Anda di halaman 1dari 44

KARAKTERISTIK FISIK DAN GAMBARAN STRUKTUR

DAGING KUDA DENGAN PERENDAMAN


CAIRAN EKSTRAK KULIT NANAS

OLEH

ANGGYA LIBRINA DEWI


B1D 016 026

Proposal Diajukan untuk Menyusun Skripsi

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2020

i
USULAN PENELITIAN

KARAKTERISTIK FISIK DAN GAMBARAN STRUKTUR


DAGING KUDA DENGAN PERENDAMAN
CAIRAN EKSTRAK KULIT NANAS

OLEH

ANGGYA LIBRINA DEWI


B1D 016 026

Menyetujui:

Ir. Bulkaini, MP Ir. Djoko Kisworo, M.Sc., Ph.D


NIP. 19621231 198703 1022 NIP. 19580204 198503 1001
Pembimbing I Pembimbing II
Tanggal : Tanggal :

Mengesahkan:

Fakultas Peternakan Universitas Mataram


Program Studi Peternakan
Ketua,

Dr. Ir. I Wayan Wariata, M. Si


NIP. 19611231 198703 1016

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL...............................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................................4
1.3. Tujuan Penelitian..........................................................................................................4
1.4. Kegunaan Penelitian......................................................................................................4
1.5. Hipotesis.......................................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................6
2.1. Daging Kuda.................................................................................................................6
2.2. Nanas (Ananas comosus L)...........................................................................................7
2.2.3. Cairan Ekstrak Kulit Nanas..................................................................................11
2.3. Sifat fisik daging.........................................................................................................12
2.3.1. Derajat Keasaman (pH)........................................................................................13
2.3.2. Susut Masak.........................................................................................................14
2.3.3. Daya Ikat Air........................................................................................................15
2.3.4. Keempukan..........................................................................................................16
2.4. Proses Histologi..........................................................................................................16
BAB III MATERI DAN METODE.................................................................................20
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian.....................................................................................20
3.2. Materi Penelitian.........................................................................................................20
3.2.1. Alat Penelitian......................................................................................................20
3.2.2. Bahan Penelitian...................................................................................................21
3.3. Metode Penelitian........................................................................................................22

iii
3.3.1. Persiapan Bahan Baku dan Pembuatan Sampel Daging.......................................22
3.3.2. Pembuatan Cairan Ekstrak Kulit Nanas................................................................24
3.3.3. Pembuatan Preparat Histologi..............................................................................26
3.3.4. Perlakuan..............................................................................................................26
3.3.5. Variabel Yang Diamati.........................................................................................27
3.3.5.1. Uji sifat Fisik Daging...................................................................................27
3.3.5.2. Penilaian Gambaran Mikroskopis.................................................................29
3.4. Analisis Data...............................................................................................................35
3.5. Jadwal Penelitian........................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................36

iv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan vitamin buah nanas………………………………………... 10


Tabel 2. Komposisi kimia daging buah nanas masak…………………………... 10
Tabel 3. Alat – alat penelitian …………………………………………..….... 20
Tabel 3. Lanjutan…………………………………………………………….. 21
Tabel 4. Layout Penelitian…………………………………………………… 34
Tabel 5. Jadwal Kegiatan…………………………………………………….. 34

v
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan cairan ekstrak kulit nanas……… 24


Gambar 2. Diagram alir proses deparafinasi, pewarnaan dan penjernihan
preparat……………………………………………………………………….. 33

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Daging merupakan bahan makanan yang penting dalam memenuhi

kebutuhan gizi, karena daging mengandung protein yang cukup tinggi dengan

kandungan asam amino esensial yang lengkap. Selain itu daging merupakan salah

satu komoditi pertanian yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi

(Anjarsari, 2010). Dalam upaya pemenuhan dan perbaikan gizi masyarakat

melalui konsumsi protein hewani, maka perlu pemanfataan sumber daya lokal

yang optimal. Salah satu sumber daya lokal yang ketersediaannya cukup luas

tetapi belum termanfaatkan dengan baik adalah daging kuda.

Ternak kuda memiliki kegunaan di masyarakat terutama digunakan

sebagai tenaga kerja, sarana transportasi, olahraga dan untuk rekreasi. Selain itu

ternak kuda juga memiliki potensi yang sangat besar dalam mendukung

pariwisata, hal tersebut disebabkan karena ternak kuda memiliki nilai estetika

yang tinggi untuk menarik wisatawan (Tim Karya Tani Mandiri, 2010). Di

Indonesia kuda yang dipotong umumnya adalah ternak yang berumur tua atau

ternak afkiran karena telah mengalami penurunan fungsi utama seperti sebagai

ternak kerja, transportasi atau olahraga. Pemotongan kuda juga terjadi karena

alasan lain seperti umur tua, kebutuhan mendesak sehingga ternak yang

merupakan tabungan segera dijual yang akhirnya dipotong. Perkembangan

konsumsi daging kuda masih sangat lambat dibanding dengan perkembangan

1
konsumsi daging ternak lain seperti ternak sapi karena adanya faktor pembatas

seperti flavor khas yang kurang disukai, kualitas yang rendah seperti berwarna

merah gelap karena umumnya berasal dari ternak yang dipekerjakan dalam

waktu yang relative lama serta faktor budaya masyarakat. Daging merupakan

bahan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi, karena daging

mengandung protein yang cukup tinggi dengan kandungan asam amino esensial

yang lengkap. Selain itu daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang

dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi (Anjarsari, 2010).

Salah satu jenis ternak yang perlu mendapatkan perhatian dan potensial

untuk produksi daging adalah ternak kuda. Ternak kuda dapat menjadi alternatif

penyedia daging dan mempunyai potensi yang cukup besar sebagai salah satu

sumber pangan yang mempunyai kandungan protein yang sangat tinggi. Potensi

ternak kuda secara teknis tidak jauh berbeda dengan sapi, dimana karkas ternak

kuda mencapai 125 kg, dengan jeroan mencapai 20% dari karkas dibandingkan

sapi yang mencapai angka rata-rata 156,4 kg (Kadir, 2011).

Rasa daging kuda sangat khas, merupakan perpaduan daging sapi dan

rusa. Seperti hewannya yang perkasa, serat daging kuda sangat banyak dan rasa

dagingnya manis. Daging kuda yang masih muda berwarna lebih terang dan

empuk. Daging kuda yang tua memiliki aroma lebih harum (Astawan, 2008).

Daging kuda memang tidak banyak dikonsumsi masyarakat namun salah satu hal

yang menjadi alasan masyarakat mengkonsumsi daging kuda yaitu karena daging

kuda mengandung protein yang jumlahnya lebih besar bila dibandingkan dengan

jenis daging lainnya.Selain memiliki kandungan protein yang tinggi, daging kuda

2
juga mengandung zat besi yang baik bagi tubuh manusia. Daging kuda juga

memiliki kelebihan dalam hal lemak, dimana kandungan lemak yang terdapat

dalam daging kuda merupakan kandungan lemak paling rendah bila dibandingkan

dengan daging lainnya. Selain memiliki kandungan gizi yang lengkap, daging

kuda juga banyak dikonsumsi karena rasanya yang sangat khas bila dibandingkan

dengan jenis daging lainnya.

Usaha meningkatkan keempukan daging dapat dilakukan antara lain

melalui proses enzimatis dengan bahan pengempuk pangan. Saat ini, sebenarnya

enzim pengempuk daging telah dijual dipasaran, namun seringkali susah

diperoleh dan harganyapun cukup mahal. Sementara itu dilingkungan sekitar kita

terdapat bahan-bahan alami seperti nanas yang dapat menjadi bahan pengempuk

dan relatif mudah didapatkan dan harganya yang relatif terjangkau. Cara

penggunaannya dapat melalui perendaman dalam ekstrak nanas. Nenas dapat

menjadi sumber bromelinya itu suatu enzim proteolitik kompleks yang digunakan

di farmasi, selain itu nenas mengandung senyawa fitokimia yang terbukti

belakangan ini belakangan ini memiliki banyak khasiat medis. Bromelin dapat

mengatasi radang, menghilangkan nyeri, mempercepat penyembuhan luka,

membantu pencernaan, meningkatkan penyerapan obat, meningkatkan immunitas,

peningkatan kualitas kardiovasculer dan sirkulasianti tumor. Pengempukan secara

enzimatis dengan menambahkan enzim proteolitik salah satu metode

pengempukan yang mudah dilakukan (Gerelt, 2000).

Permasalahan ini diharapkan dapat diatasi dengan cara pengempukan

dengan memanfaatkan buah nanas yang diproses menjadi cairan ekstrak kulit

3
nanas sebagai bahan pengempakan daging kuda. Upaya ini diharapkan dapat

menjadi salah satu alternatif yang diharapkan dapat dilakukan untuk mengurangi

kendala yang ada.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut dapat di rumusan masalah dalam penelitian

ini yaitu apakah ada pengaruh penggunaan cairan ekstrak kulit nanas terhadap

sifat fisik dan gambaran struktur daging kuda.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh level

penggunaan cairan ekstrak kulit nanas terhadap sifat fisik dan gambaran struktur

daging kuda.

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Agar mahasiswa bisa memanfaatkan cairan ekstrak kulit nanas untuk

pengempukan alami.

2. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar S1 di Fakultas Peternakan

Universitas Mataram.

3. Sebagai data pembanding untuk penelitian selanjutnya.

4
1.5. Hipotesis

1. H0 : Perendaman daging kuda dengan cairan ekstrak kulit nanas tidak

memberikan pengaruh nyata terhadap sifat fisik dan gambaran struktrur

daging.

2. H1 : Perendaman daging kuda dengan cairan ekstrak kulit nanas memberikan

pengaruh nyata terhadap sifat fisik dan gambaran struktur daging.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daging Kuda

Daging kuda digunakan sebagai bahan makanan manusia semenjak

hewan tersebut diperlakukan sebagai hewan buruan. Sampai sekarang

pemanfaatan daging kuda sebagai bahan makanan masih terdapat di beberapa

penjuru dunia, termasuk di beberapa tempat di Indonesia. Disamping dagingnya,

air susu kuda juga dipakai sebagai sumber makanan (Parakkasi, 2006).

Dipandang dari segi nutrisi, daging adalah sumber asam amino yang

sangat baik dan mineral – mineral tertentu. Daging organ seperti hati adalah

sumber vitamin A, B1 dan asam nikotinat yang baik. Daging adalah sumber

utama zat – zat makanan yang dibutuhkan untuk kesehatan manusia yang

mengonsumsinya (Lawrie, 2003). Daging kuda memiliki banyak khasiat, salah

satunya adalah untuk menambah stamina dan gairah. Di luar itu, bisa juga untuk

membantu mengatasi risiko asam urat, rematik, kencing manis, asma sampai

gatal eksim. Karena kuda termasuk binatang yang suka bergerak, kolesterolnya

pun menjadi sangat rendah (Hotabilatdur et al., 2013).

Hikmah (2003) mengatakan bahwa daging kuda mempunyai kandungan

protein yang tinggi (19,72%) dengan kandungan lemak yang rendah (4,84%).

Purba (2012) menambahkan bahwa pemanfaatan kuda sebagai penghasil daging

masih sangat jarang dijumpai. Padahal dapat dilihat dari kandungan daging kuda

6
bahwa daging kuda sangat berpotensi sebagai sumber protein bagi konsumsi

masyarakat, sehingga permintaan daging kuda cenderung tidak stabil.

Bahan pangan asal ternak menjadi berbahaya dan tidak berguna apabila

tidak aman, oleh karena itu perlu penjagaan yang mutlak dalam keamanan

pangan supaya menjadikan berguna bagi tubuh (Bahri, 2008). Daging kuda

rasanya agak manis, empuk, rendah lemak, dan berprotein tinggi yang

bermanfaat sebagai sumber protein hewani. Protein hewani merupakan zat yang

penting bagi tubuh manusia karena mengandung asam amino esensial yang

berguna untuk membentuk antibodi serta pembentukan sel dan jaringan

(Uptreninfo, 2012).

2.2. Nanas (Ananas comosus L)

Nanas merupakan tanaman yang diperkirakan berasal dari Amerika

Selatan yang ditemukan oleh orang Eropa pada tahun 1493 di pulau Caribean.

Akhir abad ke-16 Portugis dan Spanyol memperkenalkan nanas ke benua Asia,

Afrika, dan Pasifik Selatan, sehingga pada abad ke-18, buah ini dibudidayakan di

Hawaii, Thailand, Filipina, China, Brasil, dan Meksiko (Lawal, 2013).

(Prihatman, 2000) mengatakan bahwa penyebaran buah nanas di Indonesia

dibawa oleh bangsa Spanyol pada abad ke-15.

Kondisi lahan dan iklim Indonesia yang memungkinkan dalam

pertumbuhan nanas, menyebabkan nanas banyak dibudidayakan baik sebagai

tanaman pekarangan maupun budidaya perkebunan dalam skala yang besar.

Menurut Sunarjono (2008), daerah penghasil nanas yang terkenal di Indonesia

7
yaitu Subang, Bogor, Riau, Palembang, dan Blitar. Nanas mempunyai nama lain

seperti henas, kenas, honas (Batak), manas (Bali), Danas (Sunda), dan Pandang

(Makassar) (Sunarjono, 2008). Menurut Bartholomew et al. (2003), kedudukan

taksonomi nanas sebagai berikut:

Kindgom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Angiospermae
Ordo : Farinosae
Famili : Bromiliaceae
Genus : Ananas
Spesies : Ananas comosus L.

Tanaman nanas merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuh hingga

50 -150 cm, mempunyai batang pendek yang tertutup oleh daun- daun dan

akarnya. Batang mempunyai panjang 20 – 30 cm dengan bagian bawah berkisar

antara 2 – 3,5 cm dan atas sebesar 5,5 – 6,5 cm. Bentuk batang beruas-ruas

pendek dengan panjang ruas antar 1 – 10 mm (Lisdina, 1997).

Daun nanas berbentuk pedang dengan panjang sekitar ± 100 cm dan lebar

2-8 cm, ujung daun berbentuk lancip dan tepi daun memiliki duri dan berwarna

hijau atau hijau kemerahan. Daun nanas berkumpul dalam roset akar, dimana

bagian pangkalnya melebar menjadi pelepah. Pada mulanya daun nanas akan

tumbuh melambat setelah beberapa lama dan menjadi cepat seiring dengan

pertambahan umur tanaman (Dalimartha, 2001). Menurut Lisdina (1997), nanas

mempunyai bunga yang merupakan rangkaian bunga majemuk yang terletak

pada ujung batang. Kuntum bunga nanas sebanyak 5 – 10, yang akan tumbuh

8
sekitar 10 – 20 hari setelah tanam. Waktu dari tanam hingga berbentuk bunga

sekitar 6 – 16 bulan.

Nanas mempunyai kandungan nitrogen, enzim bromelin dan asam amino

yang tinggi yang berfungsi dalam menurunkan pertumbuhan bakteri dalam mulut

dan pembentukan plak (Muhammad, 2005). Selain itu nanas juga mempunyai

kandungan klor, iodium dan fenol yang berfungsi sebagai antiseptik. Klor akan

bereaksi dengan air membentuk hipoklorit yang bersifat bactericidal, iodin

merupakan zat bactericidal terkuat dalam membunuh hampir semua bakteri

patogen dengan cara menggumpalkan protein, dan fenol yang akan

mendenaturasi protein sel bakteri sehingga bakteri akan mati (Muhammad,

2005).

Daun nanas bersifat sebagai anti radang, pencahar, menormalkan siklus

haid, sedangkan pucuk nanas digunakan sebagai obat kencing batu dan fungsi

lain nanas seperti menggangu pertumbuhan sel kanker, menghambat

penggumpalan trombosit dan mempunyai aktivitas fibrinolitik (Muljohardjo,

1984). Kandungan vitamin pada nanas, yaitu:

9
Tabel 1. Kandungan vitamin buah nanas
Nilai Per
Vitamin Unit Std. Error
100 gram
Vitamin c Mg 16,9 2,464
Thiamin Mg 0,078 0,002
Riboflavin Mg 0,029 0,016
Niacin Mg 0,470 0,283
Asam Pantothenic Mg 0,193 0,032
Vitamin B-6 Mg 0,106 0,003
Asam folat Mcg 11 2,313
Kolin Mg 5,6 0
Betaine Mg 0,1 0
Vitamin A, RAE Mcg_RAE 3 0,312
Beta karoten Mcg 31 3,75
Alpha karoten Mcg 0 0
Cryptoxanthin, beta Mcg 0 0
Vitamin A, IU IU 52 6,25
Lycopen Mcg 0 0
Lutein + zeaxanthin Mcg 0 0
Vitamin K (phylloquinone) mcg 0,7 0
Serotonin % 15-25
Enzim Bromealin % 24-39
(Sumber: Bartholomew et al., 2003)

Menurut Muljohardjo (1984), komposisi kimia daging buah nanas masak seperti
tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia daging buah nanas masak


Kandungan kimia Jumlah (%)
Air 85,00
Protein 0,4
Lemak 0,2
Abu 0,4
Gula 12,0
Asam sulfat sitrat 1,0
Sumber : (Muljohardjo, 1984)

Menurut Santoso (2010), berdasarkan habitat tanaman, terutama bentuk

daun dan buah, nanas digolongkan menjadi 4, yaitu:

10
1. Cayenne, merupakan nanas yang mempunyai daun yang halus, berduri

dan tidak berduri, buah berbentuk slindris dengan ukuran yang besar,

berwarna hijau kekuningan dengan rasa sedikit asam.

2. Queen, nanas dengan daun yang pendek, berduri tajam, buah berbentuk

lonjong, berwarna kuning kemerahan dengan rasa yang manis

3. Spanyol, nanas yang mempunyai daun yang panjang kecil, berduri

halus sampai kasar, buah bulat dengan mata yang datar.

4. Abacaxi, merupakan nanas dengan daun panjang berduri kasar dan

buah berbentuk silindris

2.2.3. Cairan Ekstrak Kulit Nanas

Seringkali dijumpai di pasar-pasar, limbah kulit nanas kurang

dimanfaatkan bahkan dibuang begitu saja di tempat sampah. Belum

adanya pendayagunaan limbah kulit nanas ini menambah permasalahan

lingkungan yang harus dicari solusinya. Sangat disayangkan bila limbah

ini terus-menerus menumpuk dan tidak dimanfaatkan dengan baik,

padahal kulit nanas mengandung flavonoid, alkaloid, tannin, dan steroid

(Kalaiselvi et al. 2012).

Cairan ekstrak kulit nanas memiliki kandungan enzim bromelin yang

mampu memecah struktur protein menjadi lebih sederhana. Tingginya

kadar enzim (asam) dapat mengempukkan daging maka semakin cepat

proses dalam pengempukan daging akan tetapi menyebabkan perubahan

komposisi pada daging. Nanas merupakan buah yang dapat diperoleh di

11
seluruh Indonesia dan dapat dipanen sepanjang tahun (Winastia, 2011).

Enzim bromelin mudah di dapat karena buah nanas dapat berbuah

sepanjang tahun dan tersebar di seluruh Indonesia. Bromelin termasuk

dalam golongan protease yang dihasilkan dari ekstraksi buah nanas yang

dapat mendegradasi kolagen daging, sehingga dapat mengempukan daging

(Illanes, 2008). (Ferdiansyah, 2005) yaitu kandungan enzim bromelin

yang ada pada buah nanas tua mencapai 0,060–0,080% sedangkan

kandungan nanas muda hanya mencapai 0,040 – 0,060 %.

2.3. Sifat fisik daging

Kualitas daging ditentukan oleh penerimaan konsumen terhadap sifat-sifat

daging yang meliputi cirri-ciri visual dan sensorik, termasuk daging yang

diperoleh harus aman untuk dikonsumsi dan berasal dari ternak yang sehat, serta

status kesejahteraan ternak selama sistem produksi yang baik (Becker, 2000).

Kualitas sifat fisik daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah

pemotongan. Faktor yang dapat mempengaruhi kualitas daging sebelum

pemotongan antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin,

umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), dan stres.

Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain

metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging,

bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, metode penyimpanan dan

preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging (Soeparno,

2005).

12
2.3.1. Derajat Keasaman (pH)

Derajat Keasaman (pH) merupakan derajat keasaman yang dapat

digunakan dalam menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan suatu

larutan. pH didefinisikan sebagai suatu kologaritma aktivitas ion hidrogen

(H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur

secara eksperimental. Oleh karenanya, nilainya didasarkan pada

perhitungan teoretis. Skala derajat keasaman pH bukanlah skala absolut.

Skala pH bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya

ditentukan dengan berdasarkan persetujuan internasional (Zulius, 2017).

Derajat keasaman (pH) merupakan faktor yang sangat penting dalam

semua produk pangan olahan khususnya produk olahan daging. Triyantini,

et al. (1992) meyatakan bahwa pH daging berpengaruh terhadap daya ikat

air dan menentukan mutu daging yaitu keempukan. Apabila laju

penurunan pH yang cepat, berarti tidak ada unsur pengendalian suhu

sehingga warna daging menjadi lebih pucat dan pada permukaan daging

terlihat basah (Widayaka,1995).

Menurut Aberle, et.al. (2001) dan Lawrie (2003) dalam Komariah,

et al. (2009), pH daging dapat menurun dengan cepat selama beberapa jam

setelah pemotongan, yaitu dapat mencapai nilai 5,4 – 5,5. Standar nilai pH

daging hewan yang sehat dan cukup istirahat yang baru dipotong berkisar

antara 7 – 7,2, yang akan terus menurun selama 24 jam setelah

pemotongan dilakukan. Penurunan nilai pH tersebut tidak sama untuk

13
semua urat daging dari seekor hewan, bahkan diantara hewan yang sama

juga dapat memberikan nilai yang berbeda.

2.3.2. Susut Masak

Susut masak adalah berat yang hilang oleh penyusutan berat sampel

selama pemasakan. Susut masak (cooking loss) adalah berat yang hilang

selama pemasakan atau pemanasan dan umumnya susut masak bervariasi

antara 1,5 – 54%. Penambahan ekstrak buah nanas dapat menurunkan

nilai susut masak daging. Bromelin ekstrak buah nanas menghidrolisis

jaringan ikat protein daging diantaranya kolagen daging (Illanes, 2008),

sehingga dapat membuka struktur mikro daging dengan terputusnya

miofibril (Nowak, 2011). Sifat mekanik daging termasuk susut masak

merupakan indikasi dari sifat mekanik myofibril dan jaringan ikat dengan

bertambahnya umur ternak (Soeparno, 2005).

Susut masak adalah indikator yang menunjukkan nilai nutrisi daging

yang berhubungan dengan kadar air daging, yaitu banyaknya air yang

terikat di dalam dan diantara otot. Daging yang memiliki nilai susut masak

yang rendah, mempunyai kualitas yang relatif lebih baik dibandingan

dengan daging dengan nilai susut masak yang tinggi. Hal ini dikarenakan

nutrisi selama proses pemasakan akan lebih sedikit (Lawrie, 2003 dalam

Komariah, 2009). Besarnya nilai susut masak dapat dipengaruhi oleh

beberapa hal, seperti banyaknya kerusakan membran seluler, banyaknya

14
air yang keluar dari daging, degradasi protein, serta kemampuan daging

untuk mengikat air (Shanks, et.al. (2002) dalam Komariah, 2009).

2.3.3. Daya Ikat Air

Soeparno (2005) menyatakan bahwa daya ikat air oleh protein

daging adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang

ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya

pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan. Absorpsi air

atau kapasitas gel adalah kemampuan daging menyerap air secara spontan

dari lingkungan yang mengandung cairan. Lawrie (2003) dalam Komariah

(2009) menyatakan bahwa protein dalam daging memiliki peranan dalam

proses pengikatan air daging. Kadar protein daging yang tinggi

menyebabkan meningkatnya kemampuan menahan air daging. Hal ini

mengakibatkan menurunnya kandungan air bebas, dan begitu pula

sebaliknya. Semakin tinggi jumlah air yang keluar, maka daya mengikat

airnya akan menjadi semakin rendah.

Kemampuan daging dalam menahan air merupakan suatu sifat

penting. Hal ini dikarenakan dengan tingginya daya ikat air, menunjukkan

daging memiliki kualitas yang baik. Daya ikat air daging adalah berkisar

antara 20 – 60% (Suparno, 2009 dalam Lapase, et al., 2016). Daya

mengikat air sangat dipengaruhi oleh nilai pH daging. Nilai daya mengikat

air akan meningkat seiring dengan menurunnya nilai pH daging. Lawrie

(2003) menyatakan bahwa apabila nilai pH lebih tinggi atau lebih rendah

15
dari titik isoelektrik daging, yaitu berkisar antara 5,0 – 5,1 maka nilai daya

mengikat air daging akan tinggi (Komariah, 2009).

2.3.4. Keempukan

Menurut Soeparno (2005), peregangan otot atau pencegahan

terhadap pengerutan otot akan meningkatkan keempukan daging, karena

panjang sarkomer miofibril meningkat. Menurut Pearson dan Young

(1971) dalam Fernando (2007), nilai keempukkan daging terbagi atas tiga

bagian, yaitu kisaran empuk dengan skala 0 – 3 kg/cm2, cukup/sedang

dengan skala 3 – 6 kg/cm2, dan alot dengan skala > 6 – 11 Kg/cm2.

Menurut Fiems, et al. (2000), nilai keempukan daging sangat

dipengaruhi oleh faktor penanganan ternak sebelum pemotongan, pakan

ternak, pH dan perlemakan. Aberle, et al. (2001) menambahkan bahwa

komponen utama yang mempengaruhi keempukan adalah kelompok

jaringan ikat, kelompok serat daging, dan kelompok lemak yang

berhubungan dengan otot (Komariah, et al., 2009).

2.4. Proses Histologi

Affuwa (2007), menyatakan bahwa membuat histologi jaringan hewan

mula-mula dengan menyiapkan jaringan segar dalam pengamatan mikroskop

yaitu dengan cara fiksasi. Tujuan dilakukannya fiksasi adalah untuk mencegah

terjadinya kerusakan pada jaringan, menghentikan proses metabolisme secara

cepat, mengawetkan komponen sitologis dan histologis, mengawetkan keadaan

16
sebenarnya, mengeraskan materi yang lembek, dan jaringan-jaringan dapat

diwarnai sehingga bisa diketahui bagian-bagian jaringan.

Faktor-faktor yang berperan dalam fiksasi adalah buffer (pH), suhu yang

rendah mencegah autolisis, untuk mendapatkan daya penetrasi yang tinggi

digunakan irisan setipis mungkin, perubahan volume, osmolalitas pada larutan

fiksatif, penambahan deterjen sehingga fiksatif cepat masuk, konsentrasi, dan

waktu fiksatif (Botanika, 2008). Dehidrasi memiliki fungsi menghilangkan air

dalam jaringan. Bahan yang digunakan untuk dehidrasi harus mampu

menggantikan fungsi air.

Dehidrasi yang baik dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari

konsentrasi 70% sesuai dengan pelarut Bouin Formol kemudian berturut-turut

kedalam alkohol 80%, 90%, 96% dan alkohol absolut. Pada setiap konsentrasi

dilakukan pengulangan 3 kali. Dehidrasi dilakukan setelah fiksasi dengan tujuan

untuk mengeluarkan air dari jaringan, ini merupakan prinsip dari teknik parafin

yaitu air dikeluarkan dan diganti dengan parafin sehingga blok jaringan mudah

dipotong, ini dilakukan tahap yakni dehidrasi dan penjernihan. Proses dehidrasi

dilakukan dengan memasukan jaringan yang sudah difiksasi kedalam larutan

alkohol berturut-turut 70% sampai 100% (Robby, 2000). Selanjutnya dengan

proses clearing, untuk memungkinkan parafin dapat masuk kedalam sel,

haruslah alkohol didalam organ diganti dengan zat yang mudah mengusir

alkohol tetapi kemudian harus bisa diusir oleh parafin. Clearing atau

dealkoholisasi ini dapat menggunakan aceton, benzol,toluol, dan xilol. Proses

clearing dapat dilakukan selama 24 jam (Jvetunud, 2008).

17
 Embedding dilakukan dengan membuat kotak kertas. Beberapa

keuntungan menggunakan kotak kertas yaitu bisa membuat arah sayatan

danmenandai jaringan. Sebelum jaringan atau sampel ditanam maka terlebih

dahulu parafin dalam kotak harus membeku pada bagian dasarnya sehingga

memungkinkan objek tidak langsung menempel pada dasar kertas. Blok parafin

yang akan disayat dibentuk dulu (timming). Bentuk blok disesuaikan dengan

bentuk pita yang diinginkan. Hal ini dikarenakan penampang blok parafin

menggambarkan blok pita yang diiris. Letak mata pisau pada mikrotom sangat

menentukan hasil yang diperoleh. Pisau dibersihan dengan xilol dari sisa-sisa

paraffin yang menempel. Hasil sayatan diambill dengan menggunakan kuas

secara hati-hati. Hasil sayatan diletakkan dalam bak khusus dan diperhatikan

urutannya. Pita hasil sayatan ditempel pada kaca objek dengan menggunakan

meyer albumin. Kaca objek selanjutnya diletakkan diatas meja pemanas (heating

plate) (Botanika, 2008). Selanjutnya tahap dehidrasi, tahap rehidrasi atau

dehidrasi sangatlah penting dilakukan sebelum dilakukan pewarnaan. Hal itu

baru dilakukan bila parafin dalam sayatan sudah larut dan biasanya dilarutkan

dalam xilol (Botanika, 2008).

Proses sectioning diawali dengan pengirisan blok parafin dengan scalpel,

sehingga permukaan blok parafin yang akan diiris dengan mikrotom berbentuk

segi empat. Irislah sedemikian rupa sehingga preparat akan terletak tepat berada

ditengah blok. Proses pewarnaan dilakukan setelah preparat dideparafinasin

dengan merendam preparat pada xilol. Salah satu pewarna metode parafin pada

18
jaringan hewan adalah hematoxilyn dan eosin. Zat warna hematoxylin ini bersifat

aquosa (Botanika, 2008).

19
BAB III

MATERI DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2020. Penelitian dilaksanakan

di Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Ternak (TPHT) Fakultas

Peternakan Universitas Mataram dan Laboratorium Biologi Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mataram.

3.2. Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging kuda dengan

kisaran umur sekitar 3 – 5 tahun yang diambil bagian paha belakang sebanyak

500 gram per unit sampel dan ekstrak buah nanas.

3.2.1. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada tabel 3.

Tabel 3. Alat – Alat Penelitian


Spesifikasi
No. Nama Alat Kapasitas Merk
1. Timbangan analitik 500 gram Camry
2. pH meter 1 – 14 Hanna
3. Gelas Ukur 100 ml Pyrek
4. Gelas piala 100 ml Pyrek
Penumbuk Daging/Pencacah -
5. -
Daging
6. Kaca - -
7. Nampan Stainless - 555
8. Plastik Grid - -
9. Tenderometer 40 kg Model KA-20
10. Pisau - -
11. Penggaris 30 cm -

20
12. Waterbath 110 ºC Memmer
Tabel 3. Lanjutan
Spesifikasi
No. Nama Alat Kapasitas Merk
Miyako juicer
13. Juicer (mesin ekstrak) 250 Watt
JE-607
14. Thermometer 150 ºC Assistant
15. Botol Sampel - -
16. Thermostat - -
17. Mikrotom - Slee cut 4062
18. Pengaduk Kaca - -
19. Holder Kayu - -
Mikroskop Carl zeiss primo
20. Mikroskop
binokuler star
21. Tabung Centrifuge 50 ml -
22. Centrifuge -
22. Kain Penyaring - -
23. Alat Penyaring - -
24. Cawan Petri -
25. Pinset -
26. Corong Plastik -
27. Baskom Besar - 555
28. Talenan Kayu -
29. Sendok Stainless - -

3.2.2. Bahan Penelitian

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah


sebagai berikut:
1. Daging Kuda
2. Cairan ekstrak kulit nanas
3. Air destilasi
4. Kertas saring
5. Kertas tissue
6. Kertas kalender
7. Kertas label
8. Kapas
9. Larutan Garam Fisiologis
10. Fiksatif FAA

21
11. Alkohol Bertingkat (alkohol 30%, 50%, 60%, 70%, 80% dan 96%)
12. Entelan (bahan penutup)
13. Aquades
14. Pewarna hematoksilin
15. Pewarna eosin
16. Parafin
17. Xilol
18. Albumin Mayer’s
19. Plastik Klip

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini akan dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap pertama

persiapan bahan baku daging dan pembuatan sampel daging kuda, tahap kedua

menyiapkan cairan ekstrak kulit nanas dan tahap ketiga pengamatan variabel

yaitu pengamatan uji fisik dan pengamatan gambaran struktur daging setelah

perendaman dengan cairan ekstrak kulit nanas. Uji fisik dilakukan di

Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Fakultas Peternakan

Universitas Mataram dan gambaran struktur daging dilakukan di Laboratorium

Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mataram.

3.3.1. Persiapan Bahan Baku dan Pembuatan Sampel Daging

Bahan baku yang digunakan adalah daging kuda yang

diperoleh dari Bertais, Kecamatan Sandubaya, Kabupaten Kota Mataram,

NTB. Daging kuda dipersiapkan dan dilakukan proses sortasi.

Sortasi dilakukan untuk memilih kuda dengan kondisi sehat atau tidak

sakit.

22
Tahap-tahap yang dilakukan dalam mempersiapkan bahan baku

daging kuda pada penelitian ini adalah:

1. Pengistirahatan. Ternak diistirahatkan sebelum dipotong agar

diperoleh hasil pemotongan yang baik.

2. Letakkan pisau tepat di leher hewan, lalu lakukan gerakan

penyembelihan tanpa mengangkat pisau sedikit pun. Ketika

menyembelih, harus memutuskan tiga saluran, yakni pembuluh

darah, pernapasan, dan saluran makanan.

3. Lakukan pengulitan hewan secara bertahap, dimulai dari membuat

sayatan di tengah sepanjang kulit dada dan perut sampai kaki

tengah (medial).

4. Jika pengulitan sudah selesai, berikutnya keluarkan isi rongga

dada dan perut. Lakukan secara hati-hati agar usus dan lambung

tidak robek atau terkena goresan pisau.

5. Pengeluaran Jeroan, seperti hati, paru, limpa, jantung, ginjal,

lambung, usus, dan esofagus.

6. Setelah melakukan proses pemotongan dan pembersihan, daging

diambil pada bagian paha belakang.

3.3.2. Pembuatan Cairan Ekstrak Kulit Nanas

Tahapan pembuatan cairan ekstrak kulit nanas meliputi pemilihan

bahan, pengupasan, pencucian, pemotongan, pemblenderan dan

penyaringan. Pemilihan, buah nanas dipilih yang sudah tua namun tidak

terlalu matang. Pengupasan, kulit nanas dikupas dan mata kulitnya

23
dibersihkan. Pencucian, nanas yang sudah dikupas dan dibuang mata

kulitnya kemudian dicuci. Pemotongan, nanas dipotong kecil apabila akan

diblender. Pemblenderan, nanas diblender sampai halus. Penyaringan,

nanas yang sudah diblender mengeluarkan air. Air dan ampasnya

dipisahkan dengan cara disaring. Penyaringan pertama dengan saringan

lubang agak besar agar ampas dan sarinya mudah terpisah sedangkan

penyaringan kedua dengan kain supaya air nanas bersih dari ampasnya.

Air nanas itu disebut dengan ekstrak buah nanas yang mengandung

bromelin(Asryani,2007).

Buah Nanas

Dikupas

Kulit Buah Dipotong-potong Daging Buah

Diblender

Disaring menggunakan Alat Penyaringan

Ampas Kulit
Cairan (Juice) Nanas (dibuang)

Disaring menggunakan Kain

Cairan Ekstrak Kulit


Nanas

Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan cairan ekstrak kulit nanas.

24
3.3.3. Pembuatan Preparat Histologi

Cara pembuatan sediaan histologis disebut mikroteknik. Pembuatan

sediaan dari suatu jaringan dimulai dengan operasi, biopsi, atau autopsi. 

Jaringan yang diambil kemudian diproses dengan fiksatif yang akan

menjaga agar sediaan tidak akan rusak (bergeser posisinya, membusuk

atau rusak). Fiksatif yang paling umum digunakan adalah formalin (10%

formaldehida yang dilarutkan dalam air). Larutan Bouin juga dapat

digunakan sebagai fiksatif alternatif meskipun hasilnya tidak akan sebaik

formalin karena akan meninggalkan bekas warna kuning dan artefak.

Artefak adalah benda yang tidak terdapat pada jaringan asli, namun

tampak pada hasil akhir sediaan. Artefak ini terbentuk karena kurang

sempurnanya pembuatan sediaan (Anonim, 2009).

3.3.4. Perlakuan

Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan dengan 4 pengulangan

sehingga total pengamatan yang dilakukan menjadi 16 unit untuk masing-

masing variabel. Perendaman dilakukan selama 30 menit dengan berat

sampel daging kuda sebanyak 500 gram per unit. Adapun perlakuan yang

dimaksud adalah sebagai berikut :

P0 : Tanpa perendaman cairan ekstrak kulit nanas (kontrol)

P1 : 10% cairan ekstrak kulit nanas

P2 : 25% cairan ekstrak kulit nanas

P3 : 40% cairan ekstrak kulit nanas

25
Berikut adalah pembuatan konsentrasi larutan kulit nanas :

a. Konsentrasi 10% diperoleh dari 25 ml cairan ekstrak kulit nanas

dilarutkan dalam 250 ml aquades.

b. Konsentrasi 25% diperoleh dari 62,5 ml cairan ekstrak kulit nanas

dilarutkan dalam 250 ml aquades.

c. Konsentrasi 40% diperoleh dari 100 ml cairan ekstrak kulit nanas

dilarutkan dalam 250 ml aquades.

3.3.5. Variabel Yang Diamati

3.3.5.1. Uji sifat Fisik Daging

Variabel yang akan diamati pada penelitian ini adalah sifat

fisik seperti pH, Daya Ikat Air (DIA), Susut Masak, dan

Keempukan.

a. Uji Derajat Keasaman (pH)

Sebelumnya, pH meter dikalibrasi terlebih dahulu

dengan buffer pH 4,01 dan 6,86. Daging yang telah dilakukan

perendaman ditimbang seberat 10 gram dan dihaluskan dengan

cara dicacah, dimasukkan kedalam tabung plastik kecil dan

ditambahkan aquades sebanyak 10 mL. Selanjutnya pH

meter dicelupkan pada sampel daging, dan hasilnya dibaca

pada layar digital pH meter. Pengujian dilakukan sebanyak tiga

kali dan hasilnya di rata-rata. (Ismanto dan Basuki, 2017).

26
b. Susut Masak Daging

Sampel daging ditimbang seberat 5 gram

menggunakan timbangan digital (berat awal). Selanjutnya

0
daging dimasukkan ke dalam waterbath pada suhu 80 C

selama 60 menit. Daging diambil dan ditimbang kembali dan

digunakan sebagai (berat akhir). Susut masak daging

didapatkan dari hasil hitung :

berat awal−berat akhir


susut masak = x 100 (Ismanto dan
berat awal

Basuki, 2017).

c. Daya Ikat Air (DIA)

Kapasitas daya ikat air (DIA) oleh protein daging dapat

ditentukan dengan metode sentrifius yaitu sebanyak 5 gram

daging dicacah halus kemudian dimasukan kedalam tabung

sentrifius 50 ml. Akuades sebanyak 10 ml dimasukan ke dalam

tabung. Setelah itu, tabung disentrifius dengan kecepatan 3.000

rpm selama 20 menit. Cairan dipisahkan dari campuran dan

diukur volumenya dan diukur volume air yang tidak diserap.

Selanjutnya dihitung dengan menggunakan rumus :

Vol . air yang ditambahkan−vol . air sisa


% DIA=
volume larutan sampel(ml)

27
d. Keempukan

1. Sampel daging kuda diiris searah serabut daging sehingga

membentuk empat persegi panjang dengan ukuran luas

penampang sampel adalah 1,5 cm x 0,67 cm = 1 cm2 .

2. Potongan sampel daging kuda direbus selama 45 menit

dengan suhu 70-75ºC.

3. Potongan sampel daging kuda yang telah direbus diukur

daya putusnya dengan alat uji yang disebut tenderometer

yang dilengkapi dengan balance ohause.

4. Besarnya tekanan yang dibutuhkan untuk memotong

sampel daging diukur dengan satuan kg/cm2.

Daya putus daging dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Beban(kg) x 0,454
Daya putus=
1,5 cm x 0,67 cm

3.3.5.2. Penilaian Gambaran Mikroskopis (Tresnani, 2017)

a. Koleksi Sampel

1. Memotong sampel daging kuda dengan ukuran ± 1 x 1 cm

yang telah diambil pada bagian dada dan telah diberikan

perlakuan menggunakan perendaman cairan ekstrak kulit

nanas dengan konsentrasi yang telah ditentukan.

28
2. Mencuci sampel dalam larutan garam fisiologis dan

selanjutnya memfiksasi dengan larutan FAA (formalin

alkohol asam asetat).

b. Pencucian, dehidrasi dan penjernihan sampel organ /

jaringan

1. Mencuci jaringan yang telah difiksasi dalam FAA dengan

aquades beberapa kali sampai bau formalin hilang, atau

mencuci degan air mengalir selama 1-2 jam.

2. Mendehidrasi jaringan dengan alkohol bertingkat, dimulai

dari alkohol 30%, 50%, 60%, 70%, 80% dan 96%. Lama

perendaman pada masing-masing alkohol adalah 30 menit

dengan penggantian alkohol sebanyak 2 kali.

3. Setelah itu merendam jaringan dalam xilol sebanyak 2 kali.

Xilol pertama selama 15 menit, kemudian memindahkan

jaringan ke xilol kedua dan dibiarkan semalam. Gunakan

xilol bekas sebagai xilol pertama.

c. Infiltrasi Parafin dan Embedding/pembuatan blok parafin

1. Seluruh proses dilakukan di dalam thermostat.

2. Memanaskan parafin murni hingga mencair, kemudian

membuat larutan xilol parafin dengan perbandingan sebagai

berikut.

Xilol : parafin I = 3 : 1

Xilol : parafin II = 1 : 1

29
Xilol : parafin III = 1 : 3

3. Memindahkan jaringan yang sudah dijernihkan dari xilol ke

larutan xilol pertama secara hati-hati dengan menggunakan

pinset (ingat larutan xilol pertama jangan dikeluarkan dari

termostat). Merendam jaringan selama 1 jam.

4. Memindahkan jaringan dari xilol I ke xilol II dan xilol II ke

III dengan cara yang sama (sekali ingat jangan keluarkan

wadah dari dalam termostat, jika dikeluarkan maka parafin

akan membeku dan proses infiltrasi gagal). Merendam

jaringan selama 1 jam.

5. Memindahkan jaringan dari xilol III ke paraffin murni dan

dibiarkan selama 1 jam.

6. Sambil menunggun perendaman dapat dilakukan persiapan

pembuatan cetakan blok paraffin dari kertas kalender.

7. Meletakkan cetakan pada cawanpetri atau nampan plastik

yang memiliki permukaan datar. Memberi keterangan pada

cetakan (nama jaringan atau nama mahasiswa). Menuangkan

parafin murni ke dalam cetakan kurang lebih 2/3 volume

cetakan lalu dengan segar memasukkan jaringan ke dalam

cetakan dan mengatur posisinya. Segera setelah diletakkan,

menuangkan kembali parfin cair ke dalam cetakan sampai

penuh. Membiarkan cetakan blok parafin ini sampai beku

(biarkan semalaman sampai beberapa hari).

30
8. Selama mengerjakan proses infiltrasi diharapkan selalu

berhati-hati karena semua cairan parafin harus selalu berada

dalam kondisi panas.

d. Pengirisan dan Penempelan Pita Preparat

1. Mempersiapkan holder atau tatakan blok parafin yang terbuat

dari kayu, berbentuk kubus, dengan ukuran 2x2x2 cm. salah

satu permukaan diberi karatan agar blok parafin dapat

menempel dengan kuat.

2. Mengambil blok parafin yang sudah beku, kemudian

mengeluarkannya dari cetakan. Menempelkan blok parafin

pada hoder dengan memberi perekat parafin yang dilelehkan.

Meletakkan blok parafin dengan jaringan menghadap ke atas

dan menempelkan bagian blok parafin yang tidak

mengandung jaringan holder.

3. Membuang parafin di sekitar jaringan agar pita irisan yang

dihasilkan tidak mengandung terlalu banyak parafin dan lebih

fokus pada jaringan. Bentuk irisan harus persegi dan simetri

agar terbentuk pita irisan yang rapi.

4. Meletakkan holder dengan blok parafin pada mikrotom dan

membuat irisan setebal 5 mikron. Mengiris blok parafin pada

mikrotom sampai jaringan teriris sedikit, membuang irisan

tersebut.

31
5. Mengiris kembali blok parafin, tetapi kali ini pita irisan

disimpan untuk ditempelkan pada slide preparat. Membuat 5-

10 irisan untuk 1 slide.

6. Mengolesi salah satu permukaan slide dengan albumin

Mayer’s, memberi sedikit air lalu mengambil pita irisan

preparat dengan kuas dan meletakkan dengan hati-hati

dipermukaan slide yang mengandung air. Memanaskan slide

beberapa saat sampai pita irisan merenggang dan menempel

serta airnya mengering.

7. Memberi label slide. Meletakkan pada nampan plastik dan

dibiarkan sampai kering (dapat dibiarkan beberapa hari).

e. Deparafinasi, pewarnaan dan penjernihan preparat

1. Menyelupkan slide preparat yang sudah kering secara

berturut-turut dalam xilol 1,2, dan 3 masing-masing selama 5

menit.

2. Setelah selanjutnya dicelupkan beberapa kali dalam alkohol

bertingkat mulai dari 96%, 80%, 70%, 60%, 50%, dan 30%.

Setelah itu slide dicelupkan beberapa kali dalam aquades.

3. Menyelupkan slide kedalam pewarna selama 3-7 detik,

mengangkat lalu mencuci dengan air mengalir selama 10

menit.

32
4. Selanjutnya menyelupkan slide beberapa kali kedalam

aquades, alkohol 30%, 50%, 60%, dan 70% lalu menyelupkan

kedalam pewarna eosin selama 1-2 menit.

5. Menyelupkan slide beberapa kali kedalam alkohol 70%, 80%,

dan 90%, lalu menyelupkan kedalam xilol paling sedikit 10

menit.

6. Mengangkat slide dan dengan hati-hati. Meneteskan entelan

atau Canada balsam sebagai bahan penutup lalu menutup

dengan gelas penutup. Pekerjaan ini harus dilakukan dengan

cepat sebelum xilol mengering.

7. Memberi label slide, dan membiarkan pada tempat yang datar

sampai entelan mengering dan preparat siap diamati. Simpan

semalam.

Diagram alir proses deparafinasi, pewarnan dan penjernihan


preparat dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2.
Diagram alir
proses
deparafinasi,
pewarnaan dan
penjernihan
preparat.

f. Pengamatan
Mengamati
preparat setelah
entelan (bahan penutup) kering.

33
3.4. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan

analisis varian berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Searah dan

dilanjutkan dengan uji jarak ganda Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Tabel 4. Layout Penelitian


Perlakuan Perendaman (P)
Ulangan
0% (P0) 10% (P1) 25% (P2) 40% (P3)
1 P0.1 P1.1 P2.1 P3.1
2 P0.2 P1.2 P2.2 P3.2
3 P0.3 P1.3 P2.3 P3.3
4 P0.4 P1.4 P2.4 P3.4
Jumlah
rata – rata
SD

Keterangan :
P = Perlakuan
SD = Standar Deviasi

3.5. Jadwal Penelitian


Tabel 5. Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Persiapan
1.
Proposal

Penyempurnaan
2.
Proposal

Pelaksanaan
3.
Penelitian

4. Analisis Data

Penyusunan
5.
Skripsi

34
DAFTAR PUSTAKA

Aberle, E.D., J.C. Forrest, H.B. Hendrick, M.D. Judge dan R.A. Merkel. 2001.
Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San Fransisco.

Affuwa. 2007. Jaringan pada Hewan.http://affuwa.wordpress.com. Diakses pada


tanggal 3 juli 2020.

Anjarsari B. 2010. Pangan Hewani (Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi). Graha
Ilmu, Yogyakarta.

Asryani, D. M. 2007. Eksperimen Pembuatan Kecap Manis dari Biji Turi dengan
Bahan Ekstrak Buah Nanas. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Negeri
Semarang. Semarang.

Astawan, Made. 2008.Sehat dengan hidangan hewani.Jakarta: Penebar Swadaya.

Bahri, S. 2008. Beberapa Aspek Keamanan Pangan Asal Ternak di Indonesia.


Pengembangan Inovasi Pertanian. 1(3): 225-242.

Bartholomew, D. P., Paull, R. E., dan Rohrbach, K.G. 2003. The Pineapple: Botany,
Production, and uses. CABI Publishing, United Kingdom.

Becker, T.,2000. Consumer Perception of Fresh Meat Quality : A framework for


analysis. British Food Journal 102 : 158-176

Botanika. 2008. Fixation mbedding sectioning.http//botanika.biologija.org. Diakses


tanggal 3 juli 2020.

Dalimartha, S. 2001. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2 Nanas. Trubus


Agriwidya, Jakarta.

Ferdiansyah, V. 2005. Pemanfaatan Kitosan Dari Cangkang Udang Sebagai Matriks


Penyangga pada Imobilisasi Enzim Protease. [Skripsi]. Bogor: Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut
Pertanian Bogor.

Fernando, D. 2007. Sifat Fisik dan Organoleptik Daging Ayam Broiler yang Diberi
Pakan dengan Penambahan Tepung Daun Sambiloto. Skripsi Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor.

35
Gerelt, B., Ikeuchi, Y. and Suzuki, A. 2000. Meat Tenderization by Proteolitic
Enzymes After Osmotic Dehydration. Meat Sci, 56:311 – 318.

Hikmah. 2003. Karakteristik Fisik, Kimia dan Organoleptik daging Kuda di Sulawesi
Selatan. [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hotabilatdur, W. L., T. Supriana, dan Salmiah. 2013. Beberapa faktor yang


mempengaruhi permintaan daging kuda (Kasus: Kecamatan Doloksanggul,
Kabupaten Humbang Hasundutan). Journal of Agriculture and Agribusiness
Socioeconomics, 2(4): 1-10.

Illanes, A., 2008. Enzyme Production. In: Enzyme Biocatalysis: Principles and
Applications: Enzyme Production. A. Illanes, Ed. Springer Pub., Chile. Page:
57- 106.

Ismanto, A. & R. Basuki, 2017. Pemanfaatan Ekstrak Buah Nanas dan Ekstrak Buah
Pepaya sebagai Bahan Pengempuk Daging Ayam Parent Stock Afkir. Fakultas
Pertanian. Universitas Mulawarman. Jurnal Peternakan Sriwijaya. Vol.6,
No.2.

Jvetunud, 2008. Paraffin Hewan. http://www.jventunud.com. Diakses pada tanggal 2


juli 2020.

Kadir, S. 2011. Preferensi konsumen terhadap hasil olahan daging kuda di Makassar.
Jurnal Agribisnis. X (3): 49-57.

Kalaiselvi M, Gomathi D, & Uma C. 2012. Occurrence of Bioactive Compounds in


Ananus comosus (L): A Standardization by HPTLC. Asia Pac J of Trop
Biomed S1341-S1346.

Komariah, Rahayu, S., dan Sarjito. 2009. Sifat Fisik Daging Sapi, Kerbau dan Domba
pada Lama Postmortem yang Berbeda: Physical Characteristics of Beef,
Buffalo and Lamb Meat on Different Postmortem Periods. Buletin Peternakan,
Vol. 33(3), Oktober 2009, pp. 183 – 189.

Lapase, O.A., Gumilar, J., dan Tanwiriah, W. 2016. Kualitas Fisik (Daya Ikat Air,
Susut Masak, dan Keempukan) Daging Paha Ayam Sentul Akibat Lama
Perebusan: The Physical Quality (Water Holding Capacity, Cooking Losses,
and Tenderness) of Sentul Chicken Thigh Meat Because of Boiling Time.

Lawal, D. 2013. Medicinal, Pharmacological and Phytochemical Potentials of


Annona comosus Linn Peel. Bayero Journal of Pure and Applied Sciences 6(1):
101-104.

36
Lawrie, R.A. 2003. Meat Science.The 6th ed. Terjemahan. A. Parakasi dan A. Yudha.
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Lisdina, W. S. 1997. Budidaya Nanas Pengolahan dan Pemasaran. PT. Pustaka


Utama, Bogor.

Muhammad, I. 2005. Daya Hambat Minimal Ekstrak Bonggol Nanas Terhadap


Pertumbuhan Bakteri Gram Positif dalam Plak Gigi. Jurrnal PDGI 1(1): 193-
197.

Muljohardjo, M. 1984. Nanas dan Teknologi Pengolahannya (Ananas comosus L.


Merr). Liberty, Yogyakarta.

Nowak, D., 2011. Enzymes in Tenderization of Meat: The System of Calpains and
Other Systems: A Review. Pol. J. Food Nutr. Sci. 61(4): 231-237.

Nuansa Aulia Uptreninfo. 2012. Manfaat asam amino bagi tubuh.


http://uptreninfo.com/manfaatasam-amino-bagi-tubuh, (Diakses 4 Juli 2020).

Parakkasi, A. 2006. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastri Volume IB.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Rukmana, R. 1995. Bertanam Seledri.
Kanisius. Yogyakarta.

Pearson, A. M dan R. B. Young. 1971. Muscle and Meat Biochemistry. Academic


Press, Inc. San Diego, New York, Berkeley, Boston, London, Sidney, Yokyo,
and Toronto.

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor.


50/Permentan/OT.140/9/2011.Tentang Rekomendasi Persetujuan Karkas,
Daging, Jeroan, dan/atau Olahannya ke dalam Wilayah Negara Republik
Indonesia. Kementerian Pertanian.

Prihatman, K. 2000. Nanas (Ananas comosus). TTG Budidaya Pertanian, Jakarta.

Robby N, 2000. Histologi. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin. Makasar.

Santoso, E. 2008. Bakteri Asam Laktat (BAL) pada Cumi-Cumi Kering Asin dan
Aktivitas Penghambatannya Terhadap Bakteri Patogen dan Bakteri
Pembusuk. Agroteksos 18(1-3): 46-53.

Shanks BC, Wolf DM, Maddock RJ. 2002. Technical note : The effect of freezing on
Warner Bratzler shear force values of beef longissimuss steak across several
postmortem aging periods. J Anim Sci 80 : 2122- 2125.

37
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gajah Mada Press.
Yogyakarta.

Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

Standar Nasional Indonesia. 2008. SNI 01-3820-1995. Sosis daging. Badan


Standardisasi Nasional. Jakarta.

Sunarjono, H. 2008. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Penebar Swadaya, Bogor.

Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Budidaya Beternak Kuda: Seri Budidaya
Ternak. Bandung: CV.

Tresnani, G, 2017. Buku Petunjuk Praktikum Mikroteknik Hewan. Program Studi


Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Mataram.

Triyantini, et al., 1992. Keasaman sosis daging sapi.Majalah Infolet. 2.

Widayaka, K,1995. Asam Laktat dan Mikroba Keladi.Majalah Infolet.

Winastia, B., 2011. Analisa Asam Amino pada Enzim Bromelin dalam Buah Nanas.
(Ananas Comusus) Menggunkan Spektrofotometer. Tugas Akhir. Program
Studi Diploma III Teknik Kimia, Program Diploma, Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro, Semarang.

Zulius, A. 2017. Rancang Bangun Monitoring pH Air Menggunakan Soil Moisture


Sensor di SMKN 1 Tebing Tinggi Kabupaten Empat Lawang. Jusikom, Vol 2,
No. 1, Juni 2017, pp. 37 – 43.

38

Anda mungkin juga menyukai