Anda di halaman 1dari 43

ANALISIS SOSIAL EKONOMI USAHA ITIK DI KELURAHAN DASAN

CERMEN KECAMATAN SANDUBAYA


KOTA MATARAM

Oleh
IIN NI’MATUN

FAKULTAS PETERNAKAN
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan peternakan di Indonesia khususnya unggas menunjukkan

kemajuan yang sangat pesat. Hal ini terlihat dari peranannya dalam menyediakan

protein hewani bagi masyarakat, meningkatkan lapangan pekerjaan, dan

pendapatan masyarakat. Khususnya pada itik petelur, di Indonesia sudah sejak

ratusan tahun dipelihara oleh peternak terutama sebagai penghasil telur yang

dipelihara dengan cara sangat sederhana dan masih dalam usaha skala kecil.

Penyebaran populasi itik meliputi daerah Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa

Barat, Aceh, dan Jawa Timur. Itik-itik tersebut sebagian besar masih digembala di

sawah pada waktu lepas panen atau parit-parit kecil. Di beberapa daerah, peternak

mencoba dengan sistem terkurung dengan memanfaatkan bahan pakan lokal yang

murah dan tersedia di daerah setempat (Tjitropranoto, 1994).

Kebutuhan telur itik di NTB yang terus meningkat, mendorong laju

pertumbuhan populasi ternak itik. Populasi ternak itik di Kota Mataram tahun

2016 mencapai 1.042.257 ekor (BPS, 2016). Jumlah ternak itik yang terus

berkembang tentu saja akan berdampak pada peningkatan hasil produksi telur itik.

Pada tahun 2016, produksi telur itik di Kota Mataram mencapai 10.520 butir dan

mengalami peningkatan dari tahun 2015. Akibatnya, peluang usaha pembuatan

telur asin menjadi semakin terbuka terutama untuk memenuhi kebutuhan oleh-

oleh bagi wisatawan yang berkunjung ke Lombok.

2
Kota Mataram yang letaknya di pusat pemerintahan sebagai ibu kota

provinsi dapat memberikan keuntungan strategis yang cukup baik dalam usaha

pembuatan telur asin. Hal inilah yang kemudian menyebabkan banyaknya usaha

pembuatan telur asin di Kota Mataram khususnya di Kelurahan Dasan

Cermen. Usaha pembuatan telur asin telah berjalan cukup baik di Kota Mataram.

Namun, usaha tersebut rata-rata masih belum terlalu banyak bersentuhan dengan

teknologi. Sedangkan di luar Kota Mataram khususnya di Pulau Jawa telah

digunakan berbagai macam teknologi mesin dalam proses poduksi telur asin

sehingga kapasitas produksinya menjadi sangat tinggi serta jenis produk telur asin

yang beraneka ragam. Hal ini menandakan bahwa masih terdapat potensi

peningkatan dalam usaha telur asin di Kota Mataram.

Populasi ternak itik yang ada diseluruh Kota Mataram dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan, pada tahun 2010 sejumlah 10,087 ekor, 2011 sejumlah

12,765 ekor dan 2012 sejumlah 19,164 ekor. Serta pada tahun berikutnya ternak

itik mengalami penurunan dari tahun 2013 sebanyak 13,147 ekor, 2014 sebanyak

7,157 ekor, 2015 sejumlah 9,705 ekor, dan 2016 sejumlah 10,520 ekor (BPS,

2016).

Oleh karena produksi telur itik masih menjadi masalah maka dalam rangka

membangun rangkaian industri telur asin perlu dilakukan kajian mengenai sosial

ekonomi usaha itik di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota

Mataram.

1.2 Rumusan Masalah

Berkaitan dengan uraian pada latar belakang yang telah diuraikan di atas

maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah :

3
1. Bagaimana sistem pengelolaan usaha ternak itik di Kelurahan Dasan

Cermen.

2. Berapakah pendapatan usaha ternak itik di daerah penelitian.

3. Bagaimana pemasaran produk ternak itik di Kelurahan Dasan Cermen.

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah maka tujuan penelitian adalah :

1. Mengetahui sistem pengelolaan usaha ternak itik di Kelurahan Dasan

Cermen.

2. Mengetahui besar pendapatan usaha ternak itik di daerah penelitian.

3. Mengetahui pemasaran produk ternak itikdi Kelurahan Dasan Cermen

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah

1. Untuk pemerintah sebagai bahan masukan dan informasi dalam rangka

pengembangan usaha ternak itik di daerah Nusa Tenggara Barat.

2. Untuk para petani/peternak dapat dijadikan sebagai pedoman

pengembangan usaha tani ternaknya.

3. Untuk pengembangan ilmu sebagai referensi pada peneliti selanjutnya.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teknis Usaha Ternak Itik

2.1.1 Asal usul itik

Itik adalah jenis unggas air yang tergolong dalam ordo Anseriformes,

Family anatidae, genus Anas dan termasuk spesies Anas javanica. Proses

domestikasi membentuk beberapa variasi dalam besar tubuh, konformasi, dan

warna bulu. Perubahan ini diperkirakan akibat campur tangan manusia untuk

mengembangkan ternak itik dengan tujuan khusus dan juga karena jauhnya jarak

waktu domestikasi dengan waktu pengembangan.

Secara zoology, tata nama itik sebagai berikut:

Taksonomi Itik
Kingdom Animalia
Phylum Vertebrata
Class Aves
Ordo Anseriformes
Familia Anatidae
Genus Anas
Spesies Anas platyhyncos
Sumber:(Srigandono, 1997).

1) Itik Bali

Itik Bali sering dijuluki sebagai itik penguin. Sosoknya hampir sama

dengan itik jawa, tetapi lehernya lebih pendek dan bagian belakang tubuhnya

tidak begitu lebar. Warna bulunya lebih terang dibandingkan dengan itik Jawa.

2) Itik Magelang

Itik magelang yang warna bulu dominannya adalah kecoklatan

mempunyai nama lain, yakni itik kalung. Disebut itik kalung karena terdapat

5
sekumpulan bulu yang berwarna putih melingkar di lehernya menyerupai

kalung.

3) Itik Tegal

Nama itik tegal sesuai dengan daerah pengembangannya, yakni di

daerah Tegal, Jawa Tengah. Itik ini termasuk dalam kelompok itik jawa

(Anasjavanica).

4) Itik Mojosari

Itik Mojosari berasal dari Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto,

Jawa Timur. Itik ini merupakan jenis itik petelur yang cukup bagus. Telurnya

sangat digemari konsumen karena rasanya cukup enak dan ukurannya relative

besar.

2.1.2 Produksi dan Reproduksi

a) Produksi

Mutu telur itik dibedakan berdasarkan penilaian terhadap kulit telur,

kantong udara pada telur, putih telur dan kuning telur. Telur itik biasanya

dibedakan mutunya berdasarkan berat, > 65 gr (besar), berat 60 - 65 gr

(sedang) dan < 65 (kecil) (Murtidjo, 1988).

Kemampuan itik untuk memproduksi telur sangat beragam, hal ini

diduga karena manajemen pemeliharaan, baik pemberian pakan serta

manajemen lainnya. Itik Alabio yang dipelihara intensif sampai umur 72

minggu mampu bertelur sebanyak 220 butir. Produksi telur itik Alabio yang

dipelihara intensif adalah 214.7±43.31 butir. Itik mulai bertelur ketika

berumur 6 bulan dengan masa produksi selama 11 bulan terus menerus

6
setiap tahunnya, hanya memerlukan waktu istirahat berproduksi pada masa

rontok bulu (Prawoto, 2001).

Berdasarkan hasil penelitian Purwanti (1999), tentang peternakan Itik

rakyat di Karawang, tenaga kerja yang terlibat dalam pemeliharaan ternak Itik

lebih banyak menggunakan tenaga kerja keluarga (96,97 %), dan non keluarga

(3,03 %), namun demikian efisiensi produksi usaha ternak Itik masih relatif

rendah dikarenakan kepemilikan yang relatif kecil dan kualitas bibit yang

belum baik.

Berdasarkan hasil penelitian Purwanti (1999), tentang peternakan Itik

rakyat di Karawang, tenaga kerja yang terlibat dalam pemeliharaan ternak Itik

lebih banyak menggunakan tenaga kerja keluarga (96,97 %), dan non keluarga

(3,03 %), namun demikian efisiensi produksi usaha ternak Itik masih relatif

rendah dikarenakan kepemilikan yang relatif kecil dan kualitas bibit yang

belum baik.

Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Produksi Ternak Itik

1. Sifat Genetik atau Keturunan.

Ternak itik yang banyak dikenal sekarang (itik domestik) merupakan

itik-itik hasil budidaya (jinak) atau Anas domesticus. Itik ini merupakan

keturunan dari Itik-itik liar species Anas plathyryncos yang dikenal dengan

nama Wild Mallard. Itik-itik liar (Mallard) hidup berpasangan (monogamous)

dan secara naluri masih mununjukkan sifat-sifat mengeram untuk menetaskan

telur-telurnya. Pada itik jantan liar (Mallard drake) memiliki bulu warna yang

indah dibanding dengan itik betina liar (Mallard female). Interaksi keduanya

akan berkumpul pada saat musim kawin.

7
2. Pakan.

Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada

produksi telur itik. Itik petelur membutuhkan pakan sebanyak 160 gr/ekor/hr

dan harus memenuhi kandungan nutrisi, Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

itik, di pasaran sudah tersedia pakan konsentrat untuk itik dengan kandungan

nutrisi yang cukup. Namun untuk efisiensi biaya, pakan konsentrat ini dapat

dicampur dengan dedak halus dengan komposisi yang sesuai terutama untuk

kadar protein yang dibutuhkan.

3. Manajemen Pemeliharaan

Menurut Multasih et all. (2010), Sistem pemeliharaan itik

dikategorikan kedalam tiga macam, yaitu secara ekstensif/ tradisional,

semi intensif, dan intensif.

a) Pemeliharaan Ekstensif atau Tradisional

Pemeliharaan ekstensif, tempat pemeliharaan kelompok itik

berpindah-pindah untuk mencari tempat penggembalaan yang banyak

tersedia pakannya. Itik yang dipelihara umumnya tidak banyak, rasio

jantan dan betina tidak diperhitungkan, juga perkandangan.

b) Pemeliharaan Semi Intensif

Pemeliharaan semi intensif adalah pemeliharaan dengan cara

mengurung itik pada saat-saat tertentu, biasanya pada malam hari sampai

pagi hari. Setelah itu dilepas disekitar halaman kandang atau

digembalakan ditempat penggembalaan yang dekat. Pada sistem

pemeliharaan ini makanan diberikan sesuai dengan kebutuhan dan

pengelompokkan variasi usia sudah dilakukan. Akan tetapi prinsip

8
tradisional seperti lokasi dan tempat, bahan pakan serta cara pemeliharaan

yang dilepas masih tetap dipertahankan.

c) Pemeliharaan Intensif

Pemeliharaan intensif adalah pemeliharaan secara mendalam dan

bersungguh-sungguh. Memilihara itik secara intensif dengan

dikandangkan ialah beternak tanpa air dan tidak diberi air untuk berenang.

Air diberikan hanya untuk minum.

d) Pencegahan dan pengendalian penyakit.

Secara garis besar penyakit itik dikelompokkan dalam dua hal yaitu:

1. penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri

dan protozoa.

2. penyakit yang disebabkan oleh defisiensi zat makanan dan tata laksana

perkandangan yang kurang tepat.

Adapun jenis penyakit yang biasa terjangkit pada itik adalah:

1) Penyakit :Duck Cholera

Penyebab: bakteri Pasteurela avicida. 

Gejala: mencret, lumpuh, tinja kuning kehijauan.

Pengendalian: sanitasi kandang, pengobatan dengan suntikan penisilin

pada urat daging dada dengan dosis sesuai label obat.

2) Penyakit Salmonellosis

Penyebab: bakteri typhimurium.

Gejala: pernafasan sesak, mencret. 

Pengendalian: sanitasi yang baik, pengobatan dengan furazolidone

9
melalui pakan dengan konsentrasi 0,04% atau dengan sulfadimidin

yang dicampur air minum, dosis disesuaikan dengan label obat.

3) Salmonellosis (Pullorum + Berak kapur), penyebabnya bakteri

Salmonella pullorum, bila menyerang itik umur 3-15 hari berakibat

kematian tinggi. Tanda penyakit yang nampak adalah adanya kotoran

warna putih lengket seperti pasta dan menempel pada dubur, tubuh

lemah, lesu dan mengantuk kedinginan, cepat terengahengah, bulu

kusam, sayap menggantung kadang terjadi kelumpuhan. Pencegahan

dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan kandang serta makanan

dan minum, isolasi itik yang sakit. Pengobatan dengan obat jenis sulfa

dan antibiotik. 

4) Penyakit Botulismus , penyebabnya adalah racun yang dihasilkan oleh

kuman Clostridium botulinum, yang sering ditemukan pada bangkai

hewan dan tanaman busuk. Itik yang digembalakan sering

memakannya Tanda penyakit adalah itik lesu, lemah, lumpuh, pada

leher kaki dan sayap, nampak mengantuk, kadang-kadang tidak dapat

berdiri tegak dan kalau berjalan sempoyongan, bulu mudah rontik.

Pencegahan dengan menjaga kebersihan makanan dan hindari

makanan basi/sudah membusuk dan tercemar, makanan harus bersih

dan baru atau kalau hijauan yang masih segar. Pengobatan dapat

dicoba dengan obat laxanitia pencahar (garam)

5) Penyakit Cacing , penyebabnya terbagi jenis cacing menyerang pada

itik yang dilepas. Tanda penyakit adalah nafsu makan berkurang,

mencret, bulu kusam, kurus dan produksi turun. Pencegahan harus

10
dijaga kebersihan kandang jaga kelembabannya, sanitasi kandang dan

makan, minum. Pengobatan dengan memberikan obat cacing minimal

3 bulan sekali.

b) Reproduksi

Reproduksi atau perkembangbiakan dimaksudkan untuk

mendapatkan telur tetas yang fertil/terbuahi dengan baik oleh itik jantan.

Sedangkan sistem perkawinan dikenal ada dua macam yaitu itik

handmating/pakan itik yang dibuat oleh manusia dan nature mating

(perkawinan itik secara alami) (Rasyaf, 1993).

Untuk menghasilkan telur tetas perlu adanya itik jantan dengan

perbandingan 1 jantan denganma ksimum 8-10 itik betina, dalam

kelompok yang tidak terlalu besar (40-50 ekor per petak kandang)

(Anonim, 2011).

Untuk mendapatkan DOD (anak itik umur sehari) untuk ternak itik,

dapat dilakukan dengan membeli dari sumber bibit yang ada. Apabila

hendak mengadakan DOD dari sumber peternakan sendiri maka perlu

dipahami sistem perkawinan itik secara baik. Bagi peternak yang unit

usahanya adalahitik petelur daningin membesarkan anak itik pejantan

lokal maka sistem perkawinan alam lebih baik. Bagi peternak yang hanya

menggemukan itik afkir tidak memerlukan informasi sistem perkawinan.

Itik serati, yang dihasilkan dari perkawinan entog jantan dengan itik betina

memerlukan sistem perkawinan yang dibantu oleh manusia. Sistem ini

disebut sebagai perkawinan buatan atau inseminasi buatan (IB). Periode

layer adalah itik berumur 6 bulan hingga masa afkir (3 tahun). Pada umur

11
5.5 bulan itik mulai belajar bertelur untuk itu kandang itik harus jauh dari

keramaian hal ini untuk menghidari agar itik tidak mudah terkejut yang

akan mengakibatkan itik tidak mau betelur (Rasyaf, 1993)

Permatasari (2012) melakukan penelitian tentang performa sifat

reproduksi hasil silang balik (Backcross) Itik Pekin Alabio (Pa) dan Itik

Alabio Pekin (Ap) menunjukkan bahwa induk pada masing-masing

persilangan mempengaruhi bobottelur tetas turunannya. Pengaruh

maternal pada peubahini terlihat jelas pada rataan bobot telur tetas itik

APA dan AAP, yaitu masing-masing 81,16±0,51 g dan76,68±0,61g. Hasil

tersebut menerangkan bahwa jantan itik Alabio yang disilangkan dengan

betina itik PA memberikan bobot telur tetas yang lebih besar dibandingkan

dengan apabila disilangkan dengan betina itik AP. Pengaruh maternal

ditemukan pada bobot telur, indeks telur dan bobot tetas itik hasil silang

balik itik PA dan AP dengan tetuanya. Betina itik PA memberikan

pengaruh terhadap ukuran bobot telur, indeks telur dan bobot tetas yang

lebih besar.Pengaruh maternal tidak terdapat pada fertilitas, daya tetas,

kematian embrio serta imbangan jantan dan betina. Secara umum, tidak

terdapat sifat-sifat yang tidak diharapkan pada sifat reproduksi hasil

persilangan itik PA dan AP dengan tetuanya.

2.1.3 Budidaya ternak itik

1) Pakan

Dalam usaha pemeliharaan itik, yang paling perlu diperhatikan

adalah pakan. Pakan merupakan faktor yang sangat menentukan

keberhasilan usaha beternak itik. Itik memerlukan pakan untuk memenuhi

12
kebutuhan hidupnya yaitu untuk hidup pokok, pertumbuhan dan produksi

telur. Unsur-unsur yang diperlukan antara lain protein, karbohidrat,

vitamin, dan mineral. Kebutuhan unsur tersebut tergantung pada umur dan

kondisi itik (Windhyarti, 2011).

Rasyaf (1986) menjelaskan, bahwa bahan-bahan makanan yang

bisa dipakai sebagai campuran ransum adalah: jagung kuning, dedak

lunteh, bungkil- bungkilan, ubi kayu, daun lamtoro, daun petai cina, kulit

kerang, garam dapur, minyak atau lemak, dan tepung.

Berdasarkan hasil penelitian Purnamasari et all, (2011) ikan sapu-

sapu yang terdapat di aliran-aliran sungai di pulau Lombok memiliki

kandungan nutrisi yang lengkap dengan kandungan protein berkisar 33,32

- 41,75 %, kandungan lemak berkisar 13,29 - 22,97 % dan serat kasar

berkisar 0,80 – 3,40 % serta gross energy 3240,40 – 5881,68 % Kkal/g.

Demikian juga dengan kandungan mineral Ca berkisar 3,59 – 4,26 % dan

P berkisar 0,92 – 0,99 % dan memiliki persyaratan untuk dijadikan sabagai

pakan ternak itik. Namun di lain pihak ikan sapu-sapu mengandung logam

berat Cu dan Pb, dimana kadar Cu 2,48 – 16,70 ppm, sedangkan kadar Pb

4,22 – 15,23 ppm, karena habitat ikan sapu-sapu adalah aliran-aliran

sungai yang kemungkinan telah mengalami pencemaran dimana ikan sapu-

sapu berfungsi sebagai pembersih air.

2) Bibit

Penyediaan bibit bagi para peternak Itik di Indonesia diperoleh

melalui perkawinan ternak Itik penghasil bibit (breeder) antar kelompok

13
ternaknya sendiri. Perbandingan pejantan dan kelompok betina yang

dianjurkan adalah satu banding enam sampai delapan (Samosir, 1983).

Pemilihan bibit ada 3 (tiga) cara untuk memperoleh bibit itik yang

baik adalah sebagai berikut :

a. Membeli telur tetas dari induk itik yang dijamin keunggulannya

b. Memelihara induk itik yaitu pejantan dan betina itik unggul untuk

mendapatkan telur tetas kemudian meletakannya pada mentok, ayam

atau mesin tetas

c. Membeli DOD (Day Old Duck) dari pembibitan yang sudah dikenal

mutunya maupun yang telah mendapat rekomendasi dari dinas

peternakan setempat. Ciri DOD yang baik adalah tidak cacat (tidak

sakit) dengan warna bulu kuning mengkilap.

3) Kandang

Menurut Rasyaf (1986), kandang merupakan tempat kediaman

ternak, dan dari kandang tersebut ternak memperoleh manfaat. Untuk

mengetahui sistem kediaman tersebut memberikan manfaat yang optimal

dan menguntungkan, hendaknya harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut: (1) harus memberikan kenyamanan bagi ternak Itik, (2)

memberikan kesehatan pada Itik yang ada di dalamnya, (3) harus

memberikan hasil bagi peternak, (4) tidak mengganggu peternak, (5)

memenuhi syarat ekonomis.

4) Pemeliharaan sehari-hari

Sanitasi dan tindakan preventif, sanitasi kandang mutlak

diperlukan dalam pemeliharaan itik dan tindakan preventif (pencegahan

14
penyakit) perlu diperhatikan sejak dini untuk mewaspadai timbulnya

penyakit. Pemberian Pakan, pemberian pakan itik tersebut dalam tiga fase,

yaitu fase stater (umur 0–8 minggu), fase grower (umur 8–18 minggu) dan

fase layar (umur 18–72 minggu) (Rasyaf, 1993).

a. Sanitasi dan Tindakan Preventif Sanitasi kandang mutlak diperlukan

dalam pemeliharaan itik dan tindakan preventif (pencegahan penyakit)

perlu diperhatikan sejak dini untuk mewaspadai timbulnya penyakit.

b. Pengontrol Penyakit, dilakukan setiap saat dan secara hati-hati serta

menyeluruh. Cacat dan tangani secara serius bila ada tanda-tanda

kurang sehat pada itik.

c. Pemberian Pakan, Pemberian pakan itik tersebut dalam tiga fase, yaitu

fase stater (umur 0–8 minggu), fase grower (umur 8–18 minggu) dan

fase layar (umur 18–27 minggu). Cara memberi pakan tersebut terbagi

dalam empat kelompok yaitu:

1) Umur 0-16 hari diberikan pada tempat pakan datar.

2) Umur 16-21 hari diberikan dengan tray feeder dan sebaran

dilantai.

3) Umur 21 hari sampai 18 minggu disebar dilantai.

4) Umur 18 minggu–72 minggu, ada dua cara yaitu : 7 hari

pertama secara pakan peralihan dengan memperhatikan

permulaan produksi bertelur sampai produksi mencapai 5%.

Setelah itu pemberian pakan itik secara ad libitum (terus

menerus).

15
2.2 Tinjauan Ekonomi Usaha Ternak Itik

2.2.1 Biaya Dan Pendapatan.

Menurut hasil penelitian Noviyanto (2015) Usaha ternak itik di Kecamatan

Banyubiru Kabupaten Semarang rata-rata mampu menghasilkan laba sebesar Rp.

733.236 / bulan dengan rata-rata pemilikan ternak sebanyak 286 ekor. Usaha

ternak itik di Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang layak untuk

dikembangkan hal ini dibuktikan dari rata-rata profitabilitas 31,94%. Secara

serempak biaya pakan, obat, jumlah produksi dan DOD (day old

duck) berpengaruh terhadap pendapatan. Secara parsial yang berpengaruh yaitu

variabel biaya pakan dan jumlah produksi, sedangkan biaya obat-obatan dan DOD

(day old duck)  tidak berpengaruh terhadap pendapatan.

Berdasarkan hasil penelitian Puspasari (2004) tentang Analisis Kelayakan

Finansial Ternak Itik Petelur dan Pengembangan Produksi Telur pada MS

Corporation Bandar Lampung, hasil penelitian menjelaskan, bahwa analisis

finansial usaha ternak itik tersebut prospektif untuk di kembangkan dan

menguntungkan pada tingkat suku bunga yang berlaku, yaitu 12% didapat NVP

Rp. 435.672,7, Net B/C 4,253, IRR 61,07%, payback period 4 tahun yang berarti

prospektif untuk dikembangkan secara finansial, karena nila NPV > 0,Gross B/C

> 1, Net B/C > 1, IRR > tingkat suku bunga yang berlaku, dan pengembalian

modal dengan batas waktu kurang dari 10 tahun. Berdasarkan analisis sensitivitas,

sensitif atau kepekaan terjadi pada perubahan kenaikan konsentrat sebesar 41,65%

dan penurunan harga jual sebesar 7,69%.

16
2.2.2 Pemasaran Hasil Produksi

Itik pada setiap tahap umur mempunyai segmen pasar khusus dengan nilai

jual yang cukup tinggi. Telur Itik sendiri dipasarkan dalam tiga bentuk yaitu telur

segar, telur olahan, dan telur untuk penetasan. Salah satu bentuk telur

olahanadalah telur asin. Jika tujuan beternak adalah untuk menghasilkan telur

konsumsi maka sistem beternak tanpa air dan pejantan merupakan salah satu

pilihan yang tepat (Suharno, 2002).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fauzan (2015) tentang analisis

saluran, margin, dan efisiensi pemasaran Itik lokal pedaging, didapatkan bahwa

margin pemasaran yang paling tepat untuk peternak itik lokal pedaging adalah

yang memiliki nilai margin terendah yaitu Rp.9.666,67 per ekor, penyaluran itik

lokal pedaging kepada konsumen melalui pedagang besar dan pedagang pengecer.

Saluran pemasaran yang paling efisien adalah Saluran Pemasaran 2 karena

memiliki margin pemasaran total paling rendah (Rp. 9.666,67 per ekor) dengan

perolehan farmer’s share paling tinggi (75,63 %).

Berdasarkan hasil penelitian Feniarti (2010), tentang Analisis Kelayakan

Finansial Ternak Itik Petelur dengan Sistem Intensif dan Tradisional di Kabupaten

Pringsewu, hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan analisis finansial

usaha ternak itik tersebut efektif untuk di lanjutkan dan menguntungkan pada

tingkat suku bunga yang berlaku, yaitu sebesar 16% / tahun, dilihat dari skema

ritail KUR BRI untuk UMKM (usaha mikro kecil dan menengah) didapat dalam

pemeliharaan sistem intensif NPV RP. 824.575.489, IRR 34,91%, Net B/C 2,30

Gross B/C 1,36, payback period 1,04 tahun dan pada system tradisional NPV Rp.

742.153.014, IRR 97% 40 .Net B/C 7,93, Gross B/C 1,43, pyback period 1 tahun

17
yang beraarti kedua sistem tersebut prospektif untuk di kembangkan secara

finansial, karena nila NPV > 0, Gross B/C > 1, Net B/C > 1, IRR > tingkat suku

bunga yang berlaku, dan pengembalian modal dengan batas waktu kurang dari 15

tahun. Berdasarkan penghitungan laju kepekaan didapat bahwa kedua sistem

pemeliharaan itik secara insentif maupun tradisional tidak peka terhadap kenaikan

harga pakan sebesar 10%, penurunan harga telur sebesar 16,67% dan penurunan

produksi telur sebesar 20%.

Berdasarkan hasil penelitian Feniarti (2010) tentang Analisis Kelayakan

Finansial Ternak Itik Petelur dengan Sistem Intensif dan Tradisional di Kabupaten

Pringsewu, hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan analisis finansial

usaha ternak itik tersebut efektif untuk di lanjutkan dan menguntungkan pada

tingkat suku bunga yang berlaku, yaitu sebesar 16% / tahun, dilihat dari skema

ritail KUR BRI untuk UMKM (usaha mikro kecil dan menengah) didapat dalam

pemeliharaan sistem intensif NPV RP. 824.575.489, IRR 34,91%, Net B/C 2,30

Gross B/C 1,36, payback period 1,04 tahun dan pada system tradisional NPV Rp.

742.153.014, IRR 97% 40 Net B/C 7,93, Gross B/C 1,43, pyback period 1 tahun

yang beraarti kedua sistem tersebut prospektif untuk di kembangkan secara

finansial, karena nila NPV > 0, Gross B/C > 1, Net B/C > 1, IRR > tingkat suku

bunga yang berlaku, dan pengembalian modal dengan batas waktu kurang dari 15

tahun. Berdasarkan penghitungan laju kepekaan didapat bahwa kedua sistem

pemeliharaan itik secara insentif maupun tradisional tidak peka terhadap kenaikan

harga pakan sebesar 10%, penurunan harga telur sebesar 16,67% dan penurunan

produksi telur sebesar 20%.

18
2.2.3 Pendapatan Usaha Ternak Itik

Berdasarkan hasil penelitian Zuraida (2004) tentang Peluang dan Potensi

Usaha Ternak Itik di Lahan Lebak di Kalimantan Selatan, menyatakan bahwa

usaha ternak itik yang dilakukan di lahan rawa lebak di Kecamatan Hulu Sungai

Tengah, Kabupaten Kalimantan Selatan dengan skala 100 ekor dalam 6 bulan

menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 4.914.000 dengan nilai R/C 2,56% dan

kontribusi 58%.

Samosir (1983) berpendapat bahwa ternak Itik memegang peranan penting

dalam menunjang sumber pendapatan petani-peternak, baik pada skala usaha kecil

maupun skala usaha besar. Hal ini juga dinyatakan oleh Purwanti (1999),

berdasarkan hasil penelitiannya pada peternak Itik di Karawang, dari sisi

pendapatan sumbangan dari ternak Itik terhadap pendapatan keluarga

sebesar35,43 persen. Selain itu, usaha ternak Itik merupakan kegiatan basis yang

mempunyai peranan yang cukup penting dalam pembangunan pertanian, sehingga

dapat meningkatkan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu daerah

(Purwanti, 1999).

Kamid (2002), melakukan penelitian tentang analisis kelayakan

usahaternak Itik petelur pada kelompok tani ternak Itik branjangan putih

Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon. Dalam penelitiannya menggunakan alat

analisis investasi berupa NPV, BCR, IRR. Hasil yang didapat dari penelitian

tersebut adalah: pada tingkat suku bunga 12 persen pertahun, untuk pemeliharaan

ternak Itik semi intensif pada skala lebih dari 500 ekor nilai NPV nya adalah

4.452.386, nilai BCR yang diperoleh adalah sebesar 1,38, nilai IRR yang didapat

19
adalah 30 persen. Dari hasil perhitungan tersebut bisa disimpulkan bahwa usaha

tersebut layak untuk dijalankan. bahan pakan yang digunakan berupa

dedak/bekatul, menir, nasi kering, dan ikan petek.

Herwin (2005) melakukan penelitian tentang analisis kelayakan usaha

pembibitan Itik di Desa Kagokan, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo, Jawa

Tengah. Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa pakan yang dipakai berupa

konsentrat dan bekatul dengan perbandingan 1:10, dari hasil perhitungan tentang

analisis investasi di dapatkan nilai sebagai berikut: NPV sebesar Rp.

1.380.367,IRR sebesar 39 persen, Net B/C sebesar 1,59. dari hasil perhitungan

tersebut bisa disimpulkan bahwa usaha pembibitan Itik tersebut dikatakan layak

untuk dijalankan.

20
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni 2017 di Kelurahan Dasan

Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram.

3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Dalam

penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang

populasi yang besar dengan menggunakan sampel yang relatif kecil. Metode

survey digunakan untuk memperoleh gambaran umum tentang karakteristik

populasi, seperti kondisi masyarakat berdasarkan kelompok usia, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, agama, suku bangsa dan etnis.

3.3 Teknik Penentuan Sampel

Responden sampel dalam penelitian ini adalah peternak itik yang tergabung

dalam kelompok taniternak. Responden sampel dipilih secara simple random

sampling sebanyak 30 peternak.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti pada kegiatan penelitian ini adalah :

1. Biaya Produksi Usaha

a. Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap tidak terpengaruh

oleh aktifitas perusahaan perusahaan dalam kurun waktu tertentu yang

21
terdiri dari biaya penyusutan kandang, penyusutan peralatan dan sewa

lahan.

b. Biaya Variabel (tidak tetap)

Biaya Variabel adalah biaya yang jumlahnya selalu berubah secara

proporsional terhadap volume kegiatan yang terdiri dari biaya bibit,

pakan, obat-obatan, tenaga kerja, transportasi, biaya penerangan

dan biaya lain-lainnya.

2. Penerimaan usaha, yaitu nilai hasil telur yang didapatkan dari usaha

ternak itik.

3. Faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat usaha ternak

itik di kelurahan dasan cermen.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan

data sekunder. Data primer diperoleh dari peternak itik melalui wawancara dan

observasi di lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dari kantor badan pusat

statistik dan Dinas Pertanian Kota Mataram.

3.6 Analisis Data

1. Untuk mengetahui pengelolaan usaha ternak itik digunakan analisis

deskriptif tentang panca usaha ternak itik meliputi pembibitan,

pemberian pakan, perkandangan, kesehatan ternak dan pemasaran.

2. Untuk mengetahui biaya pendapatan usaha ternak itik digunakan analisis

biaya pendapatan dengan rumus : Pendapatan = Total Penerimaan - Total

biaya produksi, atau bisa juga dengan rumus : π = TR – TC

Keteranggan :  π  : Pendapatan

22
TR : Total Revenue = Total Penerimaan

TC : Total Cost = Total Biaya Produksi

3. Untuk mengetahui saluran pemasaran dianalisis dengan analisis snow

ball (Bola Salju) dan efisiensi pemasaran.

B-C Rasio (benefit cost ratio)

B-C Rasio (Benefit Cost Ratio) adalah ukuran perbandingan antara

pendapatan (Benefit = B) dengan Total Biaya produksi (Cost = C). Dalam

batasan besaran nilai B-C dapat diketahui apakah suatu usaha

menguntungkan atau tidak menguntungkan Rumus:

Jumlah Pendapatam
B-C ratio = Total Biaya Produksi

B = Jumlah Pendapatan

TC = Total Biaya Produksi

23
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian

A. sejarah

Kelurahan Dasan Cermen merupakan salah satu kelurahan yang relatif tua di

antara kelurahan yang ada di Kota Mataram. Kelurahan Dasan Cermen sudah ada

sejak tahun 1907 yang pada waktu itu bernama Perbekel yang dipimpin oleh

Amaq Lumar kemudian pada tahun 1924 berubah menjadi Desa dengan kepala

desanya bernama Amaq Mustafa.

Seiring dengan perkembangan sistem pemerintahan, Kelurahan Dasan Cermen

semula merupakan desa yang berada di Wilayah Kecamatan Sandubaya yang

merupakan bagian dari Kecamatan Cakranegara, Setelah Kota Madya Mataram pada

tahun 1993 berubah status dari Desa menjadi Kelurahan. Selanjutnya dengan

berubahnya Kota Madya Mataram menjadi Kota Mataram sesuai dengan Undang-

Undang Nomor : 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Kelurahan Dasan

Cermen lebih menampakkan eksistensinya dan bersamaan dengan itu ditetapkan

Perda Nomor 17 Tahun 2000 dan juga Keputusan Walikota Mataram No.

20/KPTS/2001 Tanggal 3 Juni 2001 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi

Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Kecamatan dan Kelurahan se Kota Mataram,

yang menguatkan posisi dan jati diri Kelurahan Dasan Cermen sebagai salah satu

kelurahan yang ada di Kota Mataram. Seiring dengan perkembangan zaman dan

perubahan peraturan yang sekarang kita mengacu pada Undang-undang nomor 32

24
Thun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun

2005 tentang Pemerintahan Kelurahan dan Peraturan Daerah nomor 3 Tahun 2007

tentang Pemekaran Kecamtan dan Kelurahan maka Kelurahan Dasan Cermen

membawahi 3 Lingkungan yaitu Lingkungan Dasan Cermen Utara, Dasan Cermen

Barat, dan Dasan Cermen Selatan. Tahun 2011 dimekarkan lagi 2 lingkungan yaitu

Lingkungan Dasan Cermen Timur dan Dasan Cermen Asri, sehingga Kelurahan

Dasan Cermen menjadi 5 Lingkungan sampai dengan saat ini.

Kelurahan Dasan Cermen adalah Kelurahan yang tergolong tua dan

mempunyai Luas Wilayah 158,047 Ha, dengan kepadatan penduduk rata-rata

2582 jiwa/km2 sehingga pada tahun 2007 Kelurahan Dasan Cermen dimekarkan

menjadi 2(dua) kelurahan yaitu Kelurahan Dasan Cermen dan Kelurahan Abian

Tubuh Baru. Berdasarkan hasil pendataan pada akhir tahun 2015 maka jumlah

penduduk menjadi 4355 jiwa dan 1.408 KK.

B. Letak Geografis

Kelurahan Dasan Cermen merupakan salah satu kelurahan dari 7

kelurahan yang berada di Kecamatan Sandubaya dengan luas wilayah 158,047 Ha

dengan batas-batas sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : Kelurahan Abiantubuh Baru

1. Sebelah Timur : Kelurahan Babakan dan Desa Bengkel

2. Sebelah Selatan : Desa Bagek Polak dan Desa Labu Api

3. Sebelah Barat : Kelurahan Pagutan Timur

25
Luas wilayah seperti di atas telah diatur dalam suatu tata ruang yang terdiri dari :

1. Lahan pertanian : 39,50 Ha

2. Pekarangan : 53,57 Ha

3. Pemukiman : 35,40Ha

4. Kuburan : 0,35 Ha

5. Perkantoran : 0,78 Ha

6. Fasilitas umum : 12,45 Ha

Kelurahan Dasan Cermen secara administratif terdiri dari 5 Lingkungan

yaitu Lingkungan Dasan Cermen Utara, Dasan Cermen Barat, Dasan Cermen

Selatan, Dasan Cermen Timur dan Dasan Cermen Asri terdiri dari 27 Rukun

Tetangga (RT).

Gambar 1. Keadaan Dan Tata Letak Kota mataram.

Sumber: Bps 2016

C. Demografi dan Mata Pencaharian

Penduduk Kelurahan Dasan Cermen menurut data Tahun 2015 adalah

4355 jiwa dengan 1.408 KK dan kepadatan rata-rata jiwa per km2 , dengan rincian

jumlah penduduk laki-laki : 2183 jiwa dan perempuan = 2172 jiwa.

26
Sebagian besar masyarakat Kelurahan Dasan Cermen memiliki mata pencaharian

di bidang jasa dan perdagangan, dengan perincian sebagai berikut :

1. Pegawai Negeri Sipil: 77 orang

2. Petani :. 187 orang

3. Buruh Tani : 92 orang

4. Karyawan Swasta : 570 orang

5. Pedagang Klontong : 178 orang

6. Wiraswasta : 250 orang

Pendududuk berdasarkan agama:

1. Islam : 4189 orang

2. Hindu : 48 orang

3. Kristen : 28 orang

4. Katolik : 3 orang

5. Budha : 87 orang

D. Sosial dan Ekonomi

Beragam cara menarik minat konsumen untuk meningkatkan omzetnya.

Salah satunya memberi nama produk agar terdengar unik dan menarik. Telur asin

Bebek Bingung, yang diproduksi di Jalan Prabu Ranggasari, Dasan Cermen,

Sandubaya Mataram salah satunya. Telur asin ini mulai diproduksi sejak 2012.

Kini produksinya mencapai 1500 butir telur asin setiap tiga hari. Maleha

pengusaha telur asin Bebak Bingung ini mengawali bisnisnya sebagai pedagang

telur bebek. Dia berkeliling keluar masuk kampung untuk memasarkan telur

27
bebeknya. Lambat laun, dia berinisiatif untuk menjual telur asin. Tidak mudah

untuk memperoleh produk telur asin yang lezat. Dibutuhkan waktu selama 10 hari

produksi untuk menghasilkan telur asin berkualitas.

Untuk keranjang berisi 20 butir telur asin dibandrol seharga Rp 80.000, isi

25 butir Rp. 90.000, keranjang berisi 30 butir telur seharga Rp 110.000, dan berisi

50 butir telur seharga Rp 180.000. “Rata-rata pembeli merupakan wisatawan

nusantara, ada juga masyarakat sekitar,” ujarnya. Maleha menjelaskan, tidak

jarang konsumennya mengirim produknya ke luar daerah. Ada yang ke Jawa

Timur, Jakarta, Bandung, bahkan sampai Kalimantan. Selama ini Maleha

memperoleh keuntungan hingga Rp 3 juta per bulan dari bisnisnya itu.

Dia berharap tingkat kunjungan wisata NTB khususnya di Pulau Lombok

melonjak tajam pada 2017. Terlebih saat ini banyak pembangunan yang akan

dimulai termasuk pengembangan pariwisata.

4.2 Identitas Responden

Umur Responden

Umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas

kerja seseorang. Tingkat umur seseorang akan berpengaruh terhadap

kemampuannya dalam mengerjakan suatu pekerjaan, karena terjadi peningkatan

kemampuan fisik seiring dengan meningkatnya umur walaupun pada umur

tertentu akan terjadi penurunan produktivitas. Adapun klasifikasi responden

berdasarkan umur di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota

Mataram pada tabel 3.

28
Tabel 2. Klasifikasi Responden Berdasarkan Umur Di Kelurahan Dasan Cermen
Kecamatan Sandubaya Kota Mataram
No Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
1 39-48 20 66,6
2 49-58 8 26,6
3 59-68 2 6,6
Jumlah 30 100
Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2017

Tabel 2menunjukkan, bahwa 66,6 % responden berumur antara 39-48

tahun.Menurut Swastha (1997), tingkat produktifitas kerja seseorang akan

mengalami peningkatan sesuai dengan pertambahan umur, kemudian akan

menurun kembali menjelang usia tua. Dalam penelitian ini hanya ditemukan 6,6%

peternak yang sudah tergolong tua atau tidak produktif (>64 tahun).

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan suatu indikator yang mencerminkan

kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu jenis pekerjaan atau

tanggung jawab.Dalam usaha peternakan, faktor pendidikan diharapkan dapat

membantu peternak dalam upaya meningkatkan ilmu dan keterampilannya,

sehingga produktivitas usaha ternak yang dijalankannya mengalami

peningkatan.Adapun tingkat pendidikan peternak responden di Kelurahan Dasan

Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikannya di Kelurahan


Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram

No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)


1 SD/MI 30 100
2 SMP - -
3 SMA - -
4 Perguruan Tinggi - -
Jumlah 30 100
Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2017

29
Tabel 3 menunjukkan,bahwa 100% responden berpendidikan sekolah

dasar (SD). Rendahnya pendidikan responden merupakan salah satu faktor

penghambat dalam pengembangan usaha ternak yang dikelolanya.Hal ini sesuai

dengan pendapatan Risqina (2011), bahwa pendidikan sangat mempengaruhi pola

pikir seseorang, terutama dalam hal pengambilan keputusan dan pengaturan

manajemen dalam mengelola suatu usaha.

Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga yang

menjadi tanggung jawab responden.Anggota keluarga tersebutterdiri dari keluarga

inti dan keluarga batih.Anggota keluarga yang telah mampu bekerja akan

memberikan dampak yangpositif dalam usaha pemeliharaan ternak itik, karena

dapat digunakan sebagai tenaga kerja.Pengelompokan responden berdasarkan

jumlah tanggungan keluarga dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi Responden Berdasarkan Tanggungan Keluarga di Kelurahan


Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram
No Jumlah Tanggungan (orang) Jumlah (orang) Persentase (%)
1 1-3 6 20
2 4-7 24 80
Jumlah 30 100
Sumber : Data Primer,Diolah tahun2017

Tabel 4 menunjukkan, bahwa 20% peternak respoden memiliki

tanggungan keluarga sebanyak 3-4 0rang.Menurut Chandra (2007), sebuah

keluarga yang meiliki tanggungan 3-4 orang disebut keluarga sedang.

Pengalaman Usaha

Pengalaman merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan

suatu usaha. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh peternak, maka akan

semakin terampil dalam mengelola suatu usaha peternakan. Pengalaman beternak

30
akan diperoleh seorang berdasarkan lama mereka bergelut dalam suatu usaha

peternakan. Semakin lama mengelola suatu usaha, maka semakin luas pengalaman

dan semakin banyak kemampuan yang diperoleh. Pengalaman beternak

merupakan faktor penting yang harus dimiliki oleh seorang peternak dalam

meningkatkan produktivitas dan kemampuan kerjanya dalam usaha peternakan

(Priyanto dan Yulisiani, 2005). Adapun klasifikasi responden berdasarkan lama

beternak di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram dapat

dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Klasifikasi Responden Berdasarkan Pengalaman Usaha di Kelurahan


Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram
No Pengalaman usaha (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
1 2-3 3 10
2 4-5 10 33,3
3 6-9 17 56,6
Jumlah 30 100
Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2017

Tabel 5 menunjukkan, sebagian besar responden (10%) memiliki

pengalaman beternak kurang dari 5 tahun. Hal ini berarti, bahwa kesempatan

responden untuk belajar dari pengalamannya sendiri masih relatif sedikit.Hal ini

sesuai dengan pendapat Nitisemito dan Burhan (2004), bahwa semakin banyak

pengalaman beternak maka semakin banyak pula pelajaran yang diperoleh

dibidang tersebut.

4.3 Teknik Pemeliharaan Ternak Itik

Proses teknik pemeliharaan yang dilakukan oleh peternak itik di daerah

penelitian adalah sebagai berikut :

a. Kandang Itik

Adapun persyaratan kandang yang harus dipenuhi adalah : mudah

dibersihkan, sirskulasi udara lancar dan cukup mendapatkan sinar matahari.

31
Kebutuhan kandang sangat penting sekali sebagai pelindung panas, hujan, dingin

dan tiupan angin yang sangat kencang. Selain itu juga memudahkan pemeliharaan.

Perkandangan itik dibangun berdekatan dengan rumah penduduk atau peternak

agar para peternak dapat lebih mudah mengawasi usaha ternaknya tersebut.

Sistem perkandangan yang digunakan dipeternakan itik ini adalah system

kandang ren. Kandang ren merupakan kandang itik yang dilengkapi dengan

tempat umbaran. Pada kandang re nada bagian yang tertutup dan beratap serta

sebagian tempat untuk umbaran. Lantai kandangnya tidak diberikan alas apapun

yaitu langsung berupa tanah sedangkan atapnya berupa seng dan dindingnya

dibuat dari bamboo. Disetiap kandang terdapat kolam yang digunakan sebagai

tempat penyimpanan ikan sapu-sapu yang digunakan sebagai pakan alternatif itik

yang dipelihara ditempat ini.

Gambar 2. Keadaan Kandang di Kelurahan Dasan Cermen

b. Penyediaan Bibit

Para peternak di daerah penelitian memilih jenis bibit ternak itik itik

Alabio serta itik mojosari. Pemilihan bibit ada 3 ( tiga) cara untuk memperoleh

bibit itik yg baik adalah sebagai berikut :

32
1. Membeli telur tetas dari induk itik yg dijamin keunggulannya.

2. Memelihara induk itik yaitu pejantan + betina itik unggul utk mendapatkan

telur tetas kemudian meletakannya pada mentok, ayam atau mesin tetas.

3. Membeli DOD (Day Old Duck) dari pembibitan yg sudah dikenal

mutunya maupun yg telah mendapat rekomendasi dari dinas peternakan

setempat.

c. Pemberian pakan Itik

Pakan yang yang terdiri dari campuran dedak , ikan sapu-sapu, sisa nasi, nasi

yang dikeringkan dan hijauan. Cara pemberian pakan dan jumlah/konsumsi pakan

sebagai berikut:

a. Umur 0 -16 hari pakan diberikan di tempat pakan.

b. Umur 16 -21 hari pakan diberikan di tempat pakan dan sebaran dilantai.

c. Umur 21 hari -18 minggu disebar dilantai.

d. Umur 18 minggu –72 minggu, di luar kandang.

Pemberian pakan itik dilakukan 2 x sehari yaitu pagi dan sore serta

memberikan pakannya dengan bertahap, agar itik tidak merasa kelaparan dan

kesehatan itik tetap terjaga. Ikan sapu-sapu dan dedak merupakan pakan utama

sedangkan jenis pakan yang lainnya merupakan pakan tambahan jika ada maka

akan diberikan kepada itik.

Gambar 3. Ikan sapu-sapu yang akan digiling

33
Cara pemberian pakan dan jumlah/konsumsi pakan.

Adapun cara memberi pakan terbagi dalam 4 kelompok yaitu:

a. Umur 0 - 16 hari diberikan pada tempat pakan di dalam kandang.

b. Umur 16 - 21 hari diberikan di tempat pakan dan sebaran ditanah.

c. Umur 21 hari - 18 minggu disebar ditanah.

d. Umur 18 minggu – 72 minggu, di luar kandang (tempat telur). Pemberian

pakan itik dilakukan 2 x sehari yaitu pagi, dan sore.

d. Pencegahan penyakit

Melakukan pencegahan penyakit adalah lebih baik dari pada mengobatinya

dan perlu diingat bahwa setiap penyakit belum tentu menyebabkan kematian,

tetapi mungkin hanya menurunkan produksinya saja. Adapun beberapa

pencegahan yg dilakukan peternak itik di daerah penelitian sebagai berikut :

a. Menjaga kebersihan makanan dan hindari makanan basi/sudah

membusuk dan tercemar.

b. Makanan harus bersih dan baru atau kalau hijauan yang masih segar.

34
c. Menjaga kebersihan kandang serta makanan dan minum.

d. Mengisolasi atau memisahkan itik yang sedang sakit.

e. Pengelolaan sehari-hari

Pemeliharaan sangat penting dalam berternak itik Karena dengan

pemeliharaan yang baik akan lebih kuat dan sehat. Berikut hal yang dilakukan

oleh peternak sehari-harinya:

Pemeliharaan Kandang

Para peternak di tempat penelitian melalukan pembersihan kandang setiap

hari, yaitu pada pagi hari. Peternak membersihkan sisa-sisa makanan dan sisa

kotoran itiik. Hal itu dilakukan untuk mencegah timbulnya beberapa penyakit dan

juga menjaga kesehatan itik tersebut.

a. Pemberian pakan

Pemberian pakan itikdilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pagi dan sore.

Pakan yang diberikan berupa dedak, ikan sapu-sapu, sisa nasi, nasi kering serta

hijauan.

b. Induk di Afkir

Para peternak rata-rata mengafkirkan ternaknya pada umur 3 tahun.

Ternak itik yang diafkir akan dijual dipasar dengan harga Rp. 50.000/ekor. Dalam

sebulan peternak dapat mengafkirkan ternak itik Minimal 2 ekor ternak itik.

4.4 Pendapatan atau Penerimaan Usaha Ternak Itik

Penerimaan Usaha Ternak Itik

Penerimaan adalah penjumlah dari penjualan telur itik, dan hasil penjualan

ternak itik dalam satu proses produksi ternak itik tersebut selama satu periode

35
pemeliharaan. Adapun komponen-komponen hasil penjualan yang diterima oleh

peternak itik adalah hasil penjualan itik dan hasil penjualan telur itik. Di daerah

penelitian terdapat peternak yang menjual telur itik. Itik yang dipelihara

dipertahankan hingga habis usia produktif untuk menghasilkan telur. Setelah itu

itik dijual kepada toke atau agen penampung, masyarakat yang dan ada juga yang

dikonsumsi oleh keluarga. Peternak menjual telur itik ke pasar atau menjualnya

langsung ke penduduk sekitar, dengan harga sebesar Rp 2000 per butirnya.

Rataan penerimaan peternak itik dari usaha ternak itik petelur adalah

Rp.18.560.000 untuk satu periode pemeliharaan perpeternak. Setelah habis masa

produktif, itik dijual dengan harga sebesar Rp.50.000 per ekor. Rataan penerimaan

peternak dari penjualan itik afkir adalah Rp. 1.580.000 untuk satu periode

pemeliharaan per peternak. Jadi, total penerimaan usaha ternak itik untuk satu

periode pemeliharaan (1 tahun) adalah Rp. 20.140.000.

Pendapatan usaha ternak Itik

Pendapatan usaha ternak itik diperoleh dari selisih antara total penerimaan

usaha ternak itik dengan total biaya yang dikeluarkan peternak selama proses

pemeliharaan itik.

Tabel 6. Pendapatan bersih usaha ternak itik selama satu periode.

Jumlah

No Uraian (Rp/perperiode)
1 Penerimaan usaha ternak itik 20.140.000
2 Biaya produksi usaha ternak itik 15.971.000
Pendapatan bersih usaha ternak itik 4.169.000
Sumber : Data primer, diolah tahun 2017.

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa rataan penerimaan usaha

ternak itik perpeternak/periode adalah sebesar Rp 20.140.000 dan rataan total

36
biaya produksi sebesar Rp 15.971.000. Maka rataan pendapatan bersih usaha

ternak yang diterima oleh peternak itik adalah sebesar Rp 4.169.000 (per

peternak/periode).

4.5 Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan jumlah biaya yang harus dikeluarkan setiap

peternak itik untuk memperoleh input produksi guna mendapatkan telur dan

penjualan daging dari ternak itik. Adapun komponen-komponen biaya produksi

yang dikeluarkan oleh peternak itik adalah biaya tetap dan biaya tidak tetap.

Biaya Tetap

Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan oleh peternak yang

jumlahnya tidak dipengaruhi besar kecilnya produksi. Biaya tetap meliputi biaya

penyusutan kandang,penyusutanperalatan dan biaya Pajak Bumi dan Bangunan.

Biaya tersebut tetap dikeluarkan meskipun produksi terhenti. Hal ini sesuai

dengan pendapat Rasyaf (2002), bahwa biaya tetap dalam usaha peternakan

adalah biaya tetap yang terlibat dalam proses produksi dan tidak berubah

meskipun ada perubahan jumlah produksi yang dihasilkan. Jadi, meskipun itik

tidak berproduksi, tetapi peternak tetap mengeluarkan biaya tersebut dalam bentuk

penyusutan.

Biaya Variabel( Variabel Cost )

Selain biaya tetap, dalam usaha peternakan itik dikenal pula biaya tidak

tetap atau biaya variabel. Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan

peternak yang jumlahnya sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya skala usaha,

semakin besar skala usaha yang dikelola maka semakin besar pula biaya variabel

37
yang harus dikeluarkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Swastha dan Sukotjo

(1993), bahwa biaya variabel adalah biaya yang berubah-ubah disebabkan oleh

adanya perubahan jumlah produksi. Komponen biaya yang termasuk dalam biaya

variabel adalah biaya bibit, biaya pakan, biaya vitamin dan obat-obatan, biaya

tenaga kerja, dan biaya listrik. Besarnya biaya variabel yang dikeluarkan peternak

dalam usaha itik di Kelurahan Dasan Cermen Kabupaten Sandubaya Kota

Mataram sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya skala usaha yang dikelola oleh

peternak. Berikut tabel komponen biaya produksi.

Tabel 7. Rata-rata biaya usaha ternak itik (Rp/tahun/peternak)

No Uraian Nilai(Rp/tahun) Persentase


(%)
1 Biaya Tetap
 Penyusutan kandang 500.000 41,1
 Penyusutan peralatan 216.000 17,76
 Pajak bumi 500.000 41,1
Jumlah 1.216.000 99,96
2 Biaya tidak tetap
 Biaya pakan 9.000.000 60,9
 Biaya bibit 165.000. 1,1
 Biaya obat-obatan 60.000. 0,4
 Biaya tenaga kerja 3.600.000. 24,3
 Biaya listrik 1.200.000. 8,1
 Biaya lampu 730.000. 4,9
Jumlah 14.755.000. 100.00
Total biaya Produksi 15.971.000
Sumber: Data Primer,diolah tahun 2017.

Biaya produksi dalam usaha ternak itik terdiri dari biaya tetap dan biaya

tidak tetap. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mubyarto (1995) bahwa biaya

produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi dan menurut

penggunaannya dapat dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap.

Berdasarkan perhitungan didapat total rata-rata biaya produksi tiap responden

38
sebesar Rp.15.971.000/tahun. Biaya tetap yang dikeluarkan sebesar Rp.1.216.000

(99,69%) dan biaya tidak tetap yang dikeluarkan sebesar Rp.14.755.000 (99,6%).

4.6 Pendapatan Usaha Ternak Itik

Pendapatan usaha yang diperoleh dari ternak itik adalah selisih antara total

penerimaan usaha ternak itik dengan total biaya produksi yang dikeluarkan

peternak selama proses usaha pemeliharaan atau kegiatan budidaya ternak itik

tersebut.

B-C Rasio (benefit cost ratio)

B-C Rasio (Benefit Cost Ratio) adalah ukuran perbandingan antara

pendapatan (Benefit = B) dengan Total Biaya produksi (Cost = C). Dalam batasan

besaran nilai B-C dapat diketahui apakah suatu usaha menguntungkan atau tidak

menguntungkan. Rumus:

Jumlah Pendapatam
B-C ratio = Total Biaya Produksi

B = Jumlah Pendapatan

TC = Total Biaya Produksi

Dimana :

B-C ratio = 64.267.000
15.971.000

= 4,0239.980,-

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

39
5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian tentang analisis sosial

ekonomi usaha itik di kelurahan Dasan Cermen kecamatan Sandubaya Kota

Mataram adalah sebagai berikut:

1. Rataan pendapatan bersih usaha ternak itik adalah sebesar Rp. 4.169.000 per

peternak / periode (1 Tahun).

2. Kendala yang dihadapi para peternak itik pedaging antara lain, terbatasnya

modal dan harga pakan yang relatif tinggi.

3. Total penerimaan usaha ternak itik untuk satu periode pemeliharaan (1

tahun) adalah Rp. 20.140.000.

4. Total rata-rata biaya produksi tiap responden sebesar Rp.15.971.000/tahun.

Biaya tetap yang dikeluarkan sebesar Rp.1.216.000 (99,69%) dan biaya

tidak tetap yang dikeluarkan sebesar Rp.14.755.000 (99,6%).

5.2 Saran

1. Untuk pemerintah kota mataram ,disarankan untuk memberikan penyuluhan

dan pelatihan bagi peternak, terutama tentang proses pembuatan pakan

alternative dan cara penyembuhan ternak itik yang sakit.

2. Kepada peneliti lain yang ingin meneliti tentang analisis sosial ekonomi

usaha itik , hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi.

RINGKASAN

40
Ternak itik merupakan salah satu komoditi unggas yang mempunyai peran
cukup penting sebagai penghasil telur dan daging untuk mendukung ketersediaan
protein hewani yang murah dan mudah didapat. Di Indonesia, itik umumnya
diusahakan sebagai penghasil telur, namun ada pula yang diusahakan sebagai
penghasil daging.
Pada dasarnya usaha ternak itik untuk menghasilkan pendapatan yang
maksimal,yang pada akhirnya dapat meningkatkantaraf hidup dan kesejahteraan
peternak itu sendiri.
Penelitian ini bertujuan untuk:(1) Mengetahui sistem pengelolaan usaha
ternak itik dikelurahan Dasan Cermen (2) Mengetahui besar pendapatan usaha
ternak itik dikelurahan Dasan Cermen Dan (3) Mengetahui pemasaran produk itik
dikelurahan Dasan Cermen.
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan
Sandubaya Kota Mataram Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian
kuantitatif dengan melakukan pengujian hipotesis (eksplanatori).Metode
penelitian yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah dengan metode
simple random sampling.
Hasil penelitian menunjukkan :(1) Total penerimaan usaha ternak itik
untuk satu periode pemeliharaan (1 tahun) adalah Rp. 20.140.000.(2) Total rata-
rata biaya produksi tiap responden sebesar Rp.15.971.000/tahun. (3) Biaya tetap
yang dikeluarkan sebesar Rp.1.216.000 (99,69%) dan biaya tidak tetap yang
dikeluarkan sebesar Rp.14.755.000 (99,6%); dan (4) Kendala yang dihadapi para
peternak itik pedaging antara lain, terbatasnya modal dan harga pakan yang relatif
tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

41
Apriyanto.2011. Pedoman Budidaya Itik Pedaging Yang
Baik.http://pedomanbudidaya- itik-pedaging-yang-baik.html.Di akses
Tanggal 28 April 2017.

Ardi. 2012. Harga Pakan Naik Peternak Bebek Pedaging Berguguran.


http://kudahitamperkasa.co.id/post/harga-pakan-naik-peternak-bebek-
pedagingberguguran. html. Di akses Tanggal 28 Februari 2017.

Arsyad. 1995. Manajemen Peternakan Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Bambang, C. 2011. Pembibitan Itik. Penebar Swadaya. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Kota Mataram 2016. Kecamatan Dalam Angka. Mataram .

____________2016. Kabupaten Kota Dalam Angka. Mataram.

Erwan, P. 2001. Analisa Usaha Ternak Itik Petelur Anggota Koperasi Ternak Itik
Wirausaha di Kota Jakarta Utara, Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi
Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Fauzi zul, 2011. Analisis Ekonomi Usaha Ternak Itik dan Sumbangannya
Terhadap Pendapatan Keluarga. Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas. Sumatera Utara Medan. http://repository.ipb.ac.id/
jspui/bitstream/123456789/60596/1/H10aha1.pdf.Di akses pada
tanggal 1 Mei 2017.

Prasetyo.2010. Panduan Budi Daya dan Usaha Peternak


Itik.http://kebunwarisan.blogspot.com/2008/03/panduan-ternakan-
itik.html Di akses Tanggal 28 April 2017.

Priyanto, D. 2009. Target Kelayakan Skala Usaha Ternak Domba Pola


Pembibitan Mendukung Pendapatan Petani di Perdesaan. Balai
PenelitianTernak, Bogor.

____________.2005.Karakteristik Peternak Domba/Kambing dengan


Pemeliharaan Digembalakan/Angon dan Hubungannya dengan Tingkat
Adopsi Inovasi Teknologi.Seminar Nasioanl Teknologi Dan Veteriner,
Bogor.

Rasyaf, M. 1993. Beternak Itik Komersial. Kanisius. Yogyakarta.

Rasyaf. 1995. Pengelolaan Usaha Peternakan Ayam Pedaging. PT. Gramedia


Pustaka Utama. Jakarta.

42
Rahmawati, 2013. Pengaruh Pemberian Ikan Sapu-Sapu Dalam Pakan Terhadap
Kualitas Telur Itik. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Mataram.

______. 2002. Beternak Itik. Edisi ke- 16.Kanisius.Yogyakarta.

43

Anda mungkin juga menyukai