Anda di halaman 1dari 88

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI

GLAXOSMITHKLINE site Bogor


BOGOR-DEPOK
05 April 2015 29 Mei 2015

DISUSUN OLEH:

Ersa Yuliza, S.Farm (1441012011)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
2015

i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI

GLAXOSMITHKLINE Site Bogor

BOGOR-DEPOK

05 April 29 Mei 2015

Disetujui oleh :

Preceptor 1 Preceptor 2
PT. Glaxosmithkline Bogor Universitas Andalas

Nurman Y Syusata, S.Farm., Apt Syofyan, S.Si.,M.Si., Apt

Disahkan oleh,

Koordinator Profesi Apoteker


Universitas Andalas

Syofyan, S.Si., M. Si., Apt


NIP. 1974404131006042001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat-Nya sehingga


penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker di GlaxoSmithKline
site Bogor periode 05 April 29 Mei 2015. Kegiatan PKPA merupakan salah satu
syarat untuk mencapai gelar Apoteker Program Studi Profesi Apoteker di Fakultas
Farmasi Universitas Andalas Padang.
Pelaksanaan PKPA ini berjalan lancar berkat bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Segenap pengelola serta pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Unand yang telah memberikan fasilitas untuk pelaksanaan kegiatan PKPA.
2. Bapak Syofyan, S.Si., M.Farm., Apt. sebagai Dosen Pembimbing PKPA
industri atas bekal ilmu yang diberikan sebelum penulis melaksanakan PKPA
industri.
3. Direksi GSK yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melaksanakan kegiatan PKPA di GSK.
4. Bapak Yudi Afrianto, Apt. selaku Head of Operations di GSK site Bogor.
5. Bapak Nurman Y Syusata, S.Farm., Apt selaku pembimbing PKPA di GSK
site Bogor yang telah meluangkan waktu dan membagikan ilmu selama
pelaksanaan kegiatan PKPA ini
6. Ibu Isye Medisa Puspitasari, S.Si, Ibu Nita Kristiani, Ibu Purwa Mahanani,
dan Pak Marcel, serta seluruh supervisor dan operator produksi GSK site
Bogor yang telah menjadi keluarga baru bagi penulis selama di GSK.
7. Seluruh karyawan GSK yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu atas
bantuan dan kerjasama selama pelaksanaan kegiatan PKPA ini.
Semoga dukungan dan bantuan yang diberikan mendapat balasan dari
Allah SWT. Penulis menyadari bahwa laporan PKPA ini masih jauh dari
kesempurnaan maka penulis sangat menghargai kritik dan saran yang dapat
membangun. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Terimakasih.

Depok, 27 Mei 2015

(Penulis)

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... vii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Tujuan ............................................................................................................... 2
C. Manfaat ............................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN UMUM .................................................................................. 3
A. Industri Farmasi ................................................................................................ 3
B. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ........................................................ 4
C. Gambaran Umum GlaxoSmithKline dan PT. Sterling product Indonesia ........ 5
D. Tinjauan Teori ................................................................................................. 11
BAB III KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN .......................................... 31
A. Gambaran Umum Industri Farmasi ................................................................. 31
B. Kegiatan Mahasiswa PKPA ............................................................................. 72
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 80
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 80
B. Saran ................................................................................................................ 80

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Kebersihan Ruang Pembuatan Obat ..................................... 15

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sistem manajemen mutu GSK .............................................................. 9


Gambar 2. Struktur Organisasi Divisi Produksi.................................................... 32
Gambar 3. Alur produksi solid kaplet ................................................................... 33
Gambar 4. Alur Produksi Solid tablet ................................................................... 41
Gambar 5. Alur Produksi Sediaan Cair ................................................................. 41
Gambar 6. Struktur Organisasi Departemen Compliance ..................................... 44
Gambar 7. Stuktur Organisasi Departemen Procurement ..................................... 48
Gambar 8. Stuktur Organisasi Departemen Logistik ............................................ 53
Gambar 9. Stuktur Organisasi Departemen Quality Assurance ............................ 53
Gambar 10. Stuktur Organisasi Departemen EHS ................................................ 65
Gambar 11. Struktur Organisasi Departemen Engineering67

vi
DAFTAR SINGKATAN

CPOB : Cara Pembuatan Obat yang Baik

GMP : Good Manufacturing Practices

GSK : GlaxoSmithKline

HEPA : High Efficiency Particulate Air

HVAC : Heat Ventilating Air Conditioner

JIT : Just In Time

LOTO : Lock Out Tag Out

OEE : Overall Equipment Effectiveness

PMA : Penanaman Modal Asing

PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri

PPIC : Production Planning Inventory Control

QA : Quality Assurance

QC : Quality Control

R&D : Research and Development

SOP : Standard Operational Procedure

GMS : Global Manufacturing Supply

NPWP : Nomor Pokok Wajib Pajak

GSK : GlaxoSmithKline

BnRFT : Batch not Right in The First Time

MBR : Manufacturing Batch Record

PBR : Packaging Batch Record

vii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut PP No. 51 Tahun 2009 Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan

termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan,

penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat,

pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan

obat, bahan obat dan obat tradisional. Pada pasal 9 disebutkan bahwa industri

farmasi harus memiliki paling sedikit tiga orang apoteker sebagai

penanggungjawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan

pengawasan mutu setiap produksi sediaan farmasi. Berdasarkan peraturan di atas,

apoteker jelas memiliki peranan penting dalam industri farmasi.

Industri farmasi merupakan industri yang diatur secara ketat dan dituntut

mampu memproduksi sediaan obat yang berkhasiat, aman, dan bermutu. Industri

farmasi di indonesia dituntut harus mematuhi ketentuan yang diatur dalam Cara

Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Industri yang produknya diekspor juga harus

mematuhi regulasi yang diterapkan di negara tujuan, yang bersifat regional

bahakan internasional yaitu current Good Manufacturing Practice (cGMP). Sama

seperti GMP, CPOB juga diperbaharui secara berkala untuk mewujudkan

peningkatan daya saing industri farmasi indonesia di pasar global.

Untuk memenuhi tuntutan regulasi, industri farmasi membutuhkan sumber

daya yang mampu memenuhi konsep CPOB. Dalam rangka peningkatan kualitas

sumber daya manusia, industri farmasi dan instansi pendidikan bekerjasama


2

dalam hal pendidikan dan pelatihan apoteker. Salah satu bentuk kerja sama yang

dijalin adalah Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Melalui program ini calon

apoteker mendapatkan pengalaman dalam pekerjaan kefarmasian secara praktis,

memahami tugas dan tanggung jawabnya di industri farmasi sehingga dapat

memenuhi kompetensinya dalam memproduksi sediaan farmasi sesuai dengan

Standar Kompetensi Apoteker. Pengalaman dan ilmu yang didapatkan selama

PKPA akan berguna sebagai bekal untuk bekerja di industri farmasi.

B. Tujuan

Tujuan diadakannya program PKPA di industri farmasi ini antara lain:

1. Memberikan ketrampilan dan pengalaman kerja di industri farmasi kepada

mahasiswa.

2. Memberikan pengetahuan implementasi CPOB dan cGMP di industri farmasi

kepada mahasiswa.

3. Memberikan kesempatan bagi industri farmasi dalam rangka sumbangsih

terhadap peningkatan kualitas pendidikan tenaga profesional apoteker.

C. Manfaat

Melalui kegiatan PKPA di industri farmasi, mahasiswa diharapkan:

1. Memiliki bekal dan pengetahuan untuk menghadapi dunia kerja khususnya di

industri farmasi.

2. Mengetahui implementasi CPOB dan cGMP di industri farmasi.

3. Mampu menjadi tenaga profesional apoteker yang unggul dan berkualitas.


3

BAB II
TINJAUAN UMUM

A. Industri Farmasi

Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat (Anonim,

2010). Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan menghasilkan obat yang

meliputi pengadaan bahan awal, bahan pengemas, produksi, pengemasan,

pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk

didistribusikan.

Perkembangan industri farmasi di Indonesia dipicu oleh diterbitkannya

UU Penanaman Modal Asing (PMA) pada tahun 1967 dan UU Penanaman Modal

Dalam Negeri (PMDN) pada tahun 1968.

Izin pendirian industri farmasi di Indonesia diatur dalam Permenkes

Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Persyaratan

untuk memperoleh izin industri farmasi antara lain berbadan usaha berupa

perseroan terbatas; memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat;

memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); memiliki secara tetap paling

sedikit tiga orang apoteker Warga Negara Indonesia, masing-masing sebagai

penanggungjawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu; serta

komisaris dan direksi tidak pernah terlibat baik secara langsung atau tidak

langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang

kefarmasian. Industri farmasi mengajukan surat permohonan persetujuan prinsip

kepada Direktur Jenderal Badan POM. Setelah selesai melakukan tahap


4

persetujuan prinsip, industri farmasi mengajukan surat permohonan izin industri

farmasi. Kepala Badan POM akan melakukan audit tentang pemenuhan CPOB.

Jika CPOB sudah terpenuhi, maka BPOM akan mengeluarkan surat izin industri

farmasi. Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama industri farmasi

yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan

perundang-undangan. Industri farmasi dapat membuat obat secara kontrak kepada

industri farmasi lain yang telah menerapkan CPOB. Industri farmasi pemberi

kontrak dan industri farmasi penerima kontrak bertanggungjawab terhadap

keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu obat (Anonim, 2010).

B. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

Pada tahun 1969, CPOB diperkenalkan oleh World Health Organization

(WHO) dan mulai digunakan industri farmasi secara sukarela 2 tahun kemudian.

CPOB pertama kali diterbitkan tanggal 2 Februari 1988 oleh Menteri Kesehatan

RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 dan diimplementasikan secara bertahap dengan

batas waktu pemenuhan hingga tahun 1994. Petunjuk Operasional Penerapan

CPOB (POP-CPOB) diterbitkan pada tahun 1989 dalam Keputusan Direktorat

Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No.0541A/SK/1989 yang direvisi pada

tahun 1996. POP CPOB memuat contoh standar operasional prosedur,

dokumentasi yang diperlukan dan informasi lain terkait teknis pembuatan obat

yang baik. Pada tahun 1990, sertifikasi CPOB mulai diadakan. CPOB 2012 adalah

pedoman yang digunakan saat ini.


5

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah pedoman pembuatan obat

bagi industri farmasi Indonesia yang bertujuan untuk menjamin mutu obat

senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan

tujuan penggunaannya. Mutu suatu obat tidak dapat ditentukan berdasarkan

pemeriksaan produk akhir saja, melainkan harus dibentuk ke dalam produk

selama keseluruhan proses pembuatan. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

2012 membahas 12 aspek yang meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan

dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higienitas, produksi, pengawasan mutu,

inspeksi diri dan audit mutu, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan

kontrak, kualifikasi dan validasi serta penanganan keluhan terhadap produk,

penarikan kembali produk dan produk kembalian (Anonim, 2012).

Implementasinya menjadi tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam

pembuatan obat.

C. Gambaran Umum GlaxoSmithKline dan PT. Smithkline Beecham

Pharmaceutical

1. Sejarah GlaxoSmithKline dan PT. Smithkline Beecham Pharmaceutical

Sejarah panjang GSK berawal pada tahun 1890 dari rumah grosir obat

terbesar di Philadelphia, SmithKline Company. Usaha ini semakin berkembang

dengan ditemukannya obat saraf Eskays Neurophosphates, kapsul lepas

lambat, obat cold dan flu dan obat tukak lambung.

Pada tahun 1949, Beecham Group (Beecham Pillis, Beecham Estates,

dan Beecham Research Laboratories) mengakuisisi Bencard Ltd. yang


6

merupakan sebuah perusahaan yang menspesialisasikan diri untuk vaksin

alergi. Hal ini merupakan langkah pertama bagi perusahaan Beecham untuk

memproduksi produk ethical. Pada tahun 1972, para peneliti di Beecham

Research Laboratories menemukan amoxicillin dan meluncurkan Amoxil

sebagai antibiotik yang paling banyak digunakan. Setelah itu, ditemukan

kombinasi amoxicillin dan augmentin untuk mengatasi resistensinya.

Pada tanggal 26 Juli 1989, SmithKline & Co bergabung dengan

Beecham. Hasil merger SmithKline & Co dengan Beecham Group

menghasilkan perusahaan dengan nama SmithKline Beecham. Pada tahun

1994, SmithKline Beecham mengakuisisi Sterling Health dan membuat

SmithKline Beecham menjadi perusahaan obat bebas ketiga terbesar di dunia

dan nomor satu di Eropa.

Pada Tahun 1995, Glaxo Wellcome terbentuk dari hasil merger dua

perusahaan besar Glaxo dan Burroughs Wellcome.

GlaxoSmithKline (GSK) yang berpusat di London, Inggris adalah hasil

merger dua perusahaan farmasi yaitu Glaxo Wellcome dan SmithKline

Beecham. Merger ini merupakan realisasi visi untuk menempatkan GSK

sebagai perusahaan farmasi terkemuka dunia dengan dasar riset yang kokoh.

Industri global GSK beroperasi dalam 114 negara. Pemasaran produk

industri ini mencapai 150 negara tujuan. Cabang-cabang perusahaan GSK

dikoordinasikan dalam beberapa kawasan, yaitu kawasan Asia Pasifik, Eropa

Utara, Eropa Tengah, Eropa Selatan, Amerika Utara, dan Amerika Latin.
7

Keberhasilan program pemasaran GSK ditunjang oleh keberadaan

produk unggulan di empat kelas dari total lima kelas terapeutik utama dunia,

yaitu antiinfeksi, susunan saraf pusat, saluran nafas dan saluran cerna.

Keberhasilan ini didukung oleh keunggulan GSK pada produk vaksin.

Perusahaan ini juga memiliki produk di bidang pelayanan kesehatan yang

terdiri dari obat-obat tanpa resep, produk perawatan oral, dan minuman

kesehatan bernutrisi. Berdasarkan laporan tahun 2008, anggaran untuk

research and development sekitar 3,7 milyar per tahun. GSK masuk dalam 16

urutan teratas untuk teknologi penemuan obat baru (Active Pharmaceutical

Ingredients) dan teknologi genetik.

GSK Indonesia (GSKI) terdiri dari tiga legal entities yaitu PT Glaxo

Wellcome Indonesia, PT SmithKline Beecham Pharmaceuticals, dan PT

Sterling Products Indonesia. Produksi dan supply produk-produk GSK ke

pasar dikoordinasikan oleh suatu unit bisnis yang disebut Global

Manufacturing Supply (GMS). Di Indonesia terdapat dua site yaitu

Pulogadung site dan Bogor site.

Pulogadung site mempunyai luas tanah 19.250 m2 dengan luas

bangunan 10.200 m2. Pulogadung site menjalankan produksi mencakup

sediaan liquid, tablet dan topikal. Bogor site fokus pada produk obat OTC.

Bogor site mempunyai luas tanah 19.460 m2 dengan luas bangunan 6.407,5 m2.

Sediaan yang diproduksi mencakup sediaan tablet dan eye drop.


8

2. Visi, Misi dan Strategi

a. Visi

Visi GSK adalah menjadi indisputable leader dalam industri

farmasi. Untuk mencapai sasaran bisnis tersebut, GSK mencanangkan

GSK spirit yang harus dimiliki oleh semua karyawan. Implementasi dari

GSK spirit adalah mengejar tujuan dengan semangat kewirausahaan,

selalu berinovasi, dan menghargai kinerja yang dicapai dengan integritas.

b. Misi

GSK mempunyai misi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia

sehingga memungkinkan untuk dapat berbuat lebih banyak, merasa lebih

baik, dan hidup lebih lama. Misi GlaxoSmithKline adalah To improve the

quality of human live by enabling people to do more, feel better and live

longer.

c. Strategi

Habisnya masa paten obat, permasalahan regulasi dan

meningkatnya tekanan dari penyelenggara pelayanan kesehatan

merupakan tantangan yang menciptakan lingkungan bisnis industri farmasi

dengan risiko lebih besar dan pertumbuhan lebih rendah. Oleh karena itu,

GSK menetapkan tantangan tersebut dalam key strategic priorities

sehingga diharapkan GSK dapat menjadi perusahaan yang mengalami

pertumbuhan lebih besar, risiko lebih kecil, dan meningkatkan

pendayagunaan keuangan. Pada tahun 2008, GSK menetapkan tiga strategi

yaitu :
9

1) Grow a diversified global business, yaitu GSK menurunkan risiko

dengan mendiversifikasi produk yang dihasilkan dan pasar yang dituju.

2) Deliver more products of value, yaitu GSK berusaha membangun

industri dengan saluran pasar (pipeline) terkuat. Departemen research

and development tidak hanya fokus pada pengembangan produk baru,

namun juga harus memastikan bahwa produk baru tersebut dapat

selalu tersedia di pasar.

3) Simplify the operating model, yaitu GSK berusaha menyederhanakan

cara operasi, mengubah cara bekerja, dan menghilangkan proses dan

struktur yang dapat menghambat dan mengganggu pencapaian misi

GSK.

3. GMS Quality Management System

Quality System adalah sistem yang memungkinkan perusahaan untuk

selalu konsisten terhadap tujuan perusahaan untuk menghasilkan produk yang

berkualitas. Tujuan sistem kualitas ini adalah kepuasan pelanggan (customer

satisfaction), keberhasilan bisnis, kepercayaan, kebanggaan dan kualitas.

Gambar 1. Sistem manajemen mutu GSK


10

GSK memiliki standar kualitas internal yang disebut Quality

Management System. Seluruh kegiatan pembuatan dan penyediaan harus

memenuhi standar tersebut dan regulasi lain yang dipersyaratkan.

GMS memiliki Quality Management System (QMS) yang telah

ditetapkan oleh Global Quality Assurance (GQA) GSK corporate. QMS

bukanlah standar FDA, POM atau WHO, tetapi merupakan standar minimum

global GSK yang harus dipenuhi. Bila dilaksanakan sepenuhnya, bukan hanya

kualitas produk akan terjamin dan seluruh persyaratan regulasi terpenuhi,

bahkan perbaikan cara Glaxosmithkline Indonesia menjalankan bisnis akan

terealisasi.

4. Struktur Organisasi

GlaxoSmithKline diatur oleh SLT (Senior Leader Team) yang terdiri

dari beberapa direktur dan manajer. SLT bertanggung jawab terhadap

kepemimpinan, aktivitas, strategi dan performance perusahaan.

GMS Indonesia dipimpin oleh seorang direktur teknis yang langsung

memimpin kegiatan fungsional produksi, logistik, pembelian, EHS,

Engineering, dan Operational Excellence. Kegiatan fungsional di bidang

pemastian mutu dan compliance dipimpin kepala bagian kualitas yang

berkoordinasi dengan direktur teknis.


11

D. Tinjauan Teori

Aspek-aspek CPOB yang harus dipenuhi oleh industri farmasi meliputi :

1. Manajemen Mutu

Manajemen mutu yang dilakukan oleh industri farmasi mencakup aspek

pemastian mutu, CPOB, pengawasan mutu, pengkajian mutu produk, dan

manajemen risiko mutu. Pemastian mutu adalah konsep luas yang mencakup

semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif yang akan mempengaruhi

mutu dari obat yang dihasilkan. Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang

berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan

organisasi, dokumentasi, dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa

pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang

belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak

digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum

mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Pengkajian mutu produk secara

berkala dilakukan terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan

tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan

awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi

perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Manajemen risiko mutu

adalah suatu proses sistemastis untuk melakukan penilaian, pengendalian, dan

pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk.

Persyaratan dasar dari CPOB adalah :

1) Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara

sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten


12

menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang

telah ditetapkan;

2) Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses, dan sarana

penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi;

3) Tersedia semua sarana yang diperlukan dalam CPOB;

4) Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang

jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana

yang tersedia;

5) Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar;

6) Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama

pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan

dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan

jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.

Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi;

7) Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran

riwayat bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk

yang mudah diakses;

8) Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil risiko terhadap

mutu obat;

9) Tersedia sistem penarikan kembali bets obat manapun dari peredaran;

10) Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu

diinvestigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan

pengulangan kembali keluhan.


13

2. Personalia

Industri farmasi memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman

praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab

yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu obat. Industri farmasi

harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil

pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis.

Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai

tingkat kualifikasi yang memadai. Aspek penerapan CPOB tidak ada yang

terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada

uraian tugas. Personil kunci di industri farmasi mencakup kepala bagian Produksi,

kepala bagian Pengawasan Mutu, dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian

Mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purna waktu. Kepala bagian

Produksi, Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), dan Kepala bagian

Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain, dipimpin oleh orang

yang berbeda, serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain.

Industri farmasi memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang

bekerja di area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium, dan bagi

personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Di samping

pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru hendaklah mendapat

pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan

diberikan dan efektifitas penerapannya dinilai secara berkala. Program pelatihan

tersedia bagian seluruh karyawan dan telah disetujui kepala bagian masing-
14

masing. Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang terkualifikasi. Catatan

pelatihan disimpan.

3. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,

konstruksi dan letak yang memadai, disesuaikan kondisinya, dan dirawat dengan

baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain

ruangan dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan,

pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi

dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang,

penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu

obat. Bangunan dan fasilitas didesain agar memperoleh perlindungan maksimal

terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang

serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain.

Desain dan tata letak ruang kompatibel dengan kegiatan produksi lain

yang mungkin dilakukan di dalam sarana yang sama atau sarana yang

berdampingan dan pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu

lintas umum bagi personil dan bahan atau produk. Permukaan dinding, lantai dan

langit-langit bagian dalam ruangan di mana terdapat bahan baku dan bahan

pengemas primer, produk antara atau produk ruahan yang terpapar ke lingkungan

hendaklah halus, bebas retak dan sambungan terbuka, tidak melepaskan partikulat,

serta memungkinkan pelaksanaan pembersihan yang mudah dan efektif.

Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air,

permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan yang cepat dan efisien


15

apabila terjadi tumpahan bahan. Sudut antara dinding dan lantai di area

pengolahan hendaklah berbentuk lengkungan. Pipa, fiting lampu, titik ventilasi

dan instalasi sarana penunjang lain hendaklah didesain dan dipasang sedemikian

rupa untuk menghindarkan pembentukan ceruk yang sulit dibersihkan. Pipa yang

terpasang di dalam ruangan tidak boleh menempel pada dinding tetapi

digantungkan dengan menggunakan siku-siku pada jarak cukup untuk

memudahkan pembersihan menyeluruh.

Tingkat kebersihan ruang untuk pembuatan obat diklasifikasikan sesuai

dengan jumlah maksimum partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas

kebersihan sesuai Tabel I di bawah ini

Tabel 1. Klasifikasi Kebersihan Ruang Pembuatan Obat

Ukuran
Nonoperasional Operasional
Partikel
Jumlah maksimum partikel/m3 yang diperbolehkan
Kelas
0,5 m 5 m 0,5 m 5 m
A 3.520 20 3.520 20
B 3.520 29 352.000 2.900
C 352.000 2.900 3.520.000 29.000
Tidak Tidak
D 3.520.000 29.000
ditetapkan ditetapkan
Tidak Tidak
E 3.520.000 29.000
ditetapkan ditetapkan

Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan

produk steril. Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk

nonsteril. Area di mana dilakukan kegiatan yang menimbulkan debu memerlukan

sarana penunjang khusus untuk mencegah pencemaran silang dan memudahkan

pembersihan.
16

Ruang istirahat dan kantin dipisahkan dari area produksi dan

laboratorium pengawasan mutu. Sarana untuk mengganti pakaian kerja,

membersihkan diri dan toilet hendaklah disediakan dalam jumlah yang cukup dan

mudah diakses. Toilet tidak boleh berhubungan langsung dengan area produksi

atau area penyimpanan. Ruang ganti pakaian berhubungan langsung dengan area

produksi namun letaknya terpisah.

4. Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat memiliki desain dan konstruksi yang

tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar

mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk

memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi

silang, penumpukan debu atau kotoran, dan hal-hal yang umumnya berdampak

buruk pada mutu produk. Peralatan satu sama lain ditempatkan pada jarak yang

cukup untuk menghindarkan kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan

dan kecampurbauran produk.

Peralatan dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau

pencemaran yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.

Kegiatan perbaikan dan perawatan hendaklah tidak menimbulkan risiko terhadap

mutu produk. Prosedur tertulis untuk perawatan peralatan hendaklah dibuat dan

dipatuhi. Pelaksanaan perawatan dan pemakaian suatu peralatan utama hendaklah

dicatat dalam buku log alat. Peralatan dan alat bantu hendaklah dibersihkan,

disimpan, dan bila perlu disanitasi dan disterilisasi untuk mencegah kontaminasi

atau sisa bahan dari proses sebelumnya yang akan memengaruhi mutu produk
17

termasuk produk antara di luar spesifikasi resmi atau spesifikasi lain yang telah

ditentukan. Bila peralatan digunakan untuk produksi produk dan produk antara

yang sama secara berurutan atau secara kampanye, peralatan hendaklah

dibersihkan dalam tenggat waktu yang sesuai untuk mencegah penumpukan dan

sisa kontaminan. Peralatan umum (tidak didedikasikan) hendaklah dibersihkan

setelah digunakan memproduksi produk yang berbeda untuk mencegah

kontaminasi silang. Peralatan hendaklah diidentifikasi isi dan status

kebersihannya dengan cara yang baik. Buku log untuk peralatan utama dan kritis

hendaklah dibuat untuk pencatatan validasi pembersihan dan pembersihan yang

telah dilakukan termasuk tanggal dan personil yang melakukan kegiatan tersebut.

5. Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi diterapkan pada setiap aspek

pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan,

peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan

disinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk.

Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat

direkrut. Sesudah pemeriksaan kesehatan awal hendaklah dilakukan pemeriksaan

kesehatan kerja dan kesehatan personil secara berkala. Petugas pemeriksa visual

hendaklah menjalani pemeriksaan mata secara berkala.

Semua personil menerapkan higiene perorangan yang baik. Mereka

dilatih mengenai penerapan higiene perorangan. Tiap personil yang masuk ke area

pembuatan mengenakan pakaian pelindung yang sesuai dengan kegiatan yang

dilaksanakannya. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan


18

untuk keselamatan personil, personil mengenakan pakaian pelindung yang bersih

dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Tiap personil yang

mengidap penyakit atau menderita luka terbuka yang dapat merugikan mutu

produk hendaklah dilarang menangani bahan awal, bahan pengemas, bahan yang

sedang diproses dan obat jadi sampai kondisi personil tersebut dipertimbangkan

tidak lagi menimbulkan risiko. Semua personil hendaklah diperintahkan dan

didorong untuk melaporkan kepada atasan langsung tiap keadaan (pabrik,

peralatan atau personil) yang menurut penilaian mereka dapat merugikan produk.

Persentuhan langsung antara tangan operator dengan bahan awal, produk antara

dan produk ruahan yang terbuka, bahan pengemas primer dan juga dengan bagian

peralatan yang bersentuhan dengan produk perlu dihindari. Personil diinstruksikan

supaya menggunakan sarana mencuci tangan dan mencuci tangannya sebelum

memasuki area produksi. Untuk tujuan itu perlu dipasang poster yang sesuai.

Ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab untuk

sanitasi serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode,

peralatan dan bahan pembersih yang harus digunakan untuk pembersihan sarana

dan bangunan. Prosedur tertulis hendaklah ditetapkan untuk pembersihan alat dan

persetujuan untuk penggunaan bagi produksi obat, termasuk produk antara.

Prosedur pembersihan hendaklah rinci supaya operator dapat melakukan

pembersihan tiap jenis alat secara konsisten dan efektif. Prosedur tersebut

mencantumkan penanggung jawab untuk pembersihan alat, jadwal pembersihan,

termasuk sanitasi; deskripsi lengkap dari metode pembersihan dan bahan

pembersih yang digunakan termasuk pengenceran bahan pembersih yang


19

digunakan; instruksi pembongkaran dan pemasangan kembali tiap bagian alat

untuk memastikan pembersihan yang benar; instruksi untuk menghilangkan atau

meniadakan identitas bets sebelumnya; instruksi untuk melindungi alat yang

sudah bersih terhadap kontaminasi sebelum digunakan; inspeksi kebersihan alat

segera sebelum digunakan; dan menetapkan jangka waktu maksimum yang sesuai

untuk pelaksanaan pembersihan alat setelah selesai digunakan produksi. Prosedur

pembersihan, sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara

berkala untuk memastikan efektivitas prosedur memenuhi persyaratan.

6. Produksi

Produksi di CPOB mengatur tentang bahan awal, validasi proses,

pencegahan pencemaran silang, sistem penomoran bets/lot, penimbangan dan

penyerahan, pengembalian, operasi pengolahan-produk antara dan produk ruahan,

bahan dan produk kering, pencampuran dan granulasi, pencetakan tablet,

penyalutan, pengisian kapsul keras, penandaan tablet salut dan kapsul, produk cair,

krim, dan salep, bahan pengemas, kegiatan pengemasan, prakodifikasi bahan

pengemas, kesiapan jalur, praktik pengemasan, penyelesaian kegiatan

pengemasan, pengawasan selama-proses, bahan dan produk yang ditolak,

dipulihkan, dan dikembalikan, produk kembalian, dokumentasi, karantina dan

penyerahan produk jadi, catatan pengendalian pengiriman obat, penyimpanan

bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi,

penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas, dan penyimpanan produk antara,

produk ruahan, dan produk jadi.


20

7. Pengawasan Mutu

Pengawasan Mutu merupakan bagian yang penting dalam CPOB untuk

memastikan bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan

tujuan pemakaiannya. Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel,

spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur

pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan,

dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual,

sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.

Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga

harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Bagian

Pengawasan Mutu secara keseluruhan juga mempunyai tanggung jawab, antara

lain adalah

a. membuat, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu,

b. menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk,

c. memastikan pelabelan yang benar pada wadah bahan dan produk,

d. memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas dari produk,

e. ikut serta pada investigasi dari keluhan yang terkait dengan mutu produk,

Semua kegiatan tersebut hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur

tertulis dan dicatat. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian

Pengawasan Mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah

dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui

sebelum didistribusikan.
21

8. Inspeksi Diri, Audit Mutu, dan Persetujuan Pemasok

Tujuan inpeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek

produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.

Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan

CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang dilakukan. Inspeksi diri

dilakukan secara independen oleh petugas yang kompeten yang dapat

mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif. Inspeksi diri dilakukan secara

rutin atau situasi khusus misalnya penarikan kembali obat jadi atau penolakan

yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan.

Prosedur dan catatan inspeksi diri didokumentasikan dan dibuat program tindak

lanjut yang efektif. Hendaklah dibuat instruksi tertulis untuk inspeksi diri yang

menyajikan standar persyaratan minimal dan seragam. Daftar ini hendaklah berisi

pertanyaan mengenai ketentuan CPOB yang mencakup antara lain personalia,

bangunan termasuk fasilitas untuk personil, perawatan bangunan dan peralatan;

penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, peralatan, pengolahan

dan pengawasan selama-proses, pengawasan mutu, dokumentasi, sanitasi dan

higiene, program validasi dan revalidasi, kalibrasi alat atau sistem pengukuran,

prosedur penarikan kembali obat jadi, penanganan keluhan, pengawasan label,

dan hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan. Manajemen hendaklah

membentuk tim inspeksi diri yang berpengalaman dalam bidangnya masing-

masing dan memahami CPOB. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam

prosedur inspeksi diri. Semua hasil inspeksi diri hendaklah dicatat. Laporan
22

hendaklah mencakup semua hasil pengamatan yang dilakukan selama inspeksi

dan, bila memungkinkan, saran untuk tindakan perbaikan.

Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.

Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem

manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu

umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim

yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga

dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak. Kepala Bagian

Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) bertanggung jawab bersama bagian lain yang

terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok

bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah

ditentukan. Hendaklah dibuat daftar pemasok yang disetujui untuk bahan awal

dan bahan pengemas. Daftar pemasok hendaklah disiapkan dan ditinjau ulang.

Hendaklah dilakukan evaluasi sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan ke

dalam daftar pemasok atau spesifikasi. Evaluasi hendaklah mempertimbangkan

riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok. Jika audit diperlukan, audit

tersebut hendaklah menetapkan kemampuan pemasok dalam pemenuhan standar

CPOB. Semua pemasok yang telah ditetapkan hendaklah dievaluasi secara teratur.

9. Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan

terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis.

Prosedur tertulis tersebut merinci penyelidikan, evaluasi, tindak lanjut yang sesuai,

termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali produk, dalam menanggapi


23

keluhan terhadap obat yang diduga cacat. Penanganan keluhan dan laporan suatu

produk termasuk hasil evaluasi dari penyelidikan serta tindak lanjut yang

dilakukan hendaklah dicatat dan dilaporkan kepada manajemen atau bagian yang

terkait. Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk hendaklah dicatat yang

mencakup rincian mengenai asal-usul keluhan dan diselidiki secara menyeluruh

dan mendalam. Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, perlu

dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain untuk memastikan apakah bets lain

juga terpengaruh. Khusus bets yang mengandung hasil pengolahan ulang dari bets

yang cacat hendaklah diselidiki. Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi

terhadap laporan dan keluhan mengenai suatu produk hendaklah dilakukan tindak

lanjut. Tindak lanjut ini mencakup tindakan perbaikan dan penarikan kembali satu

bets atau seluruh produk akhir yang bersangkutan.

Tindakan penarikan kembali produk dilakukan segera setelah diketahui

ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang

merugikan. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah

dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali

dengan segera. Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai tingkat

konsumen. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi

menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat,

efektif dan tuntas. Catatan dan laporan termasuk hasil tindakan embargo dan

penarikan kembali produk didokumentasikan dengan baik. Catatan distribusi

hendaklah tersedia untuk digunakan oleh personil yang bertanggung jawab

terhadap penarikan kembali. Catatan distribusi hendaklah berisi informasi yang


24

lengkap mengenai distributor dan pelanggan yang dipasok secara langsung.

Perkembangan proses penarikan kembali hendaklah dicatat dan dibuat laporan

akhir, termasuk hasil rekonsiliasi antara jumlah produk yang dikirim dan yang

ditemukan kembali.

10. Dokumentasi

Dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian

mutu. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur,

metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia

secara tertulis. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus

dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan.

Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan

Induk menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta

menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan. Prosedur berisi cara

untuk melaksanakan operasi tertentu misalnya pembersihan, berpakaian,

pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian

peralatan. Catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusinya

dan semua keadaan yang relevan yang berpengaruh pada mutu produk akhir.

Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil

yang sesuai dan diberi wewenang. Semua perubahan yang dilakukan terhadap

pencatatan pada dokumen hendaklah ditandatangani dan diberi tanggal. Perubahan

hendaklah memungkinkan pembacaan informasi semula.

Catatan pembuatan disimpan selama paling sedikit satu tahun setelah

tanggal kadaluwarsa produk jadi. Data dapat dicatat dengan menggunakan sistem
25

pengolahan data elektronis, cara fotografis atau cara lain yang dapat diandalkan,

namun prosedur rinci berkaitan dengan sistem yang digunakan hendaklah tersedia,

dan akurasi catatan hendaklah dicek. Apabila dokumentasi dikelola dengan

menggunakan metode pengolahan data elektronis, hanya personil yang diberi

wewenang boleh mengentri atau memodifikasi data dalam komputer dan

hendaklah perubahan dan penghapusannya dicatat. Catatan bets yang disimpan

secara elektronis hendaklah dilindungi dengan transfer pendukung (back-up

transfer) menggunakan pita magnet, mikrofilm, kertas atau cara lain.

Dokumen yang esensial dalam produksi adalah dokumen produksi induk,

prosedur produksi induk, dan catatan produksi bets. Dokumen Produksi Induk

yang berisi formula produksi dari suatu produk dalam bentuk sediaan dan

kekuatan tertentu, tidak tergantung dari ukuran bets. Prosedur Produksi Induk,

terdiri dari Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk, yang

masing-masing berisi prosedur pengolahan dan prosedur pengemasan yang rinci

untuk suatu produk dengan bentuk sediaan, kekuatan dan ukuran bets spesifik.

Prosedur Produksi Induk dipersyaratkan divalidasi sebelum mendapat pengesahan

untuk digunakan. Catatan Produksi Bets terdiri dari Catatan Pengolahan Bets dan

Catatan Pengemasan Bets, yang merupakan reproduksi dari masing-masing

Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk, dan berisi semua

data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi dari suatu bets

produk. Kadang-kadang pada Catatan Produksi Bets, prosedur yang tertera dalam

Prosedur Produksi Induk tidak lagi dicantumkan secara rinci.


26

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,

disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat

menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat

secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing

pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk

untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen

Mutu (Pemastian Mutu).

Hendaklah dibuat kontrak tertulis yang meliputi pembuatan dan/atau

analisis obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. Semua

pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usul

perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai dengan

izin edar untuk produk bersangkutan. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak,

pelulusan akhir harus diberikan oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian

Mutu) Pemberi Kontrak.

Pemberi Kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi Penerima

Kontrak dalam melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan

memastikan bahwa prinsip dan pedoman CPOB diikuti. Pemberi Kontrak

menyediakan semua informasi yang diperlukan kepada Penerima Kontrak untuk

melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar sesuai izin edar dan persyaratan

legal lain. Pemberi Kontrak memastikan bahwa Penerima Kontrak memahami

sepenuhnya masalah yang berkaitan dengan produk atau pekerjaan atau pengujian
27

yang dapat membahayakan gedung, peralatan, personil, bahan atau produk lain.

Pemberi Kontrak memastikan bahwa semua produk yang diproses dan bahan yang

dikirimkan oleh Penerima Kontrak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan atau

produk telah diluluskan oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

Penerima Kontrak harus mempunyai gedung dan peralatan yang cukup,

pengetahuan dan pengalaman, dan personil yang kompeten untuk melakukan

pekerjaan yang diberikan oleh Pemberi Kontrak dengan memuaskan. Pembuatan

obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang

memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Badan POM. Penerima Kontrak

memastikan bahwa semua produk dan bahan yang diterima sesuai dengan tujuan

penggunaannya. Penerima Kontrak tidak mengalihkan pekerjaan atau pengujian

apapun yang dipercayakan kepadanya sesuai kontrak kepada pihak ketiga, tanpa

terlebih dahulu dievaluasi dan disetujui oleh Pemberi Kontrak. Pengaturan antara

Penerima Kontrak dan pihak ketiga memastikan bahwa informasi pembuatan dan

analisis disediakan kepada pihak ketiga dengan cara yang sama seperti yang

dilakukan pada awalnya antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak.

Penerima Kontrak hendaklah membatasi diri dari segala aktifitas yang

dapat berpengaruh buruk pada mutu produk yang dibuat dan/atau dianalisis untuk

Pemberi Kontrak. Kontrak dibuat antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak

dengan menetapkan tanggung jawab masing-masing pihak yang berhubungan

dengan produksi dan pengendalian mutu produk. Aspek teknis dari kontrak

hendaklah dibuat oleh personil yang kompeten yang mempunyai pengetahuan

yang sesuai di bidang teknologi farmasi, analisis, dan CPOB. Semua pengaturan
28

pembuatan dan analisis harus sesuai dengan izin edar dan disetujui oleh kedua

belah pihak. Kontrak hendaklah menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap

bets produk untuk diedarkan dan memastikan bahwa tiap bets telah dibuat dan

diperiksa pemenuhannya terhadap persyaratan izin edar yang menjadi tanggung

jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Kontrak

menguraikan secara jelas penanggung jawab pengadaan, pengujian, dan pelulusan

bahan, produksi dan pengendalian mutu, termasuk pengawasan selama-proses,

dan penanggung jawab pengambilan sampel dan fungsi analisis. Kontrak memuat

izin Pemberi Kontrak untuk menginspeksi sarana Penerima Kontrak. Dalam hal

analisis berdasarkan kontrak, Penerima Kontrak hendaklah memahami bahwa dia

merupakan subjek untuk diinspeksi oleh Badan POM. Kontrak hendaklah

menguraikan penanganan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan ruahan,

dan produk jadi bila bahan atau produk tersebut ditolak.

12. Kualifikasi dan Validasi

CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi

yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari

kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan

proses hendaklah divalidasi. Unsur utama program validasi dirinci dengan jelas

dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (RIV). RIV mencakup

kebijakan validasi; struktur organisasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan

proses yang divalidasi; format protokol dan laporan validasi; perencanaan dan

jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang

digunakan.
29

Kualifikasi yang perlu dilakukan adalah kualifikasi desain, kualifikasi

instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja. Validasi proses

mencakup validasi prospektif, konkuren, retrospektif, pembersihan, dan metode

analisis. Selain validasi proses, ada validasi ulang dan pengendalian perubahan.

Kualifikasi desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap

fasilitas, sistem, atau peralatan baru. Kualifikasi instalasi dilakukan terhadap

fasilitas, sistem, dan peralatan baru atau yang dimodifikasi mencakup instalasi

peralatan, pipa dan sarana penunjang dan instrumentasi hendaklah sesuai dengan

spesifikasi dan gambar teknik yang didesain, pengumpulan dan penyusunan

dokumen pengoperasian dan perawatan peralatan dari pemasok, ketentuan dan

persyaratan kalibrasi, dan verifikasi bahan konstruksi. Kualifikasi operasional

dilakukan setelah kualifikasi instalasi dilaksanakan, dikaji, dan disetujui.

Kualifikasi operasional mencakup pengujian yang perlu dilakukan berdasarkan

pengetahuan tentang proses, sistem, dan peralatan; dan pengujian yang meliputi

satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas operasional atas bawah, atau

sering dikenal dengan kondisi terburuk (worst case). Kualifikasi kinerja dilakukan

setelah KI dan KO dilaksanakan, dikaji, dan disetujui. Kualifikasi kinerja

mencakup pengujian dengan menggunakan bahan baku, bahan pengganti yang

memenuhi spesifikasi atau produk simulasi yang dilakukan berdasarkan

pengetahuan tentang proses, fasilitas, dan sistem peralatan dan pengujian yang

meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas operasional atas dan

bawah.
30

Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan

(validasi prospektif). Dalam keadaan tertentu, jika hal di atas tidak

memungkinkan, validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi rutin

dilakukan (validasi konkuren) atau proses yang sudah berjalan (validasi

retrospektif). Validasi pembersihan dilakukan untuk mengkonfirmasi efektivitas

prosedur pembersihan. Dalam melakukan validasi pembersihan, perlu ditetapkan

batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih, dan pencemaran mikroba.

Validasi pembersihan perlu menggunakan metode yang sudah tervalidasi.

Validasi pembersihan dilakukan tiga kali berurutan dengan hasil yang memenuhi

syarat untuk membuktikan bahwa prosedur pembersihan tersebut sudah tervalidasi.

Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci langkah yang diambil

jika ada usul perubahan terhadap bahan awal, komponen produk, peralatan proses,

lingkungan kerja, proses produksi atau pengujian ataupun perubahan yang

berpengaruh terhadap mutu atau reprodusibilitas proses. Prosedur pengendalian

perubahan memastikan bahwa data pendukung cukup untuk menunjukkan bahwa

proses perubahan yang diperbaiki akan menghasilkan suatu produk sesuai mutu

yang diinginkan dan konsisten dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.Validasi

metode analisis perlu dilakukan untuk menunjukkan bahwa metode analisis sesuai

tujuan penggunaannya. Validasi metode analisis umumnya dilakukan terhadap 4

jenis meliputi uji identifikasi, uji kuantitatif kandungan impuritas, uji batas

impuritas, dan uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan aktif obat atau

komponen tertentu dalam obat.


31

BAB III

KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Industri Farmasi

Global Manufacturing Supply (GMS) Indonesia memiliki dua plant yaitu

Pulogadung site dan Bogor site. Berikut merupakan gambaran mengenai aktivitas-

aktivitas GMS Indonesia di Bogor Site.

1. Departemen produksi

Divisi produksi Bogor site dipimpin oleh seorang Head of Operations

yang membawahi Solid Value Stream Leader dan Sterile Value Stream Leader.

Struktur organisasi divisi produksi dapat dilihat pada Gambar 3.1.

a. Tugas dan tanggung jawab

Departemen produksi bertanggung jawab terhadap seluruh

rangkaian proses produksi sediaan farmasi, mulai dari manufacturing

hingga packaging untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan

memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Kegiatan produksi dibagi menjadi

dua tahap, yaitu manufacturing dan packaging. Bogor site menangani

bentuk sediaan padat berupa kaplet dan bentuk sediaan steril berupa tetes

mata serta antibiotik dalam bentuk sediaan padat dan suspensi.

Pembuatan sediaan padat dan steril dipimpin dan disupervisi oleh

value stream leader dibantu oleh supervisor. Value Stream Leader dan

supervisor produksi bertanggung jawab langsung kepada manajer produksi.


32

Head of operations

Production Sterile value stream Solid value stream


compliance spv leader leader

Sterile Solid spv Solid spv


packaging spv
Solid pack lead (3)
Sterile mfg lead (3)
Ster. Pack lead (3)

Gran. Leader opt Comp leader (2) Blistering opt (6)


Steriliz opt Filling opt (2) Filling opt (5)

Mixer opt. Comp opt (6) Packer (17)


Packer (15)

Fitzmill opt.
Set up / fill Preparation Sterile Bott prep opt (2)
opt opt mixing opt
FBD opt.
Prod cleaner (3)

Blender opt 1&2

Disp. leader Overprint leadder

Disp. operator Overprint opt (3)

Gambar
Gambar 2. Struktur
2. Struktur Organisasi
Organisasi Divisi
Divisi Produksi
Produksi

b. Aktivitas Solid Stream

Kegiatan proses produksi yang dilakukan di Bogor site meliputi

proses pembuatan sediaan solid dan sediaan tetes mata steril. Sebelum

dilakukan produksi, sudah harus dipastikan bahwa ruang dan peralatan

dalam kondisi bersih dengan pemberian label cleaned. Selain itu, juga

terdapat SOP Line Clearance, dimana orang yang melakukan dan yang

mengecek harus merupakan orang yang berbeda. Production Supervisor

harus memeriksa kebenaran bahan yang digunakan, berat bahan yang

ditimbang, dan kelengkapannya sebelum proses produksi berjalan.


33

Terdapat tiga macam produk yang diproduksi solid stream dalam

bentuk sediaan kaplet, 2 macam produk bentuk sediaan tablet, 1 macam

produk bentuk sediaan kapsul, 2 macam produk bentuk sediaan suspense

kering. Ketiga sediaan kaplet diproses dengan metode granulasi basah

dengan alur produksi sebagai berikut :

Raw IPC :
Dispensing Mixing / Fluid Bed
Material moisture
Granulation Drying
content

Milling
IPC :
LOD

Cartoning Blistering Compressing Blending

IPC : Kebocoran blister, IPC : kerapuhan, waktu hancur, kekerasan,


No. Batch, dan ED keseragaman bobot, deteksi logam
Gambar 3. Alur produksi solid (Kaplet)

Secara umum alur produksinya meliputi dispensing, granulating,

blending, compressing, blistering dan secondary packaging. Proses

produksi solid dilakukan di ruang kelas D. Kegiatan pengemasan primer

blistering juga dilakukan di ruang kelas D (grey area). Proses pengemasan

sekunder seperti cartoning dilakukan di ruang kelas F (black area) dengan

jumlah partikel 100.000/feet3.

Berikut ini adalah penjelasan ruang produksi di solid stream :

1) Ruang Antara (Air Lock)

Air lock merupakan ruang antara yang membatasi ruang yang

berbeda kelas untuk mengurangi kontaminasi dari ruang satu ke ruang


34

lainnya. Dalam ruangan ini, terdapat dua pintu di sisi yang berbeda dan

tidak boleh dibuka secara bersamaan untuk menghindari masuknya

kontaminasi partikel dari ruangan dengan kelas berbeda.

Sebagai contoh adalah material air lock dan changing room

airlock yang menghubungkan antara black area dengan grey area.

Aktivitas yang dilakukan di material air lock antara lain serah terima

barang dari warehouse (petugas gudang) ke area dispensing dengan

melihat kesesuaian antara barang yang dikirimkan dengan permintaan

yang tertera dalam dokumen-dokumen untuk selanjutnya dibawa ke

ruang dispensing. Sedangkan changing room airlock digunakan

sebagai tempat berganti pakaian dan mengenakan perlengkapan yang

dipersyaratkan untuk memasuki grey area. Air lock dilengkapi dengan

pressure gauge yang berfungsi mengukur perbedaan tekanan antar

ruangan.

2) Ruang Penimbangan (Dispensing Room)

Dispensing room merupakan ruang untuk menimbang raw

material yang dilakukan oleh petugas dispensing. Ruang ini memiliki

dispensing booth dengan sistem LAF (Laminar Air Flow) yang

dilengkapi sistem HEPA (High Efficiency Particulate Air) filter.

Udara masuk dari atas dan dihisap pada bagian bawah sistem. Hal ini

merupakan upaya perlindungan terhadap operator dispensing untuk

mencegah terhisapnya uap maupun serbuk yang beterbangan selama

proses dispensing.
35

Penimbangan dimulai dari bahan tambahan dan non-toksik,

kemudian paling akhir penimbangan bahan aktif. Penimbangan

dilakukan untuk satu batch tertentu secara lengkap, untuk mencegah

kontaminasi antar batch. Line clearance akan dilakukan setiap

penimbangan satu batch selesai untuk mencegah terjadinya mixed

up. Hasil penimbangan di-print sebagai bukti telah dilakukan

penimbangan. Printing dilakukan setelah tanda kg atau g pada

monitor sudah muncul. Tanda () pada bagian kiri atas display atau

tampilan angka masih berubah menginformasikan penimbangan

belum stabil sehingga tidak dapat di-print.

Raw material dengan release number yang berbeda tidak boleh

dicampur menjadi satu. Jumlah tertentu penimbangan dicapai dengan

tetap memisahkan raw material menjadi dua container, selanjutnya

pada proses mixing baru dapat dicampurkan. Hal ini dilakukan untuk

mempermudah penelusuran pada batch record dan ke warehouse

jika selanjutnya terjadi masalah terhadap produk ataupun bulk. Setiap

enam bulan, balance dikalibrasi ulang. Setiap satu tahun sekali,

balance dikalibrasi oleh Badan Metrologi.

3) Staging room

Merupakan ruangan yang digunakan untuk menyimpan bulk

sediaan sementara.
36

4) Granulating Room

Merupakan ruangan yang digunakan untuk pembuatan massa

granul. Granulating room dilengkapi dengan plant air supply, purified

water supply, dan steam supply. Alat-alat yang digunakan antara lain:

a) Super Mixer

Merupakan alat pembuat granul dengan kapasitas 100 kg. proses

granulasi yang dilakukan dengan alat ini adalah granulasi basah.

Bahan-bahan dimasukkan melalui inlet dan ditambahkan larutan

pembasah. Larutan yang digunakan untuk melarutkan bahan

pengikat yaitu Purified water. Super mixer dilengkapi dengan

chopper untuk mereduksi ukuran partikel dan impeller yang

berfungsi sebagai pengaduk. Kemudian granul dikeluarkan melalui

outlet untuk dikeringkan. Parameter kritis pada proses granulasi

adalah waktu dan kecepatan putar mixer .

b) Lifting Device

Alat ini merupakan alat transfer bahan baku ke dalam granulator

melalui inlet sebagai alat bantu transfer dari satu alat ke alat

lainnya.

c) Fluid Bed Dryer (FBD)

FBD digunakan untuk mengeringkan granul dengan menggunakan

udara panas yang disemburkan melalui bagian bawah FBD. Granul

kemudian akan beterbangan dalam ruangan FBD dan menjadi

kering. Granul yang terbang ke atas akan ditahan oleh semacam


37

kain penahan yang terbuat dari bahan yang mengandung isolator

untuk mencegah terjadinya aliran listrik yang diakibatkan dari

gesekan granul dan kain. Hal ini merupakan salah satu bagian dari

prosedur keamanan menggunakan alat. Dalam proses granulasi

dilakukan IPC kandungan air granul (moisture content).

d) Fitzmill

Fitzmill berfungsi untuk mengayak granul yang kering. Mesin ini

dilengkapi dengan fan belt dan pisau. Setelah pengayakan granul

dilakukan IPC terhadap kadar air dalam granul.

5) Blending Room

Blending room merupakan ruangan yang digunakan untuk

proses pencampuran granul dengan bahan tambahan lain seperti bahan

pelicin (Magnesium stearat) dengan menggunakan alat V- blender.

Pemindahan bahan-bahan menggunakan sistem vakum. Sanitasi

ruangan dilakukan setiap pergantian batch. Pembersihan V-blender

dilakukan dengan purified water dalam jumlah tertentu dalam kurun

waktu tertentu.

6) Compressing Room

Merupakan ruangan untuk proses pencetakan tablet. Mesin

pencetak tablet dilengkapi dengan metal detector dan deduster

machine. Setiap tablet yang dihasilkan dilewatkan pada deduster

machine yang berfungsi untuk membersihkan tablet dari debu yang

melekat dan dilewatkan juga pada alat metal detector yang berfungsi
38

untuk mendeteksi adanya kandungan logam pada tablet dan apabila

ada tablet yang terdeteksi mengandung logam maka akan secara

otomatis memisahkan tablet tersebut. Kepekaan metal detector diuji

ulang secara berkala.

Selama proses pencetakan tablet, IPC yang dilakukan adalah

keseragaman bobot, ketebalan, kekerasan, kerapuhan, dan waktu

hancur tablet. Selain pengujian tersebut, pengujian tersebut, pengujian

lain yang dilakukan antara lain pemeriksaan emboss code, debu,

capping, dan kehalusan permukaan tablet.

7) Blistering Room

Blistering Room merupakan ruang untuk mengemas tablet.

Blister merupakan wadah primer untuk sediaan tablet. Tahap blistering

merupakan rate limiting step dari proses produksi. Adapun parameter

kritis pada proses ini adalah temperatur saat pencetakan dan setelah

pencetakan, kecepatan mesin, dan ketepatan pengaturan foil dengan

alat pemotong.

8) Ruang Pencucian

Ruang pencucian merupakan ruangan yang digunakan untuk

mencuci peralatan yang telah selesai digunakan dalam proses produksi.

Alat yang telah dicuci bersih dan siap digunakan diberi label cleaned.

Setiap alur produksi memiliki wash room tersendiri. Pada masing-

masing wash room tersedia suplai tap water dan purified water.
39

9) IPC Room

Ruang IPC merupakan ruangan untuk melakukan pengujian-

pengujian khusus selama proses produksi yang tidak mungkin

dilakukan di ruang produksi yang bersangkutan. IPC dilakukan

terhadap tahap-tahap kritis selama proses produksi. Sediaan solid, dan

sterile memiliki IPC yang berbeda-beda.

In Process Control dilakukan pada tahap-tahap kritis selama

proses pembuatan, misal:

a) Granulasi: tes LOD (Loss on Drying) untuk uji kadar air granul

b) Kompresi: ketebalan, bobot tablet, uji disolusi, kekerasan dan

kerapuhan

c) Blistering: kebocoran blister, physical appearance (coding)

d) Packaging: pencetakan expired date, nomor batch dan HET pada

label

Kekerasan tablet diuji dengan menggunakan hardness tester yang

terintegrasi dengan sensor pengukur ketebalan tablet sehingga pada

saat pengukuran kekerasan diperoleh pula data ketebalan tablet.

Kerapuhan tablet diuji dengan menggunakan friability tester.

Pengujian friabilitas tidak melalui proses deduster karena di ruang

kompresi setiap tablet sudah dilewatkan pada metal check machine dan

deduster machine. Uji kebocoran blister dengan menggunakan sistem

vakum.
40

Kedua sediaan tablet (Augmentin) diproses dengan metode

granulasi kering/ slugging dengan alur produksi sebagai berikut :

Raw IPC : berat


Dispensing Mixing / tablet,
Material Slugging
Granulation ketebalan
tablet

Cartoning Stripping Coating Compressing

IPC : Apperance,ketebalan,berat,
IPC : Kebocoran strip, No. IPC : Berat kerapuhan, waktu hancur, kekerasan,
Batch, dan ED
keseragaman bobot, deteksi logam

Gambar 4. Alur produksi solid (Tablet)

c. Aktivitas Sterile Stream

Secara umum meliputi dispensing, mixing, filling dan secondary

packaging. Filling line dimulai dari botol yang telah dicuci pada bottle

washing room. Botol yang telah dicuci masuk ke ruang syrup filling.

Hasil mixing terlebih dahulu disaring baru kemudian di-mixing, kemudian

diperiksa pH dan kejernihannya. Botol yang telah diisi produk obat ditutup

(capping). IPC terhadap hasil produk yang dilakukan sebelum memasuki

tahap secondary packaging, antara lain uji kejernihan, keseragaman

volume, uji kekuatan tutup botol (torque test) dan test appearance. Tahap

secondary packaging selanjutnya adalah pengemasan sterile eye drops

yaitu cartoning, wrapping, dan shippering.


41

Raw IPC : pH dan


Dispensing Mixing Filtering
Material kejernihan

Filling

Cartoning Labelling Capping

IPC : cap torque, removal cap,


appearance, kejernihan
Gambar 5. Alur Produksi Sediaan Cair

Penjelasan masing-masing ruang produksi di steril stream adalah

sebagai berikut :

1) Ruang Antara (Air Lock)

Pada steril stream, selain changing room dan material airlock, juga

terdapat airlock yang menghubungkan ruang dispensing (kelas D) dengan

ruang mixing (kelas C), serta airlock yang menghubungkan ruang mixing

dengan ruang filling yang memiliki background kelas B.

2) Ruang Penimbangan (Dispensing Room)

Berbeda dengan ruang dispensing produk solid, ruang dispensing

untuk sediaan steril tidak dilengkapi dengan dispensing booth. Sebab,

resiko keamanan operator tidak seperti pada aktivitas dispensing untuk

produk solid. Ruang dispensing untuk produk steril dilengkapi dengan

passbox untuk menyalurkan raw material yang telah ditimbang ke ruang

mixing. Passbox ini dilengkapi dengan lampu UV.

3) Sterile Dispensing Room

Berbeda dengan solid dispensing room, sterile dispensing room

tidak dilengkapi dengan dispensing booth dan LAF karena material yang
42

ditimbang relative aman dan kuantitasnya lebih kecil. Di dalam sterile

dispensing room terdapat pass box dilengkapi lampu UV yang digunakan

untuk transfer material yang telah ditimbang ke mixing room.

4) Sterile Mixing Room

Sterile mixing room merupakan ruangan grade C, tempat

berlangsungnya proses mixing. Tekanan udara di ruang ini lebih tinggi

daripada tekanan udara di koridor. Pembuatan tetes mata dilakukan

dengan melarutkan bahan aktif dan bahan tambahan lain ke dalam

pelarut purified water. Purified water yang digunakan dalam proses

mixing terlebih dahulu difiltrasi dengan filter 0.4 dan 0.2 mikron.

Alat-alat yang digunakan pada ruang pembuatan sediaan cair antara

lain :

a) Stainless Steel Mixing tank kapasitas 1000 L yang dilengkapi deep

stick code E

b) Digital Thermometer

c) Stainless Steel container kapasitas 50 L

d) filter housing 0.4 dan 0.2 micron

e) tubing/hose

5) Sterile Filling Room

Sterile filling room merupakan ruangan yang digunakan untuk

filling bulk produk ke dalam botol yang sebelumnya telah disterilkan.

Ruangan sterile filling tempat operator beroperasi dan koridornya

merupakan ruangan grade B, sedangkan area filling bulk ke dalam botol


43

adalah ruangan grade A yang berada didalam LAF. Area grade A ini tidak

dapat secara langsung diintervensi oleh operator. Intervensi dilakukan

melalui glove ports yang tersedia. Proses pengisian akan dilanjutkan

dengan proses capping, dan selanjutnya secara online botol masuk ke

dalam ruangan packaging. Tekanan udara dalam ruangan filling lebih

tinggi daripada ruang packaging, sehingga tidak terjadi kontaminasi udara

di filling room. IPC yang dilakukan pada proses ini antara lain clarity,

physical appearance, kebocoran, keseragaman volume, cap torque, dan

removal torque.

6) Ruang Pencucian

Penjelasan ruang pencucian pada produksi steril sama dengan yang

ada pada produksi solid.

7) IPC Room

IPC untuk sediaan tetes mata steril pada setiap tahap meliputi :

a) Mixing: pH

b) Filling: keseragaman volume, physical appearance, clarity

(kejernihan partikel), leak test (kebocoran), torque test

(kekencangan tutup untuk dibuka)

c) Packaging : pencetakan expired date dan nomor batch pada label

2. Departemen Compliance

Pada awalnya, divisi Compliance merupakan bagian dari Quality

Assurance (QA). Namun, saat ini divisi Compliance berada di bawah Head of

Quality dan dipimpin oleh seorang compliance manager yang dibantu oleh
44

compliance supervisor. Compliance bertanggung jawab untuk mengelola

implementasi QMS, CAPA management, validasi dan technical terms of

supply.

Consumer Healthcare GMS International Quality Director

Head of Quality

Compliance Manager

Compliance Officer

Gambar 6. Struktur Organisasi Departemen Compliance

a. Tugas dan Tanggung Jawab

1) Implementasi QMS

GSK Indonesia menggunakan QMS (Quality Management

System) sebagai standar untuk memenuhi persyaratan GMP, dimana

standar tersebut lebih ketat dari pada standar GMP maupun CPOB.

QMS merupakan suatu sistem kebijaksanaan yang hidup dan luas

mencakup banyak hal, proses, dan pedoman pendukung sejalan dengan

persyaratan regulasi internasional.

Tujuan QMS adalah untuk menyediakan kerangka kerja

perusahaan untuk:

a) Memastikan kualitas, keamanan, dan efikasi produk

b) Menghasilkan kualitas proses dan kemajuan operasional

c) Mencapai dan dan menyokong pemenuhan regulasi


45

d) Mengelola kualitas untuk memenuhi risiko dan mencegah kualitas

yang menurun atau gagal

2) Local SOP

Implementasi QMS dilakukan oleh Departemen Compliance

dengan cara melakukan gap analysis, suatu analisis pembanding

atau penyimpangan antara implementasi di regulasi dengan

implementasi di lapangan yang dapat menyebabkan permasalahan.

Penyusunan SOP dilakukan setelah satu gap ditemukan. SOP berisi

instruksi secara rinci mengenai cara-cara melakukan suatu pekerjaan.

SOP ini merupakan implementasi lokal dari QMS dan harus sesuai

dengan persyaratan GQG(Global Quality Guidelines), GQP (Global

Quality Policies), dan GQMP (Global Quality Manufacturing

Process).

3) Corrective Action and Preventive Action (CAPA) Management

Tugas ini berhubungan dengan monitoring apabila terjadi

permasalahan yang tidak sesuai dengan standar QMS dan melakukan

corrective action, kemudian membuat preventive action agar masalah

tersebut tidak terulang kembali.CAPA management berasal dari:

a) Hasil audit

Audit merupakan kegiatan kesesuaian dokumen lokal (SOP, batch

record, spesifikasi, dan metode analisa) dengan standar (QMS,

GQP, GQG), CPOB Indonesia dan dokumen registrasi.


46

b) Deviation report

Merupakan laporan yang berisi tentang kronologi apabila terjadi

penyimpangan atau insiden selama proses produksi berlangsung.

c) Komplain

Departemen Compliance ikut serta dalam penanganan keluhan,

baik yang bersifat critical, major, minor, atau no needed action.

d) Change control

Change control merupakan dokumen tertulis yang berisi perubahan

akibat adanya deviasi dan kerusakan.

e) Gap analysis dan risk register

4) Validasi

Salah satu tugas penting departemen ini adalah melakukan

validasi. Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai

bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan,

atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan

senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Validasi dilakukan untuk

memenuhi peraturan pemerintah, menjamin mutu obat yang dihasilkan

dalam kondisi konsisten, meningkatkan kepercayaan konsumen, serta

meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi sehingga dapat

menghemat biaya produksi. Validasi dapat menghindarkan biaya yang

tidak perlu yang disebabkan oleh kegagalan, seperti produk rework,

reject, dan recall sehingga akhirnya akan meningkatkan keuntungan


47

perusahaan. Validasi dilakukan dengan mengacu pada Validation

Master Plan (VMP) yang berisi tujuan dan wawasan validasi, komite

validasi, macam dan bentuk validasi, jadwal validasi, dan dokumen

validasi. Obyek atau komponen validasi meliputi konstruksi dan

rancang bangun sarana, peralatan, sarana penunjang dan layanan yang

kritis, prosedur analisis, kalibrasi instrument, bahan baku dan bahan

pengemas, serah terima proses produksi dan peningkatan skala batch,

prosedur pengolahan induk dan proses pengemasan induk, prosedur

pembersihan, serta personalia. Validasi dilakukan untuk membuktikan

bahwa proses, sistem, atau prosedur yang digunakan dalam produksi

dapat menghasilkan produk secara konsisten sesuai spesifikasi dan

standar kualitas.

Protokol kualifikasi, antara lain DQ, IQ, Operational

Qualification (OQ), dan PQ dari alat dan fasilitas dan protokol validasi

(validasi proses, validasi metode analisis, cleaning validation)

dirumuskan oleh departemen yang bersangkutan dengan konsultasi dan

persetujuan dari QA. Protokol validasi berisi rencana validasi dan

acceptance criteria yang ditetapkan. QA terutama berperan dalam

menetapkan parameter-parameter kritis dan acceptance criteria.

Semua dokumen asli selanjutnya disimpan oleh QA, sedangkan

salinan dokumen disimpan oleh departemen terkait.


48

5) Technical Terms of Supply

Technical terms of supply merupakan perjanjian yang

berhubungan dengan kualitas untuk setiap produk ekspor maupun

impor yang dibuat oleh pihak produsen. Technical terms of supply

mengatur adanya pembagian tanggung jawab antara GSK dengan

pihak produsen termasuk bila ada complain terhadap produk obat yang

dijual di pasaran.

3. Departemen Procurement

Departemen Procurement di GSKI dalam unit bisnis GMS Indonesia

secara struktural berada di bawah Technical Director. Divisi pembelian

bertanggung jawab dalam menjamin ketersediaan barang sesuai permintaan

dari divisi logistik, baik secara kuantitas maupun kualitas. Barang yang telah

dibeli harus terjamin kualitasnya sejak mulai dipesan sampai barang diterima

di gudang. Untuk menjamin kualitasnya, divisi pembelian bekerja sama

dengan divisi pemastian mutu dan divisi produksi yang tergabung dalam tim

untuk mengaudit suplier. Divisi pembelian bertanggung jawab apabila barang

yang dibeli tidak memenuhi kualitas sehingga ditolak oleh divisi pemastian

mutu maupun produksi.


Technical Director

Head of Procurement

Procurement Manager

Procurement Coordinator Procurement Coordinator


For Inventory Material For non Inventory Material

Gambar 7. Struktur Organisasi Departemen Procurement


49

Divisi pembelian terdiri dari bagian inventaris dan bagian non

inventaris. Bagian inventaris menangani pembelian bahan-bahan yang

berhubungan langsung dengan proses produksi seperti bahan baku (zat aktif

dan tambahan) dan bahan pengemas (karton, stiker, label, botol, dan lain-lain).

Sedangkan bagian non inventaris mengangani pembelian barang-barang yang

tidak berhubungan langsung dengan proses produksi, misalnya alat untuk

promosi, kertas, alat tulis, alat-alat laboratorium, reagen, dan sebagainya.

Divisi pembelian melakukan tugasnya berdasarkan purchase requisition

(PR) yang telah disetujui oleh kepala departemen. Di dalam PR dijelaskan

nama barang, jenis, jumlah yang akan dibeli dan kapan barang harus ada.

Setelah menerima PR, divisi pembelian membuat PO yang berisi deskripsi

barang yang akan dibeli, tanggal diperlukan atau kapan barang harus ada,

jangka waktu pembayaran, serta ke mana barang akan dikirim. PO asli

diserahkan ke suplier sedangkan salinannya diberikan ke bagian keuangan,

gudang, dan logistik.

Pembelian dilakukan kepada suplier yang terdaftar dalam suplier

terkualifikasi. Untuk suplier baru, perlu dilakukan audit terlebih dahulu.

Minimal ada tiga suplier untuk satu barang untuk menghindari hal-hal yang

tidak diinginkan, misalnya kebakaran sehingga proses pengadaan barang tetap

lancar. Apabila hanya ada satu suplier maka divisi ini harus menjaga

hubungan baik atau memberlakukan sistem kontrak untuk mennjamin

kontinuitas suplai barang serta mempertahankan harga. Umumnya sistem ini


50

diberlakukan untuk barang yang sulit didapat dan harganya mahal. Suplier

kunci juga merupakan prioritas pertama dalam audit berkala.

Pada proses pengadaan barang, untuk mencegah penumpukan stok,

maka digunakan sistem pemesanan on-call basis, yaitu pemesanan melalui

telepon dengan jumlah sesuai keinginan. Hal ini harus didasarkan pada sikap

tanggung jawab dan rasa saling percaya antara pihak GSK dengan suplier.

4. Departemen Logistik

Departemen logistik di GSKI dalam unit bisnis GMS Indonesia secara

struktural berada di bawah Technical Director. Logistic Manager

membawahi Logistic Officer.

Technical Director

Logistic Manager
.

Planner Cimanggis Warehouse Officer Planner Pulogadung


Site Site

Raw Material

Packaging
Material
Finished Goods

Administration

Gambar 8. Struktur Organisasi Departemen Logistik

Secara garis besar, tugas logistik dibagi menjadi dua bagian, yaitu

perencanaan dan pengawasan. Pada bagian perencanaan, divisi logistik

bertanggung jawab melakukan perencanaan penyediaan bahan baku dan

bahan pengemas agar produksi dapat berjalan sesuai jadwal dan tidak terjadi
51

kekosongan barang atau kelebihan barang. Tugas-tugas bagian perencanaan

antara lain:

a. Merencanakan pengadaan bahan baku dan bahan pengemas

b. Merencanakan prioritas mana yang harus diproduksi terlebih dahulu

berdasarkan data kelebihan barang

c. Melakukan penjadwalan kegiatan operasional

d. Merencanakan kapasitas produksi yang dapat dilakukan (bekerja sama

dengan divisi produksi)

e. Merencanakan target bulanan yang harus dicapai.

Pada bagian pengawasan, divisi logistik bertanggung jawab untuk

memonitor pengendalian penyimpanan bahan baku, bahan pengemas, dan

produk jadi di gudang.

Tugas-tugas yang dilakukan secara umum antara lain:

a. Melakukan pengendalian terhadap keluar masuknya material di gudang,

mencakup penerimaan dan penyimpanan bahan baku, bahan pengemas,

bulk, dan produk jadi, serta pengiriman produk jadi

b. Mengontrol produk-produk kembalian

c. Mengontrol nilai total persediaan yang ada

d. Bertanggung jawab mulai dari barang darang sampai degan release.

5. Departemen Quality Assurance

QA merupakan konsep yang luas yang mencakup hal-hal yang dapat

berpengaruh yang pada kualitas produk yang dijabarkan dalam aturan-aturan

untuk memastikan produk memenuhi syarat yang telah ditentukan.


52

Manajemen mutu selain QA juga mencakup pengawasan mutu (QC) yang

berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian, dan

pelulusan batch. QC merupakan bagian yang esensial pada proses pembuatan

obat agar produk yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan mutu yang

ditetapkan. Bagian QC memiliki wewenang khusus untuk memberikan

keputusan akhir atas mutu obat atau hal-hal lain yang mempengaruhi mutu

obat. QC dilakukan sejak barang datang, selama proses (IPC, menjadi

tanggung jawab personel produksi), pada produk yang dihasilkan (baik bulk

maupun FG), dan dalam masa penyimpanan. Bagian QC berperan dalam

pemeriksaan bahan awal, pemeriksaan bulk dalam rangkaian produksi dan

pemeriksaan produk jadi.

Bagian QA dan QC secara struktur tergabung dalam satu departemen

yakni Departemen QA. Departemen ini dipimpin oleh seorang Head of

Quality yang membawahi QA Manager. Head of Quality bertanggung jawab

langsung pada Consumer Health Care GMS International Quality Director

dan bertanggung jawab secara tidak langsung terhadap Technical Director.

QA Manager membawahi QA Pharmacist.


53

Technical Director

Head of Quality

QC Supervisor QA Manager Compliance Manager Technical Officer

Compliance
QA Technical QC Pack Dev. Supervisor
Officer Coordinator Coordinator

Analyst QA Adm.

Gambar 9. Stuktur Organisasi Departemen Quality Assurance

QA memiliki tanggung jawab untuk menjamin bahwa keseluruhan

sistem telah berjalan sebagaimana mestinya dan senantiasa memenuhi hasil

yang diinginkan untuk menghasilkan produk yang berkualitas, sama seperti

yang tercantum dalam CPOB. Wewenang departemen QC adalah untuk

memberikan keputusan akhir atas mutu obat ataupun hal lain yang

mempengaruhi mutu obat. Penerapan pengawasan mutu (QC) dilakukan

mulai dari pemeriksaan bahan awal, pemeriksaan selama proses produksi,

hingga pemeriksaan produk jadi. Quality Control memastikan bahwa bahan,

produk, dan metode dalam proses produksi telah memenuhi kriteria yang

telah ditentukan sehingga hasilnya dapat memenuhi persyaratan yang telah

ditentukan secara konsisten. Kalibrasi dan kualifikasi alat serta validasi

terhadap metode analisis dan proses produksi juga dilakukan. Tugas

Departemen QA secara umum dapat dijabarkan sebagai berikut.


54

a. Pemeriksaan RM dan PM

RM (raw material) adalah bahan baku yang digunakan dalam proses

pengolahan produk obat yang meliputi zat aktif dan eksipien (bahan

tambahan). Analisis RM sangat penting dilakukan untuk menjamin bahwa

RM memenuhi spesifikasi yang ditetapkan, sehingga kualitas produk yang

dihasilkan konsisten sesuai yang diharapkan. Setiap RM harus berstatus

released sebelum digunakan untuk produksi.

Pemeriksaan RM dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif

berdasarkan MRN dari bagian warehouse yang disampaikan kepada QA.

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi nama, kode bahan, nomor batch,

tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, uji-uji sesuai dengan spesifikasi yang

tertera dalam Certificate of Analysis (CoA), dan tanda tangan penanggung

jawab QA dan supplier yang bersangkutan. Sampel diambil dari gudang

dan diperiksa oleh analis. Hasil pemeriksaan diserahkan kepada QA

Manager. Pemeriksaan sampel dapat dilakukan menurut urutan

kedatangannya (first in first analyzed) maupun menurut urgensinya. Tes

pemeriksaan untuk RM, yaitu tes fisik dan tes kimia, serta tes mikrobiologi

(untuk beberapa sampel tertentu).

PM merupakan starting material yang penting karena selain

digunakan untuk identitas produk juga dapat mempengaruhi stabilitas

dankualitas produk. PM digolongkan menjadi 2 macam, yaitu bahan

pengemas primer dan bahan pengemas sekunder. Pengujian dilakukan untuk

meyakinkan bahwa pengemas yang digunakan telah memenuhi spesifikasi


55

yang ditetapkan, yaitu bahwa apakah bahan pengemas tersebut dapat

digunakan atau tidak. Pemeriksaan PM dilakukan secara visual dan dengan

alat bantu berdasarkan artwork yang telah disetujui oleh Packaging

Development yang berada di bawah QA. Pemeriksaan yang dilakukan

terhadap PM berbeda-beda tergantung jenisnya, antara lain:

1) Leaflet dan label: jumlah, ukuran, warna, gambar, kebenaran redaksional.

2) Karton pengemas: jumlah, ukuran, tekstur bahan, warna, gambar, tulisan,

pharmacode.

3) Botol: jumlah, daya absorbansi, ketebalan, kebersihan, ukuran.

4) Alumunium foil dan PVC: jumlah, ukuran, ketebalan, uji cetakan.

5) Tube: jumlah, kebocoran.

6) Sendok: jumlah, ukuran.

RM dan PM yang masih menunggu keputusan diluluskan atau ditolak,

dipisahkan secara fisik dan diberi status quarantine dengan label berwarna

kuning. RM dan PM yang memenuhi kualifikasi dan persyaratan mutu

setelah diperiksa akan diberi status approved dengan label berwarna hijau

dan dapat digunakan dalam proses produksi. RM dan PM yang tidak

memenuhi spesifikasi dan persyaratan mutu diberi status rejected dengan

label berwarna merah dan dapat dikembalikan ke supplier atau dimusnahkan.

b. Pemeriksaan FG

Bulk tablet diperiksa bentuk fisik, ketebalan, keseragaman bobot,

kerapuhan, kekerasan, disolusi, dan waktu hancur. Tetes mata steril diperiksa

pH, kejernihan, dan bobot jenis. Pemeriksaan FG untuk bulk dilakukan


56

dengan pengambilan sampel sejumlah tertentu setelah proses pembuatan

sediaan.

Pemeriksaan FG (produk jadi) meliputi pemeriksaan kebenaran proses

(dari batch record) dan kelengkapan kemasan (jumlah isi, kelengkapan isi,

serta cetakan batch number, ED, manufacturing date, HET). Pemeriksaan

kimia dan mikrobiologi khusus untuk sediaan tetes mata steril juga dilakukan.

Tetes mata steril diperiksa pH, kejernihan, dan diuji mikrobiologi. Tablet

diperiksa kadar bahan aktif, keseragaman bobot, kekerasan, ketebalan,

kerapuhan, waktu hancur, dan diuji disolusi. Pengambilan sampel produk

jadi (FG) langsung dilakukan di ruang packaging saat proses pengemasan

sekunder. Sampel kemudian dibawa ke laboratorium QA untuk dianalisis.

Produk akan diberi status approved dengan label berwarna hijau

oleh QA jika telah memenuhi persyaratan pemeriksaan mutu sehingga produk

dapat dipasarkan. Produk yang tidak memenuhi persyaratan akan diberi

status rejected dengan label berwarna merah sehingga produk tidak boleh

dipasarkan. Produk diberi status quarantined dengan label berwarna kuning

selama proses pemeriksaan berlangsung.

c. Pemeriksaan air (purified water/PW)

Pemeriksaan air dilakukan untuk menjamin kualitas air yang digunakan

untuk produksi dan prosedur analisis QA sesuai dengan aturan Farmakope.

Pemeriksaan air dilakukan secara kimia dan mikrobiologi. Pemeriksaan air

secara kimia dilakukan terhadap pH, konduktivitas, chlorine, sulfat, nitrat,

amonia, kalsium, CO2, logam berat, zat yang teroksidasi, dan total dissolved
57

solid. Pemeriksaan mikrobiologi air dilakukan terhadap E. coli, Salmonella

(Enterobacteriaceae), dan Pseudomonas aeruginosa.

Pemeriksaan mikrobiologi terhadap air dilakukan pada semua titik

dimulai saat air datang dari sumber sampai air kembalian dari ruang

produksi. Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan sebulan sekali dengan metode

filtrasi. Area sampling meliputi city water, primary loop (potable water)

maupun secondary loop (purified water). Cara sampling khusus digunakan

untuk sampling point yang berada di area produksi.

d. Releasing PM, RM, dan FG

Hasil pemeriksaan terhadap RM, PM, dan FG yang memenuhi

spesifikasi yang ditetapkan akan diberi label berwarna hijau dan di-release.

RM dan PM selanjutnya dapat digunakan untuk proses produksi, sedangkan

untuk FG dapat didistribusikan ke distributor. Pemeriksaaan keseluruhan

dokumen sebelum proses distribusi diperlukan untuk menjamin produk yang

dihasilkan mempunyai kualitas tinggi.

e. Pemeriksaan Mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan terhadap RM tertentu, FG (kecuali

sediaan tablet), air (demin water) dan ruangan. Pemeriksaan mikrobiologi

ruangan dilakukan terhadap udara dalam ruang produksi dan laboratorium

mikrobiologi dengan settle agar dan slit to agar. Pemeriksaan mikrobiologi

terhadap permukaan peralatan dalam ruang produksi dan laboratorium

mikrobiologi dilakukan dengan metode swab.


58

Setiap analisis mikrobiologi harus dilakukan dengan kondisi lingkungan

yang dibuat untuk mencegah kontaminasi ke produk maupun dari produk,

yaitu di bawah LAF cabinet, menggunakan masker dan sarung tangan,

setiap material yang kontak langsung dengan material yang diuji harus dalam

keadaan steril.

f. Pemeriksaan Stability Product

Pemeriksaan stabilitas dilakukan untuk menjamin kualitas produk obat

sampai waktu kadaluarsanya, untuk mengetahui waktu kadaluarsa obat,

untuk menentukan shelf life produk dan periode waktu penyimpanan produk

pada kondisi yang spesifik di mana produk masih memenuhi spesifikasi. Uji

stabilitas terutama dilakukan jika terjadi perubahan formula, supplier, proses

produksi, dan kemasan primer. Uji stabilitas cukup dilakukan minimal satu

batch per tahun jika tidak terjadi perubahan.Uji stabilitas dapat dilakukan

dengan 2 cara, yaitu pada kondisi penyimpanan sebenarnya (real time) dan

pada kondisi dipercepat (accelerated test), yaitu pada suhu yang ditingkatkan.

g. Reference Sample dan Contoh Pertinggal (Retained Sample)

Reference sample adalah sampel yang berasal dari tiap batch/lotRM,

PM, dan FG yang disimpan untuk kebutuhan analisis selama kurun waktu

shelf life produk. Reference sample pada umumnya dari FGdigunakan

dalam investigasi product complaint maupun recall.

Reference sample untuk bahan aktif dan eksipien harus disimpan dalam

amber bottle hingga 1 tahun setelah expire date dari batch produk jadi,

kecuali sampel pelarut yang mudah terbakar (hazardous) tidak perlu disimpan.
59

Kondisi penyimpanan reference sample disesuaikan dengan informasi yang

terdapat pada label wadah RM tersebut.

Jumlah reference sample yang dibutuhkan tidak boleh kurang dari

dua kali jumlah yang dibutuhkan untuk keseluruhan tes sesuai dengan

spesifikasinya. Jumlah reference sample bahan kemas yang harus diambil

bergantung dari jenisnya, seperti karton, leaflet, label, sendok plastik, label

botol, stiker registration number, aluminium foil, tube, botol, dan

PVC/PVDC.

Reference sample bahan kemas disimpan di QA laboratorium (di

belakang laporan analisis, kecuali untuk botol) dengan kondisi penyimpanan

kering dan bersih. Botol disimpan di ruang retained sample. Retained

sample adalah sampel yang merupakan unit lengkap dari setiap batch FG

yang digunakan untuk tujuan identifikasi selama kurun waktu shelf life

produk. Departemen QA harus menyimpan setiap produk yang diproduksi

beberapa buah sebagai contoh pertinggal (retained sample).

Retained sample dapat digunakan untuk memperkirakan kondisi produk

selama pemasaran, untuk dokumentasi jika terjadi komplain dari konsumen

sehingga dapat dilakukan pemeriksaan untuk melacak kerusakan produk

disebabkan oleh kualitas produk yang kurang atau karena penyimpanan obat

di distributor, untuk mengetahui yang sebenarnya dari produk karena pada

awalnya penentuan ED dari produk dilakukan dalam kondisi yang dipercepat.

Jumlah retained sample yang disimpan tidak boleh kurang dari dua kali

jumlah yang dibutuhkan untuk keseluruhan uji (pemeriksaan kimia dan


60

mikrobiologi) sesuai dengan spesifikasinya. Pemeriksaan retained sample

dilakukan tiap periode tertentu dengan cara mengambil sampel secara

random. Retained dan reference sample RM dimusnahkan setelah 7 tahun,

sedangkan FG setelah ED ditambah 1 tahun. Penyimpanan retained dan

reference sample berupa RM dan FG dilakukan di Retained Sample Room

yang mempunyai suhu di bawah 30C.

h. Handling Product Complaint

Semua complaint dari konsumen yang dilaporkan menyangkut kualitas,

keamanan, dan keefektifan produk, antara lain produk yang dipasarkan,

(termasuk sampel), produk obat investigasi (clinical trial products), dan

produk sebelum dipasarkan (pre-marketed products). Komplain dapat

diklasifikasikan menjadi:

1) Technical complaints, jika komplain berhubungan dengan labeling,

kemasan, penampilan, jumlah, potensi, dan integritas produk.

2) Medical complaints, jika komplain berhubungan dengan efektifitas obat

atau efek samping obat.

3) Lain-lain, jika komplain berhubungan dengan kondisi kemasan tidak

bagus, konsumen tidak menyukai warna atau penampilan kemasan.

Pemeriksaan apakah benar-benar terjadi kerusakan pada produk

dilakukan pada saat ada komplain. Pemeriksaan dilakukan terhadap

kemasan luar produk, meliputi karton, nomor batch, pharmacode, dan

segel pengaman. QA harus memeriksa status retained sample, testing

report, data dan laporan stabilitas, dan laporan komplain (tren dan
61

frekuensi komplain yang sama atau sejenis). CAPA dilakukan jika

ketika dilakukan pemeriksaan sampel produk ditemukan bukti yang

mendukung terjadinya komplain.

i. Periodic Product Review (PPR)

PPR dilakukan untuk mereview trending suatu produk selama periode

waktu tertentu. Data produk yang dihasilkan selama periode waktu tertentu

dikumpulkan, dievaluasi, dan dihasilkan suatu saran yang berguna untuk

mempertahankan atau memperbaiki mutu produk. PPR dilakukan untuk

mengidentifikasi dan mengembangkan produk dan proses manufacturing.

Review PPR dilakukan terhadap data produk dan proses untuk

membandingkan produk dan proses sekarang dengan sebelumnya. PPR berisi

gambaran produk yang dibuat dan dites, meliputi besar batch, bahan baku,

mesin dan peralatan, pengumpulan parameter kritis pada proses produksi dan

produk yang diperiksa di laboratorium. Bagian-bagian yang direview pada

proses PPR antara lain

1) Daftar/list semua batch

2) Tren production records (termasuk hasil dan IPC)

3) Tren laboratory release testing records

4) Tren stability testing records

5) Hasil Out of Specification (OOS)

6) Spesifikasi dan metode analisis produk dan material

7) Compliance terhadap regulatory

8) Batch produk dan material yang di-reject, rework, dan reprocess


62

9) Deviation reports

10) Change control records

11) Validation studies

12) Tren komplain

Evaluasi dan tindakan akibat evaluasi dibuat berdasarkan data,

kemudian dibuat laporannya. QA Pharmacist bertanggung jawab untuk

melakukan PPR, sedangkan Production Manager dan Head of Quality

bertanggung jawab untuk mengecek dan meng-approve PPR.

j. Change Control (CC)

CC (Change Control) merupakan prosedur terhadap usulan perubahan

aktivitas keseluruhan proses manufakturing mulai pembelian bahan baku,

pembuatan obat, dan pemeriksaan produk yang kemungkinan dapat

berpengaruh terhadap kualitas material atau produk, untuk menjamin bahwa

kualitas produk tidak terpengaruh oleh perubahan tersebut. CC berisi nama

departemen yang melakukan perubahan, produk yang terpengaruh akibat

adanya perubahan, bentuk perubahan yang dilakukan, serta alasan perubahan.

Usulan perubahan tidak dapat dilaksanakan sebelum disetujui oleh Team

Panel (persetujuan akhir oleh QA). Seluruh perubahan harus

didokumentasikan sehingga dapat dikontrol dan dimonitor. Semua perubahan

yang terjadi harus dikontrol untuk menjaga kualitas, keamanan, dan efikasi

produk, menjamin compliance terhadap regulasi, mengetahui perubahan yang

terjadi selama product life cyc (PLC), serta menjamin perubahan dilakukan

untuk memperoleh hasil yang diharapkan.


63

k. Environmental Control and Monitoring

Environmental control and monitoring perlu dilakukan terhadap setiap

ruangan dalam industri untuk mengetahui apakah kondisi ruangan sesuai

dengan persyaratan. Environmental controland monitoring meliputi

pemeriksaan kualitas lingkungan udara ruang produksi, seperti jumlah

partikel, mikrobiologi, pertukaran udara, temperatur, dan kelembaban,

sampling air pada demineralised water plant dan storage tank.

Environmental monitoring dilakukan spesifik untuk setiap fasilitas, sebab

hasil dari monitoring sangat tergantung pada bagian peralatan produksi,

kondisi area produksi, dan waktu terakhir dilakukan sanitasi.

l. Utilities Monitoring

Utilities monitoring dilakukan terhadap sarana penunjang proses

pembuatan dan pemeriksaan produk obat, meliputi HVAC, compressed air,

steam boiler dan demineralised water.

m. Laboratorium

Ruang laboratorium QA dilengkapi dengan sistem HVAC dan

penerangan yang memadai, sehingga suhu dan kelembaban dapat dikontrol.

Laboratorium QA terdiri dari 2 bagian, yaitu :

1) Laboratorium analisis fisika kimia

Bagian analisis fisika kimia bertanggung jawab terhadap analisis fisika

kimia bahan baku, bahan pengemas, dan produk jadi. Peralatan yang

terdapat di laboratorium fisika kimia antara lain HPLC (High

Performance Liquid Chromatography), GC (Gas Chromatography),


64

spektrofotometer UV, pH meter, potensiometer, polarimeter,

viscosimeter, conductivity meter, dissolution tester, refraktometer, alat

pengukur titik lebur, drying oven, inkubator, lemari pendingin, lemari

penyimpanan reagen-reagen kimia, lemari khusus untuk penyimpanan

zat-zat tertentu yang mudah terbakar, korosif, toksik, berbahaya, lemari

asam, dan lain sebagainya.

2) Laboratorium mikrobiologi

Bagian mikrobiologi bertanggung jawab terhadap analisis mikrobiologi.

Peralatan yang terdapat di laboratorium mikrobiologi antara lain

autoklaf, oven, inkubator, lemari pendingin, LAF cabinet, dan

biohazard cabinet. Pelaksanaan fungsi QA berpedoman pada

kompendium yang terbaru serta regulasi intern GSK Internasional.

Literatur yang digunakan antara lain beberapa kompendium yang

terdiri dari kompendium metode analisis, spesifikasi bahan, primary

pack, delivery system, bahan kemas, dan prosedur analisis.

Pengembangan metode analisis QA juga mengacu pada Corporate

Product Standard (CPS) yang berisi formula produk, cara pembuatan,

spesifikasi produk, prosedur analisis dan jenis bahan pengemas yang

digunakan.

6. Departemen Environment, Health, and Safety(EHS)

EHS merupakan departemen yang bertanggung jawab terhadap kondisi

lingkungan, kesehatan karyawan, dan keselamatan kerja. Departemen EHS


65

bertujuan mencegah dampak negatif dari kegiatan bisnis dan produksi di

GSKI terhadap lingkungan, kesehatan karyawan, dan keselamatan kerja.

EHS sangat berkaitan dengan semua aktivitas di semua departemen.

Visinya adalah dengan menjadi kompetitif dalam bisnis dan menjadi

pemimpin yang hebat dalam pengelolaan lingkungan, kesehatan, dan

keselamatan kerja. Visi tersebut dijalankan dengan menjalankan misi

berkomitmen untuk menyalurkan isu-isu EHS yang mempengaruhi bisnis,

Technical Director

EHS Manager

EHS Supervisor Cimanggis Occupational Physician EHS Supervisor Pulogadung

Gambar 10. Stuktur Organisasi Departemen EHS

karyawan dan bumi, antara lain terkait exposure bahan kimia,

keamanan berkendaraan, ergonomic, keamanan proses, dan semangat kerja

tim.

EHS menyadari dampak negatif terhadap lingkungan akibat adanya

limbah industri. Pengolahan limbah dilakukan dengan tujuan agar limbah

produksi maupun domestik layak dibuang ke saluran umum sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. Tanggung jawab utama Departemen EHS adalah

penanganan limbah yang dihasilkan selama proses produksi dan limbah

domestik.
66

EHS dalam penanganan limbah juga memiliki tugas dan tanggung

jawab lainnya, di antaranya adalah sebagai berikut :

a. Employee health and EHS service

b. EHS risk assessment & management

c. Operational control

d. Investigation & reporting of EHS adverse event

Investigasi dan pembuatan laporan jika terjadi kecelakaan kerja dan ada

karyawan yang sakit.

e. New product development & supply

Produk baru yang dihasilkan dapat di-recycle atau tidak, jika dibawa

keluar berbahaya atau tidak.

f. Fasilitas, engineering and process change

g. Procurement

EHS terlibat dalam pembelian barang, untuk mengetahui barang yang

dibeli berbahaya atau tidak, misal jika membeli refrigerator, tidak boleh

mengandung Chlorofluorocarbon (CFC).

h. Key supplier

EHS ikut dalam pemilihan supplier karena dikhawatirkan supplier tidak

dapat menjaga keselamatan dan kesehatan lingkungan.

i. Employee health

Meliputi: food service and drinking water, ergonomic and the workplace

environment, health surveillance, health and safety enhancement,


67

reproductive health, absence and rehabilitation, workplace smoking,

ergonomics, dan merger finding.

j. Enviromental risk

Meliputi: waste minimization and recycling, energy efficiency, packaging

of product and environmental claims, product return, waste management,

water management, management of emission to air, biodiversity, soil and

ground water quality, hazardous activities, dan process risk management.

7. Departemen Engineering

Departemen Engineering dipimpin oleh seorang manajer yang

bertanggung jawab langsung kepada Technical Director. Departemen

Engineering membawahi site utilities service, factory services, dan

administrasi.
Technical Director

Engineering Manager

Untility Service Supervisor Process Equipment Supervisor Engineering Complience

Gambar 11. Struktur Organisasi Departemen Engineering


Gambar 13. Struktur Organisasi Departemen Engineering

Divisi engineering berada di bawah direktur teknis dan bertanggung

jawab dalam beberapa aktivitas, yaitu :

a. Pemeliharaan: Menjamin pemeliharaan mesin, serta fasilitas dengan

membuat program pemeliharaan untuk pencegahan/PMP (Preventif

Maintainance Program), pemecahan masalah terhadap kerusakan, serta

melakukan peningkatan terhadap kualitas dan kapasitas mesin-mesin.


68

b. Prasarana: Bertanggung jawab terhadap semua hal yang digunakan untuk

menunjang kelangsungan perusahaan, misal listrik, air, udara bertekanan,

Heating Ventilation Air Conditioner (HVAC), dan penanganan limbah.

c. Fasilitas: Bertanggung jawanb terhadap seluruh fasilitas perusahaan,

misalnya sistem HVAC.

d. Peningkatan operasional: Bertanggung jawab dalam merancang program

untuk meningkatkan operasional perusahaan. Semua divisi di GMS juga

bertanggung jawab dalam pelaksanaan efisiensi perusahaan.

e. Dokumentasi: Bertanggung jawab membuat engineering SOP, drawing,

serta pelatihan operator.

f. Kepatuhan: Bertanggung jawab dalam kepatuhan terhadap kualitas dan

Environmental, Health, and Safety (EHS).

Divisi engineering terdiri dari 3 bagian, yaitu utility service, process

equipment, dan engineering compliance. Utility service menangani mesin

penunjang utama kegiatan proses produksi. Apabila salah satu rusak, kegiatan

tersebut terganggu dan hal ini tidak diinginkan. Bagian ini harus memberikan

pelayanan sebaik-baiknya dengan meminimalisir terjadinya kerusakan dan

secepat mungkin dalam memperbaiki kerusakan. Yang termasuk utility

service adalah:

a. Power atau daya

Daya yang digunakan berasal dari PLN. Site Bogor memiliki genset yang

dipergunakan apabila listrik PLN padam.


69

b. Steam boiler

Menghasilkan uap panas kering yang digunakan untuk pemanasan atau

pembuatan Domestic Hot Water (DHW) dan Low Temperature Hot Water

(LTHW). Penggunaan dominan untuk cairan, granulasi, dan dehumidifier.

c. Air compressor

Untuk menghasilkan udara bertekanan digunakan air compressor.

d. Dehumidifier

Mengatur kelembaban relatif (RH) sesuai RH yang diinginkan.

e. HVAC

Sangat penting untuk menjaga kualitas obat, higienisitas dan

kenyamanan serta kesehatan karyawan pabrik maupun kantor. Fungsi

umum HVAC adalah menjaga temperatur ruangan yang nyaman, bersih,

dan kering. Memakai zoning system dengan mengklasifikasi masing-

masing ruangan, misalnya ruang produksi, pengemasan, gudang,

laboratorium, kantor dan lain-lain. Tiap ruangan memiliki sistem instalasi

dan filtrasi yang berbeda sesuai dengan persyaratannya.

Instalasi HVAC di ruang produksi sangat rumit karena sistem

sirkulasi udaranya harus benar-benar memenuhi persyaratan yang sangat

ketat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam ruang produksi yaitu

temperatur ruang, kelembaban relatif, sirkulasi udara yang bersih dan tidak

terkontaminasi. Temperatur ruang harus dijaga stabil agar sesuai CPOB

dan memberikan kenyamanan operator produksi. Untuk menjaga

kelembaban relatif yang diinginkan, tidak cukup hanya dengan instalasi


70

LTHW (Low Temperature Hot Water), tetapi harus dipasang pula

dehumidifier.

Udara yang disirkulasi harus bersih sehingga sebelum masuk ke

HVAC disaring dengan pre filter, media filter dan HEPA filter baru

disuplai untuk udara kembalian, udara akan disedot kembali dan disaring

kembali dengan HEPA filter. Efisiensi HEPA yang digunakan adalah

99,997%. Agar tidak terjadi kontaminasi, dipasang safe change filter.

Sedangkan untuk mengetahui adanya kebocoran atau tersumbatnya HEPA

filter, dipasang manometer atau PDI (Pressure Difference Indicator).

Apabila filter kotor, nilai PDI tinggi.

f. Purified water plant

Air untuk produksi dalam industri farmasi harus benar-benar murni,

sehingga diperlukan proses purifikasi. Air murni sebagai bahan baku

farmasi untuk produksi sirup dan juga untuk mencuci botol, peralatan

produksi, dll. Purified Water Plant adalah instalasi pemurnian air yang

dirancang khusus agar kualitas air murni yang dihasilkan benar-benar tidak

berwarna, tidak beracun, tidak berbau, dan tidak berasa. Sumber air adalah

air tanah. Dilengkapi kontrol panel yang mengoperasikan purified plant

secara otomatis. Apabila air yang dihasilkan tidak memenuhi syarat, alarm

menyala dan valve akan menutup sampai kualitas air tercapai kembali.

Keran air demin dalam ruang produksi baru boleh dibuka apabila lampu

yang bersebelahan dengan keran menyala terlebih dahulu.


71

8. Departemen Technical

Technical department merupakan suatu departmen yang bertugas untuk

memastikan bahwa spesifikasi bahan dan material yang digunakan untuk

produksi memiliki spesifikasi yang tepat. Department technical berada di

bawah naungan technical director yang dipimpin oleh technical manager.

Tugas dari technical department adalah membuat spesifikasi material

sehingga dapat digunakan sebagai penuntun dalam pembuatan material pack

maupun produksi. Semua spesifikasi yang dibuat oleh technical harus diketahui

atau di approved oleh QA manager. Departemen ini juga mempunyai sub

departemen baru yaitu NPI (New Product Introduction). NPI merupakan suatu

sub department yang bertanggung jawab adanya produk baru yang akan

diproduksi. NPI bertugas mencari dan men-trial spesifkasi baru yang

diperlukan dalam pembuatan produk baru. Technical department merupakan

suatu departemen yang bertanggung jawab juga terhadap aktivitas NPI track

changing source, apabila terdapat pergantian material atau supply chain, maka

technical harus meng-handle aktivitas tersebut. Untuk Pulogadung site,

technical manager bertanggungjawab atas pembuatan spesifikasi bottle, cap,

shipper, dan yang berhubungan dengan packing materials.


72

B. Kegiatan Mahasiswa PKPA

o Eksternal/Regulatory Audit

Untuk menjamin kualitas, setiap perusahaan farmasi perlu untuk

menerapkan dan melaksanakan suatu sistem jaminan mutu yang efektif, dengan

partisipasi aktif dari manajemen dan personel. Untuk mengukur efektifitas sistem

jaminan mutu dan menyakinkan bahwa sistem tersebut telah sesuai dengan

CPOB/GMP, audit secara rutin harus dilaksanakan. Audit mungkin dilakukan

oleh perusahaan itu sendiri (internal), atau dari vendors (eksternal). Sebagai suatu

alternatif, audit dapat dilakukan oleh konsumen atau badan regulatory. Audit oleh

badan regulatory sangat diperlukan terutama untuk pabrik farmasi yang baru

didirikan dan pabrik farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang sudah hampir

habis massa berlakunya. Kesesuaian antara dokumen lokal (current) dengan

dokumen corporate dan dokumen yang telah didaftarkan ke BPOM merupakan

salah satu persyaratan regulatori dan CPOB.

Audit yang dilaksanakan oleh badan yang berwenang, dilakukan untuk

melihat kesesuaian suatu perusahaan farmasi baik manufacture maupun supply.

Badan yang berwenang tersebut antara lain Medicine Control Agency (MCA) di

Inggris, Food and Drug Administration (FDA) di USA dan Badan Pengawasan

Obat dan Makanan (BPOM) di Indonesia. Semua perusahaan farmasi manufacture

yang berlisensi secara rutin dilakukan regulatory audit. Audit ini mungkin tidak

diumumkan sebelumnya (MCA melaksanakan 10% audit dengan cara ini), karena

perusahaan diharapkan compliance dengan CPOB setiap waktu.


73

Kegagalan suatu perusahaan dalam regulatory audit memaksanya untuk

menerapkan CPOB dan dapat menyebabkan larangan atau pencabutan izin

produksi atau eksport/import. FDA menjatuhkan hukuman finansial consent

decrees terhadap perusahaan yang gagal untuk merespon secara adekuat terhadap

audit findings dan comply terhadap CPOB. Oleh karena itu, suatu perusahaan

harus mempunyai suatu prosedur yang jelas dan mempunyai staf yang terlatih

dengan baik untuk melaksanakan audit. Internal audit memberikan kesempatan

yang berharga kepada staf perusahaan untuk berlatih melakukan audit.

Regulatory audit sangat barvariasi dalam ruang lingkup, frekuensi dan

durasi. Audit yang dilakukan oleh badan regulatory nasional mungkin akan

dilaksanakan secara rutin dan mencakup sistematika semua fasilitas, selama

periode tertentu. Setelah regulatory audit, laporan resmi akan dikirimkan, laporan

dari format tersebut akan tergantung pada perhatian dari badan regulatory tersebut.

Badan regulatory mengharapkan ketepatan waktu respon terhadap laporan audit

dan laporan umum. Badan regulatory akan memeriksa bahwa tindakan perbaikan

telah dilaksanakan pada audit berikutnya. Merupakan suatu kebijaksanaan dalam

menjalankan bisnis apabila permasalahan yang ditemukan dalam regulatory audit

disikapi dengan serius dan tindakan perbaikan dilakukan dengan tepat waktu dan

efektif.

a. Melakukan 5S (Sort, Storage, Shine, Standardise, Sustain)

5S merupakan cara (metode) untuk mengatur / mengelola tempat kerja

menjadi tempat kerja yang lebih baik secara berkelanjutan. Penerapan 5S

bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas di tempat kerja.


74

Hal pertama yang dilakukan dalan penerapan 5S adalah sort. Disini saya

membedakan antara yang diperlukan dengan tidak diperlukan di ruang

packaging dan manufacturing. Melakukan penyotiran terhadap dokumen

seperti logbook yang tidak berlaku atau habis due date-nya sehingga harus

diperbarui. Mencatat alat-alat yang rusak maupun yang sedang dalam proses

perbaikan. Menyortir area - area yang memerlukan penandan. Memisahkan

barang-barang yang dirasa tidak diperlukan di area meja kerja. Membuat list

logbook yang tidak ada di ruangan ruangan manufacturing seperti logbook

verifikasi balance, logbook pemantauan pressure differential.

Setelah melakukan pembaharuan dan pembuatan logbook, dilanjutkan

dengan distribusi logbook. Logbook tersebut ditempatkan di kotak logbook

yang ada di setiap ruangan. Prosedur penyimpanan ini yang dikenal dengan

storage. Barang-barang yang tidak diperlukan tadi ditempatkan di ruangan

penyimpanan, sedangan barang barang yang diperlukan seperti alat tulis

(pena) di susun dengan rapi. Ditempatkan di dalam box khusus alat tulis

sehingga memudahkan dalam pencarian dan penyimpanan kembali.

Meletakkan dan menyusun rapi alat-alat kebersihan di ruang janitor.

Selanjutnya adalah memeastikan bahwa dokumen dan barang yang ada

di ruang packaging mudah untuk dibersihkan sehinnga kebersihannya dapat

terjaga. Tempat sampah di ruang packaging dan manufacturing di bagian

dalamnya dilapisi dengan plastik, hal ini dapat memudahkan proses

pembuangan sampah dari tempat sampahnya dan mencegah kotoran (debu)

menempel langsung ke tempat sampahnya. Melakukan penambahan double


75

tip terhadap label/penandaan yang sudah mulai terkelupas. Pemberian double

tip harus diberikan di sepanjang sisi label, sehingga mencegah masuknya

debu ke dalam/sela label yang menempel di dinding dan labelpun dapat

menempel dengan kuat.

Untuk memastikan semua barang dan dokumen yang telah ditempatkan

tadi tetap tersusun rapi dan bersih, perlu dibuat standar yang nyata dan

terjaga (standardise). Membuat list dan penomoran logbook yang di

tempelkan di kotak logbook, untuk memastikan bahwa logbook tersedia/

selalu ada atau di tempatkan pada kotaknya. Membuat list dan jumlah

peralatan di ruang janitor, sehingga kerapihan dan keberadaan alat di dalam

ruang janitor dapat dipertahankan.

Memberi label/penandaan di setiap tempat dan area yang memerlukan

sehingga penempatan barang atau dokumen tidak bercampur dan jelas. Hal

ini sangat membantu karena memudahkan pencarian dan penempatan barang

dan dokumen.

Dan hal terakhir dari metode 5S adalah sustain, tetap pada aturan dan

menjalankannya setiap saat, karena itu dilakukan 5S Assesment secara rutin.

Glaxosmithkline sendiri telah melakukan 5S Assessment secara rutin 2 bulan.


76

b. Mempersiapkan EHS (Enviromental, Health, and Safety) Precaution

Board dan Safety Sign di area packaging dan Manufacturing.

Kebijakan terkait kewajiban perusahaan memastikan lingkungan kerja

yang aman dan sehat bagi semua pekerjanya telah diatur dalam UU No. 1

Tahun 1970.

Kemungkinan kecelakaan kerja, kebakaran, ataupun hal lain yang dapat

merugikan personel (karyawan) dan perusahaan selalu ada. Semua itu dapat

dihindari atau dicegah apabila rambu-rambu keselamatan atau safety sign ini

dipasang di setiap titik yang rawan bahaya ataupun di area yang kecil risiko

bahayanya. Safety sign itu sendiri berguna karena memiliki kemampuan dalam

menarik perhatian terhadap adanyan kesehatan dan keselamatan kerja,

memberikan isyarat dan menunjukkan adanya potensi bahaya yang mungkin

tidak terlihat, sebagai sarana yang meneydiakan informasi umum dna

memberikan pengarahan sehingga meiliki kemampuan dalam mengarahkan,

alat pengingat yanga mampu memerintah para karyawan dimana ahrus

menggunakan peralatan perlindungan diri, dan sebagai tanda yang

mengindikasikan dimana peralatan darurat keselamatan berada serta memiliki

kemampuan dalam memberi peringatan waspada terhadap beberapa tindakan

yang atau perilaku yang tidak diperbolehkan.

Dengan kata lain, memasang rambu-rambu keselamatan/safety sign berarti

perusahaan telah melindungi semua asetnya dari hal-hal yang tidak diinginkan.
77

c. Mempersiapkan Standar Work LOTO (Lock Out Tag Out) Machine dan

(PDT) Personal Danger Tag

Salah satu hal yang perlu diperhatikan pada saat mengoperasikan mesin

adalah energy yang tersimpan dari mesin tersebut. Energy yang tersimpan

dapat berupa bagian yang bergerak, memiliki tekanan, permukaan panas/dingin

ekstrim, permukaan tajam, potensi terjepit (pinch point), bagian yang dapat

mengeluarkan material berbahaya maupun bagian mesin yang terlepas secara

spontan, dan sebagainya. Untuk menghindari hal ini terjadi, dilakukan prosedur

LOTO (Lock Out Tag Out).

Pada akitivitas produksi normal, risiko-risiko keselamatan kerja akibat

sumber-sumber energi berbahaya sebenarnya sudah dikendalikan dengan

adanya pelindung pada setiap mesin. Akan tetapi, pelindung mesin itu tidak

akan dapat mengendalikan risiko keselamatan kerja apabila terdapat proses

perbaikan atau pemeliharaan mesin karena operator yang melakukan perbaikan

harus melepas atau menerobos pelindung tersebut, menempatkan anggota

tubuhnya di area dimana ia dapat terpajan lepasnya energi secara tiba-tiba atau

juga adanya risiko mesin yang ia diperbaiki dapat dinyalakan oleh orang lain

tanpa pemberitahuan ia. Dalam kasus ini, LOTO dapat melindungi operator

yang melakukan perbaikan atau pemeliharaan dari risiko-risiko yang telah

disebutkan sebelumnya.

Aktivitas perbaikan/ pemeliharaan didefinisikan sebagai kegiatan di

tempat kerja yang meliputi kegiatan pemasangan, setting up (pemanasan

mesin), pemeriksaan, penyesuaian mesin, perbaikan, penggantian, membangun,


78

serta modifikasi. Ketika dalam proses perbaikan/pemeliharaan mesin-mesin

selaku sumber energi dimatikan sehingga menyebabkan proses produksi terkait

dapat berhenti. Hal ini dapat menyebabkan operator perbaikan/pemeliharaan

dapat terpajan oleh terlepasnya energi secara tiba-tiba. LOTO merupakan salah

salah satu tindakan pengendalian yang tepat untuk untuk mencegah energi yang

lepas secara tiba-tiba karena teraktivasi atau dihidupkannya mesin ketika

proses perbaikan/pemeliharaan (OSHA Standard 29 CFR 147).

Adapun tahap-tahap berurutan dalam mengisolasi energi adalah sebagai

berikut:

1.Pemberitahuan mengenai personel yang terkena dampak. Tujuan dari

tahap ini adalah memberi informasi kepada pekerja yang terkena dampak agar

meminimalisasi kemungkinan cidera.

2.Persiapan untuk mematikan mesin. Tujuan dari tahap ini adalah

memastikan semua energi yang terhubung dengan mesin, baik aktif ataupun

pasif, sudah benar-benar dikendalikan.

3.Mematikan mesin.

4.Isolasi mesin atau peralatan.

5.Pemberian peralatan LOTO.

LOTO memiliki peraturan khusus terkait dengan standar gembok (lock) dan label

(tags). Peraturan tersebut termasuk yang terkait dengan kekuatan,daya tahan

terhadap tekanan temperatur lingkungan, kelembapan dan tingkat pengaratan,

warna dan bentuk gembok serta format cetak dan legenda dari label

(Erickson,1996).
79

Berikut adalah Poin Penerapan Terbaik dalam LOTO yang pernah saya temui:

1.Buat Pemetaan semua mesin/tombol yang menggunakan LOTO beserta dengan


jenis LOTO yang digunakan
2.Siapa yang memasang LOTO dia yang harus melepas LOTO

3.Masing-masing operator harus punya LOTO yang terdapat namanya

4.Berikan sign Lockout point dalam setiap titik yang harus menggunakan LOTO

d. Mereview Manufacturing Batch Record dan Packaging Batch Record

Manufacturing Batch record terdiri dari lembar Material Order, tinjauan

aspek EHS (Environment, Health and Safaety), line opening, Instruksi kerja

yang membantu mengidentifikasi titik-titik kritis selama proses manufaktur di

tahap dispensing, granulasi, blending, kompresi, IPC during compression, serta

rekonsiliasi bulk.

Pengemasan batch record terdiri dari lembar Packaging Order, tinjauan

aspek EHS (Environment, Health and Safaety), line opening, instruksi kerja

yang membantu mengidentifikasi titik-titik kritis selama proses pengemasan

pada tahap carton printing, carton inspection, shipper printing, blistering, dan

packing, tahap IPC carton printing, shipper printing dan blister printing, serta

pengemasan material accountability dan finished goods accountability.


80

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

GlaxoSmithKline site Bogor telah menerapkan dan mengimplementasiikan

standar CPOB 2012 yang digunakan untuk menjamin produk konsisten memenuhi

persyaratan kualitas, keamanan, dan kamanjuran.

B. Saran

Penerapan CPOB dalam pembuatan produk obat di GSK site Bogor sebaiknya

tetap dipertahankan pelaksanaannya dengan baik sehingga dapat selalu

menghasilkan produk yang berkualitas secara konsisten.


81

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012, Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2010, Anonim, 2006, Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor

1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Erickson, Paul A, 1990, Practical Guide To Occupational Health And Safety, San

Diego: Elsevier Science.

Occupational Safety and Health Administration, 2002, Factsheet

LockOut/TagOut, Wahsington: U.S. Departement Of Labor.

Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka Utama,

Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai