Anda di halaman 1dari 48

MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI BALI DI BALAI BESAR

INSEMINASI BUATAN (BBIB) SINGOSARI MALANG JAWA TIMUR

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

Oleh:

ARIS KUSNANDAR
NIM. L1A1 17 101

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penduduk Indonesia diperkirakan berjumlah 261.890.900 jiwa (BPS,


2017). Pertumbuhan penduduk tersebut perlu disertai dengan pemenuhan akan
kebutuhan gizi yang baik bagi masyarakat Indonesia. Salah satu komponen gizi
yang diperlukan bagi tubuh manusia yaitu protein. Di dalam tubuh, protein
berperan sebagai sumber energi, pembentukan sel-sel baru, mempengaruhi kerja
enzim dan hormon (Poedjiadi, 1994). Salah satu jenis protein yang berperan
penting yaitu protein essensial. Sumber protein essensial dapat berasal dari
tumbuhan maupun hewan. Kebutuhan protein hewani tersebut dapat dipenuhi
dengan mengonsumsi daging dan susu yang merupakan sumber makanan
berprotein tinggi (Almatsier, 2013). Daging dan susu tersebut dapat diperoleh dari
hewan ternak antara lain sapi dan kambing. Oleh karena itu pemerintah berupaya
untuk terus meningkatkan populasi dan produksi serta kualitas genetik hewan
ternak yang digunakan sebagai sumber protein hewani agar dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat.
Usaha yang bergerak dalam bidang peternakan khususnya sapi di
Indonesia membutuhkan perhatian khusus dalam kaitannya untuk meningkatkan
populasi dan produksi setiap tahunnya. Karena peternakan di Indonesia semakin
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan daging setiap tahunnya jika hanya
mengandalkan proses reproduksi ternak secara alamiah. Oleh karena itu
dibutuhkan teknologi tepat yang dapat diterapkan secara mudah dan efisien. Salah
satu teknologi yang dikembangkan yaitu inseminasi buatan. Inseminasi Buatan
(IB) merupakan salah satu bioteknologi dalam bidang reproduksi yang
memungkinkan manusia mengawinkan hewan betina tanpa perlu seekor pejantan
yang utuh (Feradis dalam Saptono, 2012). Teknologi inseminasi buatan ini
mampu meningkatkan dan memperbaiki kualitas ternak. Di Indonesia penerapan
inseminassi buatan telah meluas pada komoditas ternak sapi perah dan sapipotong.
Pemerintah telah membentuk beberapa balai guna mendukung pelaksanaan
program inseminasi buatan salah satunya yaitu Balai Besar Inseminasi Buatan
yang berada di Singosari (Jawa Timur). Di BBIB Singosari dilakukan produksi
semen beku yang nantinya didistribusikan dan digunakan untuk inseminasi
buatan. BBIB Singosari memiliki berbagai jenis sapi pejantan impor dengan
genetik berkualitas tinggi salah satunya adalah sapi Bali. Dalam era persaingan
dunia kerja dewasa ini, sangat dibutuhkan peranan manusia dengan softskill
maupun hardskill yang mendukung segala aspek terutama peranan generasi-
generasi bangsa, salah satunya mahasiswa. Sebelum memasuki dunia kerja
seorang mahasiswa hendak mempunyai pengetahuan, kemampuan dan
pengalaman untuk diimplementasikan di dunia kerja.
Salah satu tempat yang menjadi pusat Inseminasi Buatan adalah di Balai
Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari, Malang Jawa Timur. Di mana Balai
tersebut merupakan tempat untuk memproduksi semen beku dari bangsa atau jenis
sapi yang berbeda seperti contohnya sapi bali. Saat membeicarakan tentang hewan
ternak tersebut tidak lepas dari sistem pemeliharaannya dan konsumsi pakan yang
menjadi salah satu hal mutlak yang harus dipenuhi. Dengan teraturnya cara
pemeliharaan dan pemberian pakan yang memenuhi kebutuhan ternak tersebut
maka kehidupan ternak akan sejahtera atau layak sehingga, ternak ternak tersebut
akan memproduksi semen yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis ingin melakukan magang
profesi di BBIB Singosari untuk mengetahui manajemen pemeliharaan sapi bali di
BBIB Singosari, mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dari dunia kerja yang
tidak didapatkan dari perkuliahan serta memperoleh kesiapan diri dalam bekerja
secara team work.

B. Rumusan Masalah

Manajemen pemeliharaan sapi bali di Balai Besar Inseminasi Buatan


(BBIB) Singosari Malang Jawa Timur?
C. Tujuan
Tujuan dilaksanakannya magang profesi di Balai Besar Inseminasi Buatan
(BBIB) Singosari adalah sebagai berikut.
a. Untuk mengetahui Manajemen pemeliharaan sapi bali di Balai Besar
Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari
b. Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dari dunia kerja yang tidak
didapatkan dari perkuliahan.
c. Memperoleh kesiapan diri dalam bekerja secara team work.
d. Menumbuhkan kesiapan mental untuk memasuki dunia kerja.
e. Mempersiapkan diri untuk menjadi tenaga kerja yang professional.

D. Manfaat

Manfaat dari dilaksanakanannya magang profesi di Balai Besar Inseminasi


Buatan (BBIB) Singosari adalah sebagai berikut.
a. Manfaat bagi Mahasiswa

a) Mendapatkan gambaran tentang kondisi real dunia kerja yang tidak


didapatkan dalam perkuliahan
b) Melatih kemampuan mahasiswa untuk bekerja secara team work.
c) Praktik Kerja Lapangan juga dapat mengembangkan wawasan
mahasiswa dalam berfikir.

b. Manfaat bagi Instansi

a) Dapat memanfaatkan mahasiswa sebagai sumberdaya manusia yang


potensial.
b) Dapat meringankan dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan sehari-
hari di instansi tempat Praktik Kerja Lapangan.
c) Sebagai sarana untuk mempererat hubungan kerjasama antara instansi
dengan fakultas peternakan UHO kendari di masa yang akan datang
khususnya mengenai pengembangan R & D (Research and
Development) dalam bidang biologi.
c. Manfaat Bagi Jurusan Peternakan UHO

a) Sebagai bahan evaluasi program atau kurikulum yang diterapkan


apakah sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan instansi
pengguna hasil program.
b) Untuk memperkenalkan instansi perguruan tinggi khususnya
peternakan kepada instansi yang membutuhkan lulusan atau tenaga
kerja berdasarkan jurusan tersebut.
c) Mencetak mahasiswa yang terampil, tanggung jawab dan siap masuk
dalam dunia kerja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definsi Peternakan

Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakan dan membudidayakan


hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut.
Penegertian peternakan tidak terbatas pada pemeliharaan saja, memelihara dan
peternakan perbedaannya terletak pada tujuan yang ditetapkan. Tujuan peternakan
adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen dan
faktor-faktor produksi yang telah di kombinasikan secara optimal (Rasyaf, 1994).
Dalam kenyataan dimasyarakat umum, banyak yang memelihara ternak tetapi
bukan merupakan usaha peternakan. Yang diharapkan dari pemeliharaan ternak
yang mereka lakukan adalah hobi, atau mengharapkan sapi yang banyak tetapi
sesungguhnya biaya pemeliharaannya lebih tinggi karena produksi dibawah
standar. Akan tetapi mereka tidak mempermasalahkan hal tersebut karena
sesungguhnya mereka tidak mencari keuntungan materi dalam memelihara hewan
ternak. Pemeliharaan hewan ternak tersebut tidak tergolong dalam kegiatan
peternakan. Kegiatan dalam bidang peternakan dapat dibagi atas dua golongan,
yaitu peternakan hewan besar seperti sapi, kerbau dan kuda, sedang kelompok
kedua yaitu peternakan hewan kecil seperti ayam, kelinci, itik, burung puyuh,
babi, kambing dan lain-lain (Sayuti, 1996).

B. Sejarah Peternakan

Peternakan didunia sudah dimulai sejarahnya dalam waktu yang sudah


sangat lama hampir sama dengan sejarah peradapan manusia. Sistem peternakan
diperkirakan telah ada sejak 9.000 SM yang dimulai dengan domestikasi anjing,
kambing dan domba. Peternakan semakin berkembang pada masa Neolitikum,
yaitu masa ketika manusia mulai tinggal menetap dalam sebuah perkampungan.
Pada masa ini pula, domba dan kambing yang semula akan diambil hasil
dagingnya, mulai dimanfaatkan juga hasil susu dan hasil bulunya (wol), setelah
itu manusia juga memelihara sapi dan kerbau untuk diambil kulit dan hasil
susunya serta memanfaatkan tenaganya untuk membajak tanah. Manusia juga
mengembangkan peternakan kuda, babi, unta dan lain-lain (Situs Infoternak,
2012).

C. Pengertian Sapi Secara Umum

Sapi merupakan hewan ternak yang umum dipelihara dan digunakan


sebagai salah satu mata pencarian masyarakat peesaan. Sapi biasanya dipelihara
untuk diambil tenaga, daging dan susunya. Selain itu, sapi juga mengeluarkan
hasil sampingan berupa kotoran padat (feses) dan kotoran cair (urin) dari alat
pencernaan tubuh. Umumnya setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg
feses (Sihimbing, 2000). Pada masyarakat pedesaan feses sapi biasanya
dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk kandang, tetapi tidak jarang juga feses
hewan dibuang begitu saja ke sungai oleh peternak. Dengan demikian feses sapi
berpotensi menimbulkan masalah pencernaan dan kesehatan lingkungan (Firdaus,
2006).
Berdasarkan tempatnya yang terdapat pada organ pencernaan hewan
ruminansia, mikroba ini disebut sebagai mikroba rumen. Penggolongan mikrobia
rumen berdasarkan substrat dan didegredasi di dalam rumen dapat digolongkan
menjadi mikrobia selulotik, hemiselulotik, amilolitik, proteolitik, lipolitik dan
metanolitik (Arora, 1989). Kelompok mikroba rumen yang dapat memproduksi
gas metana adalah mikrobia metanogenik. Dalam rumen, mikrobia penghasil
metana tidak dapat memproduksi metana sendiri tetapi membutuhkan simbiosis
dengan mikroba lain (Sari, 2006). Menurut Hambali et.al. (2007), dalam
pembuatan gas bio terdapat dua macam mikrobia yang umum digunakan, yaitu
mikrobia pembentuk asam dan mikrobia pembentuk metana. Mikrobia pembentuk
asam akan mendegradasi bahan-bahan organik menjadi asam-asam lemak tersebut
terdegradasi menjadi metana oleh mikrobia pembentuk metana. Jumlah mikroba
rumen dalam setiap mililiter terdapat 10 sel mikroba.
D. Sapi Bali

Gambar 1. Sapi Bali


(Sumber BBIB Singosari)

Menurut Blakely dan Bede (1992), Romans et al. (1994) sapi Bali
mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut.
Phylum : Chordata Infra ordo : Pecora
Subphylum : Vertebrata Family : Bovidae
Class : Mamalia Geneus : Bos (cattle)
Sub class : Theria Group : Taurinae
Infra class : Eutheria Spesies : Bos sondacius
Ordo : Artiodactyla
Sub ordo : Ruminant

Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestifikasi
berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos Javanicus, Bos banteng,
dan Bos sondacius (Hardjosubroto dan Astuti, 1993). Sapi bali telah mengalami
penjinakan (domestikasi) yang telah berlangsung sejak dahulu kala dan sekarang
banyak diternakan oleh peternak khususnya peternakan rakyat. Sapi bali
berkerabat dengan banteng makan bentuk fisik sapi bali menyerupai banteng
khususnya pada warna kulit, sedangkan apabila dibandingkan dengan ukuran
tubuh sapi bali lebih kecil dibanding banteng. Sapi bali menyebar dan
berkembang hampir keseluruh pelososk nusantara. Penyebaran sapi Bali diluar
pulau Bali yaitu ke sulawesi selatan pada tahun 1920 dan 1927. Ke lombok pada
abad ke-19, ke pulau timor pada tahun 1912 dan 1920. Selanjutnya sapi Bali
berkembang sampai ke malaysia, Philipina dan Australia bagian utara. Sapi Bali
juga pernah diintroduksi ke Australia antara 1827-1849 (Tonra, 2010).
Menurut payne dan Rolinson (1973), bangsa sapi ini diduga berasal dari
pulau bali, karena pulau ini merupakan pusat distribusi sapi di indonesia, sapi Bali
sudah disomestikasi sejak jaman prasejarah 3500 SM. Menurut Tonra (2010),
keunggulan sapi Bali adalah subur (cepat berkembang biak)/fertilitas tinggi),
mudah beradaptasi dengan lingkungannya, dapat hidup dilahan kritis, mempunyai
daya cerna yang baik terhadap pakan, presentase karkas yang tinggi, kandungan
lemak karkas rendah, fertilitas sapi Bali berkisar 83-86 %. Lebih tinggi
dibandingkan dengan sapi Eropa yang 60 %. Beberapa kelemahan sapi Bali antara
lain pertumbuhan yang lambat, tekstur daging yang alot dan warna yang gelap
sehingga kurang baikdigunakan sebagai steak, slice-beef, sate dan daging asap.
Sukanata (2010), menyatakan bahwa sapi Bali juga dinyatakan peka terhadap
beberapa penyakit seperti penyakit jembrana/ramadewa, dan Malignant Catarhal
Fever (MCF). Sapi bali merupakan salah satu jenis sapi potong yang penting dan
berperan dalam pengembangan industri ternak di Indonesia (Talib, 2002).
Santosa dan Harmadi (1990), menyatakan bahwa dalam rangka
penyebaran dan perbaikan mutu genetik sapi lokal, sapi Bali menjadi prioritas
karena sifatnya yang mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan hidup yang
baru (tidak selektif terhadap pakan) dan tingkat kelahiran yang tinggi. Pemilihan
sapi bali menurut Mangkoewidjoyo (1990), memberikan keuntungan dalam usaha
meningkatkan populasi sapi di Indonesia karena sapi bali sudah beradaptasi
dengan lingkungan didaerah tropis, Sugeng (1992) mengemukakan bahwa sapi
Bali memiliki kepala yang pendek, dahi datar, tanduk pada jantan tumbuh
kebagian luar sedangkan betina agak kebagian dalam, kakinya yang pendek
sihingga menyerupai kerbau, warna bulu antara betina dan jantan memiliki ciri
khas yang dapat membedakan secara mudah melalui penglihatan, pada
jantan warna bulunya kehitam-hitaman sedangkan pada betina warna merah bata.
Warna bulu pada sapi Bali pada saat pedet berwarna sawo matang atau merah
bata, pada jantan setelah dewasa akan mengalami perubahan warna. Hasil
penelitian Liwa (1990). Menunjukan tinggi pundak sapi Bali jantan dewasa yaitu
116,31 cm dan sapi Bali betina yaitu 105,97 cm di kabupaten Jeneponto, Sulawesi
Selatan. Pane (1990), menyatakan berat rata-rata sapi bali jantan umur 2 tahun
adalah 210 kg, sapi Bali betina memiliki berat rata-rata 170 kg pada umur 2 tahun.
Lingkar dada sapi bali jantan 181, 4 cm sedangkan sapi bali betina 160 cm. Bobot
lahir anak sapi bali berdasarkan hasil penelitian Prasojo et, al. (2010). Yaitu antara
10,5 kg sampai dengan 22 kg dengan rata-rata 18,9 ± 1,4 kg untuk anak sapi
jantan. Sementara anak sapi betina memiliki kisaran bobot lahir antara 16 kg
sampai dengan 22 kg dengan rataan 17,9 ± 1,6 kg. Penambahan bobot badan
harian (PBBH) pasca sapih sebesar 0,20 kg sampai 0,75 kg. Menurut hasil
penelitian Panjaitan et, al. (2003). Ditambahkan oleh Sukanata (2010) menyatakan
bahwa secara umum sapi induk betina dapat melahirkan anak satu ekor per
periode melahirkan, dengan bobot lahir anak sekitar 16,5 ± 1,54 kg untuk anak
jantan, dan 15,12 ± 1,44 kg untuk anak sapi betina. Sedangkan bobot sapihan
(umur 205 hari) sekitar 87,6 ± 7,23 kg untuk yang jantan, dan 77,9 ± 7,53 kg
untuk yang betina. Umur pubertas sapi Bali jantan adalah 21 bulan dan sapi bali
betina sekitar 15 bulan, namun umur betina yang dianjurkan saat kawin pertama
minimal 18 bulan. Lama bunting sekitar 285,59 ± 14,72 hari. Ball dan Peters
(2004). Menyatakan dalam produksi sapi potong, reproduksi yang baik sangat
penting untuk efisiensi manajemen dan keseluruhan produksi. Reproduksi terbaik
adalah seekor induk menghasilkan satu anak setiap tahun.

E. Ciri Khas Sapi Bali

Ciri-ciri sapi Bali adalah bentuk tubuh menyerupai banteng, tetapi


ukurantubuh lebih kecil akibat dari proses domestikasi. Dada dalam padat, warna
bulu pada waktu pedet masih sawo matang atau merah bata. Akan tetapi, setelah
dewasa, warna bulu pada betinanya bertahan merah bata sedangkan pada jantan
kehitam-hitaman, warna hitam dapat berubah menjadi coklat tua atau merah bata
apabila sapi itu dikebiri. Ditempat-tempat tertentu, baik jantan maupun betina,
dibagian keempat kakinya dari sendi kaki sampai kuku dan bagian pantatnya
berwarna putih, kepala agak pendek, dahi datar, tanduk pada jantan tumbuh agak
keluar kepala, sedangkan pada betina ke bagian dalam. Kakinya pendek sehingga
menyerupai kaki kerbau. Tinggi sapi dewasa 130 cm dengan berat rata-rata sapi
jantan 450 kg, sedangkan betina 300-400 kg dan hasil karkas sekitar 57 %
(Sudarmono dan Sugeng, 2009).

F. Perkandangan

Perkandangan merupakan segalala aspek fisik yang berkaitan dengan


kandang dan sarana maupun prasarana yang sersifat sebagai penunjang
perlengkapan dalam suatu peternakan (Syarif dan Sumoprastowo, 1985). Kandang
merupakan suatu bagnunan yang memberikan rasa aman dan nyaman bagi ternak.
Kandang berfungsi untuk melindungi ternak dari gangguan luar yang merugikan
(Sudono et, al, 2003). Lokasi kandang harus dekat dengan sumber air, tidak
membahayakan ternak dan tidak berkaitan dengan pemukiman penduduk. Lokasi
usaha peternakan diusahakan bukan arealyang masuk daerah perluasan kota dan
juga merupakan daerah yang nyaman dan layak untuk peternakan sapi perah
(Syarif dan Harianto, 2011).
Daerah-daerah yang cerah dengan matahari penuh tinggi atap kandang
sebaiknya antara 3,6-4,2 m. Ketinggian tersebut sudah cukup untuk membatasi
difusi radiasi matahari yang diterima sapi dalam kandang. Pembuatan ventilasi
untuk daerah tropis sebaiknya menggunakan ventilasi dinding terbuka dengan
penempatan kandang pada letak dataran yang tinggi sehingga ventilasi akan
mendapat hembusan angin yang akan mereduksi panasnya tubuh sapi (Yani dan
Purwanto, 2006).
Tipe kandang berdasarkan bentuk dan fungsinya terdiri atas 2 yaitu
kandang individu dan kandang kelompok atau kandang koloni.
a. Kandang Individu

Kandang individu merupakan kandang satu ternak satu kandang. Pada


bagian depan ternak merupakan tempat palungan (tempat pakan dan air minum),
sedangkan bagian belakang adalah selokan pembuangan kotoran. Sekat pemisah
pada kandang tipe ini lebih diutamakan pada bagian depan ternak mulai palungan
sampai bagian badan ternak atau mulai palungan sampai batas pinggul ternak.
Tinggi sekat pemisah sekitar 1 m atau setinggi badan sapi. Sapi dikandang
individu di ikat dengan tali tampar pada lantai depan guna menghindari
perkelahian sesamanya. Luas kandang individu disesuaikan dengan ukuran tubuh
sapi yaitu sekitar panjang 2,5 m dan lebar 1,5 meter.
Kandang individu atau baris searah tampak dari samping depan kandang
individu atau baris searah tampak dari samping belakang. Kandang individu
model dua baris kepala searah dengan lorong ditengah biasanya menggunakan
tipe Kandang yang mempunyai atap satu big (Shade), dimana lorong yang
digunakan untuk memberi pakan dan minum terletak dimuka deretan kandang.
Kandang individu model dua baris, biasanya menggunakan tipe kandang
yang mempunyai atap dua bidang (Gable, Monitor dan Semi monitor). Lorong
ditengah pada kandang yang mempunyai posisi kepala searah adalah untuk
memberi pakan dan minum, sedangkan pada kandang yang mempunyai posisi
kepala berlawanan, lorong ditengah adalah untuk membersihkan kotoran dan
feses.

b. Kandang Kelompok

Kandang kelompok atau dikenal dengan koloni atau komunial merupakan


model kandang dalam suatu ruangan kandang ditempatkan ekor ternak, secara
bebas tanpa diikat. Keunggulan model kandang kelompok dibanding kandang
individu adalah efisiensi dalam penggunaan tenaga kerja rutin terutama
pembersihan kotoran kandang, memandikan sapi, deteksi birahi dan perkawinan
alam. Dalam hal ini satu orang tenaga kandang mampu menangani sekitar 50
ekor, bila dibanding kandang individu sekitar 20-25 ekor.
BAB III
METODOLOGI PKL

A. Waktu dan Tempat


Waktu dan tempat di laksanakannya Praktek Kerja Lapang (PKL) pada
tanggal 1 Juli 2019 sampai dengan 31 Juli 2019. Kegiatan yang di lakukan
meliputi pengamatan secara langsung, praktek dan wawancara dengan pegawai
BBIB Singosari, meliputi manajemen pemelihharaan (Perkandangan sapi, ,
Hijauan Pakan Ternak (HPT), Kesehatan hewan, perkandangan kambing
manajemen pemasaran dan informasi, serta laboratorium, penampungan semen
dan titik fokus saya adalah manajemen pemeliharaan sapi bali.
B. Kegiatan Harian
1. Kegiatan Manajemen Pemeliharaan di BBIB Singosari
a. Kegiatan Manajemen pemeliharaan sapi di BBIB Singosari meliputi:
1. Membersihkan palungan pakan dan minum, bertujuan agar sisa pakan di
hari sebelumnya tercampur dengan pakan yang baru.
2. Sanitasi kandang dengan membersihkan lantai kandang dari kotoran sapi
atau feses untuk dibawa ke penampungan feses dan membersihkan
sekitar kandang.
3. Memandikan sapi
4. Memberikan pakan pada sore hari pukul 14.30 WIB
b. Kegiatan kesehatan hewan (Keswan) di BBIB Singosari meliputi:
1. Pemeriksaan rutin atau pemeriksaan ternak jika ada yang mengalami luka
atau sakit dan setelah itu dilaporkan di klinik hewan agar dilakukan
penanganan secepatnya jika ada ternak yang sakit atau luka, pemeriksaan
rutin ini dilakukan pagi dan sore hari.
2. Pengobatan pada ternak yang mengalami sakit
3. Pemberian obat cacing di tiap-tiap kandang sapi untuk mencegah
terjadinya penyakit cacingan pada sapi.
4. Melakukan pemotongan kuku pada sapi yang kukunya sudah panjang.
c. Kegiatan Hujauan Pakan Ternak (HPT) di BBIB meliputi:
1. Merapikan karung pakan yang akan di isi pakan agar memudahkan dalam
pengisian pakan.
2. Membantu melakukan proses coorping (penggilingan rumput gajah)
3. Memberikan pakan pada seluruh ternak di pagi hari untuk persediaan
siang hari.
4. Membantu mengambil konsentrat untuk persediaan penggilingan sore
hari dan esok hari.
5. Menyiram tanaman atau bibit tanaman yang dilakukan di pagi hari dan
membantu memisahkan benih yang abnormal dan normal
6. Berdiskusi dengan pegawai BBIB Singosari yang berada di bidang hijaun
pakan ternak tentang alat apa saja yang digunakan dalam pencampuran
pakan (rumput gajah, silase, hay, mineral dan konsentrat) serta jumlah
konsumsi pakan yang diberikan pada ternak di pagi hari dan sore hari
dengan penentuan berdasarkan berat badan dari ternak tersebut.
d. Kegiatan manajemen pemeliharaan kambing di BBIB Singosari meliputi:
1. Membersihkan sisa pakan yang msih ada di palungan pakan
2. Sanitasi perkandangan kambing
3. Memberi pakan pagi hari
4. Memberi pakan sore hari
5. Memandikan kambing dilakukan sekali dalam seminggu
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari


a. Letak Geografis
Balai besar inseminasi buatan (BBIB) singosari terletak di Dusun Glatik
Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang Jawa Timur. BBIB
Singosari berada pada ketinggian 800-1200 mbpl. Dengan rata-rata suhu berkisar
antara 16-22ºC, kelembaban udara berkisar antara 70-90 % dan curah hujan 2.233
mm/tahun. Luas areal dari BBIB singosari adalah 67,72 hektar, dilengkapi dengan
bangunan perkantoran, asrama, gedung belajar, auditorium, guest house,
laboratorium, mesjid, kandang sapi dan kandang kambing.

b. Sejarah
1. Pada tahun 1976, pemerintah Provinsi Jawa Timur bekerja sama dengan
pemerintah Belgia (AB 05 dan ATA 73) untuk mendirikan laboratorium
semen beku di Wonocolo, Surabaya.
2. Pada tahun 1978, pemerintah mengambil alih pengolahan laboratorium
dan diterapkan sebagai cabang balai inseminasi buatan Wonocolo dengan
surat keputusan menteri pertanian nomor 314/Ktps/Org/5/1978, tanggal 25
mei 1978.
3. Pada tahun 1982, pemundahan lokasi dari Wonocolo ke Singosari Malang
Jawa Timur.
4. Pada tahun 1984, Direktur Jendral peternakan menetapkan sebagai cabang
balai inseminasi buatan singosari.
5. Pada tahun 1986, kerjasama dengan pemerintah Jepang dan proyek
pengembangan BBIB Singosari (Strenghening Of Singosari Al Canter-
ATA 233) melalui Japan Internasional Cooperations Agency (JICA), sejak
saat itu dikembangkan program uji zuriat (Progency Test).
6. Pada tahun 1988, statusnya di tingkatkan Balai Besar Inseminasi Buatan
dengan surat keputusan menteri pertanian No. 193/kpts/OT.212/2/1988.
Tanggal 29 Februari 1988.
7. Pada tahun 1996, diterapkan sebagai pusat pelatihan Inseminasi buatan
dengan surat keputusan Direktur Jendral Peternakan No.
52/OT.210/ktps/0896. Tanggal 29 agustus 1996. Walaupun pelatihan
sudah dimulai dilaksanakan sejak tahun 1987.
8. Tahun 2004, statusnya ditingkatkan Balai Besar Inseminasi Buatan
(BBIB) Singosari dengan surat keputusan Menteri Pertanian
No.668/ktps/OT.140//11/2004. Tanggal 25 November 2004.
9. Tahun 2010, BBIB Singosari diterapkan menjadi PK-BLU berdasarkan
surat keputusan Menteri Keuangan No. 54/KMK.05/2010, tanggal 5
Februari 2010.

c. Visi dan Misi

Visi Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari yaitu “ MENJADI


MODEL BLU YANG HANDAL, AKUNTABEL DAN INOVATIF BERBASIS
TEKNOLOGI PETERNAKAN BERTARAF INTERNASIONAL”.
Misi Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari antara lain:
1. Meningkatkan produksi dan diversifikasi semen beku serta produk layanan
penunjang yang berkualitas.
2. Melaksanakan replacement pejantan dan produksi bibit unggul secara
berkesinambungan yang ditunjang oleh optimalisasi pakan ternak dan
biosecurity.
3. Meningkatkan profesionalisme SDM melalui pendidikan dan pelatihan
serta promosi dan penetapan bersasarkan kompetensi guna tercapainya
kesejahteraan.
4. Mengoptimalkan fasilitas serta meningkatkan nilai tambah aset fisik dan
intelektual dengan pengembangan teknologi dan pendaftaran hak paten
merek.
5. Meningkatkan kualitas pelayanan, pemasaran dan penjualan produk,
monitoring dan evalusai.
6. Meningkatkan tertib administrasi dan keuangan, efisiensi dan
akuntabilitas, koordinasi dan komunkasi serta pelayanan guna
mewujudkan manajemen bisnis modern.

d. Tugas dan Fungsi BBIB Singosari


Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian no. 40/Permentan/OT.140/
6/2012 BBIB Singosari memiliki tugas pokok sebagai berikut: “Produksi,
Distribusi, Pemasaran, dan Pemantauan Mutu Semen Ternak Unggul serta
Pengembangan Inseminasi Buatan”.
BBIB Singosari memiliki fungsi sebagai berikut (BBIB Singosari, 2017):
1. Penyusunan program kegiatan produksi, pemasaran dan pemantauan
mutu semen unggul ternak serta pengembanagan inseminasi buatan,
2. Pelaksanaan pemeliharaan pejantan ternak unggul,
3. Pelaksanaan pengujian keturunan dan fertilitas pejantan unggul,
4. Pelaksanaan produksi dan penyimpanan semen unggul ternak,
5. Pelaksanaan pemantauan dan pengawasan mutu semen unggul ternak
yang beredar,
6. Pelaksanaan pengembangan teknik dan metode inseminasi buatan,
7. Pemberian saran dan teknik produksi semen unggul ternak,
8. Pemberian pelayanan teknik kegiatan dan produksi dan pemantauan
semen unggul ternak dan pengembangan inseminasi buatan,
9. Pelaksanaan peasaran dan distribusi semen unggul ternak,
10. Pemberian informasi dan pelaksanaan Dokumen hasil kegiatan
inseminasi buatan,
11. Pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga BBIB Singosari

e. Struktur Oganisasi BBIB Singosari


Sruktur Organisasi BBIB Singosari berdasarkan Surat Keterangan
Menteri Pertanian Nomor 40/Permentan/OT.140/6/2012 tanggal 5 Juni 2012 yaitu
meliputi kepala balai, bagian umum, bidang pelayanan teknis, kelompok jabatan
fungsional, serta bidang pemasaran dan informasi seperti yang tertera pada
Gambar 2.

Kepala Balai

Kabag Umum

Kasubag Program
dan Keuangan

Kasubag
Kepegawaian dan
Tata Usaha

Kasubag Rumah
Tangga dan
Perlengkapan

Kabid Pelayanan Kelompok Jabatan Kabid Pemasaradan


Teknis Fungsional Informasi

Kasie Pemeliharaan
dan Peningkatan Kasie Pemasaran
Mutu Genetik dan Kerjasama
Ternak

Kasie Produksi Kasie Informasi dan


Semen dan Pemantauan Mutu
Pengembangan IB Semen

Gambar 2. Bagan Struktur Organisasi BBIB Singosari


(Sumber BBIB Singosari 2019)
Daftar pimpinan masing-masing bidang sesuai dengan bagan pada
gambar 2. sebagai berikut:
 Kepala balai : drh. Enniek Herwijanti, MP
 Kepala bagian umum : Ir. Nurhayati, MM
 Kepala bidang pelayanan teknis : Suharyanta, S.Pt
 Kepala bidang pemasaran dan informasi : drh. Sarastina, MP
 Kasubag program dan keuangan : I Putu Eka S., S.Pt
 Kasubag kepegawaian dan tata usaha : Suhartati N., S.Pt
 Kasubag rumah tangga dan perlengkapa : Sailendra, SE
 Kasie pemeliharaan dan peningkatan mutu
genetik ternak : drh. Koko Wisnu P.
 Kasie produksi semen dan pengembangan IB : drh. Anny Amaliya
 Kasie pemasaran dan kerjasama : Nugro Menik N., S.Pt, MM
 Kasie informasi dan pemantauan mutu semen : Natalia Heni K. S.Pt, .Hum

f. Sembilan Layanan Publik yang dimiliki Badan Layanan Umum (BLU)


BBIB Singosari
Janji layanan yang dimiliki oleh BBIB Singosari yaitu "BBIB Singosari
siap memberikan pelayanan prima kepada pelanggan dengan menjunjung tinggi
Nilai Dasar Pelayanan". Nilai dasar pelayanan tersebut meliput:
a. Honesty
Menjunjung tinggi kejujuran di dalam memberikan pelayanan
b. Trust
Menyediakan produk berkualitas untuk meningkan kepercayaan pelanggan
c. Respect
Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan ramah, sopan, jelas,
cepat, akurat dan professional.
d. Fairness
Memberikan pelayanan kepada seluruh pelanggan dengan adil
e. Responsibility
Menyediakan produk sesuai dengan standard an menerapkan kontrol
kualitas yang ketat.
Sembilan layanan publik yang dimiliki oleh Badan Layanan Umum BBIB
Singosari sebagai berikut.
1. Penjualan Semen Beku
Semen beku BBIB Singosari diperoleh dari pejantan unggul yang
diproduksi di laboratorium berstandar internasional SNI ISO 17025: 2008.
Diproses dengan peralatan yang canggih dan didukung dengan tenaga
laboratorium yang handal. Jenis semen beku yang tersedia di BBIB Singosari
yaitu semen beku sapi Limousin, Simental, Brahman, PO, Angus, Brangus, Bali,
dan Madura dan semen beku kambing PE, Boer, Saanen, dan Senduro.
2. Bimbingan Teknis/Magang
Peningkatan mutu genetik ternak harus diikuti dengan peningkatan mutu
sumber daya manusia peternakan. Dalam rangka peningkatan Sumber Daya
Manusia (SDM) peternakan dan sebagai tindak lanjut Keputusan Direktur
Jenderal Peternakan Nomor. 52/OT.210/Kpts/0896 BBIB Singosari
menyelenggarakan Bimbingan Teknis yang bertujuan untuk mencetak sumber
daya manusia peternakan yang handal dan terampil. Bimbingan
teknis/managemen IB di BBIB melayani perseorangan dan kelompok.
a. Jenis bimbingan teknis:
Bersifat kelompok: Inseminator sapi atau kerbau, Inseminator kambing
atau domba PKB (pemeriksaan kebuntingan), ATR (asisten teknis reproduksi).
Bersifat perseorangan: potong kuku, laborant, bull master, Bull-salon, pembuatan
silase, pembuatan hay, handling semen.
b. Bentuk pelayanan
Bersifat kelompok: penyampaian teori, praktek RPH, praktek
di laboratorium, pengenalan organ reproduksi ternak, kunjungan lapang, praktek
lapang, dan pelaksanaan per kelompok.

3. Layanan Masyarakat
Upaya pengenalan dunia peternakan bagi masyarakat luas khususnya
generasi muda, BBIB Singosari memberikan layanan masyarakat dalam bentuk
informasi aktifitas Balai Besar Insemnisasi Buatan Singosari secara audiovisual
dan melihat aktifitas dengan menggunakan kereta Biosecurity.
4. Jasa Konsultasi
a. Ruang lingkup/jenis konsultasi: bidang pemeliharaan ternak, pengawetan
pakan, pemuliaan ternak/breeding, penanganan reproduksi ternak,
penanganan semen beku, dan manajemen perkantoran
b. Bentuk pelayanan: konsultasi teknis dan monitoring produk BBIB
Singosari di lapangan
5. Pengujian Mutu Semen
Jasa layanan pengujian mutu semen di BBIB Singosari meliputi derajat
keasaman (pH), motilitas semen, konsentrasi semen (jumlah sel sperma), viabilias
sel sperma (persentasi hidup sel spermatozoa), dan abnormalitas sel sperma.
Bentuk sampel pengujian dapat berupa semen segar, semen cair, dan semen beku.
6. Penggunaan Sarana dan Prasarana
a. Bentuk pelayanan: penggunaan ruang atau gedung serta sarana dan
prasarana lainnya
b. Jenis prasarana: gedung auditorium, gedung workshop, gedung
asrama, kandang karantina, gedung serbaguna, ruang makan.
7. Tenaga Instruktur dan Juri Kontes
Pelayanan jasa sebagai tenaga instruktur dapat berupa instruktur bidang
manajemen IB dan juri kontes. Bentuk pelayanan berupa pemberian materi,
pemberian praktek lapangan, dan pemberian penilaian.
8. Jasa Penelitian
Dalam upaya mencetak Sumber Daya Manusia yang handal dan terampil,
BBIB Singosari membuka layanan penelitian S1, S2, dan S3. Ruang lingkup jasa
penelitian yaitu dalam bidang sains peternakan, agribisnis peternakan, integrated
farming, multimedia peternakan, dan lain sebagainya. Bentuk pelayanan yang
diberikan meliputi penyediaan ruangan, penyediaan alat, dan penyediaan tenaga
SDM.
9. Pelayanan Purna Jual
Pelayanan purna jual merupakan jaminan pelayanan dan perlindungan
kepada pelanggan serta sebagai media mendapatkan umpan balik yang
dilaksanakan denganmetode monitoring, mendiskusikan, mengevaluasi, dan
mencari solusi dengan masyarakat. Ruang lingkup dari jasa layanan purna jual
yaitu penanganan semen beku, penanganan kelaianan reproduksi, manajemen
pakan ternak, manajemen pemeliharaan ternak, pascapelatikan manajemen IB,
program pemuliaan ternak, dan pengenalan produk dan aktivitas balai. Bentuk
pelayanan meliputi pertemuan teknis, kunjungan lapangan, pengujian semen beku
di lapangan, dan evaluasi hasil pelaksanaan manajemen IB.

B. Manajemen Pemeliharaan Sapi Bali di BBIB Singosari


Manajemen secara luas adalah cara mengatur satu atau beberapa faktor
dalam suatu system untuk mencapai tujuan tertentu ( Rhenald Khasali, 2012).
Dalam manajemen peternakan terdapat beberapa aspek yang dapat menunjang
kesejahteraan suatu peternakan yaitu perawatan, pakan dan kesehatan hewan.
1. Deskripsi Tentang Sapi Bali

Gambar 3. Sapi Bali


(Sumber BBIB Singosari 2019)

Sapi Bali merupakan sapi asli indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal
usul sapi bali ini adalah banteng (Bos Sondacius) yang telah mengalami proses
domestikasi atau penjinakan selama bertahun-tahun. Proses domestikasi yang
cukup lama diduga sebagai penyebab ukuran tubuh sapi Bali lebih kecil dibanding
dengan Banteng. Sapi Bali jantan dan betina dilahirkan dengan warna bulu yang
merah bata dengan garis hitam disepanjang punggung yang disebut dengan garis
belut. Setelah dewasa kelamin, warna sapi Bali jantan berubah menjadi kehitam-
hitaman, sedangkan warna sapi Bali betina relatif tetap. Pada umumnya Sapi bali
tidak berpunuk, eempat kaki dan bagian pantatnya berwarna putih.
Sapi Bali (Bos Ssondacius) merupakan sapi yang berdarah murni karena
merupakan hasil domestifikasi langsung dari banteng liar. Banteng liar tersebut
masih dapat ditemukan dihutan Taman Nasional Bali Barat, Ujung Wetan (Jawa
Timur) dan Ujung Kulon (Jawa Barat). Sapi bali Jantan dan Betina dibagian
tulang kolonnya memiliki warna putih dan serta memiliki setengah lingkaran
warna putih pada bagian pantatnya dan terdapat garis atau bulu hitam disepanjang
punggungnya. (Bandini, 1999).

2. Ciri-ciri Fisik Sapi Bali


Sapi bali mempunyai ciri-ciri fisik yang seragam, dan hanya mengalami
perubahan kecil dibandingkan nenek moyangnya yaitu banteng. Warna bulu Sapi
Bali jantan adalah coklat tetapi setelah berumur 12-18 bulan warnanya berubah
menjadi agak gelap sampai mendekati warna hitam pada dewas, sapi jantan yang
dikasrtrasi akan tetap berwarna coklat. Warna sapi betina pada saat masih muda
biasanya coklat muda dengan garis hitam tipis terdapat disepanjang tengah
punggungnya dan warna sapi bali betina tidak akan berubah warna sampai
dewasa. Perkembangan pada sapi Bali dapat dilihat dari ciri-ciri fenotipnya yang
dapat diamati atau dilihat secara langsung, seperti tinggi, panjang, berat, panjang
bulu, warna dan pola warna tubuh, perkembangan tanduk dan sebagainya
(Hardjosubroto dan Astuti, 1993).

3. Ciri-ciri Spesifik Sapi Bali


Ciri-ciri sapi Bali menyerupai banteng tetapi tubuhnya berukuran lebih
kecil akibat proses domestikasi diantaranya dada, bentuk badannya kompak tidak
berpunuk seolah-olah tidak bergelambir, bertanduk agak pendek. Dibandingkan
dengan sapi-sapi lain, sapi Bali lebih agresif terutama sapi Bali jantan. Bandini
(1999). M,enambahkan bahwa disamping ciri-ciri tersebut diatas.
1. Warna hitam (kecuali bagian kaki dan pantat)
2. Tanduk keluar dari bagian kepala mengarah kesamping atas dan
membengkok keatas dalam. Kedalam dari bagian kepala mengarah
kesamping atas membengkok keatas tengah.
3. Penampilan tubuh, tubuh lebih besar dari sapi betina, berat badan sapi
dewasa rata-rata 350-450 kg. Tubuh betina lebih kecil dibandingkan sapi
jantan yaitu 250-350 kg.

4. Keunggulan Sapi bali


Sapi Bali memiliki daya pemanfaatan pakan yang sederhana atau kasar
dengan kadar serat yang tinggi. Kandungan urea dalam darah yang relatif lebih
tinggi daripada sapi Brahman atau Shorthorn menyebabkan sapi Bali cenderung
labih banyak dapat mencerna nitrogen pada hijauan bergizi rendah (berserat
tinggi) dibandingkan jenis sapi Eropa atau Amerika (Wiryousuhanto, 1996).
Sapi Bali memiliki daya adaptasi lingkungan yang baik pada daerah tropis
Indonesia. Menurut hasil penelitian para ahli di Australia, sapi Bali memiliki daya
tahan terhadap panas (heat tolerance) dengan angka tertinggi dibandingkan sapi
sub tropis atau tropis yang lain (Wiryousuhanto, 1996).
Sapi Bali memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi. Angka kelahiran
sapi Bali juga tergolong tinggi yakni sebesar 80-85 % setiap tahunnya (Darmadja,
1981). Daya produksi daging (presentase karkas) yang tinggi yaitu berkisar 56-78
%. Sedangkan karkas sapi madura 47,8 % dan sapi ongole 45 % (Darmadja,
1981).
Sumber protein hewani berkualitas tinggi. Walaupun presentase karkasnya
tinggi, tetapi kandungan lemak dalam dagingnya relatif rendah dibandingkan
daging sapi potong lainnya (Darmadja, 1981).
Sapi bali dapat digunakan sebagai tenaga kerja (pembajak sawah) yang
baik. Sapi Bali tergolong kuat dan cepat dalam mengerjakan lahan pertanian
karena memiliki kaki yang bagus dan kuat dibandingkan sapi peranakan ongole
(Wiryosuharto,1996).

5. Kelemahan Sapi Bali


Ukuran tubuh sapi bali relatif lebih kecil dibandingkan sapi lainnya,
produksi susu rendah sehingga pertumbuhan anak sapi (pedet) lambat. Kelemahan
yang paling khusus dari sapi Bali adalah rentan terhadap penyakit jembrana
(Soeharsono, et al., 1990). Selain itu sapi Bali rentan terserang penyakit MCF
(Maligant Catarrhal Fever) dan penyakit ngorok (SE).

6. Perawatan Sapi Bali di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB)


Singosari
Perawatan Sapi Bali terbagi menjadi perawatan sapi serta sanitasi kandang :
1. Sanitasi sapi Bali (Memandikan)
Sapi dimandikan bersamaan dengan pengerjaan sanitasi kandang, namun
sebelum dimandikan usahakan sapi harus melihat petugas yang akan memandikan
sapi agar sapi tidak kaget atau merasa terganggu, kemudian basahi seluruh tubuh
sapi terlebih dahulu agar sapi tidak kaget bila sudah mulai dimandikan, setelah
dibasahi, kemudian ambil sikat dan kemudian dilakukan penyikatan secara
perlahan dan melihat respon sapi. Jika sapi tidak menunjukan respon yang
membuatnya terganggu, lalu lanjutkan menyikat sampai sapi benar-benar bersih
dari kotoran yang menempel di tubuhnya.

Gambar 4. Proses Memandikan Sapi Bali


(Sumber BBIB Singosari 2019)
2. Sanitasi Kandang Sapi Bali

Gambar 5. Pembersihan Palungan Pakan dan Minum


(Sumber BBIB Singosari 2019)

Pembersihan palungan pakan dilakukan setiap hari pada pagi hari pukul
06.30 WIB dengan cara menyekop sisa pakan sampai bersih dan sisa pakan yang
ada dibuang bertujuan agar pakan yang baru tidak tercampur dengan pakan yang
lama, pembersihan palungan pakan dilakukan satu kali dalam sehari.
Selain membersihkan palungan pakan juga membersihkan tempat air
minum. Pembersihan tempat air minum dilakukan seminggu sekali tergantung
pada tingkat kotoran yang ada pada tempat air minum (lumut, feses dan siusa
pakan sapi yang jatuh ketempat air minum), jika tempat air minum masih terlihat
bersih, maka hanya menambahkan air minum.

Gambar 6. Kebersihan Lantai Kandang


(Sumber BBIB Singosari 2019)
Pembersihan lantai kandang dengan cara mengambil feses yang
menumpuk di lantai menggunakan sekop lalu di buang ke penampungan feses,
lalu siram lantai dengan air agar sisa-sisa feses yang masih terdapat di lantai
hilang dan mengalir di selokan.

Gambar 7. Kebersihan di Sekitar Kandang Sapi


(Sumber BBIB Singosari 2019)

Daerah sekitar kandang harus bersih terutama selokan tidak tersumbat agar
selokan mengalir terus dan setelah selesai melakukan sanitasi kandang, peralatan
yang dipakai harus segera di bersihkan dan dirapihkan kembali.

7. Pengukuran Performa Ternak


Pengukuran performa tubuh pada ternak adalah bentuk pendugaan bobot
badan. Perbedaan bobot badan sapi dewasa pedaging yang berbeda-beda
menghasilkan tingkat kegemukan yang berbeda pula pada umur dan makanan
yang sama (Parakkasi, 1999).
Pengukuran performa ternak meliputi:
1. Panjang Badan (PB)
Gambar. Proses Pengukuran Panjang Badan Sapi Bali
(Sumber BBIB Singosari 2019)
Panjang badan diukur mulai dari samping tulang bahu (scapula)
sampai dengan ujung tulang duduk (Pelvis).
2. Tinggi Badan (TP)

Gambar . Proses Pengukuran Tinggi Badan Sapi Bali


(Sumber BBIB Singosari 2019)

Tinggi badan diukur mulai dari titik tertinggi badan sampai benar-
benar tongkat ukur menyentuh tanah dengan disejajarkan dengan kaki
depan bagi sapi yang tidak bergumba, sedangkan pada sapi yang bergumba
tongkat ukur diletakan di belakang kaki depan.
3. Lingkar Dada (LD)

Gambar. Proses Pengukuran Lingkar Dada


(Sumber BBIB Singosari 2019)

Pengukuran lingkar dada menggunakan pita ukur dengan cara


melingkarkan pita ukur pada bagian dada sapi. Lebih tepatnya di bagian
belakang tulang gumba pada tulang rusuk ke 3 atau 4.
4. Lingkar Scrotum (LS)

Gambar. Proses Pengukuran Lingkar Scrotum


(Sumber BBIB Singosari 2019)

Proses pengukuran scrotum ini dimaksudkan untuk mengetahui


besarnya lingkar scrotum pada seekor ternak (sapi), pada proses
pengukuran ini menggunakan pita ukur, pengukuran dilakukan pada
bagian tengah scrotum.

8. Seleksi Pejantan
Seleksi pejantan di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari di
lakukan dengan beberapa kriteria yaitu:
a. Uji Kualitatif seperti warna bulu, bentuk wajah, Warna kulit harus
sesuai dengan warna sapi yang asli dan kaki sapi tidak mengalami
pincang. Kalau pada sapi Bali warna kulit yang asli yang asli untuk
pejantan adalah warna hitam
b. Uji Kuantitatif seperti panjang badan, lingkar dada, tinggi badan atau
tinggi gumba, dan lingkar scrotum. Penilaian uji kuantitatif harus
sesuai standar SNI, tiap bangsa berbeda SNI-nya.
c. Sapi harus bersertifikat, hal ini bertujuan agar mengetahui tetua dari
sapi tersebut agar tidak terjadi perkawinan antar keluarga
(in- breeding).
d. Uji penyakit: sapi pejantan harus bebas dari 12 penyakit meliputi:
1. Brucellosis 7. Trikomoniases
2. Lictosispirosis 8. Kambilo Bacteriasis
3. Paratibi 9. Jembrana ( pada Sapi Bali)
4. Lbr 10. Parasidaraan
5. Ebl 11. Anamiosis
6. Antrak 12. Telesiosis

e. Kualitas sperma diukur dengan menggunakan makroskopis dan


mikroskopis dengan Motilitas 60%. Jika lulus seleksi tersebut calon
pejantan dimasukan dikandang karantina selama 14-21 hari hal ini
dilakukan agar sapi tersebut beradaptasi dengan cara pemeliharaan,
lingkungan ( suhu), pemberian pakan, serta system perkandangan.
Selama dikandang karantina sapi tersebut akan dipantau dan di uji
kembali untuk memastikan sapi tersebut tidak terkena 12 penyakit dan
khusus sapi
9. Identifikasi
Identifikasi bertujuan untuk recording agar memudahkan bagi para
petugas di BBIB Singosari untuk mengenali ternak. Identifikasi di lakukan dengan
cara sebagai berikut:
a. Pemasangan Itek

Gambar. Proses Pemasangan Itech


(Sumber BBIB Singosari 2019)

Pemasangan itek di BBIB Singosari bertujuan untuk pemberian tanda pada


sapi yang baru masuk seperti pemberian nama dan nomor identitas. Nomor
identitas berdasarkan jenis atau bangsa sapi, jika pada sapi bali diberi nomor
identitas dengan angka awal ditandai dengan angka 1 (satu). Misalnya, 11187
(sapi bali), pada angka pertama (1) ditandai dengan jenis atau bangsa ternak, (11)
angka kedua dan ketiga adalah tahun lahir ternak, sedangkan angka (87) angka ke
empat dan kelima adalah angka urutan masuknya ternak di BBIB Singosari.
Pemasangan itek pada telinga kiri dan kanan sapi. Pada bagian kanan adalah nama
ternak sedangkan telinga kiri adalah nomor identitas.
b. Pemasangan Papan Nama di Setiap Kandang

Gambar. Papan Nama


(Sumber BBIB Singosari 2019)
Pemasangan papa nama bertujuan untuk memudahkan para petugas di
BBIB Singosari untuk proses pemeliharaan dan memudahkan untuk mencari sapi
yang akan dikoleksi semennya. Papan nama berisi tentang nama, tanggal lahir
ternak, kode, bangsa dan asal ternak tersebut.

C. Sistem Perkandangan di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB)


Singosari
Kandang berfungsi sebagai pelindung bagi ternak dan penunjang
produktifitasnya. Kandang melindunginternak dari kondisi dari keadaan
lingkungan yang kurang menguntungkan maupun terhadap ancaman binatang
buas dan gangguqn pencuri sehingga ternak akan memperoleh kenyamanan
(Santosa, 2009). Sementara sebagai penunjang produktivitas, kandang
memudahkan dalam pemeliharaan ternak sehari-hari khususnya penanganan
pengawasan ternak terhadap ternak dapat dilakukan lebih teliti, baik menyangkut
masalah kesehatan, produksi dan reproduksi ternak. Manfaat kandang yang
berkaitan dengan fungsi tersebut di atas adalah memudahkan pada waktu
pengambilan, pengumpulana dan pembersihan kotoran ternak berupa campuran
antara feses, urine dan sisa pakan yang berguna bagi lahan pertanian. (Rianto dan
Purbowati, 2013).
Tipe kandang yang terdapat di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB)
Singosari meliputi kandang tunggal, kandang ganda, kandang isolasi, kandang
pedock dan kandang karantina.

1. Kandang Tunggal

Gambar . Kandang Tunggal


(Sumber BBIB Singosari 2019)

Kandang tunggal merupakan tipe kandang yang terdiri dari satu baris saja.
Keuntungan menggunakan kandnag tunggal yaitu ternak mudah jinak, tidak
gampang stress, dan cepat pertumbuhan bobotnya.

2. Kandang Ganda

Gambar . Kandang ganda tampak depan dan belakang


(Sumber BBIB Singosari 2019)
Kandang ganda adalah tipe kandang yang terdiri dari dua baris yang saling
membelakangi satu sama lain pada saat minum tetapi saling berhadapan pada saat
makan yang berada di dalam satu atap. Kelebihan dari kandang ini adalah
memudahkan dalam pembersihan kandang.

3. Kandang Paddock

Gambar . Kandang Peddock


(Sumber BBIB Singosari 2019)

Kandang paddock merupakan tipe kandang yang dilengkapi dengan sistem


umbaran, sehingga ternak dapat bergerak secara bebas. Kandang ini digunakan
untuk ternak agar dapat melakukan exercise.

4. Kandang Individu Tail To Tail

Gambar . Kandang Tail To Tail


(Sumber BBIB Singosari 2019)

Kandang tail to tail adalah kandang di mana sapi saling membelakangi ,


kandang ini mempunyai keunggulan dalam sanitasi kandang. Kandang ini sangat
memudahkan para petugas kandang di BBIB Singosari dalam sanitasi, karena
pada saat pembuangan feses petugas tidak perlu memutar keluar kandang untuk
berpindah di lantai kandang yang akan dibersihkan selanjutnya, tetapi cukup
membersihkan di dalam kandang tanpa harus memutar keluar kandang.

5. Kandang Isolasi

Gambar . Kandang Isolasi


(Sumber BBIB Singosari 2019)

Kandang isolasi adalah kandang yang digunakan untuk sapi yang sedang
sakit atau sapi yang diduga terkena penyakit yang dapat menular, selama sapi
berada dikandang isolasi maka akan dilakukan perawatan serta pengecekan.
Apabila sapi yang sakit sudah dinyatakan sehat, maka sapi tersebut bisa kembali
di satukan dengan sapi-sapi yang lain dikandang tunggal, tail to tail ataupun di
kandang ganda.

6. Kandang Karantina

Gambar . Kandang Karantina


(Sumber BBIB Singosari 2019)
Kandang karantina digunakan untuk ternak yang baru didatangkan dari
suatu daerah dan akan dipelihara di BBIB Singosari dengan tujuan untuk
pemeriksaan kesehatan ternak dan memberi kesempatan pada ternak untuk
beradaptasi terlebih dahulu dengan lingkungan barunya. Lama proses karantina
tergantung dari ternak itu sendiri, tetapi pada umumnya karantina dilakukan
selama 28 hari, waktu tersebut sudah cukup untuk proses adaptasi ternak terhadap
lingkungan barunya. (Ainur Rasyid Hartati, 2007) menyatakan bahwa kandang
karantina digunakan khusus untuk mengisolasi ternak dari ternak yang lain
dengan tujuan pengobatan dan pencegahan penyebaran penyakit. Kandang
karantina terletak jauh dari kandang yang lain.

7. Jenis Atap Kandang di BBIB Singosari


Jenis atap kandang yang berada di Balai Besar Inseminasi Buatan
(BBIB) Singosari terbagi menjadi 2 jenis, meliputi:
1. Atap Monitor

Gambar. Atap Monitor


(Sumber BBIB Singosari 2019)
2. Atap Semi Monitor

Gambar. Atap Semi Monitor


(Sumber BBIB Singosari 2019)
D. Hijauan Pakan Ternak (HPT)

Pemberian pakan ternak bertujuan untuk memberikan energi pada ternak


agar ternak tidak kekurangan nutrisi yang dapat mengganggu kesehatan ternak.
Pemberian pakan pada pejantan dilakuakn pada pagi hari dan sore hari. Pakan
yang diberikan pada sapi berupa ransum yang berisi silase, hay, konsentrat,
mineral, dan hijauan. Pemberian pakan di BBIB Singosari menggunakan metode
Total Mix Ratio (TMR). TMR merupakan pakan yang diberikan kepada ternak
dengan cara mencampur beberapa bahan menjadi satu menggunakan mixer.
Formulasi ransum di BBIB Singosari terbuat dari beberapa campuran
bahan pakan seperti Rumput, mineral, silase, konsentrat dan hay. bahan pakan
tersebut dicampur menjadi satu dengan masing-masing konsentrasi yang berbeda.
Tabel 2. Formulasi ransum pakan sapi pejantan di BBIB Singosari
Penyusunan Ransum
Bahan Pakan Rumput Mineral Silase Konsentrat Hay
(kg) (kg) (kg) (kg) (kg)
Total 4670 10 800 1000 120
Rataan 19,14 0,04 3,28 4,10 0,49
(Sumber BBIB Singosari 13 Juli 2019)
Berdasarkan data pada Tabel 2 menjelaskan tentang penyusunan ransum
total untuk memenuhi kebutuhan 244 ekor/hari sapi pejantan di BBIB Singosari.
Pemberian pakan diatur berdasarkan kebutuhan per ekor/hari dengan
memperhatikan bangsa dan bobot badan sapi. Semakin besar bobot badan makan
semakin besar pula konsumsi pakan yang diberikan. Roy (1990) dan Parakkasi
(1999) menyatakan bahwa peningkatan konsumsi dipengaruhi oleh ukuran bobot
badan dan umur ternak, semakin bertambah bobot badan dan umur ternak maka
konsumsinya akan semakin meningkat.
a. Hiajuan Segar
Hijauan segar yang digunakan di BBIB sebagai salah satu pembuatan
ransum adalah rumput gajah (pennisetum purpureu). Sebelum hijauan di gunakan,
hijauan tersebut di layukan terlebih dahulu selama semalam. Hal ini bertujuan
untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam hijauan tersebut. Apabila
kandungan kadar air didalam hijauan masih tinggi maka akan mempengaruhi
kecernaan pakan dalam rumen. Dalam pembuatan ransum hijaun di potong
dengan mesin chooper terlebih dahulu dengan ukuran 3-5 cm. Hal ini bertujuan
untuk memudahkan proses pencampuran dalam mesin chooper dan juga
membantu mempercepat degradasi nutrien oleh mikroba rumen karena bentuk
hijauan yang lebih kecil.
b. Hay
Hay adalah pakan hijauan dalam bentuk kering yang memiliki serat kasar
tinggi. Jenis tanaman yang digunakan di BBIB Singosari adalah rumput star grass
dan BD (Brachiaria decumbens).
c. Silase
Silase adalah pakan hasil hijauan yang diawetkan dengan cara fermentasi
untuk mengatasi kekurangan pakan pada saat musim kemarau dan juga
meningkatkan kecernaan serta untuk menambah palatabilitas, silase yang
diberikan dapat dua jenis bahan pembuatannya yaitu terbuat dari batang jagung
dan tongkol jagung.
d. Konsentrat
Konsentrat adalah pakan tambahan yang kaya akan energy dan protein
yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Konsentrat sapi pada
TMR pagi hari adalah 500 kg dan siang 500 kg.

Tabel 3. Kebutuhan Nutrien Sapi Bali Di BBIB Singosari


Nutrien Ransum BK (kg) TDN (kg) PK (kg)
Total Pemberian 14, 67 8,55 1,74
Kebutuhan Nutrien
NRC 1988 9,87 5,21 0,987
NRC 2000 13,55 6,58 0,9
(Sumber BBIB Singosari)
Pemberian pakan diatur berdasarkan kebutuhan per ekor/hari dengan
memperhatikan bangsa dan bobot badan sapi. Semakin besar bobot badan sapi,
maka semakin banyak pula pemberian pakan Roy (1990) dan Parakkasi (1999)
menyatakan bahwa peningkatan konsumsi dipengaruhi oleh ukuran bobot badan
dan umur ternak, semakin bertambah bobot badan dan umur ternak maka
konsumsinya akan semakin meningkat.
E. Bangsa Sapi yang terdapat di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB)
Singosari
Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari memiliki 13 bangsa sapi.
Berikut ini merupakan bangsa pejantan sapi yang terdapat di Balai Besar
Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari pada bulan Juli 2019.
Tabel. Koleksi Sapi di BBIB Singosari
No Jenis/Bangsa Jumlah
.
I. Sapi Perah
1. Frisian Holstein (FH) 13
II. Sapi Potong
1. Bali 47
2. Brahman 11
3. PO 13
4. Limousin 80
5. Simental 57
6. Madura 6
7. A. Angus 7
8. Banteng Cross 1
9. Wagyu 2
10. Galekan 1
11. Belgian Blue 2
12. Aceh 5
Total 244
(Sumber BBIB Singosari 2019)
Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari memiliki 13 bangsa sapi.
Berikut ini merupakan penjelasan bangsa pejantan sapi beserta gambar yang
terdapat di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari.
1. Sapi Friesian Holstein (FH)

Gambar. Sapi FH
(Sumber BBIB Singosari 2019)
Ciri dari sapi FH yaitu warna tubuh belang hitam putih dengan batas yang
jelas, tanduk pendek, rambut bagian dahi berbentuk segitiga putih (tidak mutlak),
bertubuh panjang dan ujung ekor berwarna putih, serta tidak memiliki punuk

2. Sapi Bali

Gambar. Sapi Bali


(Sumber BBIB Singosari 2019)

Sapi Bali merupakan sapi asli Indonesia yang didomestikasi dari spesies
banteng. Sapi bali memiliki ciri-ciri berwarna hitam diseluruh tubuhnya kecuali
pada bagian pantat dan kakinya, tubuhnya pendek dan mengkilat, serta memiliki
tanduk yang jelas.
3. Sapi Brahman

Gambar. Sapi Brahman


(Sumber BBIB Singosari 2019)

Ciri dari sapi brahman yaitu mempunyai punuk yang besar dan berkulit
longgar, terdapat gelambir dibawah leher hingga perut, telinga panjang
menggantung dan berujung runcing, bulunya tipis berwarna putih atau kelabu,
kepala besar, paha besar dan kaki panjang.

4. Sapi PO

Gambar. Sapi Peranakan Ongole


(Sumber BBIB Singosari 2019)

Ciri dari sapi PO yaitu mempunyai punuk yang besar dan berkulit longgar,
terdapat gelambir dibawah leher hingga perut, telinga panjang menggantung, mata
besar, memiliki tanduk yang pendek dan hampir tidak terlihat. Warna bulu putih
kusam atau agak kehitam-hitaman, jarak anatar 2 bola mata agak jauh (wajahnya
lebar).
5. Sapi Limousin

Gambar. Sapi Limousin


(Sumber BBIB Singosari 2019)

Ciri dari sapi limousine yaitu memiliki tubuh yang berukuran besar dan
panjang, memiliki warna tubuh merah kecoklatan, pada sekeliling mata dan kaki
berwarna agak terang, memiliki tanduk.
6. Sapi Simental

Gambar. Sapi Simental


(Sumber BBIB Singosari 2019)

Ciri dari sapi simental yaitu memiliki ukuran tubuh yang besar, memiliki
tubuh berwarna kuning hingga merah coklat, pada bagian muka, kaki, dan ujung
ekor berwarna putih, memiliki rambut ikal pada kepalanya.
7. Sapi Madura

Gambar. Sapi Madura


(Sumber BBIB Singosari 2019)

Ciri dari sapi Madura yaitu memiliki warna tubuh kuning hingga merah bata,
moncongnya berwarna putih, kelopak mata berwarna hitam, tanduknya terlihat
jelas serta bertubuh kecil.

8. Sapi Aberden Angus

Gambar. Sapi A. Angus


(Sumber BBIB Singosari 2019)

Ciri dari sapi aberden angus yaitu seluruh tubuh berwarna hitam legam,
leher dan telinga pendek, punggung lurus, badan padat,tidak memiliki tanduk,
kaki kuat dan kokoh.
9. Sapi Banteng Cross

Gambar. Sapi Banteng Cross


(Sumber BBIB Singosari 2019)

Sapi jaliteng merupakan sapi hasil persilangan antara sapi bali dan banteng
jawa timur. Ciri dari sapi jaliteng yaitu memiliki wajah seperti banteng, berwarna
hitam, memiliki tanduk seperti banteng, serta memiliki tubuh yang lebih kecil
dibandingkan banteng.
10. Sapi Wagyu

Gambar. Sapi Wagyu


(Sumber BBIB Singosari 2019)

Sapi ini merupakan sapi yang berasal dari Jepang yang merupakan
persilangan sapi local dari Jepang dengan sapi Aberden Angus. Ciri-ciri sapi
Wagyu yaitu berwarna hitam keseluruhan, leher dan telinga pendek, penuh bulu,
punggung lurus, badan kompak dan padat, serta kaki kuat dan kokoh.
11. Sapi Galekan

Gambar. Sapi Galekan


(Sumber BBIB Singosari 2019)
Ciri dari sapi galekan yaitu tubuh berwarna merah bata, pada pantat dan
kaki berwarna putih, tubuh lurus, serta memiliki tanduk.
12. Sapi Belgian Blue

Gambar. Sapi Belgian Blue


(Sumber BBIB Singosari 2019)

13. Sapi Aceh

Gambar . Sapi Aceh


(Sumber BBIB Singosari 2019)

1.1.2 Bangsa Kambing yang terdapat di Balai Besar Inseminasi


Buatan (BBIB) Singosari
1. Kambing Boer
Ciri dari kambing boer yaitu telinga lebar melengkung, tanduk
panjang dan lebar serta mengarah kesamping, tubuh berwarna
putih, leher sampai kepala berwarna coklat, sengan variasi
coklat dan putih dibagaian muka.

2. Kambing Peranakan Ettawa (PE)


Kambing peranakan ettawa merupakn kambing persilangan
ettawa dan kambing jawa. Ciri dari kambing PE yaitu tanduk
kecil, warna tubuh putih dan bagian kepala berwarna hitam,
telinga panjang terkulai kebawah dan melipat, serta berbadan
besar.

3. Kambing Snduro
Kambing senduro merupakan hasil persilangan antara kambing
local (kambing Menggolo) dan kambing jamnapari ras ettawa.
Ciri kambing senduro yaitu tubuh bewarna putih, tidak
memiliki tanduk, telinga panjang dan jatuh, seta tubuhnya
panjang.

4. Kambing Saanen
Ciri kambing saanen yaitu tubuh berwarna putih atau krem
coklat, memiliki tanduk, telinga agak mengarah ke depan,
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, M. A. Agus. G. Suparta. B.S.B. Aryadi. L. Mira Y.M. dan Anggraini.

Blakely J., Bede DH., 1998. Ilmu Peternakan. Terjemahan. B. Srigandono.


Yogyakarta (ID). Gadjah Mada University Press.

Chen Y., Weibreg ZG. 2009. Changes During Aerobic Exposure Of Wheat
Silages. Anim. Feed Sci. Tech. 154: 76-82.

BSN. 2008. Semen Beku Sapi. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta

Cannon, Joseph P, Afia R Fitria.2008. Pemasaran Dasar. Jakarta : Salemba Empat

David, F.R. 2006. Strategic Management. Consept and Clases, 10 th Ed. Francis
Marion University Florence. South Carolina

Ditjennak.2008. Petunjuk Teknis Produksi dan Distribusi Semen Beku. Direktorat


Perbibitan. Direktorat Jendral Peternakan. Departemen Pertanian.

Dwiyanto, K., D.M., Sitompul, Ishak Manti, I.W. Mathius dan Soentoro. 2003.
Pengkajian Pengembangan Usaha Sistem Integrasi Kelapa Sawit- Sapi.
Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi,
Bengkulu,9-10 September 2003. Pusat Penelitian Pengembangan Bogor.

Darmono. 1999. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Nelson DD, Davis W.C., Brown W.C., Li, H., O’Toole D, Oaks J.L. 2010.
CD8+/Perforin+/WC1-Gammadelta T Cells, Not CD8+ Alphabeta T
Cells, Infiltrate Vasculitis Lesions Of American Bison (Bison bison)
With Experimental Sheep-Associated Maligant Catarrhal Fever. Vet
Immunol Immunopathol. 136:284-291.

Komarudin M. 1993. Hasil-hasil Penelitian Sapi Madura di Sub Balai Penelitian


Ternak Grati. Pasuruan. Press. Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian dan
Pengembangan Sapi Madura. Sub Balitnak Grati. Sumenep. 45-54.

Field T.G., Taylor RE.2002. Beef Production and Management Decisions 4th ed.
New Jersey (US): Prentice Hall.

Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta (ID): UI
Press.
Perembewe DKA, Sutrisna R., Liman. 2016. Status Nutrien Sapi Peranakan
Ongole di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan.
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 4 (1): 6-12.

Paturochman, M. 2012. Penentuan jumlah dan Teknik Pengambilan Sampel.


Unpad Press. Bandung.

Syarief, Z. 1985. Ternak Sapi Perah. CV. Yasaguna. Jakarta

Sandiah N, Pasolon YB., Sabaruddin L.O. 2011. Uji Keseimbangan Hara dan
Variasi Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Gajah
(Pennisetum Purpureum var. Hawai). Agriplus. 21:94-100.

Santoso HB., Manik TB., Abubakar H. 2009. Kualitas Rumput Unggul Tropika
Hasil Ensilase dengan Bakteri Asam laktat dari Ekstrak Rumput
Terfermentasi. Media Peternakan. 32 (2) :137-144.

Soewarno. 2012. Penanganan Pasca Panen Hasil Peternakan. Jakarta (ID):


Universitas Terbuka.

Subekti E. 2009. Ketahanan Pakan Ternak Indonesia. Mediagro. 5(2):63-71.

Sullivan JT. 1973. Drying and Storing Herbage As Hay. In: Chemistry and
Biochemistru Of Herbage. New York and Londong: Academic Press.

Susilawati T. 2017. Sapi Lokal Indonesia (Jawa Timur dan Bali). Malang (ID):
UB Press.

Sutardi T. 1982. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu


Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suwiti NK., Suastika IP., Swacita IBN, Besung INK., 2015.Studi Histologi dan
Histomorfometri Daging Sapi Bali dan Wagyu. Jurnal Veteriner. 16
(3):432-438.

Siregar T. N dan Hamdan. 2004. Evaluasi Daya Tahan Hidup Spermatozoa


Kambing Peternakan Ettawah Dalam Beberapa Pengencer Sederhana.
Jurnal Sains Veteriner 22 (2) : 1-5.

Anominus. 2000. Penggemukan Sapi Potong Dengan Menggunakan Probiotik


Starbio. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Padang Marpoyan-Riau.
Badan Litbang Pertanian.
Dirjen Peternakan. 2006. Implementasi Program Menuju Swasembada Daging
2010. Strategi dan Kendala. Makalah Disampaikan Pada Saat Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. P.

Hall J.M. and R. Sansoucy. 1981. Open Yard Haousing For Yaoung Cattle, Food
And Agriculture Organization Of The United Nation. Rome.

O Mary, C.C. and I.A.Dyer. 1972. Commercial Beef Cattle Lea and Febiger.
Philadelphia.

Siregar A.R., B. Hariyanto, E. Setiawan dan A. Mulyadi. 1996. Pedoman Usaha


Sapi Bakalan dalam Sistem Usaha Pertanian Berwawasan Agribisnis
Komponen Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Bogor.

Santosa U. 2002. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Penebar Swadaya.

Siregar S. B. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Bogor

Warsito, Andoko A. 2012. Bisnis Penggemukan Sapi. Cetakan I. Jakarta Selatan


(ID): Agromedia Pustaka.

Yani, A dan B. P. Purwanto. 2006. Pengaruh Iklim Mikro Terhadap Respon


Fisiologi Sapi Peranakan FH dan Modifikasi Lingkungan Untuk
Meningkatkan Produktivitasnya. Media Peternakan Jurnal Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Peternakan.

Yulianto P, Saparinto C. 2010. Pembesaran sapi potong Secara Intensif. Jakarta


(ID): Penebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai