Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ayam kampung

Ternak ayam kampung memiliki peluang yang cukup besar untuk

dikembangkan sebagai unggas penghasil telur maupun daging. Pemeliharaan

ayam kampung mempunyai 4 fase pemeliharaan yaitu, fase starter pada umur

(DOC 0 - 6 minggu), fase grower (6 - 12 minggu), fase developer (12 - 16

minggu) dan fase layer (17 - 68 minggu) Hayanti (2014). Menurut Aflauzi dan

Hidayah (2020) menyatakan bahwa terdapat 31 jenis ayam lokal yang dapat

diidentifikasikan dan masing-masing jenis ayam mempunyai ciri khas tersendiri.

Beberapa kelebihan ayam kampung antara lain memiliki daya tahan tubuh lebih

baik dibanding ayam ras, relatif lebih tahan dan jarang mengalami stres akibat

perubahan musim, dan memiliki daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan

yang buruk. Daging ayam kampung memiliki cita rasa, tekstur, dan keunikan

tersendiri dan berbeda dengan ayam ras sehingga banyak diminati oleh

masyarakat. Telur ayam kampung juga disukai masyarakat karena memiliki

karakteristik yang khas.

Ayam kampung umumnya dipelihara diumbar dan dibiarkan mencari

makanan sendiri sehingga produksinya relatif rendah. Kemampuan ayam

kampung dalam menghasilkan telur per ekor induk selama periode tertentu sangat

bervariasi. Ayam kampung memiliki keragaman fenotipe maupun genotip

tertentu pada setiap individu cukup tinggi, sebagai sumber daya genetik ayam

6
kampung perlu dikembang biakkan guna memenuhi sumber protein hewani

(Sudrajat dan Agus, 2018).

2.1.1. Ayam Lokal Putih

Ayam Lokal Putih juga disebut sebagai Ayam Keduh Putih, Ayam Kedu

merupakan salah satu spesies dari beberapa jenis ayam lokal yang ada di

Indonesia, ayam keduh putih ini memiliki warna yang cukup mencolo k dan

mudah di ketahui. Perbedaan warna yang mencolok terlihat dari warna bulu serta

daya tahan tubuh yang kuat yang umumnya dimiliki oleh ayam kampung lainnya.

Ayam kampung memiliki daya tahan tubuh yang baik serta memiliki warna bulu

yang indah dan khas.

Gambar 1. Ayam Kampung Putih, Sumber : Data Primer Penelitian (2022)

Menurut Untari dkk. (2013) ayam Kedu putih memiliki ciri- ciri dengan

warna bulu dibagian (kepala, leher, sayap kiri, sayap kanan, badan dan ekor)

berwarna putih, warna kulit ayam putih, warna shank kuning terkadang hitam

kekuningan, warna jengger atau pial berwarna merah dan berbagai macam bentuk.

7
Ayam keduh yang populer di kalangan masyarakat Indonesia yaitu Ayam Keduh

Putih dan Ayam Keduh Hitam (cemani). Ayam Kedu Hitam mempunyai ciri – ciri

fisik yang spesifik, karakteristik Ayam Kedu Hitam yaitu warna hitam yang

menyebar di seluruh tubuhnya, mulai dari bulu, kulit, tulang, daging, paruh, kaki,

cakar, muka dan kloaka. Ayam Kedu Hitam yang memiliki keseluruhan sifat ini

banyak dikenal dengan istilah “Cemani”. Ayam Cemani berasal dari Ayam Kedu

Hitam yang telah diseleksi (Ridhwan dan Nur, 2020).

Berdasarkan hasil penelitian Krista dan Harianto (2013), menyatakan

bahwa ayam Keduh memiliki potensi sebagai ayam pedaging dan petelur, bobot

badan ayam kedu jantan tipe pedaging berkisar 3,5 kg, sedangkan ayam kedu

jantan tipe petelur memiliki bobot badan antara 2 - 2,5 kg, sedangkan untuk ayam

kedu berjenis kelamin betina tipe pedaging memiliki bobot antara 2,5 kg,

sedangkan ayam Kedu betina tipe petelur bisa mencapai bobot 1,5 kg. Menurut

Alfauzi dan Hidayah (2020) melaporkan bahwa produksi telur pada ayam Kedu

putih yaitu berkisar 197 butir /tahun, sedangkan ayam Kedu Hitam (cemani)

mencapai 215 butir/tahun. Menurut Sari dkk, (2017) sistem ketahanan tubuh ayam

kampung Lokal Putih bisa dikatakan baik hal ini dikarenakan ayam kampung

Lokala Putih memilikiki sistem ketahanan tubuh yang baik dan mampu

menghadapi kondisi iklim yang berubah ubah

8
2.1.2. Ayam Wareng

Ayam Wareng merupakan plama nutfa ayam kampung lokal asli Indonesia
yang masih jarang digali tentang potensi genetiknya. Informasi mengenai genetik
perlu diketahui untuk bahan pertimbangan dalam seleksi maupun persilangan agar
bisa menghasilkan bibit yang lebih unggul, maka dari itu peluang untuk menggali
potensi mutu genetik tentang ayam wareng masih perlu di telusuri lebih lanjut.
Informasi mutu genetik bisa melalui pengamatan karaktristik genetik eksternal
(mutu kualitatif). Performa suatu individu ternak dapat dikelompokkan dalam sifat
kuantitatif dan kualitatif, kemurnian dalam bangsa ternak bisa diketahui melalui
cara mengidentifikasi sifat-sifat kualitatifnya (Mahendra dkk., 2014).

Gambar 2. Ayam Wareng, Sumber : Data Primer Penelitian (2022)

Ayam Wareng cukup banyak memiliki sifat-sifat unggul, ayam Wareng

memiliki dayatahan tubuh yang bagus, bentuk tubuhnya yang kecil dan ringan,

tingkat konsumsi pakan yang cukup rendah, ayam Wareng juga memiliki potensi

cukup besar dalam memproduksi telur. Ayam Wareng hanya terdiri atas warna

dasar bulu hitam dan memiliki sedikit warna bercorak kekuningan baik jantan

maupun betina. Ayam Wareng betina pada umumnya tidak mau mengerami

telurnya, warna telur dari ayam Wareng berwarna putih mulus, berkerabang tipis

dan berpori. Berat rata-rata ayam wareng jantan berkisaran 1,2 kg, sedangkan

ayam Wareng berjenis kelamin betina memiliki berat badan berkisar antara 0,9 kg,

9
ayam Wareng tergolong lebih cepat mencapai dewasa kelamin dan akan mulai

bertelur pada usia 4,5 bulan (Sartika, 2016).

2.1.3. Ayam Ranupani

Ayam Ranupani merupakan salah satu sebutan ayam kampung yang pada

awalnya dikembangbiakkan dan hidup di daerah dataran tinggi di Desa Ranupani.

Ranupani merupakan sebuah nama desa yang berada di kawasan taman nasional

Bromo Tengger Semeru Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Provinsi

Jawa Timur. Ayam Ranupani pada umumnya memiliki ciri-ciri yang sama seperti

ayam kampung pada umumnya, hanya saja ayam Ranupani hidup dan

berkembang biak di daerah dataran tinggi desa ranupani kawasan Taman Nasional

Bromo Tengger Semeru (Astriyantika dkk, 2014). Perbedaan ukuran pada badan

ayam kampung sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungannya dan genetiknya,

ayam ranupani bisa di jumpai di daerah Kawasan Bromo, Tengger, Semeru,

Gubug Klakah, Ngadas, Ponco Kusumo, dan Senduro.

Gambar 3. Ayam Ranupani, Sumber : Data Primer Penelitian (2022)

Desa Ranupani merupakan desa yang cukup jauh dari wilayah perkotaan,

pada umumnya masyarakat Desa Ranupani bermatapencaharian sebagai petani,

porter yang melayani pendakian gunung semeru dan wisata taman bromo, dan

Sebagian sebagai peternak (Ikhwanussofa, 2017). Ayam ranupani yang dipelihara

10
oleh masyarakat desa ranupani biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan

protein hewani dan Sebagian diguakan sebagai pelengkap upacara adat

masyarakat Ranupani. Hewan ternak yang telah dipelihara oleh masyarakat desa

ranupani biasanya dibuatkan kandang yang jauh dari pemukiman, ada yang

dibuatkan kandang di ladang yang jauh dari pemukiman masyarakat. Hal ini

bertujuan untuk menjaga Kesehatan masyarakat serta kebersihan lingkungan agar

tetap bersih dan sehat selain itu didukung oleh keamanan wilayah tengger semeru

2.1.4. Ayam Lurik

Ayam Lurik atau yang disebut ayam Arab (Gallus Turcisus), merupakan

ayam yang berasal dari galur ayam hutan. Ayam Lurik merupakan jenis ayam

yang memiliki ciri-ciri fisik yang cukup mencolok, dan berbeda dibandingkan

jenis ayam kampung lainnya. Ayam Lurik biasanya memiliki wana lingkar mata,

dan kaki berwarna kehitaman, ayam arab termasuk ayam buras yang sudah lama

berkembang di Indonesia, pada umumnya ayam lurik memiliki dayatahan tubuh

yang bagus, lincah, dan aktif tidak mudah terserang penyakit, warna bulu yang

khas dan gesit. Berat badan ayam arab dewasa yang berkelamin jantan berkisar

1,8 kg sedangkan ayam arab betina memiliki berat badan berkisar 1,4 kg.

11
Gambar 4. Ayam Lurik/Ayam Arab, Sumber : Data Primer Penelitian (2022)

Ayam Arab termasuk salah satu ayam penghasil telur yang cukup tinggi

dan hampir menyerupai produktivitas ayam ras petelur, maka ayam arab betina

bisa mulai berproduksi telur pada kisaran umur 4,5 – 5,5 bulan dan karakteristik

telur yang dihasilkan oleh ayam arab menyerupai telur ayam kampung pada

umumnya. Ayam Lurik termasuk jenis tipe ayam petelur ringan dikarena mampu

memproduksi 190 sampai 250 butir telur/tahunnya dengan bobot telur antara 30-

35 gram/butir, puncak produksi ayam arab pada umur 8-9 bulan. Ayam lurik

memiliki dua macam warna bulu yaitu gold dan silver, ayam arab gold/merah

(Breakel Kriel Gold) memiliki ciri-ciri warna bulu merah kecoklatan dan bertotol-

totol hitam bergaris disekujur tubuhnya, lingkar warna mata hitam, kaki, warna

kulit, dan kaki berwarna coklat kemerahan. silver (Breakel Kriel Silver) memiliki

ciri-ciri warna bulu putih dan bertotol-totol hitam mulai dari leher sampai ke

kepala. Badan sampai ekor bertotol-totol hitam dengan garis-garis kehitaman.

Warna kaki, kulit dan paruh berwarna kuning kehitaman, serta warna lingkar mata

juga berwarna hitam (Nurgiartiningsih, 2013).

12
2.2. Gambaran Darah Ayam

2.2.1. Leukosit

Leukosit merupakan salah satu plasma darah yang berperan penting

sebagai sistem imunitas pertahanan tubuh yang sangat tanggap terhadap agen

penyakit. Leukosit berperan untuk merespon kekebalan tubuh apabila mendapat

serangan dari antigen. Leukosit memiliki fungsi sebagai pertahanan tubuh

terhadap antigen seperti jaringan asing dan mikroorganisme yang datang dari luar

tubuh makhluk hidup. Leukosit memiliki tugas untuk melindungi tubuh dari

serangan bakteri, virus, debu, jamur, maupun protein yang masuk di dalam aliran

darah dengan cara fagositosis dan menghasilkan antibodi. Gambaran darah

leukosit pada ternak dapat dijadikan sebagai indikator terhadap, benda asing dari

luar tubuh, atau infeksi agen infeksius serta untuk menunjang diagnosa klinis pada

ternak (Astuti dkk., 2020).

Purnomo dkk. (2015), menyatakan diferensial leukosit merupakan

kesatuan dari sel darah putih yang terdiri dari dua kelompok yaitu granulosit yang

terdiri atas neutrofil, eusinofil, dan basofil, dan agranulosit yang terdiri dari

monosit dan limfosit. Leukosit sebagian besar dibentuk di sumsum tulang dan

sebagian lagi di jaringan limfoid. Menurut Fahreza dkk. (2020) kenaikan dan

penurunan jumlah sel leukosit didalam sirkulasi darah dapat menggambarkan

ketanggapan leukosit dalam mencegah antigen dan peradangan yang terjadi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah leukosit dan diferensialnya antara lain,

tingkat stress yang dialami ternak, umur, kandungan nutrisi pakan dan kondisi

lingkungan. Diantara faktor-faktor tersebut, faktor nutrisi (protein) yang diberikan

13
ternak memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembentukan leukosit,

karena protein merupakan salah satu komponen dalam darah. Menurut isroli dkk.

(2014) kecukupan nutrien akan menyebabkan sistem pertahanan tubuh ayam

menjadi lebih baik. Fungsi transportasi dan kekebalan dapat dilihat dari variabel

leukosit. Tamzil dkk. (2013) menyatakan, apabila ternak dalam kondisi stres,

kondisi tubuh ternak akan merasa terganggu dan tubuh ternak akan berusaha

keras untuk mengembalikan ke kondisi homeostasis seperti sebelum terjadi stres.

Bila kondisi stres terus meningkat dan tubuh tidak mampu mengatasinya, maka

akan digunakan jalur genetik, dengan mengaktifkan gen Heat Shock Protein yang

berfungsi pada saat kondisi stres.

Sistem kekebalan tubuh ayam akan mengalami perkembangan seiring

bertambahnya umur, pada saat ternak masih muda, sistem kekebalan tubuh masih

belum sepenuhnya mengalami pematangan. Seiring bertambahnya waktu,

produksi dan aktivitas, serta proses vaksinasi dan kondisi lingkungan maka

jumlah leukosit dapat meningkat secara bertahap sebagai respon terhadap paparan

terhadap mikro organisme dan antigen lainnya. Meski usia dapat mempengaruhi

jumlah leukosit dan deferensialnya, penting untuk diingat bahwa variasi normal

dapat terjadi di antara individu. Faktor-faktor lain seperti kondisi lingkungan,

kondisi kesehatan, riwayat penyakit, genetik, dan pengaruh hormonal, serta jenis

kelamin juga dapat berpengaruh terhadap perbedaan jumlah leukosit dan

deferensialnya. Dalam proses pembentukan darah sangat dibutuhkan asupan

protein dalam bentuk asam amino. Kandungan protein yang berada di dalam

ransum pakan sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan darah. Konsumsi

14
protein yang rendah berarti asam amino yang dihasilkan juga rendah (Isroli dkk.,

2014).

2.2.2. Monosit

Monosit merupakan salah satu bagian dari jenis sel darah putih yang

berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh. Monosit merupakan jenis sel darah

putih agranulosit,. Monosit merupakan deferensial leukosit yang memiliki ukuran

dengan diameter 9--10 µm, tapi pada sediaan darah kering diameter mencapai 20

µm. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk seperti tapal

kuda. Menurut Giyartika, (2020) fungsi dari monosit yaitu sebagai lapis kedua

pertahanan tubuh yang memiliki kemampuan memfagosit dan berkembang

menjadi makrofag ketika keluar dari pembuluh darah dan masuk ke dalam

jaringan. Monosit beredar melalui aliran darah, menembus dinding kapiler

kemudian masuk kedalam jaringan penyambung. Peran monosit hampir sama

dengan neutrofil, yaitu sebagai fagositik yang berkemampuan memakan antigen,

seperti bakteri. Perbedaan monosit dengan neutrofil adalah neutrofil bekerja untuk

mengatasi infeksi yang akut, sedangkan monosit mulai bekerja pada infeksi yang

tidak terlalu akut seperti tuberkulosis.

Monosit diproduksi di dalam sum sum tulang kemudian berjalan melalui

darah kemudian bermigrasi kebagian jaringan seperti hati,paru paru, dan limpa,

ketika kuman tertentu memasuki tubuh, monosit akan cepat bergegas ke titik

untuk diserang. Monosit dalam melaksanakan fungsi sistem imun tubuh berperan

sebagai makrofag yaitu dengan menelan dan menghancurkan sel, mikroorganisme

15
dan benda asing yang dianggap sebagai patogen sehingga dapat meningkatkan

sistem kekebalan didalam tubuh makhluk hidup. Fungsi lain dari monosit adalah

membantu sel-sel lain dalam darah untuk menghilangkan jaringan yang rusak.

Lokopirnasari dan Yulianto (2014) menerangkan bahwa jumlah monosit dalam

darah ayam adalah 0–30%.Monosit dalam peredaran darah dapat dijadikan

sebagai indikator kemampuan ternak dalam mekanisme penghancuran partikel

asing dan sel mati.

Tingginya jumlah monosit dapat terjadi pada beberapa kondisi seperti

reaksi stres yang akut, penyakit inflamasi, dan infeksi kronis terutama jika banyak

kotoran sel yang harus dikeluarkan. Dalam kondisi stres dapat menyebabkan

kortisol disekresi oleh kelenjar adrenal sehingga meningkatkan jumlah monosit.

Monosit berada di dalam darah hanya beberapa hari, tetapi saat meninggalkan

pembuluh darah dan memasuki jaringan akan bertahan sampai berbulan-bulan

(Fachruddin, 2022).

16

Anda mungkin juga menyukai