Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PENILAIAN KERAGAAN TERNAK

RUMPUN-RUMPUN PENTING PADA KONTES DOMBA DAN


KAMBING

Oleh :
KELOMPOK 2

ANNA ANGELINA 200110160006


MUHAMMAD RAMADHIA Y. 200110160084
FATHAN HAZBUL YAMIIN 200110160220
RANI IRAWAN 200110160269

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada kehadirat Allah SWT. atas

pertolongan-Nya lah penyusun dapat menyusun makalah ini. Tak lupa pula

shalawat serta salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah

membawa umatnya menuju zaman yang penuh kemajuan teknologi seperti saat ini.

Penyusun ucapkan pula terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah

Penilaian Keragaan Ternak, Bapak Dr. Ir. H. Denie Heriyadi, S.U. atas

pengajarannya penyusun mengetahui banyak hal sehingga dapat membuat makalah

ini dengan sebaik mungkin.

Makalah yang penyusun buat mengenai “Rumpun-rumpun penting pada

kontes domba dan kambing” dengan berbagai aspek yang terkait di dalamnya.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca, dan bisa menambah wawasan

bagi yang membutuhkan. Saran dan kritik sangat penyusun harapkan.

Sumedang, September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Bab Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................... iii

DAFTAR ILUSTRASI ................................................................ iv

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................ 2
1.3 Maksud dan Tujuan ................................................................. 2

II PEMBAHASAN
2.1 Domba Garut ........................................................................... 3
2.2 Domba Batur ........................................................................... 8
2.3 Domba Sapudi ......................................................................... 9
2.4 Kambing Etawa ....................................................................... 11
2.5 Kambing Peranakan Etawa (Kaligesing) ................................ 12
2.6 Domba Garut ........................................................................... 14

III KESIMPULAN ............................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 17

LAMPIRAN ................................................................................. 18

iii
DAFTAR ILUSTRASI

Nomor Halaman

1 Kontes Domba Garut .................................................................... 18

2 Kontes Domba Sapudi .................................................................. 18

3 Kontes Domba Batur .................................................................... 18

4 Kontes Kambing Etawa ................................................................ 18

5 Kontes Kambing Kaligesing ........................................................ 18

6 Kontes Kambing Boer .................................................................. 18

iv
1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumpun domba dan kambing yang ada di Indonesia sangat beragam,

salah satunya adalah Domba Garut, Domba Batur dan Domba Sapudi. Demi

melestarikan rumpun asli Indonesia maka sering kali diadakan kontes ternak untuk

domba – domba tersebut.

Domba Garut merupakan sumber daya genetik ternak yang berasal dari

Kabupaten Garut Jawa Barat Indonesia yang telah ditetapkan sebagai rumpun lokal

Indonesia oleh surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 2914/Kpts/OT.140/6/

2011. Domba Garut merupakan salah satu rumpun domba lokal Indonesia dan telah

dibudidayakan secara turun menurun. Kabupaten Garut merupakan penghasil bibit-

bibit Domba Garut yang unggul sebelum menyebar ke seluruh Jawa Barat, salah

satu penghasil bibit domba yang sangat diminati oleh masyarakat atau peternak

adalah berasal dari wilayah Desa Dano Kecamatan Leles Kabupaten Garut.

Selain dari ternak domba adapula ternak kambing yaitu kambing peranakan

etawa, kambing etawa dan kambing boer. Kambing PE dan Etawa termasuk

kedalam rumpun penting kontes kambing. Menurut produk yang dihasilkan ternak

kambing dikelompokkan menjadi 4 yaitu penghasil daging, penghasil susu,

penghasil bulu, penghasil daging dan susu. Kambing Peranakan etawa (PE) adalah

termasuk dalam kelompok kambing dwiguna.

Atas uraian diatas maka penulis membuat makalah dengan berjudul

“Rumpun-rumpun penting kontes domba dan kambing” dengan tujuan untuk


2

mengetahui lebih dalam mengenai rumpun-rumpun penting dari domba dan

kambing.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Domba apa sajakah yang termasuk rumpun penting pada kontes domba.

2. Kambing apa sajakah yang termasuk rumpun penting pada kontes kambing.

1.3 Maksud dan Tujuan

1. Mengetahui jenis domba yang termasuk rumpun penting pada kontes

domba.

2. Mengetahui jenis kambing yang termasuk rumpun penting pada kontes

kambing.
3

II

PEMBAHASAN

2.1 Domba Garut

Usaha ternak domba di Kabupaten Garut telah lama diusahakan oleh petani

ternak di pedesaan yang hampir tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Garut,

baik sebagai usaha pokok maupun usaha sampingan yang dipadukan dengan usaha

tani. Oleh karena itu keberadaan usaha ternak domba dapat memberikan kontribusi

nyata terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya

alam. Dilihat dari rata-rata tingkat kepemilikan ideal, dimana skala pemilikan ideal

adalah 20 – 50 ekor per peternak. Ternak domba umumnya dipelihara secara

tradisional yang berfungsi sebagai tabungan, sumber pupuk kandang serta sumber

pendapatan sebagai hewan kesayangan., rata-rata tingkat kepemilikan umumnya

rendah yaitu dibawah 10 ekor per keluarga petani. Hal tesebut tidak mengurangi

nilai keberadaan ternak domba di masyarakat karena keterampilan petani ternak

tersebut dapat diandalkan bila mereka diberi motivasi usaha dan tingkat permodalan

yang memadai. Hal ini karena selain cocok dengan lingkungan setempat juga sudah

akrab dan menjadi tradisi yang turun temurun dengan masyarakat petani di daerah,

khusus Domba Garut sebagai domba laga atau sebagai hewan kesayangan, biasanya

dipelihara oleh mereka yang memiliki tingkat permodalan yang kuat, karena harga

domba tersebut sangat memiliki harga yang mhal dan unsure seni serta keindahan

yang ditonjolkan.

Sejalan dengan keberadan ternak domba yang beredar dimasyarakat selama

ini, maka Pemerintahan kabupaten Garut menjadikan ternak domba sebagai

komoditas unggulan serta menjadi kebanggaan nasiaonal karena memiliki khas


4

yang tidak dimiliki oleh jenis/bangsa domba lainnya di dunia. domba garut banyak

dipelihara dipedesaan oleh para peternak di Jawa Barat, karena domba tersebut lahir

dengan perkembangan usaha sampai sekarang bahwa Domba Garut banyak tersebar

di luar Jawa Barat seperti Sumatra Utara, Jawa Tengah namun perkembangannya

belum menggembirakan. Salah satu keistimewaan ternak Domba Garut yaitu ternak

domba jantan dengan anatomi tanduknya yang bermacam-macam, tubuhnya serta

tempramen/sifat-sifat yang spesifik sebagai domba adu dan terkenal denagn domba

tangkas dan sekarang lebih dikenal dengan domba laga, karena domba adu memiliki

konotasi yang kurang baik di masyarakat. Dikatakan domba tangkas karena

memiliki seni ketangkasan yang dipadukanengan seni pancake silat, dan dikatakan

domba laga karena berlaga dilapangan yang menarik perhatian orang banyak serta

memiliki unsure seni yang indah dipandang. Setelah berdirinya himpunan Peternak

Domba Garut Kambing Indonesia (HPDKI) istilah “adu” dihilangkan karena untuk

tidak mengasosiasikan kata “adu” dengan permainan judi. Sebagai seni khas

kebudayaan Jawa Barat terutama masyarakat Priangan, sejak jaman dahulu sampai

sekarang dikenal dan digemari oleh masyarakat banyak, hal ini karena sebagai seni

dan hiburan yang murah meriah.

Seni ketangkasan Domba Garut merupakan salah satu kegemaran tersendiri

yang disenangi serta ternak domba Garut dapat dikategorikan sebagai hewan

kesayangan serta hewan kebanggaan. Domba Garut dipelihara secara khusus

artinya dengan perlakuan dalam pemeliharaannya secara khusus terutama dalam

membentuk tanduk agar memiliki temperamen yang indah dan kelihatan gagah,

sehingga tercipta motto tentang domba garut yaitu “ Tandang di Lapang, Gandang

di Lapang, Indah Dipandang serta Enak Dipanggang”. Seni ini merupakan ajang

kontes dalam memilih bibit sebagai raja dan ratu bibit ternak domba Garut, karena
5

setiap event pertandingan ternak domba yang bagus sangat mendapat sorotan setiap

peternak dan penggemar, dengan sendirinya bahwa ternak tersebut memiliki harga

yang sangat tinggi. Perlombaan atau kontes ternak ini merupakan tempat

berkumpulnya par peternak dan pemilik, para penggemar, tokoh Domba Garut serta

perkumpulan organisasi profesi yang dihimpun dalam wadah HPDKI (Himpunan

Peternak Domba Kambing Indonesia). Pemeliharaan Domba Garut sebagai domba

tangkas (laga) telah sejak lama dilakukan oleh para peternak, penggemar

ketangksan domba dengan perlakuan yang sangat istimewa serta kepemilikan

domba tersebut dahulu disebut “juragan”. Peternak pemelihara harus memliki nilai

jiwa seni yang khusus serta akrab dengan domba. Berbagai upaya dan pengorbanan

para peternak Domba Garut semata-mata diarahkan untuk menciptakan keunggulan

Domba Garut pejantan di arena perlombaan (ketangkasan), sebab domba laga yang

unggul akan menyandang gelar juara serta mendapart nilai jual yang melonjak

tinggi. Karena ternak Domba Garut merupakan bagian dari ternak seni, maka

setelah Domba Garut tandang di lapang, salah satu kegembiraan yang diraih oleh

pemiliknya atau pelatihnya, ketika domba tersebut mengalunkan seni sesuai irama

ketukan kendang. Dalam seni ketangkasan domba jarang terjadi kecelakaan pada

ternak domba apalagi sampai terjadi cacat atau mati, sebab setiap pertandingan

selalu diawasi oleh : • Dewan Hakim • Dewan Juri • Wasit Domba Garut sebagai

domba tangkas atau domba laga terbagi atas kelas-kelas, yaitu :

• Kelompok kelas A dengan berat badan 60 – 80 kg

• Kelompok kelas B dengan berat badan 40 – 59 kg

• Kelompok kelas C dengan berat badan 25 – 39 kg.

Demikian pula pukulan-pukulannya dibatasi menurut pembagian kelas

masing-masing, umpamanya kelas A sebanyak 25 pukulan, kelas B sebanyak 20


6

pukulan dan kelas C sebanyak 15 pukulan. Selain dari pada pembagian kelas

tersebut, ada pula pembagian khusus yang disebut kelas pasangan, kelas pasangan

dikhususkan domba yang mempunyai criteria kesamaan warna bulu, tinggi, berat

badan, keserasian tanduk, keserasian gaya pukulan dan keserasian lainnya. Untuk

kelas ini jumlah pukulannya ditentukan 20 – 25 pukulan. Dasar penilaian dalam

pertandingan inilai dari pukulan, gaya bertanding, ketangkasan dalam bertanding,

keindahan fisik, kelincahan dan stamina. Untuk keturunan yang bagus, anak domba

jantan umur satu minggu sudah kelihatan bakal tanduknya, seiring dengan

bertambahnya umur domba bertambah besar pula tanduknya. Pada saat

pertumbuhan, tanduk itu tidak keluar langsung dan indah. Untuk menjadikan seperti

yang diharapkan memerlukan suatu ketelatenan dan kemahiran dalam merawat

tanduk. Beberapa pengalaman para peternak dalam merawat tanduk domba

diantaranya sebagai berikut :

1. Agar tanduk berwarna hitam mengkilap, biasanya digosok dengan kemiri

2. Untuk membentuk tanduk yang simetris, dipanaskan dahulu kemudian

diurut sambil dibentuk

3. Untuk melatih kekuatan, keindahan tanduk diberi latihan beradu 1 (satu)

minggu sekali

4. Rambut / bulu di sekitar tanduk dibersihkan

5. Pencukuran bulu dilakukan secara rutin serta dibentuk tampak kelihatan

gagah.

Pendekatan yang ditempuh adalah bagaimana memberikan pengertian

kepada para peternak terutama dikeluarkannya kebijakan pemerintah, khususnya

Pemerintah Kabupaten Garut agar keberadaan dan kelestarian seni ketangkasan

Domba Garut memiliki nilai budaya yang dapat diakui oleh segenap masyarakat,
7

bahwa seni ketangkasan ini bukan “NGADUKEUN DOMBA” tetapi seni yang

dimilki oleh ternak domba yang harus dimodifikasi dan citra adu domba dengan

sendirinya harus hilang dalam pandangan masyarakat luas. Sejalan dengan

pemahaman di atas bahwa yang harus dilakukan sebagai unsure seni adalah

mengubah suasana adu domba yang tidak jelas keberadaannya dihimpun dalam

wadah atau tatanan atauran dalam meningkatkan nilai tambah sebagai prestasi

domba dan peternaknya. Hal tersebut perlu dilakukan sosialisasi pemahaman

terhadap seni ketangkasan yang mencerminkan nilai-nilai budaya dan prestasi

sehingga seni ketangkasan Domba Garut merupakan komoditi yang dapat dijual

unsure seninya. OLeh karena itu diperlukan peranan pemerintah serta kumpulan

peternak yang dihimpun dlam organisasi HPDKI dalam meningkatkan keberadaan

Domba Garut agar mampu berkiprah dalam meningkatkan pendapatan peternak

sehingga peternak domba lebih maju, efisien dan tangguh untuk menambah devisa

daerah.

Menurut para pkar domba seperti Prof. Didi Atmadilaga dan Prof. Asikin

Natasasmita, bahwa Domba Garut merupakan hasil persilangan antara domba local.

Domba Ekor Gemuk dan Domba Merino yang dibentuk kira-kira pada pertengahan

abd ke 19 (±1854) yang dirintis oleh Adipati Limbangan Garut, sekitar 70 tahun

kemudian yaitu tahun 1926 Domba Garut telah menunjukan suatu keseragaman.

Bentuk tubuh Domba Garut hampir sama dengan domba lokal dan bentuk tanduk

yang besr melingkar diturunkan dari Domba Merino, tetapi Domba Merino tidak

memiliki “insting” beradu.

Berat badan domba dapat mencapai 40 sampai 80 kg. Menurut beberapa

ahli, bahwa Domba Garut selain memilki keistimewaan juga sebagai penghasil

daging yang sangat baik dalam upaya meningkatkan produksi ternak domba. Jenis
8

Domba Garut tergolong jenis domba terbaik, bahkan dalam perdagangannya dan

paling cocok serta menarik perhatian banyak masyarakat, mudah dipelihara oleh

petani kecil karena relative lebih mudah pemeliharaannya dan lebih cepat

menghasilkan serta mudah diuangkan.

2.2 Domba Batur

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 2916/ Kpts/ OT.140/ 6/

2011 tentang Penetapan Rumpun Domba Batur, dijelaskan bahwa domba batur

merupakan salah satu rumpun domba lokal Indonesia, yang mempunyai

keseragaman bentuk fisik dan komposisi genetik serta kemampuan adaptasi dengan

baik pada keterbatasan lingkungan. Domba batur mempunyai ciri khas yang

berbeda dengan rumpun domba asli atau domba lokal lainnya dan merupakan

kekayaan sumber daya genetik ternak lokal Indonesia yang perlu dilindungi dan

dilestarikan. Domba batur merupakan hasil persilangan antara domba merino

dengan domba ekor tipis dengan sebaran asli geografis di Kecamatan Batur dan

sekitarnya, yang secara turuntemurun dikembangkan masyarakat sejak tahun 1974

dan menjadi milik masyarakat Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah.

Domba batur memiliki karakteristik yaitu pada jantan tubuh dominan

berwarna putih susu dengan bulu berwarna putih dan kulit putih sampai kemerahan,

memiliki hidung, telinga dan ekor berwarna putih sedangkan kuku berwarna hitam.

Bulu domba batur berupa wol halus dan lebat yang hampir menutupi seluruh

permukaan tubuh, bentuk telinga kecil mengarah ke samping dengan garis muka

yang cembung, memiliki garis punggung lurus sampai agak cekung, bentuk ekor

kecil dan pendek dengan ujung ekor meruncing, bentuk tubuh besar dan panjang

dan bersifat tenang.


9

Pada domba dewasa tinggi pundak dapat mencapai 77,6±1,7 cm (jantan)

dan 72,2±3,1 cm (betina), panjang badan 106,2±8,8 cm (jantan) dan 88,0±9,2 cm

(betina), lingkar dada 118,4±8,8 cm (jantan) dan 95,2±5,8 cm (betina) serta bobot

badan 108±13,0 kg (jantan) dan 82,0±4,5 kg (betina).

Festival Domba Batur adalah ajang pesta insan peternakan untuk

menampilkan keberhasilan yang telah dicapai oleh peternak, pelaku usaha dan

stakeholder peternakan, serta menjadikan domba Batur menjadi ikon budaya

masyarakat Banjarnegara. Di daerah Banjarnegara sering diadakan konters ternak

Domba Batur pada acara Dieng Culture Festival setiap satu tahun sekali. Festival ini

diharapkan dapat melestarikan Domba Batur atau domba yang sering dijuluki Domba

Dieng (DoDi).

2.3 Domba Sapudi

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian 2389/Kpts/LB.430/8/2012

Tentang Penetapan Rumpun Domba Sapudi menjelaskan bahwa domba sapudi

merupakan domba yang berasal dari Asia Barat Daya yang dibawa pedagang

Gujarat pada abad ke-18 ke daerah Lamongan Jawa Timur, Pulau Madura dan

sampai di Pulau Sapudi, dan selanjutnya dikembangkan secara turun temurun oleh

masyarakat. Domba Sapudi memiliki wilayah sebaran asli geografis di Kepulauan

Madura dan Daerah Tapal Kuda Provinsi Jawa Timur dengan wilayah sebaran

Provinsi Jawa Timur.

Domba Sapudi memiliki karakteristik berwarna dominan putih dengan

kepala putih, garis muka agak cembung, telinga cukup besar, panjang, lebar, dan

tegak ke samping dengan sudut 45-90 derajat, tidak bertanduk, memiliki garis

punggung yang melengkung cekung dengan bagian belakang meninggi serta


10

memiliki bentuk ekor bervariasi dari bentuk segitiga sampai sigmoid, tebal, panjang

dan lebar, bagian pangkal tengah lebar dan sering berkelok (sigmoid) dan

meruncing pada bagian ujungnya. Domba ini memiliki sifat tenang dan tidak

agresif.

Domba Sapudi memiliki tinggi pundak 70,4±4,2 cm (jantan) 58±2,4 cm

(betina), panjang badan 70±5,1 cm (Jantan) dan 58,4±4 cm (betina), lingkar dada

84,8±4,3 cm (jantan) dan 67,8±6,1 cm (betina), serta bobot badan 44,6±6,2 kg

(jantan) dan 25,8±5,7 kg (betina).Domba ini merupakan salah satu domba lokal

yang ada di Indonesia dan cukup dikenal oleh masyarakat mengingat produksi yang

dihasilkan dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat.

Domba Sapudi merupakan salah satu dari jenis Dombe Ekor Gemuk.

Domba ini lebih tepat dibudidayakan sebagai ternak penghasil daging (tipe potong)

dari pada tipe wool, dengan pemeliharaan intensif dapat diperoleh pertambahan

berat badan antara 51-55 gram/hari. Domba Ekor Gemuk memiliki kemampuan

menimbun lemak pada pangkal ekornya. Bentuk badan lebar, domba jantan

bobotnya mencapai 60 kg dan domba betina mencapai 50 kg.

Domba ekor gemuk memiliki bentuk tubuh lebih besar dari domba ekor

tipis. Hasil penelitian menunjukan DEG yang ada di indonesia dengan jarak

beranak 8 bulan dapat menghasilkan anak 2,34 ekor/tahun, untuk 100 ekor induk

DEG dapat menghasilkan 234 ekor cempe dalam satu tahun.

Indonesia yang memiliki iklim tropis dengan intesitas cahaya matahari yang

cukup berpengaruh terhadap fertilitas yang tinggi, sehingga domba lokal yang ada

di Indonesia dapat menghasil banyak anak. Ditinjau dari faktor genetiknya DEG

memiliki produktivitas tinggi dengan rataan performan reproduksi meliputi angka

kelahiran 156 %, fertilitas 75-80 %, dan lamb crop (panen cempe) 80 %.


11

Calon Pejantan yang baik pada Domba Sapudi memiliki ciri-ciri bentuk

tubuh besar, relatif panjang, punggung rata tidak melengkung dan tidak cacat, dada

dalam dan lebar, kaki-kakinya simetris, lurus dan kuat/kokoh, tumit tinggi dan

berpenampilan gagah, Aktif, kuat tenaganya dan naluri kawin besar, buah zakar

(scrotum) normal, 2 buah sama besarnya, berasal dari keturunan kembar, serta

warna bulu putih mulus dan mengkilat.

Salah satu Kontes Domba Sapudi dapat kita lihat pada acara Kontes ternak

tahunan yang dilaksanakan di lapangan eks 514 Desa Kotakan Daerah


Situbondo oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pada kontes
tersebut katagori induk domba sapudi dan Domba sapudi jantan ikut
diperebutkan oleh para peternak lokal.

2.4 Kambing Etawa

Bangsa Etawa merupakan keturunan kambing Jamnapari yang diimpor dari

India pada tahun 1920-an dengan tujuan untuk memperbaiki keturunan kambing

lokal. Merupakan kambing berukuran besar dengan tinggi 70-8- cm dan bobot

badan 40-45 kg. (Davendra dan Burns, 1994). Kambing Etawa termasuk kedalam

kambing penghasil susu, kesehatan ternak (kambing) akan dapat dicapai dengan

tatalaksana perawatan kambing yang baik yang dimulai sejak pembibitan kambing,

kebersihan kandang, jarak antar kambing (volume kambing dalam masing-masing

kandang), dan volume pakan, pemilihan bahan pakan serta cara pemberian pakan

serta rutin dilakukan pemeriksaan maupun perawatan kesehatannya.

Populasi terbesar kambing Etawa di Jawa Tengah terdapat di Kabupaten

Purworejo dan Kulonprogo. Dilaksanakannya kontes disuatu lokasi akan

menguntungkan karena menjadi promosi wisata yang mengangkat nilai ekonomi


12

peternak karena kontes seringkali menambah daya tarik, selain itu dapat juga

sebagai pemacu perkembangan peternakan di suatu daerah.

Kambing Etawa masuk ke Indonesia pertama kali dibawa oleh orang

Belanda pada tahun 1920-an, orang Belanda tersebut membawa banyak kambing

Etawah pertamakali ke Pulau Jawa, tepatnya di Yogyakarta. Kambing ini lebih

terkenal sebagai kambing perah atau penghasil susu, dimana saat itu kambing ini di

sebut dengan kambing Benggala atau kambing Jamnapari sesuai dengan asalnya di

India. Selanjutnya kambing Etawah ini dikembangbiakkan di daerah perbukitan

Menoreh sebelah barat Yogyakarta dan di Kaligesing, Purworejo. Seiring dengan

perjalanan waktu terjadilah perkawinan silang antara kambing Etawah dengan

kambing lokal (seperti kambing Jawarandu atau kambing Kacang) dan ternyata

keturunan yang dihasilkan lebih bagus dari pada kambing lokal (Merxens dan

Syarif, 1932).

2.5 Kambing Peranakan Etawa (Ras Kaligesing)

Keturunan hasil persilangan kambing Etawah dengan kambing Jawarandu

atau kambing Kacang oleh masyarakat disebut keturunan Etawah atau Peranakan

Etawah. Terkenal dengan sebutan kambing Peranakan Etawah. Daerah Kaligesing

di Purworejo, Jawa Tengah hingga saat ini merupakan daerah sentra utama

peternakan kambing Peranakan Etawah, karena daerah ini berhawa dingin dan

memiliki potensi hijauan melimpah sehingga sangat cocok untuk kambing

Peranakan Etawah. Jika membicarakan kambing Peranakan Etawah, sebagian besar

masyarakat langsung teringat daerah ini, sehingga tidak salah jika kambing

Peranakan Etawah menjadi trademark daerah Kaligesing.


13

Kambing ras Kaligesing ini memiliki ciri khas pola warna hitam putih.

Kambing Kaligesing sebagai galur lokal Jawa Tengah, ditetapkan Melalui Surat

Keputusan Menteri Pertanian RI No. 2591/Kpts/PD.400/7/2010. Kambing

Peranakan Etawah merupakan salah satu bangsa kambing lokal Indonesia yang

mempunyai konformasi tubuh yang lebih besar dari jenis lainnya sehingga sering

dipakai dalam program perbaikan mutu bibit kambing di Indonesia. Selama ini

ternak kambing masih berfungsi sebagai ternak tabungan bagi petani, untuk

mengatasi masa-masa sulit seperti saat kegagalan panen atau jika perlu uang tunai

yang sifatnya mendadak (Sadikin, 1992). Dengan demikian, pengembangan ternak

kambing terutama pada daerah-daerah marginal dalam rangka menciptakan

kesempatan kerja yang lebih luas dan sekaligus membantu memecahkan masalah

kemiskinan di pedesaan (Pranadji dan Syahbuddin, 1992), akan lebih mudah

diterima petani.

Kambing Peranakan Etawah memiliki ciri-ciri yaitu telinga panjang (18-30

cm), memiliki kombinasi warna (putih, hitam, putih-hitam atau putih-coklat), Bulu

rewos/gembyeng/surai menggantung terkulai, Profil muka cembung, Tanduk

pejantan dan betina kecil melengkung ke belakang dan Ekor pendek serta memiliki

bobot badan jantan dewasa 40 kg dan betina 35 kg. tinggi pundaknya 76-100

Spesifikasi khusus yang harus dimiliki kambing terutama jika akan

diikutsertakan dalam kontes yaitu sehat dan bebas dari penyakit hewan menular

yang dinyatakan oleh pejabat berwenang, tidak cacat secara fisik, bebas dari cacat

alat reproduksi, serta tidak memiliki silsilah keturunan yang cacat secara genetik.

Bagi sebagian orang, kambing Peranakan Etawah memang lebih familiar

sebagai kambing penghasil susu dan daging. Namun, kambing yang masih

merupakan keturunan Etawah dari India ini memiliki potensi lain yang bernilai
14

ekonomi tinggi, yakni sebagai kambing kontes. Di beberapa sentra kambing

Peranakan Etawah, seperti Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, kontes

tahunan bergengsi selalu digelar. Kambing jawara lomba pun sudah dapat

dipastikan punya posisi tawar yang tinggi. Tak heran jika harga jualnya jauh

berlipat ganda. Kontes kambing Peranakan Etawah sudah sangat sering dilakukan,

hal ini bertujuan untuk memperkenalkan kambing Peranakan Etawah kepada

masyarakat luas bahwa kambing ini merupakan kambing asli Indonesia. Kontes

semacam ini akan dapat meningkatkan pamor kambing Peranakan Etawah baik

dimata masyarakat umum maupun dikalangan peternak sendiri, sehingga harga

jualnya pun akan semakin tinggi. Kegiatan semacam ini merupakan salah satu

upaya untuk meningkatkan kegiatan pelestarian kambing Peranakan Etawah.

Dengan meningkatnya jumlah peternak, diharapkan akan berdampak juga terhadap

peningkatan kualitas gizi masyarakat.

2.6 Kambing Boer

Kambing Boer merupakan kambing yang sering ditemukan wilayah di Jawa

Timur dan sering dijuluki spesies “kambing bule”. Kambing yang berasal dari

Afrika Selatan ini telah menjadi ternak yang ter-registrasi di Indonesia selama lebih

dari 65 tahun, saat ini telah menyebar luas hampir diseluruh dunia. Kambing Boer

telah mendapatkan pengakuan dunia sebagai ternak kambing yang mempunyai

konformasi tubuh yang eksellen, pertumbuhannya yang cepat dan kualitas karkas

yang baik (Lu, 2002). Kata "Boer" artinya petani.

Secara umum Kambing Boer mempunyai tanda-tanda yang jelas yaitu:

Tanduk melengkung keatas dan kebelakang, telinga lebar dan menggantung,

hidung cembung, rambut relatif pendek sampai sedang Kambing Boer merupakan
15

salah satu tipe kambing pedaging yang memiliki tubuh kompak dan persentase

karkas yang tinggi. Kambing boer merupakan hasil persilangan antara kambing

Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal dari India dan Timur

dekat. Kambing ini tahan hidup di padang penggembalaan yang kering di daerah

tropik dan sub-tropik asal tidak lembab. Pola warna yang disukai adalah kepala dan

leher berwarna coklat dengan badan serta kaki berwarna putih dan kulit berpigmen

pada bagian tubuh yang terpapar sebagai pelindung sengatan matahari. Tanduk

menonjol dengan baik, telinga lebar dan menggantung.

Kontes Kambing Boer biasanya dilakukan pada jenis Cross Boer atau jenis

silangan, juri akan menilai sistem perawatan, kegemukan, postur dan telinga

kambing mendekati F1 atau tidak begitupun dengan kepala, tanduk, warna,

ketebalan bulu, kaki serta keserasian. Kontes ini selain dapat meningkatkan nilai

jual kambing di pasaran juga dapat menumbuhkan semangat masyarakat untuk

merawat kambing dengan baik dan agar peternakan kambing semakin berkembang.

Adapun tujuan diadakannya kontes ini untuk mensosialisasikan, menambah

wawasan dan mempererat tali persaudaraan sesama pecinta Kambing Boer

Indonesia. Kelas yang dilombakan adalah jantan dewasa, jantan muda, betina

dewasa dan betina muda. Kambing Boer yang memenangi kontes kecantikan

harganya bisa diatas 70 juta per ekor. Bebrapa tahun terakhir ini telah diimport

kambing Boer dari Australia untuk tujuan memperbaiki kambingkambing Lokal.

Hasil persilangan antara pejantan Boer dengan induk kambing Lokal telah banyak

beredar dimasyarakat peternak. Diharapkan anak hasil persilangan tersebut dapat

memperbaiki produktivitas ternak kambing di Indonesia, terutama produksi daging

atau pertumbuhannya.
16

III

PENUTUP

Indonesia memiliki berbagai rumpun domba dan kambing yang harus dijaga

kelestariannya. Upaya pelestarian dapat dilakukan dengan mengadakan kontes

ternak. Dilaksanakannya kontes disuatu lokasi akan menguntungkan karena

menjadi promosi wisata yang mengangkat nilai ekonomi peternak karena kontes

seringkali menambah daya tarik, selain itu dapat juga sebagai pemacu

perkembangan peternakan di suatu daerah.

Domba yang sering digunakan dalam konter ternak antara lain domba garut,

domba sapundi dan domba batur. Domba Garut tergolong jenis domba terbaik,

bahkan dalam perdagangannya dan paling cocok serta menarik perhatian banyak

masyarakat, mudah dipelihara oleh petani kecil karena relative lebih mudah

pemeliharaannya dan lebih cepat menghasilkan serta mudah diuangkan. Kontes

Domba Batur seringkali diadakan di daerah Banjarnegara yaitu pada acara Dieng Culture

Festival setiap satu tahun sekali. Salah satu Kontes Domba Sapudi dapat kita lihat

pada acara Kontes ternak tahunan yang dilaksanakan di Daerah Situbondo

oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan setiap satu tahun sekali.
Kambing yang sering digunakan dalam kontes ternak merupakan kambing

etawa, Kambing peranakan etawa (Kaligesing) dan kambing boer. Kontes kambing

Peranakan Etawah sudah sangat sering dilakukan, hal ini bertujuan untuk

memperkenalkan kambing Peranakan Etawah kepada masyarakat luas bahwa

kambing ini merupakan kambing asli Indonesia. Kontes Kambing Boer biasanya

dilakukan pada jenis Cross Boer atau jenis silangan dan sering dilaksanakan di

daerah Blitar.
17

DAFTAR PUSTAKA

C. Devendra dan Marca Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis.


Bandung : Penerbit ITB.

Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2011. Penetapan Domba Batur.


Keputusan Menteri Pertanian nomor: 2916/kpts/ot.140/6/2011. Jakarta.

Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2014. Domba Ekor Gemuk atau


Domba Sapudi. BPTU-HPT. Pelaihari. Kalimantan Selatan

Lu C.D. 2002. Goat Production: Progress and Perspective. http:// www. uhh.
hawaii. edu/uhh/vcaa/documents/BoerGoat Productio Progress and
Perspective 20 02. pdf.08-04-08.

Merxens, J. and A. Syarif. 1932. Bijdrage Tot De Keimis Van De Geiten Fo Kl Erij
In Nederlandsh Oost Indie (Sumbangan Pengetahuan Tentang Peternakan
Kambing dii Indonesia)"Am Utoyo, Re(Penterjemah), 1979 . Domba Dan
Kambing. Lipi.

Pranadji, T. dan Z. Syahbuddin. 1992. Menempatkan Kambing dan doniba sebagai


alternatif pengurangan tingkat kemiskinan dipedesaan. Pros. Sarasehan
Usalia Ternak Kambing dan Domba Menyongsong Era PJPT II, pp. : 134-
140.

Sadikin, I. 1992. Peranan Ternak kanibing dalam upaya menanggulangi


kemiskinan di Kabupaten Lampung Barat. Pros. Sarasehan Usaha Ternak
Kambing dan Domba Menyongsong Era PJPT II, pp. : 12-127.

Setiadi, B. 2003. Alternatif Konsep pembibitan dan pengembangan Usaha Ternak


Kambing. Laporan Hasil Penelitian APBN 1996/1997. Balai Penelitian
Ternak, Ciawi, Bogor.

Sodiq. A and E. S. Tawfik. 2003. The Role and Breeds, Management Systems,
Productivity and Development Strategies of Goats in Indonesia: A Review.
Journal of Agriculture and Rural Development in the Tropics and
Subtropics Volume 104, No.1, pages 71–89.

Sutama. I .K, dan IGM Budiarsana. 2009. Panduan Lengkap Kambing Dan Domba.
Jakarta, Penebar Swadaya.
18

LAMPIRAN

Gambar 1. Kontes Domba Garut Gambar 2. Kontes Domba Sapudi

Gambar 3. Kontes Domba Batur Gambar 4. Kontes Kambing Etawa

Gambar 5. Kontes Kambing Kaligesing Gambar 6. Kontes Kambing Boer

Anda mungkin juga menyukai