Disusun oleh:
NIM : 201859004
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
JENIS-JENIS AYAM INDONESIA
Indonesia dikenal sebagai salah satu pusat domestikasi ayam di Asia yang memiliki
karakter gen yang khas dengan keragaman genetik yang tinggi. Nataamijaya (2000), melaporkan
bahwa di Indonesia setidaknya terdapat 32 galur ayam lokal asli yang memiliki potensi untuk
dikembangkan menjadi ayam pedaging, petelur, petarung dan ayam hias. Ironisnya, sebanyak
80% dari galur ayam ini terancam punah akibat kurangnya upaya pelestarian, ancaman penyakit
dan meningkatnya popularitas ayam impor.
Ayam lokal asli adalah varietas ayam di suatu daerah yang telah mengalami seleksi
dengan cara kawin silang atau budidaya secara khusus untuk menghasilkan turunan dengan sifat-
sifat unggul. Beberapa sifat unggul yang diinginkan diantaranya adalah: pertumbuhan yang
cepat, produksi telur yang tinggi, sosok tubuh yang besar, rasa daging yang enak, resistensi
terhadap penyakit, stamina yang baik, pertulangan kaki yang kuat, suara yang bagus serta bentuk
dan warna bulu yang indah.
1. Ayam Ayunai
Ayam Ayunai adalah unggas lokal berukuran sedang dari Merauke, Papua. Keunikan
ayam ini terletak pada absennya bulu dari kepala hingga bagian atas tembolok sehingga leher
tampak polos alias gundul.
Ayam Kukuak Balenggek adalah ayam lokal asli ranah minang Sumatera Barat. Ciri khas
terletak pada pejantannya yang memiliki suara kokok (kukuak) sangat merdu dan bertingkat-
tingkat (balenggek). Suara kokoknya bervariasi dari 6 tingkat hingga 24 tingkat. Sepintas, ayam
kukuak balenggek hampir sama dengan ayam kampung biasa, namun rata-rata ukurannya
tergolong kecil hingga sedang dengan warna bulu bervariasi. Jengger umumnya tunggal dan
berbentuk bilah/gerigi (single comb).
Ayam ini mula-mula tersebar di beberapa desa di Kecamatan Payung Sekaki dan Tigo
Lurah (antara lain; Simanau, Simiso Batu Bajanjang, Garabak Data, Rangkiang, Muaro dan
Rangkiang Luluih) Kabupaten Solok. Konon ceritanya, ayam kukuak balenggek berasal dari
keturunan ayam kinantan milik Cindua Mato yang mengawini ayam hutam di Bukit Sirayuah
Kecamatan Payung Sekaki dan berkembang biak hingga sekarang.
Populasi dan kualitas indukan ayam balenggek di tempat asalnya kini terus menurun
akibat maraknya pembelian ayam-ayam jantan oleh orang dari luar daerah. Pejantan yang
berkualitas ini umumnya dibeli dengan harga sangat tinggi. Oleh penduduk setempat, ayam yang
kualitasnya rendah dijadikan ayam konsumsi. Sedangkan serangan ND (Newcastle Disease) juga
menyebabkan semakin menurunnya populasi ayam Kukuak Balenggek ini.
Dalam satu periode peneluran, ayam Kukuak Balenggek mampu menghasilkan telur
antara 12-14 butir. Pada usia 6 bulan bobot dapat mencapai 1,6 hingga 2,2 kg. Ayam Kukuak
Balenggek cukup prospektif untuk dijadikan sebagai ayam petelur dan pedaging, namun potensi
yang sangat besar sebagai ayam hias, kiranya tak perlu diragukan lagi.
3. Ayam Bali
Sesuai dengan namanya, ayam ini tersebar di Pulau Bali. Pejantan dipelihara sebagai
ayam petarung. Penampilan fisiknya tergolong prima, yakni besar, padat dan jika berdiri tegak
membentuk sudut 60O, sayangnya bagian lehernya agak pendek dan kepalanya sedikit kecil.
4. Ayam Bangkalan
Ayam Bangkalan termasuk galur ayam berukuran sedang dari Pulau Madura. Berat
badan diperkirakan berkisar antara 1,6 – 2,3 kg dengan produksi telur cukup tinggi.
Ayam ini berpotensi sebagai penghasil telur dan daging (dwiguna). Informasi tentang
performans dan karakteristik ayam ini masih terbatas dan belum banyak di ketahui.
5. Ayam Banten
Ayam berperawakan tegap ini umumnya tersebar di daerah Banten. Ayam jantan berdiri
tegak dengan bentuk leher dan badan yang cukup panjang, memberi kesan bahwa ayam ini
berpostur tinggi seperti ayam Bangkok. Ekor berukuran sedang. Kaki panjang dan memiliki
pertulangan yang kuat.
Bobot ayam jantan dewasa sekitar 2-3 kg dan ayam betina sekitar 1,2-2 kg. Produksi telur
sekitar 16 butir per periode bertelur. Meskipun bobot dan produksi telur cukup baik, ayam
Banten lebih potensial untuk dikembangkan sebagai ayam petarung.
6. Ayam Bekisar
Ayam Bekisar adalah satu-satunya ayam lokal di dunia yang berasal dari persilangan 2
spesies ayam yang berbeda, yaitu: Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) betina dan Ayam
hutan hijau (Gallus varius) jantan. Ayam Bekisar sangat populer sebagai ayam hias di Jawa
Timur termasuk Pulau Madura. Ayam Bekisar banyak dicari orang terutama karena karakter
suara kokoknya yang unik. Selain itu, warna dan bentuk tubuh ayam Bekisar juga menarik.
Ayam bekisar memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan ukuran ayam kampung jantan,
tetapi lebih besar daripada induk jantannya. Warna bulunya hitam kehijauan dan mengkilap.
Memiliki suara yang halus dan khas: tersusun dari dua nada. Ciri fisik khusus dari ayam bekisar
yang paling menonjol adalah bentuk ujung bulu lehernya yang membulat , bentuk gelambir yang
besar dan pial yang besar dengan tepi membulat.
Ayam bekisar biasanya mandul (infertile) karena merupakan hasil persilangan antara dua
jenis ayam yang berbeda. Namun demikian, tidak semuanya demikian. Ada pula ayam bekisar
(jantan atau betina) yang bila dikawinkan dengan ayam kampung menghasilkan keturunan.
Turunan ayam ini disebut Bekikuk. Bentuk dan posturnya sama dengan ayam Bekisar, hanya
kadang-kadang pial dan bulu lehernya berbeda.
Ayam Brugo atau Burgo adalah varietas ayam hasil persilangan antara ayam hutan merah
jantan dengan ayam kampung betina. Ayam ini populer di Jawa Barat, Lampung dan Sumatera
Selatan.
Ayam Brugo memiliki sosok yang mirip dengan ayam hutan. Namun, postur tubuhnya
lebih gempal. Suaranya lebih nyaring dan frekuensi kokoknya juga lebih sering. Ayam Brugo
juga lebih tahan terhadap penyakit, tidak mudah stress dan lebih jinak. Produksi telur dan bobot
tubuh ayam Burgo tidak jauh berbeda dibandingkan dengan ayam kampung biasa. Ayam Brugo
lebih berpotensi untuk dikembangkan sebagai ayam hias, karena nilai jualnya lebih tinggi.
8. Ayam Cemani
Ayam cemani adalah varian ayam kedu hitam yang berasal dari daerah Kedu, Jawa
Tengah. Ayam ini sangat unik karena seluruh bagian luar tubuhnya berwarna hitam sempurna.
Jengger berbentuk tunggal (single comb), gelambir, bulu, kulit, paruh, kuku, ceker, lidah dan
langit-langit mulut, semuanya berwarna hitam legam. Bahkan daging dan tulangnya pun
berwarna hitam. Kata cemani berasal dari bahasa Sansekerta/Jawa Kuno yang berarti hitam
legam.
Ayam Cemani banyak dibudidayakan oleh masyarakat di desa Kedu, desa Beji dan desa
Kahuripan, Kecamatan Kedu. Kabupaten Temanggung. Proses seleksi dilakukan secara
tradisional dengan menyilangkan ayam cemani jantan dan ayam cemani betina. Asal-usul ayam
Cemani ini kurang begitu jelas, namun diduga berasal dari hasil persilangan antara ayam
kampung dengan ayam Australops yang dibawa oleh tentara Inggris saat Raffles menjadi
Gubernur di Indonesia. Ayam Cemani tercatat sudah ada sejak tahun 1900-an.
Sosok ayam cemani tidak berbeda jauh dengan ayam kedu pada umumnya, dengan bobot
3-3,5 kg (jantan) dan 2-2,5 kg (betina). Produksi telur ayam cemani cukup tinggi. Untuk ayam
yang diumbar dan semi intensif, produksi telur berkisar 56-77 butir/tahun. Jika dipelihara secara
intensif di kandang batere, ayam Cemani dapat memproduksi telur hingga 215 butir/tahun.
Meskipun bobot dan produksi telur tergolong tinggi, ayam cemani lebih berpotensi untuk
dikembangkan sebagai ayam hias.
9. Ayam Ciparage
Ayam Ciparage adalah varietas ayam petarung lokal terbaik asli Indonesia. Ayam ini
berasal dari kampung Ciparage, Desa Cilamaya, Kabupaten Karawang Jawa Barat. Konon ayam
Ciparage adalah keturunan dari ayam milik adipati Singaperbangsa yang melegenda. Populasi
ayam ini tidak diketahui dengan pasti sehingga oleh sebagian ahli, ayam ini dianggap telah
punah.
Ayam Ciparage memiliki sosok yang gagah. Sepintas bentuknya mirip ayam Bangkok,
namun berukuran lebih kecil. Tubuhnya tampak proporsional dan kokoh. Bentuk kepala mirip
ayam Aseel dari India. Ekor dan warna bulunya mirip ayam Sumatera. Sayap ayam Ciparage
berukuran cukup besar. Bulu-bulu ekor tumbuh lebat. Kepala berukuran sedang. Pial dan
gelambir kecil, tumbuh agak ke depan berbentuk chusion, pea atau strawberry.
Paruh ayam Ciparage tergolong pendek, sedikit melengkung dan runcing. Kaki agak
pendek, kokoh berwarna kuning kemerahan. Taji tumbuh sangat baik, berukuran besar dan
meruncing. Tatapan mata tajam dan waspada. Bobot tubuh berkisar antara 2 – 2,5 kg. Ayam
Ciparage asli hanya memiliki 2 tipe warna, yaitu: tipe Jalak dengan seluruh bulu tubuh berwarna
hitam mengkilat kecuali leher yang berwarna kemerahan dan tipe Jali Emas dengan bulu
didominasi warna coklat keemasan.
Populasi trah ayam Ciparage berdarah murni kian merosot akibat kurangnya pelestarian,
maraknya upaya kawin silang dengan jenis ayam lainnya dan meningkatnya pamor ayam-ayam
impor yang memiliki ukuran lebih besar seperti ayam Bangkok, Ga Noi, Brazilian dan lain-lain.
Untungnya, masih ada salah satu farm di Purwakarta, yaitu ayam tangkas Wanayasa yang
berupaya untuk terus melestarikan ayam Ciparage. Semoga makin banyak farm-farm di
Indonesia yang tertarik untuk melestarikan ayam laga legendaris asli Indonesia ini.
Gambar 10. Ayam Leghorn. Sosok ayam yang mirip dengan Ayam Delona.
Ayam Delona adalah jenis ayam petelur dari Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, Jawa
Tengah. Sekilas sosok ayam ini mirip ayam ras petelur leghorn strain hyline. Tubuh ayam
Delona langsing dan berbulu putih bersih. Bagian jengger, gelambir, dan kulit mukanya
berwarna merah cerah. Warna kakinya putih, kadangkala ada yang kuning keputih-putihan. Berat
ayam jantan dewasa sekitar 2 kg dan ayam betina sekitar 1 kg. rata-rata produksi telurnya per
tahun sebanyak 200 butir. Berat telur yang kerabangnya (cangkang) berwarna coklat ini antara
40-45 gram per butir.
Ayam Gaok jantan memiliki tampilan tubuh besar, tegap dan gagah. Jengger dan
gelambirnya besar dan berbentuk wilah (single comb). Kakinya berwarna kuning. Bulunya
didominasi oleh warna kuning kehijau-hijauan (wido), namun ada juga yang berwarna lain,
seperti merah dan hitam.Ayam Gaok memiliki potensi dikembangkan sebagai ayam hias.
Sumber: Tike Sartika, S. Sulandari, MSA. Zein, S. Paryanti (2007).
Ayam Jantur jantan dewasa memiliki berat badan 2,50 – 3,50 kg, sedangkan betina
dewasanya memiliki berat badan sekitar 1,70 kg. Ayam betina mulai bertelur pada umur 5 – 6
bulan dengan berat telur sekitar 37 gram/butir.
13. Ayam Kalosi
Ayam Kalosi adalah strain ayam lokal yang dikembangkan sekitar tahun 1990-an oleh
Pemerintah Sulawesi Selatan untuk meningkatkan kualitas genetik dan produktifitas ayam
setempat. Ayam lokal yang dikembangkan meliputi 3 galur sekaligus, yaitu: Kalosi Lotong
(hitam), Kalosi Pute (putih) dan Karame Pute (Wido-Putih). Pengembangan strain ayam lokal ini
sangat didukung oleh Gubernur Sulawesi Selatan kala itu (HZB Palaguna), sehingga strain ini
sering pula disebut dengan nama “Ayam Gubernur”.
Pembentukan strain ayam Kalosi ini tergolong rumit dan melibatkan beberapa indukan
ayam lokal yang memiliki sifat-sifat khusus seperti ayam Kampung, Arab Silver, Bangkok, Kedu
Hitam, Leghorn Putih dan lain-lain. Indukan ayam yang berbeda varietas ini kemudian
dikawinkan satu sama lain.
Gambar 12. Ayam Kalosi dari Sulawesi Selatan. Kalosi Lotong (kiri), Kalosi Pute (tengah),
Karame Pute (kanan).
Pertumbuhan ayam kalosi lebih cepat dibandingkan ayam kampung, pada umur 3 bulan
bobot ayam kalosi telah mencapai 900 g (karame pute), 850 g untuk kalosi pute, dan 800 g untuk
kalosi lotong. Ketiganya cukup prospektif dikembangkan sebagai ayam potong terutama karame
pute, selain sebagai ayam petelur. Produksi telur rata- rata per tahun sekitar 170 butir untuk
kalosi lotong, 180 butir untuk kalosi pute dan 160 butir untuk karame pute. Produksi telur
tersebut masih lebih tinggi dibanding ayam kampung yang hanya mencapai 115 butir/tahun
(yang digunakan sebagai pembanding).
Menurut Sumanto et al. (1990), ayam kampung banyak dipelihara karena relatif mudah,
tidak memerlukan modal besar serta berperan dalam memanfaatkan sisa-sisa buangan dapur
maupun sisa-sisa hasil pertanian. Berbeda dengan ayam ras, ayam kampung termasuk tipe
dwiguna yang tidak dibedakan berdasarkan tipe pedaging atau petelur.
Gambar 13. Ayam Kampung
Sinurat et al. (!992) juga menyatakan bahwa umur pertama bertelur pada ayam Kampung
7,5 bulan, produksi telur 80,3 butir/induk/tahun, frekuensi bertelur 7,5 kali/tahun dan daya tetas
telur 83,7% pada pemeliharaan secara intensif. Hasil pembibitan open nucleus yang dilakukan di
Balai Penelitian Ternak Ciawi, ayam Kampung berproduksi telur selama 12 minggu sebesar
43,24% hen day, jumlah telur 36,32 butir/ekor/12 minggu, bobot telur 30 g/butir dan rataan
bobot telur selama 12 minggu sebesar 40 g/butir (Zainuddin et al., 2005). Seleksi indukan yang
memiliki sifat-sifat unggul dan pemeliharaan secara intensif ternyata dapat meningkatkan
produktifitas ayam kampung. Ayam kampung yang telah diseleksi dan dipelihara secara intensif
ini biasanya disebut ayam Buras (bukan ras).
Selain Cemani juga terdapat varian Kedu hitam. Ayam ini memiliki jengger berwarna
merah dan kaki berwarna hitam kekuningan. Varian lain seperti Kedu Putih, Kedu merah dan
Blorok memiliki ciri fisik yang sama dengan Kedu hitam. Perbedaan hanya terdapat pada warna
bulunya.
Gambar 15. Ayam Kedu Putih (kiri) dan Ayam Kedu Hitam (kanan
Ayam Kedu sangat potensial dikembangkan sebagai ayam petelur dan pedaging
(dwiguna). Jika dipelihara secara intensif, dalam umur 5 bulan ayam Kedu jantan dapat
mencapai bobot 1,3-1,4 kg. Sedangkan ayam betina mencapai bobot 1,2-1,3 kg. Produksi telur
pun cukup tinggi mencapai 215 butir/tahun. Hasil ini hanya sedikit di bawah rata-rata ayam ras
petelur yang mencapai 259 butir/tahun.
Ciri-ciri ayam ketawa tidak berbeda jauh dengan ayam kampung. Jengger ayam ini
umumnya berpial tunggal (single comb) dengan warna bulu yang sangat bervariasi.
Keistimewaan ayam ini baru akan terlihat saat mengeluarkan suara kokok yang terpenggal-
penggal mirip orang gagap atau orang tertawa. Di daerah asalnya, ayam ini disebut Manuk
Gaga’. Manuk berarti ayam dalam bahasa Bugis dan gaga’ berarti Gagap. Sebagian orang
meyakini suara ayam ini mirip dengan suara ayam Kukuak Balenggek dari Sumatera Barat.
Penamaan ayam ketawa itu sendiri tercetus setelah komunitas pencinta unggas asal pulau Jawa
menamainya dengan sebutan ayam ketawa. Ayam ini menjadi begitu populer setelah disiarkan
oleh salah satu stasiun televisi swasta nasional. Berdasarkan jenis suaranya, hobiis membagi
ayam ketawa ke dalam 3 kategori :
1. Jenis ayam Garetek : Dinamai seperti itu karena jenis ini memiliki interval suara yang agak
cepat, yang masyarakat pencinta ayam memakai istilah jenis dangdut.
2. Jenis ayam Gaga’ : Dinamai seperti itu karena tempo suaranya yang agak lambat dan seperti
orang yang gagap. Biasanya disebut pula dengan tempo pop slow.
3. Jenis ayam Do’do : Dinamai seperti itu karena tempo suaranya yang sangat lambat dan
mendayu-dayu.
Selain suara, warna bulu juga menjadi salah satu kriteria bagus tidaknya kualitas ayam
ketawa. Beberapa kategori warna bulu yang menjadi standar bagi hobiis, yaitu:
1. Bulu Bakka : warna dasar bulu berwarna putih mengkilap, biasanya ada beberapa warna lain
yang tak dominan seperti hitam, merah maupun jingga. Warna bulu ini disebut sebagai bulu
kelas satu karena banyaknya orang yang menggemari.
2. Bulu Koro: warna dasar hitam kombinasi hijau dan warna putih dan kuning mengkilap.
Gambar 16. Ayam Ketawa tipe bulu Koro'(kiri) dan Bakka’ (kanan).
3. Bulu Lappung : Warna dasar bulu berwarna hitam kombinasi dengan warna merah hati.
4. Bulu Ceppaga : Warna dasar hitam kombinasi dengan warna putih.
Gambar 17. Ayam Ketawa tipe bulu Lappung (kiri) dan Ceppaga (kanan).
5. Bulu Ara: warna dasar hitam kombinasi warna jingga terang dan merah.
6. Bulu Kelleng : warna dasar abu-abu, biasa di selingi dengan warna lain yang tak dominan
seperi merah, hitam maupun jingga. Warna ini tergolong sebagai kelas yang paling rendah.
Gambar 18. Ayam Ketawa tipe bulu Kelleng (kiri) dan Ara (kanan).
7. Bulu Ijo buata : warna dasar ijo kombinasi merah dan hitam sedikit.
8. Bulu Bori: warna dasar merah dan warna bintik-bintik kuning mengkilap.
17. Ayam Merawang
Ayam Merawang berasal dari Kecamatan Merawang di Pulau Bangka, Propinsi Bangka
Belitung. Ayam ini didominasi warna cokelat, merah dan kuning keemasan, dengan bulu-bulu
columbian (warna bagian ujung sayap dan ekor berwarna hitam). Warna kulit paruh dan ceker
(shank) putih atau kekuningan, sedangkan warna mata kuning.
Beberapa ciri ayam Merawang diantaranya adalah Jengger jantan berbentuk wilah
tunggal (single comb) berukuran besar, tegak, terbagi menjadi 6-7 gerigi yang meruncing . Bobot
badan dewasa jantan sekitar 1,8─2,7 kg dan betinanya sekitar 1,2─1,7 kg. Ayam Merawang
memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai ayam petelur dan terutama sebagai ayam
pedaging. Bila dipelihara secara intensif pertumbuhannya relatif cepat. Ayam Merawang betina
bertelur pertama kali pada umur 5,5 bulan. Bobot telur berkisar antara 38─45 g. produksi telur
dapat mencapai 120─125 butir/ekor/tahun.
Iskandar dan Susanti (2007), melaporkan bahwa kualitas ayam kampung hasil
persilangan dengan ayam pelung menjadi lebih baik, terutama pada meningkatnya bobot daging
pada bagian paha dan dada. Kedua bagian ini merupakan bagian utama dari sumber daging untuk
kebutuhan konsumsi. Dengan demikian ayam Nagrak sangat potensial dikembangkan sebagai
ayam pedaging.
19. Ayam Nunukan
Ayam Nunukan tersebar di daerah Tarakan, Propinsi Kalimantan Utara. Menurut
sejarahnya ayam Nunukan berasal dari daratan Cina bagian selatan dan masuk ke Tarakan sekitar
tahun 1922 yang dibawa oleh perantau Cina lewat Tawao dan Nunukan (Murtidjo, 2000).
Sepintas, penampilan ayam Nunukan seperti ayam ras petelur berwarna coklat. Jantan dan betina
memiliki bulu berwarna coklat atau kuning kecoklatan. Jengger untuk betina warna merah muda
dan jantan merah tua, kulit betina warna krem muda dan jantan kuning, untuk warna shank baik
betina maupun jantan berwarna kuning.
Cuping ayam betina merah muda dihiasi warna putih sedangkan untuk jantan merah tua.
Pada jantan bulu di daerah leher dihiasi warna jingga keemasan. Pola warna bulu polos, kerlip
bulu keemasan dan corak bulu polos. Ciri ayam Nunukan yang paling unik adalah lambatnya
pertumbuhan bulu di bagian sayap dan ekor. Hal ini menyebabkan bulu sayap dan bulu ekor
ayam Nunukan sangat pendek. Sebagian besar ayam Nunukan bahkan sama sekali tidak
memiliki bulu pertama di bagian sayap dan ekor.
Ayam Nunukan sangat potensial dikembangkan sebagai ayam pedaging dan petelur.
Bobot jantan sekitar 1,7 -2,8 kg. Sedangkan betina 1,5- 2 kg. Produksi telur dapat mencapai 182
butir/tahun. Di daerah asalnya KalimantanTimur, harga seekor ayam Nunukan untuk upacara
keagamaan etnis China cukup mahal, yaitu 125 ribu rupiah/kg berat hidup. Harga telur ayam
Nunukan pun, sama dengan harga telur ayam Kampung.
Sebagian penduduk Bali mempercayai bahwa penganut ilmu hitam Leak tingkat tinggi,
memiliki kemampuan untuk merubah bentuk menjadi berbagai jenis binatang. Salah satunya, ya,
menjadi ayam Olagan ini.
Bobot tubuh jantan berkisar antara 2-3 kg dengan tinggi tubuh 54 cm. Sedangkan bobot
betina 1-2,5 kg dengan tinggi 46 cm. Ciri khas ayam Sentul terletak pada warna dasar bulunya
yang didominasi abu-abu. Bulu di bagian dada tersusun rapi seperti sisik naga. Kaki berwarna
kelabu, putih dan kuning.
Gambar 26. Ayam Sentul. A. Sentul debu. B. Sentul kelabu. C. Sentul emas. D. Sentul geni
(api). E. Sentul batu.
Berdasarkan corak bulunya, ayam Sentul dibagi menjadi 5 varietas, yaitu: Sentul Kelabu,
Sentul Geni, Sentul Batu, Sentul debu dan Sentul emas. Sentul Kelabu didominasi warna abu-
abu. Sentul Geni terdiri dari campuran warna abu-abu dan merah. Sentul Batu memiliki warna
bulu kombinasi abu-abu keputihan-putihan. Sentul debu berwarna abu-abu kecoklatan.
Sedangkan Sentul Emas didominasi warna abu-abu keemasan. Performans ayam Sentul
tergolong baik.
Produksi telur dapat mencapai 100 butir/ekor/tahun, lebih tinggi dari produksi telur ayam
kampung yang mencapai 70 butir/ekor/tahun. Pertumbuhan juga cukup baik. Pada umur 10
minggu, bobot ayam dapat mencapai 1 kg, lebih tinggi 100-200 gram dari ayam kampung pada
umur yang sama.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Desa Muktisari Kabupaten Ciamis, Nurhayati
(2001) melaporkan bahwa ayam Sentul memiliki bobot badan dewasa pada jantan sebesar
2.603,8 ± 207 g dan betina 1.408 ± 123 g, pertambahan bobot badan 70,30 ± 16,87 g/hari.
Jumlah telur 17 ± 1 butir dan daya tetas telur secara pengeraman alami sebesar 88,22 ± 10,2 %
(waktu bertelur 21 ± 3 hari, mengeram 21 hari, mengasuh anak 60 hari dan masa istirahat 12 ±
1,5 hari).
Ayam Sumatera termasuk varietas ayam asal Indonesia dengan tampilan yang
paling indah. Tubuhnya gempal, pendek dan kekar dengan bulu lebat mengkilap yang
menyelubungi seluruh tubuh. Bulu leher, tunggir dan ekor tumbuh memanjang dan berkilau
kehijauan saat diterpa cahaya (glossy). Ayam Sumatera dikenal hanya memiliki 2 tipe warna
bulu, yaitu: hitam dan biru keabu-abuan (jarang).
Sebagai ayam hias, ayam Sumatera cukup populer di Amerika Serikat dan negara-negara
Eropa seperti Inggris, Belanda dan Jerman. Namun, ayam ini kurang begitu dikenal di Indonesia
yang menjadi negeri leluhurnya.Ayam Sumatera termasuk salah satu galur ayam yang telah
memiliki standardisasi yang baik. Populasinya di Amerika cenderung menurun akibat agak
sulitnya proses pengembangbiakan ayam ini. Oleh karena itu, pemerintah USA kini melarang
ayam ini untuk di ekspor keluar dari negaranya.
Saat senja menjelang (sekitar jam 4), Ayam jantan akan lebih sering berkokok mengajak
betinanya jalan-jalan sore di sekitar semak atau hutan terbuka. Pejantan akan berbunyi “Tur”,
yang diikuti sahutan betinanya dengan suara ”King”. Besar kemungkinan dari sinilah ayam
Tabulangking mendapatkan namanya. Menurut penduduk setempat, ayam Tabulangking saat ini
sudah sangat sulit dijumpai di habitat aslinya. Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
memastikan bahwa status ayam hutan ini benar-benar telah punah.
Kepala kecil, bulat, berparuh pendek kuat dan melengkung pada ujungnya. Seringkali, pada
bagian muka ditumbuhi bulu-bulu kecil hingga seolah-olah ayam ini terlihat seperti memiliki
brewok atau cambang.
Bulu ekor Ayam Tolaki melengkung panjang. Warna bulu pada ayam betina bervariasi
mulai warna cokelat dengan kombinasi kuning, hitam serta campuran dari beberapa warna.
Warna paruh kuning gelap atau kekuningan. Ayam Tolaki berpotensi dikembangkan sebagai
unggas penghasil daging dan telur. Produksi telur rata-rata adalah 20 butir setiap masa bertelur
(Rahmat, 2003).
Ayam Tukong tersebar di kabupaten Sambas, seperti daerah Selakau, Pemangkat, Tebas
dan Sambas, wilayah Kabupaten Bengkayang, Wilayah Kota Singkawang, Wilayah Kabupaten
Pontianak dan saat ini yang masih eksis terdapat di Kabupaten Landak Kecamatan Mempawah
Hulu. Ayam Tukong juga tersebar di Kabupaten Sanggau, Sintang hingga Kapuas Hulu.
28. Ayam Walik
Ayam Walik adalah ayam lokal biasa yang memiliki gen unik sehingga bulu-bulu
tubuhnya tumbuh terbalik (frizzle) atau tersingkap. Penampilan ayam ini cukup menarik dan
dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai ayam hias atau dijadikan induk untuk menciptakan
untuk menciptakan varietas baru. Ayam Walik tersebar di seluruh Indonesia dan dapat dijumpai
pada hampir semua ras ayam. Berdasarkan tampilan bulunya, Ayam Walik dibagi menjadi 3
jenis, yaitu:
Walik Sekul: seluruh bulu tumbuh terbalik.
Walik Sura: bulu warna hitam, keriting sedikit.
Walik Tulak: seluruh bulu keriting di ujung sayap dan ekor ada warna putih. Anak ayam
ini peka terhadap dingin.
Gambar 30. Ayam Walik Jantan (Remaja) dan Ayam Walik Betina (Remaja)
Adapun bentuk tubuh, berat, kebiasaan dan karakteristik ayam Walik tidak berbeda jauh
dengan ayam kampung pada umumnya. Penulis sempat menjumpai sepasang ayam Walik muda,
diantara sekumpulan ayam kampung remaja dengan ukuran tubuh yang sama. Pejantan Walik
tampak lebih inferior dan sering diusir oleh pejantan ayam kampung lainnya, saat
memperebutkan makanan.
Melihat beberapa sifat unggul dari ayam tersebut, salah seorang peternak bernama Armin
kemudian menyilangkan lagi dengan ayam buras asli Rusia hingga generasi ketiga. Dari sini
diperoleh turunan ayam dengan bentuk tubuh ramping dan menyerupai ayam Rusia. Turunan
ayam inilah yang kemudian dikenal sebagai ayam Wareng Tangerang. Kata “Wareng” berasal
dari bahasa Jawa yang berarti kecil.
Ukuran kepala dan leher pejantan kecil. Kakinya ramping dan panjang. Terdapat tiga
warna bulu pada ayam ini yakni hitam, blorok (belang-belang putih dan hitam), dan putih. Berat
tubuh ayam pejantan dewasa rata-rata 1,5 kg dan ayam betina sekitar 1 kg. Umur kawinnya
tergolong muda, yakni empat bulan. Produksi telurnya berkisar 15 butir per periode bertelur.
Apabila dipelihara secara intensif produksi telurnya dapat mencapai 24-28 butir per periode
bertelur, dikarenakan induk betina tidak memiliki sifat mengeram. Turunan ayam ini dapat
direkomendasikan untuk jenis produksi telur seperti ayam Kedu.
Sumber:
https://dody94.wordpress.com/2014/02/11/mengenal-varietas-ayam-lokal-indonesia-1/
https://dody94.wordpress.com/2014/02/19/mengenal-varietas-ayam-lokal-indonesia-2/
https://dody94.wordpress.com/2014/03/01/mengenal-varietas-ayam-lokal-indonesia-3/