Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM

MANAJEMEN TERNAK UNGGAS

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK IV

1. BAIQ RATU YULIA MANTIKA (B1D 015 040)


2. BAIQ YUHANNI (B1D 015 041)
3. BAIQ YULIA MAULINDA (B1D 015 042)
4. CHIKALIA APRILIANA (B1D 015 043)
5. CHLARA AULIA MARTINA PAKI(B1D 015 044)
6. DAHLIA (B1D 015 045)
7. DANI RAMDANI (B1D 015 046)
8. DANY ALFIAN H (B1D 015 047)

KELAS 5A1

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM

i
2017

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat, rahmat dan
karunia dan Izin-Nya sehingga Laporan Tetap Manajemen Ternak Unggas ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.

Laporan ini merupakan hasil pengamatan Praktikan terhadap peternakan yang


ada di Gunung Jae, Desa Sedau, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat,
dengan cara wawancara dengan responden yaitu teknisi dan pekerja lapangan.
Laporan ini membahas tentang bagaimana kondisi peternakan yang diterapkan
responden, tatalaksana pemeliharaan, produktifitas ternak, analisis usaha, dan
hambatan-hambatan yang dihadapi peternak.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-


besarnya kepada Dosen Pengampu mata kuliah Manajemen Ternak Unggas, beserta
teman-teman kuliah yang telah memberikan arahan, masukan, dan bimbingan dalam
menyusun laporan ini.

Laporan ini sangat jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan dari semua pihak demi perbaikan laporan ini.
Demikian, semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi semua pihak baik sebagai bahan
bacaan, referensi, dan sebagainya.

Mataram, 02 Desember 2017

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL............................................................................................... v
BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1


1.2 Tujuan dan Kegunaan Praktikum...................................................... 2
1.2.1 Tujuan Praktikum................................................................... 2
1.2.2 Kegunaan Praktikum.............................................................. 2

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ayam Petelur..................................................................................... 3

2.2 Manajemen Perkandangan................................................................ 3

2.3 Manajemen Pakan............................................................................. 5

2.4 Manajemen Pencegahan dan Penanganan Penyakit.......................... 10

2.5 Manajemen Penanganan Telur.......................................................... 12

BAB III : MATERI DAN METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum........................................................... 13

3.2 Materi Praktikum............................................................................... 13

3.3 Metode Praktikum............................................................................. 13

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN PRAKTIKUM

4.1 Hasil Praktikum................................................................................. 14

iv
4.2 Pembahasan....................................................................................... 17

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan........................................................................................ 22

5.2 Saran.................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rincian Biaya Tetap.............................................................................. 14

Tabel 2. Rincian Biaya Variabel......................................................................... 16

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ternak unggas merupakan ternak yang mempunyai potensi untuk
dikembangkan karena bersifat quick yielding atau cepat menghasilkan dan
mengandung nilai gizi tinggi. Performance unggas dipengaruhi oleh faktor
genetik dan lingkungan. Apabila keduanya sudah baik, maka ferformans yang
dihasilkan unggas akan baik pula. Ayam layer sebagai ayam ras petelur
mempunyai kemampuan menghasilkan telur konsumsi yang unggul di
bandingkan telur lain.
Ayam ras petelur merupakan hasil rekayasa genetis berdasarkan karakter-
karakter dari ayam-ayam yang sebelumnya ada.Perbaikan-perbaikan genetik
terus diupayakan agar mencapai performance yang optimal, sehingga dapat
memproduksi telur dalam jumlah yang banyak. Salah satu keuntungan dari telur
ayam ras petelur adalah produksi telurnya yang lebih tinggi dibandingkan
produksi telur ayam buras dan jenis unggas yang lain. Memilih ayam petelur
memerlukan keahlian tersendiri, baik keahlian yang didapat dari pengalaman
maupun dari belajar dengan banyak peraktek pada ahlinya.Pemilihan ayam
petelur diperlukan guna mendapatkan produktivitas peternakan yang tinggi
dengan menerapkan sistem seleksi untuk mengeluarkan ayam-ayam yang rendah
produksinya.
Pemilihan/ seleksi ayam petelur dapat dilakukan dengan cara fisual,
pengamatan fisik dan produktivitasnya. Pemilihan tersebut dapat dilaksanakan
dengan pengamatan- pengamatan pada bentuk fisik ayam ; misalnya : bentuk
tubuh, warna kaki, tingkah laku ayam, keadaan vent dan sebagainya. Bentuk
tubuh ayam yang lebar dan dalam, panjang, bagian perut belakang ( vent )
membulat dan berbentuk besar dan lunak merupakan cirri-ciri ayam yang
produktivitasnya tinggi. Selain itu ciri-ciri ayam yang produktivitasnya tinggi
misalnya tingkah laku yang selalu aktif, paruh pendek dan kuat, jengger yang

1
merah dan cerah, pertumbuhan yang normal selama pemeliharaan dan
sebagainya. Oleh karena itu adapun yang melatar belakangi praktikum ini yaitu
untuk mengetahui manajemen pemeliharaan ayam petelur.

1.2 Tujuan dan Manfaat Praktikum


1.2.1 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui manajemen
pemeliharaan ayam petelur di PT Sabri Layer Farms di Gunung Jae, Desa
Sedau, Kec. Narmada.

1.2.1 Manfaat Praktikum


Adapun manfaat praktikum kali ini adalah agar mahasiswa dapat
mengaplikasikan teori yang telah di berikan pada perkuliahan ke dalam
kehidupan sehari-hari.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ayam Petelur


Ayam layer atau ayam petelur adalah ayam yang diternakkan khusus untuk
menghasilkan telur konsumsi. Jenis ayam petelur dibagi menjadi tipe ayam
petelur ringan dan medium. Tipe ayam petelur ringan mempunyai badan yang
ramping dan kecil, bulu berwarna putih bersih, dan berjengger merah, berasal dari
galur murni white leghorn, dan mampu bertelur lebih dari 260 telur per tahun
produksihen house. Ayam petelur ringan sensitif terhadap cuaca panas dan
keributan, responnya yaitu produksi akan menurun. Tipe ayam petelur medium
memiliki bobot tubuh yang cukup berat, tidak terlalu gemuk, kerabang telur
berwarna coklat,dan bersifat dwiguna (Bappenas, 2010). Ayam yang dipelihara
sebagai penghasil telur konsumsi umumnya tidak memakai pejantan dalam
kandangnya karena telur konsumsi tidak perlu dibuahi (Kartasudjana dan
Suprijatna, 2006).
Strain adalah kelompok unggas dalam satu bangsa yang diseleksi menurut
kriteria yang spesifik, yaitu umur saat dewasa kelamin, daya hidup, produksi
telur, kualitas telur, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Macam – macam
strain ayam petelur yang dikembangkan dari bangsa Leghorn antara lain
Lohmann (LSL, White), Lohmann Brown, Hy-Line W-36 dan W-98, Hy-Line
Brown, ISA White dan ISA Brown. Strain ayam petelur  berwarna coklat
memiliki performa yang lebih unggul daripada strain ayam petelur berwarna
putih. Persentase cangkang pada ISA Brown lebih besar daripada ISA White,
selain itu bobot telur, egg mass, dan efisiensi pakannya juga lebih baik (Grobas et
al., 2001).

2.2 Manajemen Perkandangan


Sistem perkandangan ayam petelur dapat berupa litter dan cage.
Sistem litter menggunakan alas berupa sekam, serbuk gergaji, atau bahan

3
lainnya. Sistem cage dapat berupa single bird cage (diisi satu ekor ayam, disebut
juga kandang tipe baterai), multiple bird cage (diisi 2 ekor ayam atau lebih, tidak
lebih dari 8 – 10 ekor), dan colony cage (diisi 20 – 30 ekor ayam). Lebar
bangunan kandang untuk ayam petelur saat fase layer sebaiknya sekitar 8 m
apabila tipe kandang terbuka, jika lebar kandang 12 m maka perlu dilengkapi
dengan ridge ventilation. Jika ventilasi kurang baik, amoniak dari ekskreta akan
mejadi racun bagi ayam, menimbulkan gangguan pernafasan, penurunan
produksi, dan penyakit cacing untuk ayam yang dipelihara di kandang litter.
Pemberian cahaya sebaiknya 14 jam per hari, yaitu kombinasi antara cahaya
matahari dan cahaya lampu sebagai tambahan, tujuannya untuk meningkatkan
produksi telur, mempercepat dewasa kelamin, mengurangi sifat mengeram, dan
memperlambat molting (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Intensitas cahaya sekitar 20 lux. Sistem kandang dapat berupa litter
(kepadatan maksimum 8 ekor/m2), slat (kepadatan maksimum 10 ekor/m2) atau
kombinasi litter-slat (kepadatan maksimum 9 ekor/m2). Sarang untuk bertelur
berbentuk boks, satu sarang dengan ukuran 30 x 40 x 50 cm dapat digunakan
maksimum untuk delapan ekor ayam. Sarang tidak diperlukan untuk kandang
sistem cage (Hy-Line International, 2010).
Cage dapat dibuat bertingkat hingga tiga deck atau lebih. Deck disusun
membentuk frame A agar ekskreta ayam dari deck atas langsung jatuh ke lantai
atau tempat penampungan ekskreta dan tidak jatuh ke deck di bawahnya. Partisi
untuk cage dapat berupa solid (tertutup) atau wire. Partisi yang
berbentuk wireberfungsi untuk mengoptimalkan pertukaran udara di
dalam cage. Cage  untuk ayam petelur dapat terbuat dari berbagai bahan seperti
logam, plastik, kayu, atau bambu (Lelystad, 2004). Lantai cage dibuat agak
miring agar telur dapat menggelinding ke tepi tempat telur sehingga
memudahkan proses pengambilannya (Hy-Line International, 2010).

4
2.3 Manajemen Pakan
2.3.1 Gudang pakan
Penyimpanan pakan perlu diperhatikan agar pakan tidak lembab atau
rusak. Tempat penyimpanan pakan diusahakan bebas dari hama, baik
serangga maupun tikus. Gudang pakan harus didesinfeksi serta kondisi
ruangan harus kering (Rusman dan Siarah, 2005). Hal-hal yang perlu
diperhatikan pada penyimpanan pakan di gudang antara lain:  lokasi gudang
harus bebas dari genangan air, tidak boleh ada kebocoran atap, dan dilengkapi
ventilasi cukup untuk mencegah kelembaban terlalu tinggi; lantai dilengkapi
alas dari kayu atau bahan lainnya yang memiliki rongga agar tidak terjadi
kontak langsung antara lantai dan karung pakan. Pakan tidak boleh disimpan
lebih dari 1 minggu, dan pakan yang didatangkan lebih dulu ke gudang adalah
yang digunakan terlebih dahulu (CJ Feed Indonesia, 2008).

2.3.2 Ransum
Ransum diartikan sebagai satu atau campuran beberapa jenis bahan
pakan yang diberikan untuk seekor ternak selama sehari semalam (Manshur,
1998). Ransum adalah campuran berbagai macam bahan organik dan
anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat-zat
makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi.
Agar pertumbuhan dan produksi maksimal, jumlah dan kandungan zat-zat
makanan yang diperlukan ternak harus memadai (Suprijatna et al., 2005).
Bahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan digunakan
oleh hewan. Secara umum, bahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan
atauedible (Tillman et al., 1991). Bentuk fisik pakan ada beberapa macam,
yaitu mash and limited grains (campuran bentuk tepung dan butiran), all
mash (bentuk tepung), pellet (bentuk butiran dengan ukuran
sama), crumble (bentuk butiran halus dengan ukutan tidak sama). Di antara
keempat macam bentuk tersebut, bentuk pellet memiliki palatabilitas paling
tinggi dan lebih tahan lama disimpan. Bentuk all mash atau tepung digunakan

5
untuk tempat ransum otomatis, tetapi kurang disukai ayam, mudah tengik, dan
sering menyebabkan kanibalisme yang tinggi (Kartasudjana dan Suprijatna,
2006). Pakan untuk ayam petelur umur 0 – 6 minggu (fase starter) sebaiknya
menggunakan pakan jadi buatan pabrik yang memiliki komposisi pakan yang
tepat dan tekstur halus, sedangkan untuk fase grower dan layer dapat
digunakan pakan hasil formulasi sendiri (Ditjennak, 2001).

A. Jagung Giling
Berdasarkan kandungan zat-zat pakan, bahan pakan digolongkan
menjadi empat yaitu sumber energi, sumber protein, sumber mineral, dan
vitamin. Bahan pakan sumber energi mengandung karbohidrat tinggi sekitar
10%, contohnya jagung. Jagung kuning lebih baik daripada jagung putih
karena mengandung pro vitamin A berupa xantofil. Vitamin A memberikan
warna kuning pada kuning telur (Suprijatna et al., 2005). Jagung kuning
merupakan bahan pakan sumber energi yang mengandung 8,6% protein kasar
(PK); 3370 KKal/kg energi metabolisme (EM); 3,9 % lemak; 2% serat kasar
(SK); 0,02% Ca; 0,3% total P (NRC, 1994). Jagung kuning yang baik
mengandung 12 – 14% air, 0,14% Mg; 0,38% K; 1,03 mg/kg Co; 3 mg/kg Cu;
0,11 mg/kg I; 31 mg/kg Fe; 4 mg/kg Mn; 24 mg/kg Zn; 5,5 IU vitamin A; 29
IU vitamin D; 0,12 mg/kg biotin; 469 mg/kg kolin; 0,11 mg/kg asam folat; 29
mg/kg niasin; 4,1 mg/kg asam pantotenat; 3,4 mg/kg vitamin B6; 1,6 mg/kg
riboflavin; dan 5,7% thiamin (Kearl, 1982), serta 1,75% asam linoleat (Hy-
Line International, 2010).

B. Bekatul
Bekatul mengandung kulit ari beras tanpa sekam, berasal dari hasil samping
penggilingan padi. Bekatul merupakan bahan pakan sumber energi dan
vitamin B, dapat digunakan hingga 25% dari ransum ayam (FAO, 2009).
Penggunaan bekatul harus dibatasi karena mengandung pitat dalam ikatan
fosfor pitat sehingga daya cernanya rendah, mudah tengik, dan mengganggu

6
penyerapan kalsium (Suprijatna et al., 2005). Bekatul yang merupakan bahan
pakan mengandung 12% protein, 2860 kkal/kg EM, 12 % lemak, 3% SK,
0,04% Ca, 1,4% total P (NRC, 1994).

2.3.3 Zat Aditif 


Zat aditif berfungsi agar zat makanan bisa ditelan, dicerna, dilindungi
dari kerusakan, diserap dan ditranspor keseluruhan tubuh untuk keperluan
hidup pokok dan produksi ternak unggas (Rizal, 2006). Zat aditif dapat
bersifat nutritive maupun nonnutritive. Zat aditif yang bersifat nutritive
berfungsi untuk melengkapi kandungan nutrisi pakan, antara lain asam amino,
vitamin, dan trace mineral (Shirt, 2010). Premix merupakan sumber vitamin
dan mineral yang ditambahkan dalam ransum untuk melengkapi kebutuhan
vitamin dan mineral yang belum tercukupi dari bahan pakan. Premix
digunakan maksimal sebanyak 2,5% dalam ransum ayam (Wafi, 2011).
Kandungan premix antara lain vitamin A, D, E, K, B1, B2, B6, B12, asam
pantotenat, asam nikotinat, asam folat, biotin, kolin; mineral Fe, Mn, Cu, Zn,
I, Co, Se; serta antioksidan (Interchemie, 2010). Zat aditif yang bersifat non
nutritive pada pakan unggas adalah antibiotik, arsenikal, nitrofuran, obat-
obatan, dan antioksidan (Blakely dan Bade, 1998).

2.3.4 Kebutuhan nutrisi ayam petelur


Periode pertumbuhan ayam petelur dapat dibagi menjadi periode
grower (umur 1 hari – 8 minggu), developer (umur 8 – 16 minggu), dan pre-
lay  (umur 17 – 24 minggu). Kebutuhan nutrisi periode grower yaitu 18,6%
PK dan 3870 kkal/kg EM. Kebutuhan nutrisi periode developer yaitu 14,9%
PK dan 2750 kkal/kg EM. Kebutuhan nutrisi periode pre-lay yaitu 18,0% PK
dan 2755 kkal/kg EM  (Al Nasser et al., 2005).
Jika energi pakan saat fase layer terlalu rendah (kurang dari 2600
kkal), konsumsi pakan lebih banyak sehingga FCR meningkat dan efisiensi
pakan menurun. Sebaliknya jika energi pakan terlalu tinggi akan terjadi

7
penurunan konsumsi (Harms et al., 2000). Kebutuhan PK dan EM pada fase
layer tidak sama, tergantung dari umur ayam, produksi telur, dan konsumsi
pakan. Hal yang perlu diperhatikan yaitu makin sedikit jumlah pakan yang
dikonsumsi, kandungan PK dan EM harus ditingkatkan.
Protein pakan sebagian besar digunakan untuk produksi telur, hanya
sebagian kecil untuk hidup pokok. Semakin tinggi tingkat produksi maka
kebutuhan protein juga semakin tinggi (Suprijatna et al., 2005). Protein pakan
harus mencukupi kebutuhan asam-asam amino untuk menunjang produksi
yang optimal (Leeson, 2008).
Kalsium dan fosfor merupakan mineral utama yang diperlukan untuk
pembentukan cangkang telur. Pakan ayam petelur fase layer harus
mengandung kalsium sebanyak 3 – 4% (Harms et al., 1996). Defisiensi
kalsium akan menyebabkan cangkang telur menjadi tipis dan mudah retak.
Jika absorbsi kalsium pakan tidak memenuhi kebutuhan pembentukan
cangkang, kalsium diambil dari tulang medulair (Riczu dan Korver, 2009).
Imbangan Ca : P yang terlalu luas dapat menimbulkan ricketsia, yaitu tiap
unsur yang berlebihan menyebabkan mengendapnya unsur lain di dalam usus
sehingga tidak bisa dimanfaatkan tubuh. Imbangan Ca : P sebaiknya sebesar 9
: 1 saat puncak produksi, 11 : 1 saat produksi sebesar 89 – 93%, selanjutnya
13 : 1 hingga ayam diafkir  (Hy- Line International, 2010).
Lemak merupakan sumber energi tinggi dalam pakan unggas. Asam
linoleat dan arakhidonat adalah asam lemak esensial karena tidak dapat
disintesis tetapi harus ada di dalam pakan. Pakan yang tidak mengandung
cukup asam linoleat menyebabkan pertumbuhan terhambat, terjadi akumulasi
lemak di hati, dan lebih rentan terhadap infeksi pernafasan. Defisiensi asam
arakhidonat pada ayam petelur menyebabkan ukuran telur kecil. Asam
arakhidonat dapat disintesis dari asam linoleat (Suprijatna et al., 2005).
Standar kebutuhan asam linoleat dalam pakan ayam petelur fase layer dari
umur 27 minggu hingga lebih dari 59 minggu adalah 1,00 g/hari (Hy-Line
International, 2010).

8
2.3.5 Tempat pakan dan minum
Tempat pakan dan minum yang dipelihara dalam sistem litter
umumnya berupa hanging feeder atau hanging waterer Hanging
feeder ditempatkan setinggi punggung ayam, sedangkan tempat minum
setinggi leher ayam. Perusahaan besar pada umumnya menggunakan tempat
pakan dan minum otomatis. Tempat pakan dan minum untuk kandang sistem
cage umumnya berbentuk trough (memanjang) (Kartasudjana dan Suprijatna,
2006). Tempat pakan berbentuk trough untuk pemeliharaan strain Hy-Line
Brown pada sistem cage sebaiknya sedalam 9 cm, tempat minum sedalam 2,5
cm. Satu trough  dapat dibuat untuk 12 ekor ayam. Untuk kandang yang
menggunakan hanging feeder dan hanging waterer, satu tempat pakan
maksimum untuk 30 ekor ayam, sedangkan satu tempat minum
(berbentuk nipple drinker) maksimum untuk 10 ekor ayam (Hy-Line
International, 2010).

2.3.6 Tata laksana pemberian pakan


Rata-rata ayam petelur fase layer strain Hy–Line Brown mengkonsumsi
114 – 120 gram pakan per hari sehingga pemberian pakan tiap hari sekitar 120
gram per ekor ayam. Air merupakan komponen nutrien yang paling penting,
apabila ayam kekurangan air minum, konsumsi pakan akan menurun sehingga
produktivitasnya menurun. Air minum hanya dibatasi pada saat-saat tertentu,
misalnya sebelum vaksinasi melalui air minum (Hy-Line International, 2010).
Ayam dapat bertelur dengan optimal apabila pakan diberikan secara ad
libitum, yaitu selalu tersedia sepanjang hari. Pakan bentuk pellet memiliki
palatabilitas yang paling baik. Bentuk pakan seperti
campuran crumble  dan mash umum digunakan dalam ransum hasil formulasi
sendiri dan relatif lebih ekonomis. Ayam harus distimulasi untuk
mengkonsumsi pakan, salah satunya dengan memberikan biji-bijian setengah
hancur, misalnya jagung. Pakan di dalam tempat pakan diusahakan selalu
kering dan diganti dengan yang baru setiap hari untuk mencegah timbulnya

9
jamur.  Air bersih untuk minum harus selalu tersedia atau ad libitum (Shirt,
2010).
Pemberian pakan saat tengah malam (midnight feeding) dapat dilakukan
apabila diberikan cahaya yang cukup, yaitu dari lampu. Tujuan night
feeding dan midnight feeding yaitu memberikan kesempatan bagi ayam untuk
meningkatkan suplai kalsium dari saluran pencernaan secara langsung untuk
pembentukan cangkang telur. Hal ini mencegah pengambilan kalsium dari
tulang yang meningkatkan risiko pengeroposan tulang saat ayam mulai tua.
Waktu pemberian pakan di pagi atau siang hari menyebabkan ayam
mengabsorbsi zat-zat pakan sebagian besar untuk  hidup pokok dalam sehari,
regenerasi sel, mengatasi pengaruh lingkungan seperti cuaca sehingga tidak
semuanya dimaksimalkan untuk pembentukan telur.Midnight
feeding berlangsung saat telur sedang dibentuk sehingga materi
pembentuknya dapat ditambahkan dari zat-zat pakan yang diabsorbsi oleh
saluran pencernaan (Riczu dan Korver, 2009). Midnight feeding terbukti dapat
meningkatkan kualitas cangkang telur dari segi ketebalan, kekuatan,
persentase cangkang dari telur yang keluar pada pagi hari, yaitu sekitar jam
09.00 (Harms et al., 1996).

2.4 Manajemen Pencegahan dan Penanganan Penyakit


Biosekurity merupakan metode terbaik untuk mencegah penyakit. Prosedur
yang diterapkan dalam biosekuriti antara lain yaitu tidak mengunjungi flock  ayam
sehat setelah mengunjungi flock ayam sakit, melakukan fumigasi dan disinfeksi
kandang sebelum kedatangan pullet. Pemeliharaan dengan sistem all in all
out dalam suatu flock juga dapat mencegah penularan penyakit dari ayam tua ke
ayam muda karena dalam sistem tersebut ayam pengadaan pullet dan pengafkiran
dilakukan secara menyeluruh sehingga umur ayam yang dipelihara sama (Hy-
Line International, 2010). Fumigasi dilakukan dengan menyemprotkan
gas formaldehyde di kandang dan sekitarnya untuk mencegah penularan penyakit
yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan virus (Blakely dan Bade, 1998).

10
Beberapa jenis penyakit menyebar dengan luas dan sulit diberantas
sehingga harus dilakukan  vaksinasi rutin. Program vaksinasi yang wajib untuk
ayam petelur antara lain untuk mencegah Newcastle Disease (ND), Infectious
Bronchitis (IB), Infectious Bursal Disease (IBD), dan Avian
Encephalomyelitis (AE) (Hy-Line International, 2010).
Teknik vaksinasi antara lain dengan metode tetes mata (ocular),
injeksi subcutan, air minum, maupun spray. Vaksin dengan metode tetes mata
misalnya vaksin ND – IB untuk anak ayam berumur 3 hari. Metode injeksi
intramuskuler misalnya vaksin ND untuk ayam usia 16-17, 30 dan 50 minggu.
Metode wing web injection (tusuk sayap) misalnya vaksin fowl pox  dan AE untuk
ayam usia 18 minggu. Metode pemberian vaksin dengan air minum misalnya
vaksin IBD (Gumboro) untuk ayam usia 32 dan 52 minggu serta vaksin ND La
Sota. Metode pemberian vaksin melalui  spray misalnya vaksin
coccidiosis live untuk DOC (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006; Spoolder, 2007).
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri antara lain fowl
cholerae dan infectious coryzae. Penyakit yang disebabkan oleh virus antara
lain fowl pox. Penyakit yang disebabkan oleh protozoa antara lain leukosis.
Penyakit parasit internal terutama disebabkan oleh cacing. Penyakit parasit
eksternal disebabkan oleh kutu dan tungau (Blakely dan Bade, 1998). Fowl
cholerae merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella
multocida yang ditandai dengan gejala diare, dalam kondisi kronis menyebabkan
jengger dan pial bengkak, diare berwarna kuning hingga hijau, dan
pembengkakan sendi. Pengobatannya yaitu dengan injeksi sulfadoxin secara
intramuskuler. Infectious coryza disebabkan oleh bakteriHaemophilus
gallinarum dengan gejala kesulitan bernafas, keluar lendir dari nostril dan mata,
dalam kondisi kronis muka dan sekitar mata membengkak akibat penggumpalan
eksudat. Pengobatannya yaitu dengan injeksi sulfadimetoksin dan streptomisin
(Meerburg dan Kiljstra, 2007; Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Fowl pox ditandai dengan tonjolan kehitaman pada jengger dan pial,
disebabkan oleh virus Borreliota avium dan dapat dicegah dengan vaksinasi.

11
Leukosis ditandai dengan pembengkakan hati dan limpa yang disebabkan oleh
virus maupun protozoa seperti Plasmodium sp. yang ditularkan oleh
nyamuk Anopheles. Leukosis yang disebabkan oleh Plasmodium sp. dapat diobati
dengan injeksi sulfa, seperti sulfamonometoksin (Blakely dan Bade, 1998;
Bappenas, 2010). Cacing parasit misalnya Ascaridia galli pada usus
dan Heterakis gallinarum pada ceca, pengobatannya yaitu dengan Piperazine,
Albendazole, dan Flubendazole (Hy-Line International, 2010).

2.5 Manajemen Penanganan Telur


Kualitas eksterior telur antara lain ditentukan oleh cangkangnya, yaitu
meliputi kebersihan, bentuk, tekstur, dan keutuhan. Pengambilan telur dalam satu
hari minimal empat kali supaya telur yang didapat bersih dan mengurangi resiko
telur pecah karena terinjak oleh ayam (Sudaryani dan Santosa, 2000).
Penimbangan telur dilakukan bersamaan dengan pengepakan dan tidak
mengikutkan telur yang pecah. Penimbangan diperlukan dalam suatu penjualan
dari peternak ke pedagang atau konsumen terakhir, satuan yang dipakai adalah
berat dan di Indonesia biasanya adalah kilogram (Adiwilaga, 1982).
Tujuan pengepakan telur konsumsi adalah untuk mencegah kebusukan dan
berperan dalam menjaga agar telur tetap bersih dan biasanya pembungkusan
dengan peti kayu (Winarno dan Jennie, 1983). Setiap perusahaan menyimpan
produknya sebelum terjual, dalam hal ini fungsi gudang diperlukan karena siklus
produksi dan konsumsi jarang sesuai, sehingga kelancaran dalam suatu pemasaran
dapat terjaga (Kotler, 1997).

12
BAB III

MATERI DAN METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Adapun praktikum Manajemen Ternak Unggas dilaksanakan pada tanggal 16
November 2017 bertempat di PT. Sabri Layer Farm, Gunung Jae, Desa Sedau,
Kec. Narmada, Kab. Lombok Barat.

3.2 Materi Praktikum


3.2.1 Alat Praktikum
 Alat Tulis
 Kamera
3.2.2 Bahan Praktikum
 Kuisioner

3.3 Metode Praktikum

Metode praktikum Manajemen Ternak Unggas yaitu :


1. Melakukan survey lokasi di perusahaan yang akan di wawancara
2. Melakukan observasi langsung dilapangan
3. Melakukan wawancara dengan pemilik dan karyawan perusahaan
4. Mengambil data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan
melakukan wawancara langsung dengan responden yaitu teknisi dan
pekerja lapangan. Data sekunder diperoleh dari catatan PT. “Sabri Layer
Farm”. Data sekunder antara lain data penjualan telur dan kotoran,
pengeluaran untuk ternak, data investasi dan pembelian peralatan, dana
data mengenai finansial perusahaan.

13
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum


Tabel 1. Rincian Biaya Tetap

No Macam Biaya Tetap Unit Penyusutan Harga/unit Total Harga Nilai Total Nilai
(tahun) (Rp) (Rp) Penyusutan/unit Penyusutan
(Rp) (Rp)
1 Kandang 3 10
A. Kandang Starter 1 10 70.000.000 70.000.000 7.000.000 7.000.000
B. Kandang Layer 2 10 120.000.000 240.000.000 24.000.000 24.000.000
2 Tempat Pakan
A. Starter 8 10 35.000 280.000 28.000 28.000
B. Layer 6 10 405.000 2.430.000 243.000 243.000
3 Tempat Air Minum
A. Starter 6 10 35.000 210.000 21.000 21.000
B. Layer 6 10 405.000 2.430.000 243.000 243.000
4 Tenaga Kerja 12 -
A. Teknisi/Manager 1 8.900.000 8.900.000 8.900.000 8.900.000
B. Security 2 600.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000
C. Pekerja Gudang 4 900.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000
D. Anak Kandang 5 1.400.000 7.000.000 7.000.000 7.000.000
5 Listrik - - 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000
Listrik + Oven 5.000.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000
6 Bola Lampu 36 2 45.000 1.620.000 810.000 810.000
7 Pemanas Gasolek 8 10 1.080.000 8.640.000 864.000 864.000
8 Sapu Lidi 2 1 10.000 20.000 20.000 20.000
9 Alat Semprot 1 1 500.000 500.000 500.000 500.000

14
10 Argo 1 5 350.000 350.000 70.000 70.000
11 Pipa Saluran Air 1 10 351.000 351.000 35.100 35.100
12 Ember 2 2 15.000 30.000 15.000 15.000
13 Tabung Air 1 10 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
14 Cangkul 1 1 40.000 40.000 40.000 40.000
15 Sekop 1 1 40.000 40.000 40.000 40.000
16 Gudang Pakan 1 10 170.000.000 170.000.000 17.000.000 17.000.000
Total Biaya 80.129.100

15
Tabel 2. Rincian Biaya Variabel

No Macam Biaya Variabel Unit Harga/Unit Total Harga (Rp)


(Rp)
1 Bibit 4500 ekor 6000 27.000.000
2 Obat-obatan (antibiotic) 24 25.000 6.720.000
3 Vitamin 96 32.600 3.129.600
4 Pakan :
Starter (crumble) 122 gr/ ekor 8520/kg 4.677.840
Grower 335 gr/ekor 7.640/kg 11.517.300
Prelayer 115 gr/ekor 4.544/kg 2.349.248
6 Biaya Operasional
Bensin 1.420.000
7 Vaksin
NBR+NGK 4500 120 540.000
(Caprivac)/tetes mata
Gomboro I (IBD 4500 315 1.417.500
Plus)/suntik
ND Lasota/minum 4500 44 198.000
(NDR) 4500 18 81.000
Susu skim
ND-IB LIVE/minum 4500 48 216.000
Vaksin AI.K (suntik) 4500 280 1.260.000
Corisa (suntik) 4500 262 1.179.000
Corisa Tripalen 4500 305 1.372.500
NBEK (Trifel) 4500 285 1.282.500
ND- AIKIL (H5 N1) 4500 400 1.800.000
ND-AIKIL (H5 N9) 4500 540 2.430.000
Total Biaya 68.590.488

 Total biaya yang dikeluarkan = Total biaya tetap + Total Biaya


Variabel

= Rp 80.129.100 + Rp 68.590.488

= Rp 148.719.588

 Pendapatan :
 Harga jual telur/butir = Rp 1.200
 Modal jual telur = Rp 700

16
 Keuntungan dari satu butir telur adalah = Rp 1.200 – Rp 700 =
Rp 500
 Maka Pendapatan dari harga jual telur per hari adalah = 9000 ekor
x Rp 500 = Rp 4.500.000
 Pendapatan Jual telur per periode = Rp 4.500.000 x 434 hari = Rp
1.953.000.000
 Pendapatan dari Ayam Afkir :
Jumlah ayam afkir dalam satu periode = 90/100 x 9000 ekor =
8100 ekor
Maka pendapatan dari jual ayam afkir = 8100 ekor x Rp 50.000 =
Rp 405.000.000
 Total Pendapatan = Pendapatan Harga Jual Telur + Pendapatan Jual
Ayam Afkir
= Rp 1.953.000.000 + Rp 405.000.000
= Rp 2.358.000.000
 Pendapatan Bersih = Total Pendapatan – Total Biaya Pengeluaran
= Rp 2.358.000.000 - Rp 148.719.588
= Rp 2.209.280.412

4.2 Pembahasan Praktikum


Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dalam menyelesaikan
manajemen ternak unggas, tempat yang menjadi objek penelitian yaitu di
peternakan ayam petelur “Sabri Layer Farm”. Tempat ini memiliki luas lahan
seluas 3 Ha. Usaha peternakan ayam petelur “Sabri Layer Farm” berdiri sejak
tahun 2014, yang masih dikembangkan oleh Bapak Ikhsan Sabri yang merupakan
teknisi dari peternakan ayam petelur tersebut. Beliau merupakan lulusan sarjana
teknik dengan pengalaman beternak sekitar tiga tahun. Pada peternakan “Sabri
Layer Farm” jumlah tenaga kerja sebanyak 12 orang di antaranya sebagai
security, pekerja gudang pakan, anak kandang dan teknisi.

17
“Sabri Layer Farm” berlokasi jauh dari pemukiman warga, sehingga
menjadikan lingkungan ternaknya efektif dan efisien karena terhindar dari suara
bising pemukiman warga yang dapat membuat gangguan pada ternak. Peternakan
tersebut bertempat di desa Sedau Gunung Jae kec. Narmada Kabupaten Lombok
Barat. Adapun manajemen-manajemen yang di tangani yaitu:
4.2.1 Manajamen Perkandangan
Pada lahan peternakan tersebut dibangun kandang dengan sedemikian
rupa, kandang tersebut terdiri dari dua yaitu kandang starter dan kandang
layer. Kandang starter berisi ayam pada umur 1 hari - 5 minggu, sebelum
memasukkan ayam kembali, kandang dikosongkan selama satu hari,
keadaan ini disebut istirahat kandang, setelah kandang siap maka DOC
sudah dapat dimasukkan. Sedangkan pada saat fase grower ayam umur 5-
11 minggu tersebut dipindahkan pada kandang layer sampai dengan fase
bertelur hingga umur afkir. Kandang layer terdiri dari 2 kandang dengan
kapasitas masing-masing kandang yaitu 4500 ekor ayam. Sedangkan pada
kandang starter hanya terdiri dari 1 kandang dengan kapasitas kandang
yaitu 4500 ekor. Kandang starter yang digunakan yaitu kandang jenis
panggung. Adapun model kandang dari kandang layer adalah system open
house dengan kandang batrey monitor system stair step. Adapun ukuran
masing-masing bangunan kandang yaitu 54 x 8 m2.
4.2.2 Manajemen Pembibitan
Bibit berasal langsung dari Jawa dengan Strain Malindo sebanyak
4500 ekor. Bibit yang di terima berumur 1 hari dan langsung ditempatkan
pada kandang khusus (starter). Adapun harga beli bibit pada peternakan
ini tergantung pada pertukaran dolar. Jika pertukaran dolar tinggi bibit
yang dibeli harganya akan naik sekitar Rp 9.200 per ekor dan sebaliknya
jika pertukaran dolar rendah harga beli bibit sekitar Rp 6.000 per ekor.

4.2.3 Manajemen Pakan

18
Sumber pakan pada peternakan Sabri Layer Farm berasal dari pabrik
dan olahan sendiri. Semua jenis pakan ditempatkan pada Gudang khusus
pakan yang berada pada lingkungan peternakan tersebut.
Pemberian pakan pada periode starter umur 1 hari - 5 minggu
menggunakan pakan crumble secara ad libitum. Hal ini bertujuan untuk
memacu ayam mengkonsumsi pakan untuk menunjang perkembangan
organ-organ tubuhnya. Sedangkan pada periode grower hingga afkir
pakan diberikan secara bertahap dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali
dan sesuai dengan kebutuhan ternaknya. Pada periode grower umur 5-11
minggu ayam sudah dipindahkan di kandang Layer dann diberi pakan
sesuai dengan kebutuhannya yaitu 335 gr/ekor/hr. Pada saat pullet umur
11-16 minggu. Ayam diberikan pakan berupa Mash Fars yang diberikan
sesuai dengan kebutuhannya yaitu 367 gr/ekor/hari. Sedangkan pada
periode Prelayer umur 16 minggu-hingga afkir pakan yang diberikan
berupa pakan hasil olahan sendiri yang diberikan sesuai dengan
kebutuhannya. Adapun pakan olahan tersebut ialah :

Campuran Banyaknya (%) Harga/kg (Rp) Total (Rp)


Jagung 50 3200 1600
Konsentrat Itik 36 6200 2232
Bekatul 14 2500 392
Premix 320
Jumlah 100 % 4544

4.2.4 Manajemen Kesehatan


Sanitasi lingkungan kandang dilakukan dengan cara membersihkan
lingkungan sekitar kandang dari sampah dan kotoran. Hal ini dilakukan
dengan cara menyapu lingkungan sekitar kandang yang dilakukan setiap
hari. Sanitasi bertujuan untuk mencegah terjadinya serangan penyakit
yang disebabkan karena lingkungan yang kotor. Selain itu pada
peternakan “Sabri Layer Farm” melakukan penyemprotan dengan
menggukan formula yang dibuat sendiri untuk meminimalkan bau yang
menyengat akibat kotoran ayam pada lingkungan kandang. Teknisi

19
tersebut juga membuat inovasi untuk membunuh lalat agar menciptakan
kondisi lingkungan kandang yang nyaman.
Adapun program pengendalian kesehatan ayam dengan cara program
vaksinasi. Program ini adalah program yang paling sering digunakan
dalam mencegah timbulnya penyakit di suatu kawasan peternakan.
Program vaksinasi dalam suatu peternakan tidak selalu bersifat statis tapi
dinamis. Artinya, tidak baku antara satu perternakan dengan peternakan
lainnya, tidak hanya jenis vaksin yang digunakan tetapi program
vaksinasinya pun beragam. Adapun beberapa vaksin yang digunakan
dalam peternakan ”Sabri Layer Farm” adalah sebagai berikut :
1. NBR + NGK (Caprivac)
2. Gamboro (IBD plus)
3. ND lasota (NDR)
4. ND-IB Live
5. Vaksin AI.K
6. Corisa
7. Corisa Tripalen
8. NBEK (Trifel)
9. ND-AIKIL (H5N1)
10. ND-AIKIL (H5N9)

4.2.5 Recording
Pada peternakan ”Sabri Layer Farm” kelebihannya adalah recording
tetap dijalankan sehingga peternakan berjalan dengan optimal. Recording
adalah catatan segala kejadian mengenai ternak yang dipelihara yang dapat
memberi informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan yang objektif
didasarkan atas fakta yang ada. Bagi peternak ayam skala besar, proses
recording yang berkaitan dengan pencatatan data produksi ayam sudah lazim
dilakukan. Beberapa komponen recording yang terdapat pada peternakan
“Sabri Layer Farm” meliputi :

20
1. Jumlah populasi ayam yang dipelihara
2. Jumlah desplesi (penyusutan) yang meliputi jumlah ayam yang mati,
calling, atau hilang. Data ini harus selalu dicatat karena setiap ada
penyusutan dalam jumlah tertentu, maka peternak harus menyesuaikan
jumlah pemberian ransum dengan jumlah populasi akhir. Jumlah
penyusutan juga bisa menjadi kontrol kesehatan, misalnya serangan
penyakit yang menyebabkan mortalitas ayam.
3. Program dan jumlah pemberian ransum, Data ini juga perlu mendapat
perhatian utama dalam recording untuk mengetahui jumlah ransum yang
dihabiskan, sisanya, serta menjaga ketersediaan stok ransum di gudang.
4. Jumlah air yang dikonsumsi sangat penting untuk mengevaluasi status
kesehatan ayam dan suhu udara kandang. Meski angka pasti dari
konsumsi air agak sulit dihitung, namun setidaknya peternak tetap perlu
menghitung frekuensi pengisian tempat minum dalam satu harinya.
5. Riwayat kesehatan ternak, Recording kesehatan termasuk vital dicatat
karena diperlukan untuk melakukan dengan tepat kapan melakukan
vaksinasi, pemberian obat, mengontrol sirkulasi obat (jadwal rolling obat),
dan barang penunjang kesehatan yang lainnya (vitamin, desinfektan, dll).

4.2.6 Manajemen Pemasaran


Pemasaran merupakan akhir dari rangkaian kegiatan-kegiatan dalam
suatu proses pengolahan usaha. Ayam dipanen telurnya dan kemudian telur
tersebut dipasarkan disekitar wilayah tersebut dan di sekitar kota Mataram.

21
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa adapun manajemen


pemeliharaan yang di lakukan oleh perushaan peternakan ayam petelur “Sabri Layer
Farm” meliputi manajemen perkandangan, manajemen pembibitan, manajemen
pakan, manajemen kesehatan, manajemen pemasaran dan recording.

5.2 Saran
Disarankan kepada praktikan agar lebih aktif lagi dalam mencari suatu informasi,
jadi tidak datang ke lokasi praktikum hanya untuk mewawancarai tetapi juga melihat
atau mengamati keadaan kandang pada saat itu.

22
DAFTAR PUSTAKA

Adiwilaga, A. 1982. Ilmu Usaha Tani. Penerbit Alumni, Bandung.

Al Nasser, A., A. Al Saffar, M. Mashaly, H. Al Khalaifa, F. Khalil, M. Al Baho, dan


A. Al Haddad. 2005. A comparative study on production efficiency of
brown and white pullet. Bulletin of Kuwait Institute for Scientific
Research 1 (1): 1 – 4.

Bappenas. 2010. Beternak Ayam Petelur. http://www.ristek.go.id. Diakses tanggal 17


November 2017.

Blakely, J. dan D.H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta (Diterjemahkan Oleh B. Srigandono).

FAO. 2009. Animal Feed Resources Information System: Oryza sativa. http://www.


fao.org/ag. Diakses tanggal 17 November 2017.

Harms, R.H., C.R. Douglas, dan D.R. Sloan. 1996. Midnight feeding of commercial
laying hens can improve eggshell quality. Journal of Poultry Applied
Science Research 5 :1 -5.

Hy-Line International. 2010. Hy-Line Brown Intensive Systems Performance


Standards. http://www.hyline.com/redbook/performance. Diakses tanggal 17
November 2017.

Interchemie. 2010. Poultry Layer Pemix. http://www.interchemie.com/ feed-


additives/introvit-poultry-layer-premix.html. Diakses tanggal 17 November
2017.

Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar


Swadaya, Jakarta.

Kotler, P. 1997. Dasar – Dasar Pemasaran. Jilid 2.Prehalindo,Indonesia.

23
Leeson, S. 2008. Production for commercial poultry nutrition. Journal Applied
Poultry Research  (17): 315 – 322.

Meerburg, B.G dan A. Kiljstra. 2007. Role of rodents in salmonella and


campylobacter transmission. Journal of Science Food Agriculture (87): 2774
– 2781.

Riczu, C. dan D. Korver. 2008. Effects of midnight feeding on the bone density and
egg quality of brown and white table egg layers. Canadian Poultry Magazine
(7): 35 – 38.

Spoolder, H.A.M. 2007. Perspective animal welfare in organic farming system.


Journal of Science Food Agriculture 87: 2741 – 2746.

Sudaryani, T dan H. Santosa. 2000. Pembibitan Ayam Ras. Cetakan V. Penebar


Swadaya, Jakarta.

Wafi. 2011. Poultry Feed. http://www.wafi.nl/poultry-feed. Diakses tanggal 17


November 2017.

Winarno, F.G dan B.S.L. Jennie. 1983. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara
Pencegahannya. Ghalia Indonesia, Jakarta.

24
LAMPIRAN

25
26
KUISIONER

I. IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama :
2. Umur :
3. Alamat
Dusun :
RT/RW :
Desa :
Kecamatan :
Kabupaten :
No.Telepon :
4. Status : a. Kepala Keluarga
b. Anggota Rumah Tangga
5. Pendidikan : 1. Tidak Tamat SD 2. SD

3. SLTP 4.SLTA 5.
Perguruan Tinggi
6. Pekerjaan Utama : 1. Petani 2. Peternak
3.Pegawai
4. Pensiunan 5. Pedagang
6…………….
7. Pengalaman Beternak : …………………………Tahun

II. PROFIL USAHA


1. Lama Usaha
2. Luas Lahan Usaha Peternakan Ayam Pedaging Pola Kemitraan
3. Jumlah Tenaga Kerja
4. Skala Usaha
5. Penyuluhan

27
6. Mortalitas
7. Hasil Panen
8. Tingkat Pendapatan
A. Lama Usaha
1. Sejak kapan memulai usaha peternakan ayam petelur ? Di daerah mana
memulainya ?
………………………………………………………………………………
…………..
………………………………………………………………………………
…………..
2. Sejak kapan memulai usaha peternakan ayam petelur Pola Kemitraan ? Di
daerah mana memulainya ?
………………………………………………………………………………
…………..
………………………………………………………………………………
…………..
3. Apa nama perusahaan kemitraan yang pernah diikuti ? Jenis Pola
Kemitraan yang pernah diikuti ?
………………………………………………………………………………
…………..
………………………………………………………………………………
…………..
B. Luas Lahan Usaha Peternakan Ayam Petelur Pola Kemitraan
1. Mohan Bapak/Ibu/Sdr/i menjelaskan Luas Lahan (Ha atau m2 ) yang
dipergunakan untuk Usaha Peternakan ayam petelur Pola Kemitraan
(termasuk Kandang, Gudang Pakan, Kantor, Mess Tenaga Kerja, dll)

No Jenis Lahan Luas Lahan Luas Lahan Total


Milik Sendiri (m2) Sewa (m2) (m2)
1 Sawah
2 Tegal/Ladang
3 Pekarangan

28
4 Lainnya
JUMLAH
2. Mohan Bapak/Ibu/Sdr/i menjelaskan Luas Lahan (Ha atau m 2) yang
dipergunakan untuk Kandang Pemeliharaan ayam petelur Pola Kemitraan.

No Jenis Lahan Luas Lahan Luas Lahan Total


Milik Sendiri (m2) Sewa (m2) (m2)
1 Sawah
2 Tegal/Ladang
3 Pekarangan
4 Lainnya
JUMLAH
3. Mohon Bapak/Ibu/Sdr/i menjelaskan Kapasitas dan Jumlah Lokal Kandang
yang di pergunakan untuk Kandang Pemeliharaan ayam petelur Pola
Kemitraan

Total
Kandang Kandang
(m2)
Milik Sendiri (m2) Sewa (m2)
No Jenis Lahan
Kapasitas Jumlah Kapasitas Jumlah Kapasitas Jumlah
Lokal Lokal Lokal
1 Sawah
2 Tegal/lading
3 Pekarangan
4 Lainnya
JUMLAH
4. Mohon Bapak/Ibu/Sdr/i menjelaskan Biaya Pembangunan Kandang Milik
Sendiri dan Nilai Sewa kandang yang dipergunakan untuk kandang
Pemeliharaan ayam petelur Pola Kemitraan.

Total
Kandang Kandang
(m2)
Milik Sendiri (m2) Sewa (m2)
No Jenis Lahan
Kapasitas Jumlah Kapasitas Jumlah Kapasitas Jumlah
Lokal Lokal Lokal
1 Sawah
2 Tegal/lading
3 Pekarangan

29
4 Lainnya
JUMLAH
C. ASPEK PERMODALAN
1. Modal usaha diperoleh dari :
a. Modal sendiri
b. Pinjaman bank
c. Pinjaman teman/ saudara
d. Kerjasama dengan pihak lain
e. Lainnya.
2. Jumlah modal operasional usaha :
3. Hasil penjualan dalam setahun disbanding dengan modal yang ada, sudah
cukup/kurang’lebih?
4. Rencana penambahan modal :
a. Asalnya dari mana
b. Apabila tidak menggunakan kredit bank, apa sebabnya?

D. ASPEK PENGEMBANGAN
1. Bagaimana rencana pengembangan 3 tahun ke depan (bila mungkin mohon
dijelaskan(
2. Pihak mana saja yang diharapkan dapat mendukung/memfasilitasi terhadap
upaya pemgembangan tersebut. Misalnya pemerintah, perbankan,
produsen, pihak lainnya.
3. Faktor pendorong perkembangan usaha….
a. Produksi
b. Teknologi
c. Ketersediaan bahanbaku/ bibit
d. Ketersediaan sarana penunjang
e. Kebijakan pemerintah
4. Faktor penghambat perkembangan usaha……
5. Harapan kepada dinas terkait usaha…

Faktor Kekuatan dan Kelemahan

30
1. Faktor Kekuatan :

2. Faktor Kelemahan :

3. Faktor Peluang :

4. Faktor Ancaman/kendala :

E. TATALAKSANA PEMELIHARAAN TERNAK


1. Cara pemeliharaan ternak
2. Kandang yang digunakan milik :
a. Kelompok
b. Sendiri
3. Kondisi kandang tersebut adalah :
a. Ukuran kandnag : Panjang x Lebar
b. Model kandang
c. Bahan bangunan kandang
4. Tempat makan dari……….., ukuran p x l= …………. X ………….. m
5. Tempat minum :
6. Perkiraan biaya kandang Rp
7. Umur teknis kandang…….. tahun
8. Cara pemberian pakan dikandang……..
9. Frekuensi pemberian pakan di kandang setiap hari…
a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali
d. 4 kali
e. Tidak tentu
F. Jumlah Tenaga Kerja
1. Jumlah Tenaga Kerja yang digunakan
a. Tetap :……………… orang
b. Harian :……………… orang
c. Total :……………… orang
2. Bagaimana system Pengupahan/Penggajian dan berapa besarnya
a. Tetap : Rp…………………. /orang/Bulan atau/Siklus

31
b. Harian : Rp…………………. /orang/hari
G. Skala Usaha
1. Berapakan jumlah ayam petelur yang Bapak/ibu/sdr/I pelihara dalam
satu siklus periode yang lalu?
2. Pernahkan jumlah ayam petelur yang dipelihara lebih besar dari satu
periode yang lalu dan telah panen ? kalau ada berapakan jumlahnya ?
3. Apakah jumlah ayam dipeliharasudah sesuai kapasitas kandang yang
dimiliki ?
4. Adakah keinginan untuk menambah skala usaha ?
H. Penyuluhan
1. Pernahkan bapak/ibu/Sdr/I mengikuti penyuluhan yang diselenggarakan
oleh instansi peternakan/Dinas/lainnya tentang usaha peternakan ayam
petelur ?
a. Pernah b. Tidak Pernah c. Bila pernah berapa kali dan
kapan?
2. Pernahkan bapak/ibu/sdr/i mengikuti penyuluhan formal dan atau non
formal (di rumah/di kandang/di kantor oleh TSP) yang diselenggarakan
oleh perusahaan kemitraan tentang usaha peternakan ayam petelur ? Jika
pernah sudah berapa kali……….dan waktu yang diperlukan dalam
penyuluhan berapa jam ?
3. Sebutkan kegiatan pelatihan yang pernah bapak/ibu/sdr/i diikuti tentang
materi usaha peternak ayam petelur.

No Tahun Penyelenggara Tempat Lama Keterangan


(hari)
1
2
3
4
5

I. Mortalitas (Tingkat kematian dalam Persen )

32
1. Pada periode pemeliharaan yang lalu, berapa ekor jumlah awal
pemeliharaan (DOC masuk)……Jenis/strain ? ……
2. Selama pemeliharaan dari awal sampai dengan panen, ada berapa ekor
yang mati (ekor)….. (5)
3. Apa penyebab kematian tersebut ?
4. Berapa ekor jumlah telur yang dipanen (dijual dan termasuk juga yang
diberi ke orang lain)
J. Hasil Panen
1. Berapa jumlah yang dipanen pada periode yang lalu (termasuk yang
tidak disetor ke perusahaan, misalnya di berikan pada orang lain/
tetangga/tenaga kerja dll)
2. Berapakali pengambilan pada saat panen periode yang lalu……kali
3. Berapa banyak hasil panen pada periode yang lalu……Kg
(Termasuk yang disetor ke perusahaan, misalnya diberikan ke orang
lain/Tetangga/ tenaga kerja dll)
K. Tingkat Pendapatan
1. Berapakan harga jual per butir pada panen yang lalu ?
2. Berapakah niali uang yang diperoleh dari hasil panen periode yang lalu
3. Berapakah nilai uang bonus efisiensi produksi setra lainnya yang
diperoleh dari hasil panen periode yang lalu ?
4. Berapakah nilai uang yang diperoleh dari penjualan limbah ternak
periode yang lalu ?
5. Berapakah total penerimaan uang dari pemeliharaan usaha ayam petelur
periode yang lalu ?
6. Berapakah total biaya produksi pada pemeliharaan usaha petenakan
ayam petelur periode yang lalu ? (Komponen biaya produksi terdiri dari
bibit (DOC), pakan, obat/vaksin, tenaga kerja, sewa kandang atau
penyusutan kandang , bunga modal (bila ada), luran / pajak (bila ada),
Penyusutan peralatan (bila ada), pemanas dan bahan bakar, listrik, serta
biaya yang lain (bila ada)

33
7. Hasil panen periode yang lalu untung/rugi. Berapakan jumlah
keuntungan/kerugiannya. Bila untung berapakah keuntungan
bersihnya ?

34

Anda mungkin juga menyukai