Anda di halaman 1dari 19

DAFTAR ISI

Bab Halaman
HALAMAN DEPAN

KATA PENGANTAR ................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................. iii

DAFTAR TABEL .......................................................................... v

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 1

1.3 Maksud dan Tujuan ...................................................................

II PEMBAHASAN

2.1 Persiapan kandang dan peralatan ..............................................

2.2 Starting Management .................................................................

2.3 Growing Management ...............................................................

2.4 Laying Management ..................................................................

2.5 Manajemen Perkawinan.............................................................

2.6 Manajemen telur tetas dan penetasan ........................................

2.7 Penanganan limbah ....................................................................

2.8 Biosekuriti operasional di Breeder ............................................

2.2.1 Sumber Energi ..................................................................

2.2.2 Sumber Protein .................................................................

2.2.2 Sumber Mineral ................................................................ 1


DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... v

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Dosis Desinfektan ........................................................................


III

PEMBAHASAN

2.1. Persiapan Kandang dan Peralatan

1. Penyemprotan Desintektan Pertama

Penyemprotan desinfektan bertujuan membasmi bibit penyakit yang masih

tersisa di dalam kandang, baik di lantai maupun udara kandang.

Penyemprotan desinfektan yang pertama sebaiknya dilakukan dengan

optimal. Perlu diketahui, desinfektan hanya akan bekerja jika kontak dengan

bibit penyakit. Oleh karena itu, penyemprotan desinfektan yang pertama kali

sebaiknya menggunakan jetspray. Dengan demikian cairan desinfektan dapat

masuk ke pori-pori dinding atau lantai kandang. Desinfektan yang bisa

digunakan antara lain Formades, Sporades, Mediklin, Medisep, Antisep atau

Neo Antisep. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat penggunaan

desinfektan : materi organik, PH, dan tingkat kesadahan.

2. Basmi Tikus

3. Keluarkan Peralatan Kandang seperti :

 Feeder betina dan jantan,

 Sangkar digantung,

 Alas sangkar,

 Semua Peralatan simpan digudang kandang.

4. Angkat Pupuk/feeces

5. Penyemprot Desinfectant kedua,


Penyemprotan desinfektan kedua bertujuan untuk menghilangkan

sisa-sisa kotoran yang masih terselip di dalam kandang. Karena

terkadang ada kotoran bukan hanya ada di atas lantai tetapi di tempat-

tempat tersembunyi yang tidak peternak sadari.

6. Sapu sisa pupuk

7. Cuci kandang

8. Repair Lantai + Kapur dinding kandang

Pengapuran bertujuan mencegah dan membunuh mikroorganisma

termasuk jamur yang merugikan. Kapur merupakan desinfektan yang murah,

mudah didapat dan mudah dalam aplikasin. Cara pemakaian dengan

diencerkan dengan air kemudian dioleskan atau disemprotan pada permukaan

kandang (lantai, dinding dan langi-langit kandang).

9. Pasang slat

10. Semprot desinfektan ke tiga,

11. Pembersihan kandang dan lingkungan

12. Pengecekan alat – alat, seperti pipa nipple, blower hood, frame

kipas dan panel box

13. Pemasangan cell pad

14, Pemasangan Tirai

15. Penyemprotan desinfectant keempat

16. Semprot Formalin 10%

17. Tabur kapur hidup, dalam kandang 10 karung dan luar kandang 5 karung

18. Pemasangan peralatan makanan

19. Pemasangan cover slat sekam

20. Tabur sekam


21. Pemasangan waring + Chick Guard

22. Pemasangan tudung blower \

23. Pemasangan instalasi gasolec

24. Memasukan Peralatan DOC, seperti feed tray dan gallon

25. Semprot desinfektan kelima,

26. Semprot desinfektan keenam,

27. Selama kandang ditutup dilakukan pembersihan dilingkungan kandang

2.2 Starting Management

Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk

menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras dan tidak

boleh disilangkan kembali (Sudaryani dan Santosa, 2000). Menurut fase

pemeliharaannya, fase pemeliharaan ayam petelur dibagi menjadi tiga fase,

yaitu fase starter yang berumur 1 hari sampai dengan 6 minggu, fase grower

yang dimulai sejak umur 6 minggu sampai dengan 16 minggu, dan fase layer

yaitu umur 18 minggu hingga ayam diafkirkan (Fadhilah dan Fatkhuroji,

2013).

Pada fase ini peternak perlu memperhatikan persiapan pemeliharaan,

pemilihan anak ayam, perkandangan yang meliputi kandang, brooder, suhu

dan kelembaban, kepadatan kandang, dan juga litter. Selain itu pencegahan

penyakit perlu dilakukan agar pertumbuhan ayam yang baik dengan tingkat

kematian yang rendah, sebaiknya memilihl ayam yang tidak cacat, mata

jernih, paruh tidak bengkok dan berbulu bersih. Fase ini dalah fase penting

untuk kelanjutan fase-fase berikutnya, karena apabila ada kesalahan pada

penanganan fase ini akan berdampak pada fase grower dan layer.
2.3 Growing Management

Fase grower pada aya petelur terbagi kedalam kelompok umur 6-10

minggu atau disebut fase awal grower dimana terjadi pertumbuhan anatomi

dan system hormonal pada fase ini. Sedangkan ada umur 10-18 minggu

disebut dengan fase developer dimana pada fase ini perkembangan ditandai

dengan prtumbuhan anatomi kerangka ayam dan otot yang lebih dominan

(Fadilah dan Fatkhuroji, 2013). Kontrol pertumbuhan perlu dilakukan karena

berkaitan dengan sstem reproduksi dan produksi ayam tersebut.

Pada periode ini tidak ada perubahan fisik yang berarti, perubahan hanya

terlihat dari ukuran tubuhnya yang semakin bertambah dan bulu yang

semakin lengkap serta kelamin sekunder yang mulai nampak. Pada fase ni

terjadi perkembangan ukuran sel. Di fase I kerangka tubuh berkembang

mencapai berntuk sempurna. Ada tiga fase kritis yang perlu diperhatikan oleh

perternak yaitu umur 6 sampai 7 minggu karena ini adalah puncak

berkembang kerangka tubuh dimana 80% sudah mencapai dimensi akhir.

Menurut Adlan, 2012 saat penimbangan berat di minggu kelima ayam-ayam

yang belum memiliki kerangka tubuh optimal dipisahkan lalu tetap diberikan

ransum starter dan multivitamin.

Pada bagian medullary bone dan organ reproduksi berkembang pesat di

minggu ke-14. Ketersediaan vitamin D dan kalsium sangat dibutuhkan karena

rendahnya asupan kalsium dan vitamin D saat awal berteluer yang

mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas telur saat puncak reproduksi

sehingga alangkah baiknya bagi peternak menyediakan kalsium dan vitamin

D yang cukup (Adlan, 2012).


Hal penting lainnya dalam pemeliharaan fase grower adalah

memperhatikan konsumsi pakan per hari baik dari segi kualitas maupun

kuantitasnya. Pembatasan pemberian ransum dilakukan bila bobot tubuh yang

diperoleh melebihi standar. Bila bobot tubuh sejalan dengan kurva yang ada,

pada umur 10 minggu, ransum dapat diubah dari ransum starter ke grower.

Jika berat kelompok lebih rendah, pemberian ransum starter diatur sampai

berat badannya sesuai dengan umurnya. Sementara, pemberian ransum

grower harus berkualitas baik dan memenuhi kebutuhan asam amino.

Ransum yang mengandung protein dan asam amino yang rendah akan

menyebabkan naiknya lemak tubuh (gemuk), dan akan menyebabkan ayam

makan terlalu banyak pada masa grower dan bermasalah pada awal produksi

(Rasyaf, 1995).

2.4 Laying Management

Fase finisher atau lebih dikenal dengan fase layer, yaitu fase ayam

sudah mulai berproduksi. Ayam dikatakan sudah masuk fase produksi apabila

dalam kandang yang berisi ayam dengan umur yang sama tersebut

produksinya telah mencapai 5% (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Tanda

ayam petelur sedang berproduksi dapat dilihat dari jengger yang relatif

membesar dan berwarna merah, mata yang bersinar, kloaka membesar, dan

jarak ujung tulang pubis selebar 2-3 jari tangan atau lebih. Salah satu faktor

yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan fase finisher adalah program

pencahayaan, sebab dapat mempengaruhi produksi telur. Kandang untuk

ayam dalam fase produksi biasanya berupa kandang baterai, sebab kandang

baterai memiliki banyak kelebihan.


Kelebihan menggunakan kandang baterai yaitu memudahkan dalam hal

pengawasan dan pencegahan penyakit, memudahkan proses seleksi dan

culling ayam yang tidak produktif, serta kotoran yang dihasilkan langsung

terkumpul dibawah kandang (Suprijatna dkk., 2008).

2.7 Penanganan Limbah Dalam Manajemen Breeder

Sistem peternakan adalah satu sistem yang menggunakan ulang dan

mendaur ulang menggunakan tanaman dan hewan sebagai mitra, menciptakan

suatu ekosistem yang meniru cara alam bekerja. Secara harfiah, peternakan

dapat diartikan sebagai upaya budidaya hewan ternak demi memenuhi

kebutuhan pangan. Ditinjau dari komoditasnya, apabila ditinjau dari ilmu

yang membangunnya, peternakan dibangun dari ilmu-ilmu keras (hard

sciences) dan ilmu-ilmu lunak (soft sciences) baik pada kekuatan ilmu-ilmu

dasar, terapan dan lanjutan maupun ilmu-ilmu kawinannya.

Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan

seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk

ternak, dan sebagainya. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah

cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu,

kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain.

Menurut Soehadji (1992), limbah peternakan meliputi semua kotoran

yang dihasilkan dari suatu usaha peternakan baik berupa limbah padat, cairan

dan gas maupun sisa pakan. Limbah padat merupakan semua limbah yang

berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati,

atau isi perut dari pemotongan hewan). Limbah cair adalah semua limbah

yang berbentk cairan atau dalam fase cairan (air seni atau urine, air dari
pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah berbentuk

gas atau dalam fase gas.

Pengumpulan limbah peternakan dengan sistem free-fall dilakukan

dengan membiarkan limbah melewati penyaring dan penyekat lantai dan

masuk ke dalam lubang penampung. Teknik ini telah digunakan secara

ekstensif dimasa lampau untuk peternakan hewan tipe kecil, seperti ayam,

kalkun, kelinci, dan ternak jenis lain. Baru-baru ini juga digunakan untuk

ternak besar seperti sapi dan babi.

Ada dua sistem free-fall, yaitu:

(1) Penyaring lantai (screened floor)

Lantai kandang sistem ini dapat dibuat menggunakan kawat kasa atau besi

gril yang berukuran mes lebih besar dan rata. Penggunaan kawat kasa sangat

memungkinkan untuk tempat pijakan hewan yang ada di dalamnya dan

memudahkan limbah dapat dikeluarkan. Digunakan pada kandang ayam

sistem cage,babi dan pedet.

(2) Penyekat lantai (slotled floor)

Salah satu bentuk lantai bersekat (jeruji) yang dipasang dengan jarak yang

teratur dan rata sehingga ukuran dan jumlahnya mencukupi untuk keluarnya

limbah dari lantai. Lubang dibawah lantai merupakan tempat untuk

pengumpulan dan penampungan sementara untuk kemudian limbah diolah

dan digunakan. Dapat dibuat dari bermacam bahan, seperti kayu, beton atau

besi plat.

Keuntungannya dari sistem ini adalah lantai sistem sekat dapat

meningkatkan sanitasi dan mengurangi tenaga kerja untuk membersihkan

kandang. Penggunaan sekat juga memisahkan ternak dari limbahnya sehingga


lingkungan menjadi bersih. Penggunaan sekat ini adalah mengurangi biaya

gabungan antara pengadaan dan penanganan alas kandang (litter).

Tujuan utama dari pengelolaan limbah adalah agar limbah yang

dihasilkan tersebut tidak menyebabkan gangguan terhadap peternak, ternak

maupun lingkungan sebab tak ada seorang pun manusia yang normal yang

tidak menghendaki lingkungannya bersih.

Peternakan ayam ada dua macam, yakni ayam petelur (layer) dan ayam

pedaging (broiler). Limbah peternakan ayam petelur ada dua macam pula.

Pertama kotorannya, yang murni tanpa tercampur sekam, dan bermanfaat

sebagai pupuk. Kotoran ayam petelur bernilai paling tinggi dibanding pupuk

kotoran ternak lain. Penampungnya adalah petani kentang, dan cabai. Limbah

kedua, berupa induk ayam afkir, yang ditampung oleh para pedagang sate

ayam.

Limbah peternakan ayam pedaging hanyalah litter (alas kandang), berupa

sekam padi yang tercampur kotoran ayam. Nilai kotoran ayam pedaging

sangat rendah. Penampungnya para nurseri tanaman hias, dan pengusaha

tabulampot (tanaman buah dalam pot), sebagai media tanam. Limbah

pemotongan ayam pedaging, sama sekali tidak punya nilai, dan hanya

mencemari lingkungan. Dengan pengolahan yang tepat, limbah berupa bulu

dan kotoran ayam pedaging, masih bisa bermanfaat sebagai pupuk organik.

Untuk mendukung dua jenis peternakan ini, diperlukan pula unit

pembibitan ayam (breeding farm). Di Indonesia breeding farm, hanyalah

memroduksi final stock, sebagai ayam petelur maupun pedaging. Induk ayam

final stock adalah parent stock (ayam induk), yang dihasilkan dari grand

parent (ayam nenek), serta grand-grand parent (ayam buyut), berupa galur
murni. Ayam nenek, masih harus diimpor terutama dari AS. Breeding farm

produsen final stock, membeli grant parent dari breeding farm besar, yang

mengimpor grant parent dari luar negeri.

Meskipun akan dipanen telurnya, ayam induk dalam sebuah breeding

farm, dipelihara seperti halnya ayam pedaging, menggunakan kandang

koloni, dengan alas litter. Bukan dalam kandang baterai. Sebab agar telur itu

fertil, induk ayam dipelihara jantan, dan betina dengan rasio 1 : 9. Tiap pagi

telur yang akan ditetaskan, dan dipasarkan sebagai anak ayam umur sehari

(DOC, day old chick), harus diambil dari lantai kandang litter. Masa

pemeliharaan ayam induk sekitar dua tahun.

Limbah breeding farm lebih bervariasi dibanding limbah peternakan

ayam petelur dan pedaging. Pertama, pada umur antara 4 sd. 6 bulan, ayam

jantan akan dikurangi, hingga rasionya menjadi 1 : 9. Bersaman dengan itu,

juga akan diseleksi pula ayam banci, baik ayam betina yang berperilaku

seperti jantan, atau sebaliknya. Hasil seleksi ayam jantan dan ayam banci, ini

bernilai cukup tinggi. Daging ayam seleksi breeding farm masih sangat

empuk, sementara bobotnya bisa mencapai 4 sampai 5 kg per ekor.

Sebelum masuk mesin tetas, telur peternakan breeding farm akan

diseleksi bentuk, dan ukurannya. Yang bentuknya terlalu bulat atau terlalu

memanjang, ukurannya terlalu kecil atau terlalu besar, harus diafkir. Tiga hari

setelah masuk mesin tetas, telur kembali diseleksi. Telur yang fertil (akan

menetas) kembali mesuk mesin. Telur yang infertil (tidak terbuahi)

kondisinya masih sangat baik, hingga layak konsumsi. Penampung telur afkir,

ini terutama para produsen kue.


Setelah masa produksi selama dua tahun, ayam induk juga akan diafkir.

Sama dengan ayam petelur afkir, ayam induk afkir akan ditampung oleh para

pedagang sate ayam. Setelah kandang breeding farm dikosongkan, litter juga

harus diganti. Litter dari breeding farm bernilai lebih tinggi dibanding litter

broiler, sebab volume kotorannya lebih banyak, akibat masa pemeliharaan

selama 2,5 tahun (0,5 tahun pembesaran, 2 tahun produksi). Volume kotoran

pada litter ayam pedaging lebih kecil, sebab masa pemeliharaan broiler kecil

(1 kg), hanya 40 hari, dan broiller besar (1,5 kg), hanya 60 hari.

Telur yang tidak menetas juga merupakan limbah yang masih bernilai

ekonomis, sebagai pakan ikan. Selain telur yang tidak menetas, pada breeding

farm, peternakan broiler maupun layer, akan selalu ada ayam mati. Prosentase

mortalitas yang masih bisa ditolerir maksimal 2%. Kalau satu angkatan

breeding farm, atau ayam petelur ada 3.000 ekor, maka selama 2,5 tahun

pemeliharaan rata-rata akan ada 60 ekor ayam mati. Pada peternakan broiler,

jumlah ayam mati akan lebih banyak lagi. Sebab masa pemeliharaannya yang

pendek.

Sama halnya dengan telur yang tidak menetas, limbah ayam mati juga

masih sangat ekonomis sebagai pakan ikan, termasuk belut. Limbah ayam

mati ini sebaiknya dibakar terlebih dahulu, dipotong-potong atau dibedah

perutnya, baru dimasukkan ke dalam kolam. Ada pula yang mengambil

dagingnya, digiling dengan dedak, dan karbohidrat (jagung, singkong), dan

menjadikannya pelet, atau dikukus dan langsung dijadikan pakan ikan.

2.8 Biosekuriti Operasional di Breeder


Biosekuriti (biosecurity) dapat diartikan sebagai beberapa prosedur atau

usaha yang dilakukan untuk dapat mencegah kontak antara ayam dalam

peternakan dengan agen atau sumber penyakit sehingga dapat menekan resiko

dan konsekuensi penularan penyakit. Biosekuri (biosecurity) adalah

perlindungan dari penyebaran penyakit infeksius, parasit, dan hama ke unit

produksi. Dengan demikian, biosekuriti (biosecurity) dapat dikatakan sebagai

pertahanan terdepan pada suatu peternakan.

Ada 2 aktivitas penting dalam pelaksanaan biosekuriti (biosecurity)

yaitu:

(1) Isolasi peternakan dari agen atau sumber penyakit yang berasal dari luar

peternakan

(2) Isolasi ayam dari agen atau sumber penyakit yang berada di lingkungan

peternakan

Biosecurity di luar kandang dilakukan dengan desinfeksi terhadap semua

orang dan barang yang masuk ke area farm ataupun ke dalam kandang.

Diharapkan dengan desinfeksi ini semua agen penyakit yang terdapat pada

orang dan barang tersebut bisa mati atau tidak masuk ke area Farm. Orang

yang akan masuk ke area Farm harus disemprot terlebih dahulu dengan

larutan desinfektan, mandi dengan menggunakan sabun dan shampoo, serta

menganti baju yang dipakai dari luar dengan baju khusus, serta harus

mencelup kaki (alas kaki) dan semprot / celup tangan ketika akan masuk ke

dalam kandang.

Untuk meminimalisir agen penyakit yang terdapat di udara dan

lingkungan sekitar kandang, maka diperlukan penyemprotan desinfektan

secara berkala. Udara (angin) yang masuk ke dalam kandang harus


diusahakan steril dari agen penyakit. Desinfeksi udara ini bisa dilakukan

dengan pemberian desinfektan pada air celldeck ataupun penyemprotan

desinfektan di depan celldeck (inlet).

Macam- macam biosekuriti :

1) Sanitasi

Sanitasi adalah tindakan pengendalian penyakit melalui kebersihan. Oleh

karena itu untuk memperoleh lingkungan yang bersih, higienis dan sehat

tindakan sanitasi harus dilaksanakan dengan teratur. Memang harus diakui

bahwa rendahnya sanitasi sering menimbulkan peluang yang sangat besar

untuk berkembangnya suatu penyakit. Seringkali virus yang virulensinya

tinggi sejak DOC tiba. Keganasan seperti itu hanya bisa ditekan dengan

tindakan sanitasi dan pengelolaan yang baik.

Dengan sanitasi keganasan organisme yang merugikan dapat ditekan.

a. Sanitasi Lingkungan. Sasaran utama sanitasi lingkungan ini

meliputi seluruh kandang dan segala macam peralatnya, misalnya

gudang pakan, gudang telur, parit yang ada di sekitar kandang dan

gudang. setelah kandang dikosongkan karena ayam di afkir,

kandang tersebut harus segera di cuci, dan selanjutnya

didesinfeksi. Untuk melakukan desinfeksi ini harus benar-benar

difahami jenis desinfektan, sifat dan cara penggunaanya.

b. Sanitasi petugas. Petugas adalah mereka yang sehari-hari bertugas

di kandang, yang sehari-harinya berhubungan dengan ayam, baik

yang bertugas terhadap pengelolaan ayam, penanganan terhadap

produksi telur dan sebagainya. Namun yang perlu diperhatikan

adalah para petugas tersebut tidak terlepas dari dunia luar, maka
mereka juga dijadikan sasaran sanitasi. sebelu petugas mulai

pekerjaanya di kandang, merekapun harus dalam keadaan higienis,

bebas kuman.

c. Sanitasi Terhadap ayam. Sasaran sanitasi tidak terbatas pada

kandang, peralatan serta petugasnya saja,tetapi juga pada ayam

khususnya ayam DOC parent stock sebelum memasuki kandang

akan melalui proses spraying oleh desinfektan, tujuannya yaitu

agar bibit penyakit yang dibawa dari luar tidak ikut masuk ke area

perkandangan.

2) Biosekuriti Tamu dan Pekerja Peternakan

Orang yang memasuki lokasi peternakan diharuskan mengikuti

persyaratan sanitasi peternakan, yaitu disinfeksi dengan spray, mandi,

mengganti pakaian, dan alas kaki khusus. Hal ini berlaku juga untuk sanitasi

bagi barang (disinfeksi dengan cairan disinfektan) seluruh rangkaian ini wajib

dilakukan oleh pegawai kandang maupun staff di kandang breeder.

Penerapan biosekuriti dalam pengawasan lalu lintas manusia (EF 2003)

meliputi :

(1) Karyawan atau orang yang terlibat di bisnis peternakan pembibitan

ayam tidak diperbolehkan memelihara burung atau ayam di rumahnya.

Begitu pula untuk peternakan komersia,

(2)Orang yang akan masuk kedalam peternakan, sebelumnya tidak

mengunjungi peternakan pada tingkat di bawahnya (peternakan komersial,

processing dan lain-lain) yang status higienenya tidak diketahui, minimum

dua hari setelah kunjungan tersebut, Tamu sebaiknya tidak mengunjungi

peternakan bibit tetua (grand parent), kecuali profesional (ahli) yang


berhubungan dengan peternakan bibit tetua (grand parent) tersebut.Aspek

sanitasi ini berkaitan erat dengan penerapan higiene. Yang harus

diperhatikan adalah menjaga agar jangan ada kontaminan yang masih

menempel pada tubuh sehingga dapat menulari ayam di kandang. Hal ini

dapat diterapkan dengan mencuci tangan, mengganti baju yang kotor,

melakukan dipping sepatu bot dan spraying seluruh anggota badan

(Stanton, 2004).

3) Desinfeksi Spray dan Shower room

Sebelum memasuki Area kotor atau area peternakan seluruh

pegawai,pengunjung,staff maupun tamu wajib melakukan spraying di ruang

spray (Spraying Room) adapun desinfektan yang digunakan yaitu Bromoquad

dengan perbandingan dengan air yaitu 1 Liter Bromoquad. 1000 Liter air.

Setelah melalui spraying room para pekerja wajib mandi di shower room

dengan desinfektan yang sama yaitu Bromoquad.

4) Spraying dan Dipping sepatu sebelum memasuki kandang

Proses spraying dan dipping sepatu dengan desinfektan dan kapur

tujuannya yaitu agar mikroorganisme pathogen yang dibawa di zona kotor

tidak ikut masuk ke area perkandangan, karena ayam parent stock sangat

rentan terhadap berbagai penyakit,khusus nya bibit penyakit yang dibawa

oleh pekerja.

5) Dosis desinfektan

Desinfektan yang digunakan untuk sanitasi pada pekerja memiliki

perbedaan dosis,walaupun menggunakan desinfektan yang sama. Berikut

beberapa desinfektan yang digunakan untuk sanitasi.

Tabel Dosis Desinfektan


Desinfektan Dosis Penggunaan

Bromoquad 1:1000 Shower badan,shower

untuk kendaraan

Lysol 1:1000 Celup sepatu

Long life 1:1000 Cuci tangan

Mepishto 1:1000 Spraying kendaraan

Sumber : Observasi HDC


DAFTAR PUSTAKA

Adlan, M., Y. Utomo, F. Afmy, dan N. Fitriany. 2012. Laporan Penilaian Ternak

Unggas Ayam Petelur. Fakultas Peternakan. Universitas Jendral. Soedirman.

Purwokerto.

Euribrid Farm. 2003. Biosecurity Requirements for Poultry-Farms.


Boxmeer: Euribrid.

Fadilah, R. dan Fatkhuroji. 2013. Memaksimalkan Produksi Ayam Ras Petelur.


PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Gernat A. 2000. Poultry farm biosecurity field manual. Cooperative Extension


AG(651). http://www.ncsu.edu.html [2 Oktober 2019].

Grimes T. 2001. Biosecurity in egg industry. Rural Industries Research


and Development Corporation 1(102). http://www.rirdc.gov.au. [5
agustus 2015].

Kartasudjana, R dan E. Suprijatna. 2010. Manajemen Ternak Unggas. Penebar


Swadaya, Jakarta. 81-94.

Medion. 2010. Penerapan isolasi pegawai sebelum masuk area farm. Info medion
2010. Http://infomedion.com [2 Oktober 2019]

Mulyantini, N. G. A. 2010. Ilmu Manajemen Ternak Unggas. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press. Hal: 33; 151; 163; 168-169.

Rasyaf, M. 1995. Penyajian Makanan Ayam Petelur. PT. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Suprijatna, E. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta

Zainuddin, D. dan Wibawan, W.T. 2007. Biosekuriti dan Manajemen Penanganan


Penyakit Ayam Lokal.

Diakses http://www.peternakan.litbang.deptan.go.id/attachments/biosekuriti_ayam
lokal.pdf [2 Oktober 2019]

Anda mungkin juga menyukai