Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

PRODUKSI TERNAK POTONG DAN KERJA

Oleh:
TAUFIQ ABDUL AZIZ
23010113140145

PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015

LEMBAR PENGESAHAN
Nama
NIM
Kelas
Kelompok
TanggalPengesahan

: Taufiq Abdul Aziz


: 23010113140145
:D
: III (Tiga)
:
April 2015

Menyetujui,
KoordinatorKelas
ProduksiTernakPotongdanKerja

AsistenPembimbing

Kabib Efendi
NIM. 23010111130123
Ketua Laboratorium
ProduksiTernakPotongdanPerah

Mohammad Ridwan Setiyono


NIM. 23010112130140
KoordinatorUmum
ProduksiTernakPotongdanKerja

Prof. Ir. Agung Purnomoadi, M.Sc., Ph.D.


NIP. 19630504 198703 1 003

Prasetia Ramadansyah
NIM. 23010112140341

No
Hasil Praktikum
1 Analisis Bahan Kering Pakan

Pembahasan
Keterangan
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh kandunganbahan kering Lampiran 1

Konsentrat
RumputLapangan

: 87,27%
: 21,27%

(BK) pada konsentrat 87,27% dan rumput lapangan sebesar 21,27%. Hasil
analisis BK rumput lapang ini lebih rendah dari standar yaitu 20 - 30%.
Menurut Raharjo et al. (2013) rumput lapangan yang telah dianalisis
memiliki kandungan nutrient bahan kering berkisar antara 22,97%.
Konsentrat mengandung BK tinggi yaitu 87,27% sehingga kandungan
serat kasar didalam konsentrat rendah. Menurut Siregar (2007) kandungan
bahan kering (BK) di dalam konsentrat cukup tinggi berkisar 88,5%
sehingga dapat mempengaruhi daya cerna ternak. Faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil analisis kurang dari standar adalah faktor
lingkungan, tingkat kematangan rumput saat di panen. Hal ini sesuai
dengan pendapat Nugraha et al. (2013) bahwa kandungan BK dalam
pakan dapat dipengaruhi oleh lingkungan, tempat tumbuh, cara

Pertumbuhan dan Perkembangan

Bobot Awal
Bobot Akhir
PBBH

: 252,5 kg
: 252,5 kg
: 0 kg

pengolahan dan tingkat kematangan saat pakan tersebut dipanen.


Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil Lampiran 4
bahwa pada bobot awal ternak adalah 252,5 kg dan setelah 7 hari
pemeliharaan menjadi 252,5 kg sehingga ternak tidak mengalami
pertambahan bobot badan. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu kandungan nutrien dalam pakan yang di berikan dan
kondisi lingkungan yang kurang sesuai dengan ternak. Menurut pendapat
Kusuma et al. (2007) bahwa PBBH atau pertambahan bobot badan harian
untuk sapi PO yaitu 0,69 kg/hari. Menurut Purbowati et al. (2009)
pertambahan bobot bahan harian (PBBH) dapat di pengaruhi oleh faktor
konsumsi dan kecernaan pakan oleh tubuh ternak. Hal ini didukung oleh
pendapat Pradhana et al. (2014) yang menyatakan bahwa umur ternak,
genetik,

pakan

yang

diberikan

dan

kondisi

lingkungan

dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada ternak.


Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan suhu rektal pada Lampiran 8

Pengamatan Fisiologi Ternak

Suhu Rektal
Denyut Nadi
Frekuensi Nafas

: 38,01C
: 68 kali/menit
: 19 kali/menit

ternak adalah 38,01C, denyut nadi 68 kali/menit dan frekuensi nafas 19


kali/menit. Suhu rektal sapi termasuk dalam keadaan normal. Peningkatan
frekuensi denyut nadi dan frekuensi pernafasan dilakukan ternak untuk
mengeluarkan panas sebagai usaha untuk menstabilkan kondisi tubuhnya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Schutz (2009) yang menyatakan bahwa
suhu rektal normal sapi berada di kisaran angka 38,2 - 39,10C. Suhu
tubuh dipengaruhi oleh faktor seperti kondisi lingkungan kandang,
keadaan fisiologis ternak yang akan menurunkan atau meningkatkan suhu
dalam tubuh ternak. Menurut Yani dan Purwanto (2005) reaksi yang
dilakukan ternak sapi terhadap perubahan suhu yang dilihat dari respons
pernapasan dan denyut nadi jantung merupakan mekanisme dari dalam
tubuh ternak sapi untuk mengurangi atau melepaskan panas dari dalam
tubuh yang diterima dari lingkungan luar tubuh ternak. Hal ini didukung
oleh pendapat Akoso (2008) yang menyatakan bahwa kisaran suhu
lingkungan antara 18 20C, sapi akan bernafas 20 kali setiap menit dan
sebaliknya pada suhu tinggi 35C frekuensi pernafasan akan meningkat
tajam menjadi 115 kali/menit. Utomo et al. (2009) menambahkan bahwa
frekuensi standar detak jantung atau denyut nadi sapi yang normal

Pengamatan Fisiologi Lingkungan


Di Dalam Kandang
Waktu
Suhu (C)
06.00
26,3
12.00
32,4

berkisar antara 67 kali/menit.


Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data suhu dan kelembaban Lampiran 9
mikroklimat secara rata-rata sebesar 28,3C dan 73% serta suhu dan

Rh (%)
80,3
59,6

kelembaban secara makroklimat sebesar 31C dan 71,3%. Suhu dan


kelembaban secara makroklimat lebih tinggi dari standar yang normal.

18.00
21.00
Rata-Rata

27,8
26,6
28,3

Di Luar Kandang
Waktu
Suhu (C)
06.00
25,6
12.00
37,7
18.00
27,1
21.00
33,6
Rata-rata
31

74
78,1
73,0
Rh (%)
81,5
50,2
75,1
78,8
71,3

Kelembaban dan suhu yang normal pada lingkungan kandang sekitar


26C dan kelembaban sekitar 55%. Hal ini terjadi karena dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang disebabkan oleh perubahan iklim. Hal ini sesuai
dengan pendapat Abidin (2008) yang menyatakan bahwa suhu yang ideal
di daerah sekitar kandang adalah 17 26C sehingga dalam suhu tersebut
ternak akan merasa nyaman. Yulianto dan Saparinto (2010) menambahkan
bahwa suhu lingkungan nyaman untuk ternak sapi adalah 27 34C yang
baik untuk perkembangan dan pertumbuhannya. Hal ini didukung oleh
pendapat Djafar (2012) bahwa iklim di wilayah Indonesia memiliki suhu
udara yang berkisar antara 21,11 37,77C dan kelembaban relatif yang
berkisar antara 55 100%. Menurut pendapat Yani dan Purwanto (2005)
faktor yang menyebabkan suhu udara dan kelembaban udara adalah

perubahan iklim yang dapat mempengaruhi produksi ternak.


Berdasarkan hasil praktikum di peroleh hasil bahwa sapi 5 tidak Lampiran 6

Evaluasi Pemberian Pakan

PBBH
Konsumsi total BK
KonversiPakan
Efisiensi Pakan

:0
:4,8 kg
:
:0

mengalami pertambahan bobot badan dengan konsumsi BK total 4,8 kg,


konversi pakan dan efisiensi pakan tidak valid karena PBBH 0. Menurut
Soepranianondo et al. (2007) menyatakan bahwa angka konversi pakan
hasil penelitian yang telah dilakukan berkisar antara 9,85% sampai
dengan 13,17%. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yaitu umur,
bangsa dan kualitas pakan yang diberikan untuk ternak. Menurut
Purbowati et al. (2009) yang menyatakan bahwa konversi pakan akan
dipengaruhi oleh kemampuan ternak dalam mencerna bahan pakan yang
dikonsumsi, kecukupan nutrisi yang dicerna untuk memenuhi kebutuhan
hidup pokok, pertumbuhan dan perkembangan, fungsi-fungsi tubuh yang
lain, serta jenis bahan pakan yang dikonsumsi oleh ternak tersebut. Hal ini

didukung oleh pendapat Nurdiati et al. (2012) bahwa efisiensi dalam


penggunaan pakan untuk sapi potong berkisar antara 7,52 - 11,29%,
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi pakan dan konversi
pakan antara lain umur, kualitas pakan dan bobot badan, semakin bagus
kualitas pakan yang diberikan semakin baik pula efisiensi pakan untuk
6

sumber energi dan produksi.


Berdasarkan hasil perhitungan kemampuan daya cerna ternak sebesar Lampiran 7

Daya Cerna

Bobot Feses dalam BK : 4,22 kg


Hasil Daya Cerna
: 12,08 %

12,08% dan bobot feses total dalam BK adalah 4,22 kg. Hal ini
menunjukan bahwa dari semua bahan pakan yang dikonsumsi hanya
12,08% yang dicerna. Daya cerna tidak sesuai dengan standar normal, hal
ini dapat di pengaruhi oleh faktor palatabilitas pakan, kandungan nutrisi
pakan dan bentuk bahan pakan. Menurut Rianto et al. (2008) yang
menyatakan bahwa standar daya cerna sapi normalnya berada pada
kisaran 51,80%. Purbowati et al. (2009) menambahkan daya cerna pakan
oleh ternak dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor palatabilitas pakan,
bentuk fisik pakan, faktor ternak itu sendiri dan kandungan nutrien serat
kasar pakan. Penggunaan konsentrat dalam pemberian pakan untuk ternak

akan meningkatkan daya cerna ternak karena kandungan BK yang tinggi.


Berdasarkan hasil perhitungan praktikum yang telah dilakukan Lampiran 7

Feed Cost per Gain

Konsumsi Segar (Kg)


- Hijauan
- Konsentrat
Harga Hijauan
Harga Konsentrat
Biaya Pakan
Hasil FC/G

diperoleh hasil biaya pakan Rp 8.533,- dengan konsumsi hijauan segar


: 14,13 kg
: 2,05 kg
: Rp.350,-/Kg
: Rp.1750,-/Kg
: Rp.8.533,:-

14,13 kg dengan harga Rp 350,-/kg dan konsumsi konsentrat 2,05 kg


dengan harga Rp 1750,-/kg dengan perhitungan feed cost per gain tidak
dapat dihitung karena tidak terjadi pertambahan bobot badan atau PBBH
0. Perhitungan feed cost per gain diperoleh dari perhitungan biaya pakan
dibagi dengan PBBH. Menurut Purbowati et al. (2009) perhitungan nilai

feed cost per gain (FC/G) diperoleh berdasarkan biaya pakan yang
dikeluarkan saat pemeliharaan dan pertambahan bobot badan yang
dihasilkan. Nurdiati et al. (2012) menambahkan ternak yang mempunyai
tingkat PBBH yang rendah mayoritas adalah ternak yang memiliki feed
cost tinggi dan begitu juga sebaliknya, PBBH ternak yang tinggi diikuti
8

oleh rendahnya feed cost.


Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil bahwa tipe kandang

Evaluasi Perkandangan

Tipe Kandang
: Konvensional
Cara Penempatan Ternak : Tail to tail

yang digunakan adalah tipe konvensional dan tail to tail untuk cara
penempatan ternaknya. Kandang digunakan untuk tempat pemeliharaan
ternak dan melindungi ternak dari kondisi lingkungan. Tail to tail berarti
ternak ditempatkan secara saling membelakangi untuk memudahkan
sanitasi kandang namun kurang efisien dalam pemberian pakan. Kandang
tipe tail to tail memiliki kekurangan yaitu mudahnya udara kotor dari
lingkungan sekitar kandang yang masuk ke dalam kandang. Hal ini sesuai
dengan pendapat Guntoro (2002) yang menyatakan bahwa kandang yang
baik mempunyai sirkulasi udara yang cukup sehingga udara kotor dari
lingkungan sekitar kandang tidak mudah masuk. Menurut Abidin (2008)
kandang merupakan suatu bangunan yang digunakan untuk tempat tinggal
ternak atau pemeliharaan ternak agar terlindungi dari kondisi lingkungan
sekitar. Hal ini sesuai dengan Saqifah et al. (2010) kandang konvensional
tail to tail memiliki kelebihan di antaranya memudahkan dalam sanitasi
atau pembersihan kandang, meminimalisir penularan penyakit antar

ternak namun kandang tipe ini kurang efisien dalam pemberian pakan.
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh hasil Lampiran 10

Carriying Capacity

ProduksiLahan/Tahun(BS)

: 1.001.000 kg

bahwa produksi per hari dalam bahan kering 583,6 kg, produksi lahan per

ProduksiLahan/Hari (BS)
Produksi per Haridalam BK
Hasil CC

: 2.742,47 kg
: 583,6kg
: 46 unit ternak

tahun 1.001.000 kg, produksi lahan per hari 2.742,47 kg. Ternak yang
dapat di gembalakan adalah 46 unit ternak. Carriying capacity adalah
kemampuan lahan untuk menghasilkan bahan pakan berupa hijauan
apabila lahan yang digunakan sempit maka produksi hijauan akan sedikit.
Winugroho dan Widiawati (2004) menyatakan bahwa apabila carriying
capacity melemah maka peternak akan merugi karena hijauan pakan
ternak yang tersedia di padang penggembalaan semakin menurun.
Menurut Rusdin et al. (2009) padang penggembalaan produktif dapat
memenuhi kebutuhan hijauan pakan ternak dengan daya tampung
minimal sebesar 2,5 UT/ha/tahun. Menurut Alfian et al. (2012) daya
tamping

atau

(carriying

capacity)

adalah

kemampuan

padang

penggembalaan untuk memproduksi hijauan pakan yang dibutuhkan oleh


sejumlah ternak yang digembalakan dalam padang penggembalaan
tersebut

atau

kemampuan

suatu

padang

penggembalaan

untuk

menampung ternak yang digembalakan per hektar.


DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2008. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka, Jakarta.
Akoso, B.T. 2008. Kesehatan Sapi. Kanisius, Yogyakarta.
Alfian, Y., F.I. Hermansyah, E. Handoyanta dan Lutojo., W.P.S. Suprayogo. 2012. Analisis daya tampung ternak ruminansia pada musim kemarau di daerah
pertanian lahan kering kecamatan Samin kabupaten Gunung Kidul. Tropical Animal Husbandry. (2) :33-42.
Djafar, A.F. 2012. Tingkat Kelahiran dan Mortalitas Anak Sapi Brahman Cross (BC) yang di Impor Pada Umur Kebuntingan Berbeda yang Dipelihara Bila
River Ranch. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makasar. (Skripsi).
Guntoro, S. 2002. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius, Yogyakarta.

Kusuma, I.M., R. Adiwinarti and A. Purnomoadi. 2007.VFA concentration in the rumen liquor of Ongole Crossbred and Friesian Holstein Crossbred bulls
fed 60% concentrate and rice straw as basal diet. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hal. 7780.
Nugraha, B.D.E., Handayanta dan E.T. Rahayu. 2013. Analisis daya tampung (Carrying Capacity) ternak ruminansia pada musim penghujan di daerah
pertanian lahan kering kecamatan Semin kabupaten Gunung Kidul. Tropical Animal Husbandry. 2 (1) :34-40.
Nurdiati, K., E. Handayanta, dan Lutojo. 2012. Efisiensi produksi sapi potong pada musim kemarau di peternakan rakyat daerah pertanian lahan kering
kabupaten Gunung Kidul. Tropical Animal Husbandry. 1 (1) :52-58.
Pradhana, P.W., riyanto, J. Ratriyanto, A. Widyawati, S.D. Suprayogi, W.P.S. 2014. Pengaruh penggunaan tepung ikan dan menir kedelai terproteksi dalam
ransum terhadap kecernaan nutrient pada sapi persilangan Simental PO jantan. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 2 (1) :1-7.
Purbowati, E., C.I. Sutrisno., E. Baliarti., S.P.S. Budhi., W. Lestariana., E. Rianto dan Kholidin. 2009. Penampilan Produksi Domba Lokal Jantan Dengan
Pakan Komplit dari Berbagai Limbah Pertanian dan Agroindustri. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan, Semarang.
Raharjo, A.T.W., Wardhana S. dan T. Widiyastuti. 2013. Pengaruh imbangan rumput lapang konsentrat terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik
secara in vitro. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1 (3) :796803.
Rianto, E., S. Atourrochman., C.M.S. Lestari., A. Purnomoadi, dan E. Purbowati. 2008. Pemanfaatan Protein Pakan Sapi Peranakan Ongole (PO) Jantan pada
Berbagai Bobot Hidup. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Rusdin, M.I., Mustaring., P. Sri., A.I. Atik dan U.D. Sri. 2009. Studi potensi kawasan Lore Tengah untuk pengembangan sapi potong. Media Litbang Sulteng.
2 (2) :94103.
Saqifah, N., E. Rianto dan E. Purbowati. 2010. Pengaruh Ampas teh dalam Pakan Konsentrat terhadap Konsentrasi VFA dan NH3 Cairan Rumen untuk
Mendukung Pertumbuhan Sapi Peranakan Ongole. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan veteriner, Semarang.
Schutz, K.E., A.R. Rogers, N.R. Cox N.R., and C.B. Tucker. 2009. Dairy cows prefer shade that offers greater protection against solar radiation in summer:
shade use, behavior, and body temperature. Appl Anim Behav Sci. 116 :28-34.
Siregar, S.B. 2007. Penggemukan sapi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soepranianondo, K., D.S. Nazar dan D. Handiyatno. 2007. Potensi jerami padi yang diamoniasi dan difermentasi menggunakan bakteri selulolitik terhadap
konsumsi bahan kering, kenaikan berat badan dan konversi pakan domba. Media kedokteran Hewan. 23 (3).

Utomo, B., D.P. Miranti dan G.C. Intan. 2009. Kajian thermoregulasi sapi perah periode laktasi dengan introduksi teknologi peningkatan kualitas pakan.
Balai pengkajian teknologi pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek. Sidomulyo. Ungaran.
Winugroho, M. dan Y. Widiawati. 2004. Penguasaan dan pemanfaatan inovasi teknologi pengkayaan sapi potong/sapi perah. Lokakarya nasional sapi potong.
Yani, A., dan B.P. Purwanto. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respons fisiologis sapi peranakan Fries Holland dan modifikasi lingkungan untuk
meningkatkan produktivitasnya. 29 (1) :35-46.
Yulianto, P. dan C. Saparinto. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Penebar Swadaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai