Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

“Pemuliaan Domba Garut/Domba Priangan”

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pemuliaan Ternak

Disusun oleh:

Kelompok 10

Anggota:

Salma Gracela Gurning 200110200314


Riisyafa Ayuna Faikar 200110200318
Juan Chandra 200110200323
Rio Ardi Putra 200110200328
Andita Pramana Suryawan 200110200329
Silviana Eka Jediut 200110219001

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-

Nya serta karunia-Nya kepada kami sehingga makalah ini dapat tersusun hingga

selesai dengan judul “Pemuliaan Domba Garut/Priangan”. Tidak lupa kami juga

mengucapkan terima kasih atas bantuan dari berbagai pihak yang telah

berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan informasi sehingga

menambah pengetahuan dan pengalaman para pembaca dan dapat menjadi acuan

bagi pembaca dalam mempelajari pemuliaan ternak khususnya pada domba.

Kami menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak

kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan

pengalaman kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran

yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 15 November 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3
2.1 Pemuliaan Ternak ................................................................................... 3
2.2 Pemuliaan Ternak Domba ....................................................................... 3
2.3 Sejarah dan Performa Ternak Domba ..................................................... 4
2.4 Jenis-Jenis Domba .................................................................................... 5
2.5 Sejarah dan Performa Domba Garut (Priangan) ...................................... 6
2.6 Peningkatan Mutu Genetik Ternak ........................................................... 8
2.6.1 Seleksi .................................................................................................. 8
2.6.2 Perkawinan Silang ............................................................................... 9
BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 11
3.1 Pemuliaan Ternak Domba Garut ........................................................... 11
3.2 Model Pemuliaan Domba Garut ............................................................. 11
3.3 Pola Pemuliaan Domba Garut ................................................................ 12
3.4 Peningkatan Mutu Genetik Ternak Domba Garut .................................. 13
3.4.1 Seleksi ............................................................................................. 13
3.4.2 Persilangan ...................................................................................... 14
3.5 Teknologi yang Digunakan dalam Pemuliaan Domba ........................... 15
3.6 Pemuliaan Ternak Domba Garut Berdasarkan Tipenya ......................... 16
3.6.1 Tipe Wol ............................................................................................ 16
3.6.2 Tipe Pedaging .................................................................................... 17
3.6.3 Tipe Laga ........................................................................................... 18
3.7 Contoh Pemuliaan Domba Garut Berdasarkan Tipenya ........................ 19
3.7.1 Tipe Penghasil Wol............................................................................ 19
3.7.2 Tipe Penghasil Daging ....................................................................... 19
3.7.3 Contoh Pemuliaan Domba Garut Tipe Laga...................................... 20

iii
BAB IV KESIMPULAN ...................................................................................... 21
4.1 Kesimpulan ............................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22
LAMPIRAN .......................................................................................................... 24

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu komoditi peternakan yang memberikan kontribusi yang cukup

besar terhadap gizi masyarakat yaitu ternak domba. Ternak domba merupakan

ternak yang termasuk ruminansia kecil yang dapat memberikan manfaat untuk

memenuhi kebutuhan protein hewani manusia. Ternak domba sangat dekat

hubungannya dengan peternak kecil di pedesaan, keberadaan ternak domba di

tengah-tengah masyarakat kecil tentunya dapat membantu perekonomian mereka.

Salah satu jenis ternak domba yang paling banyak yaitu domba garut.

Domba Garut merupakan salah satu komoditas unggulan yang perlu dilestarikan

sebagai sumber genetik asli Indonesia yang potensial. Domba ini dikenal oleh

masyarakat dengan sebutan Domba Garut, yang dikenal juga dengan sebutan

domba priangan.

Domba Garut memiliki bentuk umum tubuh yang relatif besar dan

berbentuk persegi panjang, bulu panjang dan kasar. Ciri khas domba Garut yaitu

memiliki kombinasi daun telinga ngadaun hiris atau rumpung dengan ekor
ngabuntut bagong atau ngabuntut beurit. Daun telinga ngadaun hiris adalah bentuk

daun telinga yang menyerupai daun hiris atau kacang gude (cajanus cajan) dengan

panjang 4 – 8 cm, sedangkan telinga rumpung adalah bentuk daun telinga yang

tumbuh kecil yang panjangnya kurang dari 4 cm. Ekor ngabuntut bagong adalah

bentuk ekor domba yang menyerupai segitiga dengan timbunan lemak pada pangkal

ekor dengan lebar lebih dari 11 cm dan mengecil pada ujung ekor, sedangkan ekor

ngabuntut beurit adalah bentuk ekor domba menyerupai segitiga tanpa timbunan

lemak dengan bentuk yang mengecil pada ujung ekor (Heriyadi, 2011).

1
Di Indonesia pengembangan bibit sangat dibutuhkan, karena domba Garut

dimanfaatkan sebagai kebutuhan pangan dan juga kesenian. Berdasarkan hal

tersebut, maka ketersediaan bibit sangat penting untuk menghasilkan generasi yang

berkualitas untuk memenuhi kebutuhan tersebut.


1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemuliaan ternak pada domba garut?

2. Bagaimana strategi pemuliaan pada domba?

3. Bagaimana macam-macam breeding pada domba?


1.3 Tujuan
1. Memahami pemuliaan ternak pada domba garut

2. Mengetahui strategi pemuliaan pada domba garut

3. Mengetahui macam-macam seleksi pada domba garut

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemuliaan Ternak


Ilmu pemuliaan ternak merupakan sebuah upaya untuk memilih dan/atau

mempertahankan bibit ternak yang dianggap baik untuk dapat terus dilestarikan

sebagai tetua bagi generasi ke penerus ke depannya dan mengeluarkan bibit ternak

yang dianggap tidak baik (Kurnianto, 2012). Seleksi sebagai kebaikan untuk

mengubah jumlah gen yang mengontrol sifat kualitatif serta kuantitatif (Warwick

dkk., 1990).

Dalam ilmu pemuliaan ternak dapat memperlihatkan keputusan yang dibuat

oleh para pemulia dalam setiap generasi untuk dapat menentukan bibit ternak atau

ternak mana yang dapat dipilih untuk dijadikan sebagai tetua untuk generasi

penerus berikutnya dan memilih yang akan dipisahkan sehingga tidak dapat

memberikan keturunan, selanjutnya melakukan penentuan apakah beberapa dari

individu yang terpilih akan dibiarkan memiliki sedikit keturunan saja. Seleksi

memiliki fungsi untuk merubah frekuensi gen. Seleksi sebagai kekuatan untuk

dapat mengubah frekuensi atau banyaknya gen yang mengatur sifat-sifat kualitatif
dan juga kuantitatif yang dipengaruhi banyak gen (Warwick et al., 1995).

2.2 Pemuliaan Ternak Domba


Peranan yang menonjol pemuliaan ternak pada ternak domba dalam

penyusunan kombinasi genetik adalah peningkatan rerata produksi populasi dan

generasi ke generasi berikutnya. Peningkatan tersebut misal berupa peningkatan

produksi susu, kadar lemak daging, berat lahir, pertambahan berat badan, berat

umur tertentu, jumlah anak sepelahiran, kualitas daging, ketebalan lemak, serta

ketahanan terhadap penyakit.

3
Penelitian pemuliaan ternak domba khususnya seleksi, pada dasarnya

mempunyai tiga tujuan. Pertama, untuk menguji teori seleksi, kedua

mengumpulkan data parameter genetik, respons fisiologik yang selanjutnya

digunakan untuk menyempurnakan metode seleksi. Ketiga, digunakan untuk

membandingkan kriteria seleksi atau sistem perkawinan yang digunakan

(Adjisoedarmo, 1976; Adjisoedarmo, 1989).

Contoh penerapan pemuliaan ternak domba sebagai hasil dari sebuah

penelitian yang telah disebar luaskan penggunaannya di pedesaan adalah Kalender

Reproduksi domba dan kambing (Adjisoedarmo dan Amsar, 1983).

2.3 Sejarah dan Performa Ternak Domba


Domba lokal merupakan domba asli Indonesia, dan tersebar di seluruh

wilayah Indonesia, populasinya ada di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Domba ekor

tipis mampu hidup di daerah gersang. Domba ini mempunyai tubuh kecil sehingga

disebut domba sayur atau domba Jawa. Ciri lainnya yaitu relatif kecil dan tipis,

biasanya bulu badan berwarna putih, namun ada pula warna lain, misalnya belang

– belang hitam di sekitar mata, hidung atau bagian tubuh lainnya. Domba betina

umumnya tidak bertanduk, sedangkan domba jantan bertanduk kecil dan melingkar.

Berat domba jantan berkisar 30 – 40 kg dan berat domba betina dewasa sekitar 15

– 20kg (Einstiana,1999).
Domba memiliki kemampuan untuk berkembang biak, tumbuh dengan

cepat, dan relatif mudah dalam pemeliharaannya. Salah satu potensi genetik domba

adalah bersifat prolifik/beranak lebih dari satu ekor per kelahiran dan dapat beranak

tiga kali dalam kurun waktu dua tahun (Sumantri, 2007). Tingginya tingkat

kematian pada masa ini diduga karena oleh induk domba tidak mendapat zat

makanan yang cukup untuk berproduksi pada akhir kebuntingan sehingga bobot
lahir rendah.

4
Produktivitas ternak domba, terutama pertumbuhan dan kemampuan

produksinya dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan

terdiri dari pakan, teknik pemeliharaan, kesehatan, dan iklim. Pengaruh pakan ini

menunjukkan bahwa produktivitas domba yang tinggi tidak bisa tercapai tanpa

pemberian pakan yang memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas (Endang

Purbowati, 2009). Pakan merupakan komponen yang presentasenya paling tinggi

di antara komponen biaya dalam beternak (Anonimus, 2009).

2.4 Jenis-Jenis Domba


Jenis-jenis domba yang dimuliabiakan di Indonesia di antaranya:

1. Domba ekor tipis

Domba ekor tipis merupakan domba yang terdapat di Jawa Tengah

dan Jawa Barat. DET termasuk golongan domba kecil, warna bulunya putih

dan ada bercak hitam di sekeliling matanya, ekornya tidak menunjukkan

adanya desposisi lemak, pada jantan memiliki tanduk melingkar, sedangkan

yang betina biasanya tidak bertanduk, serta bulunya berupa wol yang kasar.

Domba ini diduga berasal dari India/Bangladesh. Domba ini memiliki

toleransi tinggi terhadap berbagai macam hijauan pakan ternak serta

memiliki daya adaptasi yang baik terhadap berbagai keadaan lingkungan

sehingga memungkinkan dapat hidup dan berkembangbiak sepanjang

tahun.

2. Domba ekor gemuk

Domba Ekor Gemuk (DEG) merupakan salah satu domba plasma

nutfah Indonesia tipe pedaging. Domba ekor gemuk banyak terdapat di

wilayah Jawa Timur, Madura, dan pulau-pulau di Nusa Tenggara. DEG

mempunyai karakter fisik yang menjadi ciri khasnya, yaitu memiliki ekor
yang gemuk, berwarna putih, tidak bertanduk, berbulu kasar, mampu

5
beradapatasi pada iklim kering dan prolifik (mampu beranak 1 – 2 ekor per

kelahiran dan kadang 3 ekor). Ciri khas ini merupakan ekspresi dari

kekhasan potensi genetik DEG yang belum dioptimalkan dan cenderung

dieksploitasi. Kondisi ini mengakibatkan dapat terancamnya mutu genetik

ternak DEG sehingga perlu dilakukan upaya perbaikan mutu genetik DEG.

3. Domba Garut (Priangan)

Domba Garut memiliki bentuk umum tubuh yang relatif besar dan

berbentuk persegi panjang, bulunya panjang dan kasar, dahi konveks, pada

jantan terdapat tanduk yang besar kuat dan melingkar. Ciri khas domba

Garut yaitu mempunyai kombinasi daun telinga ngadaun hiris atau rumpung

dengan ekor ngabuntut bagong atau ngabuntut beurit. Domba Garut dapat

ditemukan di wilayah Bandung, Garut, Sumedang, Ciamis, dan

Tasikmalaya. Domba ini biasanya dipelihara untuk seni

ketangkasan. Domba ini diduga diciptakan dari persilangan antara domba

Merino dan domba Cape (Kaapstad) dengan domba lokal sekitar tahun

1864. Domba Garut terkenal sebagai salah satu domba yang mempunyai

angka reproduktivitas tinggi di dunia.

2.5 Sejarah dan Performa Domba Garut (Priangan)


Domba Garut merupakan bangsa domba yang berasal dari Jawa Barat yaitu

Kabupaten Garut. Domba Garut disebut juga Domba Priangan termasuk tipe besar

(Triwulaningsih et al. 2006). Domba Garut berkembang sejak tahun 1864

merupakan hasil persilangan tiga bangsa yaitu Domba Merino dari Australia,

Domba Kapstad dari Afrika Barat Daya dan domba lokal (Devendra and McLeroy

2002). Masing-masing bangsa domba tersebut memiliki keunggulan tersendiri.

Domba Merino unggul dalam produksi wol, sedangkan domba Kaapstad unggul

dalam tinggi badan. Domba Garut memiliki ciri khas yaitu berupa propil kepala
cembung, bentuk muka lebar, pendek dan sedikit cembung. Daun telinga

6
merupakan sebuah kombinasi antara kuping rumpung/rudimenter (di bawah 4 cm).

Bentuk ekor lebar dan berlemak pada pangkal ekor dan mengecil ke ujung. Domba

jantan mempunyai tanduk besar, kokoh, kuat dan melingkar, sedangkan betina tidak

bertanduk.

Domba Garut betina merupakan prolifik yang tinggi dan mempunyai selang

kelahiran pendek. Variasi warna bulu dari domba ini terdiri dari hitam, putih, coklat

dan belang (Heriyadi 2006; Devendra and McLeroy 2002; Mulyono 2003). Domba

ini memiliki tinggi badan yang cocok sebagai domba aduan (Merkens and Soemirat

2009). Seni Ketangkasan Domba Garut diperkirakan telah berlangsung sejak

terbentuknya bangsa domba ini. Domba Garut juga memiliki penampilan yang

menarik sehingga sering digunakan sebagai hewan peliharaan.

Domba Garut merupakan sumber daya genetik ternak Jawa Barat yang

harus dikembangkan karena memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap

lingkungan sehingga tidak memerlukan pemeliharaan intensif. Domba Garut atau

biasa disebut juga domba Priangan memiliki bentuk tubuh relatif besar dan

berbentuk balok dengan bulu yang panjang dan dominan kasar. Ciri khas yang

membedakan domba ini dengan domba lain yaitu kombinasi daun telinga yang

rumpung dan bentuk ekor yang berbentuk segitiga dengan timbunan lemak pada

pangkal ekor (Baehaki, 2016).

Gambar 1. Domba garut dengan ciri khas tanduk dan bentuk daun telinga rumpung

Sumber: Badan Standarisasi Nasional Bibit Domba Garut (2009)

7
Karakter yang diharapkan dari domba adalah kemampuannya menghasilkan

berbagai macam komoditas, yaitu daging, susu, dan wol sembari beradaptasi

dengan agroekozonalogis yang bervariasi dalam kondisi iklim, diet, usia, penyakit,

budaya dan ritual keagamaan (Rasali, 2005). Domba Garut merupakan salah satu

sumber genetik dunia dan dikenal sebagai domba produktif. Domba Garut memiliki

peran penting dalam sistem pertanian di daerah Jawa Barat dan memberikan nilai

komoditas seperti daging dan pupuk organik (Tawaf, 2011).

2.6 Peningkatan Mutu Genetik Ternak


2.6.1 Seleksi
Seleksi merupakan tindakan memilih ternak yang dianggap mempunyai

mutu genetik unggul untuk selanjutnya dipakai sebagai tetua bagi generasi penerus,

sedangkan ternak yang kurang baik mutu genetiknya akan diafkir (culling). Sistem

seleksi terbagi menjadi dua bentuk yaitu seleksi alam dan seleksi buatan. Seleksi

alam terjadi secara alami dan telah berlangsung sejak beratus tahun lalu sehingga

menghasilkan ternak-ternak yang memiliki daya adaptasi lingkungan alam

habitatnya. Seleksi buatan terjadi dengan bantuan manusia untuk tujuan tertentu.
Terdapat beberapa metode seleksi buatan untuk satu sifat pada domba di antaranya:

a. Seleksi individual

Seleksi untuk ternak bibit yang didasarkan pada catatan produktivitas masing-

masing ternak.

b. Seleksi kekerabatan

Seleksi individu atas dasar performans kerabat-kerabatnya.

c. Seleksi silsilah

Seleksi yang dilakukan berdasarkan silsilah seekor ternak, biasanya digunakan

untuk memilih ternak bibit umur muda. Pemilihan bibit ternak bertujuan untuk

memeroleh bangsa-bangsa ternak yang memiliki sifat-sifat produktif potensial.


Terdapat beberapa metode seleksi buatan untuk beberapa sifat antara lain:

8
a. Seleksi tandem

Seleksi yang dilakukan dengan memfokuskan seleksi terhadap satu sifat setiap

kali sampai mencapai tingkat performa yang diinginkan tercapai, lalu

dilanjutkan seleksi terhadap sifat yang kedua, dan seterusnya.

b. Independent culling levels

Seleksi dapat diaplikasikan untuk dua sifat atau lebih secara simultan.

c. Indeks seleksi

Indeks seleksi akan mengurutkan individu berdasarkan rangking terhadap nilai

ekonomi yang didasarkan pada dua sifat atau lebih. Metode ini merupakan

metode paling efisien dalam menyeleksi beberapa sifat secara simultan.


2.6.2 Perkawinan Silang
Sistem perkawinan yang sering digunakan guna meningkatkan mutu genetik

ternak antara lain:

a. Perkawinan dengan tujuan meningkatkan homosigotas (inbreeding)

Inbreeding atau silang dalam merupakan perkawinan antara ternak yang

memiliki hubungan kekerabatan. Tujuan dari inbreeding adalah membuat

individu yang memiliki sifat mirip tetuanya, melestarikan sifat-sifat yang

diinginkan, dan menyeleksi gen-gen yang tidak diinginkan.

b. Perkawinan dengan tujuan meningkatkan heterogositas (outbreeding)

Outbreeding merupakan perkawinan antara ternak yang tidak memiliki

hubungan kekerabatan. Outbreeding secara garis besar dapat dibedakan

menjadi biak silang (cross breeding), biak silang luar (out breeding), dan biak

tingkat (grading up).

- Biak silang (cross breeding) merupakan persilangan antara ternak yang

tidak sebangsa. Kegunaan persilangan jenis ini untuk mensubstransi sifat

yang diinginkan serta memanfaatkan keunggulan ternak dalam keadaan

heterozigot.

9
- Biak silang luar (out breeding/out crossing) merupakan persilangan antara

ternak sebangsa namun tidak memiliki hubungan kekerabatan.

- Biak tingkat (grading up) merupakan persilangan balik yang terus menerus

diarahkan terhadap suatu bangsa ternak tertentu.

10
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pemuliaan Ternak Domba Garut


Pelaku industri peternakan domba nasional sebanyak 90% merupakan

peternak skala rumah tangga. Tujuan beternak domba skala rumah tangga

umumnya untuk mendapatkan penghasilan tambahan atau sebagai tabungan yang

akan menjadi sumber uang darurat apabila suatu saat dibutuhkan (Wiradarya,

2005). Para peternak di lapangan cenderung mendahulukan menjual ternak unggul

untuk dijual karena lebih mudah terjual dan harganya relatif tinggi. Hal ini

menyebabkan ternak yang tersisa di peternakan memiliki mutu genetik rendah

sehingga ternak-ternak inilah yang menjadi bibit generasi atau tetua di masa

mendatang. Apabila terus seperti ini, maka akan terjadi penurunan performa dan

makin terkuras populasi domba unggul di Indonesia. Oleh karena itu, untuk

meningkatkan populasi domba unggul, dilakukanlah pemuliaan ternak.


3.2 Model Pemuliaan Domba Garut
Model pemuliaan yang cocok untuk domba Garut adalah model sire

reference scheme (Anang, 2003; Rahmat, 2010). Sire reference scheme merupakan
model pola pemuliaan yang mana pejantan yang digunakan adalah hasil seleksi

berdasarkan kriteria yang sesuai dengan yang diharapkan, kemudian pejantan

tersebut digunakan secara bergilir di kelompok-kelompok betina. Dengan adanya

genetic links antar kelompok, evaluasi genetik antar kelompok dan antar tahun bisa

dilakukan dengan mempertimbangkan kelompok sebagai efek tetap, sehingga nilai

pemuliaan dan performa ternak antar kelompok dapat dibandingkan. Peran inti

adalah mengelola dan menyeleksi jantan yang akan digunakan sebagai reference

sire. Parameter genetik dan fenotip dapat dihitung menggunakan restricted

maximum likelihood (REML) dan nilai pemuliaan dapat diduga menggunakan best

linear unbiased prediction (BLUP).

11
3.3 Pola Pemuliaan Domba Garut
Pola pemuliaan pada dasarnya terbagi menjadi dua bentuk yaitu pola inti

tertutup (Closed nucleus breeding scheme) dan pola inti terbuka (Open nucleus

breeding scheme). Pola pemuliaan domba Garut di negara berkembang cocok

menggunakan pola inti terbuka. Pola inti terbuka merupakan suatu sistem yang

mana inti (nucleus) tidak tertutup sehingga aliran gen tidak hanya dari strata atas ke

bawah tetapi juga dari bawah ke atas. Oleh sebab itu, setiap perbaikan genetik yang

diperoleh dari hasil seleksi di tingkat dasar akan memberikan kontribusi pada

peningkatan genetik pada inti, besarnya kontribusi bergantung kepada laju aliran

gen dari dasar ke inti. Dengan masuknya ternak bibit dari kelompok lain ke inti,

hubungan kekerabatan antara induk dengan jantan makin jauh sehingga laju

inbreeding berkurang. James (1979; Rahmat, 2010) mengemukakan bahwa

kemajuan genetik pada sistem terbuka lebih tinggi daripada dengan sistem tertutup.

Pada sistem terbuka respons seleksi meningkat 10 sampai 15%, dengan laju

inbreeding lebih rendah 50% bila dibandingkan dengan sistem tertutup pada

kondisi dan ukuran sama.

Pola pemuliaan ternak terus berkembang selaras dengan perkembangan

ilmu dan teknologi. Penilaian seekor ternak dapat menggunakan program-program

statistik yang canggih serta kemajuan teknologi reproduksi, seperti inseminasi

buatan yang sangat besar pengaruhnya dalam pembentukan ternak unggul. Hal yang

perlu mendapat perhatian dalam pola pemuliaan adalah peningkatan genetik dan

laju inbreeding. Peningkatan genetik bertujuan untuk memperoleh hasil

semaksimal mungkin dari sumber genetik yang ada melalui pemuliaan dengan

memanfaatkan teknologi dan keterbatasan lingkungan. Pengaruh inbreeding pada

domba umumnya merugikan performa produksi. Menurut beberapa penelitian

peningkatan 1% inbreeding menurunkan 0,017 kg wol, 0,013 kg bobot lahir 0,111

kg bobot sapih, dan 0,178 kg bobot pra sapih, fertilitas induk menurun 1,4 sampai

12
1,16%, dan jumlah anak yang hidup sampai sapih menurun 0,7 sampai 7,2%

(Rahmat, 2010).

Gambar 2. Pola Inti Terbuka

3.4 Peningkatan Mutu Genetik Ternak Domba Garut


Secara umum, peningkatan mutu genetik domba dapat dilakukan dengan

dua metode, yaitu seleksi di antara dan di dalam rumpun/ genotipe yang ada dan

persilangan untuk memanfaatkan heterosis (Sakul, et al, 1994; Setiadi 2007).


3.4.1 Seleksi
Seleksi di antara rumpun domba merupakan pemilihan rumpun di antara

domba yang tersedia. Pemilihan yang sesuai akan menghasilkan produksi yang

efisien. Seleksi antara rumpun domba harus memerhatikan beberapa sifat, di


antaranya kemampuan beradaptasi, efisiensi reproduksi, dan sifat pertumbuhan.

Seleksi di dalam rumpun yaitu seleksi yang memanfaatkan sifat-sifat ekonomi pada

produksi yang dipengaruhi oleh banyaknya gen sehingga terjadi peningkatan

frekuensi gen-gen yang akan meningkatkan nilai pemuliaan dan performa domba.

Pada proses seleksi diperlukan beberapa parameter genetik yaitu heritabilitas dan

nilai pemuliaan sifat yang akan diseleksi. Heritabilitas digunakan untuk mengetahui

besarnya sumbangan genetik aditif suatu sifat tetua yang diturunkan kepada

keturunannya (Baehaki, 2016). Nilai heritabilitas dapat digunakan untuk

memperoleh nilai pemuliaan. Nilai pemuliaan dapat diperoleh dari perhitungan

performan ternak itu sendiri atau berdasarkan catatan-catatan anaknya (bagi

13
pejantan) dan informasi dari kerabatnya. Nilai pemuliaan dipakai untuk menduga

keunggulan ternak dalam suatu populasi berdasarkan mutu genetik yang akan

dijadikan sebagai tetua untuk generasi berikutnya. Penentuan tetua yang dipilih

dilihat dari rangking nilai pemuliaannya. Jadi ternak yang memiliki nilai pemuliaan

yang tinggi akan dipilih sesuai dengan jumlah kebutuhan dan akan digunakan

sebagai bibit.

Pengembangbiakan domba tidak lepas dari ketersediaan bibit pejantan dan

induk yang unggul dengan cara pemuliaan, yaitu seleksi. Seleksi diperlukan untuk

mendapatkan kualitas keturunan yang baik sehingga menghasilkan performa

keturunan yang baik pula. Program seleksi dapat dilakukan menggunakan sifat-sifat

kuantitatif, di antaranya bobot lahir, bobot umur, dan bobot sapih. Sifat-sifat ini

digunakan karena dapat menunjukkan potensi pertumbuhan domba yang akan

memengaruhi produktivitas ternak di masa yang akan datang dan seleksi yang dapat

dilakukan sedini mungkin (Haya, 2020). Pengaruh induk terhadap anak terbagi jadi

dua, yaitu pengaruh sebelum lahir dan setelah lahir. Pengaruh induk sebelum lahir

melingkupi pengaruh lingkungan uterus dan pengaruh genetik induk. Pengaruh

induk setelah lahir yakni produksi susu induk selama menyusui dan kualitas susu

induk. Pengkajian performa domba Garut membutuhkan pencatatan (recording)

yang sangat lengkap guna memaksimalkan kegiatan seleksi dan evaluasi genetik

dan pemeliharaan (Haya, 2020).

3.4.2 Persilangan
Persilangan domba dibagi menjadi beberapa macam, yaitu grading up,

pembentukan rumpun baru, dan persilangan spesifik.

a. Grading up merupakan persilangan beruntun ternak betina dan anak betinanya

terhadap pejantan dari satu rumpun dengan tujuan agar suatu kelompok

merupakan representatif dari rumpun pejantan.

14
b. Pembentukan rumpun baru atau disebut rumpun komposit merupakan hasil

persilangan dua rumpun atau lebih dengan perkawinan selanjutnya antara hasil

persilangan jantan dan betina. Kelompok rumpun komposit menggabungkan

beberapa sifat dari beberapa rumpun ke dalam suatu populasi sehingga

diharapkan produksinya melebihi tetuanya.

c. Desain sistem persilangan, dilakukan dengan dua pertimbangan utama, yaitu

menggunakan pengaruh heterosis sebesar mungkin dan mempertahankan

kontribusi rumpun dengan peranan yang sesuai dalam suatu kondisi sistem

produksi.
3.5 Teknologi yang Digunakan dalam Pemuliaan Domba
Domba garut merupakan domba lokal yang berpotensi dikembangkan

sebagai domba pedaging karena bersifat prolifik dan pertumbuhannya relatif cepat.

Menurut Rizal (2015; Herdis, 2017) bobot badan domba garut jantan dewasa sekitar

60–80 kg dan dapat mencapai lebih dari 100 kg, sedangkan bobot domba garut

betina dewasa sekitar 30– 50 kg. Fakta tersebut menjadikan domba garut berpotensi

dimanfaatkan sebagai donor semen guna meningkatkan kualitas domba lokal

melalui penerapan teknologi inseminasi buatan (IB). Domba garut jantan

mempunyai postur tubuh yang gagah, bentuk tanduk yang khas dengan ukuran

besar, kokoh, kuat, dan melingkar. Domba garut juga memiliki keunggulan dalam

dewasa kelamin, tidak mengenal musim kawin, dan dapat melahirkan anak lebih

dari 1 ekor (Herdis, 2017).

Masalah utama dalam pengembangbiakan domba garut adalah terbatasnya

pejantan unggul dan potensi reproduksi ternak betina yang belum dimanfaatkan

secara optimal. Jumlah yang terbatas dan harga yang relatif mahal pada domba

garut jantan unggul disebabkan oleh pemanfaatannya untuk kontes domba laga.

Adapun perkawinan domba garut sebagian besar dilakukan dengan mencampurkan


seekor domba jantan dengan lima ekor domba betina di dalam kandang koloni

15
selama 40 hari. Pengaruh negatif yang terjadi pada domba jantan setelah

dicampurkan adalah berat badan turun hingga 10 kg dan domba jantan menjadi

lebih peka terhadap penyakit (Herdis, 2017). Oleh karena itu, penerapan teknologi

reproduksi seperti pengolahan semen dan inseminasi buatan (IB) merupakan

alternatif tepat guna untuk meningkatkan populasi domba garut secara aktif

progresif. Dengan diterapkannya teknologi IB, semen yang diperoleh dari pejantan

unggul dapat diolah secara optimal sehingga lebih banyak jumlah domba betina

yang dapat dikawinkan dan dapat mengurangi pengaruh negatif pada kesehatan

domba pejantan yang dijadikan sumber semen (Herdis 2011, Herdis 2017).
3.6 Pemuliaan Ternak Domba Garut Berdasarkan Tipenya
3.6.1 Tipe Wol
Domba Garut sebagai hasil persilangan ketiga bangsa domba dapat

memiliki produksi yang berbeda-beda. Domba ini dapat memiliki wol yang kasar

dan halus. Produksi wol yang kasar kemungkinan berasal dari sifat yang diturunkan

domba Kaapstad, sedangkan wol yang halus kemungkinan berasal dari sifat yang

diturunkan domba Merino. Umumnya domba Garut memiliki pertumbuhan wol

yang rendah dengan kualitas yang rendah karena produksi wol kasar lebih

mendominasi dibandingkan wol halus. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

Syamyono, dkk. pada tahun 2003 di Balai Penelitian Ternak Bogor menunjukkan

bahwa panjang serat halus, produksi benang, dan kekuatan benang domba Garut

masih rendah. Oleh karena itu, dilakukanlah persilangan yang antara domba Garut

dengan domba yang memiliki sifat laju pertumbuhan wol yang tinggi, serat halus

yang panjang, pemintalan paling sedikit, dan kekuatan benang yang baik.

Persilangan ini menghasilkan rumpun baru atau disebut komposit. Persilangan

domba Garut dengan domba St. Croix menghasilkan generasi pertama yaitu domba

HG. Persilangan domba Garut dengan domba M. Charollais menghasilkan generasi

pertama yaitu domba MG. Domba HG dan MG disilangkan menghasilkan domba

16
komposit HMG dan antara pejantan MG dan betina HG menghasilkan domba

komposit MHG.

Gambar 3. Domba St. Croix


Sumber: H Cetin Katirci

Gambar 4. Domba M. Charollais


Sumber: Ferm Noble Hills Farm (2018)

3.6.2 Tipe Pedaging


Ternak domba merupakan salah satu komoditas yang efektif dapat

memenuhi ketahanan pangan nasional. Domba Garut baik jantan maupun betina

merupakan domba tipe penghasil daging yang baik (Margawati, 2007). Domba ini

memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai sumber produksi daging

dibandingkan domba lokal atau domba bangsa lain di Indonesia. Produksi daging

pada ternak domba dipengaruhi umur penyapihan, tipe kelahiran, dan jenis kelamin

17
yang kemudian berlanjut berpengaruh pada bobot sapih dan ukuran tubuh

(Margawati, 2007). Tipe kelahiran tunggal memiliki bobot badan yang lebih besar

dibandingkan anak kembar dan anak jantan tunggal memiliki bobot sapih yang

lebih tinggi dibandingkan bobot sapih betina tunggal.


3.6.3 Tipe Laga
Bentuk morfologi domba Garut berbeda dengan domba lainnya. Muka

cembung dan telinga rumpung merupakan ciri khas domba ini. Pejantan domba

Garut memiliki tanduk yang kokoh dan kuat, garis punggung cekung, dada

berukuran besar, pundak lebih tinggi dari bagian belakang, serta pangkal ekor

berukuran sedang sampai besar (Gunawan, 2006). Domba Garut jantan kerap

digunakan sebagai domba laga karena memiliki leher yang kuat dan kokoh, tanduk

besar dan melingkar seperti domba Merino jantan, serta memiliki agresifitas yang

tinggi (Margawati, 2007). Upaya peningkatan mutu genetik domba Garut sebagai

domba adu (laga) dapat dilakukan dengan seleksi untuk menghasilkan domba laga

unggul yang keunggulannya diharapkan dapat diwariskan dari tetua kepada

anaknya. Seleksi dapat dilakukan jika nilai heritabilitas menunjukkan persentase

keunggulan tetua yang diwariskan kepada anaknya terlebih dahulu diestimasi

dengan bobot lahir dan bobot sapihnya. Bobot lahir merupakan faktor penting yang

dapat memengaruhi produktivitas ternak. Apabila bobot lahirnya lebih tinggi dari

rata-rata, kemampuan hidupnya lebih tinggi dalam melewati masa kritis,

pertumbuhannya cepat, dan akan memiliki bobot sapih yang lebih tinggi. Bobot

sapih memiliki korelasi positif dengan bobot lahir, ini berarti bobot lahir yang lebih

tinggi akan menentukan bobot sapih yang lebih tinggi juga. Jika seleksi dilakukan

terhadap bobot sapih, maka akan terjadi peningkatan pada bobot lahir pada generasi

berikutnya.

18
3.7 Contoh Pemuliaan Domba Garut Berdasarkan Tipenya
3.7.1 Tipe Penghasil Wol
Penelitian domba Garut sebagai penghasil wol pernah dilakukan di Balai

Penelitian Ternak Bogor. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari karakteristik

bulu domba Priangan dan persilangannya dengan domba St. Croix dan M.

Charollais. Parameter yang diamati mencakup produksi wol, diameter serat,

panjang serat, penyusutan selama pengolahan, produksi benang, dan kekuatan serta

kemuluran benang. Domba yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari domba

Priangan, domba Komposit HMG, domba Komposit MHG dengan umur 11-12

bulan. Pembentukan domba komposit ini awalnya untuk meningkatkan produksi

susu dan meningkatkan daya adaptasi terhadap cuaca yang tinggi. Domba komposit

ini dipakai dalam penelitian karena memiliki produksi wol yang baik. Berdasarkan

produksi wol, diameter serat halus, dan penyusutan selama proses pengolahan,

antara ketiga domba memiliki hasil yang sama. Sementara itu, diameter serat kasar,

produksi benang, kekuatan dan kemuluran benang dari ketiga jenis domba

menunjukkan adanya perbedaan. Adanya persamaan pada beberapa parameter ini

akibat ketiga rumpun tersebut masih ada komposisi darah yang sama. Dari

penelitian ini, diperoleh hasil bahwa secara keseluruhan domba komposit HMG dan

komposit MHG memiliki kualitas wol yang lebih baik dari domba Garut.
3.7.2 Tipe Penghasil Daging
Penelitian terhadap pertumbuhan tubuh domba Garut menggunakan sampel
106 domba Garut dari dua kelompok ternak di Garut dan Bogor dengan beberapa

sampel dilengkapi keluarga acuan, kakek, nenek, anak jantan, dan cucu. Dari kedua

tipe domba Garut tersebut dikumpulkan data ukuran tubuh yaitu panjang badan,

lingkar dada, lebar dada, tinggi pundak, lebar pinggul, dan bobot badan. Selain itu

dikumpulkan juga data kelahiran, yakni tipe kelahiran, berat lahir, jenis kelamin,

dan berat sapih umur 4 bulan. Berdasarkan hasil penelitian, pada anak sapih umur
4 bulan, tipe kelahiran dan jenis kelamin berpengaruh pada bobot sapih dan kelima

19
parameter ukuran tubuh. Tipe kelahiran tunggal memiliki bobot badan lebih tinggi

daripada anak kembar. Anak jantan tunggal memiliki bobot sapih lebih tinggi

daripada bobot sapih betina tunggal. Dengan demikian, untuk menghasilkan bibit

unggul diperlukan seleksi berdasarkan umur sapih 4 bulan, domba dengan tipe

kelahiran tunggal, dan jenis kelamin.


3.7.3 Contoh Pemuliaan Domba Garut Tipe Laga
Penelitian yang dilakukan di Peternakan Domba Laga Lesan Putera Ciomas

menggunakan data sekunder data bobot lahir dan bobot sapih cempe yang telah

dikumpulkan dalam waktu lima bulan. Domba yang digunakan untuk penelitian

berasal dari dua kelompok bibit domba, yaitu domba Garut Super (SR) dan domba

Garut Sukabumi (SB). Domba SR merupakan domba unggul tipe laga yang berasal

dari perkawinan pejantan tipe laga yang dikawinkan pertama kali di atas usia 3,5

tahun dengan induk terseleksi. Sementara itu, domba SB merupakan domba hasil

perkawinan pejantan tipe laga yang dikawinkan pertama kali di atas usia 3,5 tahun

dengan induk domba Garut Sukabumi yang dikawinkan pertama kali pada umur

1,0-1,5 tahun (Gunawan, 2006). Hasil dari penelitian ini menunjukkan rataan bobot

lahir dan bobot sapih berdasarkan jenis kelamin, paritas, kelahiran tunggal, dan

musim pada kedua kelompok domba hampir sama. Namun, berdasarkan nilai

heritabilitas bobot lahir dan bobot sapih, domba SR lebih unggul dibandingkan

domba SB. Nilai heritabilitas yang tinggi ini menunjukkan bahwa seleksi akan lebih

efektif dilakukan dalam perbaikan mutu genetik untuk mendapatkan kemajuan

genetik yang lebih cepat. Dengan demikian, berdasarkan hasil seleksi, domba yang

dapat digunakan sebagai tetua berikutnya untuk menghasilkan mutu genetik unggul

bagi domba laga adalah domba Garut Super (SR).

20
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Pemuliaan ternak merupakan kegiatan manusia memelihara ternak untuk

menjaga kemurnian galur atau ras sekaligus memperbaiki produksi dan kualitasnya.

Prinsip dasar pemuliaan ternak untuk meningkatkan mutu genetik ternak, melalui

sistem seleksi dan perkawinan. Seleksi dapat menghasilkan keragaman genetik

yang bertujuan mengubah frekuensi gen pada suatu populasi ternak. Salah satu

proses pemuliaan ternak yaitu melalui kawin silang sehingga dapat memperoleh

individu yang memiliki sifat unggul dari bangsa tetuanya.

Terdapat dua metode peningkatan mutu genetik domba yaitu seleksi di

antara dan di dalam rumpun/genotipe yang ada dan persilangan untuk

memanfaatkan heterosis. Seleksi di dalam rumpun yaitu seleksi yang

memanfaatkan sifat-sifat ekonomi pada produksi yang dipengaruhi oleh banyaknya

gen sehingga terjadi peningkatan frekuensi gen-gen yang akan meningkatkan nilai

pemuliaan dan performa domba. Persilangan pada domba dibagi menjadi beberapa

macam, yaitu grading up, pembentukan rumpun baru, dan persilangan spesifik.

Domba Garut merupakan domba hasil persilangan tiga jenis bangsa domba

yaitu domba lokal, domba Merino, dan domba Kaapstad (atau Cape). Masing-

masing bangsa domba tersebut memiliki keunggulan tersendiri. Domba Garut

merupakan salah satu sumber genetik dunia dan dikenal sebagai domba produktif.

Pemuliaan domba Garut menghasilkan tiga macam tipe domba yaitu tipe wol,

pedaging, dan laga. Di daerah Jawa Barat, domba memiliki peran penting dalam

sistem pertanian dan memberikan nilai komoditas seperti daging, pupuk organik,

dan juga sebagai kesenian dan hiburan masyarakat. Sehingga pemuliaan domba

Garut terbukti sukses dan memiliki dampak positif untuk masyarakat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Baehaki, dkk. (2016). Nilai Pemuliaan Domba Garut Berdasar Bobot Lahir
Menggunakan Metode Paternal Half-Sib di Uptd BPPTD Margawati.
Universitas Padjadjaran: Sumedang.
Darmawan, H. Supartini, N. 2012. Heretabilitas Dan Nilai Pemuliaan Domba Ekor
Gemuk Di Kabupaten Situbondo. Malang: Universitas Tribhuwana
Tunggadewi. Buana Sains Vol 12 No 1: 51-62.

Dewi. Wahyuni. (2020). Dasar Pemuliaan Ternak. Lembaga Penelitian,


Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat Universitas Islam Lamongan:
Lamongan.
Gunawan, A., R.R. Noor. (2006). Pendugaan Nilai Heritabilitas Bobot Lahir dan
Bobot Sapih Domba Garut Tipe Laga. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Media Peternakan, April 2006, hlm. 7-15 Vol. 29 No. 1 ISSN 0126-0472.
Haya, dkk. (2020). Pendugaan Parameter Genetik Performa Prasapih Domba
Garut di UPTD-BPPTDK Margawati Garut. Universitas Padjadjaran:
Sumedang. Majalah Ilmiah Peternakan Volume 23.
Margawati, dkk. (2007). Potensi Ternak Lokal Domba Garut Sebagai Sumber
Pangan Asal Ternak Berdasarkan Analisis Kuantitatif dan Genetis. Pusat
Penelitian Bioteknologi-LIPI: Bogor.
Najmuddin, M. Nasich, M. 2019. Produktivitas Induk Domba Ekor Tipis Di Desa
Sedan Kecamatan Sedan Kabupaten Rembang. Malang: Universitas
Brawijaya. Journal of Tropical Animal Production Vol 20, No. 1 pp. 76-83.

Rahmat, Dedi. (2010). Model Pola Pemuliaan (Breeding Scheme) Ternak


Berkelanjutan. Universitas Padjadjara: Sumedang. hlm 5-7.
Rasali, et al. (2005). Development of Composite Sheep Breeds in The World: A
Review. University of Manitoba: Canada.
Setiadi, Bambang. (2007). Strategi Perbibitan Kambing/Domba Di Indonesia.
Balai Penelitian Ternak: Bogor.
Syamyono, dkk. (2003). Karakteristik Bulu Domba Priangan dan Persilangannya.
Institut Pertanian Bogor: Bogor. JITV Vol. 8 No. 3 Th. 2003.
Tawaf, dkk. (2011). Empowerment of Small Holder Farmers Business “Garut
Sheep” In West Java. Universitas Padjadjaran: Sumedang. International
conference on sustainable agriculture and food security; Challenges and
Opportunities Universitas Padjadjaran.

22
Wiradarya, T.R. (2005). Sistem 3 Strata sebagai Strategi Pemulihan dan
Peningkatan Mutu Genetis Kambing dan Domba Indonesia (Ulasan).
Institut Pertanian Bogor: Bogor.

23
LAMPIRAN

Diskusi Presentasi Kelompok 10

Pemuliaan Ternak Domba Garut

Kelas : D

Hari/tanggal: Kamis, 2 Desember 2021

No Penjawab Penanya Pertanyaan

1 Silviana Nurcahyani Domba memiliki kemampuan untuk

berkembang biak, tumbuh dengan cepat, dan

relatif mudah dalam pemeliharaannya. Kira-

kira apa salah satu potensi genetik pada

ternak domba?

Jawaban: Salah satu potensi genetik pada ternak

domba yaitu ternak domba bersifat prolifik

/beranak lebih dari satu ekor perkelahiran dan

dapat beranak tiga kali dalam kurun waktu dua

tahun.

2 Andita Andri Tadi disebutkan pada model pemuliaan

domba garut itu cocok menggunakan model

sire reference scheme, nah pertanyaannya,

apa peran inti dari sire reference itu sendiri?

Jawaban: Model sire reference scheme ini

sekarang paling banyak dipakai untuk perbaikan

mutu genetik nasional oleh banyak negara

karena sangat sederhana dan telah ditunjang oleh

kemajuan dan perkembangan metode analisis

yang memungkinkan untuk mengevaluasi

24
genetik secara menyeluruh. Pada model ini,

pejantan hasil seleksi secara bergilir dikawinkan

di kelompok-kelompok betina di berbagai

wilayah. Pejantan disebut sebagai genetic link

atau penghubung genetik antar wilayah. Dengan

adanya genetic links antar kelompok, evaluasi

genetik antar kelompok dan antar tahun bisa

dilakukan dengan mempertimbangkan

kelompok sebagai efek tetap, sehingga nilai

pemuliaan dan performa ternak antar kelompok

dapat dibandingkan, maka dari itu peran inti dari

model sire reference ini adalah sebagai

pengelola dan penyeleksi jantan yang akan

digunakan.

3 Salma Ghaitsa Mengapa pola pemuliaan terbuka lebih baik

dipakai untuk pemuliaan domba?

Jawaban: Pada sistem terbuka respons seleksi

meningkat 10 sampai 15%, dengan laju

inbreeding lebih rendah 50% bila dibandingkan

dengan sistem tertutup pada kondisi dan ukuran

sama. Pengaruh inbreeding ini dihindari karena

pada domba, umumnya inbreeding merugikan

performa produksi. Menurut beberapa penelitian

peningkatan 1% inbreeding menurunkan 0,017

kg wol, 0,013 kg bobot lahir, 0,111 kg bobot

sapih, dan 0,178 kg bobot pra sapih, fertilitas

induk menurun 1,4 sampai 1,16%, dan jumlah

25
anak yang hidup sampai sapih menurun 0,7

sampai 7,2%. Maka dari itu, dipakailah pola

pemuliaan terbuka. Dengan masuknya ternak

bibit dari kelompok lain ke inti, hubungan

kekerabatan antara induk dengan jantan makin

jauh sehingga laju inbreeding berkurang.

4 Riisyafa Mira Tadi dijelaskan bahwa persilangan domba

Garut dengan St. Croix dan M. Charollais

akan menghasilkan Domba Komposit Garut.

Yang ingin ditanyakan apa saja kelebihan

dari Domba Komposit Garut selain dari

produksi wolnya yang lebih tinggi?

Jawaban: Domba Komposit Garut memiliki

ukuran badan yang lebih besar, efisiensi

penggunaan pakan dan persentase karkas relatif

lebih tinggi yaitu dapat mencapai 47 - 50%,

dibanding domba lokal yang biasanya hanya

45%. Dengan laju pertumbuhan 30% lebih

tinggi, domba ini lebih cepat dipanen. Sebagai

perbandingan, umur 3 bulan, bobot domba Garut

hanya sekitar 8 kg sedangkan domba komposit

bisa mencapai 11 kg. Keunggulan laju

pertumbuhan ini akan tampak jika domba

dipelihara secara intensif dengan kualitas pakan

yang bermutu. Sifat unggul lain yang dibawa

dari tetua lokalnya adalah jumlah anak

26
sekelahiran yang relatif tinggi dan dapat beranak

sepanjang tahun.

5 Rio Melinda Dalam pemuliaan ternak domba Garut, apa

saja kendala atau masalah yang sering

ditemukan sehingga menghambat

pengembangbiakannya?

Jawaban: Masalah utama dalam

pengembangbiakan domba garut adalah

terbatasnya pejantan unggul dan potensi

reproduksi ternak betina yang belum

dimanfaatkan secara optimal. Jumlah yang

terbatas dan harga yang relatif mahal pada

domba garut jantan unggul disebabkan oleh

pemanfaatannya untuk kontes domba laga.

Adapun perkawinan domba garut sebagian besar

dilakukan dengan mencampurkan seekor domba

jantan dengan lima ekor domba betina di dalam

kandang koloni selama 40 hari. Setelah

dicampurkan di kandang koloni tersebut,

terdapat pengaruh negatif pada domba jantan

yaitu berat badan turun hingga 10 kg dan domba

jantan menjadi lebih peka terhadap penyakit.

Oleh karena itu, solusinya sekarang dilakukan

inseminasi buatan (IB) dengan manfaat yang

sudah dipaparkan tadi.

-Dapat meningkatkan populasi domba Garut

secara aktif progresif.

27
-Lebih banyak jumlah domba betina yang dapat

dikawinkan.

-Dapat mengurangi pengaruh negatif pada

kesehatan domba pejantan yang dijadikan

sumber semen.

28

Anda mungkin juga menyukai