Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH MANDIRI

KOASISTENSI REPRODUKSI
PERIODE NOVEMBER-DESEMBER 2020
“Krioprotektan pada Pembekuan Sel Spermatozoa”

Disusun oleh:

Michelia Champaca Audia Nugraheni, S.K.H


20/469230/KH/10799

Dosen pembimbing:

Dr. drh. Asmarani Kusumawati, M.P.

DEPARTEMEN REPRODUKSI DAN OBSTETRI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

i
2020

ii
HALAMAN PENGESAHAN
Parturisi dan Post-Parturisi pada Domba/Kambing

Disusun oleh:
Michelia Champaca Audia Nugraheni, S.K.H
20/469230/KH/10799

Disusun guna memenuhi persyaratan dalam menempuh Koasistensi Reproduksi

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020

Yogyakarta, 2020
Mengetahui,
Dosen Pembimbing

Dr. drh. Asmarani Kusumawati, M.P.

iii
NIP.196104271989032001
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah mandiri Koasistensi Reproduksi dan Obstetri periode
November-Desember 2020 dengan judul “Krioprotektan pada Pembekuan Sel
Spermatozoa”. Makalah ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam
menempuh Koasistensi Reproduksi dan Obstetri di Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Gadjah Mada. Pelaksanaan kegiatan Koasistensi Reproduksi ini tidak
akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. drh. Siti Isrina Oktavia Salasia, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2. Dr. drh. Surya Agus Prihatno, M.P., selaku Kepala Departemen Ilmu
Reproduksi dan Obstetri Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah
Mada
3. Dr. drh. Asmarani Kusumawati, M.P., selaku dosen pembimbing kasus
mandiri yang sudah memberikan bimbingan serta pengarahan dalam
penulisan makalah ini.
4. Rekan A.2020.9 atas kerjasama dan bantuannya selama menjalani
koasistensi reproduksi.

Kritik dan saran untuk makalah ini sangat penulis harapkan dan semoga
tulisan ini bermanfaat untuk ilmu pengetahuan pembaca

Yogyakarta, November 2020

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL ....................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ ii
KATA PENGANTAR........................................................................................ iii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................... vii
PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
Latar Belakang......................................................................................... 1
Tujuan...................................................................................................... 2
Manfaat ................................................................................................... 2
PEMBAHASAN................................................................................................ 4
Sel Spermatozoa....................................................................................... 4
Kriopreservasi.......................................................................................... 4
Kerusakan Sel Akibat Proses Kriopreservasi.......................................... 5
Cold Shock / Kejutan Dingin........................................................ 6
Pembentukan Kristal Es................................................................ 7
Peroksidasi Lipid........................................................................... 8
Faktor Antibeku Pada Plasma Semen........................................... 9
Krioprotektan........................................................................................... 10
Penggolongan Krioprotektan................................................................... 11
Mekanisme Kerja Krioprotektan.............................................................. 13
Toksisitas Krioprotektan.......................................................................... 15
Macam-macam Krioprotektan Yang Sering Digunakan.......................... 15
Gliserol.......................................................................................... 15
DMSO........................................................................................... 17
Etilen Glikol ................................................................................. 18
DMF.............................................................................................. 19
Sukrosa.......................................................................................... 20
Trehalosa....................................................................................... 21
KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................... 22
Kesimpulan.............................................................................................. 22
Saran ....................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 23

v
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Mekanisme kerja krioprotektan........................................................ 13
Gambar 2. Bentuk molekul gliserol .................................................................. 15
Gambar 3. Bentuk molekul Dimetil sulfoksida.................................................. 17
Gambar 4. Bentuk molekul etilen glikol............................................................ 18
Gambar 5. Bentuk Molekul Dimetilformamida................................................. 19
Gambar 6. Bentuk molekul sukrosa................................................................... 20
Gambar 7. Bentuk molekul trehalosa................................................................. 21

vi
ABSTRAK

Krioprotektan pada Pembekuan Sel Spermatozoa

Michelia Champaca Audia Nugraheni


20/469230/KH/10799
Sel spermatozoa adalah hasil akhir dari spermatogenesis dan memiliki ciri-ciri
anatomis dan metabolik tertentu. Kriopreservasi sperma sudah diaplikasikan
dalam teknologi reproduksi berbantu sebagai prosedur standar untuk menyimpan
sperma sebelum dilakukan inseminasi buatan atau fertilisasi in vitro. Hal utama
yang menjadi perhatian pada kriopreservasi sperma adalah dapat meminimalisir
kerusakan sel spermatozoa dan meningkatkan tingkat kelangsungan hidup sel
spermatozoa yang telah dibekukan. Krioprotektan merupakan zat kimia yang
berfungsi melindungi sel dari efek negatif atau letal pada saat proses pendinginan
maupun proses pembekuan, tetapi pada keadaan tertentu dapat menjadi toksik
untuk sel spermatozoa itu sendiri. Berdasarkan sifat fisikakimia dan permeabilitas
terhadap membran sel, krioprotektan dibedakan menjadi krioprotektan intraseluler
dan ekstraseluler. Sementara itu, berdasarkan bahan yang terkandung di dalamnya
krioprotektan dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu kelompok alkohol dan
kelompok amida. Pada makalah ini dibahas mengenai mekanisme cryoinjury,
mekanisme kerja krioprotektan dan toksisitasnya, serta penggolongan jenis-jenis
krioprotektan.
Kata kunci : Sel Spermatozoa, Kriopreservasi, Krioprotektan, Cryoinjury

vii
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kriopreservasi semen dan inseminasi buatan memiliki dampak positif


yang penting pada produksi ternak dan kualitas produk yang dihasilkan. Melalui
penggunaan semen beku dan inseminasi buatan, sperma dari sapi dengan bibit
terbaik dapat digunakan untuk menginseminasi ribuan sapi di seluruh dunia (Ugur
et al., 2019). Menurut Hamidi (2010), Material biologi seperti sperma, sel telur,
makanan, dan lainnya yang tersusun atas sel-sel hidup, akan mengalami
perubahan dan kerusakan seiring dengan berjalannya waktu penyimpanan. Akan
sangat bermanfaat sekali, apabila kita bisa menyimpannya dalam waktu yang lama
sehingga bisa digunakan setiap saat diperlukan. Dalam beberapa kondisi, metode
kriopreservasi telah menjadi metode yang efektif dalam menyimpan berbagai
macam material biologi dan menjadi metode penyimpanan yang sangat penting
dalam dunia kedokteran dan industri.

Kriopreservasi merupakan suatu teknik penyimpanan sel hewan, tumbuhan


ataupun materi genetika lain (termasuk semen dan oosit) dalam keadaan beku
melalui reduksi aktivitas metabolisme tanpa mempengaruhi organel-organel di
dalam sel sehingga fungsi fisiologi, biologi, dan morfologi tetap ada (Supriatna &
Pasaribu 1992). Widyastuti et al., (2018) mengatakan bahwa hal utama yang
menjadi perhatian pada kriopreservasi sperma adalah dapat meminimalisir
kerusakan sel dan meningkatkan tingkat kelangsungan hidup dari sel yang telah
dibekukan. Namun, pada metode kriopreservasi juga ditemukan beberapa
problem, yaitu masalah yang berhubungan dengan cold shock dan kerusakan sel
sebagai akibat terbentuknya kristal es pada fase beku. Untuk mengatasi masalah
tersebut dalam proses kriopreservasi sel ditambahkan agen protektif yang sering
disebut sebagai krioprotektan (Kusumaningrum et al., 2002).

Krioprotektan ialah zat kimia non-elektrolit yang berperan dalam


mengurangi pengaruh mematikan selama pembekuan baik berupa pengaruh
larutan maupun adanya pembentukan kristal es sehingga viabilitas sel dapat

1
dipertahankan (Supriatna & Pasaribu 1992). Penambahan krioprotektan bertujuan
untuk memelihara keutuhan membran dan meningkatkan potensial osmotik media
sehingga cairan di dalam sel mengalir keluar dan terjadi dehidrasi. Kemampuan
proteksi krioprotektan terhadap membran sel merupakan indikasi dari interaksi
yang berjalan baik antara krioprotektan dan membran sel. Interaksi ini dapat
mengurangi kerusakan membran sel pada saat terjadi perubahan keadaan dari
relatif cair ke struktur relatif padat dan juga pada saat kembali ke struktur yang
relatif cair selama proses pencairan (Kostaman & Setioko, 2011). Akan tetapi
menurut Hamidi (2010), krioprotektan pada jumlah tertentu dapat merusak sel
karena sifat toxic ataupun akibat perubahan volume selama proses permeasi. Oleh
karena itu, krioprotektan ini harus dibatasi penggunaannya.

Berdasar atas sifat fisikakimia dan permeabilitas terhadap membran sel,


krioprotektan dibedakan menjadi krioprotektan intraseluler, contohnya gliserol,
etilen glikol, propanadiol dan krioprotektan ekstraseluler, contohnya protein,
sukrosa, manosa, rafinosa, kuning telur, susu (Alvarenga et al., 2005).
Krioprotektan ekstraseluler mempunyai ukuran molekul yang cukup besar
sehingga tidak mampu melewati membran sel dan juga berperan penting dalam
menjaga integritas membran sel pada saat proses dehidrasi berlangsung.
Krioprotektan intraseluler memiliki ukuran yang sangat kecil sehingga dapat
berdifusi masuk ke dalam sel dan berperan sebagai bufer cairan intraseluler dan
meminimalkan kerusakan sel pada saat proses pembekuan (Widyastuti et al.,
2018). Sementara itu, berdasarkan bahan yang terkandung di dalamnya
krioprotektan dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu kelompok alkohol
(etilen glikol, gliserol, dan lain-lain) dan kelompok amida (dimetilformamid,
asetamid, metilformamid, dan lain-lain) (Alvarenga et al., 2005)

2
Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peranan,


penggolongan, mekanisme kerja, toksisitas, dan macam-macam krioprotektan
yang sering digunakan dalam kriopreservasi sel spermatozoa.

Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh yakni dapat mengetahui peranan,


penggolongan, mekanisme kerja, toksisitas, dan macam-macam krioprotektan
yang sering digunakan dalam kriopreservasi sel spermatozoa.

3
PEMBAHASAN

Sel Spermatozoa

Sel spermatozoa merupakan sel yang haploid, hampir tanpa sitoplasma,


dibentuk oleh nukleus besar, dengan kromosom yang sangat terkondensasi yang
menghambat aktivitas transkripsi untuk menggantikan protein, dan juga terdapat
akrosom. Akrosom memungkinkan spermatozoa berinteraksi dan menembus oosit
pada saat pembuahan dan serangkaian mitokondria yang terletak di daerah
anterior flagel. Mitokondria menghasilkan ATP yang digunakan untuk
mempertahankan motilitas, dan sedikit retikulum endoplasma atau aparatus golgi
yang berkontribusi untuk menjaga integritas membran (Barbas & Mascarenhas,
2008). Bentuk dan ukuran kepala sperma dapat menentukan kriosensitivitasnya.
Studi komparatif pada babi hutan, banteng, domba jantan, kelinci, kucing, anjing,
kuda, manusia, menunjukkan korelasi negatif antara ukuran kepala sperma dan
kriostabilitas. Spermatozoa manusia lebih kecil dan menunjukkan kriostabilitas
yang lebih besar (Gao et al. 1997). Sel sperma memiliki sedikit aktivitas
biosintetik dan sangat bergantung pada fungsi katabolik untuk menopang
hidupnya (Barbas & Mascarenhas, 2008).

Kriopreservasi

Kriopreservasi sperma telah menjadi alat penting untuk pengawetan


jangka panjang pejantan unggul secara genetik, garis transgenik yang relevan, dan
spesies yang terancam punah. Selain itu, kriopreservasi memfasilitasi distribusi
semen jarak jauh, yang telah memberikan kontribusi besar pada perluasan
teknologi reproduksi seperti inseminasi buatan dan fertilisasi in vitro di seluruh
dunia (Frau et al., 2020). Tujuan kriopreservasi sel spermatozoa ialah
melestarikan plasma nutfah yang mendekati kepunahan dan mendukung program
teknologi inseminasi buatan (IB) pada ternak. Keuntungan kriopreservasi sel
spermatozoa ialah sel spermatozoa dapat disimpan dalam waktu yang tidak
terbatas dan dapat digunakan kapan saja bila diperlukan (Toelihere 1985).

4
Menurut Supriatna & Pasaribu (1992), kriopreservasi merupakan suatu
teknik penyimpanan sel hewan, tumbuhan ataupun materi genetika lain (termasuk
semen dan oosit) dalam keadaan beku melalui reduksi aktivitas metabolisme tanpa
mempengaruhi organel-organel di dalam sel sehingga fungsi fisiologi, biologi,
dan morfologi tetap ada.

Metode kriopreservasi sel spermatozoa dibedakan atas pembekuan lambat


(slow freezing), pembekuan cepat (rapid freezing), dan pembekuan sangat cepat
(ultra rapid freezing). Prinsip yang terpenting dari kriopreservasi sel spermatozoa
ialah pengeluaran air dari dalam sel (dehidrasi) sebelum pembekuan intraseluler.
Bila tidak terjadi dehidrasi akan terbentuk kristal es besar dalam sel yang
mengakibatkan kerusakan, tetapi bila terjadi dehidrasi yang sangat hebat maka sel
akan mengalami kekeringan sehingga sel mati (Supriatna & Pasaribu 1992).

Kerusakan Sel Akibat Proses Kriopreservasi (Cryoinjury)

Proses kriopreservasi mengakibatkan sel mengalami stres yang disebabkan


oleh suhu rendah dan ketidakseimbangan osmotik. Biomolekul yang terpapar pada
penurunan suhu dapat menyebabkan perubahan konformasi yang bersifat
irreversible (Sieme et al., 2016). Tekanan osmotik selama kriopreservasi sebagian
besar disebabkan oleh pembentukan kristal es ekstraseluler. Setelah pembentukan
kristal es ekstraseluler, konsentrasi zat terlarut dalam fraksi beku ekstraseluler
meningkat menyebabkan sel mengalami dehidrasi (Mazur, 2004). Dehidrasi
seluler selama pembekuan diakibatkan transportasi air keluar dari sel untuk
mempertahankan keseimbangan antara konsentrasi zat terlarut intra dan
ekstraseluler. Dehidrasi lebih banyak terjadi ketika menggunakan metode slow
freezing. (Mazur, 1963). Ketika sel menyusut atau membengkak di luar batas
toleransi osmotiknya dapat mengakibatkan kematian sel tersebut (Sieme et al.,
2016). Sedangkan pada rapid freezing sel tidak memiliki cukup waktu untuk
melepaskan air dan akibatnya kandungan air intraseluler relatif tinggi yang dapat
menyebabkan pembentukan kristal es intraseluler (Mazur, 1963).

5
Sel mempunyai laju pendinginan optimal yang spesifik, dimana kerusakan
akibat dehidrasi dan pembentukan kristal es intraseluler bersifat minimal serta
kelangsungan hidup sel setelah proses thawing adalah maksimal (Mazur, 1963).
Kapasitas sel untuk mengubah volumenya sebagai respons terhadap tekanan
osmotik yang diinduksi oleh pembekuan ditentukan oleh laju transportasi air ke
dalam dan luar sel yang ditentukan oleh permeabilitas hidrolik membran dan
energi aktivasi untuk transport air (Mazur, 1963).

Permeabilitas membran terhadap air ditentukan oleh komposisi membran


fosfolipid, keberadaan air, ion protein, dan elemen sitoskeletal, dan juga
dipengaruhi oleh kriprotektan (Oldenhof di al., 2010). Krioprotektan
meningkatkan permeabilitas membran terhadap air, dan dengan demikian
memfasilitasi dehidrasi seluler selama pembekuan bahkan pada suhu di bawah nol
derajat (Devireddy et al., 2002). Selain itu, krioprotektan biasanya menggeser laju
pendinginan optimal ke suhu yang lebih rendah dan memperluas kisaran laju
pendinginan yang menghasilkan kelangsungan hidup sel yang optimal (Sieme et
al., 2016).

Ada dua faktor utama selama proses kriopreservasi sel spermatozoa yang
dapat menurunkan viabilitas sel, yaitu kejutan dingin (cold-shock) dan perubahan
intraseluler akibat pengeluaran air yang bertalian dengan pembentukan kristal es.
Selain itu ada beberapa faktor tambahan, yaitu peroksidasi lipid dan faktor
antibeku pada plasma semen seperti egg-yolk coagulating enzyme, trigliserol
lipase, dan faktor antimotilitas.

Cold Shock / Kejutan Dingin

Kejutan dingin terjadi karena adanya penurunan suhu secara mendadak


pada suhu tubuh sampai di bawah 0⁰C yang akan menurunkan viabilitas sel.
Fenomena kejutan dingin pada sel belum diketahui secara jelas, akan tetapi
kemungkinan berkaitan dengan tahap transisi dari membran lipid yang
menyebabkan terjadinya tahap pemisahan dan penurunan sifat-sifat permeabilitas
secara selektif dari membran biologi sel hidup (Watson 1995). Tingkat sensitivitas

6
sel terhadap kejutan dingin dipengaruhi oleh tingkat pendinginan dan interval
suhu (Watson 2000). Dua tipe kerusakan pada sel akibat kejutan dingin dapat
terjadi secara langsung dan tidak langsung yang bersifat laten (Amann 1999).
Kerusakan langsung akan mempengaruhi struktur dan fungsi seluler, misalnya
penurunan proses metabolisme spermatozoa, sedangkan kerusakan tidak langsung
sulit untuk diamati dan baru terlihat setelah proses pencairan kembali.

Pengaruh utama dari kejutan dingin terhadap sel spermatozoa ialah


penurunan motilitas dan daya hidup, perubahan permeabilitas dan perubahan
komponen lipid pada membran. Jumlah spermatozoa motil mengalami penurunan
disertai pelepasan enzim, perpindahan ion melewati membran, dan penurunan
kandungan lipid seperti fosfolipid dan kolesterol yang sangat berperan dalam
mempertahankan integritas struktur membran plasma (Weitze & Petzoldt 1992,
White 1993) serta penurunan kemampuan sel spermatozoa untuk mengontrol
aliran Ca2+ (Bailey & Buhr 1994).

Pembentukan Kristal Es

Pembentukan kristal es selama proses kriopreservasi sel spermatozoa


menyebabkan terjadinya penumpukan elektrolit di dalam sel. Hal tersebut
mengakibatkan terjadi kerusakan sel secara mekanik. Elektrolit yang menumpuk
akan merusak dinding sel sehingga pada waktu pencairan kembali permeabilitas
membran plasma akan menurun dan sel akan mati. Pembentukan kristal es
kemungkinan berkaitan dengan perubahan tekanan osmotik dalam fraksi yang
tidak mengalami pembekuan (Watson 2000). Perubahan fisik di dalam sel selama
kriopreservasi berkaitan dengan derajat penurunan suhu. Prinsip utama dari
derajat penurunan suhu ialah kecepatan optimum yang dapat memberi kesempatan
air keluar dari sel secara kontinu bertahap sebagai respons sel terhadap kenaikan
konsentrasi larutan ekstraseluler yang semakin tinggi di antara kristal es yang
terbentuk. Jika derajat penurunan suhu berlangsung lambat, air akan banyak
keluar dari sel untuk mencapai keseimbangan potensial kimiawi air intraseluler
dan ekstraseluler serta terjadi dehidrasi untuk menghindari pembekuan
intraseluler. Apabila media pengencer didinginkan di bawah tingkat pendinginan

7
maka kristal es menggumpal dan air akan mengalami pengkristalan keluar sebagai
es (Watson 2000). Jika derajat penurunan suhu berlangsung cepat, keseimbangan
potensial air akan terganggu dan air intraseluler akan membeku. Pada derajat
penurunan suhu yang sangat cepat akan terbentuk kristal es yang halus di dalam
sel yang mempunyai energi permukaan yang besar dan tidak stabil serta
cenderung membentuk kristal es yang besar. Kondisi ini akan mengakibatkan
kerusakan dan kematian sel (Park & Graham 1992).

Pengaruh yang ditimbulkan pada sel spermatozoa akibat pembentukan


kristal es ialah penurunan motilitas dan viabilitas spermatozoa, peningkatan
pengeluaran enzim intraseluler ke luar sel, dan kerusakan pada berbagai organel
seperti lisosom dan mitokondria (Dhami & Sahni 1993). Lisosom yang pecah
akan mengeluarkan asam hidrokortase sehingga akan mencerna bagian sel yang
lain, sedangkan mitokondria yang rusak akan menyebabkan putusnya rantai
oksidasi. Akibatnya, pergerakan spermatozoa terhenti karena tidak ada lagi
pasokan energi dari organel mitokondria yang berfungsi merangsang fungsi
mikrotubula. Hal tersebut akan mengakibatkan spermatozoa dapat bergerak secara
bebas atau bersifat motil progresif.

Peroksidasi Lipid

Spermatozoa dapat bergerak secara bebas karena adanya gerakan flagela.


Flagela ini memiliki struktur kompleks dan motor penggerak utamanya ialah
aksonema. Aksonema dibentuk oleh mikrotubula yang berasal dari sentriol pada
inti spermatozoa. Pergerakan atau motilitas spermatozoa yang progresif
disebabkan oleh pergesekan antarmikrotubula karena adanya oksigen yang berasal
dari dynein. Oksigen akan diubah dari energi kimia menjadi energi mekanik. Oleh
karena itu, ketersediaan oksigen dalam jumlah yang cukup sangat diperlukan oleh
spermatozoa. Kelebihan oksigen akan menimbulkan kerusakan akibat peroksidasi
lipid pada sel spermatozoa. Peroksidasi lipid terjadi karena adanya radikal bebas,
yaitu senyawa kimia yang memiliki pasangan elektron yang tidak berpasangan.
Radikal-radikal bebas tersebut antara lain superoksida (O2 n), hidroksil (OHn)
dan peroksil (ROOn). Radikal bebas bersifat sangat reaktif, dan bila bereaksi

8
dengan asam lemak tak jenuh akan membentuk lipid peroksidasi (Siregar 1992).
Efek toksik yang ditimbulkan dari peroksidasi lipid terhadap sel mamalia
mencakup penghambatan metabolisme oksidatif, penghambatan glikolisis, lisis
pada eritrosit, oksidasi sulfhidril dan penghambatan kerja enzim -SH, modifikasi
protein dan asam amino, kerusakan membran dan inaktivasi enzim pengikat
membran, serta denaturasi DNA (White 1993).

Timbulnya peroksidasi lipid selama proses pembekuan semen


mempengaruhi kerusakan pada sel spermatozoa. Kerentanan spermatozoa
terhadap peroksidasi lipid disebabkan oleh fosfolipid membran plasma sel
spermatozoa mamalia mengandung asam lemak tak jenuh yang sangat rentan
terhadap serangan radikal bebas dan merangsang terjadinya reaksi autokatalitik
yang akan merusak ikatan gandanya (Maxwell & Watson 1996). Peroksidasi lipid
berperan utama dalam proses penuaan dan memperpendek daya hidup
spermatozoa dan mempengaruhi preservasi semen untuk inseminasi buatan. Hal
tersebut akan menginduksi perubahan struktur terutama pada daerah akrosom,
kehilangan motilitas secara cepat dan tidak dapat pulih kembali. Di samping itu
terjadi perubahan metabolisme dan pelepasan komponen intraseluler dalam
jumlah besar.

Faktor Antibeku pada Plasma Semen

Faktor antibeku yang terdapat dalam plasma semen mamalia ialah egg-
yolk coagulating enzyme, trigliserol lipase, dan faktor antimotilitas. Egg-yolk
coagulating enzyme (EYCE) merupakan salah satu enzim antibeku yang terdapat
pada plasma semen kambing. EYCE diduga ialah enzim fosfolipase A yang
disekresikan oleh kelenjar bulbouretralis (kelenjar cowper). Bila bereaksi dengan
kuning telur yang terdapat dalam media pengencer akan mengakibatkan kematian
spermatozoa. Enzim fosfolipase-A menguraikan lesitin dari kuning telur menjadi
lisolesitin dan asam lemak tak jenuh yang bersifat toksik (Evans & Maxwell
1987). Menurut Voet dan Voet (1990) pembentukan lisolesitin terjadi karena
fosfolipase-A memutus gugus R2 dari lesitin yang digantikan oleh asam oleat
suatu asam lemak tak jenuh. Toksisitas dari EYCE bergantung pada pH, suhu,

9
konsentrasi plasma semen, musim produksi semen, dan kandungan kuning telur.
Terdapat hubungan linear antara aktivitas penggumpalan dengan konsentrasi
EYCE dalam jumlah terbatas pada plasma semen ataupun pada kelenjar
bulbouretralis (Leboeuf et al. 2000). Trigliserol lipase terdapat dalam plasma
semen kambing, disekresikan oleh kelenjar bulbouretralis dan bila berinteraksi
dengan pengencer susu skim akan sangat responsif untuk menekan daya hidup
spermatozoa kambing. Komponen kelenjar bulbouretralis telah dimurnikan dan
diidentifikasi sebagai trigliserol lipase, yaitu monomer 55-60 kDa N-
glikosilprotein (BUSgp60) yang memperlihatkan daya ikat terhadap heparin
(Leboeuf et al. 1998). Trigliserol lipase ini akan merangsang penurunan motilitas
spermatozoa, merusak akrosom, dan mematikan sel spermatozoa kambing bila
dicampur dengan pengencer susu skim. Seperti diketahui bahwa susu skim
merupakan media isotonik yang mengandung beberapa komponen yang dapat
mempertahankan kelangsungan hidup spermatozoa akibat pengaruh kejutan
dingin. Pengaruh trigliserol lipase dalam pengencer susu skim diantarkan melalui
proses hidrolisis trigliserida susu sehingga mengakibatkan terjadinya pelepasan
asam lemak tak jenuh, yakni asam oleat dari sisa susu skim yang akan merusak
spermatozoa kambing (Leboeuf et al. 2000).

Faktor antimotilitas ditemukan pada plasma semen, khususnya pada


semen kerbau. Bila semen kerbau dibekukan maka faktor ini akan dilepaskan
sehingga akan menurunkan motilitas spermatozoa kerbau setelah pencairan
kembali. Mekanisme kerja faktor ini masih belum diketahui secara pasti, akan
tetapi diduga merupakan nitrogen bukan protein (non protein nitrogen/NPN) yang
mempunyai potensi untuk berubah menjadi amoniak. Perubahan tersebut akan
mengganggu proses metabolisme, motilitas dan membunuh spermatozoa.

Krioprotektan

Krioprotektan ialah zat kimia nonelektrolit yang berperan dalam


mengurangi pengaruh mematikan selama pembekuan baik berupa pengaruh
larutan maupun adanya pembentukan kristal es sehingga viabilitas sel dapat
dipertahankan (Supriatna & Pasaribu 1992).

10
Fungsi dari krioprotektan adalah mencegah terbentuknya kristal es dan
menstabilkan membran plasma selama proses pembekuan. Pemberian agen
protektif tersebut diharapkan dapat melindungi membran plasma dan isi sel secara
keseluruhan dari kerusakan fisik dan fungsional pada saat dan selama proses
pembekuan (Kusumaningrum et al., 2002). Penambahan krioprotektan bertujuan
untuk memelihara keutuhan membran dan meningkatkan potensial osmotik media
sehingga cairan di dalam sel mengalir keluar dan terjadi dehidrasi. Kemampuan
proteksi krioprotektan terhadap membran sel merupakan indikasi dari interaksi
yang berjalan baik antara krioprotektan dan membran sel. Interaksi ini dapat
mengurangi kerusakan membran sel pada saat terjadi perubahan keadaan dari
relatif cair ke struktur relatif padat dan juga pada saat kembali ke struktur yang
relatif cair selama proses pencairan (Kostaman & Setioko, 2011).

Dasar pemilihan jenis krioprotektan untuk pembekuan semen menurut


Alvarenga et al. (2005) selain mengandung bahan yang bekerja melindungi sel
pada saat pembekuan juga harus mempunyai bobot molekul yang kecil agar lebih
mudah dan cepat penetrasi ke dalam sel, sehingga mengurangi toksisitas akibat
osmolaritas yang tinggi; dan mudah larut dalam air. Pengaruh krioprotektan dalam
melindungi spermatozoa pada saat kriopreservasi selain dari cara kerjanya, juga
dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasinya. Menurut Alvarenga et al (2005)
krioprotektan ideal untuk pembekuan spermatozoa harus memiliki bobot molekul
yang kecil, mudah larut dalam air dan memiliki toksisitas yang rendah.

Penggolongan krioprotektan

Berdasarkan sifatsifat fisikokimia dan daya permeabilitas membran maka


krioprotektan dibagi atas dua kelompok, yaitu (i) krioprotektan intraseluler, dapat
keluar masuk membran karena memiliki bobot molekul kecil sehingga bersifat
permeabel (contoh: gliserol, etilen glikol, propanadiol), dan (ii) krioprotektan
ekstraseluler, tidak dapat keluar masuk membran karena memiliki bobot molekul

11
besar sehingga bersifat nonpermeatif (contoh: protein, sukrosa, manosa, rafinosa,
kuning telur, susu) (Supriatna & Pasaribu 1992).

Metode kriopreservasi membutuhkan perlindungan struktur intraseluler


dan biomolekul, dan karenanya membutuhkan agen pelindung yang mampu
melewati membran sel. Krioprotektan yang permeable umumnya adalah molekul
non-ionik kecil. Krioprotektan bersifat permeable (krioprotektan intraseluler)
yang sering digunakan adalah dimetil sulfoksida (DMSO) dan gliserol. Sebagai
alternatif, dalam kasus dimana krioprotektan yang disebutkan di atas beracun bagi
sel, etilen glikol, metil formamida, atau dimetil-formamida dapat digunakan
(Squires et al., 2004). Krioprotektan jenis ini dapat menghambat proses formasi
intraselular es. Akan tetapi, krioprotektan pada jumlah tertentu dapat merusak sel
karena sifat toxic ataupun akibat perubahan volume selama proses permeasi. Oleh
karena itu, krioprotektan ini harus dibatasi penggunaannya. Krioprotektan bersifat
permeable (krioprotektan intraseluler) tidak aktif secara osmotic karena
terdistribusi secara merata di ruang intraseluler dan ekstraseluler. Namun,
penambahan krioprotektan ini menimbulkan tekanan osmotik pada sel karena air
bergerak lebih cepat melintasi membran sel dibandingkan dengan krioprotektan
itu sendiri. Hal ini menyebabkan awal dari ketidakseimbangan osmotik dan
penyusutan sel yang diikuti oleh masuknya air dan krioprotektan sampai distribusi
krioprotektan yang sama di dalam dan di luar sel tercapai (Sieme et al., 2016).

Larutan kriopreservasi juga dapat mencakup Krioprotektan non-permeabel


(krioprotektan ekstraseluler). Krioprotektan ini dapat dibagi menjadi molekul
yang aktif secara osmotik seperti disakarida (sukrosa, trehalosa), dan senyawa
yang tidak aktif secara osmotik seperti polisakarida (pati hidroksil etilen,
maltodekstrin), dan protein (albumin, polivinilpirolidon). Krioprotektan ini
umumnya kurang dapat melindungi sel dari kerusakan pembekuan. Akan tetapi,
kriprotektan jenis ini dapat membantu meningkatkan vitrifikasi larutan,
menyetabilkan protein dan membran, serta mencegah perkembangan kristal es.
Senyawa seperti sukrosa diyakini tidak melewati membran sel, dan tidak akan
menyebabkan dehidrasi sel karena meningkatkan osmolalitas medium

12
kriopreservasi (Sieme et al., 2016). Penambahan makromolekul besar
berkontribusi sedikit pada osmolaritas sedang, dan ini tidak menyebabkan
dehidrasi seluler (Oldenhof et al., 2013).

Sementara itu, berdasarkan bahan yang terkandung di dalamnya


krioprotektan dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu kelompok alkohol
(etilen glikol, gliserol, dan lain-lain) dan kelompok amida (dimetilformamid,
asetamid, metilformamid, dan lainlain) (Alvarenga et al., 2005).

Mekanisme Kerja Krioprotektan

Berikut ini mekanisme krioprotektan dalam melawan efek merusak dari


pembentukan kristal es agar spermatozoa dapat bertahan di daerah beku yaitu:

Gambar 1. Mekanisme kerja krioprotektan


(Scedullari, 2013)

Krioprotektan yang bersifat permeable (krioprotektan intraseluler) telah


dikaitkan dengan berbagai sifat krioprotektif yang berbeda. Pertama-tama, mereka
menurunkan suhu nukleasi es, dan ukuran kristal es. Preferential exclusion theory
menjelaskan efek stabilisasi suspense kecil pada biomolekul dengan interaksi

13
preferensial biomolekul dengan air daripada dengan tambahan suspense (Arakawa
dan Timasheff, 1985). Ini berarti bahwa agen krioprotektif seperti gliserol dan
sukrosa dikeluarkan dari permukaan biomolekul sehingga menstabilkan
konformasi asli. Teori ini dikembangkan untuk menjelaskan efek stabilisasi zat
terlarut yang kompatibel pada protein pada suhu suprazero (Arakawa dan
Timasheff, 1985) tetapi diasumsikan bahwa mekanisme ini juga menjelaskan efek
stabilisasi selama pembekuan (Sieme et al., 2016).

Dalam suhu yang berbeda, krioprotektan mungkin memiliki fungsi / mode


kerja yang berbeda. Pada suhu di bawah nol, mereka memodulasi laju dehidrasi
seluler pada pembentukan es dan memfasilitasi dehidrasi (Oldenhof et al., 2013).
Setelah suhu diturunkan lebih lanjut, krioprotektan masuk ke dalam apa yang
disebut glassy state (vitrifikasi). Reaksi molekuler diperlambat dalam glasys state
yang sangat kental, yang akan menstabilkan sel selama penyimpanan jangka
panjang. Glasys state berfungsi sebagai matriks di mana struktur biomolekuler
dan seluler terjaga dan terawetkan (Saragusty et al., 2009). Temperatur transisi
glass state pada gula dan polisakarida relatif tinggi dibandingkan dengan gliserol
(Slade dan Levine, 1991). Penggunaannya dalam formulasi pembekuan
meningkatkan suhu transisi glass state, yang memungkinkan penyimpanan pada
suhu di bawah nol yang lebih tinggi (Oldenhof et al., 2013).

The water replacement hypothesis mengatakan bahwa krioprotektan dapat


menggantikan air dan berinteraksi dengan fosfolipid dan biomolekul lain melalui
ikatan hidrogen (Crowe et al., 1992), sedangkan The water entrapment hypothesis
menunjukkan bahwa krioprotektan memerangkap air di sekitar biomolekul,
dengan demikian mencegah perubahan konformasi yang disebabkan oleh
dehidrasi (Belton dan Gil, 1994). Kedua hipotesis ini telah diajukan untuk dry
preservation biomolekul dan sel. Baru-baru ini diketahui bahwa air di sekitar
membran fosfolipid hilang selama dehidrasi akibat pembekuan, dan hal ini tidak
dicegah oleh krioprotektan, menunjukkan bahwa baik penggantian maupun
penjeratan tidak berperan dalam melindungi membrane sel selama proses
pembekuan (Oldenhof et al., 2013).

14
Toksisitas Krioprotektan

Selama proses kriopreservasi menggunakan vitrifikasi atau pembekuan,


hampir setengah dari cairan sel diganti dengan molekul krioprotektan. Molekul
krioprotektan ini kadang menyebabkan keracunan saat berada dalam suhu hangat.
Misalnya sebagai krioprotektan dalam kondisi hangat, propilen glikol tidak
beracun sedangkan etilen glikol dimetabolisme menjadi unsur beracun. Baru-baru
ini ditemukan bahwa lipofilisitas krioprotektan dapat membantu dalam penetrasi
krioprotektan yang lebih dalam ke dalam sel menyebabkan destabilisasi sel. Di
sisi lain, ikatan hidrogen yang kuat juga berkorelasi dengan toksisitas dengan
mengganggu hidrasi di sekitar makromolekul. Sifat elektris dari larutan
krioprotektan juga mnyebabkan toksisitas membran. Di antara semua
krioprotektan, DMSO sangat toksik. larutan DMSO banyak berguna dalam proses
vitrifikasi, namun mekanisme pengurangan toksisitas biomedis masih belum
diketahui (Bhattacharya, 2015).

Macam-macam Krioprotektan Yang Sering Digunakan

Gliserol

Merupakan cairan tidak berwarna, tidak berbau, dan kental dari senyawa
polyol sederhana (gula alkohol) yang disebut gliserol atau gliserin. Gliserol
memiliki sifat kosmotropik yang baik, yaitu membentuk ikatan hydrogen dengan
molekul air. Kondisi ini membuat sulit membentuk kristal es dengan campuran
(70% gliserol dan 30% air), kecuali pada suhu sangat rendah seperti −37,8 ° C.
Dibandingkan dengan krioprotektan lain, gliserol kurang beracun pada konsentrasi
tinggi (Bhattacharya & Prajapati, 2016).

Gambar 2. Bentuk molekul gliserol


(Bhattacharya & Prajapati, 2016)

15
Krioprotektan yang paling banyak digunakan dalam pembekuan semen hewan
mamalia yaitu gliserol. Gliserol mampu mengikat air yang cukup kuat karena
adanya tiga gugus hidroksil yang dimilikinya. Gliserol dapat berdifusi ke dalam
sel lebih cepat, mampu mengubah kristal es yang berukuran besar dan tajam, dan
melenturkan membran sel sehingga tidak mudah rapuh (Supriatna & Pasaribu
1992).

Mekanisme pergerakan gliserol ke dalam sel spermatozoa belum diketahui


secara pasti, tetapi kemungkinan melalui cara difusi sehingga dapat menembus
dan memasuki sel spermatozoa yang digunakan spermatozoa untuk aktivitas
metabolisme oksidatif. Selain itu, gliserol dapat menggantikan sebagian air yang
bebas dan mendesak keluar elektrolitelektrolit sehingga menurunkan konsentrasi
elektrolit intraseluler dan mengurangi daya merusaknya terhadap spermatozoa
dengan jalan memodifikasi kristal es yang terbentuk (Toelihere 1985). Di dalam
membran plasma, krioprotektan ini akan mengikat gugus pusat fosfolipid
sehingga mengatasi ketidakstabilan membran serta berinteraksi dengan membran
untuk mengikat protein dan glikoprotein sehingga menyebabkan partikel-partikel
intramembran terkumpul (Park & Graham 1992).

Walaupun gliserol dapat memberikan perlindungan terhadap sel


spermatozoa, namun dapat juga merusak struktur spermatozoa selama proses
pembekuan semen, menyebabkan kejutan osmotik, dan menurunkan nilai
antibiotika dalam pengencer semen, serta menurunkan volume sel sperma
sebanyak setengah dari volume larutan isotonik sesudah pencairan kembali. Oleh
karena itu, kandungan gliserol di dalam pengencer semen bergantung pada metode
pendinginan/ pembekuan, komposisi pengencer, dan cara penambahan. Dosis
gliserol dalam pengencer semen bervariasi di antara jenis ternak. Dosis optimum
gliserol dalam pengencer semen sapi sebesar 7% (Viswanath & Shannon 2000),
semen kerbau 6% (Kumar et al. 1992) dan semen kambing 6-8% (Sinha et al.
1992).

16
DMSO (Dimetil Sulfoksida)

DMSO pada dasarnya adalah turunan organosulfur. Rumus molekulernya


adalah (CH3)2SO. Solusi tidak berwarna ini bisa melarutkan senyawa polar dan
non-polar. DMSO memiliki sifat khas yaitu membeku pada shu18,5°C. Artinya, di
bawah suhu ruangan DMSO berubah menjadi padatan, dan sfat ini membuatnya
paling cocok sebagai krioprotektan (Bhattacharya & Prajapati, 2016)

Gambar 3. Bentuk molekul Dimetil sulfoksida


(Bhattacharya & Prajapati, 2016)

DMSO atau dimetil sulfoksida adalah senyawa organosulfur dengan rumus


kimia (CH3)2SO. Cairan ini merupakan pelarut polar aprotik yang dapat
melarutkan baik senyawa polar maupun nonpolar, dan larut dalam berbagai
pelarut organik maupun air (Badan POM RI, 2010). Dimetil sulfoksida
merupakan cairan yang memiliki ciri-ciri tidak berwarna, tidak berbau, agak
higroskopik; pelarut bagi bahan uji anorganik dan organik Dimetil sulfoksida
dikenal sebagai krioprotektan konvensional yang ditambahkan ke media sel untuk
mencegah kematian sel sepanjang proses pembekuan. Titik beku dimetil
sulfoksida tinggi pada suhu kamar merupakan suatu padatan yang berperan dalam
beberapa proses kimia seperti kristalisasi pada waktu cooling. Dosis dimetil
sulfoksida dalam pengencer Semen bervariasi antara jenis ternak (Kostaman &
Setioko, 2011).

. Karena kemampuannya untuk menembus membran biologis, digunakan


sebagai media untuk aplikasi dari obat-obatan. Dimetil sulfoksida juga digunakan
untuk melindungi jaringan selama kriopreservasi. (National Center for
Biotechnology Information, 2017). Dalam Cryobiology Dimetil sulfoksida telah
digunakan sebagai krioprotektan dan masih sederhana dari campuran vitrifikasi
krioprotektan digunakan untuk mengawetkan organ, jaringan, dan suspensi sel
(Human Metabolome Database, 2017).

17
Etilen Glikol

Etilen glikol merupakan cairan jenuh, tidak berwarna, tidak berbau, berasa
manis dan larut sempurna dalam air. Etilen glikol sebagian besar digunakan
sebagai bahan baku industri poliester yang merupakan bahan baku industri tekstil
dan plastik (Kusumadewi, 2011) peningkatan konsentrasi etilen glikol pada suhu
yang ekstrim dapat menghindarkan terjadinya kristal es intraseluler, sehingga
mengurangi kerusakan yang terjadi akibat proses vitrifikasi (Mohammad dkk
2005).

Gambar 4. Bentuk molekul etilen glikol


(Bhattacharya & Prajapati, 2016)

Etilen glikol efektif digunakan sebagai krioprotektan untuk kriopreservasi


sel sperma dan diaplikasikan pula pada kriopreservasi oosit. Berat molekul etilen
glikol yang rendah (62,07) memberikan efek yang menguntungkan berupa
permeabilitas yang lebih tinggi . Kelebihan etilen glikol sebagai krioprotektan
adalah karena toksisitasnya yang rendah. krioprotektan berkonsentrasi tinggi dapat
mempertahankan daya sel sperma setelah proses vitrifikasi dan pencairan kembali
(Gordon, 1994).

DMF (Dimethilformamida)

Dimethilformamida (DMF) merupakan derivat acyl dan mempunyai


rumus struktur (CH3)2NCHO. Acyl terdiri atas sepasang grup fungsional dimana
sebuah karbonil bergabung dengan oksigen, halogen, sulfur atau atom
elektronegatif lainnya. Derivat acyl yang penting adalah asam klorida, ester dan
amida yang mendekati struktur asam karboksilat. N,N dimethilformamida adalah

18
amida yang dihasilkan Nalkil tersubtitusi atau N, N-dialkil tersubtitusi, dan amida
relatif stabil terhadap air (Fessenden & Fessenden 2006).

Gambar 5. Bentuk Molekul Dimetilformamida


(Bhattacharya & Prajapati, 2016)

Dijelaskan lebih lanjut oleh Fessenden & Fessenden (2006), DMF


merupakan pelarut aprotik polar, polar berarti mengutub dimana satu atom
mempunyai keelektronegatifan yang substansial lebih besar dari atom lainnya.
Semakin elektronegatif suatu atom, semakin besar tarikannya terhadap elektron
sehingga tidak cukup bagi atom untuk memecahkannya menjadi ion. Atom ini
mempunyai bagian elektron yang besar dan menghasilkan suatu ikatan dengan
distribusi elektron yang tidak merata. DMF digolongkan sebagai senyawa amida
dan memiliki sifat basa lemah (Bixara 2009). DMF merupakan pelarut aprotik
polar yang digunakan dalam pembekuan kering. Pelarut aprotik polar adalah
pelarut yang tidak memiliki proton untuk ikatan hidrogen pada inti dan akan
melarutkan lebih banyak kation daripada anion. Dengan demikian anion tersebut
kurang terikat oleh molekul pelarut dan lebih banyak tersedia untuk reaksi,
sehingga semakin polar suatu pelarut maka energi aktivasi untuk ionisasi akan
semakin rendah dan derajat reaksinya akan semakin cepat (Alvarenga et al. 2005).
DMF merupakan salah satu cryoprotectant agent (CPA) dengan konstanta
dielektrik yang tinggi (Best 2011). Konstanta dielektrik merupakan suatu ukuran
kemampuan zat untuk memisahkan daya tarik antara partikel bermuatan listrik
yang berlawanan (Best 2011). DMF mempunyai kemampuan yang baik untuk
melindungi sel terhadap pembekuan (Medeiros et al. 2002). DMF dapat
digunakan sebagai krioprotektan alternatif dalam pembekuan semen kambing
(Bezerra et al. 2011).

19
Sukrosa

Menurut Rizal et al. (2003) gula baik monosakarida maupun disakarida


dan polisakarida dapat berfungsi sebagai sumber energi bagi spermatozoa dan
dapat digunakan scbagai krioprotektan ekstraseluler yang berperan dalam
melindungi spermatozoa selama proses pembekuan. Selain itu dalam larutan
pengencer semen, gula berfungsi mempertahankan tekanan osmosis larutan
pengencer yang sangat penting dalam mempertahankan daya hidup spermatozoa
(Yildiz et al, 2000)

Sukrosa sebenarnya adalah karbohidrat alami, sukrosa dalam suhu rendah


(−45°C) menyediakan nutrisi yang dibutuhkan sel yang diawetkan, dan sukrosa
dengan kombinasi DMSO mempertahankan sifat sitoprotektif yang baik.

Gambar 6. Bentuk molekul sukrosa


(Bhattacharya & Prajapati, 2016)

Karbohidrat yang terkandung dalam bahan pengencer mempunyai


beberapa fungsi, yaitu sebagai sumber energi, mengatur tekanan osmotik dan
sebagai krioprotektan ekstraseluler (Yildiz et al., 2000). Sukrosa merupakan salah
satu gula disakarida yang dapat ditambahkan ke dalam pengencer semen.

Sukrosa diharapkan berfungsi sebagai krioprotektan ekstraseluler untuk


melindungi membran sel spermatozoa dari pengaruh kejutan dingin akibat
penyimpanan spermatozoa pada suhu rendah dan sebagai sumber substrat
tambahan bagi sel selama penyimpanan (Bhattacharya, 2015).

20
Trehalosa

Disakarida (C12H22O11) terdiri dari dua monosakarida yang bergabung


dengan mengeluarkan satu molekul air. Sebagai gula disakarida, trehalosa banyak
ditemukan dalam jamur dan rumput laut. Trehalosa telah diteliti sebagai
krioprotektan esktraseluler pada pembekuan spermatozoa sapi (Woelders et al.,
1997), spermatozoa anjing (Yildiz et al., 2000) dan kambing (Aboagla dan
Terada, 2003).

Senyawa ini terdiri dari dua molekul glukosa. Trehalose juga disebut
sebagai mycose atau tremalose. Karena sifat penahan airnya yang tinggi, ia dapat
digunakan sebagai krioprotektan. Trehalosa kurang larut dibandingkan sukrosa,
kecuali pada suhu tinggi (> 80 ° C). Trehalosa membentuk kristal romboid dari
90% kalori sukrosa. Bentuk trehalosa anhidrat segera mendapatkan kembali
kelembapan untuk membentuk dehidrasi. Trehalose meningkatkan kelangsungan
hidup sel setelah pencairan dibandingkan dengan prosedur pembekuan standar.
Terkadang trehalosa dapat digunakan bersama dengan asam hialuronat untuk
mengobati mata kering (Bhattacharya, 2015).

Gambar 7. Bentuk molekul trehalosa


(Bhattacharya & Prajapati, 2016)

21
KESIMPULAN

Kriopreservasi spermatozoa merupakan salah satu cara melestarikan


plasma nutfah. Namun dalam proses pembekuan yang sering dihadapi adalah cold
shock dan kerusakan sel akibat terbentuknya kristal es, oleh karena itu digunakan
krioprotektan. Fungsi krioprotektan adalah mencegah terbentuknya kristal es dan
menstabilkan membran plasma selama proses pembekuan. Krioprotektan yang
paling umum digunakan dalam pembekuan sperma terutama pada mamalia adalah
gliserol. Sementara itu, pada unggas lebih diarahkan pada krioprotektan lain
seperti Dimethyl formalmide (DMF), Dimethyl sulhoxide (DMSO), 1,2-
propandiol, Dimethyl acematide (DMA) dan Trehalosa.

SARAN

Kegiatan penilitian, pengembangan, serta penyidikan mengenai metode


kriopreservasi sel spermatozoa serta mengenai krioprotektan perlu terus dilakukan
untuk mendukung kegiatan inseminasi buatan dan upaya pelestarian plasma
nutfah.

22
DAFTAR PUSTAKA

Alvarenga, M.A., F.O. Papa, F.C. Landim-Alvarenga adan A.S.L. Medieros.


2005. Amides as cryoprotectants for freezing stallion semen: A.
Review Anim. Reprod. Sci. 89: 105 – 113.
Arakawa, T., Timasheff, S.N., 1985. The stabilization of proteins by osmolytes.
Biophys. J. 47, 411–414.
Barbas, J. P., & Mascarenhas, R. D. 2008. Cryopreservation of domestic animal
sperm cells. Cell and Tissue Banking, 10(1), 49–
62. doi:10.1007/s10561-008-9081-4 
Belton, P.S., Gil, A.H., 1994. Raman IR spectroscopic studies of the interaction of
trehalose with hen egg lysozyme. Biopolymers 34, 957–961.
Best B. 2011. Viability, cryoprotectant toxicity and chilling injury in cryogenics.
http://www.benbest.com/pdf.
Bezerra FSB, Castelo TS, Alves HM, Oliveira IRS, Lima GL, Peixoto GCX,
Bezerra ACSD, Silva AR. 2011. Objective assessment of the
cryoprotective effects of dimethylformamide for freezing goat semen.
Cryobiology. 63:263-266.
Bixara MI. 2009. Memisahkan dan menyimpan gas asetilen menggunakan cecair
ionik. Proses “super hijau”. http://howgreenareyou.wordpress.com.
Bhattacharya, S. 2015. Cryoprotectants and Their Usage in Cryopreservation
Process. Department of Pharmaceutics, ROFEL, Shri. G. M. Bilakhia
College of Pharmacy, Gujarat, India
Crowe, J.H., Hoekstra, F.A., Crowe, L.M., 1992. Anhydrobiosis, Annual Review
of Physiology 54, 570–599.
Devireddy, R.V., Swanlund, D.J., Olin, T., Vincente, W., Troedsson, M.H.T.,
Bischof, J.C., Roberts, K.P., 2002. Cryopreservation of equine sperm:
optimal cooling rates in the presence and absence of cryoprotective
agents determined using differential scanning calorimetry. Biol.
Reprod. 66, 222–231
Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S., 1982, Kimia Organik, diterjemahkan oleh
Pudjaatmakan, A. H., Edisi Ketiga, Jilid 1, 237-239, Penerbit
Erlangga, Jakarta
Frau P. P., Soler A. J., Cuerda M. I., Maestro A. M. 2020. Sperm Cryodamage in
Ruminants: Understanding the Molecular Changes Induced by the

23
Cryopreservation Process to Optimize Sperm Quality. Int. J. Mol. Sci.
2020, 21, 2781; doi:10.3390/ijms21082781
Gao DY, Liu J, Lui C, McGann LE, Watson PF, Kleinhans FW, Mazur P, Critser
ES, Critser JK (1995) Prevention of osmotic injury to human
spermatozoa during addition and removal of glycerol. Hum Reprod
10:1109–1122
Gordon. I. 1994. Autocrine, paracrine and environmental factors influencing
embryonic development from zygote to blastocyst. Theriogenology.
41 : 95-100.
Hamidi, N. 2010. Studi Inhibisi Formasi Krristal Es Dengan Krioprotektan
Sukrosa dan Gliserol. Jurnal Rekayasa Mesin Vol.1, No. 1 Tahun
2010 : 21-26.
Kostaman, T. dan Setioko, A.R. 2011. Perkembangan Penelitian Teknik
Kriopreservasi Untuk Penyimpanan Semen Unggas. WARTAZOA Vol.
21 No. 3 Th. 2011.
Kusumadewi. I. 2005. Prarancangan pabrik etilen glikol dari etilen oksida dan
air dengan proses hidrasi non katalitik kapasitas 110.000 ton/tahun.
Hal 1- 21. Lemma. A. 2011
Kusumaningrum D.A., P. Situmorang, A.R. Setioko, T. Sugiarti, E.
Triwulaningsih dan R.G. Sianturi. 2002. Pengaruh Jenis dan Aras
Krioprotektan Terhadap Daya Hidup Spermatozoa Entog. JITV Vol. 7.
No.4. Th. 2002.
Mazur, P., 1963. Kinetics of water loss from cells at subzero temperatures and the
likelihood of intracellular freezing. J. Gen. Physiol. 47, 347–369.
Mazur, P., 2004. Principles of cryobiology. in Fuller, B.J., Lane, N.L., Benson,
E.E. (Eds.), Life in the frozen state. CRC Press LLC, Boca Raton, FL,
pp 3–65.
Mohammad. K., Ita. J., Arief. B and Iman. S. 2005. Vitrifikasi ovarium mencit
menggunakan etilen glikol dan DMSO sebagai krioprotektan dan
viabilitasnya pasca autotransplantasi di subkapsula ginjal.
Departemen reproduksi dan kebidanan, Institut Pertanian Bogor. Vol.
21 : 23-27.
Oldenhof, H., Friedel, K., Sieme, H., Glasmacher, B., Wolkers, W.F., 2010.
Membrane permeability parameters for freezing of stallion sperm as

24
determined by Fourier transform infrared spectroscopy. Cryobiology
61, 115–122
Parks, J.E. and J.K. Graham. 1992. Effects of cryopreservation procedures on
sperm membranes. Theriogenology 38: 209 – 222.
Rizal M, Toelihere MR, Yusuf TL, Purwantara B, Situmorang B. 2003. Kualitas
semen beku domba garut dalam berbagai konsentrasi gliserol. JITV.
7:194-199.
Saragusty, J., Gacitua, H., Rozenboim, I., Arav, A., 2009. Do physical forces
contribute to cryodamage? Biotechnol. Bioeng. 104, 719–728.
Sieme, H., Oldenhof, H.,Wolkers. W.F. 2016. Mode of Action of Cryoprotectants
for Sperm Preservation. ANIREP 5359
Supriatna I, Pasaribu FH. 1992. In Vitro Fertilization, Transfer Embrio dan
Pembekuan Embrio. Bogor: PAU IPB.
Squires, E.L., Keith, S.L., Graham, J.K., 2004. Evaluation of alternative
cryoprotectants for preserving stallion spermatozoa. Theriogenology
62, 1056–1065.
Toelihere MR. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung: Angkasa.
Ugur M. R., Abdelrahman A. S., Evans H. C., Gilmore A. A., Hitit M., Arifiantini
R. I. , Purwantara B., Kaya A., Memili E. 2019. Advances in
Cryopreservation of Bull Sperm. Frontiers in Veterinary Science Vol.
6
Widyastuti, R., Ghozali, M., Syamsunarno, M.R.A.A. 2018. Aplikasi
Krioprotektan Ekstraseluler Tunggal Secara Efektif Mempertahankan
Kualitas Sperma Manusia Pascavitrifikasi. Majalah Kedokteran
Bandung, Volume 50 No. 4, Desember 2018.
Yildiz C, Kaya A, Aksoy M, Tekeli T. 2000. Influence of sugar supplementation
of the extender on motility, viability and acrosomal integrity of dog
spermatozoa during freezing. Theriogenology. 54:579-585.

25

Anda mungkin juga menyukai