Berikanlah dan jelaskan contoh penggunaan keempat fungsi bahasa menurut Karl Raimund
Poppe di daerah tempat tinggal saudara!
2. Jelaskanlah perkembangan bahasa Indonesia pada zaman Jepang dengan menggunakan
mind mapping!
3. Jelaskanlah empat fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara!
5. Bacalah artikel berikut! Sewindu Riset Pesisir, Data Karbon Biru Padang Lamun Indonesia
Tercapai Oleh: Dr. A’an Johan Wahyudi PADANG lamun merupakan ekosistem laut dangkal
yang didominasi oleh tumbuhan lamun, yaitu tumbuhan berbunga yang telah beradaptasi
dengan air asin. Laut Indonesia tercatat memiliki 13 spesies lamun dari 60 spesies yang
tercatat di dunia. Tidak seperti ekosistem terumbu karang dan mangrove, padang lamun
mendapat perhatian yang relatif minim. Namun demikian, hasil riset di seluruh dunia
menyatakan berbagai nilai penting dari padang lamun terutama karena layanan ekosistemnya.
Layanan ekosistem yang dimaksud misalnya sebagai tempat pemijahan dan pembesaran
berbagai spesies ikan, penyaring material tersuspensi pada air laut, sumber makanan mamalia
laut dugong, dan layanan karbon biru untuk mitigasi perubahan iklim. Istilah karbon biru
(blue carbon) digunakan untuk karbon yang diserap, disimpan dan dilepaskan kembali oleh
ekosistem vegetasi laut (mangrove dan padang lamun). Karbon biru menjadi layanan
ekosistem yang penting terutama karena terkait aksi mitigasi perubahan iklim melalui
penurunan emisi karbon. Target penurunan emisi karbon Sesuai dengan inisiatif
Pembangunan Rendah Karbon (PRK), Indonesia memiliki target penurunan emisi karbon
sebesar 29% (atau 41% dengan bantuan luar negeri) relatif terhadap business as usual (BAU)
sampai tahun 2030. Target penurunan emisi ini salah satunya harus disumbangkan oleh
sektor laut dan perikanan, dengan terlebih dahulu menentukan beberapa prasyarat. Prasyarat
minimal antara lain penentuan faktor emisi alih lahan ekosistem pesisir, catatan perubahan
luas area, dan neraca karbon (cadangan dan serapan karbon) ekosistem vegetasi pesisir
termasuk padang lamun. Ketika pertama kali isu karbon biru mendapat perhatian peneliti
Indonesia satu dekade terakhir, langkah awal yang dilakukan adalah melakukan riset
mengenai cadangan dan serapan karbon ekosistem pesisir. Pengembangan metode riset di
Indonesia dilakukan dengan mengacu pada perkembangan terakhir riset karbon biru di dunia.
Namun demikian, berbagai panduan dan metode riset umumnya menitikberatkan pada
sampling lapangan dan analisis laboratorium dengan sarana yang canggih dan maju. Kendala
ini menjadi salah satu tantangan di Indonesia, terutama karena tidak banyak peneliti yang
mendapatkan kesempatan melakukan riset karbon biru dengan sarana memadai. Sementara
itu, wilayah cakupan nasional Indonesia sangat luas, apalagi jika ditargetkan untuk
memperoleh data yang representatif secara nasional untuk data faktor emisi dan neraca
karbon yang diperlukan dalam perhitungan penurunan emisi karbon pada konteks PRK. Riset
karbon biru padang lamun menemukan momentumnya sekitar awal tahun 2013 lalu, ketika
dimulainya riset untuk menentukan neraca karbon, di samping inventarisasi dan riset ekologis
ekosistem. Namun, terkendala oleh sarana laboratorium dan akses lapangan, wilayah
Indonesia yang luas tidak cukup terwakili. Tercatat hanya ada sembilan lokasi di Indonesia
yang telah diteliti dalam rangka riset karbon biru. Tentunya sebaran wilayah ini masih jauh
dari cukup. Meskipun demikian, terdapat data dan informasi terkait padang lamun (biomas,
kepadatan dan persentase tutupan) di sekitar 19 lokasi di Indonesia yang diperoleh dari
program COREMAP-CTI. Termotivasi oleh inisiatif PRK, pada tahun 2018 peneliti dari
berbagai lembaga tergerak untuk saling berbagi data dan informasi terkait riset karbon biru.
Data lengkap neraca karbon padang lamun dari sembilan lokasi kemudian dikombinasikan
dengan data dari 19 lokasi lainnya. Model statistik yaitu Robust Linear Mixed Models
(rLMMs) digunakan untuk menentukan korelasi antar parameter padang lamun terkait neraca
karbon, yaitu biomassa, kepadatan, persentase tutupan, cadangan karbon, dan serapan karbon.
Hanya ada 13 lokasi (dari 28 lokasi) yang cukup lengkap untuk MKWU4108-2 4 dari 4
digunakan datanya dalam penentuan formula model. Hasil kerja tim peneliti tersebut akhirnya
dapat dipublikasikan dalam majalah ilmiah internasional, Ocean Science Journal
(https://rdcu.be/b14ic) pada tahun 2020. Hasilnya, perhitungan neraca karbon padang lamun
di Indonesia dapat dilakukan dengan memanfaatkan formula yang telah dikembangkan. Data
dasar terkait padang lamun (biomassa, kepadatan, dan persentase tutupan) yang banyak
tersedia di lembaga penelitian daerah dan universitas dapat dikonversi ke nilai neraca karbon
dengan formula yang tersedia pada publikasi ilmiah tersebut. Hasil riset tersebut juga dapat
memperkirakan total cadangan karbon yang tersimpan di ekosistem padang lamun Indonesia
yaitu sekitar 1.005 kilo ton karbon dengan potensi penyerapan karbon sebesar 7,4 mega ton
karbon per tahun. Rata-rata cadangan karbon lamun di Indonesia tercatat maksimum sebesar
0,36 dan 0,79 ton karbon per hektar, masing-masing untuk cadangan karbon atas dan bawah
permukaan. Seagrass Carbon Converter (SCC), faktor emisi karbon, dan PRK Sebagai tindak
lanjut agar hasil riset dapat dengan mudah dipakai oleh pemangku kepentingan, maka
dikembangkanlah sebuah aplikasi berbasis web, yaitu Seagrass Carbon Converter
(http://scc.oseanografi.lipi.go.id/). SCC dibuat dengan mengacu pada formula untuk
mengkonversi nilai biomas, kepadatan dan persentase tutupan lamun menjadi nilai cadangan
dan serapan karbon. SCC diharapkan menjadi alternatif yang memudahkan bagi praktisi di
daerah dalam hal pelaporan potensi neraca karbon biru ekosistem padang lamun. Pelaporan-
pelaporan semacam ini biasanya secara rutin diminta oleh sekretariat PRK untuk dipantau
dan dievaluasi dalam kaitannya target penurunan emisi karbon. Berdasarkan nilai rata-rata
cadangan karbon padang lamun nasional, maka kita bisa menentukan faktor emisi aktivitas
antropogenik alih guna lahan padang lamun yaitu sebesar 0,05 ton karbon. Nilai ini adalah
4% dari rata-rata cadangan karbon (jumlah cadangan karbon atas dan bawah permukaan =
1,15 ton karbon). Konstanta 4% berdasarkan hasil riset sebelumnya bahwa, setiap hektar
padang lamun akan mulai melepas karbon ke udara secara bertahap sebesar 4% per tahun dari
total cadangan karbon tersimpan, dimulai sejak terjadinya kerusakan atau alih guna lahan.
SCC dalam konteks penentuan faktor emisi dan pelaporan PRK, dapat dimanfaatkan berbasis
data lokal sesuai dengan luasan area, kepadatan, biomassa maupun persentase tutupan padang
lamun. Sehingga faktor emisi juga dapat ditentukan dan disesuaikan dengan kondisi riil di
daerah dimana padang lamun berada. Hal ini cukup relevan dengan fakta bahwa kondisi
padang lamun akan berbeda di satu tempat dengan tempat lainnya mengikuti skala mikro atau
meso ekosistem. Artinya, dengan demikian SCC dapat memenuhi target Tier 2 (atau bahkan
Tier 3) dalam konteks aksi mitigasi perubahan iklim. Dr. A’an Johan Wahyudi Diplomat
Sains ASEAN 2020; Peneliti Madya Bidang Biogeokimia Laut Pusat Penelitian Oseanografi
- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sumber:
https://www.kompas.com/sains/read/2020/09/28/190600323/sewindu-riset-pesisir-data-
karbon-birupadang-lamun-indonesia-tercapai?page=all#page2.
Jawablah pertanyaan berikut!
1. Apakah ide pokok paragraf ke-16?
2. Kata Konstanta 4% berdasarkan hasil riset sebelumnya. Kembali ke?
3. Apakah simpulan dari artikel tersebut?