Anda di halaman 1dari 19

PENANGANAN YANG BAIK PADA TELUR AYAM KONSUMSI

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Teknologi Hasil Ternak

Dosen Pengampu : Andry Pratama, S.Pt.,MP.

Kelas PSDKU Pangandaran 2018

Oleh: Kelompok 2

Indra Nur Fauzi (200110180316)


Maulana Iksan (200110180319)
Lita Nursoleh (200110180325)
Farhan Ihsanul Mustaqim H. (200110180327)
Aldo Nugroho Nasution (200110180337)
Alfan Hakim (200110180339)

FAKULTAS PETERNAKAN
PROGRAM STUDI DI LUAR KAMPUS UTAMA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
PANGANDARAN
2020
PENANGANAN YANG BAIK PADA TELUR AYAM KONSUMSI
MAKALAH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Teknologi Hasil Ternak

Dosen Pengampu : Andry Pratama, S.Pt.,MP.

Kelas PSDKU Pangandaran 2018

Oleh: Kelompok 2

Indra Nur Fauzi (200110180316)


Maulana Iksan (200110180319)
Lita Nursoleh (200110180325)
Farhan Ihsanul Mustaqim H. (200110180327)
Aldo Nugroho Nasution (200110180337)
Alfan Hakim (200110180339)

FAKULTAS PETERNAKAN
PROGRAM STUDI DI LUAR KAMPUS UTAMA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
PANGANDARAN
2020

i
KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penanganan yang Baik pada
Telur Ayam Konsumsi” untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknologi Hasil
Peternakan.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar penyusunan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah “Penanganan yang Baik pada Telur Ayam
Komsumsi” ini untuk dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Pangandaran, Oktober 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................ 2
1.3 Maksud dan Tujuan ............................................................................................................. 2
BAB II .................................................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................................ 3
2.1 Pengertian Telur Ayam yang Baik ...................................................................................... 3
2.2 Penanganan Telur Ayam ...................................................................................................... 3
BAB III................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 5
3.1 Pertahanan Telur Terhadap Mikroorganisme................................................................... 5
3.1.1 Pertahanan Telur Ayam secara Fisik .......................................................................... 5
3.1.2 Pertahanan Kimiawi pada Telur Ayam ...................................................................... 6
3.2 Pengawetan Telur ................................................................................................................. 6
3.2.1. Pengemasan Kering (Dry Packing) .............................................................................. 7
3.2.2. Perendaman (Immersion Liquid) ................................................................................. 8
3.2.3.Cold Storage/Chilling ........................................................................................................ 10
3.2.4.Penutupan Kerabang dengan Bahan Pengawet (Shell Sealing)..................................... 10
3.2.5.Pencelupan dalam Air Mendidih (Flash Heat Treatmen) ............................................... 10
3.2.6.Tepung Telur ...................................................................................................................... 11
3.3 Penanganan Pemasaran Telur Ayam.................................................................................... 11
3.3.1.Pendinginan telur segar ..................................................................................................... 11
3.3.2.Pembekuan (frozen egg)..................................................................................................... 11
BAB IV ................................................................................................................................................. 13
PENUTUP ............................................................................................................................................ 13
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................................. 13
4.2 Saran .................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Produk peternakan yang mempunyai nilai gizi sangat tinggi dan banyak di gemari
masyarakat umum karena harga belinya terjangkau salah satu nya adalah telur. Dari data
Badan Pusat Statistik Indonesia, produksi telur meningkat tiap tahun nya. Pada tahun
2009 produksi telur di Indonesia mencapai angka 909 519.31 dan pada tahun 2019
produksi telur mencapai 4 753 382.00. Selain mengandung protein, telur sendiri kaya
dengan sumber nutrisi yang lainnya, diantaranya kalori,vitamin dan mineral. Kandungan
nilai gizi yang tinggi didalam telur, sehingga ahli gizi menyarankan supaya dikonsumsi
oleh anak-anak yang sedang masa pertumbuhan dan ibu-ibu hamil maupun sedang
menyusui. Telur juga kaya akan asam amino esensial contohnya lisin, triptopan dan asam
amino esensial terbatas yaitu metionil. Pada sebutir telur, kadar protein yang diperlukan
tubuh adalah sebanyak 10,8% pada putih telur dan 16,3% pada kuning telur (Yasin, 1988;
Sarwono, 1995; Sudaryani, 2003).

Nilai gizi yang sangat tinggi pada telur menyebabkan mikroba dapat berkembang lebih
cepat, karena telur merupakan media pertumbuhan yang baik bagi mikroba. Untuk
mengatasi hal tersebut, perlu adanya penanganan yang baik sehingga telur yang kita
konsumsi tetap mempunyai kualitas yang tinggi. Penanganan kepada telur dari industri
peternakan sampai pemasaran ke masyarakat harus menggunakan Standar Nasional
Indonesia (SNI) untuk mendapatkan kualitas telur yang bagus di konsumsi. Penanganan
yang buruk terhadap telur menyebabkan mikroba mudah masuk kedalam telur dan
mengakibatkan telur yang kita konsumsi tidak sempurna seperti yang kita harapkan.
Penanganan telur dapat dilakukan mulai dari pertahanan terhadap mikroba, pengawetan
telur dan pemasaran telur ke masyarakat. Telur yang tidak mengalami penanganan
terlebih dahulu menyebabkan daya simpan telur tidak bisa telalu lama. Untuk itu
pemerintah bersama indutri telur telah menyiapkan alat-alat yang berteknologi tinggi
dalam membantu penanganan kepada telur, supaya masyarakat dapat mengkonsumsi
telur dengan kualitas yang tinggi.

Maka dari itu melalui makalah ini diharapkan mampu meningkatkan daya literasi
pembaca terkhususnya masyarakat Indonesia seputar penanganan telur yang baik , agar

1
timbul kesadaran untuk lebih mengkonsumsi telur yang bergizi tinggi dan melalui tata
penanganan yang baik dibanding telur yang belum mengalami penanganan.

1.2 Rumusan Masalah


1) Bagaimana cara penanganan telur terhadap mikroorganisme?
2) Apa saja cara pengawetan telur ayam?
3) Bagaimana cara penanganan dalam pemasaran telur?

1.3 Maksud dan Tujuan


1) Mengetahui cara penanganan telur terhadap mikroorganisme
2) Mengetahui cara pengawetan telur ayam
3) Mengetahui cara penanganan dalam pemasaran telur

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Telur Ayam yang Baik


Ayam adalah hewan ternak ternak unggas yang cukup digemari oleh masyarakat
Indonesia dalam meme nuhi kebutuhan nutrisinya karena harganya yang relatif
terjangkau pada masyarakat Indonesia. Salah satu hasil dari peternakan ayam yang cukup
ekonomis dan memiliki kandungan nutrisi yang tinggi adalah telur. Menurut Departemen
Kesehatan pada tahun 1972, bahwa 100 gram telur ayam segar mengandung kalori 162
kkal, protein 12,8 gram, lemak 11,5 gram, karbohidrat, kalsium, fosfor, vit. A, dan vit.
B, dengan nilai gizi tersebut, maka tidak heran jika telur ayam digemari oleh masyarakat.

Menurut (Ora, 2015) telur terbagi menjadi dua pengertian yaitu telur segar konsumsi dan
telur segar biologis. Telur segar konsumsi adalah telur yang telah disimpan dengan baik,
berumur 2-3 minggu, dan telah memenuhi syarat untuk dikonsumsi, sedangkan telur
segar biologis adalah telur yang baru saja keluar dari induk. Telur ayam yang baik
menurut (Balqis, 2020)adalah telur ayam yang berwarna kecoklatan dengan berat 50-60
gram per butirnya, permukaan cangkang halus, tidak ada pengapuran atau noda hitam,
tidak rusak atau retak, dan mengkilap. Untuk telur ayam yang masih dalam keadaan baru,
mempunyai ciri sebagai berikut, kuning telur tidak mudah hancur, kuning telur masih
berbentuk bulat, pada putih telur tidak terdapat bercak darah atau benda asing, letak
kuning telur berada ditengah lapisan putih telur yang tebal.

2.2 Penanganan Telur Ayam


Menurut (Puthut, 2018) penanganan dan penyimpanan telur untuk konsumsi adalah yang
pertama dengan cara memisahkan antara telur yang kotor dengan telur yang bersih karena
sering kali terdapat kotoran ayam yang masih menempel di cangkang telur dan agar tidak
merusak kualitas telur yang lain. Selanjutnya telur yang kotor di bersihkan dengan cara
mencucinya. Kemudian pisahkan antara telur yang baru dengan yang lama untuk
memudahkan dan untuk dapat menggunakan telur yang lama terlebih dahulu. Lalu
pisahkan telur yang ukurannya kecil dan besar dengan tujuan untuk memilih sesuai
dengan ukuran yang diinginkan. Selanjutnya pisahkan telur yang retak karena hampir
dipastikan telur yang retak sudah tercemar oleh mikroorganisme. Lalu gunakanlah telur

3
yang sudah lama disimpan terlebih dahulu karena semakin lama telur itu disimpan, maka
akan semakin buruk kualitas telur tersebut. Simpan telur di lemari pendingin di tray
dengan posisi tumpul diatas karena sirkulasi udara di luar kerabang akan berjalan lancar.
Masa simpan telur pada lemari pendingin maksimal 30 hari dan pada suhu ruang
maksimal 15 hari.

4
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pertahanan Telur Terhadap Mikroorganisme


Dalam Penanganan telur ayam, baik selama proses pembentukan telur di dalam indukan
sampai ke tangan konsumen yang akan mengkonsumsi telur ayam tersebut, Kita perlu
mengetahui bagaimana pertahanan telur ayam itu sendiri sehingga bisa aman untuk kita
konsumsi. Serta memiliki kualitas yang baik dan tidak terkontaminasi oleh
mikroorganisme berbahaya. Dalam kata lain mikroorganisme ini dapat mencemari telur
ayam yang dimaksud, karena berdasarkan data yang ada di Badan Standar Nasional
Indonesia (SNI 01-6366-2000) untuk bahan pangan yang diantaranya yaitu daging, susu,
telur dan juga produk olahannya bisa tercemar oleh mikroorganisme yang dapat
membahayakan kesehatan tubuh manusia yang mengkonsumsinya. Mikroorganisme
yang biasa mencemari bahan pangan termasuk telur ayam adalah Escherichia coli,
Chlostridium sp, Staphylococcus aureus, Enterococci, Coliform, Champylobacter,
Salmonella sp, dan Listeria sp. (Nurjanna, 2015)

Secara alamiah telur memiliki proteksi atau pertahanan terhadap mikroorganisme yang
dibagi menjadi 2 bagian yaitu pertahanan secara fisik dan juga pertahanan secara
kimiawi. Pembahasan lebih lengkapnya akan kita jabarkan dalam sub-bab di bawah ini:

3.1.1 Pertahanan Telur Ayam secara Fisik


Secara fisik telur mempunyai pertahanan yang secara alamiah berasal dari Kerabang
telur, kutikula, dan selaputnya. Pertahanan ini menjadi hal yang sangat penting untuk di
ketahui bagi para peternak, produsen dan juga konsumen. Karena secara fisik kerabang
telur memiliki struktur yang berpori atau istilah lainnya adalah poreus. Kerabang telur
ini permukaannya dilapisi oleh lapisan kutikula dan juga lemak. Sehingga keawetan telur
ayam dalam hal ini dapat bergantung dengan bagaimana kondisi lapisan pembungkus
telur ayam itu sendiri yaitu kerabang telur.

Kemudian penanganan yang baik mutlak dilakukukan untuk mencegah masuknya


mikroba yang dapat merusak kandungan baik dari telur ayam tersebut. Kemudian secara
umum prinsip pengawetan yang dilakukan sehingga pertahanan fisik ini agar kerusakan
secara kualitas fisik dan kimia dari telur tidak terjadi dan dapat diminimalkan adalah
dengan menutup bagian yang berpori-pori yang ada pada lapisan kerabang telur dengan

5
menggunakan bahan pengawet (shell sealing) sehingga mampu menghambat proses
terjadinya kontaminasi mikroorganisme yang mengganggu kualitas telur. Selain itu juga
dapat mencegah proses terjadinya penguapan maupun keluarnya gas dari bagian dalam
telur.

3.1.2 Pertahanan Kimiawi pada Telur Ayam


Selain secara fisik, telur juga memiliki pertahanan secara alami. Setelah diatas kita
mengetahui peran dari lapisan kerabang telur, dibagian dalam telur terdapat Albumen
yang memiliki peran penting dalam menghalau mikroba yang masuk dari pori-pori
kerabang telur. Secara mekanisme albumen mengambil suatu Ion Fe dari
mikroorganisme yang mengkontaminasi tersebut kemudian oleh Lisozim dilisiskan
bakteri yang mengkontaminasi baik yang hidup maupun yang mati.

Selain itu juga dibagian Albumen terdapat Canalbumin, yang mana Canalbumin ini
memiliki fungsi sebagai zat anti mikroba yang bekerja dengan cara mengikat unsur-unsur
logam yang terdapat dalam bakteri. Unsur-unsur logam yang dimaksud diantaranya
adalah Tembaga, besi, dan seng yang mana unsur-unsur tersebut dapat menjadi kofaktor
bagi enzim. Sehingga jika unsur-unsur tersebut diikat oleh Canalbumin maka kerja enzim
dalam metabolisme mikroba tadi tidak berjalan dengan baik sehingga mikroba tersebut
terganggu dan dapat meracuni bakteri. (Wijaya, 2013) Demikian secara kimiawi telur
mempunyai pertahanan sendiri maka dari itu perlu dijaga dan ditangani dengan baik telur
ayam ini agar tetap terjaga kualitasnya. Secara dasar penanganan telur ayam dapat
dilakukan dengan penyimpanan dan pengawetan, yang selanjutnya akan dibahas pada
bagian pembahasan selanjutnya.

3.2 Pengawetan Telur


Meskipun telur memiliki pertahanan terhadap mikroorganisme seperti yang telah
dijelaskan di atas, namun telur telur tetap akan rusak dan kualitasnya menurun jika
dibiarkan terlalu lama. Telur yang dibiarkan tanpa melewati proses pengawetan hanya
akan bertahan selama kurang dari 2 minggu. Hal ini karena aktivitas mikroorganisme
yang akan terus berjalan. Selain itu, telur juga termasuk ke dalam kategori bahan pangan
yang mudah rusak (perishable) (Koswara, 2009).

Pengawetan merupakan solusi atas masalah ketahanan telur ini. Telur yang telah
melewati proses pengawetan mutunya dapat dijaga dan dipertahankan. Terdapat prinsip

6
utama pada pengawetan telur, yaitu mencegah penguapan air dan karbondioksida serta
menghambat aktivitas mikroorganisme.

Terdapat dua jenis pengawetan pada telur, yaitu pengawetan pada telur segar dan telur
olahan. Perbedaannya adalah pada proses pengawetan telur olahan dapat mengubah
rasanya dari telur. Selain itu, berdasarkan bentuknya terdapat dua cara pengawetan telur.
Yang pertama adalah pengawetan telur dalam bentuk utuh dengan cangkang seperti
chilling dan shell sealing. Kedua adalah pengawet dalam bentuk tidak utuh atau tanpa
cangkang (Idris dan Thohari, 1993) seperti tepung telur (Janan dkk, 2003). Berikut
beberapa jenis-jenis pengawetan telur.

3.2.1. Pengemasan Kering (Dry Packing)

Dry packing merupakan pengawetan yang dilakukan dengan cara melapisi telur dengan
bahan-bahan yang khusus. Bahan utama untuk pelapis adalah garam yang kemudia
dicampur dengan tanah liat, serbuk gergaji, kapur soda, dan lain sebagainya. Proses dry
packing dapat mengubah rasa telur menjadi asin karena bahan utamanya yang
menggunakan garam.

- Bubuk bata/Abu Gosok


Pengawetan pengemasan ini menggunakan medium pangasin yang berasal dari
bubuk bata atau abu gosok dengan garam dan diberi air agar dapat menjadi pasta.
Perbandingan antara bubuk bata atau abu gosok dengan garam adalah 70 : 30.
Setelah pasta terbentuk, lapisi telur yang telah dibersihkan dengan pasta secara
merata satu persatu. Kemudian telur disimpan di ruang penyimpanan selama
sepuluh hari. Telur harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum dimasak.
- Bubuk Sendawa
Pengemasan kering dengan bubuk sendawa dilakukan dengan membuat adonan
terlebih dahulu. Adonan tersebut terdiri satu sendok makan bubuk sendawa, satu kg
garam, dan 10 gelas air yang panas. Adonan kemudian dibuat homogen dan
didinginkan. Setelah itu masuk adonan kedalam stoples beserta telur yang telah
bersih kemudian tutup stoples. Waktu pengawetan adalah 10-15 hari.
- Lumpur/abu dapur
Hal pertama yang dilakukan pada metode ini adalah mencampurkan 5 kg lumpur
sawah dan 2 kg garam. Setelah itu telur yang telah dibersihkan dicelupkan ke dalam

7
adonan kemudian dilapisi abu dapur sampai merata. Tempatkan telur di ruang yang
bersih selama sepuluh hari. Setelah itu jika akan direbus telur harus dibersihkan.

3.2.2. Perendaman (Immersion Liquid)

Berbeda dengan dry packing, pengawetan telur dengan cara perendaman dilakukan
sesuai dengan namanya yaitu direndam. Larutan yang digunakan haruslah mampu
menutup pori-pori telur serta berfungsi juga sebagai antiseptik. Telur yang dihasilkan
dari proses ini lebih baik disimpan di tempat dengan temperatur yang rendah. Larutan
yang dapat dipakai untuk perendaman antara lain :

- Air Kapur
Perendaman dengan air kapur dilakukan dengan mencampur 20 liter ari dengan 2
kg kapur. Kemudian telur dimasukkan ke dalam larutan air kapur yang telah dingin.
Telur yang dapat diawetkan dengan jumlah larutan di atas adalah sebanyak 15 kg.
Dengan metode pengawetan ini, telur dapat bertahan selama satu setengah bulan.
- Larutan Garam
Metode pengawetan ini dilakukan dengan mencampurkan sebanyak 1,25 kg garam
ke dalam 3 liter air yang mendidih. Setelah larutan dingin, tuangkan kedalam wadah
berisi telur yang telah disusun. Jumlah larutan di atas dapat dipakai untuk 30 butir
telur itik. Dengan metode pengawetan ini, telur dapat bertahan sampai dua bulan.
- Ekstrak Akasia
Larutan untuk metode pengawetan dibuat dengan merebus 240 gram tepung kulit
akasia dengan 30 liter air. Perebusan dilakukan selama satu jam. Setelah itu larutan
didiamkan selama satu malah agar mengendap. Kemudian ampasnya dibuang dan
larutan yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengawetkan telur dengan cara
dituangkan pada wadah berisi telur. Jumlah yang dituangkan harus cukup sampai
telur terendam sepenuhnya. Dengan metode pengawetan ini, telur dapat bertahan
selama dua bulan. Bahkan untuk telur dengan larutan yang disimpan di suhu 5˚C
dapat bertahan sampai empat bulan lamanya.
- Ekstrak Daun Jambu Biji
Sebelum mengguanakan rebusan air daun jambu biji, telur harus terlebih dahulu
direndam di larutan air kapur selama satu malam. Setelah itu baru dapat direndam
air rebusan daun jambu biji.
- Ekstrak kulit manggis

8
Buah manggis (Garcinia mangostana) merupakan buah yang tumbuh secara alami
di Asia Tenggara. Pada masyarakat umumnya buah manggis dikonsumsi dagingnya
sedangkan kulit dan bijinya dibuang. Padahal buah yang dikenal sebagai ratu buah
(queen of fruits) ini tidak hanya memiliki rasa daging yang manis saja, tetapi pada
kulit yang tebal juga menyimpan berbagai potensi manfaat karena terkandung
senyawa xanthone, chrysanthemin, garcinone, gartanin, vitamin B1, B2, C dan zat
bioaktif lainnya yang berfungsi sebagai antibakteri, antijamur, antioksidan bahkan
antitumor.

Selain diproses untuk dijadikan obat maupun kosmetik, kandungan pada kulit buah
manggis juga dapat dijadikan pengawet alami untuk bahan pangan seperti telur.
Telur di daerah tropis dengan suhu 28-32o C umumnya mudah rusak jika tidak diberi
perlakuan apapun, memiliki umur simpan hanya sekitar 4 hari sejak ditelurkan.
Dengan memanfaatkan kulit manggis yang bahkan kerap menjadi limbah di
kalangan masyarakat, telur dapat disimpan lebih lama hingga satu bulan. Hal ini
karena pencelupan telur ayam ras ke dalam larutan kulit manggis dapat
mempertahankan warna putih telur, warna kuning telur, dan warna kerabang bahkan
sampai minggu ke-4 atau selama 28 hari (Tindjabate, Suada, & Rudyanto, 2014).
Adapun secara sederhana, langkah pengawetan telur menggunakan kulit manggis
yaitu dengan merendam telur hingga tertutupi oleh larutan kulit manggis (yang sudah
diblender dan dihomogenkan dengan air) selama satu menit, setelah itu tiriskan.
Secara otomatis masa simpan telur menjadi lebih panjang bahkan pada kondisi suhu
ruang.

- Asap cair

Metode lain yang dapat dilakukan agar membuat telur lebih lama untuk disimpan
adalah dengan menggunakan asap cair (liquid smoke). Asap cair didapat dari hasil
distilasi atau pengembunan uap hasil pembakaran baik secara langsung maupun
tidak langsung dari kayu, bongkol kelapa sawit, tempurung kelapa atau bahan-bahan
lain yang banyak mengandung senyawa seperti karbon. Asap cair dapat digunakan
sebagai pengawet pada produk pangan karena memiliki sifat antibakteri dan
antioksidan sehingga berperan dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme
yang menyebabkan pembusukan. Selain itu ratusan komponen senyawa kimia dari
distilat asap atau asap cair memiliki fungsi dalam menyelubungi dan melindungi

9
pori-pori kulit telur sehingga penguapan dari dalam telur dapat dikurangi dan telur
lebih terlindungi dari pertumbuhan mikroorganisme. Maka dari itu secara otomatis
asap cair dapat memperpanjang masa simpan suatu bahan pangan seperti telur.
Penggunaan asap cair cukup aman sebagai pengawet alami karena mengandung
senyawa berupa asam, fenolat, dan karbonil (Yunus, 2011). Untuk telur ayam ras,
penggunaan asap cair mampu mempertahankan masa simpannya hingga 25 hari
(Teme, Selan, & Amalo, 2019).

3.2.3.Cold Storage/Chilling
Metode ini terbilang paling sederhana karena hanya tinggal menyiapkan mesin pendingin
sebagai tempat penyimpanan telur yang telah terlapisi larutan penutup. Syaratnya adalah
mesin pendingin harus diatur agar suhunya -0,5˚C sampai -2,2˚C dan kelembapan 80-
95%. Kelembapan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan telur berjamur, sedangkan jika
terlalu rendah dapat menyebabkan penguapan kandungan air telur. Larutan pelapis yang
dapat digunakan diantanya alumunium soap dengan gasolin.

3.2.4.Penutupan Kerabang dengan Bahan Pengawet (Shell Sealing)

Shell sealing adalah metode pengawetan yang dilakukan dengan menutup permukaan
kerabang sehingga pori-pori tertutup dan tidak akan terjadi penguapan air dan
karbondioksida dalam telur. Bahan yang sering digunakan untuk metode ini adalah :

- Minyak kelapa
pengawetan ini dilakukan dengan cara mencelupkan telur ke dalam minyak kelapa
dingin yang sebelumnya telah dipanaskan hingga mendidih. Setelah itu telur
disimpan di temapa penyimpanan khusus. Dengan metode ini, telur dapat bertahan
sampai satu bulan.
- Parafin
Metode pengawetan ini menggunakan alkohol dan parafin cair. Pertama, gosok
seluru permukaan kerabang dengan kapas yang telah basah oleh alkohol (kadarnya
70-95%). Setelah itu susun telur pada keranjang dan celupkan pada parafin panas
bersuhu 50-60˚C selama 10 detik

3.2.5.Pencelupan dalam Air Mendidih (Flash Heat Treatmen)


Metode ini relatif sangat sederhana karena hanya dilakukan dengan mencelupkan telur
ke dalam air mendidik selama 5 detik. Hal ini dilakukan agar terbentuk lapisan tipis
albumen yang telah terkoagulasi.

10
3.2.6.Tepung Telur
Tepung telur adalah telur mentah yang telah melewati proses pengeringan hingga kadar
airnya kurang dari 10%. Jadi, tepung telur dijual bukan dalam keadaan yang utuh
melainkan sudah tanpa cangkang. Proses pengeringan ini dapat memperpanjang daya
simpan dari telur, menghemat ruang dan biaya transformasi karena sudah tidak ada
kerabang, dan penggunaannya lebih mudah (Romanoff dan Romanoff, 1963). Terdapat
3 pilihan tepung telur untuk konsumen, yaitu tepung kuning telur, putih telur, dan tepung
campuran putih dan kuning telur (“(Sumber : Hartono dan Isman 2010) 5,” 2012).

3.3 Penanganan Pemasaran Telur Ayam

3.3.1.Pendinginan telur segar


Telur yang sudah diproduksi dan akan dipasarkan tentu memerlukan penanganan khusus
agar sampai ke tangan konsumen dengan kualitas yang tetap terjaga. Salah satu tujuan
dari penanganan telur saat pemasaran adalah agar kondisi masa simpan telur yang
menjadi lebih panjang. Selain metode pengawetan telur yang telah dibahas sebeumnya,
metode lain yang juga lebih cepat dan efisien agar telur siap dipasarkan yaitu dengan
pendinginan dan pembekuan. Sekilas pendinginan dan pembekuan terdengar serupa,
namun kedua hal ini adalah berbeda dalam hal suhu yang digunakan pada alat pendingin
(refrigerator). Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan
bahan yaitu antara -2 sampai 10o C atau bahan pangan tidak sampai pada kondisi beku.
Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau
minggu tergantung pada macam bahan pangannya. Menurut Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) Republik Indonesia, telur yang disimpan pada suhu 4o C mempunyai
umur simpan antara 3 sampai 4 minggu sejak bahan tersebut baru ditelurkan.

3.3.2.Pembekuan (frozen egg)


Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu untuk telur
pada suhu antara -12 sampai -24o C. Pembekuan cepat (quick freezing) dilakukan pada
suhu -24 sampai -40o C. Pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan hingga berbulan-
bulan.

Selain perbedaan pada pengaturan suhu, pendinginan dan pembekuan masing-masing


juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya.
Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpanan yang terlalu rendah.

11
Yang perlu diingat meskipun telur menjadi lebih awet saat pendinginan atau pembekuan,
penggunaan suhu rendah sebagai pengawetan bahan pangan tidak dapat menghilangkan
potensi telur dari proses pembusukan. Telur yang membeku misalnya, apabila
dikeluarkan dari penyimpanan dan dibiarkan mencair maka akan mudah terkontaminasi
dan pertumbuhan bakteri atau mikroorganisme pembusuk akan berjalan secara normal
kembali (mudah membusuk).

12
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang kelompok kami tuangkan dalam makalah ini
penanganan yang baik bagi telur ayam konsumsi perlu dilakukan untuk mendapatkan
kualitas yang baik mulai dari telur tersebut ditelurkan sampai akan dikonsumsi oleh
manusia itu sendiri. Ada beberapa cara penanganan telur ayam konsumsi yang baik untuk
dilakukan diantaranya yaitu,

1) Mengetahui Ketahanan terhadap mikroorganisme dari telur ayam itu sendiri baik
secara Fisik maupun Kimiawi
2) Melakukan Penagawetan dan penyimpanan diantara adalah dengan menggunakan
metode (Dry Packing/penyimpanan telur; Perendaman/Dipping, dengan Ekstrak
Manggis & Asap Cair; Chilling; Shell Sealing Treatment; Flash Heat Treatment,
Sindas.)
3) Penangangan menuju pemasaran telur ayam konsumsi (Pendinginan telur segar, dan
Frozen egg)

Semua metode penanganan di atas dimaksudkan untuk mempertahankan kualitas telur


yang baik dan memberikan jangka waktu yang lebih lama dalam mengkonsumsi telur
ayam konsumsi.

4.2 Saran
Sebagai Mahasiswa Fakultas Peternakan PSDKU Universitas Padjadjaran di
Pangandaran yang sudah mengetahui mengenai bagaimana penanganan yang baik untuk
telur ayam konsumsi. Kita dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari,
untuk lebih memperhatikan penanganan yang baik bagi telur ayam konsumsi yang mana
kita sebagai mahasiswa dan masyarakat yang sering mengkonsumsi telur ayam, serta
membuat literature bagi para mahasiswa peternakan dan umum serta pengusaha telur
ayam konsumsi tersebut.

13
DAFTAR PUSTAKA

Balqis, F. (2020, Juni 15). Ciri-Ciri Telur Layak Konsumsi dan Cara Mengetehuinya.
Retrieved from Tirto.id: https://tirto.id/ciri-ciri-telur-layak-konsumsi-dan-cara-
mengetahuinya-fHNB

Ora, F. H. (2015). Buku Ajar Struktur dan Komponen Telur. Yogyakarta: Deepublish.

Puthut, S. W. (2018, Agustus 14). Tips Penanganan dan Penyimpanan Telur. Retrieved from
Dinas Peternakan Pemerintah Kbupaten Lebak: https://disnak.lebakkab.go.id/tips-
penanganan-dan-penyimpanan-telur/

Nurjanna, S. (2015). KONTAMINASI BAKTERI TELUR AYAM RAS YANG DIPELIHARA


DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN INTENSIF DAN FREE RANGE DENGAN
WAKTU PEMBERIAN NAUNGAN ALAMI BERBEDA. Makassar: Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin .
Wijaya, V. P. (2013). Daya Antibakteria Albumen Telur Ayam Kampung (Gallus domesticus)
dan Ayam Kate (Gallus bantam) terhadap Spesies Bakteri Coliform Fekal pada
Cangkang Telur. Jurnal Pendidikan Sains, Volume 1, Nomor 4, 365-374.
Suhartono, M. (2009). Petunjuk Praktis Memanfaatkan dan Mengawetkan Telur. Bandung:
Penerbit Nuansa Cendekia.
(Sumber : Hartono dan Isman 2010) 5. (2012), 5–16.
Wulandari, E., Rachmawan, O., Taofik, A. T., Suwarno, N., & Faisal, A. (2013). Pengaruh
ekstrak daun sirih (Pipper Betle. L) sebagai perendam telur ayam ras konsumsi terhadap
daya awet pada penyimpanan suhu ruang. Jurnal Istek, 7(2).
Mardiana, L., & PS, T. P. (2011). Ramuan dan Khasiat Kulit Manggis. Penebar Swadaya.
Moeljanto. (1982). Pendinginan dan Pembekuan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Moongkarndi, P., Kosema, N., Kaslungka, S., Luanratana, O., Pongpan, N., & Neungton, N.
(2004). Antiproliferation, Antioxidation and Induction of Apoptosis by Garcinia
mangostana (Mangosteen) on SKBR3 Human Breast Cancer Cell Line. Journal of
Ethnopharmacology, 161-166.
Teme, A. B., Selan, Y. N., & Amalo, F. A. (2019). Pengaruh Penggunaan Asap Cair Terhadap
Masa Simpan Telur Ayam Ras yang Diamati melaui Cemaran Mikroba, Indeks Kuning
Telur (IKT), Indeks Putih Telur (IPT) dan Haug Unit (HU). Jurnal Veteriner
Nusantara, 104-117.

14
Tindjabate, R. S., Suada, I. K., & Rudyanto, M. D. (2014). Pengawetan Telur Ayam Ras dengan
Pencelupan dalam Ekstrak Air Kulit Manggis pada Suhu Ruang. 310-316.
Yosi, F. (2014). Kualitas Fisik Telur Itik Pegagan yang Diawetkan dengan Berbagai
Konsentrasi Asap Cair dan Lama Penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional dalam
Rangka Dies Natalis ke-51 Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, (hal. 821-827).
Palembang.
Yunus, M. (2011). Teknologi Pembuatan Asap Cair dari Tempurung Kelapa Sebagai Pengawet
Makanan. Jurnal Sains dan Inovasi, 53-61.

15

Anda mungkin juga menyukai