Disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Seminar Kerja Praktik
pada Jurusan Kimia
Oleh
SYAFIRA NABILLA
NIM. 1147040076
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Jurusan Kimia
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat rahmat-Nya yang telah diberikan kepada saya sehingga
dapat dilaksanakan kerja praktek di laboratorium Balai Pengujian Mutu dan
Sertifikasi Pakan
Penulis menyadari bahwa tersusunnya laporan ini tidak lepas dari
bantuan banyak pihak yang sangat bermanfaat, untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ir. Junaida Kepala Balai di Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Pakan
Bekasi yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan Kerja
Praktik.
2. Bapak Drh. Syukron Amin M.Si selaku pembimbing di Balai Pengujian
Mutu dan Sertifikasi Pakan Bekasi yang senantiasa selalu membimbing
selama melakukan Kerja Praktik
3. Ibu Tina Dewi Rosahdi, S.Pd., M.Si selaku dosen pembimbing yang
menuntun saya dalam mengerjakan laporan ini
4. Ibu Tety Sudiarti, M.Si. Ketua Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.
5. Kepada kedua orang tua yang selalu memberikan support dan doanya
dalam penyusunan laporan kerja praktik.
Sepenuhnya penulis masih menyadari akan penulisan yang masih
perlu diperbaiki lagi. Maka dari itu sangat diharapkan untuk mengritik atau
membuat saran kepada penulis demi mewujudkan hal yang baik untuk
kedepannya.
Akhir kata, terimakasih atas semuanya. Semoga laporan kerja
praktik ini dapat bermanfaat untuk kedepannya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
2.3.3.4 Kolom............................................................................................ 10
iii
BAB III TINJAUAN INSTANSI/PERUSAHAAN BALAI PENGUJIAN
MUTU SERTIFIKASI PAKAN BEKASI ........................................................ 12
iv
5.1 Hasil Analisis Kadar Aflatoksin dengan Metode KCKT di Balai Pengujian
Mutu dan Sertifikasi Pakan ............................................................................... 28
v
Daftar Gambar
Gambar 4 Kromatogram Pembanding 52 ppb Standar Aflatoxin G2, G1, B2, B1.
............................................................................................................................... 29
vi
Daftar Tabel
Tabel 3 Hasil Pembanding 52 ppb Standar Aflatoxin G2, G1, B2, B1. .............. 29
vii
DAFTAR ISTILAH
viii
Istilah Arti / Maksud
ix
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jagung merupakan komoditi yang cukup penting baik bagi manusia maupun
bagi hewan. Jagung sebagai tanaman pangan terpenting dunia selain gandum juga
padi dan merupakan bahan baku utama penyusun pakan ternak di Indonesia. Selain
itu jagung juga banyak diolah sebagai bentuk bahan makanan lain, diantaranya
tepung maizena, pop corn, sup, bakwan, bahan campuran dalam pembuatan roti
dan kue. Jagung di Indonesia pada umumnya mengandung kadar aflatoksin yang
cukup tinggi. Dari berbagai hasil penelitian di Indonesia, aflatoksin merupakan
mikotoksin utama pencemar jagung dan bahan pakan ternak.
Aflatoksin adalah racun yang dihasilkan kapang Aspergillus sp. Zat ini
berbahaya bagi kesehatan manusia maupun hewan karena bersifat toksik terhadap
bahan pangan yang terkontaminasi dan merupakan penyebab utama kanker hati.
Cemaran Aspergillus flavus pada jagung umumnya terjadi sejak tanaman masih
berada di kebun, karena kapang ini merupakan jenis kapang yang secara alami
terdapat pada tanah. Beberapa kondisi yang mendorong pertumbuhan A. flavus
adalah kadar air dan kelembaban yang cukup tinggi serta kondisi atmosfer. A.
flavus mampu tumbuh dengan baik pada kadar air 13-18%, suhu sekitar 300C dan
RH ≥ 95%. Mengingat Indonesia adalah negara beriklim tropis yang merupakan
lingkungan yang sangat ideal untuk tumbuh kembang berbagai jenis kapang seperti
Aspergilus flavus yang merupakan penghasil utama aflatoksin B1. Bila tidak
dikendalikan, kandungan aflatoksin pada jagung akan semakin meningkat karena
aflatoksin dapat dihasilkan jamur sejak dari masa tanam sampai masa penyimpanan
dan didukung sifat mikotoksin yang stabil terhadap lingkungan, dan tidak mudah
rusak dengan berbagai pengolahan.
Oleh karena itu, diperlukan suatu metode pengujian yang sesuai untuk
mengetahui kandungan aflatoksin dalam biji jagung yaitu dengan metode KCKT
(Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) atau dikenal juga dengan HPLC (High
Performance Liquid Chromatography).
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang perlu dirumuskan
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana prinsip kerja KCKT pada bahan pakan jagung ?
2. Bagaimana proses analisis aflatoksin pada bahan pakan jagung menggunakan
metode KCKT dengan pemurnian secara imunoafinitas ?
2
aflatoksin pada pakan yaitu metode KCKT dan bermanfaat bagi Universitas dan
Balai Pengujian Mutu Dan Serifikasi Pakan dengan menjalin suatu hubungan kerja
sama khususnya jurusan Kimia Sains dan Teknologi Universitas Negeri Sunan
Gunung Djati Bandung dengan Balai Pengujian Mutu Dan Serifikasi Pakan
sehingga dapat mendukung proses pembelajaran.
.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jagung
Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari
keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika
melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang
Portugal menyebar luaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda
menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn. [1]
Jagung mulai berkembang di Asia Tenggara pada pertengahan abad ke 16 dan
pada awal abad ke 17 mulai berkembang menjadi tanaman yang banyak
dibudidayakan di Indonesia, Filipina, dan Thailand. Pada pertengahan abad 18,
tanaman jagung tumbuh luas di Cina, di selatan Fukien, hunan dan Szechwan.
Populasi jagung berkembang dengan pesat sejak abad 18. Di Cina, jagung
dibutuhkan sebagai bahan makanan terutama di bagian utara, dan dari sini jagung
mulai menyebar ke Korea dan Jepang. Dan kurang dari 300 tahun sejak 1500 M,
tanaman jagung telah tersebar di seluruh dunia dan menjadi salah satu bahan
makanan penting bagi penduduk dunia. [1]
Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Di
beberapa daerah di Indonesia, jagung menjadi makanan pokok, yaitu di Madura dan
Nusa Tenggara. Berdasarkan urutan bahan makanan pokok di dunia, jagung
menduduki urutan ke 3 setelah gandum dan padi. Akhir-akhir ini tanaman jagung
semakin meningkat penggunaannya. Tanaman jagung banyak sekali gunanya,
karena hampir seluruh bagian dari tanaman jagung dapat dimanfaatkan untuk
berbagai macam keperluan. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga
ditanam sebagai bahan baku pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil
minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari bulir, dikenal dengan istilah tepung
jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung bulir dan tepung
tongkolnya). [2]
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya
diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap
pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. [3]
4
2.2 Tinjauan Umum Aflatoksin
Aflatoksin adalah suatu mikotoksin yang merupakan metabolit hasil jamur
Aspergillus flavus dan A. parasiticus. Aflatoksin merupakan kontaminan yang
paling sering dijumpai pada hasil panen pertanian serta bahan makanan pokok dibanyak
negara berkembang sehingga mengancam keamanan pangan. Toksin yang dikeluarkan
oleh jamur ini dapat dijumpai selama masa produksi bahan pangan, pada waktu panen, pada
saat penyimpanan dan proses pembuatan makanan. Kondisi lingkungan yang diperlukan
untuk terbentuknya aflatoksin oleh kapang adalah kelembaban minimum 85 persen
dan suhu optimum 25-27°C. A. flavus umumnya memproduksi aflatoksin,
sedangkan A. parasiticus dapat memproduksi aflatoksin B dan aflatoksin G. A.
flavus terdapat di mana-mana, sedangkan A. parasiticus tidak. Saat ini ada 4 macam
aflatoksin yaitu AFB1, AFB2 , AFG1, dan AFG2 yang merupakan aflatoksin induk
yang telah dikenal secara alami dan dijumpai di alam. AFB1 adalah jenis aflatoksin
yang paling toksik di banding AFB2 , AFG1, dan AFG2, mempunyai daya racun
yang rendah, hanya 1/60-1/100 kali dibandingkan AFB1, dan tidak terlalu
berbahaya. [4]
Pakan yang terkontaminasi aflatoksin, diantaranya adalah kacang-kacangan,
beras, jagung, gandum, biji kapas dan biji-bijian lainnya. Tercemarnya pakan ternak
oleh kapang dan aflatoksin juga dilaporkan dapat mengganggu fungsi metabolisme,
absorpsi lemak, penyerapan unsur mineral, khususnya tembaga (Cu), besi (Fe),
kalsium (Ca), dan fosfor (P), serta beta-karoten, penurunan kekebalan tubuh,
kegagalan program vaksinasi, kerusakan kromosom, perdarahan dan memar.
Semua gangguan tersebut berakibat pertumbuhan terhambat dan kematian
meningkat sehingga produksi ternak menurun. [5]
Aflatoksin mempunyai sifat karsinogenik dan hepatoksik. Sifat ini tergantung
pada lama dan tingkat paparan terhadap aflatoksin. Konsumsi aflatoksin dosis
tinggi dapat menyebabkan terjadinya aflatoksikosis akut yang dapat menimbulkan
manifestasi hepatoksisitas atau pada kasus-kasus berat dapat terjadi kematian akibat
fulminat liver failure. Manusia dapat terpapar oleh aflatoksin
dengan mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh toksin hasil dari
pertumbuhan jamur ini. Kadang paparan sulit dihindari karena pertumbuhan jamur
di dalam makanan sulit untuk dicegah. [1]
5
Di Indonesia, aflatoksin merupakan mikotoksin yang sering ditemukan pada
produk-produk pertanian dan hasil olahan. Selain itu, residu aflatoksin dan
metabolitnya juga ditemukan pada produk peternakan seperti susu, telur dan daging
ayam. Aflatoksin juga dapat dijumpai pada susu yang dihasilkan hewan
ternak yang memakan produk yang terinfestasi kapang tersebut. Obat juga dapat
mengandung aflatoksin bila terinfestasi kapang ini. Praktis semua produk pertanian
dapat mengandung aflatoksin meskipun biasanya masih pada kadar toleransi.
Daerah tropis merupakan tempat berkembang biak paling ideal. Toksin ini memiliki
paling tidak 13 varian, yang terpenting adalah B1, B2, G1, G2, M1, dan M2.
Aflatoksin B1 dihasilkan oleh kedua spesies, sementara G1 dan G2 hanya
dihasilkan oleh A. parasiticus. Aflatoksin M1, dan M2 ditemukan pada
susu sapi dan merupakan epoksida yang menjadi senyawa antara jenis
alfatoksin berdasarkan penampakan fluoresensinya pada lempeng kromatografi
lapis tipis di bawah sinar UV yang memberikan warna biru (blue) untuk B dan
warna hijau (green) untuk G. [6]
Aflatoksin B1, senyawa yang paling toksik,berpotensi merangsang kanker,
terutama kanker hati. Serangan toksin yang paling ringan adalah lecet (iritasi)
ringan akibat kematian jaringan (nekrosis). Pemaparan pada kadar tinggi dapat
menyebabkan sirosis, karsinoma pada hati, serta gangguan pencernaan, penyerapan
bahan makanan, dan metabolisme nutrien. Toksin ini di hati akan direaksi
menjadi epoksida yang sangat reaktif terhadap senyawa-senyawa di dalam sel.
Efek karsinogenik terjadi karena basa N guanin pada DNA akan diikat dan
mengganggu kerja gen. Pemanasan hingga 2500C tidak efektif menginaktifkan
senyawa ini. Akibatnya bahan pangan yang terkontaminasi biasanya tidak dapat
dikonsumsi lagi. Lewis. [7]
6
2.3 KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)
Kromatografi cair kinerja tinngi (KCKT) merupakan teknik pemisahan yang
dapat diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam
suatu sampel pada sejumlah bidang. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi
solut dalam fase gerak dan fase diam, Kalau ditinjau dari sitem peralatannya, KCKT
termasuk kromatografi kolom karena dipakai fase diam yang diisikan atau
terpacking di dalam kolom. Bila ditinjau dari proses pemisahannya, KCKT dapat
digolongkan sebagai kromatografi adsorpsi atau kromatografi partisi tergantung
pada butiran-butiran fase diam yang ada di dalam kolom sebagai fase padat atau
disalut dengan cairan. [8]
KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk
analisis kuantitatif ataupun kualitatif. KCKT paling sering digunakan untuk
menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti menentukan kadar senyawa
aktif obat, produk hasil samping proses sintesis atau produk-produk degradasi
dalam sediaan farmasi, memonitor sampel-sampel yang berasal dari lingkungan,
memurnikan senyawa dalam suatu campuran, memisahkan polimer dan
menentukan distribusi berat molekulnya dalam suatu campuran, kontrol kualitas
dan mengikuti jalannya reaksi sintesis. [9]
KCKT merupakan teknik pemisahan yang paling banyak digunakan karena
memiliki kelebihan dalam hal sensitivitas, selektivitas, sesuai untuk pemisahan
senyawa nonvolatile atau senyawa termolabil yang tidak bisa dianalisis dengan
kromatografi gas, dan penggunaan untuk analit yang luas seperti antibiotik,
senyawa metal-organik dan senyawa anorganik.selain itu kelebihan dari metode
KCKT diantaranya adalah risiko peruraian sampel yang lebih kecil dibandingkan
dengan metode Kromatografi Gas, mudah diotomatisasi, pemasukan sampel yang
tepat dan mudah dikendalikan menjamin presisi kuantitatif, dan keragaman kolom
serta detektor menunjukkan bahwa selektivitas metode tersebut dapat disesuaikan
dengan mudah. KCKT merupakan teknik kromatografi yang perkembangannya
tampak paling intensif beberapa tahun belakangan ini. [10]
7
2.3.1 Fasa Gerak pada KCKT
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat
bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya
elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase
diam dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih
polar dari pada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya
pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar dari pada fase gerak),
kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut. Elusi pada
KCKT ada 2 cara yaitu cara isokratik dan cara dan cara gradient. Cara isokratik,
komposisi fase gerak tetap selama elusi sementara untuk cara gradien komposisi
fase gerak berubah-ubah. Deret elutropik yang disusun berdasarkan polaritas
pelarut merupakan panduan yang berguna dalam KCKT. [8]
8
Gambar 1 Diagram Komponen KCKT
2.3.3.2 Injektor
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak
yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang
terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk
sampel (sampel loop) internal atau eksternal. Pada saat pengisian sampel, sampel
dialirkan melewati keluk sampel dan kelebihannya akan dikeluarkan ke pembuang.
Pada saat penyuntikan, katup di putar sehingga fase gerak melewati keluk sampel
dan aliran sampel ke dalam kolom. Presisi penyuntikan dengan keluk sampel ini
dapat mencapai nilai RSD 0,1%. Penyuntikan ini mudah digunakan untuk
otomatisasi dan sering digunakan untuk autosampler pada KCKT. [8]
9
2.3.3.3 Sistem Pompa
Pompa yang digunakan untuk KCKT harus inert terhadap fase gerak. Bahan
umum yang dipakaFFi untuk pompa adalah gelas, baja, tahan karat, Teflon dan batu
nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000
psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Tujuan
penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin
proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reproduksibel, konstan
dan bebas dari gangguan. [8]
Berdasarkan cara mencampur solven, pompa dapat dibagi menjadi sistem
pencampuran bertekanan tinggi dan sistem pencampuran bertekanan rendah. Pada
pencampuran bertekanan tinggi, pencampuran fase gerak dilakukan dengan
memakai pompa-pompa bertekanan tinggi dari masing-masing botol eluen yang
kemudian dielusikan ke dalam kolom. Sedangkan pada sistem pencampuran
bertekanan rendah, pencampuran solven dilakukan dengan pompa bertekanan
rendah, pencampuran solven dilakukan dengan pompa bertekanan rendah dari
masing-masing botol kemudian setelah bercampur, dielusikan oleh pompa
bertekanan tinggi. [10]
2.3.3.4 Kolom
Kolom adalah suatu kunci penting untuk kromatografi yang baik pada
KCKT. Silika (SiO2.xH2O) merupakan bahan pengisi kolom terpaking yang sering
digunakan. Kolom terdiri dari ikatan siloksan (Si-O-Si) dengan struktur tiga
dimensi yang kaku yang mengandung pori yang saling berhubungan. Ukuran pori
dan konsentrasi gugus sianol (Si-OH) dapat diatur pada proses produksi kolom.
Bahan yang sering digunakan sebagai fase diam adalah oktadesilsilika (ODS) yang
mengandung rantai C18. Kolom yang digunakan pada KCKT pada umumnya
memiliki panjang 5-25 cm dengan diameter bagian dalam sebesar 4,6 mm, ukuran
partikel 5 µm dan mengandung 40.000 sampai 70.000 plat/meter. [8]
10
2.3.3.5 Oven
Pada KCKT sistem terbalik ( reversed-phase), temperature kolom
menentukan waktu retensi dan mempengaruhi selektivitas. Temperature yang
digunakan dalam analisis berkisar antara 30-50 0C penggunaan suhu lebih dari 60
0
C berpengaruh pada stabilitas analit dan masa kerja kolom. [10]
2.3.3.6 Detektor
Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu : detektor
universal yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan
tidak bersifat selektif dan golongan detektor yang secara spesifik yang hanya akan
mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor
fluoresensi dan elektrokimia. [8]
11
BAB III TINJAUAN INSTANSI/PERUSAHAAN BALAI PENGUJIAN
MUTU SERTIFIKASI PAKAN BEKASI
12
3.2 Tugas dan Fungsi
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 59/Permentan/OT.140/ 5/ 2013
tanggal 24 Mei 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengujian Mutu dan
Sertifikasi Pakan, BPMPT berubah nomenklatur menjadi Balai Pengujian Mutu dan
Sertifikasi Pakan (BPMSP) Bekasi yang merupakan unit pelaksana teknis di bidang
peternakan dan kesehatan hewan yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan secara teknis
dibina oleh Direktur Pakan Ternak. Dalam melaksanakan Tugas dan Fungsi
tersebut Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Pakan (BPMSP) Bekasi
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
a. Menyusun program, rencana kerja, dan anggaran, pelaksanaan kerjasama,
serta penyiapan evaluasi dan pelaporan.
b. Melaksanakan penyiapan sampel mutu pakan.
c. Melaksanakan pengujian mutu dan keamanan pakan.
d. Menyiapkan perumusan hasil pengujian mutu dan keamanan pakan.
e. Melaksanakan sertifikasi hasil pengujian mutu dan keamanan pakan.
f. Melaksanakan sertifikasi mutu dan keamanan pakan.
g. Menyelenggarakan uji profisiensi pakan.
h. Melaksanakan fungsi laboratorium rujukan dan acuan.
i. Mengembangkan teknik dan metode pemeriksaan dan pengujian mutu dan
keamanan pakan.
j. Melaksanakan pemantauan dan survei mutu dan keamanan pakan.
k. Melaksanakan bimbingan teknis laboratorium pakan dan mutu pakan.
l. Melaksanakan pengujian mutu dan sertifikasi benih/ bibit pakan hijauan.
m. Melayani teknis kegiatan pemeriksaan dan pengujian mutu dan keamanan
pakan.
n. Menyebarkan informasi dan dokumentasi hasil pengujian mutu dan
keamanan pakan.
o. Melaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga BPMSP.
13
3.3 Struktur Organisasi
BPMSP dipimpin oleh seorang Kepala Balai yang dibantu oleh : Kepala
Subbagian Tata Usaha, Kepala Seksi Pelayanan Teknik, Kepala Seksi Penyiapan
Sampel, Kelompok Jabatan Fungsional Pengawas Mutu Pakan, fungsional umum,
tenaga honorer dan tenaga kontrak. Struktur Organisasi BPMSP Bekasi
berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 59/Permentan/OT.140/ 5/ 2013
tanggal 24 Mei 2013, tentang perubahan atas Keputusan Menteri Pertanian Nomor
45/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPMSP Bekasi,
adalah sebagai berikut (Gambar 2).
KEPALA BALAI
KASUBBAG
TATA USAHA
KELOMPOK
JABATAN FUNGSIONAL
3.4.2 Misi
Misi adalah suatu pernyataan tujuan yang hendak diekspresikan dalam produk
dan pelayanan yang dapat ditawarkan, dan nilai-nilai yang dapat diperoleh, aspirasi
14
serta cita-cita. Untuk mendukung pelayanan pengujian Balai Pengujian Mutu dan
Sertifikasi Pakan kepada masyarakat, maka rumusan misi adalah:
1. Merumuskan hasil pengujian dan sertifikasi mutu dan keamanan pakan serta
benih tanaman pakan ternak
2. Melakukan pemantauan, survei mutu dan keamanan pakan
3. Melakukan pengembangan teknik dan metode pengujian sesuai permintaan
pelanggan dan IPTEK
4. Menyelenggarakan uji profisiensi pakan dalam mewujudkan laboratorium
rujukan dan acuan
5. Meningkatkan jejaring kerja laboratorium pakan
6. Melaksanakan dan memelihara Sistem Manajemen Mutu
7. Meningkatkan kualitas pelayanan prima
15
NO. NAMA PANGKAT/ GOL JABATAN
5. Dr. drh. Agus Susanto, M.Si. Pembina / IV a Wastukan Ahli Madya
6. Nur Isnaini Penata Tingkat I/ III d Wastukan Penyelia
7. drh. Idha Muthi’ah Dwi Penata Tingkat I / III d Wastukan Muda
Wahyuni, M.Si
8. Egar Bogassara Penata / III c Wastukan Penyelia
9. Yone Armaji, S.Pt. Penata / III c Wastukan Muda
10. Nunik Hendrati, A.Md. Penata Tingkat I / III d Wastukan Penyelia
11. Hardi Penata Muda Tingkat Penata Usaha BMN
I/ III b
12. Haris Burhanudin Penata Muda Tingkat Pengadministrasi
I/ III b Pengujian
13. Slamet Rijadi, SE. Penata Muda Tingkat Bendahara Penerimaan
I/ III b
14. Mirsya Maisarah Hasibuan, Penata/ IIIc Wastukan Muda
S.Pt.
15. Suhayati, S.Pt. Penata/ IIIc Wastukan Muda
16. Lukmanul Hakim, S.Pt. Penata Muda Tingkat Wastukan Pertama
I/ III b
17. Anastasia Wida Ardia, S.Pt Penata / III c Wastukan Pertama
18. Achmad Chusaini, S.Sos Penata Muda/ III a Pengadministrasi dan
Penyaji Data
19. Opeh Yadi Penata Muda/ III a Pengadministrasi Umum
20. Suhendra Penata Muda/ III a Wastukann Pelaksana
Lanjutan
21. Mohamad Abdul Kholik Penata Muda Tk. I/ III Wastukan Pelaksana
b Lanjutan
22. Erna Yuliastuti Suwaningsih, Penata Muda/ III a Peny.Renc.Keg.dan
S.Sos Anggaran
23. Bondan Dwinarto, A.Md. Penata Muda/ III a Wastukan Pelaksana
Lanjutan
16
NO. NAMA PANGKAT/ GOL JABATAN
24. Wahyu Widayati, S.ST, S.Pt Penata Muda/ III a Wastukan Pelaksana
Lanjutan
25. Febi Tri W, A.Md. Penata Muda/ III a Wastukan Pelaksana
Lanjutan
26. Imbuh Budi W, A,Md. Penata Muda/ III a Wastukan Pelaksana
Lanjutan
27. Sriyadi, A.Md. Pengatur Tk. I/ II d Laboran
28. Rina Agustina, A.Md. Penata Muda/ III a Pengurus Barang
29. Purwati, A.Md. Pengatur Tk. I/ II d Bendahara Pengeluaran
30. Yudhi Harimurti, A.Md. Pengatur/ II c Pustakawan Pelaksana
31. Acep Setiawan Pengatur/ II c Operator Telekomunikasi
32. Alip Septiawan Pengatur/ II c Wastukan Pelaksana
Lanjutan
33. Sukmono Aji Pengatur/ II c Wastukan Pelaksana
Lanjutan
34. Ikhsan Amarudin Pengatur/ II c Wastukan Pelaksana
Lanjutan
35. Sunarwan Pengatur Muda Wastukan Pelaksana
Tingkat I/ II b
36. Mad Holil Pengatur Muda Komandan Regu Satpam
Tingkat I/ II b
37. Rakhmawati Effendi Pengatur Muda Penyiap Bahan
Tingkat I/ II b Kepegawaian
38. Iwan Sulaeman Pengatur Muda Agendaris
Tingkat I/ II b
39. Edeng Gartika Pengatur Muda Pengadministrasi
Tingkat I/ II b Keuangan
40. Jonih Pengatur Muda Teknisi Listrik, Telepon,
Tingkat I/ II b AC
41. Ratri Ratna Dewi, S.Pt. Penata Muda/ III a Wastukan Pertama
17
NO. NAMA PANGKAT/ GOL JABATAN
42. Agus Tri Nugroho Pengatur/ II c Wastukan Pelaksana
43. Indah Puspita Sari, S.Pt Penata Muda/ III a Calon Wastukan
44. Wandih Tenaga Kontrak Petugas Keamanan
45. Ananda Theresia, A.Md. Tenaga Kontrak Petugas Administrasi
46. Nurul Fatiyah, A.Md. Tenaga Kontrak Analis
47. Devi Haryanti Tenaga Kontrak Analis
48. Zen Resti Haryani Tenaga Kontrak Analis
49. Sata Tenaga Kontrak Petugas Kebersihan
50. Bandih Tenaga Kontrak Petugas Kebersihan
51. Buyung Harahap Tenaga Kontrak Pengemudi
52. Ricem Tenaga Kontrak Pramusaji
53. Trimanto Tenaga Kontrak Petugas Kebersihan
54. Ibrohim Tenaga Kontrak Petugas Keamanan
55. Agus Winarto Tenaga Kontrak Petugas Keamanan
56. Dede Iskandar Tenaga Kontrak Petugas Keamanan
57. Wahidin Tenaga Kontrak Petugas Keamanan
58. Supatma Tenaga Kontrak Petugas Keamanan
59. Tina Aprilia, A.Md Tenaga Kontrak Analis
60. Dimas Bagus Prabowo, S.Pd Tenaga Kontrak Customer Service / IT
61. Abdul Jaka Tenaga Kontrak Petugas Kemanan dan
Kebersihan
18
Tabel 2. Data Komposisi Pendidikan Pegawai Tahun 2016
No Nama Jenjan Universitas/ Sekolah Jurusan
. g
1. drh. Agus Susanto, M.Si. S3 Institut Pertanian Bogor Ilmu Ternak
2. drh. M. Syukron Amin, S2 Institut Pertanian Bogor Ilmu Ternak
M.Si.
3. drh. Idha Muthi’ah Dwi S2 Universitas Diponegoro Ilmu Ternak
Wahyuni, M.Si
4. Ir. Junaida S1 Institut Pertanian Bogor Produksi Ternak
5. Ratu Astrid A.K., S.Pt. S1 Institut Pertanian Bogor Sosek Peternakan
6. Dayat, S.Pt. S1 Universitas Diponegoro Nutrisi dan
Makanan
7. Lukmanul Hakim, S.Pt. S1 Universitas Padjajaran Produksi Ternak
8. Mirsya Maisarah H., S.Pt. S1 Institut Pertanian Bogor Sosek Peternakan
9. Yone Armaji, S.Pt. S1 Universitas Andalas Produksi Ternak
10. Slamet Rijadi, SE. S1 STIE Jayakarta Manajemen
11. Anastasia Wida Ardia, S.Pt S1 Institut Pertanian Bogor Sosek Peternakan
12. Suhayati, S.Pt. S1 Universitas Juanda Ilmu Ternak
13. Achmad Chusaini, S.Sos S1 UNISMA Bekasi Administrasi
Negara
14. Erna Yuliastuti S., S.Sos S1 UNISMA Bekasi Administrasi
Negara
15. Wahyu Widayati, S.Pt. S1 Institut Pertanian Bogor Produksi Ternak
16. Ratri Ratna Dewi, S.Pt S1 Universitas Gadjah Produksi Ternak
Mada
17. Egar Bogassara D3 Universitas Hasannudin Ekonomi
18. Nunik Hendrati, A.Md. D3 Universitas Setia Budi Analis Kimia
19. Sriyadi, A.Md. D3 Akademi Kimia Analisis Kimia Analisis
20. Rina Agustina, A.Md. D3 Politeknik Negeri Teknik
Medan Elektronika
19
No Nama Jenjan Universitas/ Sekolah Jurusan
. g
21. Purwati, A.Md. D3 Universitas Negeri Akuntansi
Malang
22. Yudhi Harimurti, A.Md. D3 Universitas Gadjah Manajemen
Mada Informasi &
Perpustakaan
23. Imbuh Budi W, A,Md. D3 Universitas Jenderal Produksi Ternak
Soedirman
24. Febi Tri W, A.Md. D3 Universitas Andalas Budidaya
Tanaman
25. Agus Tri Nugroho, A.Md. D3 Institut Pertanian Bogor Agribisnis
Peternakan
26. Bondan Dwinarto, A.Md. D3 Institut Pertanian Bogor Teknisi
Peternakan
27. Dadang Iskandar SLTA STM Negeri Bogor Mesin Umum
28. Nur Isnaini SLTA SMK Analis Kimia Analis Kimia
29. Haris Burhanudin SLTA SNAKMA Peternakan
30. Hardi SLTA STM Boyolali Bangunan
31. Opeh Yadi SLTA SMA Paket C IPS
32. Suhendra SLTA SMA IPS
33. Mohamad Abdul Kholik SLTA SNAKMA Peternakan
34. Acep Setiawan SLTA SMA Paket C IPS
35. Rakhmawati Effendi SLTA SMAN 2 Bekasi IPS
36. Iwan Sulaeman SLTA MA Darul Muta’allimin IPS
37. Jonih SLTA SMA Paket C IPS
38. Edeng Gartika SLTA SMAN Jonggol IPS
39. Ikhsan Amarudin SLTA SPP Bojonegoro Peternakan
40. Alip Septiawan SLTA SPP Probayo Buana Peternakan
Karya
41. Sukmono Aji SLTA SMKN Kalibagor Peternakan
20
No Nama Jenjan Universitas/ Sekolah Jurusan
. g
42. Sunarwan SLTA SMKN 1 Mojosongo Peternakan
43. Mad Holil SLTP SMP PGRI Setu -
44. Indah Puspita Sari, S.Pt S1 Universitas Brawijaya Nutrisi Ternak
Rincian pekerjaan Seksi Penyiapan Sampel sesuai tugas dan fungsinya adalah
sebagai berikut :
Melakukan penerimaan, pencacatan, pengkodean, penggilingan,
homogenisasi, pengemasan, pendistribusian, penyimpanan dan pemusnahan
sampel sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
Melakukan pemeriksaan persyaratan kelengkapan proses sertifikasi mutu
pakan dalam rangka pendaftaran pakan sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Menyusun kebutuhan, pemeliharaan dan pemusnahan sarana dan prasarana
Seksi Penyiapan Sampel.
21
Membuat laporan hasil pengujian dan sertifikat mutu pakan dilengkapi dengan
pencantuman standar yang berlaku Standar Nasional Indonesia (SNI) atau
Persyaratan Teknis Minimal (PTM).
Melakukan kegiatan survei dan monitoring bahan pakan/ pakan/ hijauan ke
daerah dalam rangka pengawasan mutu pakan.
Melakukan evaluasi kegiatan Seksi Penyiapan Sampel melalui laporan
bulanan, triwulan dan tahunan.
22
BAB IV STUDI KHUSUS KERJA PRAKTIK
4.3 Prosedur
4.3.1 Analisis Kadar Aflatoksin dengan Metode KCKT
Analisis kadar aflatoksin dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan
metode KCKT. Analisa dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu preparasi sampel dan
pembuatan larutan methanol 80%, pembuatan larutan fasa gerak, pembuatan
ekstrak sampel dan pengujian dengan KCKT (penginjeksian sampel ke dalam
sistem kromatografi
23
ayakan/saringan ukuran 20 mesh. Sampel yang telah diayak ditimbang sebanyak ±
50 gram ke dalam erlenmeyer 250 mL. Setelah itu disiapkan methanol 80% dengan
cara mengencerkan methanol absolut dengan aquadest dengan perbandingan 8:2.
24
panjang gelombang emisi 450 nm. Kolom yang digunakan C18 dengan panjang 50
mm, diameter 2,1 mm dan ukuran partikel 1,7µm
4.3.6 Perhitungan
4.3.6.1 Sampel 314.1369
10 10
Berat ekuivalen = (w×(100)×(50))
10 10
= (50×(100)×(50))
= 10000
𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 ng x ng standar
11,2820
𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐺2 = ng x 6
2,0891
= 32.4
19,2870
𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐵2 = ng x 6
5,4887
= 21.1
𝑛𝑔
Aflatoksin dalam sampel = 𝑔
32,4010
Aflatoksin dalam sampel G2 = = 0.0324
1000
19,2870
Aflatoksin dalam sampel B2 = = 0.0211
1000
= 10000
𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 ng x ng standar
332.0
𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐺2 = 2,0891 ng x 6
= 0,4
𝑛𝑔
Aflatoksin dalam sampel = 𝑔
25
0.4
Aflatoksin dalam sampel = 1000=0.0004
= 10000
𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 ng x ng standar
4.9800
𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐵1 = 2.0445 ng x 20
= 6.7
6.1690
𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐵2 = 5,4887 ng x 6
= 48.7
𝑛𝑔
Aflatoksin dalam sampel = 𝑔
6.7
Aflatoksin dalam sampel B1 = 1000 = 0.0067
48.7
Aflatoksin dalam sampel B2 = 1000 = 0.0487
26
27
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Analisis Kadar Aflatoksin dengan Metode KCKT di Balai Pengujian
Mutu dan Sertifikasi Pakan
Kadar aflatoksin dapat dianalisa secara kuantitatif dengan menggunakan
metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Kadar aflatoksin yang
dianalisis dengan metode KCKT yaitu aflatoksin B1, B2, G1, dan G2. Sampel yang
diuji adalah biji jagung yang berasal dari Bekasi.
28
Analisis kadar aflatoksin dengan metode KCKT dilakukan setelah lama
penyimpanan, karena diduga lama penyimpanan, meningkatkan kadar aflatoksin.
Kadar aflatoksin diperoleh dengan membandingkan antara waktu retensi standar
dan waktu retensi sampel. Dari luas area sampel, dapat dihitung kadar aflatoksin
dalam sampel.
Berikut ini merupakan baku pembanding standar aflatoksin 52 ppb G2, G1, B2
dan B1 dapat dilihat pada tabel 3. Sedangkan untuk hasil pengamatan keseluruhan
analisis kandungan aflatoksin yang dilakukan di Balai Pengujian Mutu Dan
Sertifikasi Pakan Bekasi dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 3 Hasil Pembanding 52 ppb Standar Aflatoxin G2, G1, B2, B1.
Komponen Area ng
G2 2,089,192.0 6
G1 402,677.0 20
B2 5,488,730,0 6
B1 2,044,507.0 20
Total 10,025,106.00
29
Gambar 5 Kromatogram Sampel Jagung 314.1369
30
Tabel 5 Hasil Sampel Jagung 314.1370
Komponen Area ng
G2 nd nd
G1 nd nd
B2 332.0 0.0004
B1 nd nd
Total 332.0 0.0004
31
Tabel 7 Hasil Keseluruhan Analisis Sampel 314.1369, 314.1370 dan 314.1371
Kode Berat Berat ng Aflatoksin dlm
Komp
Sampel Sampel Equivalen Sampel Sampel
G2 0.0324 0.03
G1 Nd Nd
314. 1369 50.0000 1.0000
B2 0.0211 0.02
B1 Nd Nd
Total Aflatoksin 0.05
G2 Nd Nd
G1 nd6 Nd
314.1370 50.0000 1.0000
B2 0.0004 Nd
B1 nd Nd
Total Aflatoksin nd
G2 Nd nd
G1 nd nd
314.1371 50.0000 1.0000
B2 0.0067 0.01
B1 0.0487 nd
Total Aflatoksin 0.01
32
Kadar aflatoksin yang tinggi pada bahan baku pakan maupun pakan ternak
dapat meninggalkan residu toksin pada produk ternak daging, telur, hati, susu yang
dapat membahayakan manusia yang mengkonsumsi produk-produk ternak tersebut
juga menyebabkan gangguan keracunan bagi ternak yang mengkonsumsi bahan
baku pakan maupun pakan ternak yang terkontaminasi aflatoksin sehingga
menurunnya produktivitas hewan ternak.
Hasil analisis dan pengukuran kandungan aflatoksin dalam sampel pakan
dengan kurva baku menunjukkan hasil seperti dalam tabel 6. Proses ekstraksi dan
clean-up sangat penting untuk mendapatkan hasil analisis pengukuran yang tepat.
Dalam analisis KCKT sampel diekstraksi untuk memperoleh analit yang diinginkan
yang bebas dari senyawa atau bahan pengotor (impurities). Pengukuran residu
aflatoksin dalam pakan dapat dilakukan secara KCKT dengan ekstraksi sesuai
metode AOAC (Association of official analytical chemistry) dengan kloroform,
hexane,benzene dan beberapa senyawa lain namun memerlukan biaya yang mahal.
Dalam sistem kolom imonoafinitas (IAC) dapat diperoleh analit yang secara
kuantitas lebih banyak karena adanya ikatan antibodi dengan aflatoksin, proses
ekstraksi yang dilakukan dalam analisis ini lebih sederhana, menggunakan sedikit
bahan kimia (NaCl, aquabides dan methanol) dan tidak memakan waktu lama
sehingga lebih efisien dan tidak memakan biaya mahal.
Pemisahan senyawa aflatoksin dalam sampel dilakukan dengan kolom C18
dengan diameter 2,1 µm panjang 50 mm. langkah pemurnian aflatoksin
menggunakan imunoafinitas (aflatest) ternyata menunjukan hasil positif dan lebih
sensitive sehingga disarankan dilakukan dalam ekstraksi sampel pakan yang diduga
menggandung aflatoksin akan tetapi beberapa prosedur dalam sistem IAC memiliki
kelemahan karena selama ekstaksi sampel banyak mengandung pelarut organik
seperti methanol, asetonitril atau aseton, yang memiliki toleransi rendah terhadap
ikatan antibody dalam sistem, sehingga memperkecil rekoveri aflatoksin dan
memerlukann pembilasan. Pelarut yang digunakan dalam penelitian untuk ekstaksi
adalah methanol karena memiliki sifat toleransi lebih baik dibandingkan asetonitril
juga dilakukan pembilasan dengan aquabides beberapa kali untuk memperkecil
konsentrasi methanol. Pembilasan dilakukan untuk menghilangkan ikatan pelarut
pada antibodi sehingga diperoleh gambaran kualitatif aflatoksin yang lebih baik.
33
Aflatoksin yang terdeteksi lebih dini dalam pakan berguna untuk control pakan
dalam manajemen kesehatan.
Metode analisis aflatoksin banyak menggunakan KCKT dengan detector
fluorescence, karena dinilai lebih sensitive, dengan kolom yang beresolusi tinggi
dan pengerjaan yang otomatis. Analisis KCKT banyak digunakan karena memiliki
nilai kuantifikasi lebih baik dan operasional yang mudah. Metode KCKT memiliki
beberapa keuntungan yaitu dapat mendeteksi Aflatoksin B1, B2, G1, dan G2
sekaligus, dengan adanya kalibrasi serta pembacaan standar aflatoksin. Namun
demikian, walaupun memiliki keakuratan, metode ini mempunyai kelemahan,
selain harga instrumen yang mahal, diperlukan juga pelaksana analisa yang terlatih
untuk pengerjaannya. Tahap analisis juga cukup banyak mulai dari ekstraksi,
pemurnian, pemisahan, dan memerlukan jenis pereaksi yang cukup banyak
sehingga biaya analisis yang dibutuhkan menjadi mahal.
34
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis yang dilakukan pada kerja praktek ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
1. Berdasarkan hasil pengamatan analisis aflatoksin pada jagung Sampel 314.1369,
314.1370, 314.1371 mengandung aflatoksin kurang dari standar SNI ( > 50 ppb).
Batas maksimal aflatoksin pada pakan, pakan konsentrat dan bahan baku pakan
termasuk jagung sudah di tetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan
dan sudah di implementasikan
2. Dalam proses analisis aflatoksin pada jagung yang dilakukan di Balai Pengujian
Mutu dan Sertifikasi Pakan Bekasi dilakukan dengan metode AOAC yaitu
menggunakan hplc.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil studi khusus kerja praktik yang telah dilakukan, penulis
memberikan saran atau merekomendasikan agar Terjalin kerja sama antara Balai
Pengujian Mutu dan Sertifikasi Pakan dengan sekolah atau Universitas agar dapat
memberikan suatu wawasan mengenai pentingnya analisis aflatoksin pada pakan
khususnya pakan jagung secara langsung.
35
DAFTAR PUSTAKA
36