Anda di halaman 1dari 8

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Itik merupakan salah satu ternak unggas yang memiliki potensi untuk memenuhi
kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam jenis itik lokal dengan
karakteristik khas yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Sebagai contoh itik Tegal, itik Mojosari,
itik Bali, itik Alabio, itik Cirebon, itik Pegagan, itik Kerinci dan jenis lainnya.

Jenis – jenis itik Indonesia umumnya dikelompokkan berdasarkan keunggulan produksi


yang dimiliki masing-masing itik yaitu itik petelur dan itik pedaging. Itik petelur memiliki
keunggulan dalam hasil telurnya sehingga tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan telur.
Adapun jenis-jenis itik petelur adalah itik Alabio, itik Bali, itik Mojosari, itik Tegal, itik
Magelang, itik Turi dan itik Cirebon, sedangkan itik pedaging yang terdapat di Indonesia
adalah itik Manila (entok), itik Serati, itik Peking. Masyarakat Indonesia sekarang telah banyak
membudidayakan ternak itik untuk memenuhi kebutuhan protein, tetapi karena minimnya
pengetahuan dan teknologi seakan usaha yang dilakukan kurang maksimal. Peningkatan itik di
Indonesia memerlukan kegiatan pembibitan yang dapat menunjang permintaan konsumen akan
bibit itik yang berkualitas baik.

Indonesia merupakan negara dengan populasi itik terbesar kedua setelah Cina,
khususnya di Asia. Dari populasi tersebut separuhnya ada di Pulau Jawa yang luasnya hanya
10% dari luas Indonesia (Srigandono, 1997). Jawa Tengah secara nasional mempunyai
populasi itik tertinggi kedua setelah Sulawesi Selatan. Ada 2 (dua) bangsa itik Jawa Tengah
yang terkenal produksi telurnya tinggi yaitu Itik Tegal dan Itik Magelang. Itik Tegal banyak
diusahakan oleh peternak di sepanjang Pantai Utara. Sedangkan Itik Magelang banyak
dipelihara oleh peternak di sekitar Karesidenan Kedu. Upaya peningkatan produksi telur itik,
dapat dilakukan dengan seleksi dan perbaikan mutu genetik. Perbaikan sebaiknya dilakukan
dan melibatkan peternak, agar dapat peningkatan ternak serta peternaknya.

Pembibitan Ternak Rakyat atau Village Breeding Centre (VBC) adalah upaya
perbaikan mutu bibit ternak yang ada di rakyat melalui program seleksi yang rasional dan
objektif dengan mengalirkan gen-gen yang baik secara terarah, berencana dan
berkesinambungan agar dapat diperoleh sekelompok ternak bibit unggul yang dapat dipakai
sebagai ternak inti. Kinerja produksi ternak inti dipengaruhi baik oleh faktor genetik, maupun
non-genetik dengan/ tanpa interaksinya . Oleh karena itu, perbaikan terhadap faktor genetik
untuk menghasilkan bibit itik yang baik perlu juga didukung oleh perbaikan terhadap faktor-
faktor non-genetik seperti pakan, sistem pemeliharaan dan teknik penetasan . Program seleksi
adalah salah satu metode untuk memperbaiki kualitas genetik bibit, dan untuk bisa berhasil dan
memberikan hasil yang nyata perlu didukung oleh kualitas pakan yang memadai serta
manajemen yang baik.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana tahapan metode seleksi dalam program Village Breeding Centre?

2. Bagaimana produktivitas telur pada tahap seleksi program Vilage Breeding Centre?

3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas telur itik?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui tahapan seleksi ternak itik pada program Village Breeding Centre

2. Mengetahui cara meningkatkan produktivitas telur itik

3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas telur itik


II. TINJAUAN PUSTAKA

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi produksi telur itik Tegal yang makinmenurun
dalam jangka pendek adalah dengan seleksi dan jangka panjang dengan perbaikan bibit
(Hardjosworo, 1990). Hardjosworo (1990) menyarankan seleksi dilakukan dengan pendekatan
genetik agar pengaruhnya lebih lama. Selama ini peternak melakukan seleksi yang tidak terkait
dengan produksi telur, tapi lebih banyak pada bentuk luar dari itik. Setioko dan Istiana (1997)
melaporkan peternak itik Alabio di desa Guha Kabupaten Hulusungai Kalimantan Selatan
melakukan seleksi berdasarkan pada penampilan luar seperti: paruh panjang warna kuning atau
coklat, leher panjang dan bulu hitam merupakan petelur yang baik.

Itik Magelang dengan ciri klkas adanya kalung warns putih pada leher, keberadaanya
semakin kurang mendapat perbakan. Berdasarkan jarak genetik itik Magelang tidak berbeda
dengan itik Jawa Tengah clan Jawa Barat lainnya. Tetapi dengan itik Jawa Timur, Bali dan
itik-itik di kepulauan sekitar Bali tampak adanya jarak genetik yang cukup jauh. Studi khusus
tentang potensi produksi itik Magelang masih belum banyak dilakukan Itik Magelang hanya
mampu berproduksi 161 butir/talmn dengan rata-rata berat telur 65 gram. Rendahnya
produktifitas itik Magelang ini mungkin disebabkan oleh jumlah itik yang diamaf relatif sedikit
(20 ekor) dan pakan hanya dengan 15,4% protein serta manajemen pemeliharaannya sangat
sederhana (Setioko dan Istiana,1997).

Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah untuk peningkatan produksi telur Itik Tegal,
salah satunya dengan Program Village Breeding. Program Village Breeding dengan seleksi
pejantan pada Itik Alabio dapat meningkatkan produksi telur 6,17% clan efisiensi pakan 0,63%
(Gunawan et al., 1995). Sedangkan Program Village Breeding yang dilakukan oleh Dinas
Peternakan Propinsi Jateng belum berjalan seperti yang diharapkan. Salah satu
permasalahannya adalah keterbatasan sumber daya manusia dalam hal perbibitan
(Subiharta,2001).
III. MATERI DAN METODE

3.1 Pembentukan Populasi Dasar

Pembentukan populasi dasar telah dilakukan pada tahun pertama, yaitu melalui
pengamatan itik Magelang sebanyak 200 ekor siap bertelur . Itik tersebut berasal dari stock
itik yang ada di UPT Banyubini, Ambarawa, Jawa Tengah yang selama ini digunakan untuk
program perbanyakan bibit oleh Dinas Peternakan Tk 1 Jawa Tengah. Untuk mengetahui
kemampuan produksi itik populasi dasar maka dilakukan program pengamatan produktifitas
itik Magelang secara individu . Pengamatan dilakukan selama 3 bulan produksi .

3.2 Program Seleksi Populasi Dasar

Hasil pengamatan produksi individu kemudian dilakukan program seleksi dimana


kelompok itik dengan produksi tertinggi 25% telah dipilih untuk digunakan sebagai kelompok
terseleksi, sehingga tersedia 50 ekor bibit itik Magelang terseleksi yang akan dikembangkan
lebih lanjut . Itik terseleksi kemudian dipindalikan didalam dua kandang pen yang masing-
masing berisi 25 ekor betina dan 5 ekor jantan . Pemindahan itik clan pencampuran dengan
itik jantan dimaksudkan untuk memperoleh telur tetas secara kawin alam . Selama di dalam
kandang pen itik diberi pakan 170 g/ekor/hari, dua kali sehari dan air minum diberikan secara
ad libitum .

3.3 Program Penetasan Telur Itik Hasil Seleksi

Pengumpulan telur dilakukan pada pagi hari sebelum pemberian pakan dan disimpan
dalam ruangan untuk dikumpulkan selama 7 hari, sebelum dimasukkan dalam inkubator.
Pengamatan proses penetasan telur itik (angka fertilitas dan daya tetas) untuk menghasilkan
generasi I, sebanyak 200 ekor.
IV. PEMBAHASAN

Tujuan utama peternak mengusahakan itik lokal adalah sebagai penghasil telur,
walaupun saat sekarang daging itik sudah dapat diterima oleh konsumen. Oleh karena itu
produksi telur menjadi fokus dalam berusaha ternak itik lokal. Peningkatan produksi telur dapat
dilakukan dengan perbaikan bibit untuk jangka panjang. Perbaikan bibit dengan kemitraan
antara peternak penghasil telur tetas dengan peternak penetas. Peternak penghasil telur tetas
melakukan seleksi terhadap induk penghasil telur tetas. Seleksi dilakukan produksi telur.
Seleksi peningkatan produksi telur dapat dilakukan secara kelompok atau individu. Induk hasil
seleksi selanjutnya digunakan sebagai produsen telur tetas dan telur tetas yang dihasilkan dijual
kepada peternak penetas untuk ditetaskan sebagai penghasil anak itik berkualitas.
Rata-rata produksi telur pads populasi dasar adalah 26,19 _+ 18,85%. Selain rendah
produksi telur populasi dasar ini jugs metnpunyai variasi yang tinggi . Rendahnya produksi
pada populasi dasar mungkin disebabkan oleh faktor manajemen penteliharaan, terutama pakan
yang tidak konsisten . Dari angka rata-rata produksi tersebut, diseleksi yang memiliki produksi
> 38,08% dipelihara dan digunakan sebagai itik terseleksi. Telur yang dihasilkan kemudian
ditetaskan untuk mendapatkan kelompok itik Generasi Pertama.
Untuk memperoleh jumlah itik yang diinginkan (200 ekor betina) dilakukan 8 angkatan
penetasan . Pada tiga angkatan pertanta, jumlah yang menetas relatif sedikit, sehingga dalam
pemeliliaraannya ketiga angkatan tersebut digabungkan guna mempermudah penanganannya .
Jumlah itik hasil penetasan pada ke tiga angkatan tersebut adalah 64 ekor betina . Sedangkan
pada angkatan IV, V, VI, VII dan VIII masing-masing berjumlah 28 ekor, 36 ekor, 0 ekor, 32
ekor dan 40 ekor betina yang menetas setiap minggu dari angkatan sebelumnya. Pada angkatan
VI, pengatur suhu pada inkubator tidak berfimgsi sehingga keselurultan isi inkubator terbakar.
Angka fertilitas dan daya tetas itik hasil seleksi Generasi I dapat dilihat pada Tabel 1
berikut ini . Mesin tetas yang digunakan terdiri dari kotak kayu dengan lampu listrik sebagai
pemanas. Masing-masing mesin tetas memiliki kapasitas 200 butir, dengan setter dan hatcher
menjadi satu. Pengaluran suhu dilakukan dengan menggtmakan thermostat, sedangkan
kelembaban dalam inkubator tidak dikontrol .
Tabel 1. Produksi Telur Generasi I itik Magelang
Angkatan Jumlah Betina Telur yang
(ekor) dihasilkan
I 47(74%)
II 64 53(83,9%)
III 45(71,2%)
IV 28 19(70,7%)
V 36 23(64,6%)
VI - -
VII 32 20(64,5%)
VIII 40 27(68,8%)

Tabel 2. Produksi telur hasil seleksi Generasi 1 Itik Magelang


Angkatan Jumlah Betina Telur yang
(ekor) dihasilkan
I 56(88%)
II 64 56(88%)
III 56(88%)
IV 28 24(86%)
V 36 19(53%)
VI - -
VII 32 17(53%)
VIII 40 14(53%)

Dari data produksi telur sementara (label 4.) tampak bahwa semakin muda itik yang
ada semakin rendah jumlah itik yang bertelur dan produksi lelurnya . Hal ini dapat dimengerti
mengingat itik tersebut baru mulai bertelur, sehingga variasi dan kemampuan produksi dari
hasil seleksi Generasi I ini masih belum dapat disimpulkan. Namun terdapat peningkatan
produksi telur pada angkatan I hingga IV. Informasi terakhir tentang jumlah itik yang bertelur
samnpai akhir penelitian ini masing-masing untuk angkatan campuran I - III 98%, angkatan IV
96%, angkatan V 83%, angkatan VII 100% dan angkatan VIII 92%.
Peningkatan tersebut terjadi tidak hanya pada bangsa Itik Magelang saja. Peningkatan
produksi telur hasil seleksi juga terjadi pada Itik Tegal. Menurut Subiharta,dkk (2001), terdapat
peningkatan bobot telur mencapai 211 gr serta peningkatan produksi telur sebesar 9,79 % pada
generasi ke dua. Selain itu, penelitian Subiharta, dkk (2003) menunjukkan peningkatan
produksi hingga mencapai 22,93 % pada generasi ke 5. Hal ini menunjukkan bahwa seleksi
bibit dapat meningkatkan produksi telur itik dan sangat menabntu pengembangan ternak itik di
pedesaan berbasis program Village Breeding Centre di lingkungan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan B., K. Diwiyanto, M. Sabrani dan S.A. Dahlan. 1995. Teknik village breeding untuk
meningkatkan produktivitas Itik Alabio di Kalimantan Selatan. Pros. Seminar Sains dan
Teknologi. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Bogor.

Hardjosworo, P. S. 1990. Usaha – usaha pemanfaatan ternak itik Tegal untuk produksi telur.
Prosiding Temu Tugas Sub Sektor Peternakan, Pembangunan Usaha Ternak Itik di Jawa
Tengah. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu.

Setioko, A. R. 1990. Pola Pengembangan Itik di Indonesia. Prosiding Temu Tugas Sub Sektor
Peternakan, Pembangunan Usaha Ternak Itik di Jawa Tengah. Sub Balai Penelitian
Ternak Klepu.

Setioko, A. R. dan Istiana. 1997. Perbibitan itik Alabio di Hulu Sungai Tengah, Kalimantan
Selatan. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak, Bogor.

Subiharta, L. H. Prasetyo, S. Prawirodigdo, D. Pramono, Y. C. Raharjo, B. Budiharta dan


Hartono. 2001. Seleksi Itik Tegal berdaya hasil tinggi. Laporan Penelitian Kerjasama
Pemerintah Kabupaten Brebes dengan BPTP Jawa Tengah.

Subiharta, L. H. Prasetyo, S. Prawirodigdo, D. Pramono, Y. C. Raharjo, B. Budiharta dan


Hartono. 2003. Seleksi Itik Tegal berdaya hasil tinggi. Laporan Penelitian kerjasama
Pemerintah Kabupaten Brebes dengan BPTP Jawa Tengah.

Anda mungkin juga menyukai