengalami perubahan. Gangguan lokomosi akan ditemukan pada saat
hewan bergerak atas kemauan sendiri atau ketika hewan tersebut diberi perlakuan
dengan suatu latihan. Gangguan pada tulang dan sendi merupakan hal yang
sering terjadi, dan kondisi tersebut dapat mengindikasikan penyakit pada daerah
otot, masalah neurologik, keracunan, abnormalitas hormonal, kelainan metabolik,
penyakit infeksius, kelainan pada darah dan pembuluh darah, malnutrisi, serta
cacat bawaan. Banyak sistem pada tubuh hewan yang bergantung pada otot.
Kemampuan seekor hewan untuk melihat, bernapas, urinasi, berkembangbiak,

4
bahkan mengunyah dan menelan dipengaruhi oleh kondisi muskuloskeletal
(Hanson et al. 2007). Salah satu gangguan atau penyakit muskuloskeletal yang
dapat terjadi pada hewan adalah rakhitis (rachitic).
Secara umum rakhitis (rachitic) adalah pelunakan tulang pada hewan muda
karena kekurangan atau gangguan metabolisme vitamin D, magnesium, fosfor
atau kalsium yang berpotensi menyebabkan patah tulang dan kelainan bentuk.
Rakhitis adalah salah satu penyakit yang paling sering terjadi di banyak negara
berkembang. Penyebab utama terjadinya penyakit adalah kekurangan vitamin D,
namun kekurangan kalsium yang memadai dalam diet juga dapat menyebabkan
rakitis (kasus diare berat dan muntah dapat menjadi penyebab kekurangan).
Fungsi vitamin D antara lain adalah mengatur kadar kapur dan fosfor dalam darah
dengan kelenjar gondok (parathormon), mempengaruhi proses pembentukan
tulang (osifikasi), memperbesar penyerapan kapur dan fosfor dari usus,
mempengaruhi kerja kelenjar hormon. Osteomalasia adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan kondisi serupa yang terjadi pada hewan dewasa
dan umumnya disebabkan karena kekurangan vitamin D.
Rakhitis adalah pelunakan dan melemahnya tulang hewan muda, biasanya
karena kekurangan vitamin D yang ekstrim dan berkepanjangan. Vitamin D
sangat penting dalam penyerapan kalsium (Ca) dan fosfor (P) dari saluran
pencernaan yang dibutuhkan untuk membangun tulang yang kuat. Kekurangan
vitamin D menyebabkan sulit untuk mempertahankan dengan tepat tingkat
kalsium dan fosfor pada tulang. Kekurangan kalsium akan menyebabkan
gangguan pada proses mineralisasi. Proses mineralisasi adalah proses terakhir
pembentukan tulang. Fungsi kalsium dalam tubuh ternak antara lain sebagai
pembentuk tulang dan gigi, aktivasi beberapa enzim, kontraksi otot, dan transmisi
impuls saraf. Defisiensi kalsium dapat menyebabkan resorbsi tulang sehingga
menyebabkan kerapuhan tulang (Piliang, 2004). Sedangkan defisiensi fosfor yang
parah dapat menyebabkan persendian kaku dan otot menjadi lembek, ransum
dengan kadar fosfor yang rendah dapat menurunkan produktivitas hewan
(McDonald et al., 2002).
Berdasarkan penyebab terjadinya, rakhitis dibedakan menjadi 3 menurut
Mersch (2017), yaitu‫׃‬
1. Rakhitis nutrisional/ osteomalasia

5
Penyebab rakhitis ini adalah defisiensi vitamin D. Vitamin D merupakan
vitamin larut lemak yang penting bagi pembentukan tulang dan gigi serta
mengatur absorbsi kalsium dan fosfor dari saluran pencernaan. Vitamin D
terdapat dalam jumlah sangat sedikit di dalam pakan. Vitamin D secara alami
disintesis oleh sel kulit sebagai respon paparan sinar matahari. Rakhitis ini
terjadi terutama pada pedet yang masih belum disapih, serta pedet yang lahir
dari induk dengan kondisi defisiensi vitamin D. Selain itu, hewan yang jarang
terpapar sinar matahari juga memiliki resiko lebih tinggi.
2. Rakhitis hipophosphatemik
Penyebab rakhitis ini adalah rendahnya kadar fosfat dalam darah yang
berlangsung secara kronis. Tulang menjadi lemah dan terasa nyeri. Kondisi
ini disebabkan faktor genetik pada kromosom X yang menyebabkan
rendahnya kemampuan ginjal untuk mengontrol jumlah fosfat yang
diekskresikan di dalam urin. Hewan mampu mengabsorbsi kalsium dan fosfat
dari saluran pencernaan namun fosfat hilang melalui ekskresi ginjal dalam
urin. Kondisi rakhitis hipophosphatemik tidak disebabkan defisiensi vitamin
D.
3. Rakhitis renal
Rakhitis renal memiliki kemiripan dengan rakhitis hipophosphatemik,
yaitu disebabkan adanya gangguan pada ginjal. Gangguan ginjal
menyebabkan penurunan kemampuan untuk meregulasi jumlah elektrolit
yang dibuang melalui urin, termasuk kalsium dan fosfat.
Jika vitamin D atau kekurangan kalsium menyebabkan rakhitis,
menambahkan vitamin D atau kalsium untuk diet yang dihasilkan umumnya dapat
mengatasi masalah ini. Vitamin D berfungsi sebagai hormon untuk mengatur
kadar kalsium dan fosfor dalam tulang. Kekurangan vitamin D menyebabkan
tubuh tidak akan menyerap kalsium dan fosfor dengan maksimal. Ketika terjadi
ketidakseimbangan kalsium dan fosfor dalam aliran darah, tubuh akan bereaksi
dengan mengambil kalsium dan fosfor dari tulang untuk meningkatkan kadarnya
dalam darah yang diperlukan tubuh. Hal ini lantas melemahkan struktur tulang
yang dapat menyebabkan cacat kerangka.
Rakhitis dapat terjadi selama periode pertumbuhan yang cepat, ketika tubuh
membutuhkan tuntutan kalsium dan fosfor yang tinggi. Penyakit ini pun dapat

6
menjangkiti hewan dewasa namun memiliki nama yang berbeda yaitu lebih
dikenal dengan nama osteomalasia. Beberapa penyebab terjadinya rakhitis adalah
menurunnya penyerapan vitamin D akibat penyakit bilier, penyakit mukosa usus
halus proksimal dan penyakit ileum, adanya peningkatan katabolisme vitamin D
akibat obat yang menyebabkan peningkatan kerja enzim-enzim oksidase hati,
gangguan tubulus renalis yang disertai terbuangnya fosfat (acquired), renal
tubular acidosis yang disertai disproteinemia kronik (MecKean, 2018).
Gejala klinis yang muncul dari penyakit rakhitis adalah sakit pada tulang,
kekakuan, abnormalitas dan keterlambatan pembentukan gigi, penurunan
kekuatan otot, faktor predisposisi munculnya infeksi, gangguan pertumbuhan,
abnormalitas skeletal seperti abnormalitas bentuk kranial, bowlegs, abnormalitas
pada costae (rachitic rosary), abnormalitas pada pelvis dan spinal. Pada hewan
dengan kadar kalsium atau fosfat yang sangat rendah, dapat muncul gejala klinis
yang lebih parah seperti tetani yaitu kontraksi tidak sadar pada otot atau seizure
(Mersch, 2017).
Beberapa faktor resiko rakhitis pada hewan adalah kelahiran prematur
(rendahnya kadar vitamin D, kalsium dan fosfor), paparan yang rendah terhadap
sinar matahari, penyakit turunan metabolik, pedet yang lahir dari induk yang
menderita defisiensi vitamin D, gangguan ginjal yang mempengaruhi asorbsi
kalsium dan fosfor, rendahnya intake kalsium, fosfor atau vitamin D. Diagnosa
terhadap rakhitis dilakukan dengan melihat catatan medis dan nutrisi dari hewan
serta melakukan pemeriksaan fisik. Jika tidak muncul gejala akut seperti seizure
atau tetani, maka perlu dilakukan radiografi pada tulang panjang seperti radius,
ulna, femur dan costae. Beberapa abnormalitas yang dapat tampak pada hasil
pemeriksaan radiografi adalah abnormalitas berupa perluasan metaphysis sebagai
bagian paling aktif dari tulang, bengkok pada femur, osteopenia (gambaran
penurunan densitas yang menunjukkan penurunan mineralisasi), benjolan pada
costae (rachitic rosary), adanya beberapa fraktur yang sedang mengalami fase
penyembuhan yang berbeda. Selain itu perlu dilakukan evaluasi kadar vitamin D,
alkalin phosphatase, hormon parathyroid (hormon yang terlibat dalam kontrol
kadar kalsium dan fosfat), elektrolit dan pengukuran parameter terkait fungsi
ginlal (BUN dan kreatinin) (Mersch, 2017).

7
Penanganan yang dapat dilakukan jika penyebab terjadinya rakhitis adalah
kekurangan kalsium maka tindakan yang dapat dilakukan adalah memperbanyak
konsumsi unsur kalsium sehingga memperkuat kerja sel osteoblas (pembentuk
tulang) yang pembentukannya dipengaruhi oleh vitamin D. Sumber pakan dengan
kadar kalsium tinggi antara lain susu, leguminosa, rumput kasar yang tumbuh
pada tanah berkapur, tepung daging, tepung ikan dan tepung tulang. Beberapa
sumber vitamin D adalah minyak ikan, mentega, susu, kuning telur, ragi.
Provitamin D yang ada di bawah kulit akan diubah menjadi vitamin D dengan
bantuan sinar ultraviolet. Sedangkan sumber fosfor adalah kacang-kacangan dan
jagung (Mersch, 2017). Pedet membutuhkan asupan nutrisi dari susu induk dan
vitamin D yang cukup. Terapi utama yang dapat diberikan adalah kalsium, fosfat
dan vitamin D yang sudah diaktivasi (kalsitrol).

8
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Signalement
Jenis hewan : Sapi
Ras : Persilangan peranakan Frisian Holstein dan Simental
Jenis kelamin : Jantan
Umur : ± 1 bulan
Warna : Merah dan putih, dominan merah, putih pada kepala
Berat badan : ± 40 kg
Nama pemilik : Bpk. Sobirin
Alamat : Kota Batu

Gambar 3.1 Pedet persilangan peranakan Frisian Holstein dan Simental (Sumber:
Dokumentasi pribadi)

3.2 Anamnesa
Tanggal 18 Februari 2018 seorang peternak di daerah Kota Batu
menghubungi dokter hewan. Menurut keterangan dari pemilik, sapi mengalami
kesulitan saat berdiri dan membutuhkan bantuan untuk berdiri. Pedet diberi susu
induk dan CMR (Calf Milk Replacer).

9
3.3 Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa sapi mengalami kelemahan
untuk berdiri, tampak adanya pembesaran pada sendi hock/ tarsal joint
ekstremitas kaudal dan abnormalitas bentukan pada costochondral junction saat
dilakukan palpasi.

Gambar 3.2 Pembesaran pada sendi ekstremitas kaudal (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Gambar 3.3 Abnormalitas bentukan pada costochondral junction teraba saat palpasi
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

3.4 Diagnosa Banding


Berdasarkan hasil anamnesa, gejala klinis dan pemeriksaan fisik dapat
diambil diagnosa banding rachitic rosary dan polyarthritis.

10
3.5 Diagnosa
Berdasarkan hasil anamnesa, gejala klinis dan pemeriksaan fisik yang
diperoleh di atas, maka dokter hewan mendiagnosa bahwa sapi tersebut
mengalami gangguan muskuloskeletal rachitic rosary.

3.6 Prognosa
Fausta

3.7 Terapi
Terapi yang diberikan pada kasus ini adalah Calciject® yang diberikan secara
subkutan.

Gambar 3.4 Calciject® yang diberikan sebagai terapi rachitis rosary (Sumber:
Dokumentasi pribadi)

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanggal 18 Februari 2018 seorang peternak bernama Bapak Sobirin di


daerah Kota Batu menghubungi dokter hewan. Menurut keterangan dari pemilik,
sapi mengalami kesulitan saat berdiri dan membutuhkan bantuan untuk berdiri.
Pedet diberi susu induk dan CMR (Calf Milk Replacer). Sapi merupakan sapi
jantan anakan berumur ± 1 bulan dengan berat ± 40 kilogram yang merupakan
persilangan peranakan Frisian Holstein dan Simental, berwarna merah dan putih,
dominan merah dan berwarna putih pada kepala. Hasil pemeriksaan fisik
menunjukkan bahwa sapi mengalami kelemahan untuk berdiri, tampak adanya
pembesaran pada sendi ekstremitas kaudal dan abnormalitas bentukan pada
costochondral junction saat dilakukan palpasi. Berdasarkan hasil anamnesa,
gejala klinis dan pemeriksaan fisik diambil diagnosa rachitic rosary.
Adanya gejala klinis abnormalitas bentukan pada costochondral junction
saat dilakukan palpasi disebabkan pembesaran ujung costae yaitu pada
costochondral junction. Pembesaran menyebabkan terbentuknya benjolan yang
teraba ataupun tampak pada gambaran radiografi, disebut bentukan rosary (Nield
et al., 2006). Istilah rachitic rosary menggambarkan nodul pada costochondral
junction. Menurut Maxie (2007), rakhitis dapat menyebabkan gangguan
perkembangan rangka yang memiliki ciri lesi pertumbuhan yang cepat pada
growth plate tulang panjang dan kartilago costochondral junction pada os costae.
Lesi ini terbentuk sebagai akibat adanya ketidaksempurnaan mineralisasi dari
matriks kartilago pada growth plate dan pembentukan osteoid (bukan tulang)
baru. Matriks kartilago terus mengalami proliferasi dengan mineralisasi yang
kurang sehingga terbentuk bentukan nodul. Lesi ini akan tampak jelas pada
gambaran radiografi. Osteogenesis kartilago intramembran melibatkan siklus sel
kartilago yaitu zona istirahat, zona proliferasi, zona kalsifikasi dan zona osifikasi.
Pada kasus rakhitis, sel kartilago gagal memenuhi siklus. Kegagalan penetrasi
kapiler terjadi secara tidak merata (Maxie, 2007). Sedangkan pembesaran yang
tampak pada sendi disebabkan adanya pembesaran pada growth plate tulang. Hal
ini terkait adanya osifikasi endokondral tidak sempurna (Gruenberg, 2008).

12
Gambar 4.1 Pembesaran pada costochondral junction (kiri), growth plate normal
(tengah), hipertrofi non kalsifikasi growth plate pada kasus rakhitis (kanan)
(Sumber: Maxie, 2007)

Gambar 4.2 Pembesaran sendi pada costochondral junction (Sumber: Andrew et al.,
2004)

Gejala yang tampak bersifat umum seperti gangguan muskuloskeletal


lainnya yaitu rasa sakit pada tulang, kekakuan saat berjalan, pembengkakan pada
area metaphysis, kesulitan saat berdiri, kelemahan ekstremitas dan fraktur
patologis. Gejala klinis pada hewan muda yang menderita rakhitis adalah
pembesaran metaphisis dan growth plate dari tulang panjang terutama pada distal
metatarsus dan metacarpus, fetlock (sendi metacarpophalangeal dan
metatarsophenangeal) dan pastern (bagian dari kaki antara fetlock dan bagian atas
kuku). Pembangkakan akan terasa sakit saat diraba. Pada costochondral junction
kemudian terdapat bentukan khas rachitis rosary. Radiografi akan menunjukkan
adanya perubahan berupa area yang bersifat radiolusen yang melebar pada growth
plate distal metaphysis pada carpus, fetlock ataupun pastern. Menurut Guanberg
(2018), pada gambaran radiografi tulang akan mengalami penurunan
radioopasitas, dapat pula ditemukan deformitas pada kaki akibat pertumbuhan
tulang yang tidak sesuai. Diagnosis dapat dilakukan dengan adanya gejala

13
pembengkakan jaringan lunak pada lokasi tertentu, kelemahan dan dapat pula
dilakukan analisa darah. Hasil pemeriksaan serum atau plasma akan menunjukkan
kadar kalsium dan/ atau fosfor yang rendah serta peningkatan alkaline
phosphatase. Alkaline phosphatase akan dihasilkan oleh aktivitas osteoblast
namun kadarnya cenderung tinggi pada hewan muda dimana proses pertumbuhan
tulang masih aktif terjadi. Diagnosa banding rakhitis adalah polyarthritis karena
adanya kemiripan gejala klinis dan pembengkakan pada sendi (Andrew et al.,
2004).
Ketidakseimbangan mineral dapat menyebabkan kelemahan pada hewan
anakan ataupun hewan dalam masa pertumbuhan, dewasa dan tua.
Ketidakseimbangan biasanya diakibatkan defisiensi atau ketidakseimbangan 2
atau lebih faktor. Kondisi inilah yang terjadi pada pedet pada kasus ini dimana
pedet mengalami kelemahan saat berdiri dan tidak tampak adanya abnormalitas
pada sistem pernafasan dan pencernaan. Selama masa pertumbuhan, elemen
penting dalam perkembangan normal kolagen tulang adalah vitamin D, copper,
protein dan energi. Mineralisasi dari matriks kartilago merupakan desposisi dari
kalsium, fosfor dan karbonat disertai sodium, magnesium dan fluoride dalam
jumlah sedikit. Vitamin D, kalsium dan fosfor merupakan komponen penting
dalam pembentukan mineral tulang. Defisiensi vitamin D pada pedet dapat
merupakan kondisi kompleks yang disebabkan adanya gangguan pada kelenjar
parathyroid, ginjal dan intestinal sehingga terjadi ketidaksempurnaan kalsifikasi
tulang panjang dan matriks kartilago. Kondisi ini yang disebut rakhits pada hewan
muda. Secara umum rakhitis adalah kegagalan mineralisasi pada tulang tumbuh
atau jaringan osteoid di ujung tulang panjang. Zona kalsifikasi awal akan meluas
namun osteoid baru tidak termineralisasi. Pada hewan dewasa, defisiensi serupa
menyebabkan terjadinya osteomalasia (Andrew et al., 2004).
Adanya defisiensi vitamin D sebagai antirakhitis menyebabkan gangguan
penyerapan kalsium dan fosfor di usus dan reabsorbsinya di ginjal. Selain itu
vitamin D juga berperan secara langsung terhadap metabolisme mineral tulang
(deposisi dan reabsorbsi). Kekurangan vitamin D menyebabkan tubuh tidak akan
menyerap kalsium dan fosfor dengan maksimal. Ketika terjadi ketidakseimbangan
kalsium dan fosfor dalam aliran darah, tubuh akan bereaksi dengan mengambil
kalsium dan fosfor dari tulang untuk meningkatkan kadarnya dalam darah yang

14
diperlukan tubuh. Hal ini lantas melemahkan struktur tulang yang dapat
menyebabkan cacat kerangka. Pada kasus ini terdapat beberapa kemungkinan
penyebab defisiensi vitamin D, yaitu kurangnya vitamin D yang didapat dari
induk, pedet tidak mendapat sinar ultraviolet yang cukup, adanya pertumbuhan
yang terlalu cepat, vitamin D dapatan yang sedikit jumlahnya. Tidak ditemukan
adanya faktor predisposisi seperti gangguan gastrointestinal, steatorhea, gangguan
duktus biliaris, pankreas, hepar ataupun ginjal, adanya pemberian terapi
antikonvulsan yang dapat mengganggu metabolisme vitamin D ataupun
pemberian glukokortikoid yang bersifat antagonis terhadap vitamin D dalam
proses transportasi kalsium (Guanberg, 2018).
Prognosis pada kasus ini baik karena tidak ditemukan adanya fraktur. Pada
kasus ini diberikan terapi pemberian Calciject® secara subkutan. Calciject®
berisi Kalsium boroglukonat 40%, Magnesium hypophospite hexahydrate 5%,
tiap 400 mL mengandung 11,9 gram kalsium dan 1,85 magnesium. Komposisi
kalsium dilengkapi dengan magnesium dan fosfor, komposisi kalsium dan
magnesium adalah seimbang. Calciject® diindikasikan untuk mengatasi defisiensi
kalsium dan magnesium. Dosis pemberian adalah 200-400 mL per ekor bagi sapi
an 40-80 mL per ekor pada kambing dan domba.
Terapi terhadap kasus rakhitis seperti ini adalah dengan cara meningkatkan
vitamin D dan kalsium fosfor dalam rasio yang baik. Adanya pencampuran susu
yang diberikan pada pedet merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
rachitic rosary. Hal ini sesuai dengan Francis et al., (2003) yang menyatakan
bahwa rata-rata kadar fosfor dalam plasma paling rendah diketahui pada pedet
yang diberi pakan dengan susu produk bagi manusia, sedangkan pada grup pedet
yang diberi pakan campuran antara susu bagi manusia dan susu indukan. Kadar
fosfor dalam plasma paling tinggi pada grup pedet yang hanya diberi susu
indukannya. Alkaline phosphate juga diketahui paling tinggi kadarnya pada grup
pedet yang hanya diberi susu indukannya. Hal ini menyebabkan perlunya
diberikan tambahan kalsium dan fosfor dari luar pada kasus ini. Selain itu
diberikan saran kepada pemilik untuk menyediakan paparan sinar matahari yang
cukup (radiasi ultraviolet) sehingga meningkatkan produksi prekursor vitamin D3.

15
BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik pada sapi milik Bpk.
Sobirin dengan gejala klinis sapi mengalami kesulitan saat berdiri dan
membutuhkan bantuan untuk berdiri, tampak adanya pembesaran pada sendi
hock/ tarsal joint ekstremitas kaudal dan abnormalitas bentukan pada
costochondral junction saat dilakukan palpasi maka diagnosa pada kasus ini
adalah rachitic rosary. Rakhitis adalah pelunakan dan melemahnya tulang hewan
muda karena kekurangan vitamin D yang penting dalam penyerapan kalsium (Ca)
dan fosfor (P). Adanya pencampuran susu selain susu dari induk yang diberikan
pada pedet merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya rachitic rosary.
Pengobatan yang diberikan adalah injeksi kalsium Calciject®.

4.2 Saran
Peternak harus memperhatikan manajemen pemeliharaan pedet yang baik
agar pedet mencapai pertumbuhan yang maksimal dan tidak terserang penyakit
ataupun gangguan. Salah satu manajemen pemeliharaan yang perlu diperhatikan
adalah manajemen pakan pada pedet maupun indukan agar tidak terjadi gangguan
metabolisme.

16
DAFTAR PUSTAKA

Andrew, A.H., R.W. Blowet, H. Boyd and R.G. Eddy. 2004. Bovine Medicine Disease
and Husbandry of Cattle. 2nd Edition. Oxford‫ ׃‬Blackwell Science.

Direktorat Jenderal Pertanian dan Kesehatan Hewan. 2017. Statistik Peternakan dan
Kesehatan Hewan. Liestock and animal health statistic.

Francis, H.G., John M.P and Harald J. 2003. Pediatric Bone‫ ׃‬Biology and Disease.
USA‫ ׃‬Elsavier Science.

Guanberg, Walter. 2018. Rickets. MSD manual. Veterinary manual f Utrecht


University.

Hanson, J.R. 2011. Natural Products‫ ׃‬The Secondary Metabolites. University of


Sussex.

Hanson, R.R., Moore D.A., Auer J.A., Harari J., Padgett S. 2007. Bone, Joint, and
Muscle Disorder of Dogs. In The Merck Manual for Pet Health. C. M. Kahn.
Courier Westford, Inc. USA.

Mathode dan Hartanto. 2012. Hubungan antara Kekuatan Otot Tangan, Lengan serta
Koordinasi Mata dan Tangan dengan Kemampuan Passing Atas Bola Voli
Peserta Ekstrakulikuler SMP Santo Aloysius Turi. [Skripsi]. Universitas
Negeri Yogyakarta.

Maxie, M. G. 2007. Bones and Joints. In: Jubb, Kennedy & Palmer's 'Pathology of
Domestic Animals'. 5th Edition. Vol. 1: 75-81.

McDonald, P., R.A. Edwards., J.F.D. Greehalgh, and C.A. Morgan. 2002. Animal
Nutrition. 6th Edition. New York‫ ׃‬John Willey and Sons Inc.

McKean, Jason. 2018. Rickets. https://www.orthobullets.com/basic-


science/9031/rickets. Diakses pada 6 Desember 2018.

Mersch, John. 2017. Rickets (Calcium, Phosphate, or Vitamin D Deficiency). Medical


Review.

Nield, L.S.P., Mahajan, A. Joshi and D. Kamat. 2006. Rickets: Not a disease of the
past. Am. Fam. Physician. 74:619-26, 629-630.

Nurhayati, Awik Puji Dyah. 2004. Diktat Struktur Hewan. FMIPA Biologi ITS:
Surabaya

Piliang, W.G. 2004. Nutrisi Mineral. Edisi 7. Bogor ‫׃‬Institut Pertanian Bogor.

Shearer, H.M. 2011. The Effectiveness of Structured Patient Education for the
Management of Musculoskeletal Disorders and Injuries of the Extremities‫ ׃‬a
Systemic Review. J can chiropr assoc. Canadian Chiropractic Association.

17

Anda mungkin juga menyukai