Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

(ANATOMI DAN MORFOLOGI AYAM)

Ilmu Produksi Ternak Unggas

Dosen Pengasuh: Ir. W. Horhoruw. MSc

Disusun oleh:

NAMA : FAHRI IRWAN

NIM : 201859004

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
JENIS-JENIS AYAM INDONESIA

Indonesia dikenal sebagai salah satu pusat domestikasi ayam di Asia yang memiliki
karakter gen yang khas dengan keragaman genetik yang tinggi. Nataamijaya (2000), melaporkan
bahwa di Indonesia setidaknya terdapat 32 galur ayam lokal asli yang memiliki potensi untuk
dikembangkan menjadi ayam pedaging, petelur, petarung dan ayam hias. Ironisnya, sebanyak
80% dari galur ayam ini terancam punah akibat kurangnya upaya pelestarian, ancaman penyakit
dan meningkatnya popularitas ayam impor.

Ayam lokal asli adalah varietas ayam di suatu daerah yang telah mengalami seleksi
dengan cara kawin silang atau budidaya secara khusus untuk menghasilkan turunan dengan sifat-
sifat unggul. Beberapa sifat unggul yang diinginkan diantaranya adalah: pertumbuhan yang
cepat, produksi telur yang tinggi, sosok tubuh yang besar, rasa daging yang enak, resistensi
terhadap penyakit, stamina yang baik, pertulangan kaki yang kuat, suara yang bagus serta bentuk
dan warna bulu yang indah.

Jenis-jenis ayam dari Indonesia, yaitu:

1. Ayam Ayunai

Ayam Ayunai adalah unggas lokal berukuran sedang dari Merauke, Papua. Keunikan
ayam ini terletak pada absennya bulu dari kepala hingga bagian atas tembolok sehingga leher
tampak polos alias gundul.

Gambar 1. Ayam Ayunai dari Merauke, Papua.


Berat tubuh ayam jantan dewasa berkisar 3,4─4 kg dan ayam betina berkisar 1,5─2 kg.
Produksi telur 10─14 butir per periode peneluran. Dalam satu tahun produksi telur sebanyak
40─60 butir. Bobot telur 60─75 g. Prosentase karkas 75─80%. Umur siap kawin 8 bulan (jantan)
dan 7 bulan (betina). Umur mulai fase produksi 6 bulan, lama produksi bertelur 30 bulan. Jarak
antara masa bertelur 10─14 hari. Masa rontok bulu antar masa bertelur 6 minggu. Dilihat dari
produksi telur dan bobotnya, Ayam Ayunai sangat cocok dibudidayakan sebagai ayam petelur
dan pedaging (Diwyanto dan Prijono, 2007).
2. Ayam Balenggek

Ayam Kukuak Balenggek adalah ayam lokal asli ranah minang Sumatera Barat. Ciri khas
terletak pada pejantannya yang memiliki suara kokok (kukuak) sangat merdu dan bertingkat-
tingkat (balenggek). Suara kokoknya bervariasi dari 6 tingkat hingga 24 tingkat. Sepintas, ayam
kukuak balenggek hampir sama dengan ayam kampung biasa, namun rata-rata ukurannya
tergolong kecil hingga sedang dengan warna bulu bervariasi. Jengger umumnya tunggal dan
berbentuk bilah/gerigi (single comb).

Ayam ini mula-mula tersebar di beberapa desa di Kecamatan Payung Sekaki dan Tigo
Lurah (antara lain; Simanau, Simiso Batu Bajanjang, Garabak Data, Rangkiang, Muaro dan
Rangkiang Luluih) Kabupaten Solok. Konon ceritanya, ayam kukuak balenggek berasal dari
keturunan ayam kinantan milik Cindua Mato yang mengawini ayam hutam di Bukit Sirayuah
Kecamatan Payung Sekaki dan berkembang biak hingga sekarang.

Gambar 2. Ayam Balenggek dari Sumatera Barat

Populasi dan kualitas indukan ayam balenggek di tempat asalnya kini terus menurun
akibat maraknya pembelian ayam-ayam jantan oleh orang dari luar daerah. Pejantan yang
berkualitas ini umumnya dibeli dengan harga sangat tinggi. Oleh penduduk setempat, ayam yang
kualitasnya rendah dijadikan ayam konsumsi. Sedangkan serangan ND (Newcastle Disease) juga
menyebabkan semakin menurunnya populasi ayam Kukuak Balenggek ini.

Dalam satu periode peneluran, ayam Kukuak Balenggek mampu menghasilkan telur
antara 12-14 butir. Pada usia 6 bulan bobot dapat mencapai 1,6 hingga 2,2 kg. Ayam Kukuak
Balenggek cukup prospektif untuk dijadikan sebagai ayam petelur dan pedaging, namun potensi
yang sangat besar sebagai ayam hias, kiranya tak perlu diragukan lagi.
3. Ayam Bali

Sesuai dengan namanya, ayam ini tersebar di Pulau Bali. Pejantan dipelihara sebagai
ayam petarung. Penampilan fisiknya tergolong prima, yakni besar, padat dan jika berdiri tegak
membentuk sudut 60O, sayangnya bagian lehernya agak pendek dan kepalanya sedikit kecil.

Gambar 3. Ayam Bali


Ciri unik lainnya adalah sangat sedikitnya bulu yang tumbuh di bagian leher (trondol).
Sepintas penampilan ayam gundul ini mirip ayam Ayunai atau ayam Saigon. Dibandingkan
Ayunai, Ayam Saigon memiliki struktur tulang yang lebih tebal. Ukuran tubuhnya pun juga lebih
besar. Jengger ayam Ayunai kecil dan warnanya merah pucat. Ayam jantan dewasa berukuran
sedang dengan bobot sekitar 2,5 kg. Jumlah telur rata-rata pada setiap periode bertelur dapat
mencapai 14 butir.

4. Ayam Bangkalan

Ayam Bangkalan termasuk galur ayam berukuran sedang dari Pulau Madura. Berat
badan diperkirakan berkisar antara 1,6 – 2,3 kg dengan produksi telur cukup tinggi.

Gambar 4. Ayam Bangkalan, Madura.

Ayam ini berpotensi sebagai penghasil telur dan daging (dwiguna). Informasi tentang
performans dan karakteristik ayam ini masih terbatas dan belum banyak di ketahui.
5. Ayam Banten

Ayam berperawakan tegap ini umumnya tersebar di daerah Banten. Ayam jantan berdiri
tegak dengan bentuk leher dan badan yang cukup panjang, memberi kesan bahwa ayam ini
berpostur tinggi seperti ayam Bangkok. Ekor berukuran sedang. Kaki panjang dan memiliki
pertulangan yang kuat.

Gambar 5. Ayam Banten

Bobot ayam jantan dewasa sekitar 2-3 kg dan ayam betina sekitar 1,2-2 kg. Produksi telur
sekitar 16 butir per periode bertelur. Meskipun bobot dan produksi telur cukup baik, ayam
Banten lebih potensial untuk dikembangkan sebagai ayam petarung.

6. Ayam Bekisar

Ayam Bekisar adalah satu-satunya ayam lokal di dunia yang berasal dari persilangan 2
spesies ayam yang berbeda, yaitu: Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) betina dan Ayam
hutan hijau (Gallus varius) jantan. Ayam Bekisar sangat populer sebagai ayam hias di Jawa
Timur termasuk Pulau Madura. Ayam Bekisar banyak dicari orang terutama karena karakter
suara kokoknya yang unik. Selain itu, warna dan bentuk tubuh ayam Bekisar juga menarik.

Gambar 6. Ayam Bekisar Merah dan Berkisar Kuning


Berdasarkan ciri-cirinya, ayam Bekisar dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu:
1) Gallus aenus dengan jengger bergerigi 8 kecil,pial berukuran sedang, warna bulu pada
lapisan atas ungu dengan plisir kuning emas.
2) Gallus temminckii memiliki jengger bergerigi enam, pial berwarna jambu, bulu merah
mengkilap dan berplisir merah kecoklatan.
3) Gallus violaceus dengan jengger bergerigi bagus, ukuran pial sedang, warna bulunya
ungu dengan permukaan yang halus.

Ayam bekisar memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan ukuran ayam kampung jantan,
tetapi lebih besar daripada induk jantannya. Warna bulunya hitam kehijauan dan mengkilap.
Memiliki suara yang halus dan khas: tersusun dari dua nada. Ciri fisik khusus dari ayam bekisar
yang paling menonjol adalah bentuk ujung bulu lehernya yang membulat , bentuk gelambir yang
besar dan pial yang besar dengan tepi membulat.

Ayam bekisar biasanya mandul (infertile) karena merupakan hasil persilangan antara dua
jenis ayam yang berbeda. Namun demikian, tidak semuanya demikian. Ada pula ayam bekisar
(jantan atau betina) yang bila dikawinkan dengan ayam kampung menghasilkan keturunan.
Turunan ayam ini disebut Bekikuk. Bentuk dan posturnya sama dengan ayam Bekisar, hanya
kadang-kadang pial dan bulu lehernya berbeda.

7. Ayam Brugo atau Burgo

Ayam Brugo atau Burgo adalah varietas ayam hasil persilangan antara ayam hutan merah
jantan dengan ayam kampung betina. Ayam ini populer di Jawa Barat, Lampung dan Sumatera
Selatan.

Gambar 7. Ayam Brugo (kiri) dan Ayam Hutan (kanan).

Ayam Brugo memiliki sosok yang mirip dengan ayam hutan. Namun, postur tubuhnya
lebih gempal. Suaranya lebih nyaring dan frekuensi kokoknya juga lebih sering. Ayam Brugo
juga lebih tahan terhadap penyakit, tidak mudah stress dan lebih jinak. Produksi telur dan bobot
tubuh ayam Burgo tidak jauh berbeda dibandingkan dengan ayam kampung biasa. Ayam Brugo
lebih berpotensi untuk dikembangkan sebagai ayam hias, karena nilai jualnya lebih tinggi.
8. Ayam Cemani

Ayam cemani adalah varian ayam kedu hitam yang berasal dari daerah Kedu, Jawa
Tengah. Ayam ini sangat unik karena seluruh bagian luar tubuhnya berwarna hitam sempurna.
Jengger berbentuk tunggal (single comb), gelambir, bulu, kulit, paruh, kuku, ceker, lidah dan
langit-langit mulut, semuanya berwarna hitam legam. Bahkan daging dan tulangnya pun
berwarna hitam. Kata cemani berasal dari bahasa Sansekerta/Jawa Kuno yang berarti hitam
legam.

Ayam Cemani banyak dibudidayakan oleh masyarakat di desa Kedu, desa Beji dan desa
Kahuripan, Kecamatan Kedu. Kabupaten Temanggung. Proses seleksi dilakukan secara
tradisional dengan menyilangkan ayam cemani jantan dan ayam cemani betina. Asal-usul ayam
Cemani ini kurang begitu jelas, namun diduga berasal dari hasil persilangan antara ayam
kampung dengan ayam Australops yang dibawa oleh tentara Inggris saat Raffles menjadi
Gubernur di Indonesia. Ayam Cemani tercatat sudah ada sejak tahun 1900-an.

Gambar 8. Ayam Cemani, varian ayam Kedu berwarna hitam legam

Sosok ayam cemani tidak berbeda jauh dengan ayam kedu pada umumnya, dengan bobot
3-3,5 kg (jantan) dan 2-2,5 kg (betina). Produksi telur ayam cemani cukup tinggi. Untuk ayam
yang diumbar dan semi intensif, produksi telur berkisar 56-77 butir/tahun. Jika dipelihara secara
intensif di kandang batere, ayam Cemani dapat memproduksi telur hingga 215 butir/tahun.
Meskipun bobot dan produksi telur tergolong tinggi, ayam cemani lebih berpotensi untuk
dikembangkan sebagai ayam hias.

9. Ayam Ciparage

Ayam Ciparage adalah varietas ayam petarung lokal terbaik asli Indonesia. Ayam ini
berasal dari kampung Ciparage, Desa Cilamaya, Kabupaten Karawang Jawa Barat. Konon ayam
Ciparage adalah keturunan dari ayam milik adipati Singaperbangsa yang melegenda. Populasi
ayam ini tidak diketahui dengan pasti sehingga oleh sebagian ahli, ayam ini dianggap telah
punah.
Ayam Ciparage memiliki sosok yang gagah. Sepintas bentuknya mirip ayam Bangkok,
namun berukuran lebih kecil. Tubuhnya tampak proporsional dan kokoh. Bentuk kepala mirip
ayam Aseel dari India. Ekor dan warna bulunya mirip ayam Sumatera. Sayap ayam Ciparage
berukuran cukup besar. Bulu-bulu ekor tumbuh lebat. Kepala berukuran sedang. Pial dan
gelambir kecil, tumbuh agak ke depan berbentuk chusion, pea atau strawberry.

Gambar 9. Ayam Ciparage, asal Kabupaten Karawang Jawa Barat.

Paruh ayam Ciparage tergolong pendek, sedikit melengkung dan runcing. Kaki agak
pendek, kokoh berwarna kuning kemerahan. Taji tumbuh sangat baik, berukuran besar dan
meruncing. Tatapan mata tajam dan waspada. Bobot tubuh berkisar antara 2 – 2,5 kg. Ayam
Ciparage asli hanya memiliki 2 tipe warna, yaitu: tipe Jalak dengan seluruh bulu tubuh berwarna
hitam mengkilat kecuali leher yang berwarna kemerahan dan tipe Jali Emas dengan bulu
didominasi warna coklat keemasan.

Populasi trah ayam Ciparage berdarah murni kian merosot akibat kurangnya pelestarian,
maraknya upaya kawin silang dengan jenis ayam lainnya dan meningkatnya pamor ayam-ayam
impor yang memiliki ukuran lebih besar seperti ayam Bangkok, Ga Noi, Brazilian dan lain-lain.
Untungnya, masih ada salah satu farm di Purwakarta, yaitu ayam tangkas Wanayasa yang
berupaya untuk terus melestarikan ayam Ciparage. Semoga makin banyak farm-farm di
Indonesia yang tertarik untuk melestarikan ayam laga legendaris asli Indonesia ini.

10. Ayam Delona

Gambar 10. Ayam Leghorn. Sosok ayam yang mirip dengan Ayam Delona.
Ayam Delona adalah jenis ayam petelur dari Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, Jawa
Tengah. Sekilas sosok ayam ini mirip ayam ras petelur leghorn strain hyline. Tubuh ayam
Delona langsing dan berbulu putih bersih. Bagian jengger, gelambir, dan kulit mukanya
berwarna merah cerah. Warna kakinya putih, kadangkala ada yang kuning keputih-putihan. Berat
ayam jantan dewasa sekitar 2 kg dan ayam betina sekitar 1 kg. rata-rata produksi telurnya per
tahun sebanyak 200 butir. Berat telur yang kerabangnya (cangkang) berwarna coklat ini antara
40-45 gram per butir.

11. Ayam Gaok


Ayam Gaok termasuk ayam lokal berukuran besar dari Madura dan Pulau Puteran,
Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Keistimewaan ayam Gaok terletak pada suara kokoknya yang
mengalun panjang mirip ayam Pelung. Ayam Gaok jantan dewasa memiliki bobot badan
mencapai 4 Kg, sedangkan betinanya 2 – 2,5 Kg.

Gambar 11. Ayam Gaok dari Madura

Ayam Gaok jantan memiliki tampilan tubuh besar, tegap dan gagah. Jengger dan
gelambirnya besar dan berbentuk wilah (single comb). Kakinya berwarna kuning. Bulunya
didominasi oleh warna kuning kehijau-hijauan (wido), namun ada juga yang berwarna lain,
seperti merah dan hitam.Ayam Gaok memiliki potensi dikembangkan sebagai ayam hias.
Sumber: Tike Sartika, S. Sulandari, MSA. Zein, S. Paryanti (2007).

12. Ayam Jantur


Ayam Jantur adalah ayam lokal Jawa Barat yang berkembang secara alamiah di Desa
Rancahilir, Kecamatan Pamanukan, Kabupaten Subang. Penampilan morfologi ayam Jantur
jantan lebih mendekati postur ayam sabung (Bangkok). Perawakannya masif dengan tungkai
yang kokoh. Aspek yang membedakan ayam Jantur dengan ayam Bangkok adalah keberagaman
warna bulu dan bentuk jengger dan/atau pialnya. Penampilan ayam betina dewasanya pun lebih
mendekati ayam Bangkok betina.

Ayam Jantur jantan dewasa memiliki berat badan 2,50 – 3,50 kg, sedangkan betina
dewasanya memiliki berat badan sekitar 1,70 kg. Ayam betina mulai bertelur pada umur 5 – 6
bulan dengan berat telur sekitar 37 gram/butir.
13. Ayam Kalosi
Ayam Kalosi adalah strain ayam lokal yang dikembangkan sekitar tahun 1990-an oleh
Pemerintah Sulawesi Selatan untuk meningkatkan kualitas genetik dan produktifitas ayam
setempat. Ayam lokal yang dikembangkan meliputi 3 galur sekaligus, yaitu: Kalosi Lotong
(hitam), Kalosi Pute (putih) dan Karame Pute (Wido-Putih). Pengembangan strain ayam lokal ini
sangat didukung oleh Gubernur Sulawesi Selatan kala itu (HZB Palaguna), sehingga strain ini
sering pula disebut dengan nama “Ayam Gubernur”.

Pembentukan strain ayam Kalosi ini tergolong rumit dan melibatkan beberapa indukan
ayam lokal yang memiliki sifat-sifat khusus seperti ayam Kampung, Arab Silver, Bangkok, Kedu
Hitam, Leghorn Putih dan lain-lain. Indukan ayam yang berbeda varietas ini kemudian
dikawinkan satu sama lain.

Gambar 12. Ayam Kalosi dari Sulawesi Selatan. Kalosi Lotong (kiri), Kalosi Pute (tengah),
Karame Pute (kanan).

Pertumbuhan ayam kalosi lebih cepat dibandingkan ayam kampung, pada umur 3 bulan
bobot ayam kalosi telah mencapai 900 g (karame pute), 850 g untuk kalosi pute, dan 800 g untuk
kalosi lotong. Ketiganya cukup prospektif dikembangkan sebagai ayam potong terutama karame
pute, selain sebagai ayam petelur. Produksi telur rata- rata per tahun sekitar 170 butir untuk
kalosi lotong, 180 butir untuk kalosi pute dan 160 butir untuk karame pute. Produksi telur
tersebut masih lebih tinggi dibanding ayam kampung yang hanya mencapai 115 butir/tahun
(yang digunakan sebagai pembanding).

14. Ayam Kampung


Ayam Kampung adalah ayam lokal yang paling dikenal masyarakat Indonesia dan tersebar
luas di seluruh pelosok Nusantara. Ayam ini banyak dipelihara secara tradisional di perdesaan.
Ayam kampung memiliki warna bulu yang sangat bervariasi. Bentuk dan ukurannya pun
bermacam-macam. Beragamnya karakter ayam kampung ini disebabkan karena proses
perkawinan berlangsung secara alami tanpa pengawasan pemelihara.

Menurut Sumanto et al. (1990), ayam kampung banyak dipelihara karena relatif mudah,
tidak memerlukan modal besar serta berperan dalam memanfaatkan sisa-sisa buangan dapur
maupun sisa-sisa hasil pertanian. Berbeda dengan ayam ras, ayam kampung termasuk tipe
dwiguna yang tidak dibedakan berdasarkan tipe pedaging atau petelur.
Gambar 13. Ayam Kampung

Pemeliharaan secara intensif dapat menghasilkan ayam Kampung yang mempunyai


rataan bobot badan jantan 1.815 ± 353 g dan betina 1.382 ± 290 g (Mulyono dan Pangestu,
1996). Sumanto et al. (1990) menyatakan bahwa perbaikan tatalaksana ayam Kampung
menghasilkan bobot badan umur lima bulan meningkat dari 625 g menjadi 677 g. Frekuensi
bertelur dari tiga kali/tahun meningkat menjadi lima kali/tahun, menurunkan mortalitas dari 51%
menjadi 34% dan waktu bertelur setelah mengeram dari rata-rata 70 hari turun menjadi 20 hari.

Sinurat et al. (!992) juga menyatakan bahwa umur pertama bertelur pada ayam Kampung
7,5 bulan, produksi telur 80,3 butir/induk/tahun, frekuensi bertelur 7,5 kali/tahun dan daya tetas
telur 83,7% pada pemeliharaan secara intensif. Hasil pembibitan open nucleus yang dilakukan di
Balai Penelitian Ternak Ciawi, ayam Kampung berproduksi telur selama 12 minggu sebesar
43,24% hen day, jumlah telur 36,32 butir/ekor/12 minggu, bobot telur 30 g/butir dan rataan
bobot telur selama 12 minggu sebesar 40 g/butir (Zainuddin et al., 2005). Seleksi indukan yang
memiliki sifat-sifat unggul dan pemeliharaan secara intensif ternyata dapat meningkatkan
produktifitas ayam kampung. Ayam kampung yang telah diseleksi dan dipelihara secara intensif
ini biasanya disebut ayam Buras (bukan ras).

15. Ayam Kedu


Ayam Kedu adalah strain ayam lokal berukuran cukup besar yang berkembang di daerah
Kedu, Temanggung, Jawa Tengah. Ayam ini memiliki banyak variasi warna bulu, yaitu: Cemani,
Kedu hitam, Kedu Merah, Kedu Putih dan Kedu Blorok. Bobot ayam jantan dapat mencapai 3-
3,5 kg. Sedangkan betina 1,2-2,5 kg. Jengger besar dan selalu berpial tunggal (single comb).

Selain Cemani juga terdapat varian Kedu hitam. Ayam ini memiliki jengger berwarna
merah dan kaki berwarna hitam kekuningan. Varian lain seperti Kedu Putih, Kedu merah dan
Blorok memiliki ciri fisik yang sama dengan Kedu hitam. Perbedaan hanya terdapat pada warna
bulunya.
Gambar 15. Ayam Kedu Putih (kiri) dan Ayam Kedu Hitam (kanan
Ayam Kedu sangat potensial dikembangkan sebagai ayam petelur dan pedaging
(dwiguna). Jika dipelihara secara intensif, dalam umur 5 bulan ayam Kedu jantan dapat
mencapai bobot 1,3-1,4 kg. Sedangkan ayam betina mencapai bobot 1,2-1,3 kg. Produksi telur
pun cukup tinggi mencapai 215 butir/tahun. Hasil ini hanya sedikit di bawah rata-rata ayam ras
petelur yang mencapai 259 butir/tahun.

16. Ayam Ketawa


Ayam Ketawa adalah strain ayam hias lokal yang tersebar di Kabupaten Sidenreng
Rappang (Sidrap) Sulawesi Selatan. Konon kabarnya, dahulu kala ayam jenis ini merupakan
satwa peliharaan kesayangan raja-raja Sidenreng dan Rappang. Ayam Ketawa bukan hanya
sebagai unggas peliharaan semata, akan tetapi dipercaya pula memiliki indera khusus untuk
mengetahui akan ada kejadian berupa banjir, kebakaran dan bencana alam di kerajaan tersebut.
Selain sebagai unggas kesayangan raja, ayam ini juga sering diperlombakan oleh para
bangsawan di kedua kerajaan tersebut.

Ciri-ciri ayam ketawa tidak berbeda jauh dengan ayam kampung. Jengger ayam ini
umumnya berpial tunggal (single comb) dengan warna bulu yang sangat bervariasi.
Keistimewaan ayam ini baru akan terlihat saat mengeluarkan suara kokok yang terpenggal-
penggal mirip orang gagap atau orang tertawa. Di daerah asalnya, ayam ini disebut Manuk
Gaga’. Manuk berarti ayam dalam bahasa Bugis dan gaga’ berarti Gagap. Sebagian orang
meyakini suara ayam ini mirip dengan suara ayam Kukuak Balenggek dari Sumatera Barat.
Penamaan ayam ketawa itu sendiri tercetus setelah komunitas pencinta unggas asal pulau Jawa
menamainya dengan sebutan ayam ketawa. Ayam ini menjadi begitu populer setelah disiarkan
oleh salah satu stasiun televisi swasta nasional. Berdasarkan jenis suaranya, hobiis membagi
ayam ketawa ke dalam 3 kategori :
1. Jenis ayam Garetek : Dinamai seperti itu karena jenis ini memiliki interval suara yang agak
cepat, yang masyarakat pencinta ayam memakai istilah jenis dangdut.
2. Jenis ayam Gaga’ : Dinamai seperti itu karena tempo suaranya yang agak lambat dan seperti
orang yang gagap. Biasanya disebut pula dengan tempo pop slow.
3. Jenis ayam Do’do : Dinamai seperti itu karena tempo suaranya yang sangat lambat dan
mendayu-dayu.
Selain suara, warna bulu juga menjadi salah satu kriteria bagus tidaknya kualitas ayam
ketawa. Beberapa kategori warna bulu yang menjadi standar bagi hobiis, yaitu:
1. Bulu Bakka : warna dasar bulu berwarna putih mengkilap, biasanya ada beberapa warna lain
yang tak dominan seperti hitam, merah maupun jingga. Warna bulu ini disebut sebagai bulu
kelas satu karena banyaknya orang yang menggemari.
2. Bulu Koro: warna dasar hitam kombinasi hijau dan warna putih dan kuning mengkilap.

Gambar 16. Ayam Ketawa tipe bulu Koro'(kiri) dan Bakka’ (kanan).
3. Bulu Lappung : Warna dasar bulu berwarna hitam kombinasi dengan warna merah hati.
4. Bulu Ceppaga : Warna dasar hitam kombinasi dengan warna putih.

Gambar 17. Ayam Ketawa tipe bulu Lappung (kiri) dan Ceppaga (kanan).
5. Bulu Ara: warna dasar hitam kombinasi warna jingga terang dan merah.
6. Bulu Kelleng : warna dasar abu-abu, biasa di selingi dengan warna lain yang tak dominan
seperi merah, hitam maupun jingga. Warna ini tergolong sebagai kelas yang paling rendah.

Gambar 18. Ayam Ketawa tipe bulu Kelleng (kiri) dan Ara (kanan).
7. Bulu Ijo buata : warna dasar ijo kombinasi merah dan hitam sedikit.
8. Bulu Bori: warna dasar merah dan warna bintik-bintik kuning mengkilap.
17. Ayam Merawang
Ayam Merawang berasal dari Kecamatan Merawang di Pulau Bangka, Propinsi Bangka
Belitung. Ayam ini didominasi warna cokelat, merah dan kuning keemasan, dengan bulu-bulu
columbian (warna bagian ujung sayap dan ekor berwarna hitam). Warna kulit paruh dan ceker
(shank) putih atau kekuningan, sedangkan warna mata kuning.

Gambar 19. Sepasang Ayam Merawang.


Ayam Merawang diduga pertama kali dibawa oleh imigran asal China daratan yang
bekerja sebagai penambang timah pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Sepintas, bentuk
ayam Merawang yang bertumbuh gempal ini mirip dengan ayam Lingnan dari China.

Beberapa ciri ayam Merawang diantaranya adalah Jengger jantan berbentuk wilah
tunggal (single comb) berukuran besar, tegak, terbagi menjadi 6-7 gerigi yang meruncing . Bobot
badan dewasa jantan sekitar 1,8─2,7 kg dan betinanya sekitar 1,2─1,7 kg. Ayam Merawang
memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai ayam petelur dan terutama sebagai ayam
pedaging. Bila dipelihara secara intensif pertumbuhannya relatif cepat. Ayam Merawang betina
bertelur pertama kali pada umur 5,5 bulan. Bobot telur berkisar antara 38─45 g. produksi telur
dapat mencapai 120─125 butir/ekor/tahun.

18. Ayam Nagrak


Ayam Nagrak merupakan hasil silangan antara ayam pelung dengan ayam kampung di
Sukabumi Jawa Barat. Upaya Persilangan ayam Pelung jantan dan ayam kampung betina ini
bertujuan untuk menghasilkan varian ayam kampung baru yang memiliki bobot tubuh lebih
baik.

Iskandar dan Susanti (2007), melaporkan bahwa kualitas ayam kampung hasil
persilangan dengan ayam pelung menjadi lebih baik, terutama pada meningkatnya bobot daging
pada bagian paha dan dada. Kedua bagian ini merupakan bagian utama dari sumber daging untuk
kebutuhan konsumsi. Dengan demikian ayam Nagrak sangat potensial dikembangkan sebagai
ayam pedaging.
19. Ayam Nunukan
Ayam Nunukan tersebar di daerah Tarakan, Propinsi Kalimantan Utara. Menurut
sejarahnya ayam Nunukan berasal dari daratan Cina bagian selatan dan masuk ke Tarakan sekitar
tahun 1922 yang dibawa oleh perantau Cina lewat Tawao dan Nunukan (Murtidjo, 2000).
Sepintas, penampilan ayam Nunukan seperti ayam ras petelur berwarna coklat. Jantan dan betina
memiliki bulu berwarna coklat atau kuning kecoklatan. Jengger untuk betina warna merah muda
dan jantan merah tua, kulit betina warna krem muda dan jantan kuning, untuk warna shank baik
betina maupun jantan berwarna kuning.

Cuping ayam betina merah muda dihiasi warna putih sedangkan untuk jantan merah tua.
Pada jantan bulu di daerah leher dihiasi warna jingga keemasan. Pola warna bulu polos, kerlip
bulu keemasan dan corak bulu polos. Ciri ayam Nunukan yang paling unik adalah lambatnya
pertumbuhan bulu di bagian sayap dan ekor. Hal ini menyebabkan bulu sayap dan bulu ekor
ayam Nunukan sangat pendek. Sebagian besar ayam Nunukan bahkan sama sekali tidak
memiliki bulu pertama di bagian sayap dan ekor.

Gambar 21. Ayam Nunukan

Ayam Nunukan sangat potensial dikembangkan sebagai ayam pedaging dan petelur.
Bobot jantan sekitar 1,7 -2,8 kg. Sedangkan betina 1,5- 2 kg. Produksi telur dapat mencapai 182
butir/tahun. Di daerah asalnya KalimantanTimur, harga seekor ayam Nunukan untuk upacara
keagamaan etnis China cukup mahal, yaitu 125 ribu rupiah/kg berat hidup. Harga telur ayam
Nunukan pun, sama dengan harga telur ayam Kampung.

20. Ayam Olagan


Ayam Olagan adalah ayam tanpa bulu yang berasal dari Pulau Dewata, Bali. Ayam ini
berpotensi dimanfaatkan sebagai ayam penghasil telur dan daging (dwiguna). Ayam ini juga
dapat dijadikan ayam koleksi dengan tujuan khusus karena keunikannya.
Gambar 22. Ayam Olagan

Sebagian penduduk Bali mempercayai bahwa penganut ilmu hitam Leak tingkat tinggi,
memiliki kemampuan untuk merubah bentuk menjadi berbagai jenis binatang. Salah satunya, ya,
menjadi ayam Olagan ini.

21. Ayam Pelung


Ayam Pelung adalah galur ayam lokal asli dengan ukuran tubuh paling besar di
Indonesia. Ayam ini berasal dari desa Bumi Kasih, Jambu Dipa, Songgom dan Tegal Lega,
Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Ayam Pelung dibudidayakan oleh
masyarakat terutama untuk suara kokok pejantannya yang khas. Populasi ayam pelung pada
tahun 1994 sekitar 5 – 6 ribu ekor dan di Jawa Barat diduga telah berkembang mencapai kurang
lebih 30 ribu ekor pada tahun 2007 (Iskandar dan Susanti, 2007).

Gambar 23. Pelung Merah (kiri) dan Pelung Putting (kanan)


Ayam Pelung mempunyai ukuran tubuh sangat besar dan tegap. Kaki panjang dan kuat
berwarna hitam kebiru-biruan. Pahanya berdaging tebal. Dada berdaging tebal dan menonjol ke
depan. Pejantan berjengger tunggal dengan ukuran pial sangat besar, tebal, tegak, bergerigi dan
berwarna merah. Kepala dan leher juga berukuran sangat besar dibandingkan dengan proporsi
tubuh. Warna bulu ayam Pelung juga bervariasi seperti ayam Kampung kebanyakan. Namun
sebagian besar pejantan dan betina memiliki warna kombinasi merah dan hitam. Variasi warna
lainnya adalah kombinasi kuning-hitam, putih-hitam dan kuning kehijauan-hitam. Seekor ayam
Pelung betina mulai bertelur pada usia 160-210 hari dan dapat menghasilkan telur hingga 70
butir/tahun.
Gambar 24. Pelung Hitam (kiri) dan Pelung Kuning-Hijau (kanan)
Bobot rata-rata pejantan Ayam Pelung sekitar 4-5 kg. Bahkan dimasa lalu dapat
mencapai 6-7 kg. Sedangkan bobot rata-rata betina berkisar antara 3-4 kg. Pertumbuhan yang
sangat pesat dan bobot yang tinggi menyebabkan ayam Pelung menjadi kandidat yang sangat
baik untuk dikembangkan menjadi ayam pedaging. Ayam hasil silangan Pelung dan ayam
kampung memiliki daging yang lebih tebal pada bagian dada dan paha. Namun tekstur dan cita
rasanya tidak berubah dan sama seperti daging ayam kampung pada umumnya sehingga cukup
digemari konsumen. Oleh masyarakat Sukabumi, ayam silangan ini disebut ayam Nagrak.

22. Ayam Randah Batu


Randah Batu adalah varian ayam kampung yang tersebar di Sumatera Barat, khususnya
di Kabupaten Solok, Pesisir Selatan dan daerah lain yang terpencil. Ayam ini memiliki keunikan
pada bentuk paha, jari dan kakinya yang sangat pendek sehingga tubuhnya terlihat rendah (cebol
atau ceper). Namun postur tubuhnya tetap seperti ayam kampung biasa. Sebagian ahli
berpendapat, bahwa ayam ini merupakan varian dari ayam Kukuak Balenggek.

Gambar 25. Ayam Randah Batu.


Gerakan ayam ini tidak selincah ayam kampung pada umumnya, sehingga daerah
jelajahnya menjadi terbatas. Ayam ini juga lebih rentan diserang predator seperti ular Sanca
(Phyton) dan musang (Luwak) jika hidup di alam liar. Secara umum, tampilan ayam Randah
Batu mirip silangan ayam hutan merah Sumatera atau ayam brugo dengan beragam warna.
Kokokannya lantang. Kadang ayam ini juga memiliki kokokan Balenggek.
Asal-usul nama ayam Randah Batu memiliki beragam versi. Sebuah sumber menyatakan
bahwa ayam ini memiliki kebiasaan unik, yaitu: suka bertengger di atas batu sehingga
dinamakan Randah Batu. Dalam dialek minang kata “Randah” berarti Rendah. Salah satu
penangkar yang memiliki koleksi ayam Randah Batu dan mencoba untuk mengembangkannya
adalah Sinawa Bird Farm.
23. Ayam Sentul
Ayam Sentul adalah varietas ayam lokal yang dikembangkan masyarakat di Kabupaten
Ciamis, Jawa Barat. Tubuhnya agak tinggi dengan kaki yang ramping dan kokoh. Kepala ayam
Sentul tergolong kecil dengan jengger bervariasi. Ekor agak panjang.

Bobot tubuh jantan berkisar antara 2-3 kg dengan tinggi tubuh 54 cm. Sedangkan bobot
betina 1-2,5 kg dengan tinggi 46 cm. Ciri khas ayam Sentul terletak pada warna dasar bulunya
yang didominasi abu-abu. Bulu di bagian dada tersusun rapi seperti sisik naga. Kaki berwarna
kelabu, putih dan kuning.

Gambar 26. Ayam Sentul. A. Sentul debu. B. Sentul kelabu. C. Sentul emas. D. Sentul geni
(api). E. Sentul batu.
Berdasarkan corak bulunya, ayam Sentul dibagi menjadi 5 varietas, yaitu: Sentul Kelabu,
Sentul Geni, Sentul Batu, Sentul debu dan Sentul emas. Sentul Kelabu didominasi warna abu-
abu. Sentul Geni terdiri dari campuran warna abu-abu dan merah. Sentul Batu memiliki warna
bulu kombinasi abu-abu keputihan-putihan. Sentul debu berwarna abu-abu kecoklatan.
Sedangkan Sentul Emas didominasi warna abu-abu keemasan. Performans ayam Sentul
tergolong baik.

Produksi telur dapat mencapai 100 butir/ekor/tahun, lebih tinggi dari produksi telur ayam
kampung yang mencapai 70 butir/ekor/tahun. Pertumbuhan juga cukup baik. Pada umur 10
minggu, bobot ayam dapat mencapai 1 kg, lebih tinggi 100-200 gram dari ayam kampung pada
umur yang sama.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Desa Muktisari Kabupaten Ciamis, Nurhayati
(2001) melaporkan bahwa ayam Sentul memiliki bobot badan dewasa pada jantan sebesar
2.603,8 ± 207 g dan betina 1.408 ± 123 g, pertambahan bobot badan 70,30 ± 16,87 g/hari.
Jumlah telur 17 ± 1 butir dan daya tetas telur secara pengeraman alami sebesar 88,22 ± 10,2 %
(waktu bertelur 21 ± 3 hari, mengeram 21 hari, mengasuh anak 60 hari dan masa istirahat 12 ±
1,5 hari).

24. Ayam Sumatera

Ayam Sumatera termasuk varietas ayam asal Indonesia dengan tampilan yang
paling indah. Tubuhnya gempal, pendek dan kekar dengan bulu lebat mengkilap yang
menyelubungi seluruh tubuh. Bulu leher, tunggir dan ekor tumbuh memanjang dan berkilau
kehijauan saat diterpa cahaya (glossy). Ayam Sumatera dikenal hanya memiliki 2 tipe warna
bulu, yaitu: hitam dan biru keabu-abuan (jarang).

Gambar 27. Ayam Sumatera Jantan dan Betina


Ayam Sumatera diyakini berasal dari Sumatera bagian tengah. Penampilan perawakannya
tegap, gagah, tetapi ukuran tubuhnya kecil. Jantan berkepala kecil, tetapi tengkoraknya lebar.
Pipinya penuh (padat), keningnya tebal, dan pial kecil. Paruh umumnya pendek dan kuku
berwarna hitam, dengan cuping kecil dan berwarna hitam. Salah satu ciri yang unik yang dapat
ditemukan pada seluruh Ayam Sumatera adalah tumbuhnya taji lebih dari satu pada masing-
masing kaki.

Pergerakan ayam Sumatera cukup aktif. Kadang-kadang bersifat agresif. Memiliki


kemampuan terbang yang baik, jinak dan dikenal cerdas. Jengger berbentuk pea dan berwarna
merah. Kulit muka juga berwarna merah atau hitam, ditumbuhi bulu halus yang jarang. Bobot
ayam Sumatra jantan dewasa 2,25 Kg, sedangkan yang betina 1,8 Kg. Produksi telur tergolong
sedikit, yaitu 100 butir per tahun dengan warna telur putih. Daging ayam Sumatera sedikit
berbintik-bintik hitam sehingga kurang diminati konsumen di Amerika. Ayam Sumatera diimpor
ke Amerika Serikat tahun 1847 sebagai ayam sabung. Namun saat ini lebih berfungsi sebagai
ayam hias.

Sebagai ayam hias, ayam Sumatera cukup populer di Amerika Serikat dan negara-negara
Eropa seperti Inggris, Belanda dan Jerman. Namun, ayam ini kurang begitu dikenal di Indonesia
yang menjadi negeri leluhurnya.Ayam Sumatera termasuk salah satu galur ayam yang telah
memiliki standardisasi yang baik. Populasinya di Amerika cenderung menurun akibat agak
sulitnya proses pengembangbiakan ayam ini. Oleh karena itu, pemerintah USA kini melarang
ayam ini untuk di ekspor keluar dari negaranya.

25. Ayam Tabulangking


Ayam Tabulangking adalah ayam hutan liar yang hidup di hutan-hutan rimba Kalimantan
Barat. Menurut kepercayaan orang-orang tua dan Pemangku adat (Temenggung) Desa Karangan,
Kecamatan Mempawah Hulu, Kabupaten Landak, Ayam Tabulangking memiliki bentuk tubuh
seperti burung puyuh, tanpa tungging atau tulang ekor, berbulu warna kuning serta memiliki
kepala yang kecil. Ayam ini merupakan nenek moyang Ayam Tukong. Dimasa lalu, kokokan
ayam Tabulangking dijadikan penanda bagi masyarakat Dayak yang mengerjakan ladang, bahwa
hari telah sore (Gufroni dan Ibrahim, 2007).

Saat senja menjelang (sekitar jam 4), Ayam jantan akan lebih sering berkokok mengajak
betinanya jalan-jalan sore di sekitar semak atau hutan terbuka. Pejantan akan berbunyi “Tur”,
yang diikuti sahutan betinanya dengan suara ”King”. Besar kemungkinan dari sinilah ayam
Tabulangking mendapatkan namanya. Menurut penduduk setempat, ayam Tabulangking saat ini
sudah sangat sulit dijumpai di habitat aslinya. Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
memastikan bahwa status ayam hutan ini benar-benar telah punah.

26. Ayam Tolaki


Ayam Tolaki berasal dari Sulawesi Tenggara. Tubuh berukuran kecil hingga sedang
dengan berat antara 1.5 kg hingga 3 kg. Badan langsing, kekar berotot dengan bentuk punggung
agak panjang. Sayap menempel rapat di sisi badan.

Kepala kecil, bulat, berparuh pendek kuat dan melengkung pada ujungnya. Seringkali, pada
bagian muka ditumbuhi bulu-bulu kecil hingga seolah-olah ayam ini terlihat seperti memiliki
brewok atau cambang.

Gambar 28. Ayam Tolaki


Jengger Ayam Tolaki berukuran kecil, bergerigi dan berbentuk pea. Cuping telinga dan
pial juga kecil dan menempel rapat pada kepala. Leher panjang, tegak dan kokoh. Mata
berukuran sedang dan tajam dengan ekspresi berani. Bentuk kaki langsing, panjang dan kokoh
dengan telapak kaki seimbang. Gerakannya gesit dan cepat sehingga sulit ditangkap
(Nataamijaya et al., 1995).

Bulu ekor Ayam Tolaki melengkung panjang. Warna bulu pada ayam betina bervariasi
mulai warna cokelat dengan kombinasi kuning, hitam serta campuran dari beberapa warna.
Warna paruh kuning gelap atau kekuningan. Ayam Tolaki berpotensi dikembangkan sebagai
unggas penghasil daging dan telur. Produksi telur rata-rata adalah 20 butir setiap masa bertelur
(Rahmat, 2003).

27. Ayam Tukong


Ayam Tukong adalah sejenis ayam kampung yang berkembang di daerah pedalaman
Kalimantan Barat. Menurut Gufroni dan Ibrahim (2007), ayam Tukong tidak memiliki tungging,
pangkal ekor tulang ekor atau “brutu” sehingga penampilannya lebih mirip burung puyuh.Ayam
Tukong memiliki bobot lebih ringan dibandingkan ayam kampung, yaitu: 1,7-2,5 kg untuk jantan
dan 1,2-1,7 kg untuk betina. Di masa yang lalu, ayam Tukong berukuran sangat kecil, berkisar
antara 0,5 kg-1 kg
.

Gambar 29. Ayam Tukong.


Jumlah telur yang dihasilkan per periode peneluran berkisar antara 6-12 telur. Berat telur
47 g, dengan warna putih kecoklatan/kemerahan, persentase DOC jantan: betina 34,78%:
65,22%, daya tetas 84,28 %, lama mengeram 21 hari, umur mulai bertelur 5-6 bulan, interval
masa bertelur 3 bulan, periode bertelur 4 kali setahun. Warna bulu ayam Tukong bervariasi
seperti pada ayam kampung, mulai dari hitam kehijauan, hitam kemerahan, hitam kebiruan,
coklat bahkan putih.

Ayam Tukong tersebar di kabupaten Sambas, seperti daerah Selakau, Pemangkat, Tebas
dan Sambas, wilayah Kabupaten Bengkayang, Wilayah Kota Singkawang, Wilayah Kabupaten
Pontianak dan saat ini yang masih eksis terdapat di Kabupaten Landak Kecamatan Mempawah
Hulu. Ayam Tukong juga tersebar di Kabupaten Sanggau, Sintang hingga Kapuas Hulu.
28. Ayam Walik
Ayam Walik adalah ayam lokal biasa yang memiliki gen unik sehingga bulu-bulu
tubuhnya tumbuh terbalik (frizzle) atau tersingkap. Penampilan ayam ini cukup menarik dan
dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai ayam hias atau dijadikan induk untuk menciptakan
untuk menciptakan varietas baru. Ayam Walik tersebar di seluruh Indonesia dan dapat dijumpai
pada hampir semua ras ayam. Berdasarkan tampilan bulunya, Ayam Walik dibagi menjadi 3
jenis, yaitu:
 Walik Sekul: seluruh bulu tumbuh terbalik.
 Walik Sura: bulu warna hitam, keriting sedikit.
 Walik Tulak: seluruh bulu keriting di ujung sayap dan ekor ada warna putih. Anak ayam
ini peka terhadap dingin.

Gambar 30. Ayam Walik Jantan (Remaja) dan Ayam Walik Betina (Remaja)

Adapun bentuk tubuh, berat, kebiasaan dan karakteristik ayam Walik tidak berbeda jauh
dengan ayam kampung pada umumnya. Penulis sempat menjumpai sepasang ayam Walik muda,
diantara sekumpulan ayam kampung remaja dengan ukuran tubuh yang sama. Pejantan Walik
tampak lebih inferior dan sering diusir oleh pejantan ayam kampung lainnya, saat
memperebutkan makanan.

29. Ayam Wareng

Gambar 31. Ayam Wareng.


Asal-usul ayam Wareng Tangerang dimulai saat seorang peternak di desa Pasir Gadung,
Kecamatan Cikupa, memperoleh 36 butir telur ayam Rusia di awal tahun 80-an. Telur-telur yang
menetas memperlihatkan sifat-sifat unggul ayam petelur yaitu berbentuk badan kecil,
berproduksi telur tinggi, memiliki jengger dengan bulu mahkota, tetapi tidak memiliki sifat
mengeram dan berpenampilan liar.

Melihat beberapa sifat unggul dari ayam tersebut, salah seorang peternak bernama Armin
kemudian menyilangkan lagi dengan ayam buras asli Rusia hingga generasi ketiga. Dari sini
diperoleh turunan ayam dengan bentuk tubuh ramping dan menyerupai ayam Rusia. Turunan
ayam inilah yang kemudian dikenal sebagai ayam Wareng Tangerang. Kata “Wareng” berasal
dari bahasa Jawa yang berarti kecil.

Ukuran kepala dan leher pejantan kecil. Kakinya ramping dan panjang. Terdapat tiga
warna bulu pada ayam ini yakni hitam, blorok (belang-belang putih dan hitam), dan putih. Berat
tubuh ayam pejantan dewasa rata-rata 1,5 kg dan ayam betina sekitar 1 kg. Umur kawinnya
tergolong muda, yakni empat bulan. Produksi telurnya berkisar 15 butir per periode bertelur.
Apabila dipelihara secara intensif produksi telurnya dapat mencapai 24-28 butir per periode
bertelur, dikarenakan induk betina tidak memiliki sifat mengeram. Turunan ayam ini dapat
direkomendasikan untuk jenis produksi telur seperti ayam Kedu.

Sumber:

https://dody94.wordpress.com/2014/02/11/mengenal-varietas-ayam-lokal-indonesia-1/
https://dody94.wordpress.com/2014/02/19/mengenal-varietas-ayam-lokal-indonesia-2/
https://dody94.wordpress.com/2014/03/01/mengenal-varietas-ayam-lokal-indonesia-3/

Anda mungkin juga menyukai