Oleh:
ARIS KUSNANDAR
NIM. L1A1 17 101
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
D. Manfaat
A. Definsi Peternakan
B. Sejarah Peternakan
Menurut Blakely dan Bede (1992), Romans et al. (1994) sapi Bali
mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut.
Phylum : Chordata Infra ordo : Pecora
Subphylum : Vertebrata Family : Bovidae
Class : Mamalia Geneus : Bos (cattle)
Sub class : Theria Group : Taurinae
Infra class : Eutheria Spesies : Bos sondacius
Ordo : Artiodactyla
Sub ordo : Ruminant
Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestifikasi
berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos Javanicus, Bos banteng,
dan Bos sondacius (Hardjosubroto dan Astuti, 1993). Sapi bali telah mengalami
penjinakan (domestikasi) yang telah berlangsung sejak dahulu kala dan sekarang
banyak diternakan oleh peternak khususnya peternakan rakyat. Sapi bali
berkerabat dengan banteng makan bentuk fisik sapi bali menyerupai banteng
khususnya pada warna kulit, sedangkan apabila dibandingkan dengan ukuran
tubuh sapi bali lebih kecil dibanding banteng. Sapi bali menyebar dan
berkembang hampir keseluruh pelososk nusantara. Penyebaran sapi Bali diluar
pulau Bali yaitu ke sulawesi selatan pada tahun 1920 dan 1927. Ke lombok pada
abad ke-19, ke pulau timor pada tahun 1912 dan 1920. Selanjutnya sapi Bali
berkembang sampai ke malaysia, Philipina dan Australia bagian utara. Sapi Bali
juga pernah diintroduksi ke Australia antara 1827-1849 (Tonra, 2010).
Menurut payne dan Rolinson (1973), bangsa sapi ini diduga berasal dari
pulau bali, karena pulau ini merupakan pusat distribusi sapi di indonesia, sapi Bali
sudah disomestikasi sejak jaman prasejarah 3500 SM. Menurut Tonra (2010),
keunggulan sapi Bali adalah subur (cepat berkembang biak)/fertilitas tinggi),
mudah beradaptasi dengan lingkungannya, dapat hidup dilahan kritis, mempunyai
daya cerna yang baik terhadap pakan, presentase karkas yang tinggi, kandungan
lemak karkas rendah, fertilitas sapi Bali berkisar 83-86 %. Lebih tinggi
dibandingkan dengan sapi Eropa yang 60 %. Beberapa kelemahan sapi Bali antara
lain pertumbuhan yang lambat, tekstur daging yang alot dan warna yang gelap
sehingga kurang baikdigunakan sebagai steak, slice-beef, sate dan daging asap.
Sukanata (2010), menyatakan bahwa sapi Bali juga dinyatakan peka terhadap
beberapa penyakit seperti penyakit jembrana/ramadewa, dan Malignant Catarhal
Fever (MCF). Sapi bali merupakan salah satu jenis sapi potong yang penting dan
berperan dalam pengembangan industri ternak di Indonesia (Talib, 2002).
Santosa dan Harmadi (1990), menyatakan bahwa dalam rangka
penyebaran dan perbaikan mutu genetik sapi lokal, sapi Bali menjadi prioritas
karena sifatnya yang mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan hidup yang
baru (tidak selektif terhadap pakan) dan tingkat kelahiran yang tinggi. Pemilihan
sapi bali menurut Mangkoewidjoyo (1990), memberikan keuntungan dalam usaha
meningkatkan populasi sapi di Indonesia karena sapi bali sudah beradaptasi
dengan lingkungan didaerah tropis, Sugeng (1992) mengemukakan bahwa sapi
Bali memiliki kepala yang pendek, dahi datar, tanduk pada jantan tumbuh
kebagian luar sedangkan betina agak kebagian dalam, kakinya yang pendek
sihingga menyerupai kerbau, warna bulu antara betina dan jantan memiliki ciri
khas yang dapat membedakan secara mudah melalui penglihatan, pada
jantan warna bulunya kehitam-hitaman sedangkan pada betina warna merah bata.
Warna bulu pada sapi Bali pada saat pedet berwarna sawo matang atau merah
bata, pada jantan setelah dewasa akan mengalami perubahan warna. Hasil
penelitian Liwa (1990). Menunjukan tinggi pundak sapi Bali jantan dewasa yaitu
116,31 cm dan sapi Bali betina yaitu 105,97 cm di kabupaten Jeneponto, Sulawesi
Selatan. Pane (1990), menyatakan berat rata-rata sapi bali jantan umur 2 tahun
adalah 210 kg, sapi Bali betina memiliki berat rata-rata 170 kg pada umur 2 tahun.
Lingkar dada sapi bali jantan 181, 4 cm sedangkan sapi bali betina 160 cm. Bobot
lahir anak sapi bali berdasarkan hasil penelitian Prasojo et, al. (2010). Yaitu antara
10,5 kg sampai dengan 22 kg dengan rata-rata 18,9 ± 1,4 kg untuk anak sapi
jantan. Sementara anak sapi betina memiliki kisaran bobot lahir antara 16 kg
sampai dengan 22 kg dengan rataan 17,9 ± 1,6 kg. Penambahan bobot badan
harian (PBBH) pasca sapih sebesar 0,20 kg sampai 0,75 kg. Menurut hasil
penelitian Panjaitan et, al. (2003). Ditambahkan oleh Sukanata (2010) menyatakan
bahwa secara umum sapi induk betina dapat melahirkan anak satu ekor per
periode melahirkan, dengan bobot lahir anak sekitar 16,5 ± 1,54 kg untuk anak
jantan, dan 15,12 ± 1,44 kg untuk anak sapi betina. Sedangkan bobot sapihan
(umur 205 hari) sekitar 87,6 ± 7,23 kg untuk yang jantan, dan 77,9 ± 7,53 kg
untuk yang betina. Umur pubertas sapi Bali jantan adalah 21 bulan dan sapi bali
betina sekitar 15 bulan, namun umur betina yang dianjurkan saat kawin pertama
minimal 18 bulan. Lama bunting sekitar 285,59 ± 14,72 hari. Ball dan Peters
(2004). Menyatakan dalam produksi sapi potong, reproduksi yang baik sangat
penting untuk efisiensi manajemen dan keseluruhan produksi. Reproduksi terbaik
adalah seekor induk menghasilkan satu anak setiap tahun.
F. Perkandangan
b. Kandang Kelompok
b. Sejarah
1. Pada tahun 1976, pemerintah Provinsi Jawa Timur bekerja sama dengan
pemerintah Belgia (AB 05 dan ATA 73) untuk mendirikan laboratorium
semen beku di Wonocolo, Surabaya.
2. Pada tahun 1978, pemerintah mengambil alih pengolahan laboratorium
dan diterapkan sebagai cabang balai inseminasi buatan Wonocolo dengan
surat keputusan menteri pertanian nomor 314/Ktps/Org/5/1978, tanggal 25
mei 1978.
3. Pada tahun 1982, pemundahan lokasi dari Wonocolo ke Singosari Malang
Jawa Timur.
4. Pada tahun 1984, Direktur Jendral peternakan menetapkan sebagai cabang
balai inseminasi buatan singosari.
5. Pada tahun 1986, kerjasama dengan pemerintah Jepang dan proyek
pengembangan BBIB Singosari (Strenghening Of Singosari Al Canter-
ATA 233) melalui Japan Internasional Cooperations Agency (JICA), sejak
saat itu dikembangkan program uji zuriat (Progency Test).
6. Pada tahun 1988, statusnya di tingkatkan Balai Besar Inseminasi Buatan
dengan surat keputusan menteri pertanian No. 193/kpts/OT.212/2/1988.
Tanggal 29 Februari 1988.
7. Pada tahun 1996, diterapkan sebagai pusat pelatihan Inseminasi buatan
dengan surat keputusan Direktur Jendral Peternakan No.
52/OT.210/ktps/0896. Tanggal 29 agustus 1996. Walaupun pelatihan
sudah dimulai dilaksanakan sejak tahun 1987.
8. Tahun 2004, statusnya ditingkatkan Balai Besar Inseminasi Buatan
(BBIB) Singosari dengan surat keputusan Menteri Pertanian
No.668/ktps/OT.140//11/2004. Tanggal 25 November 2004.
9. Tahun 2010, BBIB Singosari diterapkan menjadi PK-BLU berdasarkan
surat keputusan Menteri Keuangan No. 54/KMK.05/2010, tanggal 5
Februari 2010.
Kepala Balai
Kabag Umum
Kasubag Program
dan Keuangan
Kasubag
Kepegawaian dan
Tata Usaha
Kasubag Rumah
Tangga dan
Perlengkapan
Kasie Pemeliharaan
dan Peningkatan Kasie Pemasaran
Mutu Genetik dan Kerjasama
Ternak
3. Layanan Masyarakat
Upaya pengenalan dunia peternakan bagi masyarakat luas khususnya
generasi muda, BBIB Singosari memberikan layanan masyarakat dalam bentuk
informasi aktifitas Balai Besar Insemnisasi Buatan Singosari secara audiovisual
dan melihat aktifitas dengan menggunakan kereta Biosecurity.
4. Jasa Konsultasi
a. Ruang lingkup/jenis konsultasi: bidang pemeliharaan ternak, pengawetan
pakan, pemuliaan ternak/breeding, penanganan reproduksi ternak,
penanganan semen beku, dan manajemen perkantoran
b. Bentuk pelayanan: konsultasi teknis dan monitoring produk BBIB
Singosari di lapangan
5. Pengujian Mutu Semen
Jasa layanan pengujian mutu semen di BBIB Singosari meliputi derajat
keasaman (pH), motilitas semen, konsentrasi semen (jumlah sel sperma), viabilias
sel sperma (persentasi hidup sel spermatozoa), dan abnormalitas sel sperma.
Bentuk sampel pengujian dapat berupa semen segar, semen cair, dan semen beku.
6. Penggunaan Sarana dan Prasarana
a. Bentuk pelayanan: penggunaan ruang atau gedung serta sarana dan
prasarana lainnya
b. Jenis prasarana: gedung auditorium, gedung workshop, gedung
asrama, kandang karantina, gedung serbaguna, ruang makan.
7. Tenaga Instruktur dan Juri Kontes
Pelayanan jasa sebagai tenaga instruktur dapat berupa instruktur bidang
manajemen IB dan juri kontes. Bentuk pelayanan berupa pemberian materi,
pemberian praktek lapangan, dan pemberian penilaian.
8. Jasa Penelitian
Dalam upaya mencetak Sumber Daya Manusia yang handal dan terampil,
BBIB Singosari membuka layanan penelitian S1, S2, dan S3. Ruang lingkup jasa
penelitian yaitu dalam bidang sains peternakan, agribisnis peternakan, integrated
farming, multimedia peternakan, dan lain sebagainya. Bentuk pelayanan yang
diberikan meliputi penyediaan ruangan, penyediaan alat, dan penyediaan tenaga
SDM.
9. Pelayanan Purna Jual
Pelayanan purna jual merupakan jaminan pelayanan dan perlindungan
kepada pelanggan serta sebagai media mendapatkan umpan balik yang
dilaksanakan denganmetode monitoring, mendiskusikan, mengevaluasi, dan
mencari solusi dengan masyarakat. Ruang lingkup dari jasa layanan purna jual
yaitu penanganan semen beku, penanganan kelaianan reproduksi, manajemen
pakan ternak, manajemen pemeliharaan ternak, pascapelatikan manajemen IB,
program pemuliaan ternak, dan pengenalan produk dan aktivitas balai. Bentuk
pelayanan meliputi pertemuan teknis, kunjungan lapangan, pengujian semen beku
di lapangan, dan evaluasi hasil pelaksanaan manajemen IB.
Sapi Bali merupakan sapi asli indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal
usul sapi bali ini adalah banteng (Bos Sondacius) yang telah mengalami proses
domestikasi atau penjinakan selama bertahun-tahun. Proses domestikasi yang
cukup lama diduga sebagai penyebab ukuran tubuh sapi Bali lebih kecil dibanding
dengan Banteng. Sapi Bali jantan dan betina dilahirkan dengan warna bulu yang
merah bata dengan garis hitam disepanjang punggung yang disebut dengan garis
belut. Setelah dewasa kelamin, warna sapi Bali jantan berubah menjadi kehitam-
hitaman, sedangkan warna sapi Bali betina relatif tetap. Pada umumnya Sapi bali
tidak berpunuk, eempat kaki dan bagian pantatnya berwarna putih.
Sapi Bali (Bos Ssondacius) merupakan sapi yang berdarah murni karena
merupakan hasil domestifikasi langsung dari banteng liar. Banteng liar tersebut
masih dapat ditemukan dihutan Taman Nasional Bali Barat, Ujung Wetan (Jawa
Timur) dan Ujung Kulon (Jawa Barat). Sapi bali Jantan dan Betina dibagian
tulang kolonnya memiliki warna putih dan serta memiliki setengah lingkaran
warna putih pada bagian pantatnya dan terdapat garis atau bulu hitam disepanjang
punggungnya. (Bandini, 1999).
Pembersihan palungan pakan dilakukan setiap hari pada pagi hari pukul
06.30 WIB dengan cara menyekop sisa pakan sampai bersih dan sisa pakan yang
ada dibuang bertujuan agar pakan yang baru tidak tercampur dengan pakan yang
lama, pembersihan palungan pakan dilakukan satu kali dalam sehari.
Selain membersihkan palungan pakan juga membersihkan tempat air
minum. Pembersihan tempat air minum dilakukan seminggu sekali tergantung
pada tingkat kotoran yang ada pada tempat air minum (lumut, feses dan siusa
pakan sapi yang jatuh ketempat air minum), jika tempat air minum masih terlihat
bersih, maka hanya menambahkan air minum.
Daerah sekitar kandang harus bersih terutama selokan tidak tersumbat agar
selokan mengalir terus dan setelah selesai melakukan sanitasi kandang, peralatan
yang dipakai harus segera di bersihkan dan dirapihkan kembali.
Tinggi badan diukur mulai dari titik tertinggi badan sampai benar-
benar tongkat ukur menyentuh tanah dengan disejajarkan dengan kaki
depan bagi sapi yang tidak bergumba, sedangkan pada sapi yang bergumba
tongkat ukur diletakan di belakang kaki depan.
3. Lingkar Dada (LD)
8. Seleksi Pejantan
Seleksi pejantan di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari di
lakukan dengan beberapa kriteria yaitu:
a. Uji Kualitatif seperti warna bulu, bentuk wajah, Warna kulit harus
sesuai dengan warna sapi yang asli dan kaki sapi tidak mengalami
pincang. Kalau pada sapi Bali warna kulit yang asli yang asli untuk
pejantan adalah warna hitam
b. Uji Kuantitatif seperti panjang badan, lingkar dada, tinggi badan atau
tinggi gumba, dan lingkar scrotum. Penilaian uji kuantitatif harus
sesuai standar SNI, tiap bangsa berbeda SNI-nya.
c. Sapi harus bersertifikat, hal ini bertujuan agar mengetahui tetua dari
sapi tersebut agar tidak terjadi perkawinan antar keluarga
(in- breeding).
d. Uji penyakit: sapi pejantan harus bebas dari 12 penyakit meliputi:
1. Brucellosis 7. Trikomoniases
2. Lictosispirosis 8. Kambilo Bacteriasis
3. Paratibi 9. Jembrana ( pada Sapi Bali)
4. Lbr 10. Parasidaraan
5. Ebl 11. Anamiosis
6. Antrak 12. Telesiosis
1. Kandang Tunggal
Kandang tunggal merupakan tipe kandang yang terdiri dari satu baris saja.
Keuntungan menggunakan kandnag tunggal yaitu ternak mudah jinak, tidak
gampang stress, dan cepat pertumbuhan bobotnya.
2. Kandang Ganda
3. Kandang Paddock
5. Kandang Isolasi
Kandang isolasi adalah kandang yang digunakan untuk sapi yang sedang
sakit atau sapi yang diduga terkena penyakit yang dapat menular, selama sapi
berada dikandang isolasi maka akan dilakukan perawatan serta pengecekan.
Apabila sapi yang sakit sudah dinyatakan sehat, maka sapi tersebut bisa kembali
di satukan dengan sapi-sapi yang lain dikandang tunggal, tail to tail ataupun di
kandang ganda.
6. Kandang Karantina
Gambar. Sapi FH
(Sumber BBIB Singosari 2019)
Ciri dari sapi FH yaitu warna tubuh belang hitam putih dengan batas yang
jelas, tanduk pendek, rambut bagian dahi berbentuk segitiga putih (tidak mutlak),
bertubuh panjang dan ujung ekor berwarna putih, serta tidak memiliki punuk
2. Sapi Bali
Sapi Bali merupakan sapi asli Indonesia yang didomestikasi dari spesies
banteng. Sapi bali memiliki ciri-ciri berwarna hitam diseluruh tubuhnya kecuali
pada bagian pantat dan kakinya, tubuhnya pendek dan mengkilat, serta memiliki
tanduk yang jelas.
3. Sapi Brahman
Ciri dari sapi brahman yaitu mempunyai punuk yang besar dan berkulit
longgar, terdapat gelambir dibawah leher hingga perut, telinga panjang
menggantung dan berujung runcing, bulunya tipis berwarna putih atau kelabu,
kepala besar, paha besar dan kaki panjang.
4. Sapi PO
Ciri dari sapi PO yaitu mempunyai punuk yang besar dan berkulit longgar,
terdapat gelambir dibawah leher hingga perut, telinga panjang menggantung, mata
besar, memiliki tanduk yang pendek dan hampir tidak terlihat. Warna bulu putih
kusam atau agak kehitam-hitaman, jarak anatar 2 bola mata agak jauh (wajahnya
lebar).
5. Sapi Limousin
Ciri dari sapi limousine yaitu memiliki tubuh yang berukuran besar dan
panjang, memiliki warna tubuh merah kecoklatan, pada sekeliling mata dan kaki
berwarna agak terang, memiliki tanduk.
6. Sapi Simental
Ciri dari sapi simental yaitu memiliki ukuran tubuh yang besar, memiliki
tubuh berwarna kuning hingga merah coklat, pada bagian muka, kaki, dan ujung
ekor berwarna putih, memiliki rambut ikal pada kepalanya.
7. Sapi Madura
Ciri dari sapi Madura yaitu memiliki warna tubuh kuning hingga merah bata,
moncongnya berwarna putih, kelopak mata berwarna hitam, tanduknya terlihat
jelas serta bertubuh kecil.
Ciri dari sapi aberden angus yaitu seluruh tubuh berwarna hitam legam,
leher dan telinga pendek, punggung lurus, badan padat,tidak memiliki tanduk,
kaki kuat dan kokoh.
9. Sapi Banteng Cross
Sapi jaliteng merupakan sapi hasil persilangan antara sapi bali dan banteng
jawa timur. Ciri dari sapi jaliteng yaitu memiliki wajah seperti banteng, berwarna
hitam, memiliki tanduk seperti banteng, serta memiliki tubuh yang lebih kecil
dibandingkan banteng.
10. Sapi Wagyu
Sapi ini merupakan sapi yang berasal dari Jepang yang merupakan
persilangan sapi local dari Jepang dengan sapi Aberden Angus. Ciri-ciri sapi
Wagyu yaitu berwarna hitam keseluruhan, leher dan telinga pendek, penuh bulu,
punggung lurus, badan kompak dan padat, serta kaki kuat dan kokoh.
11. Sapi Galekan
3. Kambing Snduro
Kambing senduro merupakan hasil persilangan antara kambing
local (kambing Menggolo) dan kambing jamnapari ras ettawa.
Ciri kambing senduro yaitu tubuh bewarna putih, tidak
memiliki tanduk, telinga panjang dan jatuh, seta tubuhnya
panjang.
4. Kambing Saanen
Ciri kambing saanen yaitu tubuh berwarna putih atau krem
coklat, memiliki tanduk, telinga agak mengarah ke depan,
DAFTAR PUSTAKA
Chen Y., Weibreg ZG. 2009. Changes During Aerobic Exposure Of Wheat
Silages. Anim. Feed Sci. Tech. 154: 76-82.
David, F.R. 2006. Strategic Management. Consept and Clases, 10 th Ed. Francis
Marion University Florence. South Carolina
Dwiyanto, K., D.M., Sitompul, Ishak Manti, I.W. Mathius dan Soentoro. 2003.
Pengkajian Pengembangan Usaha Sistem Integrasi Kelapa Sawit- Sapi.
Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi,
Bengkulu,9-10 September 2003. Pusat Penelitian Pengembangan Bogor.
Nelson DD, Davis W.C., Brown W.C., Li, H., O’Toole D, Oaks J.L. 2010.
CD8+/Perforin+/WC1-Gammadelta T Cells, Not CD8+ Alphabeta T
Cells, Infiltrate Vasculitis Lesions Of American Bison (Bison bison)
With Experimental Sheep-Associated Maligant Catarrhal Fever. Vet
Immunol Immunopathol. 136:284-291.
Field T.G., Taylor RE.2002. Beef Production and Management Decisions 4th ed.
New Jersey (US): Prentice Hall.
Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta (ID): UI
Press.
Perembewe DKA, Sutrisna R., Liman. 2016. Status Nutrien Sapi Peranakan
Ongole di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan.
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 4 (1): 6-12.
Sandiah N, Pasolon YB., Sabaruddin L.O. 2011. Uji Keseimbangan Hara dan
Variasi Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Gajah
(Pennisetum Purpureum var. Hawai). Agriplus. 21:94-100.
Santoso HB., Manik TB., Abubakar H. 2009. Kualitas Rumput Unggul Tropika
Hasil Ensilase dengan Bakteri Asam laktat dari Ekstrak Rumput
Terfermentasi. Media Peternakan. 32 (2) :137-144.
Sullivan JT. 1973. Drying and Storing Herbage As Hay. In: Chemistry and
Biochemistru Of Herbage. New York and Londong: Academic Press.
Susilawati T. 2017. Sapi Lokal Indonesia (Jawa Timur dan Bali). Malang (ID):
UB Press.
Suwiti NK., Suastika IP., Swacita IBN, Besung INK., 2015.Studi Histologi dan
Histomorfometri Daging Sapi Bali dan Wagyu. Jurnal Veteriner. 16
(3):432-438.
Hall J.M. and R. Sansoucy. 1981. Open Yard Haousing For Yaoung Cattle, Food
And Agriculture Organization Of The United Nation. Rome.
O Mary, C.C. and I.A.Dyer. 1972. Commercial Beef Cattle Lea and Febiger.
Philadelphia.