Anda di halaman 1dari 70

HUBUNGAN BOBOT POTONG DENGAN KUANTITAS KULIT DOMBA

PRIANGAN BETINA MUDA PADA MANAJEMEN USAHA


PENGGEMUKAN

SKRIPSI

YUSUP FAUZI

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2020

iv
SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana


pada Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran

YUSUP FAUZI
NPM.200110130090

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2020

v
LEMBAR PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIASI

Yang bertanda tangan di bawah ini,


saya: Nama : Yusup Fauzi
NPM 200110130090

Judul Skripsi : Hubungan Bobot Potong Dengan Kuantitas Kulit Domba


Priangan Betina Muda Pada Usaha Penggemukan

Menyatakan bahwa tulisan dalam skripsi ini merupakan hasil penelitian


penulis, data dan tulisan ini bukan hasil karya orang lain, ditulis dengan kaidah-
kaidah ilmiah dan belum pernah dipublikasikan.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya, tanpa tekanan
dari pihak manapun. Penulis bersedia menanggung konsekuensi hukum apabila
ditemukan kesalahan dalam pernyatan ini.

Sumedang, 29 Juni 2020


Penulis,

Yusup Fauzi

vi
HUBUNGAN BOBOT POTONG DENGAN KUANTITAS KULIT DOMBA
PRIANGAN BETINA MUDA PADA MANAJEMEN USAHA
PENGGEMUKAN

SKRIPSI

YUSUP FAUZI
NPM. 200110130090

Menyetujui :

Ir. Siti Nurachma, MS


Pembimbing Utama

Mengesahkan :

Dr. Ir. Jajang Gumilar ,S.Pt.,MM., IPM


Pembimbing Anggota

Dr. Denny Rusmana, S. Pt., M.S.


Ketua Panitia Sidang

Prof. Dr. Ir. Husmy Yurmiati, M.S. IPU.


Dekan Fakultas Peternakan
Tanggal Lulus :

vii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarrakatuh.

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT,

karena berkat rahmat dan hidayah-Nya skripsi dengan judul“Hubungan Bobot

Potong Dengan Kuatitas Kulit Domba Priangan Betina muda Pada Manajemen

Usaha Penggemukan” dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan salah

satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Sarjana

FakultasPeternakan, UniversitasPadjadjaran.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan

berkat bantuan, dukungan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan

ini ucapan terimakasih yang tulus penuli sucapkan kepada Ir. Siti Nurachma, M.S.

sebagai Dosen Pembimbing Utama dan Dr. Ir. Jajang Gumilar ,S.Pt.,MM., IPM.,

sebagai Dosen Pembimbing Anggota, yang telah meluangkan waktu, bimbingan,

dorongan, dan memberikan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan

proposal usulan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada

Ir. Diky Ramdani, S.Pt., M.Anim.St., Ph.D., IPM., Dr. Wendry Septiyadi

Putranto, S.Pt., M.Si., serta Ir. Drs Nono Suwarno, MP.yang telah memberikan

masukkan pada saat seminar, sehingga penelitian dapat berjalan tapa banyak

kendala. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Dr. Ir. Marina

Sulistyati, M.S. Dosen Wali yang telah memberikan dukungan kepada penulis

selama menempuh pendidikan di Fakultas Peternakan.

viii
Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan pula kepada

Ibunda Juriah dan Ayahanda Sarpin yang telah memberikan doa, pengertian,

dorongan, dan materi, sehingga penulis bias menempuhtingkat pendidikan seperti

sekarang ini. Ucapan terimakasih kepada kakak tercinta Yuli Sopianti, serta rekan

satu angkatan, Ricky, Arif, Oksa, Afdi, Haitsam, Dian, Rizalut, Reza, sekaligus

sahabat serta keluarga Candyland yang telah membantu dan memberi semangat

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari masih perlu penyempurnaan dalam penulisan skripsi

ini, untuk itu penulis harapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi

perbaikan ke arah yang lebih baik. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca secara umum sebagai salah

satu penunjang pengembangan ilmu pengetahuan dan sarana pembelajaran.

Wabillahi taufik walhidayah.

Wassalamualaikum warrahmatullahi wabarrakatuh.

Sumedang, 29 Juni 2020

Penulis

ix
HUBUNGAN BOBOT POTONG DENGAN KUANTITAS
KULIT DOMBA PRIANGAN BETINA MUDA PADA
MANAJEMEN USAHA PENGGEMUKAN

Yusup Fauzi

ABSTRAK
Domba Priangan banyak dipelihara karena mampu hidup dengan baik pada
berbagai macam kondisi lingkungan dan mudah beradaptasi. Penelitian ini
bertujuan mengetahui hubungan bobot potong dengan kuantitas kulit Domba
Priangan betina muda pada manajemen usaha penggemukan. Penelitian ini telah
dilaksanakan pada bulan Oktober 2019 di kandang Transit Penggemar Sate Kiloan
(PSK) Kp. Bubulak Kota Bogor. Penelitian ini menggunakan 30 ekor Domba
Priangan betina muda berumur dibawah 1 tahun. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu metode deskriptif dengan teknik pengambilan sampel secara
purposive sampling.Peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu bobot potong,
bobot kulit, tebal kulit dan luas kulit. Data dianalisis secara statistik menggunakan
regresi kuadratik .Hasil penelitian menunjukan Rataan Bobot Potong, Bobot Kulit,
Tebal Kulit dan Luas kulit Domba Priangan Betina Muda berturut turut sebagai
berikut 20,25 ± 3,18 kg. (16,06 kg – 28,45 kg), 2,17± 0,61 kg, 0,90± 0,18 mm,
6156,89± 675,13Cm2. Hubungan antara berat potong dengan bobot kulit domba
Priangan betina muda mengikuti persamaan regresi kuadratik 𝑌1 = 3,85 −
0,29𝑋 + 0,01𝑋 2 + 𝜀, dengan keeratan hubungan 77,1%. Hubungan antara
berat potong dengan luas kulit mengikuti persamaan regresi kuadratik 𝑌2 = 1,2 𝑥
104 − 7,03 𝑥 102 𝑋 + 20,02𝑋 2 + 𝜀., dengan keeratan hubungan 78%,hubungan
antara bobot potong dengan tebal kulit mengikuti persamaan regresi
kuadratik 𝑌3 =
−3,8 + 0,41𝑋 − 8,34 𝑥 10−3𝑋2 + 𝜀 dengan keeratanhubungan72, 8%.

Kata Kunci: Domba Priangan, Kuantitas kulit, Bobot Kulit, Tebal Kulit, Luas Kulit

x
CORRELATION OF SLAUGHTER WEIGHT AND QUANTITATIVE
CHARACTERISTIC SKIN OF PRIANGAN LAMB FEMALE ON
FATTENING MANAGEMENT

Yusup Fauzi

ABSTRACT
Priangan Lamb is widely preserved because it is able to live well on a wide
range of environmental conditions and adaptable. This research aims to know
the correlation of slaughter weight and the quantitativeof skin of Priangan lamb
female in the management of fattening. This research was conducted in October
2019 in the transit housing of the Penggemar Sate Kiloan (PSK) at Bubulak
Regencyin Distric of Bogor . This study used 30 Priangan lamb female aged 1
year. The method used in this research is a descriptive method with sampling
techniques in purposive samples. The variable observed in this study were
slaughter weight, weight of skin, thick skin and area of skin. The Data were
analyzed statistically using quadratic regression. The results showed that
averageof slaughter weight, skind wight, thick of skin and area repectively were
20.25 ± 3.18 kg, 2.17± 0.61 kg, 0.90± 0.18 mm, 6156,89± 675.13 Cm2.The
correlation between slaughter weight and skin weight of young Priangan sheep
following the quadratic regression equation 𝑌1 = 3,85 − 0,29𝑋 + 0,01𝑋 2 + 𝜀,
on 77.1% level of correlation.The correlation between slaughter weight and
skin area of young Priangan sheep following the quadratic regression
equation
𝑌2 = 1,2 𝑥 104 − 7,03 𝑥 102𝑋 + 20,02𝑋2 + 𝜀, on 78% level of correlation. The
correlation between slaughter weight and skin thick of young Priangan sheep
following the quadratic regression equation 𝑌3 = −3,8 + 0,41𝑋 − 8,34 𝑥 10−3𝑋2
+ 𝜀, on 72,8% level of correlation.

Keywords: lamb Priangan, weight or quantity of skin, skin weight,


thickness of skin, area of skin

xi
DAFTAR ISI

Bab Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................... viii

ABSTRAK...................................................................................... x

ABSTRACT ................................................................................... xi

DAFTAR ISI .................................................................................. xii

DAFTAR TABEL .......................................................................... xiv

DAFTAR ILUSTRASI .................................................................. xv

DAFTAR GRAFIK ....................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................. xvii

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah .................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................... 3
1.4 Kegunaan Penelitian .................................................................. 4
1.5 Kerangka Pemikiran .................................................................. 4
1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian ..................................................... 9

II KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1 Domba Priangan ........................................................................ 10
2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Domba.................................. 12
2.3 Deskripsi kulit ........................................................................... 15
2.3.1Pengertian Kulit Mentah .................................................. 16
2.3.2Tijauan Makroskopis Kulit............................................... 18
xii
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Kulit ................... 20
2.5Sistem Pemeliharaan .................................................................. 21

III MATERI DAN METODE PENELITIAN


3.1 Materi Penelitian ....................................................................... 23
3.1.1 Objek Penelitian .............................................................. 23
3.1.2 Peralatan Penelitian ......................................................... 23
3.2 Metode Penelitian ...................................................................... 23
3.2.1 Teknik Pengumpulan Data ............................................. 25
3.2.2 Variabel yang diukur ....................................................... 26
3.2.1 Peubah yang Diamati....................................................... 28
3.3 Analisis Data ............................................................................. 29

IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Keadaan Umum Penelitian ........................................................ 32
4.2 Bobot Potong, Bobot Kulit dan Tebal Kulit .............................. 33
4.3 Hubungan Bobot Potong dengan Kuantitas Kulit ..................... 35
4.3.1 Hubungan Bobot Potong dan Kuantitas Kulit ............. 36
4.3.2. Hubungan Bobot Potong dan Bobot kulit .................. 37
4.3.3 Hubungan Bobot Potong dan Luas Kulit............................... 39

V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan................................................................................ 41
5.2 Saran .......................................................................................... 42

RINGKASAN................................................................................. 43

DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 46

LAMPIRAN ................................................................................... 50

BIODATA ...................................................................................... 58

xiii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Korelasi antara umur dengan susunan gigi domba / kambing.................25


2 Tabel Kriteria Penilaian Korelasi............................................................30
3 Rataan Bobot Potong, Bobot Kulit, Luas dan Tebal Kulit......................33

xiv
DAFTAR ILUSTRASI

Nomor Halaman

1 Kurva pertumbuhan..................................................................................13

2 Kurva pertumbuhan otot, lemak dan tulang……………………….. 15

3 Skema umum dari ketebalan dan kepadatan kulit hewan.........................19

4 Bentuk Umum dari Kulit Hewan..............................................................20

5 Cara Pengukuran Kulit Mentah................................................................27

6 Cara Pengukuran Tebal Mentah...............................................................27

xv
DAFTAR GRAFIK

Nomor Halaman

1 Grafik Hubungan Bobot Potong dengan Bobot kulitDomba


Priangan Betina........................................................................................36

2 Grafik Hubungan Bobot Potong dengan Luas Kulit Domba


Priangan Betina........................................................................................38

3 Grafik Hubungan Bobot Potong dengan Tebal Kulit Domba


Priangan Betina........................................................................................40

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Data Bobot Potong, Kuantitas Kulit Domba Priangan Betina Muda.....51

2 Ouput SPSS............................................................................................52

3 Dokumentasi Selama Penelitian............................................................54

xvii
1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Domba adalah salah satu hewan ternak yang banyak dibudidayakan di

Indonesia. Beberapa keunggulan yang dimilikinya seperti, adatif terhadap kondisi

lingkungan, dan prolific menjadikan ternak ini sebagaisalah satu ternak yang

banyak diternakan di daerah pedesaan maupun di pinggiran kota. Selain

menghasilkan daging, domba memiliki hasil ikutan yang sangat diminati terutama

kulitnya sebagai salah satu bahan baku bagi industri penyamakan kulit.

Kebutuhan ternak domba dipengaruhi oleh perayaan keagamaan yaitu

perayaan hari Raya Idul Adha, sehingga harga domba jantan lebih tinggi dari

harga domba betina. Hal ini menyebabkan pemotongan domba di hari biasa

adalah domba betina walaupun melanggar Undang-Undang Peternakan No. 41

Tahun 2014 pada Pasal 18 Ayat 4 yang berbunyi, setiap orang dilarang

menyembelih ternak ruminansia kecil betina produktif atau ternak ruminansia

besar betina produktif. Ternak ruminansia betina produktif, dilarang disembelih

karena merupakan penghasil ternak yang baik, kecuali untuk keperluan penelitian,

pemuliaan, atau pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan. (Direktorat

Jendral Peternakan. 2014)

Populasi Domba di Jawa Barat tahun 2019 mencapai 12.014.083 ekor dari

17.794.344 atau sekitar 67,51% populasi domba populasi domba di Indonesia

(Statistics Indonesia,2020). Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa


2

populasi domba terbanyak adalah wilayah Jawa Barat, dan yang dipelihata

umumnya adalah Domba Garut, Domba Priangan, dan Domba Lokal. Jawa Barat

memiliki jenis domba unggulan yang sebagai sumber daya genetik asli Jawa Barat

yaitu Domba Priangan yang biasanya digunakan sebagai penghasil daging dan

Domba Garut yang biasanya digunakan untuk kesenian domba tangkas. Domba

Priangan adalah hasil persilangan tidak terarah antara persilangan Domba Merino

dengan domba Lokal dan Domba Kaapstad, namun kajian secara ilmiah belum

diungkap, khususnya dari sisi komposisi darah (Merkens dan Soemirat, 1926 yang

disitasi oleh Heriyadi, 2011). Domba Priangan dapat memenuhi kebutuhan

daging, Domba Priangan lebih dipilih umtuk dipelihara karena harganya lebih

terjangkau dari Domba Garut namun memiliki bobot badan yang tidak jauh

berbeda.

Sistem pemeliharaan secara semi intensif yang akan mempengaruhi

kuantitas kulit mentah segar yaitu diantaranya bobot kulit mentah segar, luas kulit

mentah segar dan tebal kulit mentah segar. Kulit merupakan bagian dari tubuh

yang menutupi seluruh permukaan tubuh dan mempunyai beberapa fungsi yang

penting. Kondisi kulit dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan bangsa ternak.

Kuantitas kulit mentah segar sangat dipengaruhi oleh pakan, umur, bangsa, jenis

kelamin dan proses pengulitannya. Dalam skala indutri, selain kualitas

ketersediaan menjadi faktor penting karena menyangkut keberlangsungan

produksi.
Domba Priangan yang semakin banyak diminati, sebab permintaan akan

daging domba terus meningkat, namun stok domba jantan siap potong tidak dapat

memenuhi permitaan kebutuhan daging yang mengakibatkan domba betina

produktif ikut dipotong untuk memenuhi permintaan daging domba, secara tidak

langsung menyebabkan hasil ikutan dari ternak domba berupa kulit juga ikut

bertambah. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan

Bobot Potong Dengan Kuantitas Kulit Domba Priangan Betina muda pada

manajemen Usaha penggemukan”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat di identifikasi masalah

penelitian sebagai berikut :

1. Berapa Bobot Potong dan kuantitas kulit (bobot kulit, luas kulit, tebal

kulit) mentah segar Domba Pringan betina muda yang dihasilkan.

2. Bagaimana bentuk dan besarnya derajat hubungan antara bobot potong

dengan kuantitas kulit Domba Priangan betina muda.

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui berapa bobot potong dan kuantitas kulit (bobot kulit, luas

kulit, tebal kulit) mentah segar Domba Priangan betina muda yang

dihasilkan.

2. Mengetahui bentuk dan besarnya derajat hubungan antara bobot potong

dengan kuantitas kulit Domba Priangan betina muda.


1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil Penelitian diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu

pengetahuan mengenai hubungan antara bobot potong domba dengan kuantitas

kulit Domba Priangan betina muda. Selain itu, hasil penelitian dapat digunakan

sebagai informasi dasar mengenai kulit mentah segar (bobot kulit, luas kulit, tebal

kulit) Domba Priangan betina muda dan dapat dijadikan dasar acuan dalam

menentukan kualitas kulit mentah segar.

1.5 Kerangka Pemikiran

Domba lokal merupakan salah satu ternak lokal yang banyak

dibudidayakan di Indonesia. Domba lokal adalah domba hasil persilangan atau

introduksi dari luar yang telah dikembang-biakan di Indonesia sampai dengan

generasi kelima atau lebih yang beradaptasi pada lingkungan dan atau manajemen

setempat (Heriyadi, 2011). Rumpun adalah sekelompok ternak yang mempunyai

ciri dan karakteristik luar serta sifat keturunan yang sama dari satu spesies, (SK

Mentan No.36/Permentan/OT.140/8/2006). Rumpun-rumpun domba lokal yang

banyak tersebar di Jawa Barat umumnya Domba Garut, Domba Priangan, dan

Domba Ekor Tipis.

Domba Garut adalah salah satu rumpun domba yang berasal dari Provinsi

Jawa Barat. Domba Garut memiliki ciri khas yaitu kuping rumpung (<4 cm) atau

ngadaun hiris (4-8 cm) dengan ekor ngabuntut beurit atau ngabuntut bagong

(Heriyadi, 2011). Domba Garut merupakan sumber daya genetik ternak dari

Kabupaten Garut, Jawa Barat, Indonesia yang telah ditetapkan sebagai rumpun
asli Indonesia oleh Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor

2914/lkpts/OT.140/6/2011. Penyebaran Domba Garut banyak terdapat di wilayah

Jawa Barat, khususnya Kabupaten Garut, karena Kabupaten Garut merupakan

wilayah asal usul sentra pengembangan Domba Garut.

Domba Priangan adalah rumpun domba hasil persilangan tidak terarah

anatara Domba lokal, Domba Merino, dan Domba Kaapstad yang berkembang di

daerah Jawa Barat. Dalam perkembangannya, Domba Priangan bukan termasuk

Domba Garut ataupun sebaliknya walaupun berasal dari daerah yang sama. Hal

ini dikarenakan Domba Garut adalah domba yang memiliki kombinasi daun

telinga rumpung atau ngadaun hiris dengan ekor ngabuntut bagong

ataungabuntutbeurit (Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 2009)

Domba Priangan merupakan salah satu rumpun domba yang banyak

terdapat di Wilayah Jawa Barat. Domba Priangan diduga terbentuk melalui

persilangan tiga bangsa domba yaitu Kaapstad, Merino, dan Domba lokal. Domba

Priangan banyak ditemukan di berbagai wilayah di Jawa Barat yang memiliki ciri

hampir sama seperti Domba Garut hanya saja berbeda pada bagian telinga dengan

ciri khas memiliki bentuk telinga rubak (>8 cm) dengan ekor ngabuntut beurit

atau ngabuntut bagong (Heriyadi, 2011).

Domba Priangan dipilih untuk diternakan karena memilik beberapa

keunggulan yaitu, mampu melahirkan lebih dari satu ekor anak perkelahiran, tidak

memiliki musim kawin (nonseasonal breeding), adaptif terhadap kondisi

lingkungan dan relatif lebih murah dibandingkan dengan Domba Garut. Berbeda
dengan domba garut yang lebih banyak digunakan untuk kesenian domba tangkas,

Domba Priangan diternakan terutama sebagai domba pedaging.

Domba yang diperdagangkan dikelompokan berdasarkan umur yaitu lamb,

yearling, dan mutton. Lamb adalah domba berumur dibawah 12 bulan, sedangkan

yearling adalah domba yang berumur 12-24 bulan, dan mutton adalah domba

berumur di atas dua tahum (Henricksom dalam Soeparno, 2005). Domba

mencapai dewasa tubuh pada umur 60 minggu yaitu pada usia yearling

(Edey,1983). Daging domba memiliki permintaan yang cukup banyak terutama

untuk kebutuhan komoditas kuliner, pada umumnya adalah domba betina umur

12-24 bulan (yearling) dengan bobot karkas 15 kg sampai 20 kg dan domba yang

berumur dibawah 12 bulan (lamb) dengan bobot karkas kurang dari 10 kg.

Pemotongan ternak domba dilingkungan masyarakat tidak sesuai dengan

Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dikarenakan ternak domba

yang digunakan adalah betina. Hal ini disebabkan domba jantan pada umumnya

dipelihara untuk dijual pada hari raya Idul Adha, dengan pertimbangan harga jual

relatif tinggi sehingga dapat memberikan keuntungan yang besar. Disisi lain

permintaan daging terus berlanjut, kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya

pemotongan betina yang terus menerus.

Pemiliharan domba pedaging, menuntut bobot potong yang cukup terutama

ditinjau dari segi ekonomis. Besar kecilnya bobot potong termasuk yang dicapai

dipengaruhi oleh pertumbuhan dan perkembangan jaringan tubuh semasa

hidupnya. Pertumbuhan seekor ternak merupakan kumpulan dari pertumbuhan


bagian-bagian komponennya. Pertumbuhan komponen-komponen tersebut

berlangsung dengan tingkat yang berbeda. Istilah perkembangan selalu berkaitan

dengan pertumbuhan. Perkembangan merupakan perubahan bentuk atau

konformasi tubuh, termasuk perubahan struktur tubuh. Pertumbuhan dan

perkembangan tubuh ternak akan terus meningkat sejalannya dengan

bertambahnya umur. Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan komposisi

tubuh ternak, maka perubahan bentuk dan ukuran tubuh lainnya akan mengikuti,

salah satu adalah kulit.

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat

pertumbuhan pada ternak. Domba jantan muda memiliki potensi untuk tumbuh

lebih cepat dari pada domba betina muda, hal ini disebabkan pertambahan bobot

badan lebih cepat, konsumsi pakan lebih banyakndan penggunaan pakan yang

lebih efisien untuk pertumbuhan badan (Herman, 2003), akan tetapi walaupun

pertumbuhannya lebih cepat, domba jantan mengandung lebih banyak otot dan

tulang, dan lebih sedikit lemak dari pada domba betina. Domba betina memiliki

beberapa keunggulan dibanding domba jantan diantaranya adalah tingkat

keempukan daging yang lebih empuk, hal tersebut dikarenakan ternak jantan lebih

aktif dibandingkan ternak betina. Domba betina juga menghasilkan daging yang

mengandung lemakyang relatif tinggi dibandingkan domba jantan. Lemak

berfungsi sebagai pembungkus daging dan memberikan keempukan pada daging

(Berg dan Butterfield, 1976), sehingga tingginya kadar lemak akan mempengaruhi

cita rasa.
Pertumbuhan kulit sejalan dengan perubahan bobot tubuh, semakin bobot

tumbuh naik makan ukuran-ukuran tubuh juga ikut meningkat. Hal ini

menyebabkan kuantitas fisik kulit yaitu, bobot kulit, tebal kulit, dan luas kulit

mengalami perubahan. Proses tersebut terjadi sejalan dengan bertambahnya umur

dan kondisi ternak. Ukuran tubuh seperti panjang badan dan lingkar dada

merupakan parameter yang menentukan berat dan luas kulit seekor ternak.

Peningkatan bobot badan ternak akan diikuti oleh peningkatan kuantitas kulit

meliputi berat, luas, dan tebal (Anderson dan Kisser, 1971, yang disitasi oleh

Soeparno, 2005). Umumnya, kulit hewan betina mempunyai bobot rata- rata yang

lebih ringan dari pada kulit hewan jantan tetapi mempunyai daya tahan renggang

yang lebih besar.

Dilihat dari beratnya, kulit mentah memilki dua istilah utama yaitu Hide dan

Skin. Hide adalah kulit mentah yang memiliki berat lebih dari 15kg dan skin

adalah kulit mentah yang memiliki berat kurang dari 15kg. Kulit domba ssecara

umum termasuk kedalam skin. Kulit memiliki besar 10-12% dari bobot tubuh

(Judoamidjojo, 1981). Persentase kulit Domba Ekor Tipis pada bobot potong 15-

20 kg yaitu 9,77% (Wisnu, 2009). Persentase domba lokal betina pada kulit yaitu

sebesar 10,03% (Muyasaroh, 2007). Domba Priangan muda dengan bobot potong

rata-rata 17,5kg memiliki rataan bobot kulit mentah 1,175kg, sedangkan pada

bobot potong dengan rata-rata 25 kg memiliki rataan bobot kulit mentah 1,1743

kg (Herman,2005). Pada domba lokal jantan dengan bobot potong 17 kg

didapatkan luas kulit sebesar 0,6 mm dan tebal kulit sebesar 1,45 mm.
Berdasarkan hal tersebut, Domba Priangan betina muda akan menghasilkan kulit

mentah segar anatara 8-12% dari bobot potongnya. (Yurmiati dan suradi, 2010)

Berdasarkan uraian tersebut, dapat diambil hipotesis bahwa terdapat

hubungan antara bobot potong dengan kuantitas kulit Domba Priangan muda.

1.6 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2019. Tempat penelitian

dilaksanakan di kandang Transit Penggemar Sate Kiloan (PSK) Kp. Bubulak Kota

Bogor.
10

II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1 Domba Priangan

Domba merupan salah satu jenis yang sangat diminati oleh masyarakat, di

samping menghasilkan daging, dapat pula menghasilkan kulit yangmemiliki nilai

ekonomis cukup tinggi. Taksonomi domba menurut Joseph (2007) adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia (hewan)

Phylum : Chordata (hewan bertulang belakang)

Class : Mammalia (hewan menyusui)

Ordo : Artiodactyla (hewan berkuku genap)

Family : Bovidae (memamah biak)

Genus : Ovis (domba)

Spesies : Ovis aries (domba yang didomestikasi)

Domba Priangan merupakan domba yang banyak terdapat di Jawa Barat.

Domba di Indonesia menjadi tiga jenis kelompok yaitu Domba Ekor Tipis,

Domba Ekor Gemuk, dan Domba Priangan. Awal mula terbentuknya Domba

Priangan dimulai pada Tahun 1864. Saat itu pemerintah Belanda mulai

memasukkan beberapa ekor Domba Merino yang diserahkan pada KF Holle, lalu
11

domba-domba tersebut dibawa ke kabupaten Garut pada Tahun 1869 (Merkens

dan Soemirat, 1926 dikutip oleh Heriyadi, 2011).

Domba-domba tersebut secara bertahap disebarkan ke beberapa

penggemar domba, antara lain kepada Bupati Limbangan (satu pasang) dan

kepada Van Nispen seekor pejantan Merino yang pada saat itu kebetulan memiliki

seekor Domba Kaapstad. Selain itu disebarkan ke beberapa daerah lain, seperti ke

kabupaten Cirebon, Kabupaten Garut, serta Kabupaten dan Kota Bandung.

Penyebaran tersebut merupakan salah satu cikal bakal terbentuknya ras

Domba Priangan. Persilangan telah berlangsung terus menerus antara Domba

Merino X Domba Lokal, dan Domba Merino X Domba Lokal X Domba

Kaapstad, namun kajian secara ilmiah belum diungkap, khususnya kajian dari sisi

komposisi darah (Merkens dan Soemirat, 1926 dikutip oleh Heriyadi, 2011).

Domba Priangan merupakan salah satu ternak rumiansia yang dapat

dimanfaatkan untuk menghasilkan daging serta kulit. Menurut (Heriyadi, 2002)

Domba Priangan memiliki ciri-ciri morfologi yang meliputi: Kepala pendek, lebar

dan dalam serta profilnya cembung, ekornya berbetuk segitiga dengan timbunan

lemak pada pangkal ekor dan mengecil pada bagian bawah, telinga besar panjang

lebih dari 8 cm (rubak). Domba Priangan jantan bertanduk besar, kokoh, dan

melingkar, sedangkan domba betina tidak bertanduk, kalau pun bertanduk

ukurannya kecil, warna bulu pada Domba Priangan sangat bervariasi, ada yang

hitam, coklat, putih, atau kombinasinya.


2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Domba

Pertumbuhan meliputi dua proses yang sangat erat, yaitu pertambahan bobot

badan secara terus menerus sampa tercapai dewasa tubuh serta dewasa kelamin

dan kedua adalah perubahan bentuk dan komposisi tubuh yang disebut

perkembangan (natasasmita,1978). Selanjutnya maynard dan loosli (1979)

menyatakan bahwa pertumbuhan dapat terjadi karena peningkatan jumlah dan

pertambahan sel yang terjadi sejalan dengan pertambahan volume tubuh, sehingga

luas kulit yang membungkus permukaan tubuh akan meningkat pula.

Pertumbuhan paling sederhana adalah perubahan ukuran yang meliputi

bobot hidup, bentuk, dimensi linier dan komposisi tubuh, termasuk perubahan

komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen

kimia terutama air, lemak protein dan abu karkas. (Soeparno, 2005). Perubahan

organ-organ dan jaringan berlangsung secara gradual hingga tercapainya ukuran

dan bentuk karakteristik masing-masing organ dan jaringan tersebut. Pertumbuhan

seekor ternak merupakan kumpulan dari pertumbuhan bagian-bagian

komponennya. Pertubuhan komponen-komponen tersebut berlangsung dengan

kadar laju yang berbeda, sehingga perubahan ukuran komponen menghasilkan

differensiasi atau pembedaan karakteristik individual sel organ. Pola pertumbuhan

normal merupakan gabungan dari pertumbuhan seluruh komponen penyusunnya.

Pertumbuhan akan menghasilkan kurva berbentuk S (Sigmoid), prosesnya dimulai

secara perlahan-lahan, kemudian berlangsung secara cepat dan akhirnya

pertumbuhan berjalan lambat atau sama sekali berhenti (Tilman, dkk, 1989).
Sejalan dengan pendapat Edey (1983) menyatakan bahwa pertumbuhan postnatal

(setelah lahir) untuk setiap spesies ternak mamalia adalah serupa, laju

pertumbuhan postnatal mula-mula terjadi sangat lambat, kemudian cepat,

selanjutnya berangsur-angsur menurun dan berhenti setelah dewasa, proses

tersebut menghasilkan kurva yang berbentuk sigmoid, seperti yang terlihat pada

ilustrasi 1.

Ilustrasi 1. Kurva pertumbuhan (Boggs dan Markel, 1993 )

Periode prenatal dapat dibedakan menjadi tiga periode, berupa proses yang

berkesinambungan, yaitu periode ovum, embrio dan fetus. Periode postnatal dapat

dibagi menjadi dua periode, yaitu periode pertumbuhan sebelum penyapihan dan

sesudah penyapihan. Selama petumbuhan dan perkembangan dapat terjadi

abnormal. Perkembangan abnormal disebabkan oleh factor genetik atau factor

lingkungan, misalnya nutrisi, temperature, kelembaban, obat-obatan, keracunan,

populasi dan penyakit. Factor-factor tersebut dapat juga menyebabkan perubahan

komposisi tubuh, baik fisik maupun kimia (Soeparno, 2005).

Pertumbuhan bukan merupakan fungsi yang bergaris lurus. Kurva

pertumbuhan yang diplot dari berat terhadap waktu memiliki kurva berbentuk S.
Kurva tersebut mirip untuk semua spesies ternak dan mewakili proses

pertumbuhan dan perkembangan yang terus menerus dari seekor hewan dari lahir

sampai dewasa (Acker dan Cunningham, 1991). Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Anggorodi (1992) yang menyatakan bahwa pertumbuhan yang lebih

besar sebelum mencapai pubertas, semakin lambat saat menjelang dan telah

mencapai dewasa tubuh. Laju pertumbuhan ditentukan oleh factor, antara lain

potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia.

Dimensi tubuh dan bobot badan yang dihasilkan ternak merupakan manifestasi

dari pertumbuhan dan perkembangan ternak, karena perumbuhan adalah sebagai

perubahan ukuran yang meliputi perubahan bobot hidup, pertambahan urat

daging, tulang, lemak dan organ lainnya. Pertambahan berat badan akan

diikuti oleh peprubahan ukuran-ukuran tubuh sejalan dengan umur ternak.

Pertumbuhan dan perkembangan bagiab-bagian ternak (otot, tulang, lemak)

tidak berlangsung secara bersamaan, namun pertumbuhan ini terjadi pada waktu

dan laju pertumbuhan yang berbeda-beda. Pertumbuhan tulang, otot dan lemak

di pengaruhi oleh umur, pakan, bangsa dan jenis kelamin (Boggs dan merkel,

1993). Pertumbuhan tulang tumbuh secara kontinyu dengan laju pertumbuhan

yang relatif cepat sedangkan pertumbuhan otot relatif lambat. Setelah mencapai

masa pubertas pertubuhan tulang engalami penurunan, sedangkan pertumbuhan

otot mulai meningkat. Menjelang dewasa tubuh, pertumbuhan tulang dan otot

akan mengalami penurunan, pada saat itu ternak

mulai dideposisikan (Soeparno, 2005).


Ilustrasi 2. Kurva pertumbuhan otot, lemak dan tulang (Field, 2007)

Ukuran panjang dan lebar kulit sangat erat hubungannya dengan ukuran

panjang badan dan lingkar dada. Pertambahan ukuran panjang dan lingkar dada

akan diikiti oleh perubahan ukuran panjang kali lebah kulit (luas kulit). Ukuran

lingkar dada mempunyai hubungan yang erat dengan bobot badan, sehingga bobot

badan yang berbeda akan menyebabkan perbedaan ukuran lebar dan luar kulitnya.

Kulit merupakan salah satu komponen tubuh, sehingga bertambahnya bobot

kulit dapat ditentukan oleh pertumbuhan ternak.Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Judoamidjojo (1981) dalam Yumiati dan Suradi (2006), menggemukan

bahwa kulit merupakan tenunan sel-sel hidup yang akan tumbuh dan berkembang

sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan ternak, adapun besarnya organ

kulit sekitar 10 – 12% dari tubuh dan yang mendapatkan makanan bergizi tinggi

selama penggemukan akan menyebabkan tingginya kandungan lemak dalam

korium dan subkutis.


2.3 Deskripsi Kulit.

Kulit merupakan organ terbesar dari tubuh yang meutupi seluruh permukaan

tubuh dan mempunyai beberapa fungsi yang penting. Selanjutnya dikatakan pula

bahwa kulit merupakan tenunan dari tubuh hewan yang terbentuk dari sel-sel

hidup serta mempunyai struktur yang sangat komplek (Judoamidjojo,1974).

Djojowidagdo (1984) dalam Yumiati dan Suradi (2006) berpendapat bahwa

kulit mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut :

(1) Melindungi alat-alat tubuh yang terletak dibawahnya dari pengaruh luar

dan tempat penyimpan energi.

(2) Membantu pertukaran atau penjagaan temperatur tubuh dari lingkungan

sekitarnya.

(3) Mengatur pertukaran zat dalam tubuh (pembentukan vitamin D).

(4) Membantu proses sekretorik dan eksretorik dari berbagai unsur di dalam

tubuh.

(5) Menghambat infeksi bacterial.

(6) Menangkap dan meneruskan rangsangan dari luar tubuh ke pusat

susunan saraf.

Kulit mentah dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu kulit mentah

yang berasal dari hewan yang berukuran besar seperti sapi, kuda dan banteng yang

lazim di sebut hide dan kulit mentah yang berasal dari hewan berukuran kecil,

seperti domba, kambing, rusa, kelinci dan reptile disebut skin. Pemberian istilah

hide dan skin juga dibedakan berdasarkan bobot kulit waktu masih mentah, yaitu
bila selembar kulit mentah bobotnya sekitar 15kg atau lebih disebut hide dan bila

bobotnya kurang dari 15kg disebut skin.

Kulit hewan pada umumnya mempunyai sifat-sifat alami yang sangat

bervariasi. Factor yang menyebabkan variasi ini banyak diantaranya ialah faktor

umum, keturunan, faktor lingkungan hidup, faktor pemeliharaan, (management),

faktor bangsa (Breed) dan lain-lain (Judoamidjojo 1974).

2.3.1 Pengertian Kulit Mentah

Kulit mentah atau kulit segar adalah salah satu bagian dari tubuh ternak

yang baru ditinggalkan dari tubuh yang beratnya 8-10% dari bobot hidupnya

(Djojowidagdo, 1984). Kulit mentah yang baru ditinggalkan dari hewan bersifat

mudah busuk karena merupakan media yang baik untuk tumbuh dan berkembang

biaknya mikroorganisme.

Kulit mentah dibagi kedalam dua golongan yaitu kulit mentah segar dan

kulit mentah kering. Kulit mentah segar adalah kulit yang baru dilepas atau

dikuliti dari tubuh hewan dan bersifat masih labil, sedangkan kulit mentah kering

adalah kulit mentah segar yang telah mengalami proses pengeringan dengan sinar

matahari baik diberi pengawet maupun tidak (SII0360-80,1980). Kulit mentah

segar mengandung kadar air 30% dari bobot kulitnya, sedangkan dalam kulit

samak hanya mengandung 14% (Judoamodjojo, 1981).

Berdasarkan standarpertanian Indonesia subsektor peternakan (1990), mutu

dan ukuran kulit ditetapkan sebagai berikut :

(1) Mutu kulit


 Mutu kulit I dengan syarat : berbau khas kulit domba, cerah, bersih,

tidak cacat (berlubang). Kandungan airnya pada kulit mentah segar

maksimum 66% sedangkan pada kulit mentah garaman maksimum 25%.

 Mutu kulit II dengan syarat : berbau khas kulit domba , cerah, bersih,

cukup elastis, terdapat sedikit cacat di luar daerah punggung (croupon)

dan bulu tidak rontok. Kandungan airnya pada kulit mentah segar

maksimum 66% sedangkan pada kulit mentah garaman maksimum 25%.

 Mutu kulit III denga syarat : bebbau khas kulit domab, warna tidak

cerah, kurang elastis, kandungan air pada kulit mentah tidak maksimum

66% sedangkan pada kulit garaman tidak maksimum 25%.

 Kulit yang diafkir (Rejects).

(2) Ukuran Kulit

 Tanda 100A : panjang > dari 100cm dan lebar > dari 60 cm.

 Tanda 100 : panjang 100 cm dan lebar 60 cm.

 Tanda 90 : panjang 90 cm dan lebar 55 cm.

 Tanda 80 : panjang 80 cm dan lebar 50 cm.

 Tanda 70 : panjang 70 cm dan lebar 45 cm.

2.3.2 Tinjauan Makroskopis Kulit

Berbagai hewan mempunyai bentuk kulit mentah yang berbeda sesuai

dengan bentuk hewan maka kulitnyapun terdiri dari daerah-daerah punggung,

perut, kaki, leher dan ekor bahkan ada pula daerah kepala. Daerah satu dengan
lainya mempunyai sifat-sifat yang berbeda, diantaranya tebal kulit hewan kira-kira

bergeser dari daerah pundak (gumba) yang tertebal dan berangsur-angsur samakin

tipis sampai daerah ekor, sedangkan secara lateral maka daerah tulang punggung

tertebal bernangsur-angsur menipis ke daerah perut, untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada ilustrasi 3.

Ilustrasi 3. Skema umum dari ketebalan dan kepadatan kulit hewan


(Judoamidjojo, 1981)
Menurut Judoamidjojo (1981) satu lembar kuit terbagi atas beberapa daerah,

yaitu :

 Daerah Croupon (butt)

Daerah ini mempunyai mutu yang relatif paling baik bila dibandingkan

dengan daerah-daerah lain. Derah ini meliputi 55% dari seluruh kulit.

 Daerah Kepala dan Leher

Daerah ini merupakan daerah yang paling tebal dan memiliki tenunan

yang lebih longgar. Luas daerah ini 23% dari seluruh kulit.

 Daerah Kaki, Perut dan Ekor


Derah ini merupakan daerah yang relatif tipis dan bertenunan longgar,

terutama pada bagian perut. Daerah ini meliputi 22% dari seluruh kulit.

Untuk lebih jelasnya mengenai pembagian bentuk umum dari kulit disajikan pada

ilustrasi 4.

Ilustrasi 4. Bentuk Umum dari Kulit Hewan (Judoamidjojo, 1981)

Keterangan : a. Daerah croupon (butt)

b. Daerah kepala dan Leher

c. Daerah Kaki, Perut dan Ekor

2.4 Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Produksi Kulit

Judoamidjojo (1981), menyatakan bahwa produksi kulit mentah sangat

dipengaruhi oleh beberapa factor, sebagai berikut :

(1) Faktor Ante-Mortem

Faktor Ante-Mortem adalah proses pemeliharaan hewan, mulai hewan lahir

sampai hewan dipotong. Faktor-faktor tersebut adalah:

 Jenis bangsa, bersifat baik atau buruk pada kulit hewan dapat

disebabkan oleg faktor jenis hewan itu sendiri.


 Jenis kelamin, ternak memiliki kulit mentah yang berbeda baik ternak

jantan maupun ternak betina, kulit betina lebih halus dibandingkan

kulit jantan. Pada umumnya kulit ternak betina akan mempunyai

berat rata-rata lebih ringan dari kulit ternak jantan, akan tetapi kulit

betina memiliki daya rengang yang lebih besar.

 Umur pemotongan, sejalan dengan pertumbuhan seekor ternak maka

ukuran bobot kulit bervariasi mengikuti pertambahan umur.

 Pakan, pemberian pakan sangat erat kaitannya dengan produksi kulit

yang dihsilkan oleh seekor ternak.

 Iklim, pada daerah dingin umumnya hewan mempunyai klit yang

tebal dan berbulu dibandingkan hewan yang hidup didaerah panas.

(2) Faktor Post-Mortem

FaktorPost-mortem adalah penanganan terhadap kulit setelah hewan

dipotong sampai proses pengepakan. Faktor-faktor tersebut diantaranya cara

pengulitan, pengangan kulit, pengawetan kulit, penanganan penyamakan

kulit dan penanganan penyimpana atau pengulitan kulit mentah.

2.5 Sistem Pemeliharaan.

Sistem pemeliharaan yang baik merupakan salah satu kunci keberhasilan

budidaya Domba Priangan. Sistem pemeliharaan domba yang umumnya terdapat

di masyarakat dibagi menjadi tiga cara, diantaranya sistem pemeliharaan

intensif, sistem pemeliharaan semi intensif dan sistem pemeliharaan ekstensif.


Parakkasi (1999), tiga cara sistem pemeliharaan domba tersebut

didefinisikan sebagai berikut:

(1) Sistem Ekstensif, dimana seluruh aktivitas perkawinannya, pembesaran,

pertumbuhan dan penggemukan dilakukan di padang penggembalaan.

Domba dilepas di padang penggembalaan dengan rumput dan

pertumbuhan domba ini sangat tergantung dari kualitas padangnya.

(2) Sistem Semi Intensif merupakan perpaduan antara sistem ekstensif dan

intensif, dan sering disebut juga dengan sistem pertanian campuran

(mixed farming). Ternak pada siang hari dapat diumbar di padang

penggembalaan dan pada malam hari ternak dikandangkan dan pakan

diberikan di dalam kandang

(3) Sistem Intensif, dimana pemeliharaan dengan sistem ini biasanya ternak

dikandangkan terus menerus (sepanjang hari). Pemeliharaan sistem

intensif ini biasanya menggunakan ransum yang bernutrisi tinggi

(penguat).

Sistem pemeliharaan yang banyak di pakai dimasyarakat khususnya

peternakan rakyat yaitu pola pemeliharaan secara tradisional. Pola yang

dilakukan yaitu dengan cara mengkandangkan ternak sepanjang hari dengan

pemberian pakan rumput saja tanpa adanya pemberian pakan tambahan/ pakan

penguat (Suharto dan Zulqoyah, 2005). Hal tersebut tentunya berpengaruh pada

hasil akhir bobot potong yang diharapkan.


23

III

MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1. Materi Penelitian

3.1.1. Objek Penelitian

Objek penelitian yang digunakan adalah domba betina jenis domba

Priangan yang berumur dibawah 12 bulan yang berasal dari peternakan PT

Mahesa Mutiara Tani dengan sistem pemeliharaan intensif. Kulit mentah segar ini

berasal dari Domba Priangan betina muda sebanyak 30 ekor.

3.1.2. Peralatan Penelitian

(1) Satu buah timbangan duduk berkapasitas 150 kg dengan tingkat ketelitian
0,5kg untuk menimbang bobot potong.
(2) Satu buah timbangan gantung berkapasitas 150kg dengan tingkat ketelitian

0,5 kg untuk menimbang berat karkas.

(3) Pisau untuk menyembelih dan menguliti domba.

(4) Plastik sebagai alat penyimpanan domba disembelih.

(5) Kamera untuk dokumentasi.

(6) Alat tulis untuk mencatat data penelitian.

3.2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode statistik deskriptif

prospektif. Metode penelitian statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi

untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti


24

melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis

dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2014).

Statistik deskriptif pada penelitian ini dianalisis untuk memberikan

gambaran dari setiap variabel yang meliputi jumlah data, nilai maksimum, nilai

minimum, nilai rata-rata (mean), dan standar deviasi dari setiap variabel. Nilai

minimum merupakan nilai terkecil atau batas bawah data, kemudian nilai

maksimum merupakan nilai tertinggi atau batas atas data. Nilai mean atau nilai

rata-rata adalah hasil penjumlahan dari seluruh data dibagi dengan seluruh jumlah

data, dan standar deviasi yang menjadi pengukur rata-rata penyimpangan masing-

masing item data terhadap nilai yang diharapkan.

Deskriptif prospektif sendiri memiliki pengertian penelitian berupa

pengamatan terhadap peristiwa yang akan terjadi dilakukan satu kali atau lebih.

Data yang sudah didapat selanjutnya ditabulasikan, dianalisis, dilakukan

interpretasi, dan digeneralisasi untuk menetapkan sifat-sifat dan kriteria-kriteria

tertentu (Riduwan, 2015).


3.2.1. Teknik Pengumpulan Data

1. Penentuan Umur Domba


 Penemtuan umur domba berdasarkan susunan gigi disajikan pada
Tabel 1.
Table 1. Korelasi Antara Umur dengan Susunan Gigi Domba / Kambing
No Gigi seri Kondisi Umur Domba/Kambing

1 Sentral Telah ada 0.1 Minggu


2 Intermediate Telah ada 0.2 minggu
3 Lateral Telah ada 2-3 minggu
4 Corner Telah ada 3-4 minggu
5 S,I,L dan C Lengkap 1 tahun
6 Sentral Permanen 1.1,5 tahun
7 Intermediate Permanen >1,5-2,5 tahun
8 Lateral Permanen >2-3 tahun
9 Corner Permanen >3-4 tahun
Sumber : Heriyadi (2001)

Penentuan umur domba dilakukan berdasarkan pada penggantian gigi

serimya. Adapun antara umur dengan susunan gigi domba dapat dilihat pada

tabel 1.

2. Pemotongan ternak dan pengulitan, langkah yang dilakukan adalah :

 Penyembelihan ternak, domba dipotong pada bagian leher, dekat

tulang rangka bawah, sehingga vena jugularis, arteri karotis dan

tenggorokan terpotong, untuk mengeluarkan darah yang sempurna.

Kemudian kepala dilepaskan dari tubuh pada sendi occipto alantis, lalu

domba digantung pada bagian tendo achilles kedua kaki belakang.

 Pengulitan ternak, kulit domba dilepaskan secara hati-hati dengan

menyayat kulit pada kaki belakang secara melingkar dn melanjukan

melalui bagian paha sampai anus selanjutnya dilakukan penyayatan


pada bagian perut, kulit yang sudah disayat ditarik secara perlahan

sampai seluruh kulit terlepas dari tubuh domba.

 Penimbangan kulit segar, yaitu penimbangan bobot kulit domba lokal

Jantan menggunakan timbangan, sehingga diperoleh bobot kulit.

 Setelah dilakukan penimbangan, kulit pada bagian punggung

dilakukan pengukuran menggunakan jangka sorong, sehingga

diperoleh tebal kulit punggung.

3.2.2 Variabel yang diukur

Pengukuran variabel yang diamati pada penelitian ini adalah berdasarkan

Bobot potong, Bobot kulit mentah segar, Luas kulit mentah segar dan Tebal kulit

mentah segar dengan cara sebagai berikut :

 Bobot potong diukur dengan Satu buah timbangan duduk berkapasitas

100 kg dengan tingkat ketelitian 0,5kg.

 Bobot kulit mentah segar diukur dengan menggunakan timbangan

dacin berkapsitas 25 kg dengan tingkah ketelitian 0,1 kg.

 Luas kulit mentah segar diukur dengan mementangkan kulit lalu

ditarik garis panjang. Untuk menentukan garis lebar, digunakan garis

bantu yaitu dua garis diagonal seperti pada Ilustrasi 5.


Keterangan :

A – B = Panjang Kulit

C – D = Lebar Kulit

X – Y = Garis Bantu

Ilustrasi 5. Cara pengukuran Luas kulit Mentah (Yurmiati dan Suradi, 2010)

 Tebal Kulit mentah segar diukur menggunakan millimeter skrup pada

tiga tempat yaitu, bagian punggung, leher dan perut. Kemudian ketiga

hasil pengukuran tersebut dirata-ratakan sehingga didapatkan tebal

kulit. Selengkapnya dapat dilihat pada Ilustrasi 6

Keterangan :

B = Bagian Leher

K = Bagian Punggung

P = Bagian Perut

Ilustrasi 6. Cara pengukuran tebal kulit mentah segar (Yurmiati dan Suradi, 2010)
3.2.3 Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah :

1. Bobot Potong (Kg)

Pengukuran dilakukan menggunakan timbangan duduk berkapasitas

100 kg dengan tingkat ketelitian 0,5 kg.

2. Bobot kulit Segar (Kg)

Bobot kulit mentah segar Domba Priangan betina lamb dalam satuan

kilogram. Kulit mentah segar adalah kulit hewan yang baru

ditanggalkan dari hewanya dan belum mendapatkan perlakuan apapun

(Wazah, 2009).

3. Luas kulit (c𝐦𝟐)

Luas kulit mentah segar Domba Priangan betina lamb dalam satuan

cebtimeter. Luas kulit yang didapatkan adalah hasil kali antara garis

panjang dengan garis lebar permukaan kulit mentah segar seperti yang

digambarkan pada ilustrasi 1.

4. Tebal Kulit (mm)

Tebal kulit mentah segarDomba Priangan betina lamb diukur dalam

satuan millimeter. Tebal kulit mentah segar yang didapatkan adalah

hasil pengukuran menggunakan micrometer skrup pada kulit mentah

segar dengan tingkat ketelitian 0,01 mm. pengukuran dilakukan pada

tiga titik berbeda yang dianggap mewakilikeseluruhan kulit yaitu titik

didaerah punggung, leher dan perut seperti pada ilustrasi 6. Ketiga


hasil pengukuran dirata-ratakan, sehingga didapatkan tebal kulit

mentah segar.

3.3. Analisis Data

Model analisis regresi non linier model kuadratik dipilih karena penelitian

ini melakukan pengukuran terhadap hubungan variabel dependen (Y)dengan

variabel independen (X) sehingga akan diperoleh suatu kurva yang membentuk

garis lengkung menaik (𝛽2> 0) atau menurun (𝛽2< 0). Analisis regresi kuadratik

dapat menganalisis peramalan nilai pengaruh serta membuktikan ada atau tidak

hubungan kausalitas pada variabel penelitian. Persamaan regresi yang sesuai

untuk memprediksi penelitian ini adalah:

𝑌 = 𝛽0 + 𝛽1 X + 𝛽2 𝑋 2 + 𝜀

Keterangan:
Y = Kuantitas Kulit Domba Priangan Betina
x = Bobot Potong Domba Priangan Betina
𝛽0 , 𝛽1 , 𝛽2 = Parameter
𝜀 = Galat atau residual model

Analisis Koefisien Korelasi

Analisis ini ditujukan untuk mengetahui tingkat keeratan korelasi antara

variabel X dengan variabel Y. Pendekatan untuk menghitung besarnya korelasi

dalam penelitian ini adalah pearson correlation. Perhitungan rumus Pearson

Correlation adalah sebagai berikut :


𝑛 ∑ 𝑋𝑌 − ∑ 𝑋 ∑ 𝑌
𝑟=
√(𝑛 ∑ 𝑋2 − (∑ 𝑋2) (𝑛 ∑ 𝑌2 − (∑ 𝑌2))

Keterangan :

r = Koefisien korelasi

n = Jumlah sampel

X = Variabel independen (Bobot potong Domba Priangan betina)

Y = Variabel independen (Kuantitas kulit Domba Priangan betina)

Sebagai pedoman kriteria penilaian makna koefisien korelasi yaitu dengan

menggunakan teknik tolak ukur koefisien korelasi pada tabel 2.

Tabel 2.Tabel Kriteria Penilaian Korelasi


Interval Tingkat Keeratan
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
0,60 – 0,799 Kuat
0,40 – 0,599 Cukup Kuat
0,20 – 0,399 Rendah
0,00 – 0,199 Sangat Rendah

Sumber: Riduwan dan Sunarto (2012)

Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi ditujukan untuk menghitung besaran variabel

dependen yang dipengaruhi oleh variabel independen. Hasil perhitungan koefisien

determinasi nilainya berada antara 0 sampai 1. Apabila hasil perhitungan semakin

mendekati 1 (satu), maka semakin besar pengaruh yang diberikan. Menurut

Riduwan dan Akdon (2013), variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel

independen dapat dihitung dengan rumus:


Koefisien Determinasi = r2 x 100%

Keterangan:

KD = Nilai koefisien determinan

r = Nilai koefisien korelasi

Hasil yang diperoleh akan berada pada interval 0 ≤ r 2 ≤ 1, semakin kecil hasil

koefisien determinasi yang dihasilkan, berarti variabel independen hanya sedikit

mampu memprediksi variabel dependen, begitu juga berlaku sebaliknya


32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Penelitian

Tempat Pemotongan Hewan (TPH) berada di Kampung Bubulak Kota

Bogor. TPH ini merupakan milik perorangan dengan fasilitas yang masih

tradisional. Fasilitas dan sarana yang dimiliki TPH yaitu, kandang penampungan

berkapasitas 30-40 ekor yang terbuat dari bahan kayu, tempat pemotongan domba,

tempat penggantungan karkas, tempat pencucian jeroan dan sumber air yang

berasal dari sumur bor.

Domba Priangan yang dipotong di TPH ini berasal dari peternak di

wilayah Bogor dan sekitarnya. Domba tersebut berasal dari beberapa peternak

antara lain Mahesa, Tawakal, Hidayah, Kukoh, dan Agro. Menurut informasi

pemilik TPH Pak Adit, domba yang diotong bakalannya berasal dari Pak Adit

yang digemukan oleh peternak-peternak tersebut, dan setelah cukup memenuhi

kriteria siap untuk dipanen dibeli kembali oleh Pak Adit untuk dipotong, untuk

memenuhi permintaan masyarakat . Kondisi domba beragam baik bobot hidup,

ukuran tubuh domba, jenis kelamin dan umur domba.

Domba Priangan yang telah dibeli kembali dari peternak di simpan di

kandang penampungan untuk kebutuhan potongan harian. Jumlah Domba

Priangan yang dibeli dan di potong di TPH ini tergantung dari umur yang telah di

tentukan dan bobot yang sesui dengan kebutuhan. Rata – rata pemotongan per hari
33

yaitu 10-40 ekor dan proses pemotongan dilakukan pada pagi hari. Domba yang

dipotong diperiksa terlebih dahulu kondisinya karena ternak yang sakit atau cacat

tidak dipotong.

4.2 Bobot Potong, Bobot Kulit, Luas Kulit dan Tebal kulit

Bobot badan dengan bobot kulit mentah segar, serta luas kulit memiliki

hubungan yang erat (Chaniago dan Obst 1980; Soeparno, 2005) Hasil penelitian

dapat dilihat pada Tabel 3.Bobot kulit mentah dan luas kulit erat kaitannya dengan

bobot dan besar tubuh domba, karena kulit merupakan pembungkus dari tubuh

domba secara keseluruhan. Besar serta luas kulit ini akan dipengaruhi oleh

peningkatan jumlah dan pertambahan sel yang terjadi sejalan dengan

bertambahnya volume tubuh, sehingga luas kulit yang membungkus permukaan

tubuh akan meningkat pula (Maynadr dan Lossli, 1979).

. Peningkatan bobot badan domba akan diikuti oleh peningkatan kuantitas

kulit meliputi berat, luas, dan tebal (Anderson dan Kisser,1971,yang disitasioleh

Soeparno,2005). Bobot kulit, luas kulit, serta tebal kulit hasil penelitian disajikan

padaTabel 3. Berikut ini :

Tabel 3. Rataan Bobot Potong, Bobot Kulit, Luas dan Tebal Kulit Domba
Priangan Betina Muda
Standar
No Uraian N Minimum Maksimum Rataan
Deviasi
1 Bobot Potong (Kg) 16,60 28,45 20,25 3,18
2 Bobot kulit (Kg) 1,30 4,35 2,17 0,61
30
3 Luas Kulit (𝑐𝑚2) 5162,60 8085,00 6156,89 675,13
4 Tebal Kulit (mm) 0,52 1,18 0,90 0,18
Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif pada Tabel 3 menunjukkan

bahwa domba dengan rata-rata bobot potong 20,25kg memiliki rata-rata bobot

kulit 2,17kg dengan rata-rata luas kulit 6156,89 cm2 dan tebal kulit 0,90mm. Hasil

yang diperoleh lebih besar dari hasil penelitian Herman (2005)yangmenjelaskan

bahwaDomba Priangan muda dengan bobot potong rata-rata 17,5kg memiliki

rataan bobot kulit mentah 1,175kg, sedangkan pada bobot potong dengan rata-rata

25kg memiliki rataan bobot kulit mentah 1,1743kg

Hasil penelitian yang diperoleh rataan bobot kulit mentah segar Domba

Priangan betina sebesar 2,1767 ± 0,61 kg atau 10,76 % dari bobot badanmentah

segar. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dinyatakan bahwa Domba

Priangan betina muda memiliki bobot kulit sekitar 10,76% dari bobot potong.Hal

ini berada pada kisaran hasil penelitian (Yurmiati dan suradi, 2010) pada domba

Lokal Ekor Tipis yaitu 8-12% dari bobot hidupnya.

Ukuran mutu kulit yang dihasilkan oleh Domba Priangan betina muda

termasuk kedalam kategori mutu No 1 (primes) I/100A yang memeiliki ukuran

panjang > dari 100 cm dan lebar > 60 cm menurut standar pertanian Indonesia

subsektor peternakan (1990). Mutu kulit Domba Priangan betina muda termasuk

kategori kelas 2 yaitu memiliki kerusakan maksimum 10%, kulit tidak gembos,

liat dan lemas, sedikit bekas irisan, sedikit lobang lobang, sedikit penyakit, agak

banyak guratan, dan agak banyak bekas luka.


4.3 Hubungan Bobot Potong dengan Kuantitas Kulit Domba Priangan

Meningkatnya bobot badan, maka diikuti dengan meningkatnya ukuran

tubuh termasuk lingkar badan .Kulit merupakan pembungkus badan akan

mengikuti bentuk tubuh, berubahnya ukuran badan maka kulitpun ikut berubah

terkait ukurannya. Dalam penelitian ini dilakukan Analisa regresi kuadratik untuk

mengetahui hubungan antara bobot potong dengan kuantitas kulit Domba

Priangan betina. Bobot potong sebagai variable independen dan kuantitas kulit

meliputi bobot kulit, luas kulit dan tebal kulit sebagai variable dependen.

Nilai koefisien korelasi antara bobot kulit dan bobot potong adalah sebesar

0,771 dan memiliki nilai positif. Menurut Sarwono (2020), apabila nilai korelasi

berada di antara 0,75 – 0,99 maka tingkat kekuatan hubungan tersebut masuk ke

dalam kategori korelasi yang sangat kuat. Artinya bobot kulit dan bobot potong

memiliki hubungan positif dengan tingkat keeratan yang sangat kuat.

Nilai koefisien korelasi antara luas kulit dan bobot potong adalah sebesar

0,787 dan memiliki nilai positif. Dan nilai koefisien korelasi antara tebal kulit

dan bobot potong adalah sebesar 0,728 dan memiliki nilai positif.

Menurut Sarwono (2020), apabila nilai korelasi berada di antara 0,75 –

0,99 maka tingkat kekuatan hubungan tersebut masuk ke dalam kategori korelasi

yang sangat kuat. Artinya antara luas kulit, tebal kulit dan bobot potong memiliki

hubungan positif dengan tingkat keeratan yang sangat kuat.


4.3.1 Hubungan Bobot Potong (X) dengan Bobot kulit(Y1)

Berdasarkan hasil perhitungan regresi kuadratik, diperoleh bentuk

persamaan regresi kuadratik sebagai berikut: 𝑌1 = 3,85 − 0,29𝑋 + 0,01𝑋 2 + 𝜀.

Berdasarkan persamaan regresi kuadratik tersebut, koefisien X memiliki nilai

positif sebesar 0,29, artinya bobot potong dengan bobot kulit memiliki hubungan

yang searah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa apabila bobot potong naik

sebesar 1 Kg, maka bobot kulit akan naik sebesar 0,29 Kg.

Berikut merupakan grafik hubungan bobot potong dengan bobot

kulitDomba Priangan betina yang didapat menggunakan software SPSS 23.0 :

Grafik 1.Grafik Hubungan Bobot Potong dengan Bobot kulitDomba


PrianganBetina
Pada grafik 1 Menunjukan bahwa semakin tinggi bobot potong Domba

Priangan betina muda menyebabkan bobot kulit semakin tinggi pula.Hasil tersebut

sesuai dengan hasil penelitian Chaniago dan Obst (1980), bahwa hubungan bobot

potong dengan bobot kulit memiliki hubungan positif atau searah, yaitu makin

besar nilai bobot potong (X), makin besar pula nilai bobot kulit..

Berarti peningkatan bobot potong Domba Prianganakan diikuti dengan

penigkatan bobot tubuh bersamaan dengan komponen-komponen penyusun tubuh

yang akan berpengaruh terhadap bobot kulitnya. Keadaan ini sesuai dengan

pernyataan Sabirin (2010) yang menyatakan bahwa umur potong memiliki

hubungan positif sangat nyata terhadap bobot kulit. Besarnya pengaruh umur

potong terhdap bobot kulit segar cukup tinggi yaitu sebesar 82,91 persen

(yurmiaty, 1991).

4.3.2 Hubungan Bobot Potong (X) dengan Luas Kulit (Y2)

Berdasarkan hasil perhitungan regresi kuadratik, diperoleh bentuk

persamaan regresi kuadratik sebagai berikut: 𝑌2 = 1,2 𝑥 104 − 7,03 𝑥 102𝑋 +

20,02𝑋2 + 𝜀. Berdasarkan persamaan regresi kuadratik tersebut, koefisien X

memiliki nilai positif sebesar 703,17 artinya bobot potong dengan luas kulit

memiliki hubungan yang searah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa apabila

bobot potong naik sebesar 1 Kg, maka luas kulit akan naik sebesar 703,17cm2.

Berikut merupakan grafik hubungan bobot potong dengan luas kulit

Domba Priangan betina yang didapat menggunakan software SPSS 23.0 :


Grafik 2.Grafik Hubungan Bobot Potong dengan Luas Kulit Domba Priangan
Betina

Grafik 2 menunjukkan bahwapeningkatan bobot potong Domba Priangan

betina akan diikuti dengan peningkatan luas kulit Domba Priangan betina, dimana

luas kulitDomba Priangan betina dapat dijelaskan oleh bobot potongnya, dengan

keeratan hubungan 78,7%. Pertumbuhan dapat terjadi karena peningkatan jumlah

dan pertambahan ukuran sel tubuh, proses tersebut terjadi sejalan dengan

bertambahnya umur dan kondisi ternak. Hal ini mengakibatkan bertambah

besarnya volume tubuh, sehingga luas kulit yang membungkus permukaan tubuh

akan meningkat pula, akibatnya bobot badan yang berbeda akan menghasilkan

luas kulit yang berbeda pula (Maynard dan Loosli, 1969 ; Ensminger, 1969). Hal
tersebut sejalan dengan pendapat (Anderson dan Kisser,1971,yang disitasioleh

Soeparno,2005), bahwa penambahan bobot badan ternak akan diikuti oleh

bertambahnya luas kulit.

Data yang diperoleh pada penelitian ini menunjuka bahwa pertambahan

ukuran lingkaran dada dan panjang badan akan diikuti oleh perubahan ukuran luas

kulit. Ukuran lingkar dada mempunyai hubungan yang erat dengan bobot badan,

sehingga bobot badan yang berbeda akan menyebabkan perbedaan ukuran lebar

dan luas kulitnya. Hal ini membuktikan bahwa panjang dan lebar badan domba

mengalami perubahan yang tidak sama. Yurmiaty (1986) menyatakan bahwa

panjang dan lebar badan pada domba meskipun pada umur yang sama, belum

tentu memberikan pertambahan panjang danlebar yang sama, karena hal ini

ditentukan oleh perkembangan tulangnya.

4.3.3 Hubungan Bobot Potong (X) dengan Tebal Kulit (Y3)

Berdasarkan hasil perhitungan regresi kuadratik, diperoleh bentuk

persamaan regresi kuadratik sebagai berikut: 𝑌3 = −3,8 + 0,41𝑋 − 8,34 𝑥 10−3𝑋2

+ 𝜀. Berdasarkan persamaan regresi kuadratik tersebut, koefisien X memiliki nilai

positif sebesar 0,41, artinya bobot potong dengan tebal kulit memiliki hubungan

yang searah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa apabila bobot potong naik

sebesar 1 Kg, maka tebal kulit akan naik sebesar 0,41 mm.

Berikut merupakan grafik hubungan bobot potong dengan tebal kulit

Domba Priangan betina yang didapat menggunakan software SPSS 23.0 :


Grafik 3. Grafik Hubungan Bobot Potong dengan Tebal Kulit Domba
Priangan Betina

Pada grafik 3 menunjukkan bahwapeningkatan bobot potong Domba

Priangan betina akan diikuti dengan peningkatan tebal kulit Domba Priangan

betina, dimana tebal kulit Domba Priangan betina dapat dijelaskan oleh bobot

potongnya, dengan keeratan hubungan 72,8%. Hal ini sesuai dengan pendapat

Anderson dan Kisser (1971) dalam Yurmiati dan Suradi (2006), bahwa

pertumbuhan kulit dicerminkan oleh perubahan bobot badan, sehingga

peningkatan bobot badan ternak akan diikuti oleh peningkatan kuantiatas kulit

meliputi bobot, luas, dan tebal kulit.


41

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statistk dapat diambil kesimpulan

bahwa terdapat hubungan yang erat anatar bobot potong dengan bobot kulit, luas

kulit dan tebal kulit

Kesimpulan tersebut dijelaskan dengan hasil penelitian sebagai berikut :

1) Hasil penelitian menunjukan rataan bobot potong Domba Priangan betina

muda 20,25± 3,18 kg, minimal 16,06 kg dan maksimal 28,45 kg. Rataan

bobot kulit2,17± 0,61 kg , minimal 1,30 kg dan maksimal 4,35 kg.

Rataan tebal kulit , 0,90± 0,18 mm, minimal 0,52 mm dan maksimal 1,18

mm. Rataan luas kulit 6156,89 ± 675,13Cm2 ,minimal 5162,60 Cm2 dan

maksimal 8085,00 Cm2

2) Berdasarkan model regresi kuadratik diperoleh hasil bahwa adanya

hubungan anatara bobot potong dengan bobot kulit Domba Priangan betina

muda mengikuti persamaan regresi sebagai berikut: 𝑌1 = 3,85 − 0,29𝑋

+ 0,01𝑋2 + 𝜀 dengan keertaan sebesar 77,1%. Selanjutnya adanya

hubungan antara bobot potong dengan luas kulit: 𝑌2 = 1,2 𝑥 104 − 7,03

𝑥 102𝑋 + 20,02𝑋2 + 𝜀 dengan keeratan sebesar 78,7%. Dan terakhir

adanya hubungan antara bobot potong dengan Tebal kulit: 𝑌3 = −3,8 +

0,41𝑋 − 8,34 𝑥 10−3𝑋2 + 𝜀 dengan keeratan sebesar 72,8%.


42

3) Berdasarkan analisis korelasi diperoleh nilai koefisien korelasi antara

bobot kulit dan bobot potong adalah sebesar 0,771 artinya bobot kulit dan

bobot potong memiliki hubungan positif dengan tingkat keeratan yang

sangat kuat. Selanjutnya nilai koefisien korelasi antara luas kulit dan bobot

potong adalah sebesar 0,787 dan memiliki nilai positif. Dan nilai koefisien

korelasi antara tebal kulit dan bobot potong adalah sebesar 0,728, artinya

antara luas kulit, tebal kulit dan bobot potong memiliki hubungan positif

dengan tingkat keeratan yang sangat kuat.

5.2. Saran

Untuk memperoleh produksi kulit yang tinngi harus memperhatikan

faktor-faktor yang mempengaruhi yaiu bobot potong, jenis kelamin, umur

pemotongan, iklim, pakan dan cara pengulitan. Pemotongan Domba Priangan

betina muda untuk kepentingan potongan komersil seharusnya tidak dilakukan

oleh peternak karena kasus tersebut bertentangan dengan aturan. Namun hal

tersebut perlu usaha lebih dari kalangan akademisi, pemerintah dan Dinas

Peternakan untuk memberikan pemahaman kepada peternak tentang larangan

pemotongan betina khususunya betina produktif.


43

RINGKASAN

Domba merupakan salah satu ternak dengan produksi utama yang

dihasilkan adalah daging. Dalam rangka memenuhi ketersedian daging, berbagai

informasi berdasarkan pengamatan di tempat pemotongan hewan ternyata yang

banyak di sembelih adalah domba betina. Keunngulan dari Domba Priangan

betina adalah bersifat prolific atau mampu melahirkan anak lebih dari satu ekor

setiap tahunnya. Salah satu bangsa ternaj yang dapat diandalkan sebagai penghasil

daging.

Selain itu domba memiliki hasil ikutan yang cukup potensial untuk

dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomis cukup tinggi yaitu kulit. Kulit

merupakan salah satu bagian tubuh yang terdiri atas tenunan sel-sel hidup yang

akan tumbuh dan berkembang sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan

ternak. Kulit jadi yang baik dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas (berat, tebal

serta luas) kulit mentah. Factor tersebut sangat menentukan nilai jualnya

Berawal dari hal tersebut maka dilakukan penelitian menegenai

“Hubungan Bobot Potong dengan Kuantitas Kulit Domba Priangan Betina Muda

Pada Sistem Penggemukkan” (Studi kasus di Kampung Bubulak RT 03 Rw 03,

Kota Bogor) dilakukan di Kandang Transit PSK (Tempat Pemotongan Hewan)

yang dikelola oleh saudara Aditya Guzwatutohir Rahmawanto S.Pt. pada tanggal

10 hingga 15 Oktober 2019 dan pengolahan data dilakukan pada bulan April

2020.
44

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan

antara bobot potong dengan kuantitas kulit Domba Priangan Betina Muda. Hasil

penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan

menjadi bahan informasi bagi masyarakat peternak khususnya bagi pedagang

daging domba mengenai bobot potong dan persentase karkas Domba Priangan

Betina Muda.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif

dengan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling.Peubah yang

diamati pada penelitian ini yaitu bobot potong, bobot kulit, tebal kulit dan luas

kulit.Sampel yang diteliti yaitu Domba Priangan Betina Muda sebanyak 30 ekor

dengan umur di bawah 1 tahun yang diperoleh dari peternak di daerah Bogor.

Analisis statistik regresi kuadratik karena penelitian ini melakukan

pengukuran terhadap hubungan variabel dependen (Y)dengan variabel independen

(X) sehingga akan diperoleh suatu kurva yang membentuk garis lengkung menaik

(𝛽2> 0) atau menurun (𝛽2< 0). Analisis regresi kuadratik dapat menganalisis

peramalan nilai pengaruh serta membuktikan ada atau tidak hubungan kausalitas

pada variabel penelitian.

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan positif anatara

Bobot Potong Domba Priangan Betina Muda pada penelitian ini sebesar (16,06 kg

– 28,45 kg). Adanya hubungan anatara bobot potong dengan bobot kulit Domba

Priangan betina muda mengikuti persamaan regresi 𝑌1 = 3,85 − 0,29𝑋 +


0,01𝑋2 + 𝜀 dengan keertaan hubungan 77,1%.Adanya hubungan antara bobot

potong dengan luas kulit Domba Priangan betina muda mengikuti persamaan

regresi 𝑌2 = 1,2 𝑥 104 − 7,03 𝑥 102𝑋 + 20,02𝑋2 + 𝜀 dengan keeratan hubungan

78,7%.Adanya hubungan antara bobot potong dengan Tebal kulit Domba

Priangan betina muda mengikuti persamaan regresi 𝑌3 = −3,8 + 0,41𝑋 − 8,34

𝑥 10−3𝑋2 + 𝜀 dengan keeratan hubungan 72,8%.Korelasi antara bobot potong

dengan bobot kulit adalah 0,771, koreslasi bobot potong dengan luas kulit adalah

0,787, korelasi bobot potong dengan tebal kulit adalah 0,728 dan memiliki nilai

positif. Artinya bobot kulit, luas kulit, tebal kulit dan bobot potong memiliki

hubungan positif dengan tingkat keeratan yang kuat.


46

DAFTAR PUSTAKA

Acker, D. dan M. Cunningham. 1991. Animal Science and Industry Prentice


Hall, Engelwood Cliff. New Jersey. Hal 147-150

Anggrodi, R. 1992. Ilmu Makanan Ternak Umum . Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta Hal 207-208.

Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Standar Nasional Indonesia.2009 Bibit


Domba Garut.[online]. Tersedia :http://BSNI.go.id. [10 September 2019].

Berg and Butterfield, 1976.New Concept Of Cattle Growth,Sydney University


Press. Hal 143-175

Boggs, D.L. dan markel. R.A. 1993. Line Animal Carcass Evolution and
Selection Manual Fourth Edition. Kendall/Hunt Publishing Company. 3-
13.

Chaniago, T. dan J.M. Obst. 1980. Pertumbuhan Domba dengan Penambahan


Makanan Penguat Komersial dan Dedak Padi di Salah satu Desa di Jawa
Barat. Proceding Seminar Ruminansia. Balai Penelitian Ternak, Ciawi
bogor. Hal 40-50

Departemen Perindustrian. 1980. Istilah dan Definisi untuk Kulit dan Cara
Pengolahan-Pengujian Fisis dan Kimiawi. SII No. 0360-80. Depatemen
Perindustrian Republik Indonesia. Jakarta. Hal 1-10.

Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan.2017. Statistik Peternakan


dan Keswan.Jakarta. Hal. 87.

Djojowidagdo.1984. Tinjauan Peranan Kulit dalam Pengaturan suhu


Tubuh.Makalah Seminar Dosen Fapet UGM.Yogyakarta.12.

Edey, T. N. 1983.Tropical sheep and Goat Production. Australian Vice –


Chanchellors Committee. AUIDP. Canberra. 90-95.

Field, T. G. 2007. Beef Production and Management Decisions. Fifth Edition.


Prencite Hall, New Jersey. Hal 581-610

Gasperz, V.1995. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan Jilid 2.Tarsito.


Bandung. Hal 76-78.
47

Heriyadi. D., 2001. Teknik Produksi Ternak Ruminansia. Departemen Pendidikan


Nasional. Proyek Pembangunan Sistem Standar Menengah Kejuruan.
Jakarta. Hal 9

Heriyadi, D., 2011. Pernak-Pernik Senarai Domba Garut. Unpad press. Bandung.
Halaman 1-68.

Herman, R. 2005. Produksi Karkas dan Non Karkas Domba Priangan dan Ekor
Gemuk pada Bobot potong 17,5kg dan 25,0kg. Depatemen Ilmu Produksi
Ternak, Fakultas Peternakan – IPB. Bogor. Hal 3-7.

Joseph, G. 2007. Suplementasi Sabun Kalsium dalam Pakan Trnak Ruminansia


Sebagai Sumber Energi Alternatif Untuk Meningkatkan Produksi daging
yang Berkualitas. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Bogor. Hal 6

Judoamidjojo, R. M. 1974. Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Institut Pertanian


Bogor, Departemen Teknologi Hasil Pertanian FATEMETA-IPB Bogor.
Hal 1-4.

Maynard, L.A. dan J.K. Loosli. 1979. Animal Nutrition. Seventh Edition.
Mc.Graw Hill Book Company, Inc. New York. 516-421.

Muyasaroh, S. 2007. Pengaruh Umur dan Berat Potong Terhadap Persentase


Karkas dan Nonkarkas Pada Domba Lokal Betina. Skripsi fakultas
peternakan, Universitas Gadjah Mada.UGM, Yogyakarta. Hal 40-44

Natasasmita, A. 1978. Pemeliharaan Ternak Domba. Direktorat Peternakan


Rakyat. Direktorat Jendral Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta. 5-9.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas.


Indonseia Press, Jakarta. Hal 371-374

Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 2014 Tentang


Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kementerian Sekretariat Negara
Republik Indonesia: Jakarta.

Riduwan. 2015. Dasar-dasar Statistika. Bandung. Alfabeta. Hal 146.

Riduwan dan Sunarto. 2012. Pengantar Statistik untuk Penelitian Pendidikan,


Sosial, Komunikasi, Ekonomi, dan Bisnis. Bandung. Alfabeta.
Sabirin, Gani. 2010. Hubungan Antara Bobot potong Denagn Berat dan Luas
Kulit Mentah Segar Pada Domba Lokal Betina . Skripsi. Universitas
Padjadjaran. 42-45.

Sarwono, J 2020. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Edisi 2. Suluh


Media/Graha Ilmu.Yogyakarta . 150.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajdah Mada University Press.
Yogyakarta. Hal 23.

Standar pertanian Indonesia Sub Sektor Peternakan (SPI – NAK).1990. Direktoral


Jendral Peternakan, Jakarta. 42-47.

Sudarmono dan sugeng. 2009. Sapi Potong (edisi revisi). Penebar Swadaya.
Jakarta

Sugiyono. 2014. Statistika untuk Penelitian. Penerbit Alfabeta. Bandung. Hal 29.

Suharto dan Zulqoyah. L. 2005. Perbandingan karkas Domba Betina dan Jantan
Pada Umur Potong Tujuh Bulan di Pemotongan Tradisional. Prosiding
Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Hal 131-134.

Supranto,J. 2001.Statistik Teori dan Aplikasi. Erlangga. Jakarta. Hal 177-189,194-


201.

Tillman, A.D., H. Hartadi., S. Reksohadiprojo., S. Prawirokusumo., dan


S.Lebdosoekojo.1989. Ilmu Makananan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press. 249-267.

Williamson, G. and W. J. A. Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah


Tropis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Wisnu Widiarto, R. Widiati dan I.G.S.Budi Satria. 2009. Pengaruh berat potong
dan harga pembelian domba dan kambingbetina Terhadap groosmargin
jagal di rumah potong hewan mentik, kresen, Bantul. Fakultas Peternakan
Universitass Gadjah Mada. Yogyakarta.

Yumiarty, Husmy. 1986. Perkembangan Domba Impor dan Pengaruhnya


Terhadap Tingkat Produksi Ternak Domba rakyat di Jawa Barat. Tesis.
Program Pascasarjana. Institut Pertanian bogor, Bogor
Yumiarty, H. 1991. Pengaruh Pakan, Umur Potong dan Jenis Kelamin Terhadap
Bobot Hidup, Karkas dan Sifat Dasar kulit kelinci “Rex”. Disertasi.
Institut pertanian Bogor. 95-101..

Yumiarti, H. dan Suradi K. 2010. Hubungan Berat Potong Dengan Kuantitas Pelt
Domba Lokal Jantan. Prosiding Seminar Nasional Peternakan
Berkelanjutan 2. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran. Sumedang.
Hal 655-660.
50

LAMPIRAN
51

Lampiran 1. Data Bobot Potong, Kuantitas KulitDomba Priangan Betina


Muda
No Panjang Lebar Tebal Tebal Tebal Bobot Berat
(cm) (cm) Leher Ekor Perut kulit Potong(kg)
(mm) (mm) (mm) (kg)
1 95 69.5 0.47 0.66 0.62 1.3 16.65
2 83 62.2 1.82 0.77 0.73 3 22.75
3 95 69 0.52 1.28 0.68 1.7 17.95
4 89 62 1.23 0.77 0.66 1.85 18.5
5 93 65 0.54 0.73 0.68 1.5 17.35
6 110 73.5 1.8 0.87 0.88 4.35 28.45
7 88.5 63.5 1.53 0.56 0.51 1.8 18.2
8 95 62.5 1.36 0.81 0.78 2.05 19.5
9 96 63 1.45 0.75 0.85 2.15 20.2
10 96 61 0.46 0.56 1.77 2 18.9
11 97 61 1.17 0.8 0.96 2 19.15
12 89 60.5 0.7 0.56 0.5 1.5 16.85
13 93 62 1.01 0.8 0.81 1.8 18.3
14 95 64 1.49 0.55 1.06 2.3 20.2
15 90 64.5 1.37 0.67 0.69 1.95 18.5
16 93 62 1.12 0.73 0.58 1.55 17.35
17 95 67 1.6 0.57 0.96 2.6 20.8
18 90 65 1.57 0.54 0.63 2 18.6
19 95 57.5 0.64 0.65 0.55 2.5 17.2
20 90 64 0.36 0.95 0.56 2.5 17.25
21 96 62 1.46 0.57 0.95 1.8 19.9
22 97 66 1.43 0.76 0.95 1.55 21.3
23 87 61.5 0.56 0.55 0.45 1.75 16.6
24 98 61 1.6 0.8 0.61 2.2 20.1
25 92.5 69.5 1.31 0.93 0.93 2.4 22.1
26 90 72 1.57 0.96 0.84 2.9 23.9
27 110 70 1.62 0.92 0.9 2.2 26.3
28 94 70 1.72 0.84 0.86 2.5 24.2
29 100 72.5 1.12 0.78 0.56 2.95 25.3
30 100 70 1.33 0.71 0.65 2.65 25.2
Lampiran 2. Output SPSS
Correlations

Correlations

Bobot Potong
(Kg)
Bobot kulit (Kg) Pearson Correlation .771
Luas Kulit (m2) Pearson Correlation .787
Tebal Kulit (mm) Pearson Correlation .728

Regression

Model Summary and Parameter Estimates

Dependent Variable: Berat Kulit (Kg)

Model Summary Parameter Estimates

Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 b2

Quadratic .624 22.378 2 27 .000 3.847 -.293 .010

The independent variable is Bobot Potong (Kg).

Model Summary and Parameter Estimates

Dependent Variable: Tebal Kulit (mm)

Model Summary Parameter Estimates

Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 b2

Quadratic .739 38.208 2 27 .000 -3.800 .405 -.008

The independent variable is Bobot Potong (Kg).

Model Summary and Parameter Estimates


Dependent Variable: Luas Kulit (cm2)
Model Summary Parameter Estimates

Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 b2

Quadratic .711 33.189 2 27 .000 11990.224 -703.171 20.022

The independent variable is Bobot Potong (Kg).


Lampiran 3. Dokumentasi penelitian

Gambar 1. Timbangan Bobot Karkas

Gambar 2. Penggambaran Kulit


Gambar 2. Penggambaran Kulit
57

Gambar 2. Penggambaran Kulit


57

BIODATA

Penulis dilahirkan di Majalengka, Jawa Barat pada tanggal 1


Mei 1995. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara
dari pasangan Bapak Sarpindan IbuJuriah.Pada tahun 2007
penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 1
Sindangkasih. Tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan
di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Majalengka.
Selanjutnya pada tahun 2013 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Majalengka. Pada tahun 2013 penulis diterima sebagai
Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama masa perkuliahan,
penulis pernah mengikuti kegiatan mahasiswa Cattle Buffalo Club (CBC)
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.

Anda mungkin juga menyukai