Anda di halaman 1dari 7

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ternak unggas penghasil telur, daging dan sebagai binatang kesayangan

dibedakan menjadi unggas darat dan unggas air. Dari berbagai macam jenis

unggas air yang ada di Indonesia, itik merupakan ternak yang paling populer. Itik

lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

keberadaannya telah menyebar luas di seluruh wilayah Indonesia. Itik sebagai

komoditas ternak unggas air, termasuk kedalam sumber keanekaragaman plasma

nutfah ternak Indonesia yang mempunyai peluang untuk dikembangbiakan

sebagai penghasil telur dan daging.

Budidaya dan pengembangan peternakan itik di Indonesia saat ini cukup

berkembang, hal ini karena semakin banyaknya usaha peternakan itik baik sebagai

usaha sampingan maupun usaha utama untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Populasi itik di Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 46.875.310 ekor atau

meningkat sebesar 3,55 % dibandingkan dengan tahun 2013. Berdasarkan jumlah

tersebut komoditas itik mampu memberikan kontribusi terhadap produksi daging

nasional sebanyak 34.840 ton meningkat 5,02% dibandingkan dengan tahun 2013

dan telur sebanyak 282.600 ton meningkat 3,49% dibandingkan dengan tahun

2013 (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2014).

Berdasarkan letak geografis, cukup banyak jenis itik yang ada di

Indonesia antara lain; Itik Cihateup dari Tasikmalaya, Itik Turi dari Bantul

Jogyakarta, Itik Alabio dari Kalimantan, Itik Pegagan dari Sumatra Selatan, Itik

Magelang, Itik Cirebon, Itik Tegal, Itik Lombok, Itik Bali dan Itik Damiaking.
2

Itik Damiaking merupakan itik khas yang telah dibudidayakan dan berkembang di

Provinsi Banten. Warna bulunya yang khas seperti warna jerami kering,

diabadikan menjadi namanya yakni Damiaking (dami dalam bahasa Serang

artinya jerami, dan aking artinya kering).

Itik Damiaking merupakan sumber daya genetik lokal Indonesia dan

sangat berpotensi untuk di kembangkan tetapi keberadaannya kurang

diperhatikan. Populasi itik Damiaking tidak tercatat di Statistik Banten, tetapi

sentra populasinya terdapat di Kabupaten Serang. Diduga populasi itik

Damiaking mengalami penurunan disebabkan banyaknya peternak yang

melakukan persilangan itik Damiaking dengan itik lokal seperti itik Tegal di

daerah Banten dengan tujuan meningkatkan produktivitasnya (produksi telur,

pertumbuhan dan berat badan). Oleh karena itu pelestarian dan penangkaran itik

Damiaking perlu dilakukan

Budidaya dilakukan oleh peternak secara ekstensif dengan skala

kepemilikan rata - rata 100 ekor (kisaran 10-150 ekor). Sistem pemeliharaan

sangat tergantung pada musim tanam padi. Pada saat musim panen padi, ternak

dipelihara dalam kandang pada malam hari, sedangkan pada pagi sampai sore

ternak diangon di sawah atau digembalakan di sekitar kandang dekat kolam atau

parit. Manajemen pemeliharaan Itik Damiaking cenderung berubah-ubah sesuai

dengan kondisi ekonomi peternak dan persediaan pakan yang ada di area tempat

pemeliharaan.

Produktivitas itik yang meningkat akan menjamin ketersediaan telur tetas,

oleh karena itu peningkatan populasi dalam rangka pelestarian dan pemuliaan itik

damiaking melalui dukungan iptek dan manajemen pengembangan budidaya

berupa penetasan telur bisa diterapkan, sebagai upaya untuk meningkatkan


3

populasi itik Damiaking. Telur tetas adalah telur yang berasal dari induk yang

telah dibuahi oleh pejantan, sehingga dapat ditetaskan karena telur tersebut

bertunas (fertil).

Kualitas telur dapat digolongkan menjadi dua, yaitu kualitas eksterior dan

kualitas interior. Karakteristik eksterior telur tetas yang penting diamati antara

lain bobot telur, shape indeks, dan specific gravity. Pengukuran karakteristik telur

tetas penting dilakukan untuk mengetahui kualitas telur yang baik, karakteristik

eksterior telur tetas berpengaruh terhadap keberhasilan daya tetas dan

mempengaruhi kualitas hasil tetas.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai karakteristik eksterior telur tetas itik Damiaking yang

dipelihara secara ekstensif.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka masalah yang dapat

diidentifikasi adalah bagaimana karakteristik eksterior (bobot telur, shape index,

dan specific gravity) telur tetas itik Damiaking yang dipelihara secara ekstensif.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dan tujuan penelitian ini yaitu mengetahui karakteristik eksterior

(bobot telur, shape index, dan specific gravity) telur tetas itik Damiaking yang

dipelihara secara ekstensif.


4

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber informasi ilmiah

mengenai karakteristik eksterior telur tetas itik Damiaking yang dipelihara secara

ekstensif dan dapat menjadi data dasar bagi penelitian selanjutnya.

1.5 Kerangka Pemikiran

Ternak itik merupakan salah satu jenis unggas yang sangat potensial untuk

memproduksi telur setelah ayam , sehingga populasinya tersebar hampir merata di

seluruh wilayah tanah air (Suharno dan Amri, 2000). Itik Damiaking merupakan

jenis itik lokal Indonesia, yang telah dibudidayakan dan berkembang di daerah

Serang- Banten.

Itik Damiaking adalah jenis itik petelur lokal yang memiliki ciri selain

warna bulunya seperti jerami kering juga warna kaki dan paruh hitam, serta bobot

badan betina dewasa berkisar 1,5-2,2 kilogram (Mayunar, 2011). Itik Damiaking

pada umumnya dipelihara secara tradisional atau ekstensif, yaitu dengan cara

peternak menggiring ternaknya secara berpindah-pindah dari tempat satu

ketempat yang lainnya untuk mencari makan. Itik ini biasa dipelihara pada daerah

dekat pesisir pantai, pakannya berupa limbah rumah tangga dan pakan alami yang

tersedia di tempat penggembalaan seperti sawah dan kolam, selain itu itik

Damiaking ini juga diberi pakan tambahan seperti kepala udang, kerang, keong

dan ikan kecil (Mayunar, 2011). Budidaya itik memerlukan dukungan

ketersediaan bibit yang berkualitas dan sistem pemeliharaan yang memadai bagi

para peternak agar dapat mempertahankan dan bahkan mengembangkan usahanya

(Prasetyo, dkk. 2000).


5

Budidaya itik Damiaking dilakukan secara ekstensif dengan skala

kepemilikan 100 ekor (kisaran 50-150 ekor), itik yang digunakan adalah yang

sudah siap telur. Produktivitas bulanan berkisar antara 41,5% - 76,1% (rataan

54,6% ) atau setara dengan 160 - 165 butir/ekor/tahun dengan daya tetas 32%

(Mayunar, 2011). Itik Damiaking memiliki warna kerabang telur hijau kebiru-

biruan, namun diantara individu dari populasi itik tersebut menghasilkan telur

dengan nilai intensitas warna yang berbeda-beda. Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi telur yaitu genetik/bangsa, nutrisi, umur, jenis kandang,

sistem pemeliharaan (ekstensif, semi-intensif dan intensif) dan temperatur

(Mayunar, 2011).

Penetasan telur merupakan salah satu usaha yang cukup penting dalam

rangkaian kegiatan produksi ternak itik (Damayanti, dkk. 2013). Dalam

perkembangannya, dibutuhkan pengetahuan mengenai karakteristik eksterior telur

tetas terutama dalam usaha pembibitan ternak. Kualitas telur tetas yang

digunakan dalam penetasan akan mempengaruhi daya tetas (Ayu, dkk. 2012).

Kualitas telur adalah istilah umum yang mengacu pada beberapa standar yang

menentukan kualitas interior maupun eksterior. Kualitas telur bisa menjadi

penentu keberhasilan daya tetas, keseragaman kualitas telur tetas akan

menghasilkan hasil tetas yang seragam pula. Telur tetas yang akan ditetaskan

harus mempunyai bobot telur, shape index dan spacific gravity serta umur yang

hampir seragam agar didapatkan hasil tetas DOD yang seragam pula, baik kualitas

maupun kuantitas. Fertilitas dapat dipengaruhi oleh umur telur tetas dan faktor

internal maupun eksternal lain (Damayanti, dkk. 2013).

Beberapa karakteristik eksterior telur tetas itik dapat diteliti dengan

mengukur bobot telur, shape index (bentuk telur), dan specific gravity. Bobot
6

telur diperoleh dari penimbangan telur (gram), pengukuran bobot telur tetas perlu

dilakukan karena akan mempengaruhi bobot DOD yang akan dihasilkan. Bobot

telur dipengaruhi oleh faktor keturunan, umur induk, bobot badan induk, pakan,

air, suhu lingkungan, bahan-bahan kimia, obat-obatan dan penyakit. Bobot telur

itik rata-rata yaitu 65-75 gram/butir (Suharno, 2009). Berdasarkan penelitian

yang dilakukan pada itik tegal, bobot telur rata-rata itik yang di gembalakan 67,9

gram (Suhardi, 1992). Hasil penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa rata-rata

bobot telur tetas itik Cihateup adalah 69,83 gram (Lestari, dkk. 2014). Telur yang

terlalu kecil ataupun terlalu besar mempunyai daya tetas yang rendah, disamping

itu bobot telur mempunyai korelasi positif dengan bobot tetas, sehingga telur yang

kecil akan menghasilkan bobot tetas yang kecil, demikian pula sebaliknya.

Shape Index diperoleh dari pembagian antara lebar dengan panjang telur

dan dikalikan dengan 100. Bentuk telur yang baik untuk ditetaskan adalah tidak

terlalu bulat juga tidak terlalu lonjong (Kelly, 2006). Bentuk telur merupakan

salah satu sifat mutu telur yang dipengaruhi oleh keturunan, bentuk telur yang

baik adalah proporsional berbentuk ovoid. Bentuk telur terlalu lonjong atau

terlalu bulat, maka mengakibatkan daya tetas rendah (Sudaryani, 1996). Cara

mengetahui bentuk telur yaitu dengan cara menghitung indeks telur (shape

indeks), indeks telur yang ideal adalah 74% (Sujana, dkk. 2013). Berdasarkan

penelitian yang dilakukan pada itik Cihateup memiliki Shape index telur 81,4%

(Lestari, dkk. 2014).

Specific gravity merupakan nilai menunjukkan berat jenis telur, telur segar

memiliki nilai specific gravity yang lebih tinggi dibandingkan telur yang sudah

tersimpan lama sehingga pengukuran specific gravity harus dilakukan sesegera

mungkin. Specific gravity juga merupakan salah satu cara untuk menentukan
7

kualitas kerabang, Specific gravity dan ketebalan kerabang sangat berkorelasi

positif, kerabang telur yang retak tidak baik untuk ditetaskan karena akan

mengalami penguapan secara cepat. Specific gravity memberikan gambaran

tentang kemungkinan telur yang retak selama penanganan (Butcher dan Miles,

2004). Pengamatan spacific gravity hanya dapat dilakukan pada telur-telur segar

atau telur dengan kantung udara kecil, ada hubungan yang erat antara nilai

spacific gravity dengan daya tetas dari telur. Kualitas kerabang telur yang baik

diperoleh dari telur yang memiliki nilai spacific gravity di atas 1,080, rata-rata

nilai spacific gravity telur itik yaitu 1,083 (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Berdasarkan hasil penelitian, rataan specific gravity pada sistem pemeliharaan

terkurung basah adalah 1,171 ± 0,168 dan rataan specific gravity pada sistem

pemeliharaan kering 1,099 ± 0,039 dan analisis variasi spesific gravity telur itik

yang dipelihara secara terkurung basah berbeda nyata lebih tinggi (P < 0,05)

dibandingkan dengan yang terkurung kering (Nugraha, dkk. 2013).

1.6 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada 4 sampai 8 Februari 2016. Tempat

penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan

Universitas Padjadjaran. Telur tetas berasal dari satu peternak itik Damiaking di

Kampung Teras Toyib Desa Kamaruton Kecamatan Lebak Wangi Kabupaten

Serang-Banten.

Anda mungkin juga menyukai