Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Genetika adalah merupakan suatu ilmu yang mempelajari hal-ihwal tentang gen

mulai dari susunan kimia gen, peranan gen dalam penentuan sifat atau performans suatu

individu dan cara penurunan sifat-sifat individu yang ditentukan oleh gen itu sendiri.

Kalau kita pelajari, maka semua sifat-sifat individu mulai dari amuba, bakteri, virus,

tanaman, hewan, sampai pada manusia ditentukan oleh gen yang ada pada mahluk

tersebut. Sifat-sifat tersebut akan muncul dengan dukungan lingkungan yang cocok atau

sesuai dengan diharapkan oleh mahluk yang bersangkutan. Suatu sifat akan muncul atau

ditunjukkan oleh individu sesuai dengan potensi genetik yang menentukan sifat tersebut

apabila mendapat lingkungan yang cocok. Apabila lingkungan tidak mendukung, maka

fenotip yang muncul atau diperlihatkan oleh individu yang bersangkutan tidak sesuai

dengan potensi genetik yang dibawanya.

Pada individu khususnya ternak sifat-sifat yang dimiliki dapat digolongkan atas

dua macam yaitu sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Sifat kualitatif seperti warna bulu,

ada tidaknya tanduk, dan sebagainya ditentukan oleh satu atau dua pasang gen,

sedangkan sifat kuantitatif seperti produksi daging, produksi telur, produksi susu, dan

sebagainya ditentukan oleh banyak gen (multi faktor).

Pengembangan jenis ternak penghasil daging dengan tingkat produksi yang

tinggi diperlukan sebagai alternatif pangan yang mampu membantu memenuhi

kebutuhan daging di Indonesia. Ternak kelinci dapat menjadi salah satu pilihan karena

memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi dengan interval kelahiran yang pendek,

serta tidak membutuhkan lahan luas dalam pemeliharaannya. Populasi ternak kelinci di

Indonesia tahun 2014 sudah mencapai 1.104.283 ekor dengan persentase peningkatan
produksi daging antara tahun 2014 dan 2015 mencapai 16.26% (Kementan 2015).

Daging kelinci juga dikenal sebagai daging sehat karena memiliki kadar protein yang

tinggi dengan kadar lemak yang rendah jika dibandingkan dengan ternak lainnya. Kadar

protein daging kelinci 21.9% dengan kadar lemak 5.5% (Suradi 2005).

Kelinci Hyla merupakan rumpun kelinci dengan potensi sebagai pedaging

unggul yang baru dikembangkan di Indonesia karena kemampuan pertumbuhan cepat

dan produktivitas tinggi. Kelinci Hyla jantan mampu mencapai bobot tubuh 2160 g dan

2550 g pada umur 70 hari.

1.2. Identifikasi Masalah

1) Apa itu kelinci hyla

2) Bagaimana karakteristik kualitatif kelinci hyla

3) Bagaimana karakteristik kuantitatif kelinci hyla

1.3. Tujuan dan Manfaat

1) Mengenal kelinci hyla

2) Mengetahui karakteristik kualitatif kelinci hyla

3) Mengetahui karakteristik kuantitatif kelinci hyla

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Kelinci merupakan ternak yang memiliki potensi tinggi sebagai hewan peliharaan atau

hias, penghasil daging maupun kulit-rambut (Raharjo et al. 2001).

Kelinci merupakan ternak yang memiliki potensi tinggi untuk menghasilkan daging,

kulit-rambut bermutu, hewan kesayangan/hias, dan sebagai objek penelitian laboratorium

(Raharjo et al. 2001). Daging kelinci memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu 21.9%

(Suradi 2005). Selain kaya akan protein, daging kelinci juga mengandung kadar asam amino

yang tinggi (Zolte dan Szendro 2011). Jika dibandingkan dengan daging ternak lainnya, daging

kelinci lebih kaya akan asam amino lisin, treonin, leusin, fenilalanin dan asam amino bersulfur

(Blas dan Wiseman 2010).

Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan seiring dengan

pertumbuhan jumlah penduduk. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia antara tahun 2010 dan

2014 mencapai 1.40% (BPS 2016). Daging yang umum dikonsumsi oleh masyarakat indonesia,

seperti daging sapi dan ayam belum mampu menunjukkan pertumbuhan produksi daging yang

signifikan tiap tahunnya. Produksi daging sapi hanya mampu mengalami peningkatan sebesar

5.28% antara tahun 2014 dan 2015, demikian juga daging ayam yang hanya mengalami

peningkatan sebesar 5.36% (Kementan 2015). Pengembangan kelinci mempunyai prospek

cukup baik dalam menanggulangi masalah kekurangan daging sebagai sumber protein secara

terus menerus guna menjamin ketersediaan pangan di tingkat masyarakat (Farrell & Raharjo

1984)

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Mengenal Kelinci Hyla

Hyla adalah jenis kelinci pedaging hibrida yang bisa dikatakan salah satu

terbaik di dunia. Kelinci Hyla dapat dikatakan sempurna untuk jenis kelinci

pedaging karena memiliki bentuk tubuh yang panjang dengan bokong yang

membulat penuh dan ukuran tulang medium. Kelinci ini diciptakan (dikembangkan)

melalui kerjasama antara pemerintah Cina yang diwakili oleh Qingdau Kangda

Food ltd. dengan Eurolap yang berada di Perancis. Tujuannya adalah untuk

mendapatkan bibit kelinci pedaging yang dapat dikatakan super atau memiliki

seluruh kriteria terbaik / unggul.

Tahun 2012, Balai Penelitian Ternak (Balitnak) telah melakukan importasi kelinci

hycole dan hyla yang terdiri atas 40 ekor induk betina dan 17 pejantan hycole serta 40 induk

betina dan 20 penjantan hyla. Kelinci hycole yang berasal dari Perancis dan kelinci hyla

yang berasal dari Cina yang diimpor, telah dicoba dipelihara di Indonesia untuk dievaluasi

adaptasinya di daerah tropis. Berdasarkan litter size lahir, litter size sapih, mortalitas dan

pertumbuhannya, kelinci hycole dan hyla dapat dikembangkan sebagai kelinci pedaging di

Indonesia (Brahmantiyo 2016).

Kelinci hyla memiliki litter size lahir 8,1 ekor dan litter size sapih 5,8 ekor. Bobot

potong kelinci hyla setara dengan standar bobot kelinci potong di Indonesia yaitu 2111,9 g

pada umur potong 14 minggu (Brahmantiyo et al. 2015). Kelinci ini memiliki ciri-ciri antara

lain yaitu tingkat produktivitas yang tinggi, laju pertumbuhan yang cepat, ketahanan

terhadap penyakit, serta tingkat kelangsungan hidup pada masa pertumbuhan yang lebih

dari 96% (Yamani 1994). Kelinci hyla memiliki sifat keindukan yang baik. Penamaan
3.2 Karakteristik Kualitatif Kelinci Hyla

1) Tipe Kepala

Kelinci memiliki 2 tipe kepala yaitu bulat seimbang (round) dan oval menyerupai

buah pir. Kelinci hyla memiliki bentuk kepala oval.

2) Tipe Badan

Kelinci memiliki 5 tipe badan yang berbeda yaitu kompak, busur, semi-busur,

silinder, dan komersial. Kelinci hyla memiliki tipe tubuh komersial. Biniok (2009)

menyatakan bahwa tipe badan komersial dimiliki oleh kelinci tipe pedaging yang

memiliki ukuran tubuh lebih besar dan berisi.

3) Warna Mata

Warna mata kelinci bervariasi mulai dari kehitaman atau cokelat tua hingga

cokelat kekuningan dan kuning. Seperti halnya rambut, warna mata ditentukan

oleh distribusi dan kandungan pigmen dari melanosit dan melanosom pada iris

mata (Lumpkin dan Seidensticker 2011). Kelinci hyla seluruhnya memiliki mata

berwarna merah. Covrig et al. (2013) menyatakan bahwa mata merah yang

muncul pada kelinci berambut putih merupakan ekspresi gen cc yang

menyebabkan albino pada permukaan tubuh dan merah pada mata. Selain itu,

Covrig et al. (2013) juga menyatakan bahwa karena tidak adanya pigment pada

kulit, kelinci yang berambut putih biasanya memiliki mata berwarna merah.

4) Tipe dan Warna Rambut

Tipe rambut kelinci yang utama terbagi menjadi 4 yaitu normal, angora, rex dan

satin. Kelinci hyla memiliki tipe rambut normal. Tipe rambut normal yaitu tipe

rambut yang paling umum dimiliki oleh kebanyakan galur kelinci. Menurut
Bennett (2014), tipe rambut normal dimiliki oleh banyak galur kelinci dengan

berbagai ukuran tubuh. Rambut normal memiliki ukuran sekitar 2,5 cm dengan

tekstur yang tipis, halus dan padat.

Warna rambut yang paling umum dimiliki kelinci yaitu warna rambut tunggal,

agouti, broken, pionted white, shaded, tan, dan ticked (Biniok 2009). Warna

rambut dominan dari ketiga galur kelinci hyla yaitu putih. Sebagian besar

(92.3%) kelinci hyla memiliki variasi warna rambut tunggal yaitu seluruh

tubuhnya ditutupi rambut berwarna putih, sedangkan sebagian kecil (7.7%)

lainnya memiliki variasi warna rambut pointed white. Selain warna putih, warna

tubuh dominan kelinci berpola pointed white juga dapat berwarna lain (Biniok

2009). Varisai pola pointed white pada sebagian kecil (7.7%) kelinci hyla yaitu

sebagian besar warna tubuhnya berwarna putih dan bagian hidung, telinga,

kaki, dan ekornya berwarna hitam.

3.3 Karakteristik Kuantitatif Kelinci Hyla

Sifat kuantitatif adalah sifat-sifat produksi dan reproduksi atau sifat yang dapat diukur,

seperti bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh atau karakteristik morfologi. Karakteristik

morfologi merupakan tanda structural dari satu makhluk hidup yang merupakan sumber utama

karakteristik kebanyakan kelompok makhluk hidup. Ukuran dan bentuk tubuh merupakan

penduga yang menyeluruh dari bentuk dan deskripsi khas dari berbagai gambaran tubuh yang

terbukti bermanfaat dalam menganalisa banyak makhluk hidup. Ukuran tubuh dengan

keragaman yang tinggi memberikan petunjuk bahwa ukuran tubuh dapat digunakan sebagai

kriteria seleksi untuk meningkatkan produksi di masa yang akan datang (Mulliadi 1996).

Kelinci hyla betina unggul pada ukuran lingkar dada (33.24 cm), dalam dada (10.92

cm), dan panjang kaki depan bawah (11.17 cm). Kelinci hyla jantan unggul pada ukuran
panjang kepala (13.77 cm), panjang kaki depan atas (10.16 cm), dan panjang kaki belakang

bawah (15.58 cm). Lingkar dada dan panjang tulang punggung merupakan cerminan

produktivitas kelinci (Brahmantiyo et al. 2007). Panjang tulang punggung merupakan salah satu

indikator yang menunjukan tingkat produktivitas kelinci.

Adaptasi di daerah tropis, baik dengan klimat yang ada maupun pakan yang tersedia,

ditambah dengan pola perkawinan yang kurang terencana menyebabkan perubahan kinerja

yang semakin besar pada ternak-ternak tersebut dan dapat menyebabkan inkonsistensi kinerja

dari turunannya, yang sangat berbeda dengan kinerja galur murni di negara asalnya

(Brahmantiyo et al. 2007). Raharjo et al. (2004) juga menyatakan bahwa kelinci impor yang

dibudidayakan di Indonesia akan mengalami adaptasi dengan iklim yang berbeda sehingga

terjadi perubahan pada tubuh kelinci baik bentuk maupun kinerja tubuh jika dibandingkan saat

berada di negara asalnya.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1) Kelinci hyla adalah jenis kelinci pedaging hibrida. kelinci pedaging karena

memiliki bentuk tubuh yang panjang dengan bokong yang membulat penuh
dan ukuran tulang medium.

2) Kelinci hyla memiliki bentuk kepala oval, betipe badan komersial, bermata

merah, tipe rambut normal dan berwarna putih.

3) Kelinci hyla betina unggul pada ukuran lingkar dada (33.24 cm), dalam dada

(10.92 cm), dan panjang kaki depan bawah (11.17 cm). Kelinci hyla jantan unggul

pada ukuran panjang kepala (13.77 cm), panjang kaki depan atas (10.16 cm), dan

panjang kaki belakang bawah (15.58 cm)

DAFTAR PUSTAKA

[Kementan] Kementerian Pertanian. 2015. Populasi dan produksi daging ternak [Internet].

[diunduh 2016 Februari 16]. Tersedia pada:

http://www.pertanian.go.id/ap_pages/mod/datanak.
Suradi K. 2005. Upaya Peningkatan Gizi Masyarakat Melalui Teknologi Pengolahan Daging

Kelinci. Lokakarya Nasional Potensi dan Pengembangan Usaha Kelinci. [internet]. [30

September 2005 di Bandung]. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak. hlm 1-5; [diunduh 2016 Jul

10]. Tersedia pada: http://peternakan.litbang.pertanian.go/lklc05- 3.pdf.

Raharjo YC, Gultom D, Iskandar S, Prasetyo LH. 2001. Peningkatan produktivitas, mutu

produk dan nilai ekonomi kelinci eksotis melalui pemuliaan dan nutrisi. Laporan Hasil

Penelitian. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak

Zolte AD. Szendro Z. 2011. The role of rabbit meat as functional food. Meat Science

88(2011)319-331.doi:10.1016/j.meatsci.2011.02.017.

Blas C, Wiseman J. 2010. Nutrition of The Rabbit. Ed ke-2. London (GB): CAB International.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia [Internet]. [diunduh

2016 Februari 16]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/ linkTabelStatis/view/id/1268.

Farrell DJ, Raharjo YC. 1984. Potensi ternak kelinci sebagai penghasil daging. Laporan Hasil

Penelitian. Bogor (Indonesia): Balai Penelitian Ternak.

Brahmantiyo B, Priyono, Rosartio R. 2016. Pendugaan jarak genetik kelinci (hyla, hycole,

hycole x nzw, nzw, rex dan satin) melalui analisis morfometrik. Jurnal Veteriner. 17(2):226-

234.doi:10.19087/jveteriner.2016.17.2.226.
Brahmantiyo B, Fafarita L, Mansjoer SS. 2015. Fenotip kelinci flemish giant, english spot dan

rex di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan

Veteriner. Bogor (ID): Puslitbang Peternakan. Hlm: 589-595.

Yamani KA. 1994. Rabbits meat production situation in Egypt. 1st International Conference

on Rabbit Production in Hot Climates. Cairo (EG): CIHEAMIAMZ

Biniok J. 2009. Rabbits. Pittsburgh (US): Eldorado Ink

Lumpkin S, Seidensticker J. 2011. Rabbits: The Animal Answer Guide. Maryland (US): The

Johns Hopkins University Press.

Covrig I, Oroian I, Pătruțoiu TC. 2013. The C locus: rabbit genetics for full color

development, chinchilla, seal, sable, pointed black and red-eyed full white. Rabbit Gen.

3(1):23-32.

Bennett B. 2014. Storey's Guide to Raising Rabbits: Breeds, Care, Housing. Ed ke4.

Massachusetts (US): Storey Publishing.

Mulliadi D. 1996. Sifat fenotipik domba Priangan di Kabupaten Pandeglang dan Garut

[disertasi]. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Brahmantiyo B. 2008. Kajian potensi genetik ternak kelinci (Oryctolagus cuniculus) di Bogor,

Jawa Barat dan Magelang, Jawa Tengah [disertasi]. Bogor (ID): Program Pascasarjana,

Institut Pertanian Bogor.


Raharjo YC, Brahmantiyo B, Murtisari T, Wibowo B, Juarini E, Yuniati. 2004. Plasma nutfah

kelinci sebagai sumber pangan hewani dan produk lain bermutu tinggi. Laporan Akhir

Penelitian. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak.

Brahmantiyo B, Raharjo YC, Murtisari T. 2007. Karakteristik produktivitas kelinci di lapang

sebagai sumber plasma nutfah ternak Indonesia. Pros. Seminar Nasional Teknologi

Peternakan dan Veteriner. Bogor (ID): Puslitbang Peternakan. hlm. 744-753.

Anda mungkin juga menyukai