ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa produksi peternakan
ayam broiler dengan sistem pemeliharaan kandang closed house pada pola
kemitraan. Variabel performa produksi yang diamati dalam penelitian ini
meliputi; bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, FCR, deplesi,
dan indeks performa. Penelitian menggunakan data selama satu tahun yang terdiri
dari 7 periode pemeliharaan. Data hasil penelitian dianalisis dengan metode
analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata ayam broiler dipanen pada umur 34 hari, rataan bobot panen 1,908
kg/ekor, rataan pertambahan bobot badan 1,869 kg/ekor, rataan konsumsi pakan
3,002 kg/ekor, rataan nilai FCR sebesar 1,598, rataan tingkat deplesi sebesar
4,67%, dan rataan indeks performa ayam broiler yaitu 334,77. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa performa produksi ayam broiler yang dipelihara dengan
sistem closed house pada pola kemitraan tergolong dalam kategori baik.
Kata Kunci: Performa Produksi, Closed House, Kemitraan, Ayam Broiler
ABSTRACT
PENDAHULUAN
Ayam broiler merupakan salah satu ras ternak unggas yang cukup populer
dan banyak dipelihara oleh peternak di Bali sebagai penghasil daging karena
memiliki beberapa keunggulan, seperti laju pertumbuhan yang cepat dan
kemampuan mengkonversi ransum yang efisien dibandingkan dengan ayam ras
lainnya. Usaha pemeliharaan ayam broiler dalam perkembangannya di
masyarakat dikenal dengan adanya usaha pemeliharaan ayam broiler dengan pola
kemitraan, dengan prinsip saling menguntungkan. Terdapat beberapa jenis pola
kemitraan, salah satunya adalah pola inti plasma, pada pola ini peternak
bertanggung jawab untuk menyediakan kandang beserta peralatannya serta
melaksanakan pemeliharaan dan perusahaan inti bertugas menyediakan sapronak,
menentukan jadwal panen serta memberikan petunjuk pemeliharaan berupa
petugas lapangan. Ayam broiler yang dipelihara akan dikontrol tiap minggunya
untuk mengetahui performa produksi ayam broiler yang dipelihara dan
pengambilan keputusan jadwal panen. Selain perkembangan pola usaha
pemeliharaan, perkembangan teknologi pada pemeliharaan ayam broiler juga
berkembang pesat, salah satunya yaitu penggunaan teknologi kandang dengan
sistem closed house pada pemeliharaan ayam broiler. Secara garis besar, performa
produksi ayam broiler dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan,
dengan diciptakannya lingkungan yang nyaman melalui teknologi closed house,
maka diharapkan ayam broiler mampu tumbuh optimal sesuai dengan potensi
genetiknya. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
performa produksi, pemeliharaan ayam broiler yang dipelihara dengan sistem
closed house pada model kemitraan.
MATERI DAN METODE
A) Materi
Ayam
Penelitian ini menggunakan 11.000 ekor ayam broiler yang dipelihara dalam
kandang closed house, strain Lohman MB 202 produksi PT Japfa Comfeed.
Ayam dipelihara dari umur 1 hari hingga siap panen.
Kandang
Kandang penelitian ini menggunakan sistem closed house yang terdiri dari
dua tingkat, dengan ukuran kandang 8 x 60 meter. Lantai dasar kandang dibuat
dengan bahan semen dan pada tingkat pertama menggunakan slat kayu dan diberi
terpal pada bagian permukaannya. Pada lantai dasar dan tingkat pertama
digunakan sekam sebagai alas. Dinding kandang terbuat dari terpal. Atap kandang
terbuat dari bahan asbes dan plafon kandang terbuat dari bahan terpal.
Ransum dan Air Minum
Ransum yang diberikan yaitu ransum komersial, produksi PT Japfa
Comfeed. Terdapat tiga jenis ransum yang diberikan yaitu ransum pre-starter SB-
10 (umur 1-7 hari), ransum fase starter SB-11 (umur 8-19 hari), dan ransum fase
finisher SB-12 (umur 20 hari hingga panen). Kandungan nutrisi yang terkandung
dalam ransum dapat dilihat pada Tabel 1. Air minum selama penelitian ini yaitu
diberikan air yang berasal dari sumur bor yang sebelumnya telah diklorinasi,
kemudian dialirkan ke dalam kandang secara otomatis.
Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum ayam broiler
SB -10 SB -11 SB -12
Kandungan 21 hari-panen
1-14 hari 14-21 hari
Air Maksimal 12 % Maksimal 12 % Maksimal 12 %
Protein kasar Minimal 22,5 % Minimal 21 % Minimal 19 %
Lemak kasar 3-7 % 3-7 % 3-8 %
Serat kasar Maksimal 5 % Maksimal 5 % Maksimal 5 %
Abu Maksimal 7 % Maksimal 7 % Maksimal 7 %
Kalsium 0,9-1,1 % 0,9-1,1 % 0,9-1,1 %
Phosphor 0,6-0,9 % 0,6-0,9 % 0,6-0,9 %
Coccidiostat + + +
Antibiotika + + +
Sumber: PT Japfa Comfeed (2016)
B) Metode
Pemberian Ransum dan Air Minum
Ransum pre-starter yang diberikan dalam bentuk crumble, serta ransum
starter dan finisher dengan bentuk pellet. Pemberian ransum dilakukan 1 kali
sehari pada pagi hari pukul 07.00 WITA. Ransum dan air minum diberikan tak
terbatas (ad. libitum). Pemberian air minum menggunakan sistem otomatis.
Obat - Obatan dan Vaksin
Pemberian obat - obatan selama periode pemeliharaan berupa air gula saat
proses chick in, pemberian moxycolgrin hc yang mengandung amoxyllin trihidrat
dan colistin sulfat dengan cara dilarutkan pada air minum pada umur 1 dan 2 hari.
DOC yang dikirim oleh perusahaan mitra sudah dalam kondisi divaksin IBD,
transimune, dan RD.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu temperatur udara kandang
dan performa produksi ayam broiler yang meliputi: bobot badan, pertambahan
bobot badan, konsumsi ransum, Feed Conversion Ratio (FCR), deplesi dan Indeks
Performa (IP).
Temperatur udara kandang
Temperatur udara selama penelitian diukur setiap hari dengan alat ukur
termometer digital yang dipasang di dalam dan di luar kandang, untuk
mengukur suhu tertinggi dan terendah dalam 24 jam.
Performa produksi ayam broiler
Hasil pengamatan peubah performa produksi ayam broiler (bobot
badan, pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, FCR, deplesi, dan IP)
akan dibandingkan dengan standar performa produksi ayam broiler
perusahaan mitra. Aspek performa produksi pada penelitian ini dihitung
dengan metode:
1) Bobot badan penelitian dihitung berdasarkan penimbangan yang dilakukan
saat proses chick in (bobot awal) dan dilakukan penimbangan saat proses
panen (bobot akhir).
2) Pertambahan bobot badan ayam selama penelitian dihitung dari selisih bobot
badan akhir dengan bobot badan awal.
3) Konsumsi ransum selama penelitian dihitung dari jumlah ransum yang
dikonsumsi mulai dari proses chick in hingga panen.
4) Nilai FCR dihitung berdasarkan perbandingan jumlah total ransum yang
dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan selama penelitian.
5) Deplesi adalah tingkat kematian dan afkir (culling) selama masa
pemeliharaan. Tingkat deplesi dihitung dengan rumus:
Bobot badan
Hasil penelitian menunjukkan bobot badan akhir ayam broiler berkisar
antara 1,52 - 2,22 kg/ekor dengan rataan bobot badan akhir pada umur 34 hari
yaitu 1,908 kg/ekor (Tabel 3.) dan bobot badan akhir hasil penelitian lebih rendah
dibandingkan dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan inti. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu bobot bibit dan faktor
lingkungan. Rendahnya bobot bibit yang diterima, ditunjukkan dengan rata-rata
bobot bibit hasil penelitian yaitu 38,75 gr/ekor, lebih rendah dari standar bobot
bibit yang ditetapkan oleh perusahaan inti yaitu 42 gr/ekor. Rendahnya bobot
bibit berpengaruh terhadap rendahnya konsumsi ransum untuk memenuhi
kebutuhan ayam akan nutrisi, sehingga berpengaruh pada rendahnya bobot badan
akhir ayam broiler. Hal ini sejalan dengan Rasyaf (2011) yang menyatakan
bahwa tinggi rendahnya bobot awal ayam akan sangat mempengaruhi bobot akhir
yang dihasilkan. Tingginya temperatur kandang selama penelitian berpengaruh
terhadap bobot akhir yang dihasilkan karena pada temperatur yang tinggi, ayam
akan cenderung meningkatkan konsumsi air minum sehingga konsumsi pakan
berkurang. Hal ini sesuai dengan Rasyaf (2011), apabila suhu tinggi unggas akan
mengkonsumsi air lebih banyak dan mengakibatkan nafsu makan menurun.
Konsumsi Ransum
Hasil penelitian menunjukkan konsumsi ransum ayam broiler yaitu 2,203-
3,776 kg/ekor dengan rata-rata tingkat konsumsi ransum pada umur 34 hari
sebesar 3,002 kg/ekor (Tabel 3.) dan lebih rendah dari standar yang ditetapkan
oleh perusahaan inti, dimana pada umur 34 hari tingkat konsumsi ransum ayam
broiler mencapai 3,499 kg/ekor. Faktor - faktor yang berpengaruh terhadap
konsumsi ransum selama penelitian diantaranya adalah bobot bibit dan faktor
lingkungan. Rendahnya bobot bibit di awal pemeliharaan berpengaruh terhadap
rendahnya ransum yang dikonsumsi, karena semakin rendah bobot badan ayam
maka kebutuhan energi dan daya tampung saluran pencernaannya akan semakin
kecil yang berpengaruh terhadap rendahnya konsumsi ransum. Menurut Kusnadi
et al. (2006), ayam akan mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan
energinya, sehingga perlu diperhatikan rasio energi dan protein dalam ransum.
Selain energi, salah satu faktor pembatas tingkat konsumsi ransum ayam adalah
kapasitas tampung dari tembolok, karena apabila tembolok penuh ayam akan
berhenti mengkonsumsi ransum, meskipun asupan energi belum terpenuhi.
Deplesi
Hasil penelitian menunjukkan tingkat deplesi ayam broiler berkisar antara
1,45 - 8,81% dengan tingkat deplesi rata-rata sebesar 4,67% (Tabel 3) dan berada
di bawah standar yang ditetapkan oleh perusahaan inti yaitu sebesar 5% tiap
periode. Tingkat deplesi tertinggi hasil penelitian mencapai 8,81%, hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu kelembaban udara dan
temperatur di dalam kandang. Kelembaban udara hasil pengukuran di dalam
kandang yaitu sebesar 89,4% dan temperatur yang tinggi dapat menyebabkan
litter menjadi mudah basah dan memicu peningkatan aktifitas bakteri pembentuk
amonia sehingga menyebabkan tingginya produksi gas amonia di dalam kandang,
yang dapat menyebabkan rendahnya performa produksi ayam akibat saluran
pernafasan ayam yang terganggu. Menurut North et al. (2004), tingkat deplesi
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kebersihan lingkungan, sanitasi
peralatan kandang, serta suhu udara lingkungan.
Indeks Performa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks performa ayam broiler
berkisar antara 295,49 - 370,73 dengan rata-rata indeks performa sebesar 334,77
(Tabel 3.). Hal ini menunjukkan bahwa indeks performa hasil penelitian
tergolong dalam kategori baik karena memiliki nilai diatas 300. Hal ini sesuai
dengan Medion (2010) yang menyatakan bahwa standar indeks performa yang
tergolong baik di atas 300. Santoso dan Sudaryani (2009) menambahkan, kisaran
nilai indeks performa 326 - 350 pemeliharaan ayam broiler tergolong dalam
kategori baik.
Saran
1. Kepada calon peternak dan peternak ayam broiler yang ingin mengusahakan
pemeliharaan ayam broiler dengan sistem closed house pada pola kemitraan
agar dapat mengatur temperatur kandang lebih rendah pada umur di atas 2
minggu, mengatur exhaust fan utama yang hidup pada bagian tengah agar
sirkulasi udara di dalam kandang merata dan memangkas tumbuhan di depan
cell deck untuk menurunkan kelembaban kandang, sehingga lingkungan di
dalam kandang sesuai (optimal) bagi pertumbuhan ayam broiler.
2. Kepada perusahaan inti agar meningkatkan kuantitas produksi bibit yang
dihasilkan serta penentuan umur panen sebaiknya dilaksanakan pada umur
30–34 hari dan tidak lebih dari umur 7 minggu.
DAFTAR PUSTAKA
Bell, D. D., dan W. D. Weaver. 2002. Comercial Chicken Meat and Egg
Production. 5th Edition. Springer Science and Business Media, Inc, New
York.