Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS PERFORMA PRODUKSI DAN PENDAPATAN

PETERNAK AYAM BROILER DENGAN SISTEM


PEMELIHARAAN CLOSED HOUSE POLA KEMITRAAN
(Studi Kasus di Peternakan Plasma Sri Budi Ratini, Desa Candikusuma,
Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana)

PRAWIRA I G. I. K., I G. MAHARDIKA DAN I W. SUKANATA


Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana,
Jl. P. B. Sudirman Denpasar, Bali
HP: 081916229765, E-mail: indra_karang94@yahoo.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa produksi dan pendapatan
peternak ayam broiler dengan sistem pemeliharaan kandang closed house pada
pola kemitraan. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah performa
produksi ayam broiler yang meliputi; bobot badan, pertambahan bobot badan,
konsumsi pakan, FCR, deplesi, dan indeks performa, serta aspek ekonomi yang
meliputi: biaya investasi, biaya produksi, penerimaan usaha, pendapatan usaha,
R/C ratio dan BEP usaha. Data hasil penelitian dianalisis dengan metode analisis
deskriptif dan analisis kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata – rata
umur panen ayam broiler yaitu 34 hari, rataan bobot panen 1,908 kg/ekor, rataan
pertambahan bobot badan 1,869 kg/ekor, rataan konsumsi pakan 3,002 kg/ekor,
rataan nilai FCR sebesar 1,598, rataan tingkat deplesi sebesar 4,67%, dan rataan
indeks performa ayam broiler yaitu 334,77. Rata-rata pendapatan peternak sebesar
Rp 20.391.337/periode atau Rp 1.020,74/kg bobot hidup dengan nilai R/C ratio
usaha yaitu 1,06. BEP produksi pemeliharaan ayam broiler dengan sistem
pemeliharaan closed house pola kemitraan kapasitas 11.000 ekor berada pada
jumlah pemeliharaan sebanyak 6.771 kg ayam hidup. BEP harga jual usaha
pemeliharaan ayam broiler yaitu Rp 15.783/kg bobot hidup. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa performa produksi ayam broiler yang dipelihara dengan
sistem closed house pada pola kemitraan menunjukkan performa produksi yang
baik dan layak untuk diusahakan.
Kata Kunci: Performa Produksi, Pendapatan Usaha, Closed House, Kemitraan,
Ayam Broiler
ANALYSIS OF PRODUCTION PERFORMANCE AND INCOME OF
BROILER FARMERS BY THE SYSTEM OF CLOSED HOUSE
MAINTENANCE ON PARTNERSHIP MODEL (Case Study Plasma Sri
Budi Ratini in Candikusuma Village, Melaya District, Jembrana Regency)

PRAWIRA I G. I. K., I G. MAHARDIKA DAN I W. SUKANATA


Faculty of Animal Husbandry, Udayana University,
Jl. P. B. Sudirman Denpasar, Bali
HP: 081916229765, E-mail: indra_karang94@yahoo.com

ABSTRACT

This research aims to analysis the productivity and income of broilers


breeder with the closed house system on the partnership models. Variables
observe are: body weight, increase body weight, feed consumption, feed
conversion ratio (FCR), depletion, index performance and economic aspects. The
presented research data were analyzed by descriptive analysis and quantitative
analysis methods. The results showed that the average age of harvest broilers is 34
days, the average final weight is 1,908 kg/tail, the average increased weight is
1,869 kg/tail, the average of feed consumption amounting to 3,002 kg/tail, the
average FCR values is 1,598, the average rate of depletion is 4,67%, and the
average rate of broilers index performance is 334,77. The average rate of broilers
breeder income reached out to Rp 20.391.337 each periods or Rp 1.020,74/kg of
livestock weight with the value R/C ratio is 1,06. BEP of the maintenance
production of broilers with closed house system partnership model with capacity
of 11.000 tails is on the amount of maintenance as much as 6.771 kg livestock
weight. BEP for selling price is equal to Rp 15.783/kg livestock weight. The
results showed that the performance of broilers production in closed house system
on the partnership model showed good production performance and feasible to be
ventured.

Key Words: Production Performance, Revenues, Closed House, Partnership,


Broilers

PENDAHULUAN
Ayam broiler merupakan salah satu ras ternak unggas yang cukup populer
dan banyak dipelihara oleh peternak di Bali sebagai penghasil daging karena
memiliki beberapa keunggulan, seperti laju pertumbuhan yang cepat dan
kemampuan mengkonversi ransum yang efisien dibanding ayam ras lainnya.
Teknologi pemeliharaan ayam broiler kini semakin berkembang, salah satunya
yaitu penggunaan teknologi kandang dengan sistem closed house pada
pemeliharaan ayam broiler. Secara garis besar, performa produksi ayam broiler
dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan, dengan diciptakannya
lingkungan yang nyaman melalui teknologi closed house, maka diharapkan ayam
broiler mampu tumbuh optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Dalam
menjalankan usahanya, peternak ayam broiler selain fokus on farm, peternak juga
memperhatikan keuntungan, pemasaran, dan resiko usaha. Untuk mengurangi
resiko merugi akibat tingginya biaya investasi dan biaya produksi serta harga jual
ayam yang tidak menentu, peternak mulai mengusahakan bisnis ayam broiler
dengan model kemitraan dengan sistem bagi hasil sesuai kontrak. Pendapatan
peternak ayam broiler pada model kemitraan dipengaruhi oleh performa produksi
ayam broiler yang dipelihara, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai performa produksi, pendapatan usaha, R/C ratio dan nilai
BEP (Break Even Point) pemeliharaan ayam broiler yang dipelihara dengan
sistem closed house pada model kemitraan.

MATERI DAN METODE


A) Materi
Ayam
Penelitian ini menggunakan 11.000 ekor ayam broiler yang dipelihara dalam
kandang closed house, strain Lohman MB 202 produksi PT Japfa Comfeed.
Ayam dipelihara dari umur 1 hari hingga siap panen.
Kandang
Kandang penelitian ini menggunakan sistem closed house yang terdiri dari
dua tingkat, dengan ukuran kandang 8 x 60 meter. Lantai dasar kandang dibuat
dengan bahan semen dan pada tingkat pertama menggunakan slat kayu dan diberi
terpal pada bagian permukaannya. Pada lantai dasar dan tingkat pertama
digunakan sekam sebagai alas. Dinding kandang terbuat dari terpal. Atap kandang
terbuat dari bahan asbes dan plafon kandang terbuat dari bahan terpal.
Ransum dan Air Minum
Ransum yang diberikan yaitu ransum komersial, produksi PT Japfa
Comfeed. Terdapat tiga jenis ransum yang diberikan yaitu ransum pre-starter SB-
10 (umur 1-7 hari), ransum fase starter SB-11 (umur 8-19 hari), dan ransum fase
finisher SB-12 (umur 20 hari hingga panen). Kandungan nutrisi yang terkandung
dalam ransum dapat dilihat pada Tabel 1. Air minum selama penelitian ini yaitu
diberikan air yang berasal dari sumur bor yang sebelumnya telah diklorinasi,
kemudian dialirkan ke dalam kandang secara otomatis.
Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum ayam broiler
SB -10 SB -11 SB -12
Kandungan 21 hari-panen
1-14 hari 14-21 hari
Air Maksimal 12 % Maksimal 12 % Maksimal 12 %
Protein kasar Minimal 22,5 % Minimal 21 % Minimal 19 %
Lemak kasar 3-7 % 3-7 % 3-8 %
Serat kasar Maksimal 5 % Maksimal 5 % Maksimal 5 %
Abu Maksimal 7 % Maksimal 7 % Maksimal 7 %
Kalsium 0,9-1,1 % 0,9-1,1 % 0,9-1,1 %
Phosphor 0,6-0,9 % 0,6-0,9 % 0,6-0,9 %
Coccidiostat + + +
Antibiotika + + +
Sumber: PT Japfa Comfeed (2016)

B) Metode
Pemberian Ransum dan Air Minum
Ransum pre-starter yang diberikan dalam bentuk crumble, serta ransum
starter dan finisher dengan bentuk pellet. Pemberian ransum dilakukan 1 kali
sehari pada pagi hari pukul 07.00 WITA. Ransum dan air minum diberikan tak
terbatas (ad. libitum). Pemberian air minum menggunakan sistem otomatis.
Obat - Obatan dan Vaksin
Pemberian obat - obatan selama periode pemeliharaan berupa air gula saat
proses chick in, pemberian moxycolgrin hc yang mengandung amoxyllin trihidrat
dan colistin sulfat dengan cara dilarutkan pada air minum pada umur 1 dan 2 hari.
DOC yang dikirim oleh perusahaan mitra sudah dalam kondisi divaksin IBD,
transimune, dan RD.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu temperatur udara kandang,
performa produksi ayam broiler yang meliputi: bobot badan, pertambahan bobot
badan, konsumsi ransum, Feed Conversion Ratio (FCR), deplesi dan Indeks
Performa (IP), serta dari aspek ekonomi yang meliputi: biaya investasi, biaya
produksi, penerimaan usaha, pendapatan usaha, dan Break Even Point (BEP).
Performa Produksi Ayam Broiler
Hasil pengamatan peubah performa produksi ayam broiler (bobot badan,
pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, FCR, deplesi, dan IP) akan
dibandingkan dengan standar performa produksi ayam broiler perusahaan mitra
Aspek performa produksi pada penelitian ini dihitung dengan metode:
1) Bobot badan penelitian dihitung berdasarkan penimbangan yang dilakukan
saat proses chick in (bobot awal) dan dilakukan penimbangan saat proses
panen (bobot akhir).
2) Pertambahan bobot badan ayam selama penelitian dihitung dari selisih bobot
badan akhir dengan bobot badan awal.
3) Konsumsi ransum selama penelitian dihitung dari jumlah ransum yang
dikonsumsi mulai dari proses chick in hingga panen.
4) Nilai FCR dihitung berdasarkan perbandingan jumlah total ransum yang
dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan selama penelitian.
5) Deplesi adalah tingkat kematian dan afkir (culling) selama masa
pemeliharaan. Tingkat deplesi dihitung dengan rumus:

6) Nilai indeks performa pemeliharaan ayam broiler dihitung dengan rumus


(Fadilah et al., 2007):

Temperatur Udara Kandang


Temperatur udara selama penelitian diukur setiap hari dengan alat ukur
termometer digital yang dipasang di dalam dan di luar kandang, untuk mengukur
suhu tertinggi dan terendah dalam 24 jam.
Aspek Ekonomi
Peubah aspek ekonomi pada penelitian ini yaitu biaya investasi, total biaya
produksi, total penerimaan, pendapatan usaha, R/C ratio dan BEP usaha dihitung
dengan metode:
1) Biaya investasi penelitian dihitung dari total biaya pembuatan kandang dan
pembelian peralatan kandang.
2) Total biaya produksi dihitung dengan rumus:
TC = TFC + TVC
Keterangan:
TC: Total Cost atau total biaya (Rp)
TFC: Total Fixed Cost atau total biaya tetap (Rp)
TVC: Total Variable Cost atau total biaya variabel (Rp)

3) Total penerimaan dihitung sebagai berikut:


TR = Q x P
Keterangan:
TR: Total Revenue atau total penerimaan
Q: Quantity atau jumlah produksi
P: Price atau harga jual
4) Menurut Soekartawi (2006) pendapatan usaha dapat dihitung dengan mencari
selisih antara total penerimaan dengan biaya produksi, secara matematis
dituliskan sebagai berikut:
PU = TR – TC
Keterangan:
PU: Pendapatan
TR: Total revenue atau total penerimaan
TC: Total cost atau total biaya produksi
5) Nilai R/C ratio dihitung dengan rumus sebagai berikut (Darsono, 2008):
R/C ratio = Total penerimaan (TR) / Total biaya produksi (TC)
Kriteria uji kelayakan usaha:
Jika R/C ratio > 1, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan.
Jika R/C ratio < 1, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan.
Jika R/C ratio = 1, maka usaha tersebut berada pada titik impas.
6) Rumus yang digunakan untuk menghitung BEP adalah sebagai berikut:

(a) Break Even Point dalam unit

Keterangan:

Qa BEP : Break Even Point produksi ayam (kg)


TFC : Fixed Cost atau biaya tetap (Rp)
VC : Variable Cost atau biaya variabel/unit (Rp/kg)
Pk : harga jual kotoran
Pr : harga jual karung
Qk : jumlah produksi kotoran
Qrq : jumlah karung
B : bonus

(b) Break Even Point harga tiap unit

Keterangan:

Pa BEP : Break Even Point harga ayam (Rp/kg)


TC : Total Cost atau total biaya (Rp)
Pk : harga kotoran
Pr : harga karung
Qk : jumlah produksi kotoran
Qr : jumlah produksi karung
Qa : jumlah produksi ayam (kg)
B : bonus

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di peternakan milik Ni Putu Sri Budiratini, Desa
Candikusuma, Kabupaten Jembrana, Bali, yang merupakan peternak plasma dari
PT. Ciomas Adisatwa. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu bulan
Desember 2016 – Februari 2017.

Pengumpulan dan Analisis Data


Penelitian ini dilaksanakan dengan metode studi kasus. Pengumpulan data
dengan menggunakan kuesioner, wawancara dan observasi di lapangan. Data
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data selama satu tahun pemeliharaan
yang terdiri dari 7 periode pemeliharaan (Februari 2016 – Februari 2017). Data
yang didapat dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Temperatur
Hasil penelitian pengukuran temperatur di dalam dan di luar kandang
selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengukuran temperatur di dalam dan di luar kandang tiap minggu
Temperatur(oC)
Umur Dalam Kandang Luar Kandang
Standard
Maksimum Minimum Maksimum Minimum
1 - 2 hari 33 1) 33,5 32,8 33,1 23,7
3 - 4 hari 32 1) 32,5 32 34,3 24,5
5 - 7 hari 30 1) 31,3 30 34,5 27
2 minggu 29 2) 30,3 28,9 33,4 26,8
3 minggu 27 2) 29,3 28,4 31,5 25
4 minggu 24 2) 28,3 28,1 35 24,7
5 minggu 20 2) 28,1 28 35,6 24,1
Keterangan:
1)
Berdasarkan PT Ciomas Adisatwa (2016)
2)
Berdasarkan Lohmann Management Guide (2014)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa temperatur di dalam kandang selama


penelitian pada umur 1 hari hingga umur 2 minggu sesuai dengan standar yang
ditetapkan, sedangkan pada umur 3-5 minggu temperatur pemeliharaan ayam
broiler selama penelitian berada di atas standar yang ditetapkan. Tingginya suhu
di dalam pemeliharaan ayam broiler dapat menyebabkan ayam broiler mengalami
cekaman panas dan berpengaruh negatif terhadap performa produksi ayam broiler
diantaranya yaitu meningkatnya konsumsi air minum, dan tingginya nilai FCR.
Menurut Suarjaya dan Nuriyasa (1995), konsumsi pakan dapat dipengaruhi oleh
tinggi atau rendahnya suhu udara pada suatu lingkungan. Semakin tinggi suhu
udara lingkungan maka jumlah pakan yang dikonsumsi akan berkurang. Menurut
Rasyaf (2011), ayam broiler akan tumbuh optimal pada suhu lingkungan 19-210C.
Bell dan Weaver (2002) menambahkan, suhu udara nyaman bagi pertumbuhan
ayam broiler adalah 18-23oC.

Performa Produksi
Hasil penelitian performa produksi ayam broiler yang dipelihara dengan
sistem closed house pada model kemitraan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Performa produksi pemeliharaan ayam broiler dengan sistem closed
house pada pola kemitraan tahun 2016
Umur BB Konsumsi
PBB Deplesi
Periode panen akhir/ekor Ransum FCR IP
(kg/ekor) (%)
(hari) (kg/ekor) (kg/ekor)
1 32 1,90 1,858 2,959 1,590 5,68 352,21
2 29 1,52 1,478 2,203 1,487 3,08 341,62
3 30 1,73 1,688 2,593 1,533 1,45 370,73
4 34 1,99 1,948 3,042 1,559 3,62 361,85
5 38 2,22 2,178 3,776 1,731 4,19 323,35
6 36 2,16 2,118 3,536 1,667 5,88 338,76
7 35 1,83 2,213 2,907 1,617 8,81 295,49
Rata-rata 34 1,908 1,869 3,002 1,598 4,67 334,77
Standar1) 34 2,248 2,206 3,499 1,59 5,00 -
Keterangan:
1)
Berdasarkan PT. Ciomas Adisatwa (2016)
BB = Bobot badan, PBB = Pertambahan bobot badan.
FCR = Feed conversion ratio, IP = Indeks performa.

Berdasarkan hasil penelitian, ayam broiler dengan sistem pemeliharan


closed house pada model kemitraan dipanen pada umur 29 - 38 hari dengan rataan
umur panen 34 hari (Tabel 3.). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam broiler
dipanen pada umur optimal yaitu kurang dari 7 minggu dimana pada umur ini
ayam broiler mencapai pertumbuhan optimum. Hal ini sejalan dengan North dan
Bell (1990) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ayam pedaging paling pesat
terjadi diumur 3 - 7 minggu dan setelah 7 minggu pertumbuhan akan menurun.
Curtis (1993) menambahkan, pada umur diatas 7 minggu ayam lebih mudah
terserang penyakit, seperti ND, koksidosis, CRD, dan kepincangan.

Bobot badan
Hasil penelitian menunjukkan bobot badan akhir ayam broiler berkisar
antara 1,52 - 2,22 kg/ekor dengan rataan bobot badan akhir pada umur 34 hari
yaitu 1,908 kg/ekor (Tabel 3.) dan bobot badan akhir hasil penelitian lebih rendah
dibandingkan dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan inti. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu bobot bibit dan faktor
lingkungan. Rendahnya bobot bibit yang diterima, ditunjukkan dengan rata-rata
bobot bibit hasil penelitian yaitu 38,75 gr/ekor, lebih rendah dari standar bobot
bibit yang ditetapkan oleh perusahaan inti yaitu 42 gr/ekor. Rendahnya bobot
bibit berpengaruh terhadap rendahnya konsumsi ransum untuk memenuhi
kebutuhan ayam akan nutrisi, sehingga berpengaruh pada rendahnya bobot badan
akhir ayam broiler. Hal ini sejalan dengan Rasyaf (2011) yang menyatakan
bahwa tinggi rendahnya bobot awal ayam akan sangat mempengaruhi bobot akhir
yang dihasilkan. Tingginya temperatur kandang selama penelitian berpengaruh
terhadap bobot akhir yang dihasilkan karena pada temperatur yang tinggi, ayam
akan cenderung meningkatkan konsumsi air minum sehingga konsumsi pakan
berkurang. Hal ini sesuai dengan Rasyaf (2011), apabila suhu tinggi unggas akan
mengkonsumsi air lebih banyak dan mengakibatkan nafsu makan menurun.

Pertambahan Bobot Badan


Hasil penelitian menunjukkan pertambahan bobot badan ayam broiler
berkisar antara 1,478 - 2,213 kg/ekor dengan rata-rata pertambahan bobot badan
pada umur 34 hari sebesar 1,869 kg/ekor (Tabel 3.) dan hasil ini lebih rendah dari
standar yang ditetapkan oleh perusahaan inti. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya yaitu faktor bibit dan faktor lingkungan. Rendahnya bobot
bibit berpengaruh pada rendahnya bobot badan akhir sehingga angka
pertambahan bobot badan yang dihasilkan juga rendah. Kurang optimalnya
lingkungan pemeliharaan ayam broiler berpengaruh terhadap pertambahan bobot
badan yang dihasilkan, karena pada lingkungan yang panas ayam cenderung
meningkatkan konsumsi air minum, sehingga nafsu makan ayam berkurang.

Konsumsi Ransum
Hasil penelitian menunjukkan konsumsi ransum ayam broiler yaitu 2,203-
3,776 kg/ekor dengan rata-rata tingkat konsumsi ransum pada umur 34 hari
sebesar 3,002 kg/ekor (Tabel 3.) dan lebih rendah dari standar yang ditetapkan
oleh perusahaan inti, dimana pada umur 34 hari tingkat konsumsi ransum ayam
broiler mencapai 3,499 kg/ekor. Faktor - faktor yang berpengaruh terhadap
konsumsi ransum selama penelitian diantaranya adalah bobot bibit dan faktor
lingkungan. Rendahnya bobot bibit di awal pemeliharaan berpengaruh terhadap
rendahnya ransum yang dikonsumsi, karena semakin rendah bobot badan ayam
maka kebutuhan energi dan daya tampung saluran pencernaannya akan semakin
kecil yang berpengaruh terhadap rendahnya konsumsi ransum. Menurut Kusnadi
et al. (2006), ayam akan mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan
energinya, sehingga perlu diperhatikan rasio energi dan protein dalam ransum.
Selain energi, salah satu faktor pembatas tingkat konsumsi ransum ayam adalah
kapasitas tampung dari tembolok, karena apabila tembolok penuh ayam akan
berhenti mengkonsumsi ransum, meskipun asupan energi belum terpenuhi.

Feed Conversion Ratio (FCR)


Hasil penelitian menunjukkan nilai FCR ayam broiler berkisar antara
1,487 - 1,731 dengan rata-rata nilai FCR pada umur 34 hari sebesar 1,598 (Tabel
3.) dan FCR hasil penelitian sesuai dengan standar perusahaan inti yang
menetapkan nilai FCR pemeliharaan ayam broiler pada umur 34 hari sebesar
1,59. Hasil penelitian menunjukkan umur panen ayam broiler berpengaruh
terhadap nilai FCR yang dihasilkan. Tingginya umur panen menyebabkan nilai
FCR akan semakin tinggi pula, yang berakibat pada rendahnya efisiensi pakan
yang dihasilkan. Hal ini sejalan dengan Lesson (2000), semakin dewasa ayam
maka nilai FCR akan semakin besar, ini disebabkan karena ayam mengkonsumsi
lebih banyak ransum untuk mempertahankan ukuran dan bobot tubuhnya,
sehingga ransum yang dikonsumsi menjadi kurang efisien.

Deplesi
Hasil penelitian menunjukkan tingkat deplesi ayam broiler berkisar antara
1,45 - 8,81% dengan tingkat deplesi rata-rata sebesar 4,67% (Tabel 3) dan berada
di bawah standar yang ditetapkan oleh perusahaan inti yaitu sebesar 5% tiap
periode. Tingkat deplesi tertinggi hasil penelitian mencapai 8,81%, hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu kelembaban udara dan
temperatur di dalam kandang. Kelembaban udara hasil pengukuran di dalam
kandang yaitu sebesar 89,4% dan temperatur yang tinggi dapat menyebabkan
litter menjadi mudah basah dan memicu peningkatan aktifitas bakteri pembentuk
amonia sehingga menyebabkan tingginya produksi gas amonia di dalam kandang,
yang dapat menyebabkan rendahnya performa produksi ayam akibat saluran
pernafasan ayam yang terganggu. Menurut North et al. (2004), tingkat deplesi
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kebersihan lingkungan, sanitasi
peralatan kandang, serta suhu udara lingkungan.
Indeks Performa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks performa ayam broiler
berkisar antara 295,49 - 370,73 dengan rata-rata indeks performa sebesar 334,77
(Tabel 3.). Hal ini menunjukkan bahwa indeks performa hasil penelitian
tergolong dalam kategori baik karena memiliki nilai diatas 300. Hal ini sesuai
dengan Medion (2010) yang menyatakan bahwa standar indeks performa yang
tergolong baik di atas 300. Santoso dan Sudaryani (2009) menambahkan, kisaran
nilai indeks performa 326 - 350 pemeliharaan ayam broiler tergolong dalam
kategori baik.

Biaya Investasi
Biaya investasi penelitian dihitung berdasarkan biaya pembuatan kandang,
sewa lahan dan pembelian peralatan kandang. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa biaya investasi yang dibutuhkan pada usaha pemeliharaan ayam broiler
dengan kandang closed house pada pola kemitraan berkapasitas 11.000 ekor yaitu
sebesar Rp 459.972.500 atau Rp 41.816/ekor.

Biaya Produksi
Biaya produksi terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap
(variable cost). Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya tidak tetap (variable
cost) yang dikeluarkan tiap periode sebesar Rp 322.804.204 atau Rp 16.159/kg
ayam hidup, sedangkan biaya tetap (fixed cost) yang dikeluarkan tiap periode
sebesar Rp 10.455.452 atau Rp 523/kg ayam hidup. Biaya produksi tiap periode
pemeliharaan ayam broiler dengan sistem closed house pada pola kemitraan
dengan kapasitas 11.000 ekor sebesar Rp 333.259.656 atau Rp 16.682,22/kg ayam
hidup. Hasil penelitian menunjukkan komponen biaya terbesar berasal dari
pembelian pakan yaitu mencapai 69,71% dari seluruh total biaya produksi. Hal ini
sejalan dengan Pakarti (2000) yang menyatakan bahwa komponen biaya terbesar
dalam usaha peternakan ayam pedaging yaitu biaya pakan, yang mencapai 69%
dari keseluruhan biaya produksi.
Penerimaan Usaha
Penerimaan usaha adalah jumlah seluruh penerimaan peternak sebagai
produsen dari hasil penjualan produknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
total penerimaan pemeliharaan ayam broiler tiap periode (48 hari) sebesar Rp
353.650.992. Sumber dan persentase penerimaan usaha pemeliharaan ayam
broiler dengan sistem closed house pada pola kemitraan berasal dari penjualan
ayam (94,93%), bonus harga pasar (3,34%), penjualan kotoran (0,85%), bonus
FCR pemeliharaan (0,63%), serta penjualan karung pakan (0,25%)
Penjualan ayam merupakan sumber penerimaan dengan persentase
terbesar, hasil penjualan ayam dihitung dari hasil panen ayam (kg) dikalikan
dengan harga kontrak (Rp). Bonus FCR yang diberikan pada model kemitraan inti
plasma didapat dengan menghitung selisih dari FCR hasil pemeliharaan dengan
standar bonus FCR dari perusahaan inti (berbeda dengan standar FCR performa).
Bonus harga pasar yang diberikan dari perusahaan inti kepada peternak plasma
dihitung berdasarkan selisih harga pasar dengan harga kontrak yang disepakati.
Selisih harga tersebut kemudian akan dikalikan dengan jumlah ayam yang terjual,
kemudian dibagi sesuai dengan persentase yang disepakati antara pihak inti dan
plasma. Pemberian bonus yang dilakukan oleh perusahaan inti untuk memotivasi
peternak plasma melaksanakan manajemen pemeliharaan dengan baik dan benar
sehingga resiko kerugian karena ayam mati akibat manajemen yang kurang baik
dapat diminimalisir.

Pendapatan Usaha
Hasil analisis pendapatan usaha menunjukkan pendapatan usaha
pemeliharaan ayam broiler dengan sistem closed house pada pola kemitraan
dengan kapasitas 11.000 ekor yaitu sebesar Rp 20.391.337/periode (48 hari) atau
sebesar Rp 1.020,74/kg ayam hidup. Hal ini menunjukkan bahwa usaha
peternakan ayam broiler dengan sistem closed house pada pola kemitraan
menguntungkan dan layak untuk diusahakan.
R/C Ratio
Hasil analisis R/C ratio usaha pemeliharaan ayam broiler dengan sistem
closed house pada model kemitraan yaitu menunjukkan nilai 1,06 yang artinya
setiap satu rupiah biaya produksi yang dikeluarkan oleh peternak, akan
mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1,06. Hasil analisis R/C ratio penelitian > 1
(lebih besar dari satu), yang artinya usaha pemeliharaan ayam broiler dengan
sistem closed house pada model kemitraan dengan kapasitas 11.000 ekor layak
untuk diusahakan dan menguntungkan, karena memiliki nilai R/C ratio lebih dari
satu.

Analisis Break Even Point (BEP)


Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha peternakan ayam broiler
dengan sistem kandang closed house pada model kemitraan berkapasitas 11.000
ekor memiliki nilai BEP unit sebanyak 6.771 kg ayam hidup, nilai ini berarti tiap
periode pada produksi 6.771 kg ayam hidup peternak tidak mendapat keuntungan
dan tidak mengalami kerugian atau dikatakan impas. Nilai BEP harga jual ayam
hasil penelitian sebesar Rp 15.783/kg. Berdasarkan hasil penelitian harga kontrak
dari perusahaan inti memiliki kisaran harga Rp 18.299 – Rp 16.517 dan memiliki
rataan harga kontrak Rp 17.590/kg ayam hidup, dengan demikian harga kontrak
yang diberikan perusahaan inti tidak akan menyebabkan peternak merugi karena
berada di atas nilai BEP harga/kg ayam hidup.

SIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1. Performa produksi ayam broiler yang dipelihara dengan sistem closed house
pada pola kemitraan tergolong dalam kategori baik, dengan rata-rata umur
panen selama 34 hari, rata-rata bobot badan akhir 1,908 kg/ekor, rata-rata
pertambahan bobot badan 1,869 kg/ekor, rata-rata konsumsi ransum 3,002
kg/ekor, rata-rata nilai FCR 1,598, rata-rata tingkat deplesi sebesar 4,67 %,
dan rata-rata indeks performa 334,77.
2. Rata-rata pendapatan peternak plasma pada usaha pemeliharaan ayam broiler
dengan sistem closed house pada pola kemitraan sebesar Rp 20.391.337/
periode (48 hari) atau Rp 1.020,74/kg ayam hidup dengan nilai R/C ratio 1,06
yang berarti layak untuk diusahakan.
3. BEP usaha peternakan ayam broiler dengan sistem closed house pada pola
kemitraan dengan kapasitas 11.000 ekor berada pada produksi sebanyak 6.771
kg ayam hidup dan harga kontrak minimal yaitu seharga Rp 15.783/kg.

Saran
1. Kepada calon peternak dan peternak ayam broiler yang ingin mengusahakan
pemeliharaan ayam broiler dengan sistem closed house pada pola kemitraan
agar dapat memproduksi lebih dari 6.771 kg ayam hidup tiap periode dengan
harga kontrak di atas Rp 15.783/kg ayam hidup, serta mengatur temperatur
agar lebih rendah pada umur di atas 2 minggu, mengatur exhaust fan utama
yang hidup pada bagian tengah agar sirkulasi udara merata dan memangkas
tumbuhan di depan cell deck untuk menurunkan kelembaban kandang,
sehingga lingkungan di dalam kandang sesuai (optimal) bagi pertumbuhan
ayam broiler.
2. Kepada perusahaan inti agar meningkatkan kuantitas produksi bibit yang
dihasilkan serta penentuan umur panen sebaiknya dilaksanakan pada umur
30–34 hari dan tidak lebih dari umur 7 minggu.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kepuasan peternak plasma
terhadap inti pada sistem kemitraan pemeliharaan ayam broiler.

UCAPAN TERIMA KASIH


Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga
Bapak Welun serta Ibu Sri Budi Ratini beserta keluarga selaku pemilik usaha
pemeliharaan ayam broiler yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas
selama penulis melakukan penelitian. Terima kasih penulis ucapkan kepada
Bapak I Putu Prayatna dan Ibu Ni Luh Wirawati selaku orang tua penulis, Bapak
Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, M.S selaku pembimbing I dan Bapak I Wayan
Sukanata S.Pt, M.Si selaku pembimbing II yang telah dengan sabar dan teliti
dalam membimbing penulis, serta semua pihak yang telah membantu dalam
pelaksanaan kegiatan penelitian hingga terselesaikannya penulisan jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bell, D. D., dan W. D. Weaver. 2002. Comercial Chicken Meat and Egg
Production. 5th Edition. Springer Science and Business Media, Inc, New
York.

Darsono, P. 2008. Akuntansi Manajemen Edisi 2. Mitra Wacana Media. Jakarta.


Fadillah R, Polana A, Alam S, Parwanto E. 2007. Sukses beternak ayam broiler.
Jakarta: PT Agromedia Pustaka.

Kusnadi, E., R. Widjajakusuma, T. Sutardi, P. S. Hardjosworo dan A. Habibie.


2006. Pemberian antanan (centella asiatica) dan vitamin c sebagai upaya
mengatasi efek cekaman panas pada broiler. JITAA vol 33 no 3. Fakultas
Peternakan Universitas Andalas. Padang.

Lesson, S dan J. D. Summers. 2000. Broiler Breeder Production. University


Books. Guelph, Ontario, Canada.

Medion. 2010. Berhasil atau Tidakkah Pemeliharaan Broiler Anda.


http://info.medion.co.id/index.php/artikel/broiler/tata-laksana/berhasil-
atau-atau-tidakkah-pemeliharaan-broiler. Diakses pada tanggal 3 Maret
2017.

North, M. O. dan D. D. Bell. 2004. Commercial Chicken Production Manual. 4th


Ed.an Avi Book Publish. Van Nostrand Reinhold. New York.

Pakarti, S. I. B., 2000. Efesiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan Tingkat


Pendapatan Peternak Ayam Broiler (Studi Kasus Pada Kelompok Peternak
Plasma Poultry Shop Jaya Broiler Di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat).
Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB, Bogor.

Rasyaf, M. 2011. Panduan Beternak Ayam Petelur. Edisi ke XV Kanisisus.


Yogyakarta.

Santoso, H. dan T. Sudaryani. 2009. Pembesaran Ayam Pedaging di Kandang


Panggung Terbuka. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. UI Press. Jakarta.

Suarjaya, M. & M. Nuriyasa. 1995. Pengaruh ketinggian tempat (altitude) dan


tingkat energi pakan terhadap penampilan ayam buras super umur 2–7
minggu. Laporan Penelitian Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak.
Universitas Udayana, Bali.

Anda mungkin juga menyukai